Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

MADZHAB PARA ULAMA TENTANG MENGAMBIL SESUATU DARI HEWAN KURBAN SEBELUM DI SEMBELIH




Di Susun oleh Abu Haitsam Fakhri
KAJIAN NIDA AL-ISLAM

بسم الله الرحمن الرحيم

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه، أما بعـد:

Pendapat para ulama tentang mengambil sesuatu dari hewan kurban sebelum di sembelih atau memanfaatkannya, seperti mengambil kotorannya, bulu wolnya, air susunya, anak yang terlahir darinya, mengendarainya atau menggunakannya untuk mengangkut sesuatu diatasnya:

PERTAMA: KOTORAN HEWAN KURBAN:


Penulis belum menemukan rincian fuqaha tentang hukum mengambil kotoran hewan kurban kecuali apa yang ada dalam kitab “الفتاوى الهندية” 5/347 dari Madzhab Hanafi:

"ويتصدق بروثها, فإن كان يعلفها فما اكتسب من لبنها أو انتفع من روثها فهو له, ولا يتصدق بشيء"

“Kotorannya harus disedekahkan, kecuali jika dia yang memberinya pakan, maka apa yang dia peroleh dari susunya atau manfaat dari kotorannya maka itu miliknya, dan tidak ada harus disedekahkan “. Begitu juga dalam kitab “المحيط” karya as-Sarkhosii.

KEDUA: SUSU HEWAN KURBAN, BULU WOL, ANAKNYA DAN MENUNGGANGINYA


Adapun selain kotoran, seperti susu, wol, dan menungganginya, maka itu ada rincian perkataan para ahli fiqih yang telah disebutkan oleh para penulis “الموسوعة الفقهية الكويتية” 6/120 dan sesudahnya (ensiklopedia fikih Kuwait).

Disini kami akan menyebutkannya sekedar untuk menambah pengetahuan.

Mereka para penulis “الموسوعة الفقهية الكويتية” berkata:

“ Madzhab Hanafi berpendapat bahwa ada perkara-perkara yang hukumnya makruh tahrim (yakni: haram) jika dilakukan sebelum penyembelihan:

PERKARA PERTAMA: SUSU HEWAN KURBAN DAN BULU WOL NYA

MADZHAB HANAFI:

Termasuk perkara yang di haramkan (Makruh Tahrim) dalam madzhab Hanafi adalah Haram Memerah susu domba yang dibeli untuk berkurban atau mencukur bulu wollnya, baik yang membeli domba tsb itu orang kaya maupun orang yang tidak mampu.

Begitu pula domba yang telah ditentukan untuk nadzar. Seperti jika seseorang berkata:

لله علي أن أضحي بهذه

Artinya: “Karena Allah, saya wajib mempersembahkan kurban ini”.

Atau dia berkata:

“جعلت هذه أضحية”

“Saya telah menetapkan ini sebagai kurban”.

Adapun kenapa itu di haramkan (makruh tahrim), karena dia telah menjadikannya untuk Qurbah (untuk ibadah dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah), maka tidak boleh mengambil manfaat darinya sebelum melaksanakan qurbah padanya, sebagaimana tidak boleh baginya mengambil manfaat dari dagingnya jika dia menyembelihnya sebelum waktunya.

Dan karena memerah susunya dan mencukurnya itu menyebabkan kekurangan di dalamnya.

Dan pada hewan kurban dilarang melakukan sesuatu yang menyebabkan kekurangan di dalamnya.

Sebagian dari mereka ada yang mengecualikan domba yang dibeli oleh orang kaya dengan niat berkurban, karena pembeliannya itu tidak menjadikannya wajib pada domba tsb ; karena dia bisa beli lagi sebagai penggantinya dan karena kewajibannya itu ada dalam tanggungannya.

Namun Pengecualian ini LEMAH, karena domba tsb sudah ditentukan untuk qurbah selama belum ada domba lain yang menggantikannya. Maka sebelum dia menyembelih domba lain sebagai gantinya, maka tetap tidak boleh baginya untuk memerah susunya, dan tidak juga mencukur bulunya untuk mengambil manfaatnya.

Oleh karena itu, tidak halal baginya memakan dagingnya jika ia menyembelihnya sebelum waktunya.

Namun Jika ada susu di ambing (buah dada) hewan kurban tertentu, dan dia takut membahayakannya dan membinasakannya, jika dia tidak memerah susunya, maka percikkanlah ambingnya (buah dadanya) dengan air dingin sampai susunya menyusut, karena tidak ada celah untuk bolehnya memerah susu.

Lalu jika memerahnya maka air susunya harus disedekahkan ; karena, itu adalah bagian dari kambing yang sudah ditentukan untuk qurbah. Jika dia tidak menyedekahkannya sampai air susunya itu rusak atau dia meminumnya - misalnya – maka dia harus bersedekah yang serupa atau yang senilai dengannya.

