Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

MAKNA HADITS: “BARANG SIAPA MELIHATKU DALAM MIMPI MAKA DIA AKAN MELIHATKU SAAT TERJAGA”

<< DOWNLOAD PDF >>

Di Susun Oleh Abu Haitsam Fakhry

KAJIAN NIDA AL-ISLAM

=====

===

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ

الْحَمْدُ لِلَّهِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَىٰ رَسُولِ اللَّهِ وَعَلَىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَن وَالَاهُ

 ===****====

MEMAHAMI MAKNA HADITS :
“ BARANG SIAPA MELIHATKU DALAM MIMPI MAKA DIA AKAN MELIHATKU SAAT TERJAGA”?

Imam Al-Bukhari meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Aku mendengar Nabi  bersabda:

مَنْ رَآنِى فِى الْمَنَامِ فَسَيَرَانِى فِى الْيَقَظَةِ، وَلا يَتَمَثَّلُ الشَّيْطَانُ بِى

“Barangsiapa melihatku dalam mimpi, maka dia akan melihatku dalam keadaan terjaga, dan syeithan tidak bisa menyerupai ku. [Shahih Bukhori no. 6693]

****

LAFADZ INI MENYELISIHI KEBANYAKAN LAFADZ RIWAYAT LAIN-NYA :

Hadits ini sanadnya Shahih, akan tetapi lafadz hadits riwayat Imam Bukhori dari ABU HURAIRAH radhiyallahu ‘anhu ini menyelisihi banyak riwayat-riwayat lainnya.

Diantara-nya menyelisihi riwayat-riwayat berikut ini:

Riwayat Pertama:

Riwayat Imam Muslim no. 6057, Ahmad ( الفتح الرباني 17/225) dan Abu Daud no. 5025 dengan sanad yang shahih dari ABU HURAIRAH radhiyallahu ‘anhu, yang di dalam lafadznya terdapat kata-kata yang menunjukkan adanya keraguan dari perawi:

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah  bersabda:

مَنْ رَآنِي في المَنَامِ فَسَيَرَانِي في اليَقَظَةِ - أَوْ كَأنَّما رَآنِي في اليَقَظَةِ - لاَ يَتَمَثَّلُ الشَّيْطَانُ بِي

"Barangsiapa yang bermimpi melihat aku dalam tidur, maka ia akan melihat aku di waktu jaga( yakni melek), ATAU SEOLAH-OLAH ia melihat aku di waktu jaga, karena syaitan itu tidak dapat menyerupakan dirinya dengan diriku.”

Riwayat Kedua:

Riwayat Imam Ahmad 5/306 dalam Musnad Abi Qotadah, bahwa Rosulullah  bersabda:

مَنْ رَآنِى فِى الْمَنَامِ فَسَيَرَانِى فِى الْيَقَظَةِ أَوْ فَكَأَنَّمَا رَآنِى فِى الْيَقَظَةِ لاَ يَتَمَثَّلُ الشَّيْطَانُ بِى

"Barangsiapa yang bermimpi melihat aku dalam tidur, maka ia akan melihat aku di waktu jaga( yakni melek), ATAU MAKA SEOLAH-OLAH ia melihat aku di waktu jaga, karena syaitan itu tidak dapat menyerupakan dirinya dengan diriku".

Riwayat Ketiga:

Dalam Riwayat Ibnu Majah No. 3894 dan Ibnu Hibbaan dalam Shahihnya dari 'Aun bin Abu Juhaifah dari ayahnya dari Rasulullah , beliau bersabda:

مَنْ رَآنِي فِي الْمَنَامِ فَكَأَنَّمَا رَآنِي فِي الْيَقَظَةِ إِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يَتَمَثَّلَ بِي

"Barang siapa melihatku di dalam mimpi, maka seakan-akan dia telah melihatku dalam keadaan sadar(terjaga), sesungguhnya syetan tidak dapat menyerupai diriku."

( Di Shahihkan oleh Ibnu Hibbaan dan Syeikh al-Albaani).

Riwayat Keempat:

Riwayat Imam Muslim, Imam Ahmad, Turmudzi, Ibnu Majah dan ad-Daarimi dari ABU HURAIRAH radhiyallahu ‘anhu bahwa Rosulullah  bersabda:

مَنْ رَآنِى فِى الْمَنَامِ فَقَدْ رَآنِى فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لاَ يَتَمَثَّلُ بِى

“Barang siapa melihatku dalam mimpi, maka dia benar-benar telah melihatku. Sesungguhnya setan tidak dapat menjelma sepertiku.”

