<< DOWNLOAD PDF >>
KAJIAN NIDA AL-ISLAM
09 Dec 2020
DAFTAR ISI :
- PERTAMA : HUKUM PRIA , RAMBUTNYA DIBELAH DUA ATAU DI URAIKAN KE SEMUA SISI KEPALA.
- KEDUA : HUKUM MENATA & MERAPIHKAN RAMBUT KEPALA
- RAMBUT NABI ﷺ KADANG DIKEPANG EMPAT
- KETIGA : HUKUM WANITA BELAH DUA RAMBUTNYA DARI SAMPING , MENGGELUNGNYA DAN MEMIRINGKANNYA DLL UNTUK MEMPERCANTIK DIRI
*****
بسم الله والحمد لله والصلاة والسلام
على رسول الله ـ أما بعد :
Nabi Muhammad ﷺ bersabda :
( مَنْ كَانَ لَهُ شَعْرٌ فَلْيُكْرِمْهُ )
“ Bagi orang yang memiliki rambut maka muliakanlah rambutnya “
*****
PERTAMA : HUKUM PRIA , RAMBUTNYA DIBELAH DUA ATAU DI URAIKAN KE SEMUA SISI KEPALA.
Syeikh
Muhammad Shaleh al-Munajjid berkata :
سَدَلَ شَعْرَ الرَّأْسِ بِإِرْسَالِهِ
حَوْلَ الرَّأْسِ وَتَرْكِهِ عَلَى هَيْئَتِهِ مُسْتَرْسِلًا، أَوْ فَرَّقَهُ مِنَ
الْوَسَطِ يَمِينًا وَشِمَالًا، كِلَاهُمَا مِنَ الْأُمُورِ الْجَائِزَةِ، الَّتِي
لَا حَرَجَ فِيهَا. وَفَرَّقَ شَعْرَ الرَّأْسِ عَلَى الْجَانِبَيْنِ
هُوَ الَّذِي اسْتَقَرَّ عَلَيْهِ فِعْلُ النَّبِيِّ ﷺ فِي آخِرِ أَمْرِهِ. .
Menjuntaikan
rambut kepala dengan cara menguraikannya mengelilingi sekitar semua sisi kepala dan melepaskannya
seperti itu, ATAU membelah rambutnya dari tengah lalu menjuntaikannya ke sisi kanan
dan sisi kiri, maka kedua model tersebut adalah hal yang diperbolehkan, tanpa
ada masalah.
Namun model membelah
rambut lalu menguraikannya ke kedua sisi adalah model yang dilakukan oleh Nabi ﷺ menjelang akhir hayatnya." [Fatwa Islamqa no. 148945]
Dari Ibnu
Abbas RA ;
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ كَانَ
يَسْدِلُ شَعْرَهُ وَكَانَ الْمُشْرِكُونَ يَفْرُقُونَ رُءُوسَهُمْ وَكَانَ أَهْلُ
الْكِتَابِ يَسْدِلُونَ شُعُورَهُمْ وَكَانَ يُحِبُّ مُوَافَقَةَ أَهْلِ
الْكِتَابِ فِيمَا لَمْ يُؤْمَرْ فِيهِ بِشَيْءٍ ثُمَّ فَرَقَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ
رَأْسَهُ
“ Bahwa
Rasulullah ﷺ mengurai rambutnya sedangkan orang-orang Musyrik membelah
rambut kepala mereka, sementara orang-orang Ahlu Kitab menguraikan rambut
mereka. Dulu beliau suka menyamai Ahlu Kitab dalam hal-hal yang tidak
diperintahkan, kemudian Rasulullah ﷺ membelah rambut
kepalanya." ( HR. al-Bukhari (3558) dan Muslim (2336)).
Syeikh
Muhammad Shaleh al-Munajjid berkata :
وقوله في الحديث : (ثُمَّ فَرَقَ
بَعْدُ) أي ألقى شعر رأسه إلى جانبي رأسه .
“Dan
mengenai perkataannya dalam hadis: "(Tsumma faraqa ba'du)" artinya membelah
rambut kepalanya dan melandaikankannya ke dua sisi kanan kiri kepalanya”.
Dari [Ibnu
Syihab] ia mendengarnya berkata;
سَدَلَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ نَاصِيَتَهُ
مَا شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ فَرَقَ بَعْدَ ذَلِكَ قَالَ مَالِك لَيْسَ عَلَى
الرَّجُلِ يَنْظُرُ إِلَى شَعَرِ امْرَأَةِ ابْنِهِ أَوْ شَعَرِ أُمِّ امْرَأَتِهِ
بَأْسٌ
"Rasulullah
ﷺ melepas uraian rambutnya hingga ke dahi, atas kehendak Allah
kemudian beliau membelah dua rambutnya."