Dan hukum yang berkenaan dengan masalah susu di atas, sama pula hukumnya dengan wol, rambut, dan bulu hewan. (Baca “الموسوعة الفقهية الكويتية” 6/120)

MADZHAB MALIKI:

Mereka berkata:

يكره أي تنزيها شرب لبن الأضحية بمجرد شرائها أو تعيينها من بين بهائمه للتضحية, ويكره أيضا جز صوفها قبل الذبح, لما فيه من نقص جمالها, ويستثنى من ذلك صورتان: أولاهما: أن يعلم أنه ينبت مثله أو قريب منه قبل الذبح. ثانيتهما: أن يكون قد أخذها بالشراء ونحوه, أو عينها للتضحية بها من بين بهائمه ناويا جز صوفها, ففي هاتين الصورتين لا يكره جز الصوف. وإذا جزه في غير هاتين الصورتين كره له بيعه

“Dimakruhkan – yakni makruh tanziih - meminum susu hewan kurban, meski baru saja membeli hewan tsb atau baru saja menentukannya untuk berkurban dari salah satu hewan-hewan ternaknya. Dan juga di makruhkan mencukur bulunya sebelum disembelih, karena yang demikian itu mengurangi keindahannya.

Namun dari itu ada dua pengecualian:

Yang pertama adalah: diketahui bahwa akan segera tumbuh kembali yang semisalnya atau mirip dengan itu sebelum disembelih.

Kedua: ia mengambilnya dengan cara membeli dan sejenisnya, atau untuk mencirikannya bahwa hewan tsb untuk berkurban di antara hewan-hewan lainnya, dengan disertai niat untuk mencukur bulunya. (Baca “الموسوعة الفقهية الكويتية” 6/120)

Dalam “الشرح الكبير” karya Abul Barkaat 2/122 dicampur dengan kitab “مختصر خليل المالكي” disebutkan:

(وكره) للمضحي (جز صوفها قبله) أي قبل الذبح لما فيه من نقص جمالها (إن لم ينبت) مثله أو قريب منه (للذبح) أي لوقت الذبح (ولم ينوه) أي الجز حين أخذها بشراء وكذا (حين أخذها) من شريكه أو من معطيها له أو تعيينها من غنمه فيما يظهر إذ لا فرق فإن نبت مثله للذبح أو نواه حين الأخذ لم يكره. انتهى.

(Dan makruh) bagi orang yang berkurban untuk memotong bulunya sebelumnya, yaitu sebelum penyembelihan, karena menyebabkan berkurangnya keindahan (jika tidak bisa tumbuh lagi) yang semisalnya atau mendekatinya (untuk disembelih) yakni: pada saat disembelih.

(Dan dia tidak berniat) yakni: tidak berniat mau mencukurnya pada saat dia membelinya.
Dan demikian pula (ketika dia mengambilnya) dari syariiknya / sekutunya atau dari orang yang memberikannya, atau pada saat dia menentukan pilihan dari domba-dombanya. Maka yang nampak adalah hukumnya tidak makruh ; karena tidak ada perbedaan jika bisa tumbah lagi yang semisalnya. Atau dia telah berniat memotongnya pada saat mengambilnya, maka ini juga tidak makruh “. (Kutipan selesai).

MADZHAB SYAFI’I DAN MADZHAB HANBALI:

Para ulama Madzhab Syafi'i dan Hanbali menyatakan:

لا يشرب من لبن الأضحية إلا الفاضل عن ولدها, فإن لم يفضل عنه شيء أو كان الحلب يضر بها أو ينقص لحمها لم يكن له أخذه, وإن لم يكن كذلك فله أخذه والانتفاع به. وقالوا أيضا: إن كان بقاء الصوف لا يضر بها أو كان أنفع من الجز لم يجز له أخذه, وإن كان يضر بها أو كان الجز أنفع منه جاز الجز ووجب التصدق بالمجزوز.

Tidak boleh meminum dari susu hewan kurban kecuali yang tersisa dari anak-anaknnya.

Jika tidak ada yang sisa darinya, atau jika memerah susunya itu membahayakannya atau menyebabkan berkurang dagingnya, maka dia tidak berhak mengambilnya. Dan jika tidak, maka dia boleh mengambilnya dan mengambil manfaat darinya.

Mereka juga berkata: Jika membiarkan bulu wollnya itu tidak membahayakan, atau lebih bermanfaat daripada mencukurnya, maka tidak boleh baginya untuk mengambilnya.

Dan jika membiarkan bulu wollnya itu berbahaya bagi hewan tsb, atau jika memotongnya itu lebih bermanfaat baginya, maka boleh dipotong. Dan bulu woll yang di potong itu wajib disedekahkan. (Baca “الموسوعة الفقهية الكويتية” 6/120-121)

Dan Syeikh Zakaria al-Anshari asy-Syafi’i dalam kitab “أسنى المطالب” 7/27 berkata:

(وَلَهُ جَزُّ صُوفٍ عَلَيْهَا إنْ تُرِكَ إلَى الذَّبْحِ أَضَرَّ بِهَا) لِلضَّرُورَةِ، وَإِلَّا فَلَا يَجُزَّهُ إنْ كَانَتْ وَاجِبَةً لِانْتِفَاعِ الْحَيَوَانِ فِي دَفْعِ الْأَذَى عَنْهُ وَانْتِفَاعِ الْمَسَاكِينِ بِهِ عِنْدَ الذَّبْحِ (وَ) لَهُ (الِانْتِفَاعُ بِهِ، وَالتَّصَدُّقُ بِهِ أَفْضَلُ) مِنْ الِانْتِفَاعِ بِهِ وَكَالصُّوفِ فِيمَا ذُكِرَ الشَّعْرُ وَالْوَبَرُ انتهى.

