Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

SEMBARANGAN MENGHUKUMI SUNNAH BID’AH HALAL HARAM


Di Tulis oleh Abu Haitsam Fakhry

KAJIAN NIDA AL-ISLAM

بسم الله الرحمن الرحيم

Sembarangan dalam menentukan hukum sangat beresiko bagi dirinya dan bagi umat Islam pada umumnya. Dari Sa’d ibn Abu Waqash: Bahwa Nabi SAW beliau berkata:

إِنَّ أَعْظَمَ المُسْلِمِينَ جُرْمًا، مَنْ سَأَلَ عَنْ شَيْءٍ لَمْ يُحَرَّمْ، فَحُرِّمَ مِنْ أَجْلِ مَسْأَلَتِهِ

Sesungguhnya (seseorang dari) kaum Muslim yang paling besar dosanya adalah yang bertanya tentang sesuatu yang tidak diharamkan, lantas hal tersebut diharamkan karena pertanyaannya. (HR. Bukhory no. 6745)

Para Ulama yang suka sembarangan dalam memvonis hukum Haram atau Halal, Sunnah dan Bida’h pada hakikatnya mereka itu telah mendakwakan dirinya sebagai berikut:

Pertama: mendakwakan dirinya sebagi Rabb / Tuhan selain Allah SWT.

Yang demikian itu adalah kebiasaan orang-orang Yahudi dan Nasrani dahulu dan sekarang, dalam firmanNya Allah SWT menjelaskan:

 اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا لا إِلَهَ إِلا هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ .

Artinya: "Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan tuhan selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putra Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan". (QS. At-Taubah: 31).

Sahabat Adiy bin Hatim RA saat mendengar ayat ini berkata: "Wahai Rosulullah mereka tidak menyembahnya?", lalu Rosulullah SAW menjawab:

« بَلَى، إنَّهُمْ أَحَلُّوا لَهُمُ الْحَرَامَ وحَرَّمُوا عَلَيْهِمُ الْحَلالَ، فَاتَّبَعُوهُمْ، فَذَلِكَ عِبَادَتُهُمْ إِيَّاهُمْ».

"Benar, sesungguhnya mereka telah menghalalkan untuk mereka yang haram, dan mengharamkan untuk mereka yang halal, kemudian mereka mengikutinya (mengamalkannya), maka yang demikian itu adalah bentuk penyembahan mereka kepada nya". (HR. Ahmad dan Turmudzi no. 3095. Dihasankan oleh Syeikh Al-Bani).

Kedua: Sebagi Sekutu Allah SWT:

Allah SWT berfirman:

 أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ وَلَوْلا كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ .

Artinya: "Apakah mereka mempunyai sekutu-sekutu selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang lalim itu akan memperoleh azab yang amat pedih. (QS. Asy-Syuro: 21).

Ayat diatas dengan jelas dan gamblang bahwa orang-orang yang beragama dengan cara mengamalkan syariat ciptaan manusia, berarti mereka telah menjadikannya sebagai sekutu dan sesembahan selain Allah SWT.

Rosulullah SAW sendiri sebagai pimpinan para nabi dan rosul sama sekali tidak berhak untuk menciptakan satu syariatpun kecuali harus ada wahyu dari Allah SWT. Bahkan Allah SWT mengancam Nabi SAW jika berani coba-coba menciptakan sebuah syariat tanpa seizinNya:

 وَلَوْ تَقَوَّلَ عَلَيْنَا بَعْضَ الأقَاوِيلِ. لأخَذْنَا مِنْهُ بِالْيَمِينِ. ثُمَّ لَقَطَعْنَا مِنْهُ الْوَتِينَ. فَمَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ عَنْهُ حَاجِزِينَ .

Artinya: "Seandainya dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian perkataan atas (nama) Kami, Niscaya benar-benar kami pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya. Maka sekali-kali tidak ada seorang pun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami), dari pemotongan urat nadi itu". (QS. Al-Haaqoh: 44-47).