Malik
berkata; "Tidaklah mengapa seorang laki-laki melihat rambut menantu
wanitanya atau rambut ibu mertuanya." [ HR. Malik dalam al-Muwaththa no.
1490]
Dari [Aisyah]
dia berkata :
كُنْتُ أَفْرِقُ خَلْفَ يَافُوخِ
رَسُولِ اللَّهِ ﷺ ثُمَّ أَسْدِلُ نَاصِيَتَهُ
"Aku
membelah (rambut) di belakang ubun-ubun Rasulullah ﷺ, kemudian aku menguraikannya
hingga ke dahi."
[HR. Ibnu
Majah no. 2944 . Di Shahihkan oleh al-Albaani dalam Shahih Ibnu Majah].
Mufrodaat
:
وَمَعْنىَ الْيَافُوخُ – كَمَا قَالَ
شُرَاحُ الْحَدِيثِ- هُوَ الَّذِي يَتَحَرَّكُ فِي وَسَطِ رَأْسِ الصَّبِيِّ. تُرِيدُ
أَنَّهَا تُفَرِّقُ شَعْرَ الْقَفَا، وَتُسَدِّلُ النَّاصِيَةَ.
Makna
"al-Yafuukh" - seperti yang dikatakan oleh para pensyarah hadis -
adalah sesuatu yang bergerak di tengah-tengah kepala bayi [ubun-ubun]. Ini berarti bahwa
rambut tersebut dibelah di bagian atas kepala dan menggantung ke sisi.
Syeikh
al-Munajjid berkata :
“ Pada
awalnya Nabi ﷺ sangat menyukai untuk mengikuti gaya
penampilan Ahlul Kitab dalam hal-hal yang tidak bertentangan dengan syariat
Islam, dalam rangka untuk menarik perhatian mereka, mengambil hati mereka dan
meluluhkannya ; karena mereka lebih dekat dengan iman dibandingkan dengan para penyembah
berhala. Namun ketika para penyembah berhala banyak yang masuk Islam, maka Nabi
ﷺ lebih suka menyelisihi dan berbeda dengan Ahlul Kitab”. [Fatwa
Islamqa no. 148945]
Al-Hafiz
Ibn Hajar rahimahullah berkata :
وَكَأَنَّ السِّرّ فِي ذَلِكَ أَنَّ
أَهْل الْأَوْثَان أَبْعَد عَنْ الْإِيمَان مِنْ أَهْل الْكِتَاب , وَلِأَنَّ
أَهْل الْكِتَاب يَتَمَسَّكُونَ بِشَرِيعَةٍ فِي الْجُمْلَة فَكَانَ يُحِبّ
مُوَافَقَتهمْ لِيَتَأَلَّفهُمْ وَلَوْ أَدَّتْ مُوَافَقَتهمْ إِلَى مُخَالَفَة
أَهْل الْأَوْثَان , فَلَمَّا أَسْلَمَ أَهْل الْأَوْثَان الَّذِينَ مَعَهُ
وَاَلَّذِينَ حَوْله وَاسْتَمَرَّ أَهْل الْكِتَاب عَلَى كُفْرهمْ ، تَمَحَّضَت
الْمُخَالَفَة لِأَهْلِ الْكِتَاب"
"Sepertinya
rahasia di balik hal ini adalah bahwa penyembah berhala lebih jauh dari iman
dibandingkan dengan Ahlul Kitab. Dan karena Ahlul Kitab secara umum berpegang
teguh pada syariat Allah , maka Nabi ﷺ suka untuk menyesuaikan dirinya dengan mereka
agar dapat mengembil hati mereka. Meskipun dalam menyesuaikan diri itu bisa
menyebabkan pertentangan dengan penyembah berhala.
Namun,
ketika kaum penyembah berhala masuk Islam, baik yang bersama Nabi ﷺ atau yang di sekitarnya, sementara Ahlul Kitab tetap pada
kekufuran mereka, maka pertentangan dengan Ahlul Kitab menjadi jelas."