Riwayat Kelima:

Riwayat Bukhori dan Muslim dari Abu Hurairah, berkata, "Aku mendengar Nabi  bersabda:

سَمُّوا باسْمِي ولا تَكْتَنُوا بكُنْيَتِي، ومَن رَآنِي في المَنامِ فقَدْ رَآنِي، فإنَّ الشَّيْطانَ لا يَتَمَثَّلُ في صُورَتِي، ومَن كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ.

"Berikanlah nama dengan namaku dan jangan dengan julukanku. Karena barangsiapa melihatku dalam mimpinya sungguh dia benar-benar telah melihatku, karena setan tidak sanggup menyerupai bentukku. Dan barangsiapa berdusta terhadapku, maka hendaklah ia persiapkan tempat duduknya dalam neraka."

(HR. Bukhori no. 107, 5729, 6197 dan Muslim no. 2134 dengan lafadz yang ringkas).

Riwayat Keenam:

Riwayat Ibnu Hibban dalam Shahihnya no. 6052, dari hadits ABU HURAIRAH radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rosululullah  bersabda:

مَن رآني في المنامِ فقد رأى الحقَّ إنَّ الشَّيطانَ لا يتشبَّهُ بي

“Siapa pun yang melihatku dalam mimpi maka dia telah melihat yang haq, karena sesungguhnya syeitan itu tidak bisa menyerupakan dirinya seperti ku”.

Riwayat Ketujuh:

Hadits Muttafaq ‘Alaihi( HR. Bukhori dan Muslim) dari ANAS BIN MALIK radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Nabi  besabda:

مَنْ رَآنِى فِى الْمَنَامِ فَقَدْ رَآنِى فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لاَ يَتَمَثَّلُ بِى

“Siapa pun yang melihatku dalam mimpi, maka dia telah melihatku, karena Setan tidak menyerupai aku”.

Riwayat Kedelapan:

Dalam al-Bukhari dari hadits Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu dia berkata: Nabi  bersabda:

مَن رَآنِي فِي المَنَامِ فَقَدْ رَأَى الحَقَّ

“Siapa pun yang melihatku dalam mimpi maka dia telah melihat yang haq”.

Riwayat Kesembilan:

Dalam shahih Bukhory no. 6997 dari hadits Abu Sa’id al-Khudry radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rosulullah  bersbda:

مَن رَآنِي فقَدْ رَأَى الحَقَّ، فإنَّ الشَّيْطانَ لا يَتَكَوَّنُنِي

“Siapa pun yang melihatku dalam mimpi maka dia telah melihat yang haq, karena sesungguhnya syeitan itu tidak bisa berbentuk seperti ku“.

Riwayat Kesepuluh:

Hadits Riwayat Imam Muslim, Ahmad, Ibnu Majah no. 3892 dan dari Jabir bin Abdullah dari Rasulullah  bahwa beliau bersabda:

مَنْ رَآنِي فِي الْمَنَامِ فَقَدْ رَآنِي إِنَّهُ لَا يَنْبَغِي لِلشَّيْطَانِ أَنْ يَتَمَثَّلَ فِي صُورَتِي

“Barangsiapa bermimpi melihatku, sungguh dia telah melihatku, karena sesungguhnya syetan tidak di perkenankan untuk menyerupai bentuk diriku.”

Dalam riwayat Muslim lafadznya:

مَنْ رَآنِي فِي الْمَنَام فَقَدْ رَآنِي فَإِنَّهُ لَا يَنْبَغِي لِلشَّيْطَانِ أَنْ يَتَشَبَّه بِي

"Barangsiapa bermimpi melihatku, sungguh dia telah melihatku, karena sesungguhnya syetan tidak di perkenankan untuk menyerupai ku."

Riwayat Kesebelas:

Hadits Riwayat Imam Ahmad no. 3378, Turmudzi, Ibnu Majah dan Ad-Daarimi dari ABDULLAH BIN MAS’UD radhiyallahu ‘anhu ia berkata; Rasulullah  bersabda:

مَنْ رَآنِي فِي الْمَنَامِ فَقَدْ رَآنِي فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَنْبَغِي لَهُ أَنْ يَتَمَثَّلَ بِمَثَلِي

"Barang siapa yang melihatku dalam mimpi maka sungguh ia telah melihatku, karena setan tidak dapat merubah diri seperti diriku."

