Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Konsep Hakikat Dan Makrifat

Di Tulis oleh Grup Kajian Nida al-Islam

بسم الله الرحمن الرحيم

SUMBER DAN ASAL – USUL LAHIRNYA KONSEP-KONSEP KEBATINAN BERIKUT INI :

1.    Syariat , hakikat dan makrifat .
2.    Taqiyah , orang awam yang bodo dan orang khusus yang makrifat .
3.    Re inkarnasi , penitisan atau tanasukh .

SEJARAH TENTANG KONSEP SYARIAT DAN HAQIQAT :

Makna Hakikat dalam pandangan para pakar lahutiyah Yahudi dan Kristen :

Menurut pandangan para pakar lahutiyah dari kalangan ulama yahudi dan nasrani mereka mengatakan bahwa :

Di dalam tafsir kitab-kitab suci terdapat tafsir romzi ( simbolik ) dan tafsir majazi ( kiasan ) untuk mengungkap makna-makna yang sebenarnya .

Sebagian mereka mengatakan bahwa SYARIAH itu mencakup makna yang DZAHIR dan makna yang BATIN di sesuaikan dengan perbedaan fitrah manusia dan tingkatan bakat kemampuannya dalam keimanan .

Oleh sebab itu suatu keharusan mengeluarkan makna teks dari makna dzahirnya kepada makna yang batin dengan methode takwil . Maka yang dzahir adalah gambaran-gambaran dan perumpamaan-perumpamaan sebagai ungkapan makna-makna yang tersirat . Dan yang batin menurut pandangan mereka adalah tarekat ( methode ) yang mengantarkan kepada sesuatu yang ( HAKIKAT ) yang menghilangkan kontradiksi antara perkataan-perkataan yang dzahir dengan yang batin ". ( Lihat : Mu'jam filosofi karya DR. Jamil Shilbiya 1/234 ).

Konsep SYARIAT dan HAKIKAT dalam filsafat agama dewa dewi Yunan :

Sebenarnya kebanyakan penggunaan konsep-konsep takwil itu berasal dari para pendukung Platonisme moderen , terutama faylon Yahudi, Origanus kristen .

Dan adapun terbentuknya Platonisme moderen adalah hasil perpaduan antara filsafat Phitagoras , Plato dan Aristoteles , kemudian di tambah dengan filsafat hinduisme . (Lihat Tarikhul Fikril Arobi karya DR. Umar Farroukh hal. 130 ).

Plato ( lahir sekitar 427 SM - meninggal sekitar 347 SM ) adalah seorang filsuf dan matematikawan Yunani, secara spesifik dari Athena. Ia adalah penulis philosophical dialogues dan pendiri dari Akademi Platonik di Athena, sekolah tingkat tinggi pertama di dunia barat

Plato adalah salah satu dari para filosofi yang berpegang teguh pada konsep ajaran rahasia secara sempurna ( السرية التامة ) dalam menyampaikan pemikiran-pemikirannya yang hakikat .

Dia selalu memaparkan satu pemikiran dengan ungkapan-ungkapan yang berbeda-beda , dan menjadikan setiap ungkapannya makna-makna yang berbeda atau makna-makna yang kontradiksi , khususnya jika berkenanaan dengan masalah-masalah ketuhanan , maka dia menyebutkannya dengan ungkapan yang mustahil bisa di fahami oleh setiap manusia , dengan dalih bahwa cahaya yang mengalir dari HAKIKAT ini telah menyilaukan mata-mata orang-orang awam , dan tidak mungkin bisa memahaminya kecuali bagi orang-orang pilihan (KHUSUS ) yang memiliki keistimewaan dalam menghayati dengan seksama , dan itupun jika orang itu telah sampai pada tingkat kesempurnaan sesuai dengan syarat-syarat tertentu yang telah ditentukan jumlahnya .

Nampaknya Plato ini telah mengikuti ajaran para dukun atau tukang tenung Mesir dan menyerap pengajaran-pengajaran sebagian para pendahulunya dari kalangan para filosofi , baik pengajaran yang di dapatkan dengan cara rahasia maupun yang dengan cara terbuka atau terang-terangan .

Untuk yang pertama ini dia mengajarkan kepada para pengikutnya ( yang berlevel KHUSUS ) yang benar-benar telah memeluk madzhabnya pengajaran-pengajaran yang di sampaikan dengan cara SYAFAWI tidak tertulis , dia ajarkan semuanya tanpa ada yang di sembunyikan .

