Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

KHUTBAH SHOLAT KHUSUUF BERAPA KALI ?


Di susun oleh Abu Haitsam Fakhry


KAJIAN NIDA AL-ISLAM


بسم الله الرحمن الرحيم

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله

أما بعد
:

Pada zaman Nabi SAW pernah terjadi gerhana satu kali, yaitu gerhana matahari. Terjadinya gerhana tsb berbarengan dengan wafatnya Ibrahim putra Nabi SAW dari Mariyah Qibthiyah RA. Lalu timbullah anggapan di tengah masyarakat bahwa terjadinya fenomena gerhana ini disebabkan wafatnya Ibrahim, putra Nabi SAW.

Karena menurut keyakinan masyarakat Jahiliyah bahwa gerhana matahari itu tidak akan terjadi kecuali karena ada kaitannya dengan lahirnya seorang tokoh, sembuh dari penyakitnya, atau wafatnya. Lalu Allah SWT melalui Rasul-Nya menghilangkan anggapan tersebut.

Rosulullah SAW menjelaskan bahwa gerhana itu terjadi karena kehendak Allah SWT semata untuk menunjukkan kebesaran-Nya dan kekuasaan-Nya dan untuk menakut-nakuti hamba-Nya.

Adapun khutbah Nabi SAW pada sholat Gerhana, maka dalam hadits dari Aisyah RA, disebutkan:

أنَّ النَّبيَ صلى الله عليه وسلم انْصَرَفَ وَقَدْ انْجَلَتْ الشَّمْسُ ، فَخَطَبَ النَّاسَ ، فَحَمِدَ اللَّهَ ، وَأَثْنَى عَلَيْهِ ، ثُمَّ قَالَ: (إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ ، لَا يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ ، وَكَبِّرُوا ، وَصَلُّوا ، وَتَصَدَّقُوا ، ثُمَّ قَالَ: يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ وَاللَّهِ مَا مِنْ أَحَدٍ أَغْيَرُ مِنْ اللَّهِ أَنْ يَزْنِيَ عَبْدُهُ أَوْ تَزْنِيَ أَمَتُهُ، يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ ، وَاللَّهِ لَوْ تَعْلَمُونَ مَا أَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيلًا ، وَلبَكَيْتُمْ كَثِيرًا)

Artinya: “Setelah Nabi SAW selesai shalat, matahari mulai terlihat. Lalu beliau berkhutbah kepada para sahabat. Beliau memuji Allah dan menyanjung-Nya. Lalu beliau menyampaikan,

إن الشَّمس و القَمَر آيتانِ مِنْ آيَاتِ الله لاَ تنْخَسِفَانِ لِمَوتِ أحد. وَلاَ لِحَيَاتِهِ. فَإذَا رَأيتمْ ذلك فَادعُوا الله وَكبروا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقوا

Sesungguhnya matahari dan bulan adalah tanda kekuasaan Allah, tidak mengalami gerhana karena kematian orang besar atau karena kelahiran calon orang besar. Jika kalian melihat peristiwa gerhana, perbanyak berdoa kepada Allah, perbanyak takbir, kerjakan shalat, dan perbanyak sedekah.

Lalu beliau mengatakan,

يَا أمةَ مُحمَّد والله مَا مِنْ أحَد أغْيَرُ مِنَ الله سُبْحَانَهُ من أن يَزْنَي عَبْدُهُ أوْ تَزني أمَتُهُ. يَا أمةَ مُحَمد، وَالله لو تَعْلمُونَ مَا أعلم لضَحكْتُمْ قَليلاً وَلَبَكَيتم كثِيرا

Wahai ummat Muhammad, demi Allah, tidak ada dzat yang lebih pencemburu dari pada Allah, melebihi cemburunya kalian ketika budak lelaki dan budak perempuan kalian berzina.

Wahai Ummat Muhammad, demi Allah, andai kalian tahu apa yang aku tahu, kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis. (HR. Bukhari 1044 & Muslim 901 & 2127).

