Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kisah MUSA AS-SAAMIRI mengaku AHLI MAKRIFAT di hadapan NABI MUSA & BANI ISRAEL.

Kisah MUSA AS-SAAMIRI mengaku AHLI MAKRIFAT di hadapan NABI MUSA alaihis salaam & BANI ISRAEL

Di Susun oleh Abu Haitsam Fakhry

KAJIAN NIDA AL-ISLAM

<< DOWNLOAD PDF >>

28 Nov 2020

*****

بسم الله الرحمن الرحيم

Firman Allah SWT tentang Samiri yang mengaku bahwa dirinya ahli ma'rifat alias bisa melihat ghaib : 

﴿ قَالَ فَمَا خَطْبُكَ يَا سَامِرِيُّ (95) قَالَ بَصُرْتُ بِمَا لَمْ يَبْصُرُوا بِهِ فَقَبَضْتُ قَبْضَةً مِنْ أَثَرِ الرَّسُولِ فَنَبَذْتُهَا وَكَذَلِكَ سَوَّلَتْ لِي نَفْسِي (96) 

Berkata Musa,  “Apakah yang mendorongmu (berbuat demikian) hai Samiri?” Samiri menjawab, 'Aku (bisa) melihat sesuatu yang mereka tidak (bisa) melihatnya, maka aku ambil segenggam dari jejak rasul (yakni : jejak kaki kuda malaikat Jibril), lalu aku melemparkannya dan demikianlah nafsuku membujukku.” (QS. Toha: 95 & 96).

Dan Firman Allah SWT tentang Fir'aun yang mengaku bahwa dirinya adalah ahli hakikat dan telah sampai pada tingkat wihdatul wujud yakni  menyatu dengan Tuhan Yang Maha Tinggi alias manunggaling kawula ing gusti atau Lir Kadio Keris Melebu Ing Werongkone . Sehingga Fir'aun mengatakan bahwa dirinya adalah Tuhan Yang Maha Tinggi, sebagaimana yang tersebut dalam firman Allah SWT :

﴿ فَقَالَ أَنَا رَبُّكُمُ الْأَعْلَىٰ

"Maka dia [Fir'aun] berkata: "Akulah tuhan kalian yang paling tinggi". [QS. An-Nazi'at : 24]

Samiri dan Fir'aun sama-sama dari Mesir. 

Perkataan Fira'un Ini mirip dengan perkataan Ibnu ‘Arabi Al-Hatimi Ath-Tha’i (wafat 638 H), Imam Besar faham aqidah Wihdatul Wujud , yang mengatakan :

“Hamba adalah tuhan dan tuhan adalah hamba". 

Duhai gerangan, siapakah yang diberi tugas (melaksanakan syariat)? jika kau katakan: hamba, maka dia adalah tuhan . Atau kau katakan: tuhan, maka mana mungkin tuhan diberi tugas?!”.

[ Baca : Al Futuhat Al Makkiyah (seperti yang dinukilkan oleh DR. Taqiyuddin Al Hilali dalam kitabnya Al Hadiyyatul Haadiyah hal. 43)

Dan Ibnu ‘Arabi dalam kitabnya yang lain Fushushul Hikam (hal.192) dia ngelindur : “Sesungguhnya orang-orang yang menyembah anak sapi, tidak lain yang mereka sembah kecuali Allah.”

Bahkan dia memuji-muji Fira’un Ramses II dan keyakinannya bahwa Firaun mati di atas keimanan, lalu dia mencela Nabi Harun ’alaihis salam yang mengingkari kaumnya yang menyembah anak sapi -yang semua ini jelas-jelas bertentangan dengan nash Al-Quran-, dan keyakinan dia bahwa kafirnya orang-orang Nasrani adalah karena mereka hanya mengkhususkan Nabi ‘Isa ‘alaihi salam sebagai Tuhan, yang kalau seandainya mereka tidak mengkhususkannya maka mereka tidak dikafirkan. [Baca : Fushushul Hikam (hal.187-188)

Siapa kah SAMIRI ?:

Dia bernama Musa bin Zafar, tapi lebih terkenal dengan sebutan AS-SAAMIRI.

Samiri berasal dari bahasa Arab dan digunakan secara meluas oleh penduduk Albania. Samiri adalah sebuah variasi dari  “Samir” bagi pengguna bahasa Albania, Arab, India dan Iran yang berasal dari bahasa Arab yaitu  “Samara”. ‎Bentuk feminim dari  “Samir” adalah  “Samira”.‎

Secara etimologi kata Samiri sering dihubungkan dengan wilayah Samaria atau kerajaan Israel Utara, meski belum ada bukti yang kuat mengenai keterkaitan antara seorang Israel bernama Samiri dengan wilayah yang ditempati sebagian Bani Israel di Utara Tanah Kana'an.

Pendapat lain mengatakan nama Samiri adalah penisbatan kepada salah satu kabilah bani Israil, ‎sedangkan menurut pendapat lain mengatakan bahwa, Musa Samiri adalah orang Bajarma, ‎salah seorang penduduk yang menyembah sapi.‎

Ibnu Abbas berkata dalam hadits al-Futuun:

 “As-Saamiri adalah seorang pria dari kaum yang menyembah sapi, tetangga bani Israail, dan dia bukan salah satu dari Bani Israel, lalu dia ikut numpang pergi bersama rombongan Musa AS dan Bani Israel ketika mereka berangkat”.

Ia memiliki ilmu kebatinan dan sihir, sebuah ilmu yang ia dipelajari sewaktu berada di Mesir. Dia pemeluk agama paganisme yang terdapat di Mesir Kuno. Sebuah bukti penting yang mendukung kesimpulan ini adalah Samiri pernah membuat patung anak sapi betina terbuat dari emas. Samiri telah membuat berhala itu untuk bani Israel selama Musa pergi untuk mendapatkan wahyu. Patung anak sapi tersebut terbuat dari emas yang dibakar , yang oleh Samiri dimasukkan segumpal tanah, diyakini tanah itu bekas dilalui tapak kaki kuda malaikat Jibril ketika Musa dan pengikutnya menyeberangi Laut Merah. Sehingga mulut sapi betina itu bisa mengeluarkan suara.

Samiri membuat patung tersebut terpengaruh oleh agama paganisme Mesir Kuno, ia meniru dewa Hathor dan Aphis, dewa-dewi  Mesir kuno, disembah sebagai sapi dewata dari akhir 2700 S.M. selama dinasti kedua.

Gambar : Patung Hathor sebagai seekor sapi.

SAMIRI hingga kini dalam sekte QOBBAALAH di yakini sebagai salah seorang pendeta tinggi Qabbala. Seorang pendeta yang berhasil mengajak Bani Israil saat eksodus dari Mesir untuk menyembah anak sapi emas bertepatan saat Nabi Musa as berkhalwat di gunung Tursina-Sinai.

Saat ini Qabala menjadi agama alternatif bagi sejumlah selebritis, para pejabat tinggi dan Bisnismen Dunia. 

Faktor apa yang seolah menghipnotis minat sehingga Qabala menjadi pilihan mereka?

Doktrin mistis Qabala merupakan induk dari segala ilmu sihir yang ada di dunia hingga hari ini. Sebenarnya QOBBAALAH ini merupakan elemen eksternal yang menyusup ke dalam agama Yahudi.

Yang kemudian Qabala ini berkembang menjadi kepercayaan Yahudi yang amat RAHASIA disampaikan pada anggota dari mulut ke mulut. Hanya orang-orang khusus yang diperbolehkan mendengarnya.

Ajarannya berupa ilmu sihir dan ritual pemujaan setan yang telah dikembangkan sejak ribuan tahun. Secara harfiah Qabala (Qabala) bermakna tradisi lisan. Kata Qobbaalah diambil dari bahasa Ibrani: qibil yang bermakna menerima atau tradisi warisan. Dengan demikian ajaran Qabala mempunyai arti menerima doktrin ilmu sihir (okultisme) secara turun temurun yang hanya diketahui oleh segelintir orang.

Menurut sejarah, Ordo Qabala telah berusia 4.000 tahun, sejak Nabi Ibrahim as meninggalkan Sumeria, akhirnya menyebar ke Mesir Kuno hingga Ke Palestina.

Kemudian Ordo Qabala dibentuk dan diberi nama Ordo Persaudaraan saat perpindahan Bani Israil ke Babilonia yakni pada era Dinasti Ur ke 3 (2112 -2004 SM).

KISAH SAMIRI DAN PATUNG ANAK SAPI:

Disini penulis akan menyebutkan Kisah SAMIRI dari dua sumber utama, yaitu:

Pertama: Versi Al-Quran, yang acuannya adalah Surat Toha.

Kedua: Versi Atsar Ibnu Abbaas yang terkenal dengan sebutan” حديث الفتون الطويل”.