Dan yang kedua kepada orang-orang umum ( yg berlevel AWAM  ), maka dia mengajarkan kitabnya yang TERTULIS kepada mereka . ( Lihat : Dairotul Ma'arif karya Al-Muallim Petrus al-Bustany 4/65-66 ) .

Pada tahun 231 M AMONIUS telah berhasil mendirikan sekolah " AL-HIKMAH " di sebuah lokasi yang di sebut Lisiyom , maka dia membagi jadwal waktu pendidikannya seperti berikut ini :

Setelah Dzuhur dia gunakan untuk mengajar sahabat-sahabat karibnya dari kalangan para pelajar dengan methode filsafat yang di rahasiakan , dan system pendidikan-pendidikan ini di namakan pendidikan " KELAS KHUSUS / LEVEL HAQIQAT ".

Dan di waktu sore dia gunakan untuk mengajar orang-orang kebanyakan yang umum , dia uraikan dan dia jelaskan pada mereka pelajaran-pelajaran yang kandungannya lebih umum , dan pengajaran ini di namakan pendidikan " KELAS AWAM / SYARIAT ". ( Lihat : Dairotul Ma'arif karya Al-Muallim Petrus al-Bustany 3/76 , penulis beragama Kristen) .

Konsep SYARIAT dan HAKIKAT dalam filsafat agama dewa dewi HINDU :

Konsep aqidah dan syariat rahasia yang tidak boleh disebarkan dan diketahui oleh umum telah ada pula pada agama Hindu .

Kitab suci mereka Uphanished , kandungannya dianggap sangat di kultuskan , sehingga tidak diperbolehkan pembacaannya di hadapan khalayak kasta yang rendah , di karenakan di dalam kitab suci tsb terdapat rahasia-rahasia istimewa yang tidak boleh di ketahui oleh orang awam atau umum . ( Baca : Hikmatul Adyan al-Hayyat karya Gozev Caer hal. 112 ) .

Methode SYARIAT dan HAKIKAT dalam filsafat agama YAHUDI dan lainnya :

Adapun Faylon Yahudi , maka pemahamannya terhadap konsep takwil batin , memiliki hubungan erat dengan pemahamannya terhadap hakikat yang tersembunyi di balik rahasia-rahasia . Maka " HAKIKAT " menurut pandangan mereka tidak layak di sampaikan kecuali kepada segelintir orang-orang KHUSUS dan TERTENTU , dan itupun harus extra waspada dan terjaga ketat dan rapih , karena sesungguhnya telinga orang-orang awam yang bodoh pada sisi ini tidak akan mampu mencerna konsep dan kandungannya . Dengan demikian menurut mereka orang yang bijak adalah orang yang tidak membuka tabir tentang hakikat ini kepada setiap orang , bahkan orang yang bijak adalah orang yang MAU BERBOHONG untuk merahasikan HAKIKAT ini , dengan alasan karena rasa taqwa , kasih sayang dan kemanusiaan . ( Baca : Al-Araa Ad-diiniyah wal Falsafiyah karya Faylon al-Iskandari hal. 14 ).

Sekte-sekte Ghonaushisme ( الغنوصية ) yang lahir dari pemikiran-pemikiran Platonisme moderen seperti Manawisme , Dexhanisme dan Saibah mereka berdiri di atas konsep tarekat-tarekat , rahasia-rahasia keagamaan dan rumus-rumus yang menunjukkan makna-makna yang datang terhimpun dari para pemeluk selain sekte ghonaushisme . Seluruh sekte-sekte ini telah mengamalkan serta mempraktekan faham seperti ini , begitu pula sekte kebatinan , termasuk di dalamnya praktek menyembunyikan rahasia-rahasia yang berkaitan dengan perkara-perkara akidah dari orang-orang awam.