HUKUM KHUTBAH SHOLAT GERHANA ?

Para Ulama berbeda pendapat mengenai hukum khutbah shalat gerhana, apakah termasuk mustahab / dianjurkan satu paket dengan shalatnya ataukah itu sunah terpisah, dalam arti dianjurkan jika ada kebutuhan. Bukan satu paket dengan shalat.

PENDAPAT PERTAMA: Dianjurkan ada khutbah setelah shalat gerhana.

Ini adalah pendapat Imam as-Syafii dan salah satu riwayat pendapat Imam Ahmad.

Al-Imam An-Nawawi ketika menyebutkan pendapat yang menganggap khutbah gerhana itu mustahab, beliau berkata:

وبه قال جمهور السلف ، ونقله ابن المنذر عن الجمهور

Artinya: “Ini merupakan pendapat jumhur. dan dinukil oleh Ibnul Mundzir bahwa ini pendapat jumhur". (al-Majmu’, 5/59).

Dan ini pendapat yang dipilih oleh Syeikh Bin Baaz dan Imam Ibnu Utsaimin. Mereka berdalil dengan hadis dari Aisyah RA di atas.

Syeikh Bin Baaz berkata:

" تسن الخطبة بعد صلاة الكسوف ; لأن النبي صلى الله عليه وسلم فعل ذلك, وقد قال الله عز وجل: (لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ)، وقال النبي صلى الله عليه وسلم: (من رغب عن سنتي فليس مني)، ولما في ذلك من المصلحة العامة للمسلمين, وتفقيههم في الدين, وتحذيرهم من أسباب غضب الله وعقابه ، ويكفي أن يفعل ذلك وهو في المصلى بعد الفراغ من الصلاة " انتهى.
" مجموع فتاوى ابن باز " (13/44).

Artinya: “Di Sunnahkan berkhutbah setelah sholat Gerhana ; karena Nabi SAW melakukan nya. Sementara Allah SWT berfirman:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kalian”. (QS. Al-Ahzaab: 21).

Dan Rosulullah SAW bersabda:

فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي

“Maka barang siapa yang tidak menyukai sunnahku maka dia bukan termasuk golonganku”. (HR. Bukhori: 5063 dan Muslim: 1401)

Dan karena di dalam nya terdapat kemashlahatan umum umat Islam, dan memberikan pemahaman terhadap mereka tentang agama, dan memperingatkan mereka tentang penyebab-penyebab murka Allah dan hukuman-Nya.

Itu cukup baginya untuk melakukan hal itu ketikan dia berada di tempat sholat setelah menyelesaikan shalat “. (Baca: Majmu’ 'Fataawa Ibnu Baaz (13/44).

Dan Syeikh Ibnu ‘Utsaimiin berkata tentang mustahabb nya Khutbah setelah Sholat Gerhana:

"وهو الصحيح ، وذلك لأن النبي صلّى الله عليه وسلّم لما انتهى من صلاة الكسوف قام فحمد الله وأثنى عليه ، ثم قال: أما بعد ، ثم وعظ الناس.

وهذه الصفات صفات الخطبة. وقولهم: إن هذه موعظة ؛ لأنها عارضة. نقول: نعم ، لو وقع الكسوف في عهد النبي صلّى الله عليه وسلّم مرة أخرى ولم يخطب لقلنا: إنها ليست بسنة ، لكنه لم يقع إلا مرة واحدة ، وجاء بعدها هذه الخطبة العظيمة التي خطبها وهو قائم ، وحمد الله وأثنى عليه ، وقال: أما بعد ، ثم إن هذه المناسبة للخطبة مناسبة قوية من أجل تذكير الناس وترقيق قلوبهم ، وتنبيههم على هذا الحدث الجلل العظيم " انتهى.

"Itu Shahih, karena Nabi saw setelah selesai sholat gerhana, beliau SAW berdiri lalu beliau memuji Allah SWT dan menyanjung-Nya, kemudian bersabda: Amma Ba’du. Lalu beliau memberikan mau’idzoh kepada orang-orang.