Sebutan ini di ambil dari Firman Allah SWT  “وَفَتَنّٰكَ فُتُوْنًا” artinya: dan Kami telah mengujimu dengan beberapa cobaan (yang berat) (QS. Taha: 40)

PERTAMA: KISAH SAMIRY DALAM AL-QUR’AN:

Dalam Surat Toha Allah SWT berfirman:

قَالَ فَإِنَّا قَدْ فَتَنَّا قَوْمَكَ مِنۢ بَعْدِكَ وَأَضَلَّهُمُ ٱلسَّامِرِىُّ ﴿85﴾
فَرَجَعَ مُوْسٰٓى اِلٰى قَوْمِهٖ غَضْبَانَ اَسِفًا ە ۚ قَالَ يٰقَوْمِ اَلَمْ يَعِدْكُمْ رَبُّكُمْ وَعْدًا حَسَنًا ە ۗ اَفَطَالَ عَلَيْكُمُ الْعَهْدُ اَمْ اَرَدْتُّمْ اَنْ يَّحِلَّ عَلَيْكُمْ غَضَبٌ مِّنْ رَّبِّكُمْ فَاَخْلَفْتُمْ مَّوْعِدِيْ ﴿86﴾
قَالُوْا مَآ اَخْلَفْنَا مَوْعِدَكَ بِمَلْكِنَا وَلٰكِنَّا حُمِّلْنَآ اَوْزَارًا مِّنْ زِيْنَةِ الْقَوْمِ فَقَذَفْنٰهَا فَكَذٰلِكَ اَلْقَى السَّامِرِيُّ ﴿87﴾
فَاَخْرَجَ لَهُمْ عِجْلًا جَسَدًا لَّهٗ خُوَارٌ فَقَالُوْا هٰذَآ اِلٰهُكُمْ وَاِلٰهُ مُوْسٰى ە ۙ فَنَسِيَ ﴿88﴾
اَفَلَا يَرَوْنَ اَلَّا يَرْجِعُ اِلَيْهِمْ قَوْلًا ە ۙ وَّلَا يَمْلِكُ لَهُمْ ضَرًّا وَّلَا نَفْعًا ﴿89﴾
وَلَقَدْ قَالَ لَهُمْ هٰرُوْنُ مِنْ قَبْلُ يٰقَوْمِ اِنَّمَا فُتِنْتُمْ بِهٖ ۚ وَاِنَّ رَبَّكُمُ الرَّحْمٰنُ فَاتَّبِعُوْنِيْ وَاَطِيْعُوْٓا اَمْرِيْ ﴿90﴾
قَالُوْا لَنْ نَّبْرَحَ عَلَيْهِ عٰكِفِيْنَ حَتّٰى يَرْجِعَ اِلَيْنَا مُوْسٰى ﴿91﴾
قَالَ يٰهٰرُوْنُ مَا مَنَعَكَ اِذْ رَاَيْتَهُمْ ضَلُّوْٓا ﴿92﴾
اَلَّا تَتَّبِعَنِ ۗ اَفَعَصَيْتَ اَمْرِيْ ﴿93﴾
قَالَ يَبْنَؤُمَّ لَا تَأْخُذْ بِلِحْيَتِيْ وَلَا بِرَأْسِيْ ۚ اِنِّيْ خَشِيْتُ اَنْ تَقُوْلَ فَرَّقْتَ بَيْنَ بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ وَلَمْ تَرْقُبْ قَوْلِيْ ﴿94﴾

 Artinya:

Dia (Allah) berfirman,  “Sungguh, Kami telah menguji kaummu setelah engkau tinggalkan, dan mereka telah disesatkan oleh Samiri.” (QS. Taha: 85)

Kemudian Musa kembali kepada kaumnya dengan marah dan bersedih hati. Dia (Musa) berkata,  “Wahai kaumku! Bukankah Tuhanmu telah menjanjikan kepadamu suatu janji yang baik? Apakah terlalu lama masa perjanjian itu bagimu atau kamu menghendaki agar kemurkaan Tuhan menimpamu, mengapa kamu melanggar perjanjianmu dengan aku?” (QS. Taha: 86)

Mereka berkata,  “Kami tidak melanggar perjanjianmu dengan kemauan kami sendiri, tetapi kami harus membawa beban berat dari perhiasan kaum (Fir‘aun) itu, kemudian kami melemparkannya (ke dalam api), dan demikian pula Samiri melemparkannya, (QS. Taha: 87)

kemudian (dari lubang api itu) dia (Samiri) mengeluarkan (patung) anak sapi yang bertubuh dan bersuara untuk mereka, maka mereka berkata,  “Inilah Tuhanmu dan Tuhannya Musa, tetapi dia (Musa) telah lupa.” (QS. Taha: 88)

Maka tidakkah mereka memperhatikan bahwa (patung anak sapi itu) tidak dapat memberi jawaban kepada mereka, dan tidak kuasa menolak mudarat mau-pun mendatangkan manfaat kepada mereka? (QS. Taha: 89)

Dan sungguh, sebelumnya Harun telah berkata kepada mereka,  “Wahai kaumku! Sesungguhnya kamu hanya sekedar diberi cobaan (dengan patung anak sapi) itu dan sungguh, Tuhanmu ialah (Allah) Yang Maha Pengasih, maka ikutilah aku dan taatilah perintahku.” (QS. Taha: 90)

Mereka menjawab,  “Kami tidak akan meninggalkannya (dan) tetap menyembahnya (patung anak sapi) sampai Musa kembali kepada kami.” (QS. Taha: 91)

Dia (Musa) berkata,  “Wahai Harun! Apa yang menghalangimu ketika engkau melihat mereka telah sesat, (QS. Taha: 92)

(sehingga) engkau tidak mengikuti aku? Apakah engkau telah (sengaja) melanggar perintahku?” (QS. Taha: 93)

Dia (Harun) menjawab,  “Wahai putra ibuku! Janganlah engkau pegang janggutku dan jangan (pula) kepalaku. Aku sungguh khawatir engkau akan berkata (kepadaku), ‘Engkau telah memecah belah antara Bani Israil dan engkau tidak memelihara amanatku.’” (QS. Taha: 94)

[Penulis katakan: Dalam hal ini Allah SWT berfirman dalam SURAT AL-A’RAAF :

وَلَمَّا رَجَعَ مُوْسٰٓى اِلٰى قَوْمِهٖ غَضْبَانَ اَسِفًا ۙ قَالَ بِئْسَمَا خَلَفْتُمُوْنِيْ مِنْۢ بَعْدِيْ ۚ اَعَجِلْتُمْ اَمْرَ رَبِّكُمْ ۚ وَاَلْقَى الْاَلْوَاحَ وَاَخَذَ بِرَأْسِ اَخِيْهِ يَجُرُّهٗٓ اِلَيْهِ ۗقَالَ ابْنَ اُمَّ اِنَّ الْقَوْمَ اسْتَضْعَفُوْنِيْ وَكَادُوْا يَقْتُلُوْنَنِيْ ۖ فَلَا تُشْمِتْ بِيَ الْاَعْدَاۤءَ وَلَا تَجْعَلْنِيْ مَعَ الْقَوْمِ الظّٰلِمِيْنَ ﴿150﴾ قَالَ رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَلِاَخِيْ وَاَدْخِلْنَا فِيْ رَحْمَتِكَ ۖوَاَنْتَ اَرْحَمُ الرّٰحِمِيْنَ ࣖ ﴿151﴾

Artinya:

Dan ketika Musa telah kembali kepada kaumnya, dengan marah dan sedih hati dia berkata,  “Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan selama kepergianku! Apakah kamu hendak mendahului janji Tuhanmu?” Musa pun melemparkan lauh-lauh (Taurat) itu dan memegang kepala saudaranya (Harun) sambil menarik ke arahnya. (Harun) berkata,  “Wahai anak ibuku! Kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir saja mereka membunuhku, sebab itu janganlah engkau menjadikan musuh-musuh menyoraki melihat kemalanganku, dan janganlah engkau jadikan aku sebagai orang-orang yang zalim.” (QS. Al-A’raf: 150)

Dia (Musa) berdoa,  “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan saudaraku dan masukkanlah kami ke dalam rahmat Engkau, dan Engkau adalah Maha Penyayang dari semua penyayang.” (QS. Al-A’raf: 151) ]

Kita kembali ke SURAT TOOHA, ayat 95-98:

Allah SWT berfirman:

قَالَ فَمَا خَطْبُكَ يَا سَامِرِيُّ (95) قَالَ بَصُرْتُ بِمَا لَمْ يَبْصُرُوا بِهِ فَقَبَضْتُ قَبْضَةً مِنْ أَثَرِ الرَّسُولِ فَنَبَذْتُهَا وَكَذَلِكَ سَوَّلَتْ لِي نَفْسِي (96) قَالَ فَاذْهَبْ فَإِنَّ لَكَ فِي الْحَيَاةِ أَنْ تَقُولَ لَا مِسَاسَ وَإِنَّ لَكَ مَوْعِدًا لَنْ تُخْلَفَهُ وَانْظُرْ إِلَى إِلَهِكَ الَّذِي ظَلْتَ عَلَيْهِ عَاكِفًا لَنُحَرِّقَنَّهُ ثُمَّ لَنَنْسِفَنَّهُ فِي الْيَمِّ نَسْفًا (97) إِنَّمَا إِلَهُكُمُ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلا هُوَ وَسِعَ كُلَّ شَيْءٍ عِلْمًا (98)

Berkata Musa,  “Apakah yang mendorongmu (berbuat demikian) hai Samiri?” (95)

Samiri menjawab, 'Aku mengetahui sesuatu yang mereka tidak mengetahuinya, maka aku ambil segenggam dari jejak rasul, lalu aku melemparkannya dan demikianlah nafsuku membujukku.” (96)

Berkata Musa,  “Pergilah kamu, maka sesungguhnya bagimu di dalam kehidupan dunia ini (hanya dapat) mengatakan,  “Janganlah menyentuh (aku).' Dan sesungguhnya bagimu hukuman (di akhirat) yang kamu sekali-kali tidak dapat menghindarinya, dan lihatlah tuhanmu itu yang kamu tetap menyembahnya. (97)

Sesungguhnya kami akan membakarnya, kemudian kami sungguh-sungguh akan menghamburkannya ke dalam laut (berupa abu yang berserakan). Sesungguhnya Tuhanmu hanyalah Allah, yang tidak ada Tuhan (yang berhak disembah), selain Dia. Pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu.” (98).