Hal-hal seperti ini betul-betul di manfaatkan oleh orang-orang Yahudi , mereka sangat peka dan tanggap terhadap madzhab-madzhab filsafat yang pernah menyebar di dunia masa lalu , dan ini pula yang telah mengguncang pondasi-pondasi agama mereka, oleh karena itu mereka telah berusaha mengukuhkan dua konsep berikut ini :

  1. Menegakkan argument – argument filsafat terhadap keabsahan agama secara umum .
  2. Mentakwil riwayat-riwayat ilmu agama dengan kemasan yang nampak tidak berlawanan dengan filsafat .
Berangkat dari dasar ini tumbuhlah pada kalangan Yahudi Iskandariah sekelompok orang yang berhaluan konsep ini di dalam melakukan proses asimilasi dan perpaduan . Setelah itu datang seseorang yang bernama Faylon Yahudi Iskandariah , maka dia menghimpun serta menyusun pemikiran-pemikiran para pakar filsafat dari kaumnya , akan tetapi dia tidak mampu memilah-milah dan memurnikan pemikiran-pemikiran tsb dari kotoran-kotoran akibat perpaduan dan asimilasi , dan dia tidak menghimpunnya dalam satu system atau menghilangkan hal-hal yang kontradiksi . ( Baca : Tarikhul Fikril 'Arobi karya DR. Umar Faroukh hal. 131 ).

Kebanyakan topik pembicaraan dan muatan filsafat Faylon berkisar pada hal-hal berikut ini :

  • Sekitar syarah atau penjabaran kitab Tauret dengan syarah romzi ( uraian yang bersifat simbolik ), umpanya kata ibu " Hawa" adalah kiasan dari perasaan . Kata binatang " ular " yang di gunakan iblis untuk masuk syurga adalah kiasan dari kelezatan.
  • Pengingkaran sifat-sifat Allah . Dan sesungguhnya Faylon Yahudi ini telah meniadakan semua sifat-sifat dari Allah yang di sebutkan dalam kitab Taurat . Maka menurut pandangannya Allah SWT tidak mungkin berhubungan dengan Alam , oleh karena itu menurutnya yang pertama kali di ciptakan adalah kalimat ( firman ) , dan firman ini menurut Faylon adalah " Putra Pertama bagi Allah " .

Dan adapun Alam maka ia adalah Putra kedua bagi Allah .

Dan di karenakan sesungguhnya manusia itu tidak mampu berhubungan dengan Allah secara langsung maka Allah menjadikan Firman ( kalimat ) dan para malaikat sebagai ahli syafaat untuk umat manusia dalam bertawassul dengannya atau menjadikannya sebagai perantara-perantara kepada Allah . ( Baca : Tarikhul Fikril 'Arobi karya DR. Umar Faroukh hal. 131 dan 132 ).

Dan dengan sebab adanya filsafat ini muncullah di kalangan Yahudi sebuah aliran baru yang di sebut " Qabaaliyah " atau yang di kenal pula dengan sebutan " Kabaala " di nisbatkan kepada kitab " Qabaalah ".

Sebuah kitab yang tertulis di dalamnya Takwil rahasia dan tersembunyi terhadap kalimat-kalimat yang terdapat dalam kitab Taurat .

Topik-topik pembahasannya yang paling penting adalah rahasia pengajaran-pengajaran dan kemungkinan membuka serta memecahkan rahasia simbol-simbol , sandi-sandi atau rumusan kitab Taurat , begitu juga simbol bilangan-bilangan dan huruf-huruf . ( Baca : Al-Mu'jamul Falsafi karya DR. Jamil Shalbiya jilid 2 ).

Dan berangkat dari sini serta berjalan di atas haluannya telah muncul pula "Origanus" pemeluk kristen , murid Faylon , dan dia adalah orang yang pertama kali menafsiri kitab Injil dengan tafsir romzy ( simbolik dan rumusan ) mengikuti jejak konsep gurunya Faylon dan konsep Platonisme moderen .  Dan setiap orang yang meneliti dengan seksama terhadap tafsir ini terkadang menemukan adanya makna yang sangat pelik dan samar-samar , padahal yang di tafsirinya itu adalah masalah-masalah yang sederhana dan nasehat-nasehat yang sangat jelas dan gamblang . ( Lihat : Dairotul Ma'arif karya Al-Muallim Petrus al-Bustany 4/65-66 ).

ALIRAN FAHAM HAKIKAT DAN SYARIAT DLM ISLAM

Sebagian kecil kalangan tarikat Sufiyah membagi Islam menjadi dua bagian, yaitu :

syariat dan hakikat.

Atau zhahir dan batin.

Ibnul-Jauzi rahimahullah menjelaskan:

“Ada kalangan Sufi yang membedakan (agama) menjadi hakikat dan syariat”.[1]

Yang dimaksudkan dengan syariat –menurut kaum Sufi- yaitu perkara apa saja yang diwahyukan Allah kepada Rasul-Nya tanpa memerlukan adanya pentakwilan.

Mereka menyebutnya dengan nama ilmu zhahir atau ilmu syariah.