LALU BAGAIMANA JIKA SEORANG MUJTAHID HENDAK BERIJTIHAD?

Diantara yang harus diperhatikan bagi seorang ulama mujtahid dalam menentukan sebuah hukum Sunnah dan Bid’ah yaitu harus bisa membedakan antara amalan yang masuk dalam katagori Ibadah atau taqoorrub dan antara amalan yang masuk katagori non ibadah, seperti Muamalah dan adat kebiasan.

Terutama harus faham betul dalam membedakan antara IBADAH MURNI (عبادة محضة) dengan ADAT KEBIASAAN.

Asy-Syathibi mengatakan:

إنَّ العَادِيَاتِ مِنْ حَيْثُ هِيَ عاديةٌ لا بِدْعَةَ فيها، ومِنْ حَيْثُ يُتعبَّد بها أو تُوْضَع وضْعَ التعبُّد تَدْخُلها البِدْعةُ.

"Dan sungguh adat istiadat dari sisi ia adat, tidak ada bid’ah di dalamnya. Tapi dari sisi ia dijadikan/diposisikan sebagai ibadah, bisa ada bid’ah di dalamnya."(Lihat: Al-I’tisham, 2/98)

Dalam qaidah lain di katakan:

"الأَصْلُ فِي العَادَاتِ الإِبَاحَةُ مَا لَمْ يُوجَدْ مَانِعٌ"

"Hukum Asal dalam adat kebiasaan adalah Ibahah (boleh) selama tidak ada dalil yang melarang ".

Yang di maksud dengan "العَادَاتِ "di sini adalah:

"مَا لاَ يَتَقَرَّبُ بِه الإنْسَانُ ، ويَتَعَبَّدُ بِه".

"Apa saja yang tidak dijadikan oleh manusia sebagai amalan untuk mendekatkan diri kepada sesuatu. Dan tidak pula dijadikan untuk beribadah dengannya kepada sesuatu tsb ".

Dan yang di maksud dengan "الإباحة"di sini:

الإذْنُ فِي فِعْلِ الشَّيْءِ، وَفِي تَرْكِهِ

Artinya: "Boleh untuk melakukan sesuatu dan boleh pula untuk meninggalkannya’.

Dalil-dalil Qaidah ini banyak sekali, diantaranya adalah sbb:

Dalil ke 1:

Firman Allah SWT:

هُوَ ٱلَّذِى خَلَقَ لَكُم مَّا فِى ٱلْأَرْضِ جَمِيعًا

"Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kalian semuanya "(QS. Al-Baqarah: 29)

Dalil ke 2:

Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ وَإِنْ تَسْأَلُوا عَنْهَا حِينَ يُنَزَّلُ الْقُرْآنُ تُبْدَ لَكُمْ عَفَا اللَّهُ عَنْهَا وَاللَّهُ غَفُورٌ حَلِيمٌ


Artinya, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya menyusahkan kamu. Jika kamu bertanya di waktu Al-Qur'an itu sedang diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu. Allah memaafkanmu tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun,"(Al-Maidah ayat 101).

Ayat ini mengingatkan kepada kita agar tidak mempertanyakan semua hal. Tidak mesti juga semua masalah itu kita ketahui. Malah terkadang jawaban-jawaban agama atas masalah-masalah itu mempersulit gerak kita.

Kadang ada sesuatu yang hukum Asal nya adalah halal, akan tetapi setelah muncul pertanyaan tentang hal itu maka lahirlah hukum haram. Rosulullah SAW memperingatkan terhadap orang yang menyebabkan terjadinya perubahan hukum dari yang asalnya halal menjadi haram.