Dan baginya boleh mencukur bulu woll yang ada padanya jika dibiarkan sampai waktu penyembelihan akan membahayakannya ; jadi bolehnya itu karena darurat.

Jika tidak, maka tidak boleh mencukurnya jika kurbannya itu wajib ; hewan tsb bisa mengambil manfaat darinya untuk menghindari bahaya dari sesuatu, dan agar orang-orang miskin bisa mengambil manfaat darinya saat menyembelih.

(Dan) jika telah disembelih maka baginya (boleh memanfaatkan - bulu woll- nya, namun menyedekahkannya) lebih baik daripada memanfaatkannya. Dan sama pula seperti wol hukum dalam masalah rambut dan bulu lainnya “.

Ibn Qudamah al-Hanbali berkata dalam “al-Mughni” 9/146 No. masalah 7872:

وَأَمَّا صُوفُهَا، فَإِنْ كَانَ جَزُّهُ أَنْفَعَ لَهَا، مِثْلَ أَنْ يَكُونَ فِي زَمَنِ الرَّبِيعِ، تَخِفُّ بِجَزِّهِ وَتَسْمَنُ، جَازَ جَزُّهُ، وَيَتَصَدَّقُ بِهِ، وَإِنْ كَانَ لَا يَضُرُّ بِهَا؛ لِقُرْبِ مُدَّةِ الذَّبْحِ أَوْ كَانَ بَقَاؤُهُ أَنْفَعَ لَهَا؛ لِكَوْنِهِ يَقِيهَا الْحَرَّ وَالْبَرْدَ لَمْ يَجُزْ لَهُ أَخْذُهُ، كَمَا أَنَّهُ لَيْسَ لَهُ أَخْذُ بَعْضِ أَجْزَائِهَا. انتهى.

“ Adapun bulu wollnya, jika mencukurnya lebih bermanfaat baginya, seperti ketika di musim semi, dia ditipiskan dengan mencukur dan menggemukkannya, maka dia boleh mencukurnya lalu bersedekah dengannya.

Dan jika tidak membahayakan karena sudah dekat dengan waktu penyembelihan, atau jika membiarkannya itu lebih bermanfaat karena melindunginya dari panas dan dingin, maka tidak boleh baginya untuk mengambil bulu wollnya, sebagaimana dia tidak boleh mengambil bagian-bagiannya”.

Dalam kitab “مسائل الإمام أحمد” no. 2864 di sebutkan:

قلت: هل تجز الضحية ؟
قال: إذا كان ذلك ضررا بها فذاك مكروه إلا أن يطول صوفها.
قال إسحاق: كما قال ، لا ينقصن المسلم شيئا منها ، صوفا كان أو غيره ، حتى يدعها بكمالها حسنا جميلا ".

Artinya:

“ Aku bertanya (kepada Imam Ahmad): Apakah boleh mencukur bulu hewan kurban ?

Beliau menjawab: “ jika itu menimbulkan dhoror / bahaya, maka itu makruh kecuali jika bulu wollnya kepanjangan “.

Ishaq berkata: “ benar seperti yang dia katakan. Seorang Muslim jangan mengurangi sedikitpun darinya, baik bulu woll nya maupun lainnya, sehingga dia membiarkannya dalam keadaan sempurna, bagus dan indah “.

Kesimpulan madzhab Maliki, Syafi’i dan Hanbali:

Maka bulu woll hewan kurban yang disebutkan itu boleh dicukur jika itu membawa mashlahat bagi hewan kurban atau jika membiarkan nya akan menimbulkan bahaya.

Dan jika Anda mencukur bulu woll kurban Anda, maka Anda harus mensedekahkannya kepada fakir miskin.

Apapun kondisinya, maka tidak ada larangan bagi anda untuk mencukur bulu woll kurban anda jika tidak menghilangkan syarat shahnya hewan kurban.

DALIL MADZHAB HANAFI YANG MELARANG MENCUKUR BULU DAN MEMOTONG KUKU HEWAN KURBAN:

Dalil Pertama:

Hadits dari Ummu Salamah Hindun bintu Abi Umayyah RA, Nabi SAW bersabda:

مَن كانَ له ذِبْحٌ يَذْبَحُهُ فإذا أُهِلَّ هِلالُ ذِي الحِجَّةِ، فلا يَأْخُذَنَّ مِن شَعْرِهِ، ولا مِن أظْفارِهِ شيئًا حتَّى يُضَحِّيَ

“Barangsiapa yang punya hewan sembelihan, jika sudah nampak hilal Dzulhijjah, maka jangan mengambil rambutnya sedikit pun. Juga jangan mengambil sedikitpun dari kukunya, sampai ia berqurban” (HR. Muslim no. 1977).

Sebagian para ulama memahami bahwa dhamir ه pada kata شَعْرِهِ dan أظْفارِهِ kembali pada ذِبْحٌ (hewan qurban). Sehingga kata mereka, yang dilarang potong rambut dan kuku adalah hewan qurban.