Apa yang beliau SAW lakukan itu adalah sifat-sifat dalam khutbah. Adapun yang mereka katakan: Ini bukan khutbah, tapi hanya nasihat ; karena kondisinya dadakan.

Maka kami jawab: Ya, Jika gerhana terjadi lagi pada masa Nabi lalu beliau tidak menyampaikan khotbah, maka kami pun akan mengatakan: Khutbah Ini bukan Sunnah, akan tetapi memang Gerhana ini tidak terjadi kecuali satu kali pada masa beliau SAW.

Dan realitanya meskipun cuma terjadi satu kali, akan tetapi Nabi SAW setelah sholat gerhana beliau berkhutbah dengan khutbah yang yang agung, yang beliau khotbahkan sambil berdiri, memuji Allah SWT serta menyanjungnya. Lalu berkata: “Ammaa Ba’du.

Kemudian alibi nya juga sangat tepat dan kuat jika itu di identifikasikan sebagai Khutbah sholat Gerhana yang manfaatnya adalah untuk mengingatkan orang-orang, melembutkan hati mereka, dan mengingatkan mereka akan peristiwa besar yang luar biasa ini. (Kutipan berakhir). (Baca: “الشرح الممتع” karya Ibnu Utsaimin 5/188 dan “الإنصاف” karya al-Mardaway al-Hanbali (2/448).

Berapa kali Khuthbah ?

Sebagian para ulama berpendapat bahwa yang MUSTAHABB adalah dua kali khutbah dengan duduk sebentar di antara keduanya, seperti yang dia lakukan dalam khotbah Jumat.

Dan ini adalah Madzhab Imam al-Syafi'i رحمه الله (al-Umm 1/280).

Namun menurut yang nampak dzohir dari hadits-hadits sholat Gerhana menunjukkan bahwa Nabi SAW berkhutbah satu kali.

Ini adalah yang dipilih oleh sebagian para ulama madzhab Hanbali, dan Sheikh Ibnu Utsaimiin. (Lihat: "Al-Inshaaf" (2/448), "Al-Sharh Al-Mumti’ '" (5/188)

PENDAPAT KEDUA: Tidak dianjurkan (Tidak di Sunnahkan) adanya khutbah setelah shalat gerhana.

Ini adalah pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad menurut riwayat yang masyhur.

Adapun jawaban terhadap hadits Aisyah RA di atas, maka hadits tsb dipahami bahwa Nabi SAW melakukan khutbah itu karena bertujuan hendak menjelaskan beberapa hukum terkait gerhana. Untuk meluruskan pemahaman mereka tentang peristiwa gerhana. (Dan liha: al-Mughni karya Ibnu Quddaamah al-Hanbali 2/144).

Sementara madzhab Malikiyah mengatakan bahwa dianjurkan / mustahabb untuk memberikan nasehat setelah shalat gerhana, akan tetapi bentuknya tidak seperti sifat khutbah. (Baca: “بلغة السالك لأقرب المسالك” karya Ahmad as-Shawi 1/350).

Ahmad as-Shoowi mengatakan:

وندب وعظ بعدها: أي لا على طريقة الخطبة لأنه لا خطبة لها

Dianjurkan untuk memberikan nasehat setelah shalat gerhana, artinya bentuknya bukan khutbah. Karena tidak ada khutbah untuk shalat gerhana. (Baca: “بلغة السالك لأقرب المسالك” karya Ahmad as-Shawi, 1/350).
Ibnu Daqiq al-Eid menjawab terhadap dua madzhab tersebut, dengan mengatakan dalam penjelasan hadits Aisyah yang sebelumnya:

ظاهر في الدلالة على أن لصلاة الكسوف خطبة ، ولم ير ذلك مالك ولا أبو حنيفة.

قال بعض أتباع مالك: ولا خطبة, ولكن يستقبلهم ويذكرهم.

