Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

HUKUM MENGGUNAKAN GAMBAR EMOTICON

Oleh Abu Haitsam Fakhri

KAJIAN NIDA AL-ISLAM

BISMILLAH

Hukum yang dhohir – wallahu alam – dari gambar emoticon ini – seperti gambar wajah tersenyum atau sedih – itu boleh dan tidak termasuk dalam hukum gambar yang dilarang untuk menggambarnya, melukisnya atau menggunakannya.

Dan yang demikian itu karena ada dua alasan:
 

Pertama:

 
Tidak memperlihatkan ciri-ciri wajah yang sebenarnya, seperti mata, mulut, dan hidung, serta tidak ada dari bagian kepala dan telinga.

Dalam hadits Ibnu ‘Abbas RA, Rosulullah SAW bersabda:

الصُّورَةُ الرَّأْسُ ، فَإِذَا قُطِعَ الرَّأْسُ فَلِيس بِصُورَةٍ

“Disebut gambar (yang terlarang) adalah jika ada kepalanya. Namun jika kepalanya itu terpotong, maka itu bukanlah gambar (yang terlarang).” (HR. Al-Ismaili dalam “المعجم” dari hadits Ibnu Abbas, dan Al-Albani menilainya shahih dalam Al-Silsilah As-Sahihah No. 1921, dan dalam Sahih Al-Jami’ No. (3864).
 

Kedua:

 
Mayoritas fuqaha berpendapat bahwa jika sebuah gambar dipotong darinya yang tidak dapat bertahan hidup, maka itu bukanlah gambar yang diharamkan.

Dan lihat rincian masalah ini dan pendapat mazhab-madzhab lainnya dalam kitab:

أحكام التصوير في الفقه الإسلامي

“Hukum fotografi dalam fiqih Islam “. hal. 224-240

Tapi dengan catatan dua hal berikut ini:

  • Hal ke 1: Bahwa gambar emoticon ini penggunaannya dalam percakapan di Internet bukan dengan cara melukis sebuah gambar, melainkan hanya sebatas menggunakannya saja .
  • Hal ke 2: Bagi seorang Wanita tidak boleh menggunakan wajah-wajah ini dalam percakapannya dengan pria non-mahram; Karena wajah-wajah ini mengekspresikan keadaan orang yang memasangnya, seperti sedang tersenyum, tertawa, malu-malu, dll.

Hal ini tidak diperbolehkan bagi seorang wanita untuk melakukan ini kepada pria non mahrom.

Percakapan perempuan dengan laki-laki hanya diperbolehkan jika ada hajat penting, asalkan dia dalam forum publik, bukan dalam korespondensi pribadi.

Ibnu Qudamah berkata:


فإن قطع رأس الصورة ، ذهبت الكراهة. قال ابن عباس: الصورة الرأس، فإذا قطع الرأس فليس بصورة ، وحكي ذلك عن عكرمة ، وقد روي عن أبي هريرة قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: أتاني جبريل, فقال: أتيتك البارحة, فلم يمنعني أن أكون دخلت إلا أنه كان على الباب تماثيل, وكان في البيت ستر فيه تماثيل, وكان في البيت كلب, فمر برأس التمثال الذي على الباب فيقطع, فيصير كهيئة الشجر, ومر بالستر فلتقطع منه وسادتان منبوذتان يوطآن, ومر بالكلب فليخرج. ففعل رسول الله صلى الله عليه وسلم.
وإن قطع منه ما لا يبقي الحيوان بعد ذهابه ، كصدره أو بطنه ، أو جعل له رأس منفصل عن بدنه ، لم يدخل تحت النهي؛ لأن الصورة لا تبقي بعد ذهابه ، فهو كقطع الرأس.
وإن كان الذاهب يبقي الحيوان بعده ، كالعين واليد والرجل ، فهو صورة داخلة تحت النهي.
وكذلك إذا كان في ابتداء التصوير صورة بدن بلا رأس ، أو رأس بلا بدن ، أو جعل له رأس وسائر بدنه صورة غير حيوان ، لم يدخل في النهي; لأن ذلك ليس بصورة حيوان " انتهى من "المغني" (7/ 216).

“Jika bagian kepala itu dipotong, maka hilanglah larangan. Ibnu ‘Abbas berkata,

الصُّورَةُ الرَّأْسُ ، فَإِذَا قُطِعَ الرَّأْسُ فَلِيس بِصُورَةٍ

“Disebut gambar (yang terlarang) adalah jika ada kepalanya. Namun jika kepalanya itu terpotong, maka itu bukanlah gambar (yang terlarang).” (HR. Al-Baihaqi no. 14580 .Pen.)

Perkataan ini diceritakan dari ‘Ikrimah.

