Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

BENARKAH SALING BERKUNJUNG DAN KUMPUL-KUMPUL BERKENAAN DENGAN HARI RAYA ITU BID’AH SESAT?

BENARKAH SALING BERKUNJUNG DAN KUMPUL-KUMPUL BERKENAAN DENGAN HARI RAYA ITU BID’AH SESAT?

Di Tulis oleh Abu Haitsam Fakhry

KAJIAN NIDA AL-ISLAM

----


-----

DAFTAR :

  • PENDAHULUAN :
  • TANGGAPAN SAYA SEBAGAI PENULIS YANG AWAM :
  • DALIL-DALIL YANG MENGISYARATKAN BOLEH SALING BERKUNJUNG DAN KUMPUL-KUMPUL DI HARI RAYA
  • HUKUM ADAT KEBIASAAN SALING BERKUNJUNG DI HARI RAYA
  • HUKUM MENGUCAPKAN SELAMAT HARI RAYA SEBELUM TIBA HARINYA & SESUDAHNYA
  • HUKUM BERJABATAN TANGAN / BERSALAMAN:
  • HUKUM SALING BERMAAF MAAFAN atau SALING MENGHALALKAN DI HARI RAYA IDUL FITRI:
  • HATI-HATI JANGAN SEMBARANGAN DALAM MENGHUKUMI HALAL DAN HARAM!
  • AGAMA INI MUDAH:

====

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

اَلْحَمْدُ لِلهِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَىٰ رَسُولِ اللهِ وَعَلَىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاهُ. أَمَّا بَعْدُ:

*****

PENDAHULUAN

Ada sebagian para ustadz dan para da’i di Tanah Air khususnya yang mengharamkan beberapa kegiatan yang berkenaan dengan Hari Raya dan menganggapnya Bid’ah Hari Raya. Salah satu diantara mereka ada yang mengatakan dengan lantang dalam ceramahnya yang di share Youtube : 

" Bagi siapa saja yang memperbolehkannya , silahkan datangkan dalilnya ! Dan Ana Tunggu".

Lalu dia berkata :

“Ahlul Bid’ah lebih berbahaya dari pada orang kafir”.

Kegiatan-kegitan yang diharamkan oleh para da'i tersebut diantaranya adalah : Bersilaturrahmi, saling berkunjung, bersalam-salaman, bermaaf-maafan dan Halal bi Halal.

Benarkah itu semua bid’ah yang sesat? Dan diantara mereka - seperti biasanya - ada yang mengatakan:

"Bahwa itu semua adalah Bid’ah MADE in INDONESIA?".






*****

TANGGAPAN SAYA SEBAGAI PENULIS YANG AWAM :

Sebelumnya penulis mohon maaf! Tulisan ini tidak bermaksud menyalahkan fatwa mereka atau mengajak pembaca untuk mengamalkan tulisan saya ini. Tulisan ini hanya sebatas untuk studi banding saja. Penulis sendiri tidak berani mengklaim bahwa apa yang saya tulis ini pasti benar . 

Bismillah

Penulis katakan:

Salah satu hikmah: dari pada disyariatkannya Hari Raya adalah agar terselenggaranya ibadah jama’i setiap tahun dengan melibatkan seluruh komponen kaum muslimin, laki dan perempuan, tua dan muda, orang dewasa dan anak-anak dengan mengumandang takbir sebagi bentuk pengagungan kepada Allah SWT, shalat ied bersama dan mendengarkan khutbah bersama, sampai-sampe mendengarkan khutbah pun tidak disyaratkan.

Hikmah Lainnya: yaitu untuk memberikan kesempatan bagi umat Islam agar mereka bisa bersenang-senang secara jama’i, makan-makan bersama dan suasana gembira yang jarang ditemukan diluar Hari Raya, tentunya dalam batas yang dihalalkan oleh hukum syar’i.

Meskipun demikian hukum syar’i tidak membatasi jenis kegiatan tertentu untuk meng exspresikan rasa gembira dan kebahagiaan mereka. Hal ini bisa kita analisa dan kita fahami dari hadits-hadits dan atsar para sahabat ketika mereka berhari raya.

====

DALIL-DALIL YANG MENGISYARATKAN BOLEH SALING BERKUNJUNG DAN KUMPUL-KUMPUL DI HARI RAYA

Berikut ini dalil-dalil yang mengisyaratkan bahwa kegiatan berhari raya dalam bersenang-senang dan bersukaria itu tidak dibatasi meskipun telah menjadi adat kebiasaan, selama tidak melanggar hukum syar’i:

KLASIFIKASI DALIL PERTAMA: BELI BAJU BARU

Dalil ke1: hadits Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu berkata:

"أَخَذَ عُمَرُ جُبَّةً مِنْ إِسْتَبْرَقٍ تُبَاعُ فِي السُّوقِ فَأَخَذَهَا فَأَتَى بِهَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ابْتَعْ هَذِهِ تَجَمَّلْ بِهَا لِلْعِيدِ وَالْوُفُودِ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:"إِنَّمَا هَذِهِ لِبَاسُ مَنْ لا خَلاقَ لَهُ".

'Umar radhiyallahu ‘anhu membeli sebuah jubah terbuat dari sutera yang dijual di pasar, lalu dia mendatangi Rasulullah , kemudian berkata: 'Wahai Rasulullah, belilah ini dan berhiaslah dengannya untuk Hari Raya dan menyambut tamu.'

Maka Rasulullah  bersabda:"Sesungguhnya ini adalah pakaian orang yang tidak mendapatkan bagian (di hari kiamat)"(HR. Bukhari, no. 948)

Dalam hadits ini Nabi  menyetujui perbuatan Umar radhiyallahu ‘anhu untuk berhias pada hari Raya, akan tetapi yang Beliau  ingkari adalah membeli Jubbah tersebut, karena terbuat dari sutera.

Ibnu Rajab al-Hanbali dlam kitabnya"فتح الباري” 6/67 berkata tentang hadits diatas:

أنَّ الحَديثَ يَدُلُّ على أنَّ التَّجَمُّلَ لِلعِيدِ كانَ أَمرًا مُعتادًا بَينَهُم

"Hadits tersebut menunjukkan bahwa berhias berpenampilan indah pada hari raya itu merupakan hal yang biasa diantara mereka".

Tentunya dengan berdandan dan berpenampilan bagus tersebut salah satu tujuannya untuk silaturrahmi dan kumpul-kumpul .

Dalil ke 2: Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:

كَانَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جُبَّةٌ يَلْبَسُهَا لِلْعِيْدَيْنِ وَيَوْمِ الجُمُعَةِ

"Adalah Nabi  memiliki jubah khusus yang biasa beliau pakai untuk shalat dua Hari Raya dan hari Jumat". ( HR. Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya no. 1765).

Dalil ke 3: Atsar Ibnu ‘Umar:

Al-Baihaqi meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Nafi’:

"أنَّ ابنَ عُمرَ كان يَلبَسُ في العيدينِ أحسنَ ثِيابِه".

"Bahwa Ibnu Umar memakai pakaian yang paling bagus pada Hari Id.

(Diriwayatkan oleh Al-Harits Ibn Abi Usamah seperti dalam ((بغية الباحث)) no. (207) dan Al-Bayhaqi (3/281) (6363) dan lafadz ini baginya.

Ibnu Rajab menshahihkan Sanadnya dalam kitab (Fathul Bari) (6/68), dan al-Bushairi berkata dalam (إتحاف الخيرة المهرة) (2/324):"Para perawinya dapat dipercaya / ثقات".

Sudah barang tentu seseorang yang membeli baju baru yang terbaik tujuannya bukan untuk dipakai dalam ruangan tertutup yang tidak terlihat oleh manusia. Dan bukan pula untuk pergi ke tempat sepi di padang pasir, hutan belantara atau lautan bebas.