Menurut kalangan Sufi tsb : golongan yang mengimani nash-nash syariat tanpa menggunakan takwil ini, masuk ke dalam kategori kelompok awam.

Yang termasuk dalam klasifikasi ini -menurut kaca mata mereka- yaitu para imam empat, seluruh ulama fiqih (fuqaha), dan ulama hadits.

Adapun pengertian al-haqiqah (hakikat), yaitu bisikan-bisikan hati dan mimpi-mimpi kaum Sufi, yang mereka yakini sebagai takwil (penafsiran) ilmu syariat.

Ilmu ini dikenal dengan istilah ilmu BATHIN , dan para pemiliknya pun disebut AHLUL BATHIN.

 Mereka inilah –menurut kalangan Sufi- yang dikategorikan sebagai manusia-manusia KHOS / خاص, yang menyandarkan cara pengamalan agama pada penakwilan nash-nash syariat.

Bahkan kata mereka, ILMU BATHIN tersebut lebih tinggi daripada ILMU SYARIAH.

Mereka melabeli para ulama syariah dengan sebutan yang merendahkan.

Seperti ‘al-‘awwaam’ (orang-orang awam), ahlu dzohir, al mahjubun / المحجوبون (kaum yang terhalangi dari ilmu).

Bahkan, kata ahlu syubuhat dan hawa nafsu pun mereka lekatkan pada ulama syariah.

Asy Syarani menukil riwayat dari seorang tokoh Sufi, Nashr bin Ahmad ad Daqqaq, ia berkata :

“Kesalahan seorang murid ada tiga : menikah, menulis hadits dan bergaul dengan ulama syariah”.

Lain lagi dengan Syaikh Hamd an Nahlan at Turabi. Sebelumnya ia menyibukkan diri dengan mengajar ilmu fiqh. Akan tetapi, pasca mengenal tarikat faham HAKIKAT DAN MAKRIFAT , menghabiskan waktunya selama 32 bulan untuk berkholwat.

Murid-muridnya pun memintanya untuk kembali mengajar.

Akan tetapi ia menjawab : “Saya dan al Khalil (nama seorang ulama fiqih besar) telah berpisah sampai hari Kiamat” [2]

HAKIKAT “ILMU HAKIKAT” PADA SEBAGIAN SUFIYAH

Menurut seorang tokoh Sufi yang bernama Ibnu ‘Ajîbah [3], bahwa orang yang membagi agama menjadi hakikat dan syariat ialah Nabi.

Menurut Ibnu ‘Ajîbah, Allah mengajarkannya kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melalui wahyu dan ilham.

Malaikat Jibril datang pertama kali membawa “syariat”.

Dan tatkala “syariat” sudah mengakar, maka Malaikat Jabril turun untuk kedua kalinya dengan membawa “haqiqat”.

Tetapi hanya sebagian orang yang memperolehnya.

Dan orang yang pertama kali memunculkannya ialah Sayyiduna ‘Ali.[4]

Anggapan dan keyakinan seperti ini, tentu merupakan pemikiran bid’ah model baru.

Karena sejak awal, kaum Muslimin tidak pernah mengenal pembagian ini. Kaum Muslimin tidak pernah memikirkannya, apalagi sampai mengakuinya.

Benih pembagian agama menjadi “hakikat” dan “syariat” ini sebenarnya tumbuh dari sekte Syi`ah yang mengatakan bahwa setiap segala sesuatu memiliki sisi zhahir dan batin.

Sehingga –menurut sebagian kaum Sufi- demikian pula dengan Al-Qur`an, ia mempunyai sisi dzohir dan batin.

Setiap ayat dan kata-katanya memuat pengertian dzohir dan batin.

Sisi batin itu tidak terdeteksi kecuali oleh kalangan hamba Allah yang khusus ( kaum khawâsh = الخواص), yang mana menurut mereka bahwa Allah mengistimewakannya dengan karunia ini, bukan kepada orang selain mereka.[5]

Oleh karena itu, di sebagian kalangan Sufi yang memegangi bid’ah ini, mereka telah mengikuti jalan ta`wil, sehingga “terpaksa” banyak menggunakan bahasa-bahasa dan istilah yang biasa dipakai orang-orang Syi`ah.

 KONSEKUENSI ADANYA “HAKIKAT” DAN “SYARIAT”

Keyakinan yang telah mengakar pada sebagian penganut Sufi ini, memunculkan banyak konsekuensi buruk.