[Fathul Bari (10/36)]
Dan Ibnu
Hajar rahimahullah berkata :
"وَالْفَرْق
سُنَّة لِأَنَّهُ الَّذِي اِسْتَقَرَّ عَلَيْهِ الْحَال ، وَاَلَّذِي يَظْهَر
أَنَّ ذَلِكَ وَقَعَ بِوَحْيٍ , لِقَوْلِ الرَّاوِي فِي أَوَّل الْحَدِيث إِنَّهُ
كَانَ يُحِبّ مُوَافَقَة أَهْل الْكِتَاب فِيمَا لَمْ يُؤْمَر فِيهِ بِشَيْءٍ ,
فَالظَّاهِر أَنَّهُ فَرَقَ بِأَمْرٍ مِنْ اللَّه "
"Membelah
rambut serta menguraikannya ke samping adalah sunnah, karena itulah yang
menjadi kebiasaan beliau. Dan tampaknya hal tersebut didasarkan pada wahyu,
karena pernyataan perawi dalam awal hadis menyebutkan :
bahwa Nabi ﷺ senang untuk mencocokkan diri dengan Ahlul Kitab dalam hal-hal
yang sama sekali tidak ada perintah dari Allah. Oleh karena itu, yang nampak adalah
: membelah rambutnya dan melandaikannya ke samping itu terjadi atas perintah
Allah." [Fathul Bari (10/362)]
Ibnu Abdil
Barr rahimahullah berkata :
الفَرْقُ في الشعر سنَّةٌ ، وأولى من
السدل ؛ لأنَّه آخر ما كان عليه رسول الله ﷺ ، وهذا الفَرْقُ لا يكون إلا مع كثرة
الشعر وطوله"
"Membelah
rambut ke dua sisi samping kepala adalah sunnah, dan lebih utama daripada menguraikannya
ke semua sisi kepala , karena itu adalah hal terakhir yang diterapkan oleh
Rasulullah ﷺ. Cara ini hanya mungkin dilakukan jika rambutnya lebat dan
panjang." [At-Tamhid (6/74)]
Ketika Nabi ﷺ meninggalkan SADL [ menguraikan rambut ke semua sisi kepala ] , itu tidak
menunjukkan larangan atau haramnya SADL, melainkan hal tersebut hukumnya adalah
boleh (ja'iz). Ini diperkuat oleh fakta bahwa para Sahabat melakukan keduanya.
Abu al-Abbas
al-Qurtubi rahimahullah berkata :
"وَغَايَةُ مَا رُوِيَ عَنْهُمْ: أَنَّهُ
كَانَ مِنْهُمْ مَنْ فَرَقَ، وَمِنْهُمْ مَنْ سَدَلَ، فَلَمْ يُعِبَ السَّادِلَ عَلَى
الْفَارِقِ، وَلَا الْفَارِقَ عَلَى السَّادِلِ... فَالصَّحِيحُ: أَنَّ الْفَرْقَ مُسْتَحَبٌّ
لَا وَاجِبٌ، وَهَذَا الَّذِي اخْتَارَهُ مَالِكٌ، وَهُوَ قَوْلُ جُلِّ أَهْلِ الْمَذَاهِبِ."
"Secara
keseluruhan, apa yang diriwayatkan dari mereka (para Sahabat) adalah bahwa di
antara mereka ada yang membelah dua (faraqa) rambutnya, dan di antara mereka
ada yang menguraikannya ke semua sisi (sadel). Maka tidak ada celaan bagi yang membelah
dua terhadap yang menguraikan ke sekelilingnya , dan juag sebaliknya...
Jadi, yang
benar adalah bahwa membelah rambut itu dianjurkan (mustahabb), bukan wajib, dan
ini adalah pendapat yang diambil oleh Malik dan sebagian besar ulama dari
berbagai macam mazhab."
[Al-Mufhim
lima Asykala min Talkhis Kitab Muslim (6/125), dan serupa di Fathul Bari
(10/362)]
Imam Nawawi
berkata :
" والحَاصِلُ
الصَّحِيح الْمُخْتَار : جَوَاز السَّدْل وَالْفَرْق ، وَأَنَّ الْفَرْق أَفْضَل
".
Kesimpulannya
: bahwa Yang shahih dan yang dipilih dalah boleh mengurai rambutnya dan boleh membelah
rambut kepala . Dan membelah rambut kepala itu lebih afdlol “ [ Syarah Shahih
Muslim 19/50]
Imam Malik
berkata :
فَرْقُ الرَّجُلِ أَحَبُّ إِلَيَّ
“Membelah
rambut kepala itu lebih aku sukai “. [[ Syarah Shahih Muslim 19/50]
Al-Hafidz
Ibnu Hajar dalam (
فتح الباري ) 10/362
:
وَالصَّحِيحُ أَنَّ الْفَرَقَ مُسْتَحَبٌّ
لَا وَاجِبٌ.