KLASIFIKASI DALIL KEDUA: HARI RAYA ADALAH HARI GEMBIRA DAN HIBURAN

Dalil ke 1: hadits Anas bin Malik, dia berkata:

قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ وَلَهُمْ يَوْمَانِ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا هَذَانِ الْيَوْمَانِ؟ قَالُوا: كُنَّا نَلْعَبُ فِيهِمَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ. قَالَ: إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا ؛ يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ النَّحْرِ.

"Rasulullah  datang ke Madinah dan penduduknya memiliki dua hari di mana mereka bermain-main ( bersenang-senang ) di dalam keduanya.

Maka beliau  bertanya : "Apakah dua hari ini?”

Mereka menjawab:"Dahulu kami biasa bermain-main ( bersenang-senang ) di dua hari ini semasa Jahiliyah.”

Lalu Beliau  bersabda:"Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah menggantikannya dengan dua hari yang LEBIH BAIK, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha.”

(HR Ahmad no. 13131 & 12006, Abu Dawud no. 1134, an-Nasaa’i no. 1556 dihukumi shahih oleh al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud, 4/297).

Al-Hafidz Ibnu Hajar dlm Fathul Baari 2/368 berkata:

"وفي النَّسَائِيِّ وابْنِ حِبَّانَ بِإِسْنَادٍ صَحِيحٍ عَن أَنَسٍ...."

"Dan Dalam Sunan an-Nasa’i dan Ibnu Hibban dengan Sanad yang Shahih dari Anas.....".

Dalil ke 2: hadits Aisyah RA

Rosulullah  pernah bersabda kepada Abu Bakar RA:

يَا أَبَا بَكْرٍ إِنَّ لِكُلِّ قَوْمٍ عِيدًا وَهَذَا عِيدُنَا

"Wahai Abu Bakar, setiap kaum memiliki Hari Raya. Dan ini adalah Hari Raya kami (HR. Muslim no. 1479 ).

Lengkapnya sbb : Dari Aisyah RA, ia berkata:

دَخَلَ أَبُو بَكْرٍ وَعِنْدِي جَارِيَتَانِ مِنْ جَوَارِي الْأَنْصَارِ تُغَنِّيَانِ بِمَا تَقَاوَلَتِ الْأَنْصَارُ يَوْمَ بُعَاثَ. قَالَتْ: وَلَيْسَتَا بِمُغَنِّيَتَيْنِ. فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ: أَمَزَامِيرُ الشَّيْطَانِ في بَيْتِ رَسُولِ اللهِ ؟ وَذَلِكَ فِي يَوْمِ عِيدٍ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ r: يَا أَبَا بَكْرٍ، إِنَّ لِكُلِّ قَوْمٍ عِيدًا، وَهَذَا عِيدُنَا

و حَدَّثَنَاه يَحْيَى بْنُ يَحْيَى وَأَبُو كُرَيْبٍ جَمِيعًا عَنْ أَبِي مُعَاوِيَةَ عَنْ هِشَامٍ بِهَذَا الْإِسْنَادِ وَفِيهِ جَارِيَتَانِ تَلْعَبَانِ بِدُفٍّ

"Abu Bakar masuk (ke tempatku) dan di dekatku ada dua anak perempuan dari wanita Anshar sedang bernyanyi tentang apa yang dikatakan orang-orang Anshar pada masa Bu’ats (perang di masa jahiliah antara suku Aus dan Khazraj).”

Aisyah berkata:"Keduanya bukanlah orang berprofesi sebagai penyanyi.” Abu Bakar lalu berkata:"Apakah seruling-seruling setan di rumah Rasulullah !?”

Saat itu sedang hari raya, maka Rasulullah  bersabda:"Wahai Abu Bakar, biarkan mereka (bernyanyi) karena sesungguhnya setiap kaum memiliki hari raya, dan ini adalah hari raya kita.”

Lalu Imam Bukhori berkata: Dan telah menceritakannya kepada kami [Yahya bin Yahya] dan [Abu Kuraib] semuanya dari [Abu Mu'awiyah] dari [Hisyam] dengan isnad ini. Dan di dalamnya dikatakan:"Dua budak wanita yang BERMAIN REBANA".

(HR. Bukhari, Kitab Al-‘Iedain, Bab Sunnatul ‘Iedain li Ahlil Islam no. 909)

Dalam hadits riwayat Bukhari no.944 disebutkan bahwa: dua anak perempuan tersebut memainkan rebana di hari-hari Mina (hari-hari Tasyrik, 3 hari setelah Iedul Adlha ).

KLASIFIKASI DALIL KETIGA : HARI RAYA ADALAH HARI SILATURRAHMI DAN NONTON BARENG.

Diriwayatkan dari Aisyah SAW:

دَخَلَ عَلَىَّ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَعِنْدِي جَارِيَتَانِ تُغَنِّيَانِ بِغِنَاءِ بُعَاثَ، فَاضْطَجَعَ عَلَى الْفِرَاشِ وَحَوَّلَ وَجْهَهُ، وَدَخَلَ أَبُو بَكْرٍ فَانْتَهَرَنِي وَقَالَ مِزْمَارَةُ الشَّيْطَانِ عِنْدَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَأَقْبَلَ عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ ـ عَلَيْهِ السَّلاَمُ ـ فَقَالَ"دَعْهُمَا"فَلَمَّا غَفَلَ غَمَزْتُهُمَا فَخَرَجَتَا‏.‏ وَكَانَ يَوْمَ عِيدٍ يَلْعَبُ السُّودَانُ بِالدَّرَقِ وَالْحِرَابِ، فَإِمَّا سَأَلْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم وَإِمَّا قَالَ"تَشْتَهِينَ تَنْظُرِينَ"‏‏.‏ فَقُلْتُ نَعَمْ‏.‏ فَأَقَامَنِي وَرَاءَهُ خَدِّي عَلَى خَدِّهِ، وَهُوَ يَقُولُ"دُونَكُمْ يَا بَنِي أَرْفِدَةَ"‏‏.‏ حَتَّى إِذَا مَلِلْتُ قَالَ"حَسْبُكِ"‏‏.‏ قُلْتُ نَعَمْ‏.‏ قَالَ"فَاذْهَبِي"‏‏.

"( Pada Hari Raya ) Rasulullah  masuk menemuiku, ketika itu di sisiku ada dua budak perempuan yang sedang bernyanyi, menyanyikan lagu-lagu (tentang perang) Bu'ats (Yakni peperangan terakhir antara dua suku Ansar, Khazraj dan Aus, sebelum Islam Pen.).

Lalu beliau  berbaring di atas Tikar sambil memalingkan wajahnya ke arah lain. Kemudian masuklah Abu Bakar sambil membentakku, dengan mengatakan:"Seruling-seruling syeitan (kalian perdengarkan) di hadapan Nabi !"

Rasulullah  lantas menghadapkan pandangannya kepada Abu Bakar seraya berkata:"Biarkanlah keduanya ( bernyanyi )."

Dan ketika beliau sudah tidak menghiraukan lagi, maka aku segera memberi isyarat kepada kedua budak tersebut agar lekas pergi, lalu keduanya pun pergi.

Saat itu adalah Hari Raya ('Ied ). Dan ada budak-budak hitam yang mempertontonkan kebolehannya dalam mempermainkan tombak dan perisai.

Maka terkadang aku sendiri yang meminta kepada Nabi  dan terkadang beliau  yang menawarkan kepadaku:"Apakah kamu mau melihatnya ( menonton nya )?"

Maka akupun jawab : "Ya, mau."

Lalu beliau menempatkan aku berdiri di belakangnya, sementara pipiku bertemu dengan pipinya sambil beliau berkata:"Teruskan, hai Bani Arfadah!"

Demikianlah seterusnya sampai aku merasa bosan, lalu beliau berkata:"Apakah kamu merasa sudah cukup?"Aku jawab,"Ya, sudah."Beliau lalu berkata:"Kalau begitu pergilah."( HR. Bukhori no. 949 & 950 )

Al-haafidz Ibnu Hajar berkata dalam Al-Fathul Baari 2/442:

"قوله"وَجَاءَ أَبُو بَكْرٍ": وفي رواية هشام بن عروة"دَخَلَ عَلَىَّ أَبُو بَكْرٍ"وكأنه جاء زائراً لها بعد أن دخل النبي صلى الله عليه وسلم بيته". انتهى.