KEDUA: SAMIRI versi ATSAR IBNU ABBAAS “حديث الفتون”

Berikut ini sebagian dari hadits al-Futuun yang panjang (حديث الفتول الطويل):

Diriwayatkan oleh al-Imam al-Buushairy dalam kitab “(إتحاف الخيرة المهرة) ” 6/234 dengan SANAD YANG SHAHIH menurutnya. Dan di sebutkan pula oleh Ibnu katsir dalam kitab “البداية والنهاية” 16/225:

حدثنا عبد الله بن محمد، حدثنا يزيد بن هارون، أنبأنا أصبغ بن زيد، حدثنا القاسم بن أبي أيوب، أخبرني سعيد بن جبير قال‏:‏ سألت عبد الله بن عباس عن قول الله تعالى لموسى‏:‏ ‏{‏وَفَتَنَّاكَ فُتُوناً‏}‏ فسألته عن الفتون ما هو‏؟‏

Telah memberi tahu kami Abdullah bin Muhammad. Telah memberi tahu kami Yazid bin Haroun. Telah memberi tahu kami Asbagh bin Zaid. Telah memberi tahu kami Al-Qasim bin Abi Ayyub. Telah memberi tahu saya Saeed bin Jubair bahwa dia berkata:

Saya bertanya kepada Abdullah bin Abbas tentang firman Allah Yang Maha Kuasa kepada Musa: 

"وَفَتَنّٰكَ فُتُوْنًا" 

Artinya: "dan Kami telah mencobamu dengan beberapa cobaan (yang berat)" (QS. Taha: 40), 

Lalu saya bertanya kepadanya tentang FUTUUN, apa itu?:


-Karena hadits ini terlalu panjang, maka kutipannya loncat ke inti masalah saja-:  

Ibnu Abbas berkata: 

فأنزَلَهم مُوسى عليه السَّلامُ منزلًا، ثمَّ قال لهم: أطيعوا هارونَ عليه السَّلامُ؛ فإنِّي قد استخلفْتُه عليكم، وإنِّي ذاهبٌ إلى ربِّي عَزَّ وجَلَّ، وأجَّلَهم ثلاثينَ يومًا أنْ يَرجِعَ إليهم فيها،
فلمَّا أتى ربَّه وأراد أنْ يُكلِّمَه ثلاثينَ يومًا، وقد صامهنَّ: ليلَهنَّ ونهارَهنَّ، وكرِهَ أنْ يُكلِّمَ ربَّه عَزَّ وجَلَّ ورِيحُ فَمِه رِيحُ فَمِ الصَّائمِ، فتناوَلَ مُوسى عليه السَّلامُ مِن نباتِ الأرضِ شيئًا فمضَغَه،
فقال له ربُّه عَزَّ وجَلَّ حين لقاه: لِمَ أفطرْتَ؟ -وهو أعلَمُ بالَّذي كان-
قال: يا ربِّ، إنِّي كرِهْتُ أنْ أُكلِّمَك إلَّا وفَمِي طيِّبُ الرِّيحِ،
قال: أوما علِمْتَ يا مُوسى أنْ رِيحَ فَمِ الصَّائمِ أطيبُ عندي مِن رِيحِ المِسْكِ؟ ارجِعْ حتَّى تصومَ عشْرًا ثمَّ ائْتِني،
ففعَلَ مُوسى عليه السَّلامُ ما أُمِرَ به.
فلمَّا رأى قومُ مُوسى عليه السَّلامُ أنَّه لم يرجِعْ إليهم للأجَلِ ساءَهم ذلك، وكان هارونُ عليه السَّلامُ قد خطَبَهم، فقال لهم: خرجْتُم مِن مِصْرَ ولقومِ فرعونَ عندي عواري وودائعُ، ولكم فيهم مثلُ ذلك، وأنا أرى أنْ تحتَسِبوا ما لكم عندهم، ولا أحلَّ لكم وديعةً اسْتُودِعْتُمُوها، ولا عاريَّةً، ولسنا برادِّين إليهم شيئًا مِن ذلك، ولا مُمْسِكيه لأنفُسِنا، فحفَرَ حفيرًا، وأمَرَ كلَّ قومٍ عليهم شَيءٌ مِن ذلك؛ مِن متاعٍ أو حِليةٍ أنْ يَقْذِفوه في ذلك الحفيرِ، ثمَّ أوقَدَ عليه النَّارَ، فأحرَقَه، فقال: لا يكونُ لنا، ولا لهم.
وكان السَّامريُّ رجلًا مِن قومٍ يَعْبُدون البقرَ جيرانٍ لهم، ولم يكُنْ مِن بني إسرائيلَ، فاحتملَ مع مُوسى عليه السَّلامُ وبني إسرائيلَ حين احْتملوا، فقُضِيَ له أنْ رأى أثرًا، فأخَذَ منه بقبْضَتِه، فمَرَّ بهارونَ،
 فقال له هارونُ عليه السَّلامُ: يا سامريُّ، ألَا تُلْقي ما في يدَيْك؟ وهو قابضٌ عليه لا يَراه أحدٌ طوالَ ذلك،
 فقال: هذه قبْضةٌ مِن أثرِ الرَّسولِ الَّذي جاوَزَ بكم البحرَ، ولا أُلْقيها لشَيءٍ إلَّا أنْ تَدْعُوَ اللهَ إذا ألقيْتُها أنْ تكونَ ما أُرِيدُ، فألْقاها، ودعا اللهَ هارونُ عليه السَّلامُ، فقال: أريدُ أنْ يكونَ عِجْلًا، واجتمَعَ ما كان في الحُفرةِ مِن متاعٍ له، أو حِلْيةٍ، أو نحاسٍ، أو حديدٍ، فصار عِجْلًا أجوفَ ليس فيه رُوحٌ، له خُوارٌ.
قال ابنُ عبَّاسٍ: لا واللهِ ما كان له صوتٌ قطُّ، إنَّما كانت الرِّيحُ تدخُلُ مِن دُبُرِه وتخرُجُ مِن فَمِه، فكان ذلك الصَّوتُ مِن ذلك. فتفرَّقَ بنو إسرائيلَ فِرَقًا؛
فقالت فِرقةٌ: يا سامريُّ، ما هذا فأنت أعلَمُ به؟ قال: هذا ربُّكم عَزَّ وجَلَّ، ولكنَّ مُوسى عليه السَّلامُ أضَلَّ الطَّريقَ.
وقالت فِرقةٌ: لا نُكذِّب بهذا حتَّى يرجِعَ إلينا مُوسى، فإنْ كان ربَّنا لم نكُنْ ضيَّعْناه وعجَزْنا فيه حِينَ رأيْناه، وإنْ لم يكُنْ ربَّنا، فإنَّا نتَّبِعُ قولَ مُوسى عليه السَّلامُ.
وقالت فِرقةٌ: هذا عمَلُ الشَّيطانِ، وليس بربِّنا، ولا نُؤْمِنُ، ولا نُصدِّقُ.
وأُشْرِبَ فِرقةٌ في قُلوبِهم التَّصديقَ بما قال السَّامريُّ في العجلِ، وأعْلَنوا التَّكذيبَ،
فقال لهم هارونُ عليه السَّلامُ: {يَا قَوْمِ إِنَّمَا فُتِنْتُمْ بِهِ} [طه: 90]، وإنَّ ربَّكم ليس هكذا،
قالوا: فما بالُ مُوسى عليه السَّلامُ؛ وعَدَنا ثلاثينَ يومًا ثمَّ أخلَفَنا، فهذه أربعونَ قد مَضَت؟!
فقال سُفهاؤُهم: أخطَأَ ربَّه، فهو يطلُبُه ويتبَعُه. فلمَّا كلَّمَ اللهُ عَزَّ وجَلَّ مُوسى عليه السَّلامُ وقال له ما قال، أخبَرَه بما لقِيَ قومُه بعده.
{فَرَجَعَ مُوسَى إِلَى قَوْمِهِ غَضْبَانَ أَسِفًا} [طه: 86]، وقال لهم ما سمِعْتُم في القُرآنِ وأخَذَ برأْسِ أخِيه، وألْقى الألواحَ مِن الغضَبِ، ثمَّ عذَرَ أخاه بعُذْرِه، واستغفَرَ له، وانصرَفَ إلى السَّامريِّ،
فقال له: ما حمَلَك على ما صنعْتَ؟
قال: قبَضْتُ قبضةً مِن أثرِ الرَّسولِ وفطِنْتُ لها، وعُمِّيَت عليكم، فقَذفْتُها؛ وكذلك سوَّلَت لي نَفْسي.
قَالَ فَاذْهَبْ فَإِنَّ لَكَ فِي الْحَيَاةِ أَنْ تَقُولَ لَا مِسَاسَ وَإِنَّ لَكَ مَوْعِدًا لَنْ تُخْلَفَهُ وَانْظُرْ إِلَى إِلَهِكَ الَّذِي ظَلْتَ عَلَيْهِ عَاكِفًا لَنُحَرِّقَنَّهُ ثُمَّ لَنَنْسِفَنَّهُ فِي الْيَمِّ نَسْفًا [طه: 97]، ولو كان إلهًا لم يُخْلَصْ إلى ذلك منه.
فاستيقَنَ بنو إسرائيلَ بالفتنةِ، واغْتَبَطَ الَّذين كان رأيُهم فيه مثلَ رأيِ هارونَ عليه السَّلامُ، فقالوا بجماعتِهم لمُوسى عليه السَّلامُ: سَلْ لنا ربَّك عَزَّ وجَلَّ أنْ يفتَحَ لنا بابَ توبةٍ نصنَعُها؛ فيُكَفِّرَ عنَّا ما عمِلْنا،
فاختارَ موسى عليه السَّلامُ قومَه سبعينَ رجُلًا لذلك -لا يأْلُو الخيرَ- خيارَ بني إسرائيلَ، ومَن لم يُشْرِكْ في العجلِ. فانطلَقَ بهم ليسأَلَ لهم التَّوبةَ، فرجَفَتْ بهم الأرضُ، فاستحيا نبيُّ اللهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ من قومِه ووفْدِه حين فُعِلَ بهم ما فُعِلَ، فقال: { رَبِّ لَوْ شِئْتَ أَهْلَكْتَهُمْ مِنْ قَبْلُ وَإِيَّايَ أَتُهْلِكُنَا بِمَا فَعَلَ السُّفَهَاءُ مِنَّا } [الأعراف: 155]، وفيهم مَن قد كان اللهُ عَزَّ وجَلَّ اطَّلَعَ على ما أُشْرِبَ قلبُه من حُبِّ العجلِ وإيمانِه به؛ فلذلك رجَفَت بهم الأرضُ. فقال: { وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ فَسَأَكْتُبُهَا لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ} [الأعراف: 156] إلى: {فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ} [الأعراف: 157]،
فقال: رَبِّ سألْتُك التَّوبةَ لقومي، فقلْتَ: إنَّ رحمتي كتبْتُها لقومٍ غيرِ قومي، فليتَكَ أخَّرْتَني حين تُخْرِجُني حيًّا في أُمَّةِ ذلك الرَّجلِ المرحومةِ،
فقال اللهُ له: إنَّ توبتَهم أنْ يقتُلَ كلُّ رجُلٍ منهم مَن لقِيَ مِن والدٍ أو ولدٍ، فيقتُلَه بالسَّيفِ لا يُبَالي مَن قتَلَ في ذلك الموطنِ، وتاب أولئك الَّذين كان خفِيَ على موسى وهارونَ عليهما السلام ما اطَّلَعُ اللهُ عليهم من ذُنوبِهم، فاعتَرَفوا بها، وفعَلوا ما أُمِروا، وغفَرَ اللهُ للقاتِلِ والمقتولِ.
ثمَّ سار بهم مُوسى عليه السَّلامُ مُتوجِّهًا نحوَ الأرضِ المُقدَّسةِ، وأخَذَ الألواحَ بعدما سكَتَ عنه الغضبُ، وأمَرَهم بالَّذي أُمِرَ به أنْ يُبَلِّغَهم من الوظائفِ، فثقُلَ ذلك عليهم، وأبَوا أنْ يُقِرُّوا بها، فنتَقَ اللهُ عليهم الجبلَ كأنَّه ظُلَّةٌ، ودنا منهم حتَّى خافوا أنْ يقَعَ عليهم، فأخَذُوا الكتابَ بأيمانِهم وهم يَصْغُون ينظُرونَ إلى الجبلِ والأرضِ، والكتابُ بأيديهم وهم يَنظُرونَ إلى الجبلِ؛ مخافةَ أنْ يقَعَ عليهم.
ثمَّ مَضَوا إلى الأرضِ المُقدَّسةِ ....... إلى آخر حديث الفتون.