BANTAHAN:

Ini adalah pemahaman yang keliru. Pemahaman yang benar terhadap hadits tsb adalah dengan melihat jalan yang lain dan lafadz yang lain.

Dalam redaksi yang lain berbunyi:

" إِذَا دَخَلَتْ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلا يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا ".

“Jika sepuluh hari awal Dzul Hijjah sudah masuk, dan seseorang dari kalian ingin berkurban, maka hendaknya tidak menyentuh (memotong) rambut dan bulu tubuhnya sedikitpun”. (HR. Muslim (1977)

Kata: (وَبَشَرِهِ) dlm hadits yang artinya “ dan kulitnya “.

Makna (بَشَرَةٌ) adalah: “ظاهر الجلد الإنسان” artinya PERMUKAAN KULIT MANUSIA.

Dan dalam lafadz yang lain, Nabi SAW bersabda:

إذا رَأَيْتُمْ هِلالَ ذِي الحِجَّةِ، وأَرادَ أحَدُكُمْ أنْ يُضَحِّيَ، فَلْيُمْسِكْ عن شَعْرِهِ وأَظْفارِهِ

“Jika kalian melihat hilal Dzulhijjah, dan seseorang sudah berniat untuk berqurban, maka hendaknya ia membiarkan semua rambutnya dan semua kukunya” (HR. Muslim no.1977).

Dalam hadits ini sama sekali tidak disebutkan kata ذِبْحٌ (hewan qurban) atau semisalnya. Maka jelas maksudnya yang dilarang memotong kuku dan rambut adalah orang yang berniat untuk berqurban.

Dan demikianlah yang dipahami oleh para salaf dan para ulama terdahulu. Bahwa yang dilarang memotong kuku dan rambut adalah orangnya bukan hewannya.

Kemudian pendapat yang menyatakan bahwa yang dilarang dipotong rambut dan kukunya adalah hewan sembelihannya, ini pendapat yang gharib (aneh). Sebagaimana dikatakan oleh Al-Mulaa’ Ali Al-Qari, beliau berkata:

وأغرب ابن الملك حيث قال: أي: فلا يمس من شعر ما يضحي به ، وبشره أي ظفره وأراد به الظلف ، ثم قال: ذهب قوم إلى ظاهر الحديث ، فمنعوا من أخذ الشعر والظفر ما لم يذبح ، وكان مالك والشافعي يريان ذلك على الاستحباب ، ورخص فيه أبو حنيفة - رحمه الله - والأصحاب اهـ. وفي عبارته أنواع من الاستغراب.

“Ibnul Malak (ulama Hanafi, wafat 801H) memiliki pendapat ghariib ketika ia berkata: “tidak boleh memotong rambut hewan yang akan disembelih tersebut, demikian juga kulitnya dan kukunya”.

Maka Ibnul Malak memahami yang dilarang adalah hewannya.

Ia juga mengatakan: “sebagian ulama mengambil zhahir hadits ini, mereka melarang memotong rambut dan kuku hewan yang belum disembelih.

Sementara Imam Malik dan Imam Asy Syafi’i berpendapat bahwa perkara ini (yakni: tidak memotong rambut dan kuku) hukumnya mustahab, sedangkan Abu Hanifah dan murid-muridnya membolehkan”. Maka dalam pernyataan Ibnul Malak ini terdapat macam-macam yang aneh”. (“مرقاة المفاتيح شرح مشكاة المصابيح” 3/511 syarah hadits no. 1459).

DALIL KE TIGA:

Dari ‘Aisyah RA: Rasulullah SAW bersabda:

مَا عَمِلَ ابْنُ آدَمَ يَوْمَ النَّحْرِ عَمَلاً اَحَبَّ اِلَى اللهِ مِنْ إِرَاقَةِ الدَّمٍ اِنَّهَا لَتَأْتِى يَوْمَ اْلقِيَامَةِ بِقُرُوْنِهَا وأَشْعَارِهَا وَاَظْلاَفِهَا وَاِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللهِ قَبْلَ اَنْ يَقَعَ مِنَ اْلاَرْضِ فَطِيْبُوْا بِهَا نَفْسًا.

“Tidak ada amalan anak Adam pada hari Nahr ('Iedul Adha) yang paling disukai Allah selain daripada mengalirkan darah (menyembelih qurban). Qurban itu akan datang kepada orang-orang yang melakukannya pada hari qiyamat dengan tanduk, BULU dan kukunya. Darah qurban itu lebih dahulu jatuh ke suatu tempat yang disediakan Allah sebelum jatuh ke atas tanah. Oleh sebab itu, berqurbanlah dengan senang hati.”

(HR At Tirmidzi no. 1493, Ibnu Majah no. 3126 dan al-Haakim dalam al Mustadrak 4/347 No. 7603).

Derajat Hadits:

Imam Tirmidzi berkata:
هَذَا حَدِيْثٌ حَسَنٌ غَرِيْبٌ
“Ini hadits hasan gharib”

Imam Hakim berkata:
هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحُ الْإِسْنَادِ
“Ini hadits shahih isnad”

BANTAHAN:

Di dalam sanad hadits tsb ada Abu al-Mutsanna, dia itu hadits nya Dhaif seperti yang dikatakan al-Haafidz Ibnu Hajar dlm “تقريب التهذيب” hal. 670.