Perkataan: "Dan Abu Bakar datang"lafadz dalam riwayat Hisham bin Urwah:"Abu Bakar masuk menemuiku"seolah-olah dia datang sebagai PENGUNJUNG bersilaturrahmi kepada Aisyah setelah Nabi  datang dan masuk ke rumah ‘Aisyah. ( selesai perkataan Ibnu Hajar).

Saya katakan: Hadits tsb mengisyaratkan bolehnya berkumpul dan bersilaturrahmi dengan keluarga dan lainnya. Bahkan bolehnya nonton hiburan bareng-bareng.

KLASIFIKASI DALIL KEEMPAT: HARI RAYA ADALAH HARI MAKAN-MAKAN DAN MINUM

Dari ‘Uqbah bin ‘Aaamir, bahwa Rosulullah  bersabda:

يومُ الفِطرِ ويومُ النَّحرِ وأيَّامُ التشريق عيدُنا أهلَ الإسلامِ، وهي أيَّامُ أكلٍ وشربٍ

"Hari Raya Idul Fitri, Hari Nahr ( Idul Adha ) dan hari-hari tasyriq adalah hari raya kami orang Islam, ia adalah hari makan-makan dan minum.”

( HR. Imam Ahmad no. 17379, Abu Daud no. 2419, Turmudzi no. 773, an-Nasaa’i no. 3004 dan al-Hakim. Di shahihkan oleh syeikh al-Baani dalam"صحيح الجامع” 8044 dan Shahih Sunan Abu Daud. Dan Ini adalah lafadz Imam Ahmad.

Yang lainnya dengan lafazd:

يومُ عرفةَ ويومُ النَّحرِ وأيَّامُ التَّشريقِ عيدُنا أهلَ الإسلامِ وهي أيَّامُ أكلٍ وشربٍ

Adapun suasana makan dan minumnya nya, apakah boleh dengan cara kumpul-kumpul atau harus sendiri-sendiri?

Jawabannya : Hukum asalnya dalam makan itu, boleh berjemaah dan boleh sendirian. Allah SWT berfirman:

لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَأْكُلُوا۟ جَمِيعًا أَوْ أَشْتَاتًا

Artinya:"Tidak ada dosa bagi kalian makan bersama-sama mereka ( yakni berbarengan dengan mereka) atau sendirian ( tidak bersama-sama ) ( QS. An-Nuur: 61 ).

KLASIFIKASI DALIL KELIMA: HARI RAYA ADALAH HARI YANG DIANJURKAN UNTUK DI SYIARKAN ( DI MERIAHKAN )

Nabi  ketika pergi ke tempat shalat Ied, beliau melalui suatu jalan, kemudian ketika kembalinya beliau melalui jalan yang berbeda.

Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ يَوْمُ عِيدٍ خَالَفَ الطَّرِيقَ

Nabi  pada Hari Id menempuh jalan yang berbeda. (HR. Bukhari, no. 986):

Berikut ini takwil para ulama tentang hikmah dari hadits ini:

قِيلَ: الحِكْمَةُ مِنْ ذَلِكَ لِيَشْهَدَ لَهُ الطَّرِيقَانِ عِنْدَ اللهِ يَوْمَ القِيَامَةِ، وَالأَرْضُ تُحَدِّثُ يَوْمَ القِيَامَةِ بِمَا عُمِلَ عَلَيْهَا مِنَ الخَيْرِ وَالشَّرِّ.

وَقِيلَ: لِإِظْهَارِ شَعَائِرِ الإِسْلَامِ فِي الطَّرِيقَيْنِ.

وَقِيلَ: لِإِظْهَارِ ذِكْرِ اللهِ.

وَقِيلَ: لِإِغَاظَةِ المُنَافِقِينَ وَاليَهُودِ وَلِيُرْهِبَهُمْ بِكَثْرَةِ مَنْ مَعَهُ.

وَقِيلَ: لِيُقْضَى حَوَائِجَ النَّاسِ مِنَ الاسْتِفْتَاءِ وَالتَّعْلِيمِ وَالاقْتِدَاءِ أَوِ الصَّدَقَةِ عَلَى المَحَاوِيْجِ أَوْ لِيَزُورَ أَقَارِبَهُ وَلِيَصِلَ رَحِمَهُ.

Ada yang mengatakan: Bahwa hikmah dari perbuatan tersebut adalah agar kedua jalan itu menjadi saksi di hadapan Allah pada hari kiamat, sebab bumi akan berbicara pada hari kiamat terhadap kebaikan atau keburukan yang dilakukan di atasnya.

Dan ada yang mengatakan: Untuk menampakan syiar Islam atau meramaikan pada kedua jalan tersebut.

Dan ada yang mengatakan: Untuk menampakkan zikir kepada Allah, atau untuk menimbulkan rasa gentar terhadap kaum munafik atau orang Yahudi dengan banyaknya orang bersamanya,

Dan ada yang mengatakan: Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, apakah untuk meminta fatwa, mengajarkan atau memenuhi segala kebutuhan, atau untuk mengunjungi kerabat dan bersilaturahim.

KLASIFIKASI DALIL KEENAM: HARI RAYA HARI SALING MENGUCAPKAN SELAMAT DAN DOA QOBUL

Dari Jubair bin Nafir, dia berkata:

كَانَ أَصْحَابُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اجْتَمَعُوا يَوْمَ الْعِيدِ يَقُولُ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ: "تَقَبَّلَ مِنَّا وَمِنْكَ".

'Para shahabat Rasulullah  apabila berjumpa pada hari Id, mereka satu sama lain saling mengucapkan, taqabbalallahu minna wa minka.'

Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata:"Sanadnya hasan". (Fathul Bari, 2/446)

Dengan demikian termasuk adab pada hari raya adalah saling memberikan ucapan selamat yang baik satu sama lain, apapun redaksinya. Seperti ungkapan:

تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ أَوْ عِيدٌ مُبَارَكٌ

"Taqabbalallahu minna wa mingkum", atau,"Iidun Mubarak",

Atau yang semisalnya dalam berbagai bentuk redaksi yang dibolehkan.

Pemberian ucapan selamat sudah dikenal di kalangan para shahabat, karenanya para ulama memberikan keringanan dalam hal ini, seperti Imam Ahmad dan lainnya.

Bahkan terdapat riwayat yang menunjukkan disyariatkannya ucapan selamat pada moment-moment tertentu, dan juga tindakan para shahabat yang memberikan ucapan selamat ketika mendapatkan sesuatu yang membahagiakan, seperti diterimanya taubat seseorang oleh Allah Ta'ala terhadap suatu perkara, lalu mereka berdiri untuk memberikan ucapan selamat karena itu. Ada pula riwayat lainnya.

Tidak diragukan lagi bahwa ucapan selamat termasuk kemuliaan akhlak dan fenomena sosial yang baik di kalangan kaum muslimin.

Paling tidak dalam masalah ini adalah anda membalas ucapan seseorang yang memberikan ucapan selamat kepada anda, atau anda diam apabila dia diam (tidak memberikan ucapan selamat).

Sebagaimana dikatakan oleh Imam Ahmad rahimahullah:

إنْ هَنَّأنِيْ أحَدٌ أجَبْتُهُ وإلا لَمْ أبْتَدِئْهُ

'Jika seseorang memberikan ucapan selamat kepadaku, maka akan aku jawab, kalau tidak, aku tidak memulainya.'

Dan Allah SWT berfirman: 

وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا

Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu. ( QS. An-Nisaa: 86 )

Setelah penulis sebutkan dalil-dalil di atas, maka bisa di ambil kesimpulan: 

Bahwa dalam Hari Raya terdapat dua katagori aktivitas dan kegiatan:

PERTAMA : katagori Ibadah Murni ( عبادة محضة ) yang khusus pada hari Raya.