Artinya:

Maka Musa -alaihsi salam- membawa mereka ke sebuah lokasi, lalu berkata kepada mereka:

“Patuhilah Harun AS! Karena aku telah mempercayakan dia bersama kalian, dan aku akan menghadap Tuhanku, Yang Mulia dan Maha Agung”.

Dan Dia memberi tempo kepada mereka selama tiga puluh hari untuk kembali kepada mereka.

Ketika Musa datang kepada Tuhannya dan ketika dia ingin berbicara dengan Nya, dia telah berpuasa selama tiga puluh hari, siang dan malamnya , namun karena dia tidak suka berbicara kepada Tuhannya, Yang Mulia dan Maha Agung dalam keadaan bau di mulutnya, mulut orang yang berpuasa ; maka Musa AS mengambil sesuatu dari tanaman-tanaman di bumi dan mengunyahnya.

Kemudian Tuhannya Yang Mulia dan Maha Agung berkata kepadanya ketika dia bertemu dengannya: “Mengapa kamu berbuka puasa?” -Dan Dia sebetulnya lebih tahu kenapa-

Musa pun menjawab: Ya Tuhan, aku tidak suka berbicara kepadamu kecuali dalam keadaan bau mulutku wangi.

Allah SWT berfirman: “Tahukah kamu, hai Musa, bahwa bau nafas mulut orang yang berpuasa lebih baik bagiku daripada bau misk? Kembalilah berpuasa selama sepuluh hari, lalu datang lah kepada ku”.

Lalu Musa AS melakukan apa yang diperintahkan.

Ketika kaum Nabi Musa AS melihat bahwa Musa AS belum juga datang kembali kepada mereka pada waktu yang telah ditentukan, ini memperburuk pikiran mereka, dan Nabi Harun AS pun berusaha menenangkannya dengan mengkhutbahi mereka, Lalu dia berkata kepada mereka: “Kalian ini keluar dari Mesir, sementara kaumnya Firaun memiliki barang-barang simpanan (perhiasan dan lainnya) yang dititipkan kepada kalian  dan juga barang-barang mereka yang kalian pinjam dari mereka. Begitu juga mereka sebaliknya terhadap barang-barang (perhiasan dan lainnya) milik kalian.  

Dan saya lihat sebaiknya kalian memperhitungkan apa-apa yang kalian miliki pada mereka, dan tidak diperbolehkan bagi kalian untuk memiliki simpanan yang telah kalian titipkan pada mereka, begitu juga apa-apa yang kalian pinjamkan kepada mereka, dan kami juga tidak akan mengembalikan kepada mereka apapun dari semua itu, dan kami juga tidak menyimpannya untuk diri kami sendiri”.

Lalu beliau menggali lubang, dan memerintahkan atas setiap orang untuk melakukan sesuatu. Yaitu melempar barang-barang tsb ke dalam lubang itu, lalu menyalakan api di atasnya, lalu membakarnya, dan dia berkata: “Barang-barang Itu bukan untuk kita, dan bukan untuk mereka”.

As-Saamiri adalah seorang pria dari kaum yang menyembah sapi, tetangga bani Iraail, dan dia bukan salah satu dari Bani Israel, lalu dia ikut numpang pergi bersama rombongan Musa AS dan Bani Israel ketika mereka berangkat.

Lalu dia mengklaim bahwa dirinya melihat jejak Rosul, dan dia mengambil darinya dengan genggamannya. Maka dia lewat di depan Nabi Harun, lalu Harun berkata kepadanya: Wahai Samiri, tidak kah segera kau lemparkan apa yang ada di kedua tangan mu!

Dan sebetulnya dia itu sudah lama menggenggam nya akan tetapi selama itu pula tidak ada seorang pun yang melihatnya.

Dia berkata: Ini adalah genggaman dari jejak Rasul yang membantu kalian melewati laut, dan aku tidak akan melemparkannya untuk apa pun kecuali jika kamu berdoa kepada Allah bahwa jika aku melemparkannya, maka ia berubah menjadi apa yang kuinginkan,  jika engkau bersedia maka aku siap melemparkannya.

Dan Nabi Harun pun berdoa kepada Allah SWT, dan as-Saamiri berkata: “Aku ingin dari genggaman ini menjadi anak sapi “, dan semua yang ada di dalam lubang dari berbagai jenis barang baik perhiasan, tembaga, atau pun besinya terhimpun jadi satu, lalu itu semua berubah menjadi anak lembu yang berlubang yang tiada ruhnya namun mengeluarkan KHUAR (خوار = suara sapi).

Ibn Abbas berkata: 

Tidak, demi Tuhan, dia tidak pernah bersuara, melainkan angin masuk dari duburnya dan keluar lewat mulutnya, dan suara itu berasal dari sana.