Dan Hadits ini dhaif, sebagaimana dikatakan oleh Al Bukhari (العلل الكبير 244), Al Mundziri (الترغيب والترهيب 2/159), Ibnul Arabi (عارضة الأحوذي, 4/3), dan juga Al Albani (ضعيف ابن ماجة 613 dan “السلسة الضعيفة” no. 526).

DALIL KE 3:


Dalam hadis riwayat Zaid bin Arqam, dia berkata;

قَالَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا هَذِهِ الأَضَاحِىُّ قَالَ سُنَّةُ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ. قَالُوا فَمَا لَنَا فِيهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ بِكُلِّ شَعَرَةٍ حَسَنَةٌ. قَالُوا فَالصُّوفُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ بِكُلِّ شَعَرَةٍ مِنَ الصُّوفِ حَسَنَةٌ.

“Para sahabat bertanya kepada Nabi Saw., ‘Wahai Rasulullah, apakah maksud dari hewan-hewan kurban ini?.

Beliau SAW menjawab; ‘Ini merupakan sunnah (ajaran) bapak kalian, Nabi Ibrahim.’

Mereka bertanya, ‘Wahai Rasulullah, lantas apa yang akan kami dapatkan dengannya?’

Beliau SAW menjawab; ‘Setiap rambut terdapat satu kebaikan.’

Mereka berkata, ‘Bagaimana dengan bulu-bulunya wahai Rasulullah?’

Beliau SAW menjawab: “Dari setiap rambut pada bulu-bulunya terdapat sutu kebaikan.”

Abu Isa Turmudzi berkata;

وَيُرْوَى عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ فِي الْأُضْحِيَّةِ لِصَاحِبِهَا بِكُلِّ شَعَرَةٍ حَسَنَةٌ وَيُرْوَى بِقُرُونِهَا

"Telah diriwayatkan dari Rasulullah SAW, Bahwasanya beliau pernah bersabda tentang kurban; "Pemiliknya akan mendapat satu kebaikan dari setiap bulunya." Dalam riwayat lain, "Dengan setiap tanduknya." (no. 1413)

Dalam “السلسلة الضعيفة” 14/2 (527), Syaikh Al Albani menyatakan: Bahwa hadits ini maudhu’ (palsu)

Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam Sunannya (2/273) dan al-Hakim dalam al-Mustadrak (2/389) dari A'idzullah bin Abdullah al-Mujaasyi'i dari Abu Daud al-Subai'i dari Zaid bin Arqam yang berkata: “Para sahabat bertanya kepada Nabi Saw., ‘Wahai Rasulullah, apakah maksud dari hewan-hewan kurban seperti ini?. Beliau menjawab:.... dst.

Al-Haakim berkata: “ Sanadnya Shahih “. Tapi di tolak oleh adz-Dzahabi dengan mengatakan: “ ‘Aidzullah, telah berkata Abu Haatim: Munkar al-hadits “.

Dan Syeikh al-Albaani berkata:

وهذا تعقب قاصر يوهم أنه سالم ممن فوق عائذ، قال المنذري بعد أن حكى تصحيح الحاكم: " بل واهية، عائذ الله هو المجاشعي وأبو داود هو نفيع بن الحارث الأعمى وكلاهما ساقط ". وأبو داود هذا قال الذهبي فيه: " يضع ". وقال ابن حبان: " لا تجوز الرواية عنه، هو الذي روى عن زيد بن أرقم... " فذكر الحديث.

Dan ini adalah kritikan yang teralu singkat yang memberikan kesan bahwa para perawi di atas ‘Aidz aman selamat. Al-Mundziri berkata stelah menyebutkan penshahihan al-Hakim: “Sebaliknya, dia itu waahiyah / lemah sekali. ‘Aidzullah adalah al-Mujaasyi’ii. Dan Abu Daud, dia adalah Nufai’ bin al-Haarits al-A’maa, dua-dua nya jatuh “. Dan tentang Abu Daud ini, telah berkata adz-Dzahabi: “ Memalsukan”. Dan Ibnu Hibban berkata: “ Tidak boleh meriwayatkan dari nya. Dia itulah yang meriwayatkan dari Zaid bin al-Arqam.... lalu menyebutkan hadits tsb”.

Ibnu Hibban berkata dalam Al-Du'afa' (3/55):

يروي عن الثقات الموضوعات توهما، لا يجوز الاحتجاج به، هو الذي روى عن زيد ابن أرقم.. فذكر هذا الحديث.

Dia meriwayatkan hadits-hadits palsu dengan menagatas namakan dari orang-orang yang dapat dipercaya, maka tidak boleh berhujjah dengannya. Dialah orangnya yang meriwayatkan dari Zaid Ibn Arqam.. “, Lalu dia menyebutkan hadits ini.

Al-Busairi berkata dalam Al-Zawa'id:

في إسناده أبو داود واسمه نفيع بن الحارث وهو متروك، واتهم بوضع الحديث.