Diantaranya sbb:

A. Takbiran.

B. Sholat Ied.

C. Khuthbah Ied.

D. Zakat Fitrah sebelum sholat Iedul Fitri.

E. Berkurban setelah sholat Iedul Adlha.

F. Mandi sebelum berangkat untuk shalat Id

Ada sebuah hadits yang menunjukkan di syariatkannya menghidupkan malam hari Raya, akan tetapi hadits itu tidak shahih, yaitu hadits: 

((مَنْ أَحْيَا لَيْلَةَ العِيدِ لَمْ يَمُتْ قَلْبُهُ يَوْمَ تَمُوتُ القُلُوبُ))

Artinya:"Barang siapa menghidupkan malam hari Raya, maka dia tidak mati hatinya dihari ketika hati-hati itu mati".

Hadits ini tidak shahih. hadits ini memiliki dua jalur sanad, salah satunya PALSU. Dan yang keduanya LEMAH SEKALI. ( Lihat"سلسلة الأحاديث الضعيفة والموضوعة” karya al-Albaani no. 520 & 521 )

KEDUA : katagori adat kebiasan.

Katagori ini baik yang berkenaan dengan kegiatan pada hari rayanya, sebelumnya atau sesudahnya.

*****

HUKUM ADAT KEBIASAAN:

Asy-Syathibi mengatakan:

إنَّ العَادِيَاتِ مِنْ حَيْثُ هِيَ عاديةٌ لا بِدْعَةَ فيها، ومِنْ حَيْثُ يُتعبَّد بها أو تُوْضَع وضْعَ التعبُّد تَدْخُلها البِدْعةُ.

"Dan sungguh adat istiadat dari sisi ia adat, tidak ada bid’ah di dalamnya. Tapi dari sisi ia dijadikan/diposisikan sebagai ibadah, bisa ada bid’ah di dalamnya.” ( Lihat: Al-I’tisham, 2/98)

Dalam qaidah lain di katakan:

"الأَصْلُ فِي العَادَاتِ الإِبَاحَةُ مَا لَمْ يُوجَدْ مَانِعٌ"

"Hukum Asal dalam adat kebiasaan adalah Ibahah ( boleh ) selama tidak ada dalil yang melarang".

Penulis berpendapat : bahwa Bersilaturrahmi, saling berkunjung, bersalam-salaman dan Halal bi Halal yang kaitannya dengan Hari Raya adalah kegiatan adat kebiasan.

Syeikh Bin Baaz – رحمه الله – pernah di tanya:

التَّهْنِئَةُ فِي العِيدِ -أَي عِيدِ الفِطْرِ وَعِيدِ الأَضْحَى- وَمَا يَفْعَلُهُ النَّاسُ مِنَ المُصَافَحَةِ أَوِ الاِلْتِزَامِ أَوِ التَّعَانُقِ وَالرَّسَائِلِ بَعْدَ صَلَاةِ العِيدَيْنِ حَتَّى وَلَوْ كَانُوا مَعًا قَبْلَ الصَّلَاةِ هَلْ لِهَذَا أَصْلٌ؟ وَإِنْ كَانَ لِذَلِكَ أَصْلٌ فَمَا هِيَ الصِّفَةُ الصَّحِيحَةُ؟

Mengucapkan Selamat di Hari Raya - Idul Fitri dan Idul Adha - dan apa yang dilakukan oleh orang-orang seperti bersalam-salaman, atau kebiasaan tertentu atau berpelukan, dan saling kirim pesan atau kartu setelah shalat Ied, bahkan meskipun mereka bersama-sama sebelum shalat, apakah ini memiliki dasar ( Dalil )? Jika itu punya dasar, lalu bagaimana cara yang benar?

Jawabannya:

مَا أَعْلَمُ لِهَذَا أَصْلًا، لَكِنْ كَانَ السَّلَفُ يُهَنِّئُ بَعْضُهُمْ بَعْضًا: تَقَبَّلَ اللهُ مِنْكَ، تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكَ، فَإِذَا قَابَلَهُ وَصَافَحَهُ وَقَالَ: تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكَ وَعِيدُكَ مُبَارَكٌ فَلَا نَعْلَمُ بِهِ بَأْسًا، هَذَا مِنَ العَهْدِ الأَوَّلِ بَارَكَ اللهُ لَكَ فِي العِيدِ، أَوْ تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكَ، وَكَلِمَاتٍ نَحْوَ هَذَا لَا بَأْسَ.

أَمَّا المُعَانَقَةُ لَا نَعْلَمُ لَهَا أَصْلًا، لَكِنْ مَعْرُوفَةٌ فِيمَا بَيْنَ النَّاسِ إِذَا تَقَابَلُوا وَإِلَّا تَرْكُهَا أَوْلَى، تَكْفِي المُصَافَحَةُ أَوِ الدُّعَاءُ بِالقَبُولِ عِنْدَ اللِّقَاءِ.

Saya tidak tahu dasar atau dalil untuk hal ini, akan tetapi para salaf sudah terbiasa saling memberi selamat antar sesama mereka, seperti mengucapkan:

تَقَبَّلَ اللهُ مِنْكَ، تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكَ

"Semoga Allah menerima dari Anda, semoga Allah menerima dari kami dan dari Anda”
Lalu jika dia berjumpa dengannya dan berjabat tangan maka dia berkata:

تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكَ وَعِيدُكَ مُبَارَكٌ

"Semoga Allah menerima dari kami dan dari Anda dan semoga Idul Fitri Anda diberkahi”

Maka sepengetahuan kami tidak ada yang salah dengan itu semua, amalan ini sudah ada semenjak generasi pertama, yaitu ucapan seperti:

بَارَكَ اللهُ لَكَ فِي العِيدِ، أَوْ تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكَ

"Semoga Allah memberkahi anda di hari raya ini" atau "Semoga Allah menerima ibadah dari kami dan dari anda".

Dan ucapan-ucapan yang semisalnya, ini semua tidaklah mengapa.

Adapun masalah saling berpelukan, maka kami tidak tahu dalil untuknya, akan tapi ini sudah menjadi kebiasaan diantara mereka jika saling bertemu, jika demikian lebih baik tinggalkan saja, cukup dengan berjabat tangan atau cukup dengan saling mendoakan agar dikabulkan ketika bertemu. ( Selesai Kutipan dari Syeikh Bin Baaz )

Dan Syeikh Muhammad bin Shaleh al-‘Utsaimiin juga pernah di tanya:

مَا حُكْمُ المُصَافَحَةِ، وَالمُعَانَقَةِ، وَالتَّهْنِئَةِ بَعْدَ صَلَاةِ العِيدِ؟

الإِجَابَةُ: هَذِهِ الأَشْيَاءِ لَا بَأْسَ بِهَا، لِأَنَّ النَّاسَ لَا يَتَّخِذُونَهَا عَلَى سَبِيلِ التَّعْبُدِ وَالتَّقَرُّبِ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَإِنَّمَا يَتَّخِذُونَهَا عَلَى سَبِيلِ العَادَةِ، وَالإِكْرَامِ وَالإِحْتِرَامِ، وَمَا دَامَتْ عَادَةً لَمْ يُرَدِّدِ الشَّرْعُ بِالنَّهْيِ عَنْهَا فَإِنَّ الأَصْلَ فِيهَا الإِبَاحَةُ كَمَا قِيلَ: وَالأَصْلُ فِي الأَشْيَاءِ حَلٌّ وَمَنْعٌ عِبَادَةً إِلَّا بِإِذْنِ الشَّارِعِ.

Apa Hukumnya Berjabat Tangan, Merangkul, dan Mengucapkan Ucapan Selamat Setelah Sholat Idul fitri?