Abu Isa Turmudzi berkata: “Ini Hadits Hasan Shahih”

Dan masih banyak sekali riwayat-riwayat lainnya.

*****

MAKNA DAN TAFSIR HADITS:

Untuk mengetahui makna dan penafsiran hadis tersebut secara luas, di sini akan dikemukakan beberapa pendapat ulama ahli hadis.

====

Menurut Imam al-Nawawi:

“Maksud lafazh: “فَسَيَرَانِي فِي اليَقَظَةِ” (Maka dia akan melihat aku saat terjaga) mengandung tiga pengertian, yaitu:

Pengertian Pertama:

Bagi orang-orang yang sezaman dengan Nabi Muhammad . namun tidak sempat berhijrah, lalu orang tersebut bermimpi melihat Nabi Muhammad . maka Allah akan memberikan taufiq-Nya kepada mereka sehingga bisa bertemu Nabi Muhammad .;

Pengertian Kedua:

Akan bertemu Nabi Muhammad . di akhirat sebagai pembenaran mimpinya, karena di akhirat setiap umat Nabi Muhammad . baik yang pernah bertemu maupun belu, akan mengalami pertemuan langsung dengan beliau;

Pengertian Ketiga:

Melihat Nabi di akhirat secara dekat dan mendapat syafa’atnya.( Baca: Shahîh Muslim bi Syarh al-Nawâwî (Cet. Dâr Ihyâ’ al-Turâtsal-‘Arabi, Beirut,1392 H) 15/ 26.).

====

Al- Hafiz Ibnu hajar menyatakan dalam kitabnya Fathul Baari 12/385 
(Cet. Dâr al-Ma’rifah, Beirut, 1379 H):

Bahwa hadits ini diriwayatkan dalam tiga lafadz:

فَسَيَرانِي في اليَقَظَةِ

“Maka dia akan melihat aku saat terjaga “

فَكَأَنَّمَا رَآنِي فِي اليَقَظَةِ

“Maka seolah-olah dia melihat aku dalam keadaan terjaga “.

فَقَدْ رَآنِي فِي اليَقَظَةِ

“Maka sungguh dia telah melihat aku dalam keadaan terjaga “.

Lalu al-Haafidz menyebutkan bahwa sebagian besar riwayat seperti lafadz yang ketiga kecuali dalam hadits yang terdapat lafadz “اليقظة” / dalam keadaan jaga.

Setelah Al-Hafidh Ibnu Hajar menjelaskannya secara panjang lebar dlm kitabnya al-Fath, lalu beliau menyimpulkan bahwa ulama tentang masalah ini terdapat enam pendapat:

أحَدُهَا: أَنَّهُ عَلَى التَّشْبِيهِ وَالتَّمْثِيلِ، وَدَلَّ عَلَيْهِ قَوْلُهُ فِي الرَّوَايَةِ الْأُخْرَى "فَكَأَنَّمَا رَآنِي فِي اليَقَظَةِ".

ثَانِيَهَا: أَنَّ مَعْنَاهَا: سَيَرَى فِي الْيَقَظَةِ تَأْوِيلُهَا بِطَرِيقِ الْحَقِيقَةِ أَوْ التَّعْبِيرِ.

ثَالِثُهَا: أَنَّهُ خَاصٌّ بِأَهْلِ عَصْرِهِ مِمَّنْ آمَنَ بِهِ قَبْلَ أَنْ يَرَاهُ.

رَابِعُهَا: أَنَّهُ يَرَاهُ فِي الْمِرْآَةِ الَّتِي كَانَتْ لَهُ إنْ أَمْكَنَهُ ذَلِكَ، وَهَذَا مِنْ أَبْعَدِ الْمَحَامِلِ كَمَا قَالَ الْحَافِظُ.

خَامِسُهَا: أَنَّهُ يَرَاهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِمَزِيدِ خُصُوصِيَّتِهِ لَا مُطْلَقَ مَنْ يَرَاهُ حِينَئِذٍ مِمَّنْ لَمْ يَرَهُ فِي الْمَنَامِ.

سَادِسُهَا: أَنَّهُ يَرَاهُ فِي الدُّنْيَا حَقِيقَةً وَيُخَاطِبُهُ.

Pendapat pertama: bahwa Hadis tersebut harus dipahami secara perumpamaan(تشبيه) dan permisalan saja( تمثيل). Pendapat ini diperkuat dengan perkataan “فكأنما رآني في اليقظة “/ "Seolah-olah dia melihatku saat terjaga."