Dalam sanadnya ada Abu Daud, dan namanya adalah Nufai` bin Al-Harits, dan dia itu matruuk (ditinggalkan oleh para ahli hadits), dan dia dituduh memalsukan hadits “.
(Baca juga “السلسلة الضعيفة” 3/157 dalam takhriij hadist no. 1050)

Kesimpulannya, yang dilarang untuk memotong kuku dan rambut adalah shahibul qurban, yaitu orang yang berniat untuk berqurban. Semenjak 1 Dzulhijjah dan ia sudah berniat untuk berqurban, maka tidak boleh memotong kuku atau rambutnya hingga hewan qurbannya disembelih.

PERKARA KEDUA: MENJUAL HEWAN KURBAN SEBELUM DI SEMBELIH

MADZHAB HANAFI:

Salah satu hal yang diharamkan oleh madzhab Hanafi sebelum berkurban adalah penjualan seekor domba yang telah ditentukan untuk qurban dengan pembelian atau dengan nadzar.

Mereka mengatakan:

وإنما كره بيعها, لأنها تعينت للقربة, فلم يحل الانتفاع بثمنها كما لم يحل الانتفاع بلبنها وصوفها, ثم إن البيع مع كراهته ينفذ عند أبي حنيفة ومحمد, لأنه بيع مال مملوك منتفع به مقدور على تسليمه, وعند أبي يوسف لا ينفذ, لأنه بمنزلة الوقف.
وبناء على نفاذ بيعها فعليه مكانها مثلها أو أرفع منها فيضحي بها, فإن فعل ذلك فليس عليه شيء آخر, وإن اشترى دونها فعليه أن يتصدق بفرق ما بين القيمتين, ولا عبرة بالثمن الذي حصل به البيع والشراء إن كان مغايرا للقيمة.

Adapun kenapa diharamkan menjualnya, karena hewan tsb telah ditetapkan untuk kurban, sehingga dia tidak boleh mengambil manfaat dari harganya, seperti tidak boleh memanfaatkan susu dan bulu wolnya.

Kemudian jual beli itu walaupun diharamkan, namun menurut Abu Hanifah dan Muhammad tetap sah, karena hewan yang dijual tsb adalah harta yang dimiliki, ada manfaatnya, dan bisa diserah terimakan.

Dan menurut Abu Yusuf bahwa itu tidak shah karena sama kedudukannya dengan harta wakaf.

Dan berdasarkan keabsahan penjualannya, maka dia harus menggantinya dengan sesuatu yang seperti itu atau lebih dari itu, lalu dia berkurban dengannya. Dan jika dia melakukannya, maka dia tidak berkewajiban yang lainnya.

Dan jika dia membeli yang lebih rendah kwalitasnya, mak dia harus bersedekah senilai perbedaan harga diantara keduanya. Dan harga yang dihasilkan dari jual beli hewan tsb tidak bisa dijadikan standar jika berbeda dari nilai kwalitasnya. (Baca “الموسوعة الفقهية الكويتية” 6/120-122)

MADZHAB MALIKI:

Para ulama Madzhab Maliki berkata:

يحرم بيع الأضحية المعينة بالنذر وإبدالها, وأما التي لم تتعين بالنذر فيكره أن يستبدل بها ما هو مثلها أو أقل منها. فإذا اختلطت مع غيرها واشتبهت وكان بعض المختلط أفضل من بعض كره له ترك الأفضل بغير قرعة.

Haram hukumnya menjual dan menukar hewan kurban nadzar yang telah ditentukan. Adapun hewan kurban yang tidak ditentukan dengan nadzar, maka makruh menggantinya dengan hewan yang semisalnya atau kurang kwalitasnya.

Jika hewan-hewan itu tercampur aduk dengan yang lain dan membingungkan, dan sementara ada beberapa yang tercampur itu lebih baik daripada yang lain ; maka makruh hukumnya jika tidak mengambil yang terbaik tanpa diundi. (Baca “الموسوعة الفقهية الكويتية” 6/122)

MADZHAB SYAFI’I DAN MADZHAB HANBALI:

Mereka menyatakan:

لا يجوز بيع الأضحية الواجبة ولا إبدالها ولو بخير منها, وإلى هذا ذهب أبو ثور واختاره أبو الخطاب من الحنابلة. ولكن المنصوص عن أحمد - وهو الراجح عند الحنابلة - أنه يجوز أن يبدل الأضحية التي أوجبها بخير منها, وبه قال عطاء ومجاهد وعكرمة.

“ Tidak boleh menjual kurban yang wajib atau menukarnya, meskipun dengan yang lebih baik darinya.

Namun yang manshush dari Ahmad – dan itu adalah yang raajih menurut Madzhab Hanbali – diperbolehkan menukar kurban yang diwajibkannya dengan yang lebih baik. Dan ini adalah pendapat ‘Athoo, Mujaahid dan ‘Ikrimah. (Baca “الموسوعة الفقهية الكويتية” 6/122)

PERKARA YANG KE TIGA: MENJUAL ANAK YANG TERLAHIR DARI HEWAN KURBAN

MADZHAB HANAFI:

Di antara perkara-perkara yang diharamkan oleh madzhab Hanafi sebelum berkurban adalah menjual anak domba yang dilahirkan oleh domba kurban nadzar yang telah ditentukan atau ketika membeli disertai dengan niat nadzar.