اهـ.
“ Yang
Shahih adalah Membelah rambut kepala itu Mustahabb , bukan wajib “.
Imam Nawawi berkata :
وَقَدْ جَاءَ فِي الْحَدِيثِ أَنَّهُ
كَانَ لِلنَّبِيِّ ﷺ لِمَّةٌ، فَإِنِ انْفَرَقَتْ فَرَقَهَا، وَإِلَّا تَرَكَهَا
Ada sebuah
hadits yang menyatakan bahwa : “ Nabi ﷺ memiliki rambut yang panjang
hingga cuping telinga , lalu ketika rambutnya cerai berai , maka beliau
membelahnya , dan jika tidak membelahnya , maka membiarkan apa adanya “. [ Syarah Shahih Muslim 19/50]
Kesimpulannya
, kata Ibnu Abdil Barr :
وَالْحَاصِلُ أَنَّهُ
ﷺ كَانَ يَرْجُلُ شَعَرَهُ مِنْ وَقْتٍ لِآخَرٍ، وَكَانَ يَرْجُلُهُ مُرْسَلًا وَمُفَرَّقًا،
وَأَنَّ آخِرَ ذَلِكَ هُوَ الْفَرْقُ۔
Bahwa beliau
ﷺ dulu biasa menyisir dan menata rambutnya dari waktu ke waktu, terkadang
beliau mengurai rambut kepalanya dan terkadang membelah nya , dan yang terakhir
adalah membelahnya.
RAMBUT NABI ﷺ TERKADANG DI KEPANG EMPAT :
Al Imām At Tirmidzī rahimahullāh berkata:
Ummu Hāniy bintu Abī Thālib radhiyallāhu ta’āla ‘anhā berkata:
قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَكَّةَ قَدْمَةً وَلَهُ أَرْبَعُ غَدَائِرَ
“Rasūlullāh ﷺ pernah datang ke Mekkah dan
saat itu rambut Beliau (ﷺ) dikepang empat.”
[HR. Abu
Dawud (4191), at-Tirmidzi (1781), Ibnu Majah (3631), dan Ahmad (26890) dengan
perbedaan yang sedikit].
(Hadīts ini dinyatakan shahīh oleh Syaikh Albāniy rahimahullāh dalm shahih Ibnu Majah)
Riwayat lain
dari Ummu Hāniy radhiyallāhu ta’āla ‘anhā berkata:
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَا ضَفَائِرَ أَرْبَعٍ
“Aku melihat
Rasūlullāh ﷺ memiliki empat kepangan
rambut.”
Hadīts ini dinyatakan shahīh oleh Syaikh Albāniy rahimahullāh.
Dan dari
Anas bin Malik , dia berkata :
كانت للنبيِّ صلَّى اللهُ عليه
وسلَّم أربعُ ضفائرَ في رأسِه
Rasūlullāh ﷺ memiliki empat kepangan
rambut di kepalanya .
[Diriwayatkan
oleh ath-Thabarani dalam "al-Mu'jam al-Saghir" (1006)]. Di shahihkan
sanadnya oleh al-Haitsami dalam al-Majma’ 8/284 . Dia berkata : “Para perawinya
tsiqoot”.
Dari dua hadīts ini bisa kita simpulkan bahwa saat rambut Rasūlullāh ﷺ panjang Beliau menjadikan empat kepangan.
Ibnu Hajar
rahimahullāh dalam Fathu Barī’
menyimpulkan:
“Bahwa perbuatan Rasūlullāh ﷺ ini dilakukan saat Beliau sedang melakukan safar atau dalam keadaan sibuk lainnya, sehingga Beliau tidak memiliki waktu untuk memotong rambutnya, sehingga beliau mengepangnya menjadi empat kepangan.” (Fathu Barī’10/360)
*****
KEDUA : HUKUM MENATA & MERAPIHKAN RAMBUT KEPALA
Dari Abu
Hurairah (ra), bahwa Nabi ﷺ bersabda :
( مَنْ كَانَ لَهُ شَعْرٌ فَلْيُكْرِمْهُ )
Artinya : “ Bagi orang yang memiliki rambut maka muliakanlah rambutnya “
( HR, Abu Daud No.
3632 dan di di Shahihkan oleh Syeikh al-Albaani ).
Sesungguhnya,
Nabi Muhammad ﷺ biasa menyisir rambut beliau
yang mulia dari waktu ke waktu. Beliau melakukannya sendiri, dan kadang-kadang
salah satu istri beliau yang melakukannya untuk beliau.