Kedua: bahwa maknanya: dia akan melihat kebenaran dalam keadaan jaga. Takwilnya baik secara nyata maupun hanya ta’biir saja.

Ketiga: Ini khusus terjadi untuk orang-orang yang hidup pada masa Nabi  yang beriman kepada Nabi  sebelum dia melihatnya.

Keempat: Bahwa dia melihatnya di cermin yang dulunya adalah milik beliau , jika memungkinnya. Dan ini adalah penafsiran yang sangat jauh, seperti yang dikatakan Al- Hafiz Ibnu Hajar.

Kelima: Dia akan melihat beliau  pada Hari Kiamat sebagai tambahan keistimewaan untuknya, yang mana pada saat itu tidak semua orang bisa melihat beliau  kecuali orang-orang yang telah melihatnya dalam mimpi.

Keenam: bahwa dia melihat Nabi  di dunia secara nyata dan berbincang-bincang dengannya. Namun pendapat ini masih diperdebatkan.

Dan Al-Haafidz Ibnu Hajar dlm kitabnya “فَتْحُ البَارِي” (12/385) menyebutkan:

أَنَّ ابْنَ أَبِي جَمْرَةَ نَقَلَ عَنْ جَمَاعَةٍ مِنَ الْمُتَصَوِّفَةِ أَنَّهُمْ رَأَوْا النَّبِيَّ فِي الْمُنَامِ ثُمَّ رَأَوْهُ بَعْدَ ذَلِكَ فِي الْيَقَظَةِ وَسَأَلُوهُ عَنْ أَشْيَاءَ كَانُوا مِنْهَا مَتَخَوِّفِينَ فَأَرْشَدَهُمْ إِلَى طَرِيقٍ تَفْرِيجِهَا فَجَاءَ الْأَمْرُ كَذَلِكَ، ثُمَّ تَعَقَّبَ الْحَافِظُ ذَلِكَ بِقَوْلِهِ: "قُلْتُ: وَهَذَا مُشْكِلٌ جِدًّا وَلَوْ حُمِلَ عَلَى ظَاهِرِهِ لَكَانَ هُؤُلَاءَ صَحَابَةً وَلِأَمْكَنَ بَقَاءَ الصَّحَبَةِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَيَعْكُرُ عَلَيْهِ أَنَّ جَمْعًا جَمًّا رَأَوْهُ فِي الْمُنَامِ ثُمَّ لَمْ يُذْكَرْ وَاحِدٌ مِنْهُمْ أَنَّهُ رَأَهُ فِي الْيَقَظَةِ وَخَبَرُ الصَّادِقِ لَا يَتَخَلَّفُ".

Bahwa Ibnu Abi Jamraoh menukil dari jamaah orang-orang shufi bahwasanya mereka pernah melihat Nabi  dalam mimpi lalu merekapun melihatnya setelah itu dalam keadaan jaga. Lalu mereka bertanya kepada Nabi  tentang perkara-perkara yang mereka khawatirkan, maka Nabipun memberikan arahan kepada jalan keluarnya, lalu datanglah jalan keluar tersebut seperti yang beliau arahkan.

Lalu al-Hafidz Ibnu mengkritiknya dengan perkataannya:

Aku (yakni: Ibnu Hajar) berkata: Ini merupakan perkara yang sangat menimbulkan problem. Kalau nukilan ini dibawakan kepada makna dzohirnya maka para orang-orang sholeh tersebut tentunya adalah para sahabat Nabi, dan akhirnya kemungkinan menjadi sahabat Nabi akan terus terbuka hingga hari kiamat. Dan yang merusak makna dzohir ini bahwasanya ada banyak orang yang telah melihat Nabi dalam mimpi lalu tidak seorangpun dari mereka menyebutkan bahwa ia telah melihat Nabi dalam kondisi terjaga. Dan pengkhabaran orang jujur tidak akan berbeda-beda ”.(Baca “فَتْحُ البَارِي ” 12/385).