Mereka menyatakan:

وإنما كره بيعه, لأن أمه تعينت للأضحية, والولد يتبع الأم في الصفات الشرعية كالرق والحرية, فكان يجب الإبقاء عليه حتى يذبح معها. فإذا باعه وجب عليه التصدق بثمنه.

Adapun kenapa dilarang menjualnya, karena ibunya itu telah ditentukan untuk kurban., dan anak yang terlahir darinya mengikuti induknya dalam status hukum seperti perbudakan dan kemerdekaan. Maka wajib untuk mempertahankannya sampai anak itu disembelih bersama induknya. Lalu jika dia menjualnya, maka dia harus mensedekah kan harganya (uang nya).

Al-Qoodouri berkata:

يجب ذبح الولد, ولو تصدق به حيا جاز, لأن الحق لم يسر إليه ولكنه متعلق به, فكان كجلها وخطامها, فإن ذبحه تصدق بقيمته, وإن باعه تصدق بثمنه.

“ Anak nya itu wajib disembelih. Dan jika dia mensedekahkannya ketika dalam keadaan masih hidup, maka itu diperbolehkan, karena hak itu tidak tertuju kepadanya akan tetapi terkait dengannya. Jadi itu seperti semuanya dan tali kekangnya, lalu jika dia menyembelihnya, maka dia mensedekahkan nilainya (dagingnya), dan jika dia menjualnya, maka dia mensedekahkan harganya (uang nya). (Baca “الموسوعة الفقهية الكويتية” 6/123)

Dan dalam kitab “الفتاوى الخانية”di sebutkan:

أنه يستحب التصدق به حيا, ويجوز ذبحه, وإذا ذبح وجب التصدق به, فإن أكل منه تصدق بقيمة ما أكل.

“ Dianjurkan untuk mensedekahkan anak hewan kurban itu dalam keadaan hidup, tapi diperbolehkan juga menyembelihnya. Dan jika disembelih, maka harus disedekahkan. Dan jika dia memakannya, maka dia harus bersedekah senilai apa yang dia makan “. (Baca: “الفتاوى الهندية” 5/372 dan “الموسوعة الفقهية الكويتية” 6/123)

MADZHAB MALIKI:

Para ulama Madzhab Maliki berkata:

يحرم بيع ولد الأضحية المعينة بالنذر, ويندب ذبح ولد الأضحية مطلقا, سواء أكانت معينة بالنذر أم لا إذا خرج قبل ذبحها, فإذا ذبح سلك به مسلك الأضحية, وإذا لم يذبح جاز إبقاؤه وصحت التضحية به في عام آخر. وأما الولد الذي خرج بعد الذبح, فإن خرج ميتا, وكان قد تم خلقه ونبت شعره كان كجزء من الأضحية, وإن خرج حيا حياة محققة وجب ذبحه لاستقلاله بنفسه.

Diharamkan menjual anak hewan kurban yang ditentukan dengan nadzar. Dan mustahab / dianjurkan menyembelih anak hewan kurban secara mutlak, baik yang ditentukan dengan nadzar atau tidak, jika lahir sebelum disembelih.

Jika anak hewan kurban itu disembelih, maka harus mengikuti cara penyembelihan hewan kurban lainnya. Dan jika dia tidak disembelih, maka dibolehkan untuk membiarkannya hidup, dan sah jika untuk berkurban dengannya di tahun berikutnya”. (Baca “الموسوعة الفقهية الكويتية” 6/123)

MADZHAB SYAFI’I:

Para ulama Madzhab Syafi'i berkata: 

إذا نذر شاة معينة أو قال: جعلت هذه الشاة أضحية, أو نذر أضحية في الذمة ثم عين شاة عما في ذمته, فولدت الشاة المذكورة وجب ذبح ولدها في الصور الثلاث.
والأصح أنه لا يجب تفرقته على الفقراء بخلاف أمه ، إلا إذا ماتت أمه فيجب تفرقته عليهم, وولد الأضحية في غير هذه الصور الثلاث لا يجب ذبحه, وإذا ذبح لم يجب التصدق بشيء منه, ويجوز فيه الأكل والتصدق والإهداء, وإذا تصدق بشيء منه لم يغن عن وجوب التصدق بشيء منها.


1. Jika seseorang bernadzar berkurban dengan domba tertentu.
2. Atau berkata: Aku jadikan domba ini untuk kurban.
3. Atau dia bernadzar untuk berkurban kambing yang ada dalam tanggungannya (في ذمَّتِه).

Lalu kambing tsb melahirkan anak, maka dia wajib menyembelih anak kambingnya dalam tiga bentuk masalah tsb.

Dan yang paling shahih (dlm Madzhab) adalah: tidak wajib di bagikan kepada fakir miskin, tidak seperti induknya, kecuali jika induknya meninggal, maka ia harus dibagikan kepada mereka.