Dalam Zad
al-Ma'ad 1/70 karya Ibnu al-Qayyim, disebutkan bahwa Anas, menceritakan tentang
tuntunan Nabi ﷺ dalam hal merawat rambutnya,
dia mengatakan :
"وَكَانَ
يُحِبُّ التَّرَجُّلَ، وَكَانَ يُرَجِّلُ نَفْسَهُ تَارَةً وَتُرَجِّلُهُ عائشة
تَارَةً، ( «وَكَانَ شَعَرُهُ فَوْقَ الْجُمَّةِ وَدُونَ الْوَفْرَةِ» ) ، وَكَانَتْ
جُمَّتُهُ تَضْرِبُ شَحْمَةَ أُذُنَيْهِ، وَإِذَا طَالَ جَعَلَهُ غَدَائِرَ أَرْبَعًا،
قَالَتْ أم هانئ: ( «قَدِمَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ مَكَّةَ قَدْمَةً وَلَهُ أَرْبَعُ
غَدَائِرَ» ) ، وَالْغَدَائِرُ الضَّفَائِرُ، وَهَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ".
bahwa Nabi ﷺ suka menyisir rambutnya. Kadang beliau melakukannya sendiri pada sebagian
kesempatan, dan terkadang Aisyah, salah satu istri beliau, yang melakukannya
untuk beliau.
“Dan rambutnya (Nabi Muhammad ﷺ) antara ujung daun telinga hingga kedua bahu”. Dan rambut yang
menjuntai hingga bahunya mencapai bagian cuping kedua telinganya. Ketika
rambutnya tumbuh panjang, beliau membuatnya menjadi empat jalinan [kepang].
Ummu Hani'
berkata, 'Rasulullah ﷺ pernah
suatu kali datang pada kami di Makkah, dan beliau memiliki empat jalinan [kepang] rambut.' Gada'ir yang
dimaksudkan di sini adalah kepang [jalinan], dan ini adalah hadis yang
sahih." [Kutipan Selesai]
Dari 'Aisyah (ra) ia berkata :
"كُنْتُ أَغْتَسِلُ أَنَا وَرَسُولُ
اللَّهِ ﷺ مِنْ إِنَاءٍ وَاحِدٍ وَكَانَ لَهُ شَعْرٌ فَوْقَ الْجُمَّةِ وَدُونَ
الْوَفْرَةِ".
"Aku
dan Rasulullah ﷺ mandi bersama dalam satu
bejana. Rambut beliau antara ujung daun telinga hingga kedua bahu."
[HR.
al-Bukhari (250), Muslim (319), Abu Dawud (238) pada awal hadits, at-Tirmidzi
(1755) dengan redaksi haditsnya, an-Nasa'i (235), Ibn Majah (376), dan Ahmad
(25369) dalam bentuk ringkas].
Mufrodaat
:
والجُمَّةُ مِن شَعرِ الرَّأسِ: ما
سقَطَ على المَنكِبَينِ، والوَفْرةُ: ما جاوَزَ شَحمةَ الأُذنِ، وقيل: الوَفرةُ:
الجُمَّةُ مِن الشَّعرِ إذا بلَغَتِ الأُذنَينِ.
“Jumma
adalah bagian dari rambut kepala yang menjuntai ke dua bahu, sedangkan wafrah
adalah bagian yang melewati cuping telinga. Ada juga yang mengatakan bahwa
wafrah adalah bagian jumma dari rambut jika mencapai kedua telinga”.
Dalam
riwayat Bukhori no. 5454 dan Muslim no. 1484 : dari [Qatadah] , disebutkan bahwa dia berkata;
" سَأَلْتُ
أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ شَعَرِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ فَقَالَ
كَانَ شَعَرُ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ رَجِلًا لَيْسَ بِالسَّبِطِ وَلَا الْجَعْدِ
بَيْنَ أُذُنَيْهِ وَعَاتِقِهِ".
Saya
bertanya kepada [Anas bin Malik] radliallahu 'anhu mengenai rambut Rasulullah ﷺ, dia berkata;
"Rambut
Rasulullah ﷺ tidak lurus dan tidak pula keriting yaitu (menjuntai) antara
kedua telinga hingga bahu beliau."