=====

Al-Imam Abu al-‘Abbaas Al- Qurthubi

Al-Imam Abu al-‘Abbaas Al- Qurthubi mengingkari pendapat yang ke enam, beliau berkata:

وَهَذَا قَوْلٌ يُدْرَكُ فَسَادُهُ بِأَوَائِلِ الْعُقُولِ، وَيَلْزَمُ عَلَيْهِ أَلَّا يَرَاهُ أَحَدٌ إلَّا عَلَى صُورَتِهِ الَّتِي مَاتَ عَلَيْهَا، وَأَنَّ لَا يَرَاهُ رَائِيَانِ فِي آنٍ وَاحِدٍ فِي مَكَانَيْنِ، وَأَنْ يَحْيَا الْآنَ، وَيَخْرُجَ مِنْ قَبْرِهِ، وَيَمْشِيَ فِي الْأَسْوَاقِ، وَيَخَاطِبَ النَّاسَ وَيَخَاطِبُوهُ، وَيَلْزَمُ مِنْ ذَلِكَ أَنْ يَخْلُوَ قَبْرُهُ مِنْ جَسَدِهِ، فَلَا يَبْقَى فِي قَبْرِهِ مِنْهُ شَيْءٌ، فَيُزَارُ مُجَرَّدُ الْقَبْرِ، وَيُسَلِّمُ عَلَى غَائِبٍ، لِأَنَّهُ جَائِزٌ أَنْ يَرَى فِي اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ مَعَ اتِّصَالِ الْأَوْقَاتِ عَلَى حَقِيقَتِهِ فِي غَيْرِ قَبْرِهِ. وَهَذِهِ جُهَالَاتٌ لَا يَلْتَزِمُ بِهَا مَنْ لَهُ أَدْنَى مَسْكَةٍ مِنْ عَقْلٍ. وَمَلْتَزِمٌ شَيْءٌ مِنْ ذَلِكَ مَخْتَلٌ مَخْبُولٌ. انْتَهَى

Ini adalah perkataan yang benar-benar nyata rusaknya sejak awal akal pikiran.

Dan itu berarti mengharuskan atas perkataannya itu bahwa seseorang tidak akan bisa melihat Nabi  kecuali dalam rupa beliau  yang terakhir menjelang wafatnya.

Dan atas perkataanya itu maka memungkinkan untuk dua orang bisa melihat Nabi  dalam waktu yang bersamaan di dua tempat yang jauh berbeda.

Dan atas perkataannya itu mengharuskan Nabi  untuk hidup kembali sekarang ini, keluar dari kuburannya, berjalan di pasar-pasar, dan berbicara dengan orang-orang, dan orang-orang pun mengajak bicara dengannya, dan kuburannya harus kosong dari tubuhnya, jadi tidak ada yang tersisa di dalam kuburannya, maka ketika kuburannya di ziarahi hanya kuburan saja tanpa jasad Nabi , dan mengucapkan salamnya itu kepada orang yang tidak hadir, karena dia beranggapan bahwa dirinya bisa melihat Nabi  siang dan malam dalam waktu-waktu yang terus menerus berkesinambungan secaranya nyata dan hakiki di luar kuburannya.

Ini adalah kebodohan-kebodohan yang tidak layak dipatuhi oleh orang yang memiliki pegangan meskipun dia orang yang paling lemah akalnya. Dan orang yang serius mengamalkan dengan sesuatu dari itu maka dia itu cacat akalnya dan gila( Selesai).

9Baca: “المُفْهِمُ لِمَا أَشْكَلَ مِنْ تَلْخِيصِ كِتَابِ مُسْلِمٍ. ” 6/22-23]

====

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata:

"وَكُلُّ مَنْ قَالَ إِنَّهُ رَأَى نَبِيًّا بِعَيْنِ رَأْسِهِ، فَمَا رَأَى إِلَّا خَيَالًا"

“Setiap orang yang berkata bahwa dirinya melihat Nabi  dengan kasat mata nya( yakni setelah beliau  wafat), maka apa yang dia lihat itu tiada lain kecuali khayalan belaka “.

( Baca: “الْفَرْقَانُ بَيْنَ أَوْلِيَاءِ الرَّحْمَـٰنِ وَأَوْلِيَاءِ الشَّيْطَانِ” hal. 174).

Sebagian para ulama jelas-jelas mengatakan akan adanya Ijma para ulama bahwa Nabi  tidak kembali lagi ke dunia. Imam Muhammad bin Hazem dlm kitabnya “مراتب الإجماع” hal. 176 mengatakan:

"وَاتَّفَقُوا أَنَّ مُحَمَّدًا عَلَيْهِ السَّلَامُ وَجَمِيعُ أَصْحَابِهِ لَا يَرْجِعُونَ إِلَى الدُّنْيَا إِلَّا حِينَ يُبْعَثُونَ مَعَ جَمِيعِ النَّاسِ".