Maka Bani Israel terpecah menjadi beberapa kelompok

Sekelompok orang berkata: Hai Samiri, apa ini, dan kamu lebih alim dalam hal ini? Dia berkata: Ini adalah Tuhanmu Yang Maha Mulia dan Maha Agung, akan tetapi Musa itu tersesat.

Dan sekelompok yang lain berkata: Kami tidak akan mendustakannya sampai Musa kembali kepada kami. Maka jika dia itu adalah Tuhan kami, kami tidak menyia-nyiakannya dan kami merasa tidak mampu terhadap nya ketika kami melihatnya. Dan jika dia bukan Tuhan kami, maka kami mengikuti perkataan Musa AS

Sebuah kelompok berkata: Ini adalah pekerjaan Setan, dan itu bukan Tuhan kami, dan kami tidak mengimaninya dan tidak pula membenarkannya.

Dan ada sekelompok orang yang diresapkanlah ke dalam hati mereka itu rasa percaya terhadap apa yang di katakan Saamiri tentang patung anak sapi, bahkan mereka terang-terangan mendustakan Musa AS.

Harun - alaihis salam - berkata kepada mereka:

{يَا قَوْمِ إِنَّمَا فُتِنْتُمْ بِهِ}

 “Wahai kaumku! Sesungguhnya kamu hanya sekedar diberi cobaan (dengan patung anak sapi) itu” [Taha: 90],

Dan Tuhanmu tidak seperti itu.

Mereka berkata: Lalu Apa yang telah menimpa Musa, dia telah menjajikan kepada kami tiga puluh hari, kemudian dia menyelisihi kami, dan ini empat puluh hari telah berlalu?!

Orang-orang bodoh berkata: Dia itu salah memilih tuhan, tapi dia masih terus mencarinya dan mengikutinya.

Maka ketika Allah Azza wa Jalla berbicara kepada Musa AS, Dia mengatakan kepadanya apa yang di katakan oleh sebagian kaumnya, dan Dia memberi tahu kepadanya apa yang terjadi dengan kaumnya setelah kepergiannya.

{فَرَجَعَ مُوسَى إِلَى قَوْمِهِ غَضْبَانَ أَسِفًا}

“Kemudian Musa kembali kepada kaumnya dengan marah dan bersedih hati” (QS. Taha: 86)

Ibnu Abbas berkata: 

Dan dia memberi tahu mereka apa yang kamu dengar dalam Al-Qur'an dan dia memegang kepala saudara laki-lakinya dan melemparkan louh-louh itu karena marah, lalu dia memaafkan saudaranya setelah mendengar alasannya, dan

Musa memohonkan ampunan untuknya, dan mendatangi Samiri,

Musa AS berkata kepadanya: Apa yang mendorongmu untuk melakukan ini?

Samiri menjawab: aku ambil segenggam dari jejak rasul dan aku benar-benar melihatnya, sementara kalian dibutakan, lalu aku melemparkannya. Dan demikianlah nafsuku membujukku.”.

قَالَ فَاذْهَبْ فَإِنَّ لَكَ فِي الْحَيَاةِ أَنْ تَقُولَ لَا مِسَاسَ وَإِنَّ لَكَ مَوْعِدًا لَنْ تُخْلَفَهُ وَانْظُرْ إِلَى إِلَهِكَ الَّذِي ظَلْتَ عَلَيْهِ عَاكِفًا لَنُحَرِّقَنَّهُ ثُمَّ لَنَنْسِفَنَّهُ فِي الْيَمِّ نَسْفًا

Berkata Musa,  “Pergilah kamu, maka sesungguhnya bagimu di dalam kehidupan dunia ini (hanya dapat) mengatakan,  “Janganlah menyentuh (aku).' Dan sesungguhnya bagimu hukuman (di akhirat) yang kamu sekali-kali tidak dapat menghindarinya, dan lihatlah tuhanmu itu yang kamu tetap menyembahnya. Sesungguhnya kami akan membakarnya, kemudian kami sungguh-sungguh akan menghamburkannya ke dalam laut (berupa abu yang berserakan)”. (QS. Toha: 97)

Jika dia itu benar tuhan, maka dia tidak akan bisa dilenyapkan olehnya.

Maka Bani Israel semakin yakin akan godaan itu, dan mereka yang sependapat dengan Nabi Harun merasa senang , lalu mereka dengan jemaahnya berkata kepada Musa AS:  

“Mohonkanlah kepada Rabb mu Azza wa Jalla untuk kami agar Dia membukakan untuk kami pintu taubat agar kami melakukannya, lalu Dia menghapus dari kami dosa yang telah kami lakukan”.

Untuk itu lalu Musa AS memilih dari kaumnya tujuh puluh lelaki pilihan – dia berusaha keras memilih yang terbaik - dari bani Israel, dan orang-orang yang tidak terlibat dalam penyembahan anak sapi.

Maka berangkatlah Musa AS bersama mereka untuk memohon kepada Rabbnya cara bertaubat untuk mereka, lalu tiba-tiba bumi yang mereka pijak berguncang, maka Musa AS merasa malu kepada kaumnya dan para delegasinya ketika dia merasa di perlakukan seperti itu. Maka Musa AS berkata:

{رَبِّ لَوْ شِئْتَ أَهْلَكْتَهُمْ مِنْ قَبْلُ وَإِيَّايَ أَتُهْلِكُنَا بِمَا فَعَلَ السُّفَهَاءُ مِنَّا}

“Ya Tuhanku, jika Engkau kehendaki, tentulah Engkau binasakan mereka dan aku sebelum ini. Apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang kurang berakal di antara kami? (QS. Al-A’raf: 155)

Dan di antara mereka terdapat orang-orang yang mana Allah SAW telah melihat nya termasuk orang yang telah diserap di dalam hatinya rasa cinta terhadap anak sapi dan beriman kepadanya. Oleh karena itu bumi berguncang bersama mereka.

Musa berkata:

وَرَحْمَتِيْ وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ ۗ فَسَاَكْتُبُهَا لِلَّذِيْنَ يَتَّقُوْنَ وَيُؤْتُوْنَ الزَّكٰوةَ وَالَّذِيْنَ هُمْ بِاٰيٰتِنَا يُؤْمِنُوْنَ ۚ ﴿156﴾ . اَلَّذِيْنَ يَتَّبِعُوْنَ الرَّسُوْلَ النَّبِيَّ الْاُمِّيَّ الَّذِيْ يَجِدُوْنَهٗ مَكْتُوْبًا عِنْدَهُمْ فِى التَّوْرٰىةِ وَالْاِنْجِيْلِ.... ﴿157﴾

“Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku bagi orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami.” (156)

(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi (tidak bisa baca tulis) yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka,.... (QS. Al-A’raf: 156-157)

Dia berkata: Ya Tuhanku, aku memohon kepada Mu cara bertobat untuk kaumku, lalu Engkau katakan: Rahmatku telah dituliskan untuk orang-orang selain dari kaumku, duhai alangkah baiknya jika Engkau akhirkan aku, yaitu Engkau keluarkan aku hidup di dunia pada masa umat nya seorang lelaki yang Kau rahmati.  

Allah SWT berkata kepadanya: Cara Taubat mereka adalah bahwa setiap orang dari mereka membunuh siapa saja yang dia temui, baik orang tua atau anak, serta membunuhnya dengan pedang, Tidak peduli siapa yang terbunuh di tempat itu

Dan bertobat pula orang-orang yang berbuat dosa namun tidak diketahui oleh Musa dan Harun AS akan dosa-dosanya, lalu mereka mengakui nya, dan melakukan apa yang diperintahkan kepada mereka. Dan Allah SWT mengampuni yang membunuh dan yang terbunuh...”.

[Penulis katakan: Ini mengisyaratkan pada Firman Allah SWT dalam Surat al-Baqarah:

وَاِذْ قَالَ مُوْسٰى لِقَوْمِهٖ يٰقَوْمِ اِنَّكُمْ ظَلَمْتُمْ اَنْفُسَكُمْ بِاتِّخَاذِكُمُ الْعِجْلَ فَتُوْبُوْٓا اِلٰى بَارِىِٕكُمْ فَاقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ عِنْدَ بَارِىِٕكُمْ ۗ فَتَابَ عَلَيْكُمْ ۗ اِنَّهٗ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ

Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya,  “Wahai kaumku! Kamu benar-benar telah menzhalimi dirimu sendiri dengan menjadikan (patung) anak sapi (sebagai sesembahan), karena itu bertobatlah kepada Penciptamu dan bunuhlah dirimu. Itu lebih baik bagimu di sisi Penciptamu. Dia akan menerima tobatmu. Sungguh, Dialah Yang Maha Penerima tobat, Maha Penyayang. (QS. Al-Baqarah: 54) ]

Kemudian Ibnu Abbas berkata:

Kemudian Musa AS melanjutkan perjalanan bersama mereka, menuju Baitul Maqdis, dan mengambil kembali lauh-lauh setelah amarahnya reda, dan dia memerintahkan mereka dengan apa yang diperintahkan untuk memberi tahu mereka tentang kewajiban-kewajiban nya.