Maksudnya
:
"أيَّ فَلْيَزِنْهُ وَلْيُنَظِّفْهُ بِالْغَسْلِ
وَالتَّدْهِينِ وَالتَّرْجِيلِ وَلَا يَتْرُكْهُ مُتَفَرِّقًا، فَإِنَّ النَّظَافَةَ
وَحُسْنَ الْمُنْظَرِ مَحْبُوبٌ.." انتهى
“ Yakni , Di
tata yang menarik , dibersihkan dengan cara di basuh dengan air , di kasih minyak
rambut , di sisir dan jangan dibiarkan berantakan , karena kebersihan dan
pemandangan yang bagus itu disukai “ ( Baca : “حاشية
"عون المعبود”
9/1183 )
Namun
demikian : tidak
boleh berlebihan dan tidak boleh sepanjang waktunya di sibukkan dengan
menata rambut , karena ada sebuah hadits menyatakan :
( نَهَى رَسُولُ اللَّهِ ﷺ عَنْ التَّرَجُّلِ
إِلَّا غِبًّا )
“ Rosulullah
ﷺ melarang seseorang menyibukkan dirinya dengan menata rambutnya
, kecuali berselang-selang “
( HR. Abu
Daud No. 3628 dan Turmudzi No. 1678 . Dan di Shahihkan oleh Syeikh al-Baani dlm
Shahih Sunan at-Turmudzi )
Baca juga :
“غريب الحديث” karya Ibnu al-Atsiir
2/492 , “المغني” karya Ibnu Quddaamah 1/67 ,
“نيل الأوطار” karya Asy-Syaukani 1/159 dan “حاشية
السنن”
karya Inmu Qoyyim11/147
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين والحمد لله رب العالمين
*****
KETIGA : HUKUM WANITA BELAH DUA RAMBUTNYA DARI SAMPING, MENGGELUNGNYA
DAN MEMIRINGKANNYA DLL UNTUK MEMPERCANTIK DIRI
Fatwa Syeikh Bin Baaz
بسم الله الرحمن الرحيم
PERTANYAAN:
Salah satu saudari yang mendengarkan bertanya kepada Yang Mulia Syekh dan berkata:Apa hukum menata rambut pada seorang gadis dengan model miring dengan tujuan untuk mempercantik, apakah itu diperbolehkan?
Apa hukumnya tentang gelungan rambut yang mereka sebut dengan istilah “الكعكة المرتفعة / kue yang terangkat “yang biasa mereka lakukan ketika di rumah dan di antara para mahram, dan apakah perbuatan ini termasuk dalam sabda Rasul SAW ketika Beliau menggambarkan tentang para wanita dari type-type yang belum pernah dilihatnya, yaitu:
نِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلَاتٌ مَائِلَاتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ
“Wanita-wanita berpakaian, tetapi sama juga dengan bertelanjang, berjalan dengan berlenggok-lenggok, sambil mencondongkan kepalanya miring kesana kemari – sebagai kiasan bagi wanita penggoda atau mudah digoda - rambut mereka (disasak) bagaikan punuk unta yang miring?"
الكعكة العالية أو المرتفعة
Kue terangkat tinggi / gelung
الكعكة العالية أو المرتفعة
Kue tergkt tinggi / gelung
فرق الشعر من الجانب / إمالة الشعر
Belah dua dari samping / miring
JAWABAN SYEIKH BIN BAAZ:
Sepengetahun saya yang LEBIH AFDHOL adalah membelah rambut di tengah kepala, lurus dengan hidung, tidak begitu cenderung miring begini dan tidak miring begitu,
Adapun yang terdapat dalam hadits, maka yang dimaksud adalah penyimpangan dari jalan yang benar. Ada dua type dari ahli neraka – dalam hadits Shahih – Nabi SAW bersabda:
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلَاتٌ مَائِلَاتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا
"Ada dua golongan penduduk neraka yang keduanya belum pernah aku lihat: Kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi, yang dipergunakannya untuk memukul orang. Wanita-wanita yang berpakaian, tetapi sama juga dengan bertelanjang, berjalan dengan berlenggok-lenggok, sambil mencondongkan kepalanya miring kesana miring kemari – sebagai kiasan bagi wanita penggoda atau mudah digoda - rambut mereka (disasak) bagaikan punuk unta yang miring. Wanita-wanita tersebut tidak dapat masuk surga, bahkan tidak dapat mencium bau surga. Padahal bau surga itu dapat tercium dari begini dan begini." (HR. Muslim No. 3971)
Hadits shahih ini berisi peringatan terhadap orang yang berbuat dzalim terhadap manusia tanpa hak, dan itulah sebab adanya celaan terhadap mereka yang memiliki cambuk di tangan mereka yang digunakan untuk memukuli orang-orang, Yakni: tanpa hak, baik itu aparat kepolisian atau lainnya, memukul orang itu harus berdasarkan keputusan hakim yang sah atau atas dasar perintah waliyul amr.