Mulai dari berdusta terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala, berdusta atas nama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam dan juga kebohongan terhadap para sahabat, terutama sahabat Abu Bakr, ‘Umar, dan Utsman Radhiyallahu ‘anhum.

Beberapa konsekuensi ini mungkin saja tidak mereka sadari, atau bahkan mereka tolak, akan tetapi, demikianlah adanya.

Misalnya tentang kedustaan terhadap Allah Ta’ala,.

Yaitu, mereka melakukan pembagian agama menjadi “hakikat” dan “syariat” itu turun dari Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada Rasul-Nya dengan perantaraan Malaikat Jibril Alaihissalam.

Sedangkan kedustaan terhadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa adanya pembagian ini telah menyiratkan tuduhan terhadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, jika beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melakukan kitmânul-‘ilmi /  كتمان العلم (menyembunyikan sebagian ilmu) dan tidak menjalankan amanah tabligh secara penuh.

 Padahal, terdapat ancaman Allah Subhanahu wa Ta’ala atas orang-orang yang menyembunyikan ilmu.

 Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

 “Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati”. [al- Baqarah/2:159].

 Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

 مَنْ سُئِلَ عَنْ عِلْمٍ فَكَتَمَهُ أَلْجَمَهُ اللَّهُ بِلِجَامٍ مِنْ نَارٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

 “Barang siapa yang ditanya ilmu, kemudian ia menyembunyikannya, niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala akan membelenggu mulutnya dengan tali kekang dari neraka pada hari Kiamat kelak” [HR Abu Dawud].

 Sehingga tidak mungkin Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembunyikan sebagian ilmu.

Anggapan itu, nyata merupakan pendapat yang mengada-ada. Ilmu apakah yang beliau sembunyikan?

Padahal saat haji Wada`, beliau n telah mempersaksikan tentang tugasnya yang sudah disampaikannya secara utuh.

Allah Subhanahu wa Ta’ala pun telah menegaskan kesempurnaan Islam dalam Al-Qur`ânul-Karim. Adapun lontaran kebohongan terhadap para sahabat, yaitu anggapan bahwa para sahabat Radhiyallahu ‘anhum adalah orang-orang sesat, bodoh, dan tidak mengenal ilmu hakikat yang dapat mendekatkan manusia kepada mahabatullah.

Lontaran ini tentu merupakan kedustaan.

Sebab mengandung hujatan yang meminggirkan peran para sahabat Radhiyallahu ‘anhum, dan hanya menempatkan Sahabat ‘Ali sajalah yang telah berperan dalam masalah ini, meskipun hakikatnya mereka pun berdusta atas nama Sahabat ‘Ali Radhiyallahu ‘anhu.

Secara khusus, kedustaan ini memuat dua permasalahan.

Pertama : Yakni semakin menguatkan adanya benang merah antara sebagian Sufi dan Syi’ah.

Kedua : Kedustaan ini merupakan petunjuk adanya hasad terpendam terhadap agama Islam. Karena pembagian agama dalam dua kutub “syariat” dan “hakikat”, di dalamnya mengandung usaha untuk menjauhkan umat Islam dari generasi terbaiknya, yaitu para sahabat Radhiyallahu ‘anhum yang mulia.

 Semoga Allah memberikan taufik kepada kaum Muslimin untuk memahami agama Islam dengan cara  yg benar .

------------------

Footnote

[1]. Naqdul-‘Ilmi wal-‘Ulama, hlm. 246-247.

[2]. Târîkh Baghdâd (2/331)

[3]. Ahmad bin Muhammad bin al Mahdi bin Ajîbah, dia adalah seorang tokoh Sufi, meninggal pada tahun 122H. Dia menulis sebuah kitab berjudul Iqâzhul-Himami fi Syarhil-Hikam. [4]. Iqâzhul-Himami fi Syarhil-Hikam (1/5). Dikutip dari halaman 149 Ijtimâ’ Juyûsyil-Islâmiyyah lil- Imam Ibnil-Qayyim ma’a Mauqifihi min Ba’dhil-Firaq, Dr. ‘Awwâd bin ‘Abdullah al-Mu’tiq [5]. Mengenai aliran Bathiniyah, lihat kupasannya di Majalah As-Sunnah, Edisi 01/Tahun X/1427 H/2006 M, hlm. 54-57

Di bawah bimbingan Abu Haitsam Fakhry.

Posting Komentar

0 Komentar