JAWABANNYA:

Tidak ada yang salah dengan hal-hal tersebut, karena orang-orang tidak menganggapnya sebagai tata cara beribadah dan bukan pula sebagai ritual mendekatkan diri kepada Allah SWT, melainkan mereka menganggapnya sebagai adat kebiasaan, saling memuliakan dan saling menghormati. Dan selama adat kebiasaan tsb tidak ada keterangan dalam hukum Syar’i yang melarangnya, maka prinsip dasar yang berkaitan dengan nya adalah diperbolehkan seperti yang dikatakan dalam qaidah:

وَالأَصْلُ فِي الأَشْيَاءِ حَلٌّ وَمَنْعٌ عِبَادَةً إِلَّا بِإِذْنِ الشَّارِعِ

Dan prinsip dasar dalam segala hal adalah diperbolehkan dan dilarang beribadah Kecuali dengan idzin Syaari’ ( Allah SWT ).

Baca:"مجموع فتاوى و رسائل الشيخ محمد صالح العثيمين” Jilid 12, Pasal sholat dua hari raya.

=====

FATWA ISLAM WEB

Dan penulis kutip pula dari Fatwa Islamweb.net. Fatwa no. 43305 ( 19 Jan 2004 ) dengan judul:

التَّزَاوُرُ فِيْ الْعِيْدِ مَسْنُوْنٌ

SALING BERKUNJUNG PADA HARI RAYA ADALAH DI SUNNAH KAN

فَزِيَارَةُ الأَقَارِبِ وَالأَصْدِقَاءِ وَالجِيرَانِ فِي العِيدِ مَشْرُوعَةٌ، جَاءَ فِي الْمَوْسُوعَةِ الفِقْهِيَّةِ الْكُوَيْتِيَّةِ: التَّزَاوُرُ مَشْرُوعٌ فِي الإِسْلَامِ، وَقَدْ وَرَدَ مَا يَدُلُّ عَلَى مَشْرُوعِيَّةِ الزِّيَارَةِ فِي العِيدِ.

فَقَدْ رُوِيَ عَنْ عَائِشَةَ – رَضِيَ اللهُ عَنْهَا - قَالَتْ: دَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعِنْدِي جَارِيَتَانِ تُغَنِّيَانِ بِغِنَاءِ بُعَاثَ، فَاضْطَجَعَ عَلَى الْفِرَاشِ وَحَوَّلَ وَجْهَهُ، وَدَخَلَ أَبُو بَكْرٍ..... إلَى آخِرِ الحَدِيثِ.

وَمَوَضُوعُ الشَّاهِدِ فِيهِ، وَزَادَ فِي رَوَايَةِ هِشَامٍ: "يَا أَبَا بَكْرٍ إِنَّ لِكُلِّ قَوْمٍ عِيدًا وَهَذَا عِيدُنَا". قَالَ فِي الْفَتْحِ: قَوْلُهُ وَجَاءَ أَبُو بَكْرٍ: وَفِي رَوَايَةِ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ "دَخَلَ عَلَيَّ أَبُو بَكْرٍ" وَكَأَنَّهُ جَاءَ زَائِرًا لَهَا بَعْدَ أَنْ دَخَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْتَهُ. انْتَهَى.

وَلَا شَكَّ أَنَّ التَّزَاوُرَ فِي العِيدِ مِمَّا يُقُوِّي الصِّلَةَ، وَيَزِيلُ الشَّحْنَاءَ وَيَقْطَعُ التَّدَابُرَ، وَلِذَلِكَ فَهُوَ عَمَلٌ مَسْنُونٌ كَانَ عَلَيْهِ السَّلَفُ مِنَ الصَّحَابَةِ وَمِنْ بَعْدِهِمْ، وَهُوَ عَمَلُ الْمُسْلِمِينَ إِلَى يَوْمِنَا هَذَا.

Kunjungan atau ziarah ke sanak kerabat, teman-teman dan para tetangga pada hari raya itu adalah amalan yang di syariatkan.

Telah ada keterangan dalam"الموسوعة الفقهية الكويتية / ensiklopedia hukum fiqih Kuwait: Saling berkunjung dalam agama Islam itu di syariatkan, dan terdapat dalil yang menunjukkan disyariatkannya kunjungan / ziarah pada hari raya tersebut.

Diriwayatkan dari Aisyah  :

دَخَلَ عَلَىَّ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَعِنْدِي جَارِيَتَانِ تُغَنِّيَانِ بِغِنَاءِ بُعَاثَ، فَاضْطَجَعَ عَلَى الْفِرَاشِ وَحَوَّلَ وَجْهَهُ، وَدَخَلَ أَبُو بَكْرٍ..... إلى آخره

"( Pada Hari Raya ) Rasulullah  masuk menemuiku, ketika itu di sisiku ada dua budak perempuan yang sedang bernyanyi, menyanyikan lagu-lagu (tentang perang) Bu'ats (Yakni peperangan terakhir antara dua suku Ansar, Khazraj dan Aus, sebelum Islam Pen.).

Lalu beliau  berbaring di atas Tikar sambil memalingkan wajahnya ke arah lain. Kemudian masuklah Abu Bakar.... sampai akhir hadits.

Dan dalil yang diambil dari hadits ini, dalam riwayat Hisyam terdapat tambahan:

يَا أَبَا بَكْرٍ إِنَّ لِكُلِّ قَوْمٍ عِيدًا وَهَذَا عِيدُنَا

"Wahai Abu Bakar, setiap kaum memiliki Hari Raya dan ini adalah Hari Raya kami (HR. Muslim no. 1479 ).

Dia ( al-haafidz Ibnu Hajar ) berkata dalam Al-Fathul Baari 2/442:

"Perkataan:"dan Abu Bakar datang": Dan dalam riwayat Hisham bin Urwah,"Abu Bakar masuk menemuiku"seolah-olah dia datang sebagai pengunjung kepada Aisyah setelah Nabi  datang dan masuk ke rumah ‘Aisyah". ( selesai kutipan dari Ibnu Hajar ).

Tidak ada keraguan bahwa kunjungan pada Idul Fitri dapat memperkuat ikatan silaturrahim, menghilangkan permusuhan dan memutuskan keadaan saling membelakangi ( tidak saling sapa ). Oleh karena itu ia adalah amalan yang di sunnahkan yang dilakukan oleh para salaf dari kalangan para Sahabat dan dan orang-orang yang datang setelah mereka. Dan itu adalah amalan kaum Muslimin hingga hari ini. ( Selesai kutipan dari Islamweb.net)

*****

HUKUM MENGUCAPKAN SELAMAT HARI RAYA SEBELUM TIBA HARINYA & SESUDAHNYA

Akan saya kutip beberapa fatwa dari sebagian para ulama tentang hukum mengucapkan selamat hari raya Idul Fitri atau Idul Adha sebelum waktu nya tiba atau sehari sesudahnya:

Pertama: Saya kutip fatwa Syeikh Ibnu Utsaimin melalui Islamweb.net no. Fatwa (187457)

فَلَمْ نَقُفْ عَلَى دَلِيلٍ يَمْنَعُ التَّهْنِئَةَ قَبْلَ صَلَاةِ الْعِيدِ، جَاءَ فِي إِجَابَةٍ لِلشَّيْخِ ابْنِ عُثَيْمِينَ رَحِمَهُ اللَّهُ: "التَّهْنِئَةُ بِالْعِيدِ قَدْ وَقَعَتْ مِنْ بَعْضِ الصَّحَابَةِ ـ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ ـ وَعَلَى فَرْضِ أَنَّهَا لَمْ تَقَعْ فَإِنَّهَا الْآنَ مِنَ الْأُمُورِ الْعَادِيَّةِ الَّتِي اعْتَادَهَا النَّاسُ، يُهَنِّئُ بَعْضُهُمْ بَعْضًا بِبُلُوغِ الْعِيدِ وَاِسْتِكْمَالِ الصَّوْمِ وَالْقِيَامِ".

فَالشَّيْخُ جَعَلَهَا مِنَ الْأُمُورِ الَّتِي اعْتَادَهَا النَّاسُ بِبُلُوغِ الْعِيدِ وَاِسْتِكْمَالِ الصَّوْمِ...