Adapun memukul orang tanpa hak, ini adalah salah satu ketidak adilan terbesar yang diharamkan oleh Allah, sehingga tidak boleh memukul orang kecuali dengan dalil, seperti adanya keputusan dari hakim atau dari waliyul amr yang menurutnya itu adalah untuk kemashlahatan umat Islam, karena orang yang dipukulmya itu telah melakukan apa yang mengharuskan nya di pukul lagi.
Adapun para wanita, maka wajib atas mereka untuk menutup aurat, dan pakaian penutup auratnya harus benar-benar menutupinya ; sebab pakaian yang masih terdapat penampakan 'auratnya karena tipis atau pendek, ini sama saja dengan masih telanjang, dan ini sebenarnya bukanlah pakaian.
Dan itulah sebabnya beliau SAW bersabda: “Wanita-wanita berpakaian, tetapi sama juga dengan bertelanjang”
- Yakni: mereka di namakan berpakain, tetapi pakaiannya tidak menutupi, baik karena ketipisannya atau karena pendeknya.
Itu tidak diperbolehkan, bahkan itu adalah kemungkaran, dan itulah sebabnya beliau SAW mengancam mereka dengan api neraka,
Dan begitu pula sabda beliau:
مُمِيلَاتٌ مَائِلَاتٌ رُءُوسُهُنَّ
“Berjalan dengan berlenggok-lenggok, sambil mencondongkan kepalanya miring kesana miring kemari – sebagai kiasan untuk wanita penggoda atau mudah digoda-”
- Arti: (مَائِلَاتٌ رُءُوسُهُنَّ = mencondongkan kepalanya kesana kemari)
Maksudnya adalah mereka berpaling dari kebenaran dan kesucian ke arah amoralitas dan kerusakan.
Begitu juga arti (مُمِيلَاتٌ), yakni: wanita-wanita tsb menggiring para wanita lain ke arah kebathilan dan keburukan, karena mereka sendiri telah berpaling dari kebenaran, lalu mereka ini mengajak para wanita lainnya untuk mengikuti jejaknya ke arah kebathilan.
Oleh karena itu, mereka layak untuk menerima adzab api neraka sebagai akibat perbuatan buruk nya.
Adapun Sabda Beliau SAW:
كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ
“Rambut mereka (disasak) bagaikan punuk unta yang miring” (HR. Muslim No. 3971)
Maka ini adalah ciri mereka.
Beberapa ahli Ilmu mengatakan maknanya: “Bahwa mereka menggelembungkan kepala mereka, dengan cara membuat sanggul dengan lipatan-lipatan sesuatu yang bisa membuatnya menjadi besar”.
Adapun “الكعكة / gelungan mirip kue “tidak termasuk seperti yang dimaksud dalam hadits ini. Karena dalam “الكعكة” itu tidak ada menggelembungkan kepala, lagi pula itu cuma sedikit, sama seperti rambut yang sedikit yang diletakkan di tengah kepala atau di bagian bawah kepala,
Akan tetapi membiarkan untaian rambut tanpa “الكعكة” alias menjuntai bebas sesuai posisi pangkal tumbuhnya, itu lebih utama dan lebih afdhol dan jauh dari syubhat.
Atau Membiarkan rambut kepalanya, yakni menjuntai semua ke arah punggungnya atau sebagian ke arah punggungnya dan sebagian lainnya ke arah samping kanan kirinya, ini juga lebih utama.
Atau Rambutnya kepala nya di variasi, sebagian ada yang menjuntai bebas, dan sebagian ada yang di kepang dua (di bikin kuncir kelapa) lalu dia menyisirnya dari arah belakang, itu juga lebih afdhol, lebih hati-hati dan lebih cantik juga.
Adapun untuk mengumpulkan semua rambutnya di atas kepala, atau di belakang kepala, dikhawatirkan masuk dalam katagori model “punuk unta” yang dilarang, walaupun tidak terlihat jelas bahwa itu di larang, yakni tidak menunjukkan bahwa itu menyerupai punuk unta, melainkan hanya lebih kurang dari itu.
Akan tetapi, membiarkannya diatas adat kebiasaan yang sudah lama berjalan, yaitu melandaikan nya di bagian punggung dan di samping kanan kiri, yakni rambutnya di kepang lalu dilandaikan ke punggung dan ke sisi kanan kiri kepalanya, ini juga adalah yang lebih utama dan lebih jauh dari syubhat.