وهذا خلاف الظاهر من الحديث, لا سيما بعد أن ثبت أنه ابتدأ بما تبتدأ به الخطبة من حمد الله والثناء عليه.
والذي ذُكر من العذر عن مخالفة هذا الظاهر: ضعيف, مثل قولهم: إن المقصود إنما كان الإخبار " أن الشمس والقمر آيتان من آيات الله, لا يخسفان لموت أحد ولا لحياته " للرد على من قال ذلك في موت إبراهيم. والإخبار بما رآه من الجنة والنار, وذلك يخصه.

وإنما استضعفناه لأن الخطبة لا تنحصر مقاصدها في شيء معين بعد الإتيان بما هو المطلوب منها من الحمد والثناء والموعظة.
وقد يكون بعض هذه الأمور داخلا في مقاصدها, مثل ذكر الجنة والنار, وكونهما من آيات الله ، بل هو كذلك جزما " انتهى. " إحكام الأحكام شرح عمدة الأحكام " (2/352).

“Nampak dzohir adanya indikasi bahwa dalam shalat gerhana itu ada khutbahnya. Meskipuan Imam Malik dan Abu Hanifah tidak melihat ini".

Sebagian para pengikut Imam Malik berkata: Tidak ada khotbah, tapi dia menyambut mereka dan menasihati mereka.

Hal ini bertentangan dengan apa yang tampak dari hadits, terlebih setelah terbukti bahwa Baliau SAW memulai khotbahnya dengan pujian dan penyanjungan kepada Allah SWT.

Dan apa yang disebutkan oleh mereka dari alasan menyelisihi yang dhohir: maka itu perkataan yang lemah, seperti perkataan mereka: Intinya adalah untuk menginformasikan "bahwa matahari dan bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda kekuasaan Allah, dan terjadinya gerhana dua-duanya (Matahari dan Bulan) bukan karena adanya kematian seseorang atau lahirnya", melainkan untuk menanggapi dan membantah orang-orang yang mengatakan bahwa gerhana itu terjadi karena kematian Ibrahim. Dan dalam khutbah tsb Nabi SAW menceritakan apa yang beliau lihat dari surga dan neraka. Dan itu adalah keistimewaan khusus untuk beliau.

Adapun kenapa kami menganggap perkataan mereka itu lemah ; karena kandungan khotbah itu tidak terbatas pada hal tertentu setelah melakukan apa yang disyaratkan dalam berkhuthbah yaitu pujian, pengagungan dan nasihat.

Dan terkadang sebagian dari hal-hal ini ada dalam maksud dan tujuan tsb, seperti penyebutan Surga dan Neraka, dan menjelaskannya bahwa matahari dan bulan adalah tanda-tanda kekuasaan Allah, tetapi begitu juga harus tegas. " (Kutipan berakhir). (Baca: “إحكام الأحكام شرح عمدة الأحكام”(2/352)

TARJIIH:


Pendapat yang lebih mendekati kebenaran adalah pendapat jumhur ulama, yaitu Khuthbah itu di sunnahkan. Karena ini yang sesuai dengan sunah Nabi SAW. Terlepas dari latar belakang khutbah yang beliau sampaikan. Mengingat, yang namanya khutbah, tujuannya tidak hanya terbatas untuk menyelesaikan satu kasus. Tapi disesuaikan dengan semua kasus yang ada di masyarakat. (Ihkam al-Ahkam, 2/352)

KHUTBAHNYA PENDEK:


Pada aturan dalam khutbah gerhana, sama dengan aturan pada khutbah lainnya.

Dan salah satu prinsip khutbah adalah hanya menyampaikan yang penting, yang bersifat indoktrinasi (tau’iyah). Karena itulah, khutbah diajurkan untuk dibuat ringkas, tidak membosankan dan tidak melelahkan.