Dan mereka merasa keberatan dan menolak untuk menerimanya, maka Allah SWT mengangkat gunung ke atas mereka, seakan-akan (gunung) itu naungan awan, dan kami mendekatkannya kepada mereka sampai mereka merasa takut (gunung) itu akan jatuh menimpa mereka, maka pada akhirnya mereka menerima Kitab itu dengan keimanan mereka

Mereka mendengarkannya sambil memandangi gunung dan bumi, dan Kitab itu berada di hadapan mereka sambil memandangi gunung, karena takut jatuh pada mereka.

[Penulis katakan: Ini mengisyaratkan kepada Firman Allah SWT:

وَاِذْ نَتَقْنَا الْجَبَلَ فَوْقَهُمْ كَاَنَّهٗ ظُلَّةٌ وَّظَنُّوْٓا اَنَّهٗ وَاقِعٌۢ بِهِمْ ۚ خُذُوْا مَآ اٰتَيْنٰكُمْ بِقُوَّةٍ وَّاذْكُرُوْا مَا فِيْهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ

Dan (ingatlah) ketika Kami mengangkat gunung ke atas mereka, seakan-akan (gunung) itu naungan awan dan mereka yakin bahwa (gunung) itu akan jatuh menimpa mereka. (Dan Kami firmankan kepada mereka),  “Peganglah dengan teguh apa yang telah Kami berikan kepadamu, serta ingatlah selalu (amalkanlah) apa yang tersebut di dalamnya agar kamu menjadi orang-orang bertakwa.” (QS. Al-A’raf: 171)]

Kemudian mereka pergi melanjutkan perjalanannya menuju Baitul Maqdis..... dst sampai akhir hadits al-Futuun”. [ Selesai ]

TAFSIR FIRMAN ALLAH TENTANG PERKATAAN SAMIRI:

قَقَالَ بَصُرْتُ بِمَا لَمْ يَبْصُرُوا بِهِ فَقَبَضْتُ قَبْضَةً مِنْ أَثَرِ الرَّسُولِ فَنَبَذْتُهَا وَكَذَلِكَ سَوَّلَتْ لِي نَفْسِي (96)

Samiri menjawab, 'Aku mengetahui sesuatu yang mereka tidak mengetahuinya, maka aku ambil segenggam dari jejak rasul, lalu aku melemparkannya dan demikianlah nafsuku membujukku.” (96)

Ibnu Abbas mengatakan dalam hadits al-Futuun di atas:

فقال له: ما حمَلَك على ما صنعْتَ؟ قال: قبَضْتُ قبضةً مِن أثرِ الرَّسولِ وفطِنْتُ لها، وعُمِّيَت عليكم، فقَذفْتُها؛ وكذلك سوَّلَت لي نَفْسي.

Musa AS berkata kepadanya: Apa yang mendorongmu untuk melakukan ini?

Samiri menjawab: aku ambil segenggam dari jejak rasul dan aku sangat memahaminya, sementara kalian semua dibutakan, lalu aku melemparkannya. Dan demikianlah nafsuku membujukku. “

TAFSIR PERKATAAN SAMIRI:

“Maka aku ambil segenggam dari jejak rasul, lalu aku melemparkannya”

Ibnu Katsir memberi penjelasan yang antara lain menerangkan :

"Bahwa jejak rasul tersebut adalah jejak kuda tunggangan Malaikat Jibrail. Penafsiran ini diterima secara umum oleh ahli-ahli tafsir lain selepas Ibnu Kathir.

Apa yang dimaksudkan dengan segengam dari jejak rasul itu adalah Samiri telah mengambil segenggam tanah yang dipijak oleh kuda Maiaikat Jibrail.

Mujahid mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: maka aku ambil segenggam dari jejak rasul. (Thaha: 96):

“Yakni dari bekas teracak kuda yang dinaiki Malaikat Jibril. Yang dimaksud dengan Qobdloh (قبضة) ialah segenggam tanah, yakni sepenuh kedua telapak tangan”.  

Mujahid melanjutkan kisahnya, bahwa:

“lalu Samiri melemparkan apa yang digenggam tangannya itu ke dalam tumpukan perhiasan Bani Israil, maka tercetaklah dari leburannya sebuah patung anak lembu yang bertubuh dan bersuara akibat masuknya angin ke dalam rongga tubuhnya”.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yahya, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Madini, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Zurai', telah menceritakan kepada kami Imarah, telah menceritakan kepada kami Ikrimah:

“bahwa Samiri melihat utusan itu (sedangkan orang lain tidak melihatnya). Lalu ada yang membisikkan kepadanya,  “Jika kamu mengambil segenggam dari jejak utusan ini, lalu kamu lemparkan pada sesuatu dan kamu katakan kepadanya, 'Jadilah kamu anu,' maka jadilah ia (menuruti kemauanmu).”

ADAPUN TAFSIR PERKATAAN SAMIRI:

“Aku mengetahui sesuatu yang mereka tidak mengetahuinya"

Dalam ayat ini Samiri benar-benar mengaku bahwa dirinya punya kemapuan melihat yang ghaib yang menunjukkan bahwa dirinya bukan sembarangan manusia, dia merasa dirinya berada pada level AHLI MAKRIFAT yang punya kemampuan menyingkap tabir ghaib, yang tidak di miliki orang lain. Dan sejatinya dia itu tidak lebih dari pemuja iblis dan Syeithan.

Dalam ayat tersebut diatas menunjukkan bahwa Samiri saat itu menyatakan bahwa dirinya hanya baru sampai pada level Makrifat , belum sampai pada level Hakikat , berbeda dengan Fir'aun yang menyatakan bahwa dirinya telah sampai pada level Hakikat .  

Level Makrifat dibawah level Hakikat . Karena dalam keyakinan sekte Kebatinan dan Tareqat di nyatakan bahwa level makrifat itu masih dalam tahap Bashiirah , yaitu baru bisa melihat yang ghaib dan melihat Allah Yang Maha Ghaib, akan tapi belum menyatu dengan Allah SWT. Sementara jika seseorang telah sampai pada level hakikat , maka dia betul-betul telah menyatu dengan Allah SWT -katanya- yang dalam ilmu kejawen dikatakan : 

"Manungaling Kawula Ing Gusti" atau "Lir Kadio Keris Melebu Ning Werongkone". 

Jika sesorang sudah sampai level hakikat , maka dia boleh mengatakan : Aku adalah Allah" atau "Allah adalah Aku". Sebagaimana yang disebutkan dalam al-Quran tentang pengakuan Fir'aun . 

﴿ فَقَالَ أَنَا رَبُّكُمُ الْأَعْلَىٰ

"Maka dia [Fir'aun] berkata: "Akulah tuhan kalian yang paling tinggi". [QS. An-Nazi'at : 24]

QABALA adalah sekte kebatinan dalam agama Yahudi.

Nama "Qabbaaliyah” atau yang di kenal pula dengan sebutan” Kabaala” di nisbatkan kepada kitab” Qabbaalah”. Sebuah kitab yang tertulis di dalamnya Takwil rahasia dan tersembunyi terhadap kalimat-kalimat yang terdapat dalam kitab Taurat. Topik-topik pembahasannya yang paling penting adalah rahasia pengajaran-pengajaran dan kemungkinan membuka serta memecahkan rahasia simbol-simbol, sandi-sandi atau rumusan kitab Taurat, begitu juga simbol bilangan-bilangan dan huruf-huruf. (Baca: Al-Mu'jamul Falsafi karya DR. Jamil Shalbiya jilid 2).

Secara harafiah Qabala (Qabala) bermakna tradisi lisan. Kata Qobbaalah diambil dari bahasa Ibrani: qibil yang bermakna menerima atau tradisi warisan. Dengan demikian ajaran Qabala mempunyai arti menerima doktrin ilmu sihir (okultisme) yang hanya diketahui oleh segelintir orang.

Doktrin mistis Qabala merupakan induk dari segala ilmu sihir dan kebatinan yang ada di dunia hingga hari ini.

Dan sudah bisa dipastikan dan menjadi ciri khas doktrin-doktrin sesat seperti ini senantiasa berusaha untuk merahasiakan kesesatannya. Dan akan membaiat para calon para pengikutnya agar tidak membocorkannya, dengan ditakut-takuti kutukan tujuh turunan jika melanggarnya atau yang semisalnya. Dan kadang dengan ancaman bunuh.

Begitu juga Qabala adalah kepercayaan Yahudi yang amat rahasia disampaikan pada anggota dari mulut ke mulut. Ajarannya berupa ilmu sihir dan ritual pemujaan setan yang telah dikembangkan sejak ribuan tahun.

Menurut sejarah, Ordo Qabala telah berusia 4.000 tahun, sejak Nabi Ibrahim as meninggalkan Sumeria, akhirnya menyebar ke Mesir Kuno hingga Ke Palestina. Ordo Qabala dibentuk dan diberi nama Ordo Persaudaraan saat perpindahan Bani Israil ke Babilonia yakni pada era Dinasti Ur ke 3 (2112 -2004 SM).

MACAM-MACAM QABALA:

Ditinjau dari segi pemahaman, Qabala terdiri dari 3 ordo: Ordo Hijau, Kuning, serta Putih.

Ordo putih nyaris tidak teridentifikasi oleh peneliti. Hal ini lebih disebabkan gerakannya sangat rahasia, dan mereka berkonsentrasi pada misi politik.