Na’am.
Presenter: Semoga Tuhan membalas kebaikan Anda.
الشيخ بن باز / نور على الدرب
حكم إمالة المرأة لشعر رأسها للتجمل
السؤال: إحدى الأخوات المستمعات تسأل سماحة الشيخ فتقول: ما حكم وضع الشعر للفتاة بالطريقة المائلة للتجميل، هل يجوز ذلك؟ وما حكم ما يسمونه الكعكة المرتفعة في البيت، وعند المحارم، وهل يدخل هذا العمل في قول الرسول صلى الله عليه وسلم عندما وصف النساء اللاتي من الأصناف التي لم يرها، وهن المائلات المميلات، ورؤوسهن كأسنمة البخت المائلة؟
الجواب:
الأفضل فيما أعلم أن تكون الفرقة في وسط الرأس حذاء الأنف، لا تميل هكذا ولا هكذا،
أما ما جاء في الحديث فالمراد به الميل عن الحق، صنفان من أهل النار -في الحديث الصحيح- يقول النبي ﷺ:
صنفان من أهل النار لم أرهما: رجال بأيديهم سياط يضربون بها الناس، ونساء كاسيات عاريات مائلات مميلات رءوسهن كأسنمة البخت المائلة، لا يدخلن الجنة ولا يجدن ريحها
هذا الحديث الصحيح فيه التحذير من ظلم الناس بغير حق، ولهذا ذم هؤلاء الذين بأيديهم سياط يضربون بها الناس، يعني: بغير حق، سواء كانوا شرطة أو غيرهم، لابد في ضرب الناس من الدليل الموجب لذلك، بحكم الحاكم الشرعي أو بتأمير ولي الأمر، أما ضرب الناس بغير حق هذا من أعظم الظلم الذي حرمه الله، فلا يجوز ضرب الناس إلا بدليل، لحكم حاكم أو من ولي الأمر الذي يرى فيه المصلحة للمسلمين، لكون المضروب فعل ما يوجب ذلك.
وأما النساء فالواجب عليهن أيضًا التستر، وأن يكن كاسيات كسوة ساترة، فالكسوة التي فيها ظهور العورة لرقتها أو قصرها هذه عارية ليست كسوة في الحقيقة،
ولهذا قال: نساء كاسيات عاريات يعني: عليهن اسم الكسوة لكنها كسوة غير ساترة، إما لرقتها وإما لقصرها، هذا لا يجوز بل منكر، ولهذا توعدهن بالنار،
وهكذا: (مائلات مميلات) معناه: مائلات عن الحق والعفاف إلى الفجور والفساد، وهكذا (مميلات) يعني: يملن غيرهن من النساء إلى الباطل والشر، فهن مائلات في أنفسهن عن الحق، مميلات لغيرهن إلى الباطل، فلهذا استحقن النار والعاقبة السيئة،
أما قوله: رءوسهن كأسنمة البخت المائلة فهذه علامة عليهن، قال بعض أهل العلم معناه: أنه يضخمن رءوسهن، يعملن عليه اللفائف الشيء اللي يكبرها، هذه من علامتهن.
أما الكعكة فلا يظهر بأنها هي المرادة بهذا الحديث؛ لأنها ما فيها تضخيم للرأس، هي قليلة كشعر قليل يجعل في وسط الرأس أو في أسفل الرأس، لكن كونها تترك الجدائل مطروح مبذول يكون أولى وأفضل وأبعد عن الشبهة، كونها تترك رأسها يعني منجدل على ظهرها أو بعضه على ظهرها وبعضه على جانبيها هذا يكون أولى، يكون لها جدائل وضفائر القرنان والماشطة تكون من وراء يكون هذا أفضل وأحوط وأجمل أيضًا،
أما جمعه على الرأس، أو في مؤخر الرأس فيخشى أن يكون من هذا الباب وإن كان ليس بظاهر، يعني لا يكون له شيء يشبه أسنمة البخت، بل يكون أقل من ذلك، لكن كونها تترك ذلك وتطرحه على العادة القديمة، يكون على الظهر وعلى الجانبين، يعني تجعل الضفائر مطروحة على ظهرها وعلى جانبي رأسها، هذا هو الأولى والأبعد عن الشبهة. نعم.
المقدم: جزاكم الله خيرًا وأحسن إليكم.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين والحمد لله رب العالمين
Semoga bermanfaat !!!
0 Komentar