Dalam hadist Ammar bin Yasir RA, Nabi SAW bersabda,

إِنَّ طُولَ صَلاَةِ الرَّجُلِ وَقِصَرَ خُطْبَتِهِ مَئِنَّةٌ مِنْ فِقْهِهِ فَأَطِيلُوا الصَّلاَةَ وَاقْصُرُوا الْخُطْبَةَ

Artinya: “Panjangnya shalat imam, dan pendeknya khutbahnya menunjukkan pemahaman dia terhadap agama. Karena itu, perpanjang shalat dan perpendek khutbah”. (HR. Muslim 869 & 2046)

Coba kita perhatikan Isi khutbah gerhana yang disampaikan oleh Nabi SAW: Sangat ringkas, bersifat indoktrinasi, meluruskan pemahaman yang keliru di masyarakat, dan penjelasan amalan yang harus dilakukan oleh seorang muslim ketika gerhana.

Wallahu a’lam bish-showaab.

ثانيا:

أما طول الخطبة ، فالمستحب بوجه عام هو تقصير الخطبة ، بحيث تفي بالمقصود من وعظ الناس وتذكيرهم ، ولا تملهم أو ترهقهم ، فقد قال النبي صلى الله عليه وسلم: (إِنَّ طُولَ صَلَاةِ الرَّجُلِ وَقِصَرَ خُطْبَتِهِ مَئِنَّةٌ – أي علامة - مِنْ فِقْهِهِ ، فَأَطِيلُوا الصَّلَاةَ ، وَاقْصُرُوا الْخُطْبَةَ) رواه مسلم (869).

والله أعلم.




الحمد لله.