Sedang ordo Hijau dan Kuning lebih menekankan pada aspek penyembahan terhadap Lucifer. Ajaran Qabala dirumuskan untuk menentukan jalannya peradaban manusia dengan membentuk satu pemerintahan dunia (E Pluribus Unum) di bawah kendali Yahudi..

SEKTE PLATONISME MODERN

Sekte QABALA ini telah menghasilkan para filsuf besar seperti Plato, Socrates dll, juga faham Rasisme yang kemudian diadopsi Hitler untuk berkuasa.

Sekte Platonisme moderen adalah hasil perpaduan antara filsafat Phitagoras, Plato dan Aristoteles, kemudian di tambah dengan filsafat hinduisme. (Lihat Tarikhul Fikril Arobi karya DR. Umar Farroukh hal. 130).

Plato (lahir sekitar 427 SM - meninggal sekitar 347 SM) adalah seorang filsuf dan matematikawan Yunani, secara spesifik dari Athena. Ia adalah penulis philosophical dialogues dan pendiri dari Akademi Platonik di Athena, sekolah tingkat tinggi pertama di dunia barat

Plato adalah salah satu dari para filosofi yang berpegang teguh pada konsep ajaran rahasia secara sempurna (السرية التامة) dalam menyampaikan pemikiran-pemikirannya tentang HAKIKAT dan MAKRIFAT yang ujungnya akan mengantarkan pada faham perpaduan antara Filsafat, Kebatinan dan Perdukunan.

Dia selalu memaparkan satu pemikiran dengan ungkapan-ungkapan yang berbeda-beda, dan menjadikan setiap ungkapannya makna-makna yang berbeda atau makna-makna yang kontradiksi, khususnya jika berkenanaan dengan masalah-masalah ketuhanan, maka dia menyebutkannya dengan ungkapan yang mustahil bisa di fahami oleh setiap manusia, dengan dalih bahwa cahaya yang mengalir dari HAKIKAT ini telah menyilaukan mata-mata orang-orang awam, dan tidak mungkin bisa memahaminya kecuali bagi orang-orang pilihan (KHUSUS) yang memiliki keistimewaan dalam menghayati dengan seksama, dan itupun jika orang itu telah sampai pada tingkat kesempurnaan alias MAKRIFAT sesuai dengan syarat-syarat tertentu yang telah ditentukan jumlahnya.

Nampaknya Plato ini telah mengikuti ajaran para dukun, tukang sihir dan tukang tenung Mesir dan menyerap pengajaran-pengajaran sebagian para pendahulunya dari kalangan para filosofi, baik pengajaran yang di dapatkan dengan cara rahasia maupun yang dengan cara terbuka atau terang-terangan.

Untuk yang pertama ini dia mengajarkan kepada para pengikutnya (yang berlevel KHUSUS) yang benar-benar telah memeluk madzhabnya pengajaran-pengajaran yang di sampaikan dengan cara SYAFAWI tidak tertulis, dia ajarkan semuanya tanpa ada yang di sembunyikan. Dan yang kedua kepada orang-orang umum (yg berlevel AWAM ), maka dia mengajarkan kitabnya yang TERTULIS kepada mereka. (Lihat: Dairotul Ma'arif karya Al-Muallim Petrus al-Bustany 4/65-66).

Pada tahun 231 M AMONIUS telah berhasil mendirikan sekolah” AL-HIKMAH” di sebuah lokasi yang di sebut Lisiyom, maka dia membagi jadwal waktu pendidikannya seperti berikut ini:

Setelah Dzuhur dia gunakan untuk mengajar sahabat-sahabat karibnya dari kalangan para pelajar dengan methode filsafat yang di rahasiakan, dan system pendidikan-pendidikan ini di namakan pendidikan” kelas khusus”.

Dan di waktu sore dia gunakan untuk mengajar orang-orang kebanyakan yang umum, dia uraikan dan dia jelaskan pada mereka pelajaran-pelajaran yang kandungannya lebih umum, dan pengajaran ini di namakan pendidikan” kelas umum / awam”. (Lihat: Dairotul Ma'arif karya Al-Muallim Petrus al-Bustany 3/76, penulis beragama Kristen).

Dan berangkat dari sini serta berjalan di atas haluan Platonisme telah muncul pula “Origanus” pemeluk kristen, murid Faylon, dan dia adalah orang yang pertama kali menafsiri kitab Injil dengan tafsir romzy (simbolik dan rumusan) mengikuti jejak konsep gurunya Faylon dan konsep Platonisme moderen.  

Dan setiap orang yang meneliti dengan seksama terhadap tafsir ini terkadang menemukan adanya makna yang sangat pelik dan samar-samar, padahal yang di tafsirinya itu adalah masalah-masalah yang sederhana dan nasehat-nasehat yang sangat jelas dan gamblang. (Lihat: Dairotul Ma'arif karya Al-Muallim Petrus al-Bustany 4/65-66).

LEWAT ABDULLAH BIN SABA CS 
FAHAM KEBATINAN, HAQIQAT DAN MAKRIFAT 
MASUK DALAM UMAT ISLAM

Para pengikut Faylon yang bernama Abdullah bin Saba pendeta Yahudi dan murid-muridnya telah berhasil mewariskan kepada umat Islam peninggalan Faylon Yahudi. Yaitu mereka telah berusaha menafsiri Al-Qur'an dengan tafsir romzy simbolik dan rumusan yang jauh bahkan sangat jauh dari makna yang hakiki, mereka lakukan ini semua atas dasar persekongkolan untuk tujuan besar demi kepentingan mereka. 

Dan dalam langkah merealisasikan tujuannya mereka menerapkan dasar-dasar konsep filsafat Platonisme moderen terhadap mayoritas aqidah dan syariat Islam, serta memberikan pemahaman yang semu terhadap orang-orang biasa atau awam, dengan mengatakan bahwa barang siapa yang memahami makna batin maka dia akan mendapatkan kenaikan pada tingkat makrifat dan tingkat yang tinggi.

Salah satu contoh takwil Ibnu Saba terhadap ayat-ayat Al-Qur'an, yaitu takwilnya terhadap firman Allah SWT:
{ إِنَّ الَّذِي فَرَضَ عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لَرَادُّكَ إِلَى مَعَادٍ }

Arti sebenarnya: “Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu (hukum-hukum) Al-Qur'an, benar-benar akan mengembalikan ke Tempat Kembali”.

Ibnu Katsir dalam tafsirnya 4/595 menyatakan bahwa yang di maksud dengan Tempat Kembali adalah Hari Kiamat dan Allah SWT akan memintakan pertanggung jawaban pada mu (nabi Muhammad SAW) atas penyampaian segala sesuatu yang telah Allah wajibkan pada mu”. Kemudian Ibnu Katsir berkata: Ini adalah pendapat yang tepat sasaran dan bagus”.

Sementara Abdullah bin Saba Yahudi telah menafsirinya dengan tafsir kebatinan yang menyimpang, sesat dan menyesatkan, dia berkata: “Sungguh aku merasa aneh terhadap orang yang mengatakan bahwa nabi Isa akan kembali (ke dunia) akan tetapi dia tidak mengatakan bahwa nabi Muhammad juga akan kembali (ke dunia)”.  Ini adalah takwilan dia yang pertama terhadap makna-makna Al-Qur'an.

Dengan demikian dia telah menorehkan madzhab kebatinan, diantaranya adalah keyakinan hidup kembali ke alam dunia, sebuah keyakinan yang melatar belakangi munculnya madzhab Reinkarnasi, yang kemudian di ikuti oleh semua gerakan-gerakan dan aliran-aliran yang mengkultuskan individu atau orang-orang saleh.

Di sini Abdullah bin Saba nampak jelas sekali telah melakukan rekayasa yang sangat mirip dengan para pendahulunya, persis seperti yang pernah di lakukan oleh Faylon Yahudi dan sekte Kabaala dalam merubah-rubah dan mentakwil Taurat dan Injil. Maka pertama-tama Abdullah bin Saba Yahudi ini menyebarkan konsep wasiat, yaitu sebuah konsep yang menjelaskan bahwa: Ali bin Thalib adalah wasiat nabi Muhammad SAW, yang kemudian sahabat Ali ini di jadikan target sasaran untuk menerapkan rencana mereka, oleh karena itu kita dapati Abdullah bin Saba menyatakan bahwa bagian ketuhanan telah menyatu dengan Ali dan keturunannya.

Dan ini adalah jelas – jelas madzhab yang merujuk kepada agama Yahudi dan Kristen yang sudah terkontaminasi oleh ajaran filsafat Platonisme. (Baca: Tarikh Daulat Fatimiyah karya DR. Hasan Ibrahim Hasan hal. 8, dan Firoqus Syiah karya An-Nubakhty hal. 19-20).  

Yang melatar belakangi rencana jahat Yahudi terhadap Islam ini adalah: ketika kaum Yahudi yang terusir dan terkucilkan ini tidak mampu melakukan balas dendam dengan telak terhadap umat Islam, maka mereka mencari tipu muslihat lain dan setrategi lain yaitu menciptakan firqoh atau aliran baru dalam Islam agar umatnya saling gontok-gontokan dan pecah belah. (Baca: Harokaatusy Syiah Al-Mutathorrifiin karya DR. Muhammad Jabir hal. 4-5).