Dalil ke 3:

Dari Sa’d ibn Abu Waqash: Bahwa Nabi SAW beliau berkata:

إِنَّ أَعْظَمَ المُسْلِمِينَ جُرْمًا، مَنْ سَأَلَ عَنْ شَيْءٍ لَمْ يُحَرَّمْ، فَحُرِّمَ مِنْ أَجْلِ مَسْأَلَتِهِ

Sesungguhnya (seseorang dari) kaum Muslim yang paling besar dosanya adalah yang bertanya tentang sesuatu yang tidak diharamkan, lantas hal tersebut diharamkan karena pertanyaannya. (HR. Bukhory no. 6745)

Dalil ke 4:

Dari Salman Al-Farisi dia berkata:

«سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ السَّمْنِ وَالْجُبْنِ وَالْفِرَاءِ قَالَ الْحَلَالُ مَا أَحَلَّ اللَّهُ فِي كِتَابِهِ وَالْحَرَامُ مَا حَرَّمَ اللَّهُ فِي كِتَابِهِ وَمَا سَكَتَ عَنْهُ فَهُوَ مِمَّا عَفَا عَنْهُ»

"Rasulullah SAW ditanya tentang minyak samin dan keju serta bulu binatang, beliau SAW menjawab: "Yang halal adalah apa yang dihalalkan oleh Allah di dalam kitab-Nya, dan yang haram adalah apa yang diharamkan oleh Allah di dalam kitab-Nya, dan apa yang Dia diamkan adalah sesuatu yang Dia maafkan."(HR. Ibnu Majah No. 3358, Turmudzi no. 1648 dan al-Hakim 4/115)

Abu ath-Thayyib Muhammad Shiddiq Khaan dlm kitabnya "الروضة الندية شرح الدرر البهية"2/180 berkata:
وفي إسناد ابن ماجه سيف بن هرون البرجمي وهو ضعيف

"Di dalam sanad Ibnu Majah terdapat Saef bin Harun al-Barmaji, dia itu dhaif ".
Penulis katakan: "Namun Saef ini dianggap Tsiqoh oleh Abu Na’iim. Dan Haditsnya di shahihkan oleh Imam ath-Thobari dalam "التهذيب". Dan Imam Bukhori berkata: "مقارب الحديث yakni: mendekati haditsnya manusia pada umumnya ". (Lihat di footnote "الروضة الندية شرح الدرر البهية"2/180)

Imam as-Sakhowi berkata tentang makna perkataan Bukhori "مقارب الحديث ":

معناها يقارب الناس في حديثه أي ليس حديث بشاذ ولا منكر

Maknanya: mendekati manusia pada umumnya dalam haditsnya, yakni tidak syadz dan tidak mungkar.

Sementara Ibnu Jama’ah mengatakan: 

وأنه يكتب حديثه ولا يحتمل تفرده

"Yakni haditsnya boleh diambil / ditulis dan tidak ada kemungkinan dia meriwayatkannya sendirian ".

Dan Syeikh al-Albaani berkata dlam "تخريج مشكاة المصابيح"no. 4156:

صحيح موقوفاً ويمكن تحسينه بشاهده مرفوعاً

"Shahih Mauquuf, dan mungkin secara marfu dihukumi Hasan dengan syahid-syahidnya ".

Dalil ke 5:

Dari Abi Tsa’labah Jurtsum ibn Nasyir al-Khusyanii RA, dari Rasulullah SAW, Beliau bersabda:

"إنَّ اللَّهَ تَعَالَى فَرَضَ فَرَائِضَ فَلَا تُضَيِّعُوهَا، وَحَدَّ حُدُودًا فَلَا تَعْتَدُوهَا، وَحَرَّمَ أَشْيَاءَ فَلَا تَنْتَهِكُوهَا، وَسَكَتَ عَنْ أَشْيَاءَ رَحْمَةً لَكُمْ غَيْرَ نِسْيَانٍ فَلَا تَبْحَثُوا عَنْهَا"

"Allah Subhanah telah menetapkan sejumlah kewajiban, maka janganlah kalian sia-siakan. Allah telah menetapkan batasan-batasan haram, maka jangan kalian melampaui batasnya. Allah mengharamkan beberapa perkara, maka janganlah kalian melanggarnya.
Dan Allah mendiamkan beberapa hal sebagai rahmat dan kasih sayang bagi kalian, bukan karena lupa- maka jangan kalian cari-cari Tentang hukumnya."