“Dan telah sepakat bahwa Muhammad  dan semua para sahabatnya tidak akan kembali ke dunia, kecuali saat di bangkitkannnya bersama seluruh umat manusia “.

=====

Al-Imam Ibnu al-Jauzy

Al-Imam Ibnu al-Jauzy dlm kitabnya “صيد الخاطر” hal. 442 berkata:

"مَنْ ظَنَّ أَنَّ جَسَدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَوْضُوعَ فِي الْمَدِينَةِ خَرَجَ مِنَ الْقَبْرِ، وَحَضَرَ فِي الْمَكَانِ الَّذِي رَآهُ فِيهِ؛ فَهَذَا جَهْلٌ لَا جَهْلَ يُشَبِّهُهُ."

“Barangsiapa orangnya yang menyangka bahwa jasad Rasulullah  yang dikuburkan di Madinah itu keluar dari kuburnya, lalu Beliau  datang hadir ditempat di mana orang itu melihatnya, maka orang yang seperti ini adalah bodoh. Dan tidak ada kebodohan lain yang menyerupai kebodohan ini “.

=====

Al-Qodhi Abu Bakr Ibnu al-'Araby

Dalam kitab “شَرْحُ الزُّرْقَانِيِّ عَلَى الْمَوَاهِبِ اللُّدْنِيَّةِ بِالْمَنْحِ الْمُحَمَّدِيَّةِ“ di katakan:

"وَقَالَ الْقَاضِي أَبُو بَكْرِ بْنُ الْعَرَبِيِّ: وَشَذَّ بَعْضُ الصَّالِحِينَ فَزَعَمَ أَنَّهَا (رُؤْيَةُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدَ مَوْتِهِ) تَقَعُّ بِعَيْنَيْ الرَّأْسِ حَقِيقَةً".

“Dan al-Qoodli Abu Bakar bin al-‘Araby telah berkata: Sebagian orang-orang sholeh telah melenceng, karena mengira bahwa melihat Nabi  setelah wafatnya itu bisa dengan kedua matanya secara nyata “. [ Lihat “فَتْحُ البَارِي” (12/383)]

******

FAIDAH MELIHAT NABI ﷺ DALAM MIMPI 

Salah satu faidah-faidah melihat Nabi  dalam mimpi, al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan:

"وَمِنْ فَوَائِدِ رُؤْيَتِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَسْكِينُ شَوْقِ الرَّائِي لِكَوْنِهِ صَادِقًا فِي مُحَبَّتِهِ لِيَعْمَلَ عَلَى مُشَاهَدَتِهِ، وَإِلَى ذَلِكَ الْإِشَارَةُ بِقَوْلِهِ: (فَسَيَرَانِي فِي الْيَقْظَةِ) أَيْ: مَنْ رَآنِي رُؤْيَةَ مُعَظِّمٍ لِحُرْمَتِي وَمُشْتَاقٍ إِلَى مُشَاهَدَتِي، وَصَلَّ إِلَى رُؤْيَةِ مَحْبُوبِهِ وَظَفَرَ بِكُلِّ مَطْلُوبِهِ."

“Di antara manfaat mimpi melihat Beliau  adalah menenangkan kerinduan orang yang mimpi melihatnya karena dia telah betul-betul tulus dalam cintanya dan senantiasa berjuang agar bisa menyaksikannya.

Oleh karena itu beliau  mengisyaratkan dalam sabdanya: “Maka dia akan melihatku dalam keadaan jaga “yakni: siapa pun yang mimpi melihat aku dengan penglihatan penuh rasa pengagungan terahadap kemuliaanku dan penglihatan yang dipeanuhi rasa rindu untuk menyaksikanku, maka dia akan meraih untuk bisa melihat kekasihnya dan memenangkan semua yang dia inginkan”.

( Lihat “فَتْحُ البَارِي” 12/385)

Adapun hadits:

”مَنْ رآنِي فَقَدْ حُرِّمَتْ عَلَيْه النَّارُ“

“Barang siapa yang melihatku maka sungguh telah di haramkan terhadapnya api Neraka “Maka Syeikh Bin Baaz Berkata:

” لَا أَصْلَ لَهُ وَلَيْسَ بِصَحِيحٍ “

“Tidak ada sumber asalnya dan tidak shahih”

Baca : (“مَجْمُوعُ فَتَاوَى وَمَقَالَاتِ الشَّيْخِ ابْنِ بَاز) 4/445 .

 

 

Posting Komentar

0 Komentar