Kami tidak menemukan dalil yang melarang ucapan selamat sebelum sholat Idul Fitri. Telah datang dalam jawaban dari Syeikh Ibnu al-‘Utsaimiin:

"Ucapan Selamat Idul Fitri terjadi pada sebagian kalangan para Sahabat RA. Dan jika seandainya bahwa hal itu tidak terjadi, maka hal tersebut merupakan hal-hal yang sudah menjadi kebiasaan dilakukan orang-orang saat ini. Kami saling mengucapkan selamat atas datangnya Idul Fitri dan selesainya puasa dan qiyaam".

Syeikh Ibnu al-Utsaimin menjadikan ucapan selamat itu salah satu hal yang sudah menjadi adat kebiasaan yang dilakukan orang-orang saat Idul Fitri tiba dan selesainya puasa.

Kesimpulan dari Islamweb.net:

وَلَمْ نَقُفْ عَلَى نَهْيٍ عَنْهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ ـ كَمَا أَشَرْنَا ـ أَوْ تَخْصِيصِهَا بِمَا بَعْدَ الصَّلَاةِ أَوْ غَيْرِهِ

Kami tidak menemukan dalil yang melarang ucapan selamat sebelum shalat Ied- seperti yang telah kami tunjukkan - atau mengkhusushkannya setelah shalat atau pada waktu lainnya.

Kedua: Fatwa Profesor Doktor Sa’ad Al-Khotslaan, anggota "هيئة كبار العلماء” dulu, ketua "مجلس إدارة الجمعية الفقهية السعودية” di Arab Saudi, beliau mengatakan:

إِنَّهُ لَا بَأْسَ بِالتَّهْنِئَةِ بِالْعِيدِ قَبْلَ صَلَاةِ الْعِيدِ

"Bahwa mengucapkan selamat Idul Fitri sebelum sholat Idul Fitri tidak apa-apa".

Lalu beliau menjelaskan:

أَنَّ "التَّهْنِئَةَ مِنْ بَابِ الْعَادَاتِ، وَالْأَصْلُ فِي الْعَادَاتِ الْحَلُّ وَالْإِبَاحَةُ، فَلَا بَأْسَ بِالتَّهْنِئَةِ قَبْلَ الْعِيدِ وَيَوْمَ الْعِيدِ وَبَعْدَهُ مَادَامَتْ تِلْكَ التَّهْنِئَةُ مُرْتَبِطَةً بِمُنَاسَبَةِ الْعِيدِ".

Bahwa"ucapan selamat termasuk dalam BAB adat kebiasaan, dan prinsip dasar yang berkaitan dengan adat istiadat adalah halal boleh dan dibolehkan. Tidak ada salahnya mengucapkan selamat sebelum Idul Fitri, di hari Idul Fitri, dan setelahnya, selama ucapan tersebut terkait dengan kesempatan Idul Fitri.

Referensi:

جاء ذلك في مقطع فيديو من برنامج"الجواب الكافي” المُذاع على"قناة المجد”، وأعاد"الخثلان” نشره على حسابه الرسمي بموقع"تويتر”.

Ketiga: Fatwa Syeikh As-Syarwani as Syafi’i –rahimahullah-, beliau berkata:

"وَيُؤْخَذُ مِنْ قَوْلِهِ فِي يَوْمِ الْعِيدِ أَنَّهَا لَا تُطْلَبُ – أَيْ: التَّهْنِئَةُ - فِي أَيَّامِ التَّشْرِيقِ وَمَا بَعْدَ يَوْمِ عِيدِ الْفِطْرِ، لَكِنْ جَرَتْ عَادَةُ النَّاسِ بِالتَّهْنِئَةِ فِي هَذِهِ الْأَيَّامِ وَلَا مَانِعَ مِنْهُ؛ لِأَنَّ الْمَقْصُودَ مِنْهَا التَّوَدُّدُ وَإِظْهَارُ السُّرُورِ، وَيُؤْخَذُ مِنْ قَوْلِهِ يَوْمَ الْعِيدِ أَيْضًا: أَنَّ وَقْتَ التَّهْنِئَةِ يَدْخُلُ بِالْفَجْرِ لَا بِلَيْلَةِ الْعِيدِ خِلَافًا، لِمَا فِي بَعْضِ الْهَوَامِشِ ا هـ، وَقَدْ يُقَالُ: لَا مَانِعَ مِنْهُ أَيْضًا إِذَا جَرَتْ الْعَادَةُ بِذَلِكَ؛ لِمَا ذُكِرَ مِنْ أَنَّ الْمَقْصُودَ مِنْهُ التَّوَدُّدُ وَإِظْهَارُ السُّرُورِ، وَيُؤَيِّدُهُ نُدْبُ التَّكْبِيرِ فِي لَيْلَةِ الْعِيدِ" انْتَهَى مِنْ "حَوَاشِي الشَّرْوَانِيِّ عَلَى تَحْفَةِ الْمُحْتَاجِ" (2/57).

"Bahwa sebenarnya ucapan selamat hari raya ( idul adha ) tidak dituntun untuk diucapkan pada hari Tasyriq atau setelah hari raya idul fitri, akan tetapi karena sudah menjadi adat kebiasaan masyarakat mengucapkannya pada hari-hari tersebut maka tidak masalah, karena tujuannya adalah menebar kasih sayang dan menampakkan rasa bahagia.

Waktu ucapan itu ketika masuk waktu subuh bukan malam hari raya.

Namun tidak masalah apabila kebiasaan masyarakat mengucapkannya sebelum waktu tersebut, karena tujuannya adalah menebar kasih sayang dan menampakkan rasa bahagia dan dikuatkan dengan sunnah bertakbir”.

(Hawaasyi as Syarwani ‘ala Tuhfatil Muhtaj: 2/57)

*****

HUKUM BERJABATAN TANGAN / BERSALAMAN:

Hukum asal berjabat tangan adalah sunnah saat bertemu dengan orang lain, sebagaimana dijelaskan dalam hadits berikut:

Dari al-Bara’ (bin ‘Azib) ia berkata: Rasulullah  bersabda:

مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إِلاَّ غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَتَفَرَّقَا

"Tidaklah dua orang muslim bertemu lalu berjabat tangan, melainkan keduanya sudah diampuni sebelum berpisah.” (HR. Abu Dawud no. 5.212 dan at-Tirmidzi no. 2.727, dihukumi shahih oleh al-Albani [As-Silsilah ash-Shahihah, 2/24 no. 525]

*****

HUKUM SALING BERMAAF MAAFAN atau SALING MENGHALALKAN DI HARI RAYA IDUL FITRI:

Hukum asal saling memaafkan dan saling menghalalkan itu di anjurkan.

Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah  bersabda:

مَنْ كَانَتْ عِنْدَهُ مَظْلِمَةٌ لِأَخِيهِ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهَا؛ فَإِنَّهُ لَيْسَ ثَمَّ دِينَارٌ وَلا دِرْهَمٌ مِنْ قَبْلِ أَنْ يُؤْخَذَ لِأَخِيهِ مِنْ حَسَنَاتِهِ، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ أَخِيهِ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ

"Barang siapa melakukan kezhaliman kepada saudaranya, hendaklah meminta dihalalkan (dimaafkan) darinya; karena di sana (akhirat) tidak ada lagi perhitungan dinar dan dirham, sebelum kebaikannya diberikan kepada saudaranya, dan jika ia tidak punya kebaikan lagi, maka keburukan saudaranya itu akan diambil dan diberikan kepadanya”. (HR. al-Bukhari nomor 6.169)

Syeikh Muhammad Shaleh al-Munajjid

Syeikh Muhammad Shaleh al-Munajjid dalam ISLAMQA no. Fatwa (272580) berkata tentang Hukum Tradisi Pesan Ucapan Permintaan Maaf Sebelum Ramadhan:

"وَالْحَاصِلُ: أَنَّ مُنَاسَبَةَ طَلَبِ الْمَسَامَحَةِ وَالْخُرُوجِ مِنَ الظُّلْمَةِ فِي هَذَا الزَّمَانِ الْفَاضِلِ: ظَاهِرَةٌ. وَلَا يَظْهَرُ لَنَا حَرَجٌ، إِنْ شَاءَ اللَّهُ، فِي التَّنْوِيهِ بِهَا فِي هَذِهِ الْمَوَاسِمِ، أَوْ التَّذْكِيرِ بِهَا وَالْحَثُّ عَلَيْهَا. وَاللَّهُ أَعْلَمُ".