Salah satu rencana mereka adalah dengan menghadirkan Abdullah bin Saba atau yang di kenal pula dengan sebutan Ibu Sauda, dia adalah seorang rahib Yahudi yang berpura-pura memeluk Islam, dan berusaha menampakkan seolah-olah sangat perhatian terhadap perkembangan agama Islam, maka dengan demikian dia mampu menarik perhatian orang-orang saat itu yang beranggapan bahwa kebijakan-kebijakan kholifah Ustman bin Affan itu telah keluar dan tidak sejalan dengan kebijakan para pendahulunya kholifah Abu Bakar dan Umar bin Khoththob. Dan strategi Ibnu Saba dalam menyebarkan prinsip-prinsipnya di kemas dalam bentuk yang mengundang perhatian dan membangkitkan emosional terhadap Utsman (ra). Dan di dalam kondisi seperti ini si Yahudi yang pura-pura berpakain Islam ini berkesempatan untuk mempengaruhi mereka agar melakukan pengecaman terhadap Utsman serta merendahkan martabatnya. (Baca: Harokaatusy Syiah Al-Mutathorrifiin karya DR. Muhammad Jabir hal. 5 dan Mausu'ah Tarikh Islami karya DR. Ahmad Syalaby 2/145-146).

Dengan demikian maka sesungguhnya Ibnu Saba ini adalah sumber semua gejolak fitnah dan kekacauan politik yang mengguncang masyarakat Islam, dan wajarlah jika DR. Ahmad Syalaby ketika berbicara tentang Ibnu Saba beliau berkata: Sesungguhnya pucuk pimpinan kesesatan pada periode itu yang memulainya adalah Abdullah bin Saba atau seseorang yang dikenal dengan nama tsb, dan juga murid-muridnya yang begitu banyak telah menimba darinya kesesatan ini serta berjalan di atas jalannya dalam kurun waktu yang lama dan periode-periode yang luas. Adapun nama dan sebutan tidak lah penting, akan tetapi yang penting bagi kami adalah telah hadirnya sosok seseorang yang telah melakukan peran penting yang di nisbatkan kepada Abdullah bin Saba”. (Baca: Mausu'ah Tarikh Islami karya DR. Ahmad Syalaby 2/146 dan Al-Mahdiyah fil Islam karya Saad bin Muhammad Hasan hal. 92).

Di tambahkan lagi dalam sisi gejolak politik menentang Ustman, disana ada finah lain yang jauh lebih berbahaya dari sekedar masalah politik, yaitu usaha dan rekayasa musuh-musuh Islam yang ingin menghancurkannya dari dalam, yaitu dengan setrategi menciptakan methode-methode dan konsep-konsep ajaran kebatinan di dalam mentakwil syariah, pentakwilan yang mengarahkan kepada penghapusan syariat atau menukarnya dengan campuran takwil kebatinan yang aneh-aneh dengan menggunakan istilah” AL-HIKMAH / الحكمة “, yang sebenarnya adalah kumpulan dan campuran antara ajaran-ajaran khurafat agama Majusi Persia, agama dewa-dewi Yunani dan aqidah-aqidah Yahudi yang sudah mereka rubah-rubah dari sebelumnya. (Baca: Dirosaat fil Falsafatil Islamiyah karya DR. Mahmud Qosim hal. 254).

Oleh sebab itu tidaklah heran jika tidak selang berapa lama telah bemunculan aqidah-aqidah dan kepercayaan-kepercayaan Yahudi yang di serap dari agama dewa-dewi Persia dan Yunani, yang di kemas dengan baju Islam agar mudah untuk melakukan pengelabuan terhadap umat Islam, umpanya dengan dengan istilah:
  • Nur Muhammadiyah, Nur Nubuwat.
  • Para imam yang sudah makrifat, mereka ma'sum (terjaga) dari dosa dan kesalahan.
  • Karomat-karomat sebagai tanda tingkat kema'rifatan seseorang.
  • Seseorang jika sudah makrifat maka dia lepas dari syariat, karena dia bisa mendapatkan syariat langsung dari Allah (لدني), maka dia boleh meninggalkan sholat dan kewajiban-kewajiban lainnya serta boleh melakukan maksiat, bahkan di haruskan berbohong agar hakikatnya tidak di ketahui orang awam seperti dengan mengatakan sholat Jum'at nya di Makkah, padahal dia sama sekali tidak sholat Jum'atan, atau dengan mengatakan shalat fardlunya tidak kelihatan manusia, padahal dia tidak shalat sama sekali.
  • Pengkultusan dan pengagungan para imam, kiyai dan wali.
  • Para imam mereka hidup kembali di dunia setelah mati, mereka melihat kita, mendengar, menyampaikan doa kita bahkan berdoa melaluinya sangat mustajab, lebih mustajab dari pada semasa hidupnya yang pertama sebelum kematian.
  • Tuhan merasuki para imam mereka.
  • Jasad mereka menyatu dengan Tuhannya.
  • Pentakwilan dan pentasybihan.
  • Dan lain-lain sebagainya dari aqidah-aqidah dan pemikiran-pemikiran kebatinan.   
Aqidah – aqidah dan pemikiran-pemikiran di atas bukanlah sesuatu yang baru, akan tetapi telah ada sebelum Islam, ajaran-ajaran itu datang dari sebagian rahib-rahib Yahudi sebelumnya dan mereka telah mentakwil kitab Tauret berdasarkan filsafat Platonisme moderen, dan telah menjadi ajaran tetap pula bagi aliran atau sekte Yahudi Kabaala. Dan sekte ini pula yang telah mengacau balaukan kitab Taurat dan merubah-rubahnya dengan methode takwil, serta mereka merasa bangga dengan anggapan bahwa mereka telah mampu dan berhasil memadukannya dengan takwil kebatinan, dan mereka mengaku-ngaku bahwa dirinya mampu mendobrak alam gaib dan membuka kunci rahasia huruf-huruf Taurat dan lainnya dengan cara yang jelas-jelas memadukan antara konsep filsafat Yunani, Platonisme moderen dan dasar-dasar aqidah Majusi Persia.

Methode dan konsep perpaduan ini telah nampak jelas sekali di kancah para pakar filsafat di Yunani dan Iskandariah Mesir. Konsep ini yang di kenal saat itu dengan sebutan seperti berikut:

JAM'IYAH AHLI MAKRIFAT (جمعيات  أهل العرفان)
atau
JAM'IYAH GHONAUSHISMEME (الجمعيات الغنوصية)

Ghonaushismeme ini nisbat kepada (Ghonaushisme / الغنوص ) di ambil dari bahasa Yunani yang artinya MAKRIFAT.

Mereka menganggap bahwa Ilmu Kebatinan adalah sebuah Makrifat yang turun ke hati mereka bercahaya atau wahyu langsung tanpa melalui perantara dan tanpa ada yang mengajarinya.  Jamiah-jamiah rahasia ini sudah ada semenjak dahulu kala, dan telah banyak melakukan usaha-usaha untuk mengganti agama yang di wahyukan dari Allah dengannya, temasuk mengganti syariat Yahudi, Kristen dan Islam dengan cara menciptakan kekisruhan dan kontrakdiksi syariat masing-masing yang selanjutnya kemudian menghantam seluruhnya dengan sebagian pemikiran-pemikiran filsafat untuk pembuka jalan agar maju ke depan dengan sebuah slogan yang mereka sebut:

“AGAMA UNIVERSAL”  (الدين العالمي)

Hal ini seperti yang pernah di singgung oleh para imam sufi yang berhaluan faham wihdatul wujud Al-Hallaj, Al-Kattaany dan Ibnu 'Araby, mereka berkeyakinan bahwa agama itu berdiri di atas dua prinsip:
  • Cahaya yang menyinari hati (الإشراق)
  • Dan pembukaan tabir ilahi (الكشف).
Dan di sebagian mereka ada yang merujuk kepada jenis keyakinan kafir yang betul-betul jelas dan asli kafir, karena pertama-tama dia mencabut tabiat pengkultusan terhadap masing-msing individu umat manusia, kemudian dia melampaui batas dalam mengkultuskannya, agar supaya dengan mudah bisa mempengaruhi orang-orang awam untuk menerima konsep Allah merasuki mereka atau menyatu dengannya, seperti yang telah menimpa kepada agama Kristen, dan seperti yang telah berusaha di terapkan oleh sebagian orang-orang yang menyatakan dirinya sebagai ahli tasawuf dari umat Islam, diantaranya Penulis kitab Al-Qiyamatul Kubro, Al-Hasan bin Ash-Shabaah di benteng (Aal Maut / آلموت) saat dia teriak-teriak mengatakan bahwa Al-Qur'an sudah di hapus, dan mengumumkan bahwa dirinya adalah Tuhan”.

(Baca: Dirosat fil Falsafatil Islamiyah karya DR. Mahmud Qosim hal. 256-257, al-Mujamul Falsafi karya Jamil shaliba jilid 2, Al-Aqidah wasy Syari'ah fil Islam / Ta'liqoot Mutarjimiin hal. 25).

SELESAI ALHAMDULILLAH, SEMOGA BERMANFAAT

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين. والحمد لله رب العالمين

Di Tulis oleh Abu Haitsam Fakhry
KAJIAN NIDA AL-ISLAM

Posting Komentar

2 Komentar