أولا:
ثبت أن النبي صلى الله عليه وسلم خطب بعد صلاة الكسوف ، فقد روى البخاري (1044) ومسلم (901) عن عَائِشَةَ رضي الله عنها أن النبي صلى الله عليه وسلم انْصَرَفَ وَقَدْ انْجَلَتْ الشَّمْسُ ، فَخَطَبَ النَّاسَ ، فَحَمِدَ اللَّهَ ، وَأَثْنَى عَلَيْهِ ، ثُمَّ قَالَ: (إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ ، لَا يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ ، وَكَبِّرُوا ، وَصَلُّوا ، وَتَصَدَّقُوا ، ثُمَّ قَالَ: يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ وَاللَّهِ مَا مِنْ أَحَدٍ أَغْيَرُ مِنْ اللَّهِ أَنْ يَزْنِيَ عَبْدُهُ أَوْ تَزْنِيَ أَمَتُهُ، يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ ، وَاللَّهِ لَوْ تَعْلَمُونَ مَا أَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيلًا ، وَلبَكَيْتُمْ كَثِيرًا).
ولهذا ذهب جمهور السلف إلى استحباب الخطبة بعد صلاة الكسوف ، وهو مذهب الإمام الشافعي وأحد القولين للإمام أحمد.
قال النووي رحمه الله في " المجموع " (5/59) عن القول باستحباب الخطبة بعد الصلاة: "وبه قال جمهور السلف ، ونقله ابن المنذر عن الجمهور" انتهى.
وقال الشيخ ابن باز رحمه الله:
" تسن الخطبة بعد صلاة الكسوف ; لأن النبي صلى الله عليه وسلم فعل ذلك, وقد قال الله عز وجل: (لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ)، وقال النبي صلى الله عليه وسلم: (من رغب عن سنتي فليس مني)، ولما في ذلك من المصلحة العامة للمسلمين, وتفقيههم في الدين, وتحذيرهم من أسباب غضب الله وعقابه ، ويكفي أن يفعل ذلك وهو في المصلى بعد الفراغ من الصلاة " انتهى.
" مجموع فتاوى ابن باز " (13/44).
وقال الشيخ ابن عثيمين رحمه الله عن استحباب الخطبة بعد صلاة الكسوف:
"وهو الصحيح ، وذلك لأن النبي صلّى الله عليه وسلّم لما انتهى من صلاة الكسوف قام فحمد الله وأثنى عليه ، ثم قال: أما بعد ، ثم وعظ الناس.
وهذه الصفات صفات الخطبة. وقولهم: إن هذه موعظة ؛ لأنها عارضة. نقول: نعم ، لو وقع الكسوف في عهد النبي صلّى الله عليه وسلّم مرة أخرى ولم يخطب لقلنا: إنها ليست بسنة ، لكنه لم يقع إلا مرة واحدة ، وجاء بعدها هذه الخطبة العظيمة التي خطبها وهو قائم ، وحمد الله وأثنى عليه ، وقال: أما بعد ، ثم إن هذه المناسبة للخطبة مناسبة قوية من أجل تذكير الناس وترقيق قلوبهم ، وتنبيههم على هذا الحدث الجلل العظيم " انتهى.
" الشرح الممتع " (5/188) ، وانظر: "الإنصاف" (2/448) للمرداوي الحنبلي.
وقد ذهب بعض العلماء إلى أن المستحب أن يخطب خطبتين يجلس بينهما جلسة يسيرة ، كما يفعل في خطبة الجمعة ، وهذا مذهب الإمام الشافعي رحمه الله.
وانظر: "الأم" (1/280).
وظاهر الأحاديث أن النبي صلى الله عليه وسلم خطب خطبة واحدة ، وهو ما اختاره بعض الحنابلة ، ورجحه الشيخ ابن عثيمين رحمه الله.
انظر: "الإنصاف" (2/448) ، "الشرح الممتع" (5/188).
وقد ذهب الإمامان أبو حنيفة وأحمد في المشهور عنه أنه لا يستحب الخطبة بعدها.
وأجابوا عن فعل النبي صلى الله عليه وسلم ، بأنه صلى الله عليه وسلم خطب بعد الصلاة ليبين للصحابة بعض الأحكام المتعلقة بصلاة الكسوف.
وانظر: "المغني" (2/144).
ومذهب المالكية: أنه يستحب الوعظ بعدها ولكن لا يكون على صفة الخطبة.
وانظر: "بلغة السالك لأقرب المسالك" (1/350).
وقد أجاب ابن دقيق العيد رحمه الله على المذهبين فقال في شرح حديث عائشة السابق:
" ظاهر في الدلالة على أن لصلاة الكسوف خطبة ، ولم ير ذلك مالك ولا أبو حنيفة.
قال بعض أتباع مالك: ولا خطبة, ولكن يستقبلهم ويذكرهم.
وهذا خلاف الظاهر من الحديث, لا سيما بعد أن ثبت أنه ابتدأ بما تبتدأ به الخطبة من حمد الله والثناء عليه.
والذي ذُكر من العذر عن مخالفة هذا الظاهر: ضعيف, مثل قولهم: إن المقصود إنما كان الإخبار " أن الشمس والقمر آيتان من آيات الله, لا يخسفان لموت أحد ولا لحياته " للرد على من قال ذلك في موت إبراهيم. والإخبار بما رآه من الجنة والنار, وذلك يخصه.
وإنما استضعفناه لأن الخطبة لا تنحصر مقاصدها في شيء معين بعد الإتيان بما هو المطلوب منها من الحمد والثناء والموعظة.
وقد يكون بعض هذه الأمور داخلا في مقاصدها, مثل ذكر الجنة والنار, وكونهما من آيات الله ، بل هو كذلك جزما " انتهى.
" إحكام الأحكام شرح عمدة الأحكام " (2/352).
ثانيا:
أما طول الخطبة ، فالمستحب بوجه عام هو تقصير الخطبة ، بحيث تفي بالمقصود من وعظ الناس وتذكيرهم ، ولا تملهم أو ترهقهم ، فقد قال النبي صلى الله عليه وسلم: (إِنَّ طُولَ صَلَاةِ الرَّجُلِ وَقِصَرَ خُطْبَتِهِ مَئِنَّةٌ – أي علامة - مِنْ فِقْهِهِ ، فَأَطِيلُوا الصَّلَاةَ ، وَاقْصُرُوا الْخُطْبَةَ) رواه مسلم (869).
والله أعلم.

Posting Komentar

0 Komentar