Kesimpulannya : Bahwa munasabah saling bermaaf maafan dan meninggalkan prilaku kedzoliman pada kesempatan yang mulia ini adalah hal yang nampak kebaikannya.

Bagi kami hal ini tidak nampak sebagai sebuah kesalahan –insya Allah- dan juga bermanfaat untuk mengumumkan datangnya musim kebaikan ini, atau mengingatkannya dan menyerukannya. Wallahu A’lam

Syeikh Ibnu Utsaimin –rahimahullah- berkata:

"لا شَكَّ أَنَّ النِّزَاعَ وَالْخُصُومَةَ بَيْنَ النَّاسِ سَبَبٌ لِمَنْعِ الْخَيْرِ، وَدَلِيلُ ذَلِكَ: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ ذَاتَ لَيْلَةٍ إِلَى أَصْحَابِهِ فِي رَمَضَانَ لِيُخْبِرَهُمْ بِلَيْلَةِ الْقَدْرِ فَتَلاحَى رَجُلَانِ مِنَ الصَّحَابَةِ -أَيْ: تَخَاصُمَا- فَرُفِعَتْ، أَيْ: رَفَعَ الْعِلْمَ بِهَا فِي تِلْكَ السَّنَةِ... وَلِذَلِكَ يَنْبَغِي لِلْإِنْسَانِ أَنْ يُحَاوِلَ أَلَّا يَكُونَ فِي قَلْبِهِ غِلٌّ عَلَى أَحَدٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ".

“Tidak diragukan lagi bahwa perselisihan dan permusuhan di antara manusia menjadi penyebab terhalangnya kebaikan, dalilnya adalah:

خَرَجَ النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ لِيُخْبِرَنَا بلَيْلَةِ القَدْرِ فَتَلَاحَى رَجُلَانِ مِنَ المُسْلِمِينَ فَقَالَ: خَرَجْتُ لِأُخْبِرَكُمْ بلَيْلَةِ القَدْرِ، فَتَلَاحَى فُلَانٌ وفُلَانٌ، فَرُفِعَتْ”.

"Bahwa Nabi  telah keluar pada suatu malam kepada para sahabatnya pada saat bulan Ramadhan untuk memberitahukan kepada mereka tentang lailatul qadar, lalu ada dua orang sahabat yang saling bermusuhan, sehingga kepastian waktunya diangkat (menjadi tidak diketahui)".

Oleh karenanya sebaiknya manusia berusaha agar di dalam hatinya tidak tersimpan ghil (kedengkian) kepada seseorang dari kaum muslimin”. (Al-Liqo’ Asy-Syahri, ke-36)

Syeikh al-Munajjid menambahinya dengan mengatakan:

"فَالَّذِي يُبَثُّ رُوحَ التَّسَامُحِ ، وَيَطْلُبُ الْعَفْوَ وَرَدَّ الظُّلْمَ ، وَيَسْعَى فِي إِبْرَاءِ ذِمَّتِهِ مِنَ الْحُقُوقِ وَيُحَثُّ النَّاسَ عَلَى ذَلِكَ ، فِي رَمَضَانَ أَوْ غَيْرِهِ: لَا شَكَّ أَنَّهُ عَلَى بِرٍّ وَخَيْرٍ".

“Maka yang menyebarkan semangat perdamaian, meminta maaf, mengembalikan hak yang terdzolimi, berusaha membebaskan dirinya dari hak (dengan menunaikannya), dan mengajak manusia untuk melakukan itu, pada bulan Ramadhan atau pada bulan lainnya, maka tidak diragukan lagi bahwa hal itu adalah kebaikan dan amal kebajikan”. [ISLAMQA no. Fatwa (272580)].

KENAPA MESTI DI HARI RAYA IDUL FITRI?

Idul Fitri dianggap sebagai kesempatan terbaik dan kesempatan terbesar untuk memaafkan dan bermaaf-maafan, dan itu adalah nikmat Robbaani yang diberikan oleh Sang Pencipta, Yang Maha Kuasa, kepada para hamba-Nya.

Dari Abdullah bin Abbaas bahwa Rosulullah  bersabda:

“اسْمَحْ يُسْمَحْ لكَ”.

"Maafkanlah, niscaya kamu akan dimaafkan (oleh Allah)".

[HR. Ahmad (2233), Al-Harits dalam ((Musnad)) (1081), dan Ath-Thabarani dalam ((Al-Mu’jam Al-Awsath)) (5112). Di Shahihkan oleh al-Albaani dalam Shahih al-Jaami' no. 982.

Syeikh DR. Basaaam Asy-Syathiy berkata:

"إنَّ الْعِيدَ فُرْصَةٌ يَجِبُ اغْتِنَامُهَا عَلَى الْوَجْهِ الْأَكْمَلِ فِي التَّسَامُحِ مَعَ النَّفْسِ وَمَعَ الْآخَرِينَ وَالْأَقَارِبِ خَاصَّةً وَالنَّاسِ عَامَّةً".

“Sesungguhnya hari raya Idul Fitri adalah kesempatan yang harus dimanfaatkan secara maksimal dalam hal saling memaafkan terhadap diri sendiri, orang lain, kerabat pada khususnya, dan masyarakat pada umumnya.”

Syeikh DR. Umar asy-Syiyaji berkata:

"مَدْرَسَةُ الْعَفْوِ وَالتَّسَامُحِ الَّذِي لَا يَنْتَهِي بِانْقِضَاءِ أَيَّامِهِ وَلَيَالِيهِ".

"[Hari Raya Iedul Fitri] adalah Madrasah pengampunan dan saling memaafkan yang tidak berakhir dengan berlalunya siang dan malam."

Sudah menjadi karakter pada diri manusia rasa ingin bersaing, berbangga diri, fanatik dan ingin merasa paling hebat dan sukses, bahkan kadang merasa dirinya paling benar. Dampak dari semua itu kadang menimbulkan perselisihan, api kebencian dan dendam berkobar, demi kepentingan pribadi atau golongan atau disebabkan karena adanya kesalahan yang disengaja atau tidak disengaja, dan itu merupakan masalah-masalah yang sering terjadi, meskipun sebab-sebabnya berbeda, akan tetapi semuanya itu bersifat duniawi., dan pemutusan hubungan serta saling menjauh adalah cara dan perilaku yang sering terjadi pada kebanyakan manusia.

Di tambah lagi kehidupan selalu menyibukkan mereka dengan tanggung jawab dan urusan dunia yang membawa mereka pada kelalaian dan kesempitan waktu, sehingga membuat mereka lupa atau menunda untuk bisa berkumpul, bersilaturrahmi dan saling meminta maaf.

Jika saja mereka dalam keadaan saling dekat, maka tentunya salah satu dari mereka akan menunggu yang lain untuk menjadi penggagas rekonsiliasi dan pemulihan hubungan untuk mendobrak penghalang ketidaksepakatan, maka hari raya adalah pengetuk pintu itu semua, sehingga bisa menjadi kesempatan untuk mengembalikan arus air pada aliran yang normal antara keluarga, kerabat dan sahabat.

Dinamakan Ied Sa'iid [hari raya penuh bahagia], dan bahagia itu bila ada ruang untuk saling memaafkan, perdamaian, pengampunan dan rekonsiliasi di dalam jiwa.