(HR. Ad-Daaruquthni 4/184 daan lainnya. Di Hasankan oleh Imam Nawawi dalam Riyadlush Sholihin (574) dan Arba’in an-Nawaawiyah. Dan dishahihkan oleh Ibnu Katsir dalam Tafsirnya ketika mentafsiri surat al-Maidah ayat 101).

Dalam lafadz lain:

إِنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَشْيَاء فَامْتَثِلُوهَا وَنَهَاكُمْ عَنْ أَشْيَاء فَاجْتَنِبُوهَا وَسَكَتَ لَكُمْ عَنْ أَشْيَاء رَحْمَةً مِنْهُ فَلَا تَسْأَلُوا عَنْهَا

‘Sesungguhnya Allah memerintahkan kepada kalian semua beberapa perkara, maka lakukanlah ia. Dan Dia melarang kalian semua beberapa perkara, maka jauhilah ia. Dan Dia mendiamkan [tentang hukum] beberapa perkara disebabkan sifat rahmat dari-Nya, maka janganlah kalian mempertanyakan tentang perkara-perkara tsb.’ (Hasyiah As-Sindi ‘Ala Sunan Ibn Majah "باب أكل الجبن والسمن"[4/56])

Dalil ke 6:

Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah SAW telah berkhutbah kepada kami yang isinya:

»أيُّهَا النَّاسُ، قَدْ فَرَضَ اللهُ عَلَيْكُم الحَجَّ فَحُجُّوا» فَقَالَ رَجُلٌ: أكُلَّ عَامٍ يَا رَسولَ اللهِ؟ فَسَكَتَ، حَتَّى قَالَهَا ثَلاثًا. فَقَالَ رسولُ الله - صلى الله عليه وسلم: «لَوْ قُلْتُ نَعَمْ لَوَجَبَتْ، وَلَمَا اسْتَطَعْتُمْ» ثُمَّ قَالَ: «ذَرُوني مَا تَرَكْتُكُمْ؛ فَإنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِكَثْرَةِ سُؤالِهِمْ، وَاخْتِلاَفِهِمْ عَلَى أنْبِيَائِهِمْ، فَإذَا أمَرْتُكُمْ بِشَيءٍ فَأتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، وَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَن شَيْءٍ فَدَعُوهُ«

"Wahai manusia, Allah telah mewajibkan haji kepada kalian, maka laksanakanlah!".

Seseorang berkata: apakah dilakukan setiap tahun wahai Rasulullah?,

Lalu beliau terdiam, sampai orang tadi mengulangi pertanyaannya sebanyak tiga kali.

Lalu Rasulullah SAW bersabda: "Seandainya aku mengatakan ya, maka akan diwajibkan setiap tahun, dan kalian tidak akan mampu melaksanakannya".

Lalu beliau menlanjutkan:

"Kalian Biarkanlah (Diamlah) terhadap apa yang tidak aku perintahkan!; karena BINASANYA UMAT TERDAHULU sebelum kalian, disebabkan mereka BANYAK BERTANYA, dan menyelisihi para Nabi mereka. Apabila aku perintahkan kepada kalian tentang sesuatu maka kerjakanlah sesuai kemampuan kalian, dan apabila aku melarang kalian dengan sesuatu maka tinggalkanlah". (HR. Muslim 1337)

Dalil ke 7:

Dari Abu Hurairah RA ia berkata: Aku mendengar Rasulullah bersabda:

مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوهُ، وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلَافُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ".