Dan jika hewan kurban melahirkan anak selain dari ketiga bentuk diatas, maka tidak wajib menyembelihnya, dan jika disembelih, tidak wajib mensedekahkannya sedikit pun.
(Baca “الموسوعة الفقهية الكويتية” 6/123)

MADZHAB HANBALI:

Para ulama Madzhab Hambali berkata:

إذا عين أضحية فولدت فولدها تابع لها, حكمه حكمها, سواء أكانت حاملا به حين التعيين, أو حدث الحمل بعده, فيجب ذبحه في أيام النحر.
وقد روي عن علي رضي الله عنه أن رجلا سأله فقال: يا أمير المؤمنين إني اشتريت هذه البقرة لأضحي بها, وإنها وضعت هذا العجل ؟ فقال علي: لا تحلبها إلا فضلا عن تيسير ولدها فإذا كان يوم الأضحى فاذبحها وولدها عن سبعة.

Jika seseorang menentukan hewan kurban, lalu ia melahirkan maka status anaknya itu ikut induknya, hukumnya adalah hukumnya, apakah dia sudah hamil pada saat ditentukan, atau kehamilannya terjadi setelahnya, maka itu harus disembelih pada hari-hari kurban.

Diriwayatkan dari Ali radhiyallahu 'anhu, bahwa seorang pria bertanya kepadanya dan dia berkata: Wahai Amirul Mukminin, aku membeli sapi ini untuk dikurbankan, dan sapi itu melahirkan anak sapi ini?
Ali RA berkata: “ Jangan kau memerah susunya kecuali sisa untuk memudahkan anak sapinya. Lalu jika tiba hari iedul Adha, sembelihlah dia dan anaknya atas nama tujuh orang”. (Baca: “المغني” karya Ibnu Quddaamah 11/105 dan “الموسوعة الفقهية الكويتية” 6/123)

PERKARA KE EMPAT: MENGENDARAI HEWAN KURBAN:

MADZHAB HANAFI:


Di antara hal-hal yang dilarang menurut mazhab Hanafi sebelum berkurban adalah: “Mengendarai hewan qurban, menggunakan nya, dan mengangkut sesuatu di atasnya.

Mereka menyatakan:
فإن فعل شيئا منها أثم, ولم يجب عليه التصدق بشيء, إلا أن يكون هذا الفعل نقص قيمتها, فعليه أن يتصدق بقيمة النقص. فإن أجرها للركوب أو الحمل تصدق بقيمة النقص فضلا عن تصدقه بالكراء

Jika terjadi dia melakukan salah satu dari itu semua, maka dia berdosa, namun dia tidak wajib bersedekah atas tindakan tsb, kecuali tindakan ini mengurangi nilainya, maka dia harus bersedekah dengan nilai penurunan kwalitasnya.

Dia juga harus bayar upah jika menunggangi nya atau mengangkut sesuatu diatasnya, dan uangnya harus disedekahkan sesuai dengan nilai kekurangannya, apa lagi jika hewan kurban tsb di sewakan, maka dia harus bersedekah dengan uang hasil sewanya. (Baca: “الموسوعة الفقهية الكويتية” 6/123)

MADZHAB MALIKI:

Mereka mengatakan:

للمالكية في إجارة الأضحية قبل ذبحها قولان
أحدهما: المنع
وثانيهما: الجواز وهو المعتمد.

Madzhab Maliki Memiliki dua pendapat tentang menyewakan hewan kurban sebelum menyembelihnya:

Yang pertama: di larang
Yang kedua : boleh, dan ini yang mu’tamad (yang jadi sandaran).

MADZHAB SYAFI’I:

Para ulama Madzhab Syafi'i mengatakan:

يجوز لصاحب الأضحية الواجبة ركوبها وإركابها بلا أجرة, وإن تلفت أو نقصت بذلك ضمنها. لكن إن حصل ذلك في يد المستعير ضمنها المستعير, وإنما يضمنها هو أو المستعير إذا تلفت أو نقصت بعد دخول الوقت والتمكن من الذبح, أما قبله فلا ضمان, لأنها أمانة في يد المعير, ومن المعلوم أن المستعير إنما يضمن إذا لم تكن يد معيره يد أمانة. اهـ.

Dibolehkan bagi pemilik kurban wajib untuk mengendarainya dan mengangkut sesuatu dengannya tanpa upah.

Dan jika dengan tindakan itu menyebabkan kerusakan atau berkurang nilainya, maka dia harus menanggungnya.

Tetapi jika itu terjadi di tangan si peminjam, maka si peminjam lah yang harus menanggungnya.

Akan tetapi dia (pemilik kurban) atau si peminjam harus menanggungnya itu jika hewan tsb rusak atau berkurang nilainya itu setelah masuk waktu penyembelihan dan telah memungkinkan untuk disembelih. Adapun jika terjadi jauh sebelumnya maka tidak ada kewajiban untuk menanggungnya, karena itu adalah amanah di tangan si pemberi pinjaman, dan sudah dimaklumi bahwa peminjam hanya wajib menanggung jika tangan si pemberi pinjaman bukan tangan yang amanah”.

Wallahu a’lam. Semoga Allah memberi taufik dan hidayah kepada kita dan kalian semua. Amiin

Posting Komentar

0 Komentar