Dan ketika hati terbebas dari rasa kedengkian, kebencian, dendam dan kesal. Dan mata bebas dari rasa hasud. Dan jiwa-jiwa mendekatkan diri kepada Allah SWT pada bulan Ramadhan dikarenakan di dalamnya terdapat penuh amal ibadah, doa dan pembacaan Al-Qur'an al-Karim. Lalu setelah semua itu, jiwa-jiwa pun berubah menjadi lebih positif dan lebih siap untuk saling memaafkan dan mengikhlaskan, dan kami tidak ingin menjadi idealis, akan tetapi kenyataannya adalah apa yang sedang kami bicarakan, terkadang seseorang tidak mampu mengambil keputusan untuk memaafkan dan mengampuni dengan mudah, dan sebagian menganggapnya sebagai masalah yang amat sangat sulit, dan pada saat yang sama itu bukan saja menimpa pada para nabi dan orang-orang saleh, bahkan pada sebagian orang biasa, tapi tidak pada sebagian yang lain.

Sebagai penutup, saya kutip sebuah ungkapan:

"إنَّ مِنْ أَجْمَلِ مَا اكْتَسَى بِهِ الْمُتَجَمِّلُ فِي يَوْمِ عِيدِهِ هُوَ صَفَاءُ الْقَلْبِ وَنَقَاؤُهُ بِالْعَفْوِ وَالتَّسَامُحِ وَنَبْذُ الْعَدَاوَةِ وَالشَّحْنَاءِ، رَاجِينَ بِذَلِكَ تَمَامَ عَفْوِ اللَّهِ تَعَالَى وَصَفْحِهِ فِي يَوْمٍ يَرْجِعُ فِيهِ أَقْوَامٌ بِعَفْوِهِ وَرَحْمَتِهِ وَمَغْفِرَتِهِ كَمَا وَلَدَتْهُمْ أُمَّهَاتُهُمْ".

“Di antara hal terindah yang dikenakan oleh orang yang memperindah suasana hari rayanya adalah kebersihan hati dan kejernihannya dengan pengampunan dan saling memaafkan serta membuang segala bentuk permusuhan dan dendam, dengan harapan agar bisa mendapatkan kesempurnaan rahmat Allah SWT dam ampunan-Nya di hari para manusia kembali dengan mendapatkan ampunan, rahmat dan maghfiroh-Nya seakan-akan mereka baru dilahirkan oleh ibu mereka.”

Minal 'Aidin Wal Faa'izin. Kullu 'Aamin wa Antum Bi Khoirin

HATI-HATI JANGAN SEMBARANGAN DALAM MENGHUKUMI HALAL DAN HARAM!

Dari Sa’d ibn Abu Waqash: Bahwa Nabi  beliau berkata:

إِنَّ أَعْظَمَ المُسْلِمِينَ جُرْمًا، مَنْ سَأَلَ عَنْ شَيْءٍ لَمْ يُحَرَّمْ، فَحُرِّمَ مِنْ أَجْلِ مَسْأَلَتِهِ

"Sesungguhnya (seseorang dari) kaum Muslim yang paling besar dosanya adalah yang bertanya tentang sesuatu yang tidak diharamkan, lantas hal tersebut diharamkan karena pertanyaannya". ( HR. Bukhory no. 6745 )

Dari Salman Al-Farisi dia berkata:

«سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ السَّمْنِ وَالْجُبْنِ وَالْفِرَاءِ قَالَ الْحَلَالُ مَا أَحَلَّ اللَّهُ فِي كِتَابِهِ وَالْحَرَامُ مَا حَرَّمَ اللَّهُ فِي كِتَابِهِ وَمَا سَكَتَ عَنْهُ فَهُوَ مِمَّا عَفَا عَنْهُ»

"Rasulullah  ditanya tentang minyak samin dan keju serta bulu binatang, beliau  menjawab:"Yang halal adalah apa yang dihalalkan oleh Allah di dalam kitab-Nya, dan yang haram adalah apa yang diharamkan oleh Allah di dalam kitab-Nya, dan apa yang Dia diamkan adalah sesuatu yang Dia maafkan."( HR. Ibnu Majah No. 3358, Turmudzi no. 1648 dan al-Hakim 4/115 )

Dan Syeikh al-Albaani berkata dlam"تخريج مشكاة المصابيح” no. 4156:

صحيح موقوفاً ويمكن تحسينه بشاهده مرفوعاً

"Shahih Mauquuf, dan mungkin secara marfu dihukumi Hasan dengan syahid-syahidnya".

Dari Abi Tsa’labah Jurtsum ibn Nasyir al-Khusyanii RA, dari Rasulullah , Beliau bersabda:

"إنَّ اللَّهَ تَعَالَى فَرَضَ فَرَائِضَ فَلَا تُضَيِّعُوهَا، وَحَدَّ حُدُودًا فَلَا تَعْتَدُوهَا، وَحَرَّمَ أَشْيَاءَ فَلَا تَنْتَهِكُوهَا، وَسَكَتَ عَنْ أَشْيَاءَ رَحْمَةً لَكُمْ غَيْرَ نِسْيَانٍ فَلَا تَبْحَثُوا عَنْهَا"

"Allah Subhanah telah menetapkan sejumlah kewajiban, maka janganlah kalian sia-siakan. Allah telah menetapkan batasan-batasan haram, maka jangan kalian melampaui batasnya. Allah mengharamkan beberapa perkara, maka janganlah kalian melanggarnya.

Dan Allah mendiamkan beberapa hal sebagai rahmat dan kasih sayang bagi kalian, bukan karena lupa- maka jangan kalian cari-cari Tentang hukumnya.”

( HR. Ad-Daaruquthni 4/184 daan lainnya. Di Hasankan oleh Imam Nawawi dalam Riyadlush Sholihin (574) dan Arba’in an-Nawaawiyah. Dan dishahihkan oleh Ibnu Katsir dalam Tafsirnya ketika mentafsiri surat al-Maidah ayat 101 ).

****

AGAMA INI MUDAH:

Allah SWT berfirman:

مَآ أَنزَلْنَا عَلَيْكَ ٱلْقُرْءَانَ لِتَشْقَىٰٓ

"Kami tidak menurunkan Al Quran ini kepadamu agar kamu menjadi susah” ( QS. Thoha: 2)

Rasulullah  bersabda:

إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ ، وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلاَّ غَلَبَهُ ، فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَأَبْشِرُوا ، وَاسْتَعِينُوا بِالْغَدْوَةِ وَالرَّوْحَةِ وَشَىْءٍ مِنَ الدُّلْجَةِ

"Sesungguhnya agama itu mudah, dan sekali-kali tidaklah seseorang memperberat agama melainkan akan dikalahkan, dan (dalam beramal) hendaklah pertengahan (yaitu tidak melebihi dan tidak mengurangi), bergembiralah kalian, serta"Dan minta bantuanlah dengan - melaksanakan ketaatan - di waktu pagi, sore, dan sebagian malam hari", Yakni: pada waktu-waktu kalian giat dan bersemangat.

Makna sabda beliau  :

"وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلاَّ غَلَبَهُ"

Maksudnya, apabila engkau menyusahkan diri dalam beragama, bersikap ektsrim, maka agama akan mengalahkanmu, dan engkau akan binasa. Sebagaimana sabda Nabi :

"هَلَكَ الْمُتَنَطِّعُونَ" قَالَهَا ثَلَاثًا. 

"Binsahlah orang-orang yang ekstrim (dalam beragama). Beliau mengucapkannya 3 kali.” (HR. Muslim)

Dan Nabi  bersabda:

يَسِّرَا وَلَا تُعَسِّرَا وَبَشِّرَا وَلَا تُنَفِّرَا وَتَطَاوَعَا وَلاَ تَخْتَلِفَا

"Mudahkanlah, janganlah mempersulit dan membikin manusia lari (dari kebenaran) dan saling membantulah dengan suka rela dan jangan berselisih"[Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]

SEMOGA BERMANFAAT!

 

Posting Komentar

0 Komentar