Artinya: "Apa yang aku larang hendaklah kalian menghindarinya dan apa yang aku perintahkan maka hendaklah kalian laksanakan semampu kalian. Sesungguhnya kehancuran orang-orang sebelum kalian adalah karena banyaknya pertanyaan mereka (yang tidak berguna) dan penentangan mereka terhadap nabi-nabi mereka. (Bukhari no. 7288, Muslim no. 1337)

Dalil ke 8:

Abdur Razzaq dalam kitab Mushonnaf nya [4/231 no. 7608] meriwayatkan:

عن بن عيينة عن إسماعيل بن أبي خالد عن حكيم بن جابر قال: جاء بلال إلى النبي صلى الله عليه وسلم والنبي صلى الله عليه وسلم يتسحر، فقال: الصلاة يا رسول الله، قال: فثبت كما هو يأكل، ثم أتاه فقال: الصلاة، وهو حاله، ثم أتاه الثالثة فقال: الصلاة يا رسول الله قد والله أصبحت، فقال النبي صلى الله عليه وسلم: ((يرحم الله بلالاً لولا بلال لرجونا أن يرخَّص لنا حتى تطلع الشمس)).

Dari Ibnu Uyaynah, dari Ismail bin Abi Khaled, dari Hakim bin Jabir, dia berkata:

Bilal datang kepada Nabi SAW dan saat itu Nabi SAW sedang makan sahur. Lalu Bilal berkata: Sholat (Shubuh), wahai Rasulullah!.

Dia berkata: Namun Nabi SAW tidak bergeming, beliau tetap makan sahur seperti semula, lalu dia mendatanginya lagi dan berkata: "Sholaat!". Namun Nabi SAW pun tidak beranjak dan tetap pada kondisi semula. Lalu dia mendatangi Nabi SAW yang ketiga kalinya dan berkata: "Sholaat ya Rosulullah! Sungguh Demi Allah Engkau sudah memasuki waktu shubuh".

Maka Nabi ﷺ bersabda, ‘Semoga Allah merahmati Bilal, seandainya bukan karena Bilal sungguh kami mengharap agar diperbolehkan bagi kami (makan sahur) hingga terbit matahari."

Derajat hadits:

Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam [Al-Fath 4/135]: 

((رواه عبد الرزاق بإسناد رجاله ثقات))

"((HR. Abd al-Razzaq dengan sanad para perawinya tsiqoot / dipercaya)).

AGAMA INI MUDAH:

Allah SWT berfirman:

مَآ أَنزَلْنَا عَلَيْكَ ٱلْقُرْءَانَ لِتَشْقَىٰٓ

"Kami tidak menurunkan Al Quran ini kepadamu agar kamu menjadi susah"(QS. Thoha: 2)

Rasulullah SAW bersabda:

إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ ، وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلاَّ غَلَبَهُ ، فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَأَبْشِرُوا ، وَاسْتَعِينُوا بِالْغَدْوَةِ وَالرَّوْحَةِ وَشَىْءٍ مِنَ الدُّلْجَةِ

"Sesungguhnya agama itu mudah, dan sekali-kali tidaklah seseorang memperberat agama melainkan akan dikalahkan, dan (dalam beramal) hendaklah pertengahan (yaitu tidak melebihi dan tidak mengurangi), bergembiralah kalian, serta "Dan minta bantuanlah dengan - melaksanakan ketaatan - di waktu pagi, sore, dan sebagian malam hari", Yakni: pada waktu-waktu kalian giat dan bersemangat.

Makna sabda beliau SAW

"ولن يشاد الدين أحد إلا غلبه"

Maksudnya, apabila engkau menyusahkan diri dalam beragama, bersikap ektsrim, maka agama akan mengalahkanmu, dan engkau akan binasa. Sebagaimana sabda Nabi SAW:

هلك المتنطعون قالها ثلاثا. رواه مسلم


"Binasahlah orang-orang yang ekstrim (dalam beragama). Beliau mengucapkannya 3 kali."(HR. Muslim)

Dan Nabi SAW bersabda:

يَسِّرَا وَلَا تُعَسِّرَا وَبَشِّرَا وَلَا تُنَفِّرَا وَتَطَاوَعَا وَلاَ تَخْتَلِفَا

"Mudahkanlah, janganlah mempersulit dan membikin manusia lari (dari kebenaran) dan saling membantulah dengan suka rela dan jangan berselisih" [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]

SEMOGA BERMANFAAT!


Posting Komentar

0 Komentar