Diriwayatkan pula Abu Hurairah ia berkata, "Rasulullah SAW bersabda:,

أَتَانِي جِبْرِيلُ ، فَقَالَ: أَتَيْتُك الْبَارِحَةَ ، فَلَمْ يَمْنَعْنِي أَنْ أَكُونَ دَخَلْت إلَّا أَنَّهُ كَانَ عَلَى الْبَابِ تَمَاثِيلُ ، وَكَانَ فِي الْبَيْتِ سِتْرٌ فِيهِ تَمَاثِيلُ ، وَكَانَ فِي الْبَيْتِ كَلْبٌ ، فَمُرْ بِرَأْسِ التِّمْثَالِ الَّذِي عَلَى الْبَابِ فَيُقْطَعُ ، فَيَصِيرُ كَهَيْئَةِ الشَّجَرَ ، وَمُرْ بِالسِّتْرِ فَلْتُقْطَعْ مِنْهُ وِسَادَتَانِ مَنْبُوذَتَانِ يُوطَآنِ ، وَمُرْ بِالْكَلْبِ فَلْيُخْرَجْ . فَفَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ .

"Jibril AS datang menemuiku dan berkata:

"Tadi malam aku datang untuk menemuimu, dan tidak ada yang menghalangiku untuk masuk kecuali patung-patung yang ada di atas pintu.

Di dalam rumah juga ada kain satir tipis yang bergambar patung-patung, serta terdapat anjing, maka perintahkanlah memotong kepala patung yang berada di rumah hingga berbentuk pohon, dan perintahkanlah memotong tirai untuk dijadikan dua bantal yang diduduki, dan perintahkanlah untuk mengeluarkan anjing".

Rasulullah SAW pun melakukan saran Jibril."

((Penulis lengkapi hadits ini:

وَإِذَا الْكَلْبُ لِحَسَنٍ أَوْ حُسَيْنٍ كَانَ تَحْتَ نَضَدٍ لَهُمْ فَأُمِرَ بِهِ فَأُخْرِجَ .
قَالَ أَبُو دَاوُد: وَالنَّضَدُ شَيْءٌ تُوضَعُ عَلَيْهِ الثِّيَابُ شَبَهُ السَّرِيرِ

“Namun tiba-tiba anjing milik Hasan atau Husain berada di bawah ranjang (rak), maka beliau memerintahkan untuk mengeluarkannya hingga anjing tsb pun dikeluarkan."

Abu Dawud berkata, "An-Nadlad adalah sesuatu yang digunakan untuk meletakkan pakaian, semisal ranjang."

(HR. Abu Daud no. 3627 dan at-Turmudzi no. 2806. Di hasankan oleh syeikh Muqbil al-Waadi’ii dlam Ash-shahih al-Musnad no. 1360 . Dan di shahihkan oleh Syeikh al-Albaani dlm Shahih Abi Daud no. 4158 PEN)) .

Lanjut perkataan Ibnu Quddaamah:

 
“Jika gambar tersebut dipotong lantas tidak nampak lagi bernyawa setelah dipotong, seperti yang terpotong adalah dada, perut, atau yang ada hanyalah kepala yang terpisah dari badan, maka tidak termasuk dalam larangan. Karena setelah dipotong, tidak nampak gambar (yang utuh).

Terpotongnya bagian-bagian tadi statusnya sama seperti kepala yang terpotong.

Namun jika ketika dipotong masih teranggap bernyawa, seperti lengkap dengan mata, tangan, atau kaki, maka masih tetap terlarang.

Demikian pula jika di awal pembuatan gambar hanyalah ada badan tanpa kepala, kepala tanpa badan, atau bentuknya tidak teranggap hidup dengan adanya kepala dan bagian lain dari badannya, maka tidak termasuk dalam larangan. Karena seperti itu bukanlah gambar sesuatu yang bernyawa.” (Lihat Al-Mughni, 7/216).

Dari Abul Hayyaj al-Asady beliau berkata: Ali bin Abi Tholib berkata kepadaku:

« أَلَا أَبْعَثُكَ عَلَى مَا بَعَثَنِي عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّه  أَنْ لَا تَدَعَ تِمْثَالًا إِلَّا طَمَسْتَهُ وَلَا قَبْرًا مُشْرِفًا إِلَّا سَوَّيْتَهُ ».

Maukah kau aku utus sebagaimana Rasulullah SAW mengutusku ? Janganlah engkau tinggalkan patung (bernyawa) kecuali engkau hapus dan jangan tinggalkan kuburan yang nyumbul kecuali diratakan”. (HR. Muslim no. 969).

قال: وحَدَّثَنِيهِ أَبُو بَكْرِ بْنُ خَلَّادٍ الْبَاهِلِيُّ حَدَّثَنَا يَحْيَى وَهُوَ الْقَطَّانُ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ حَدَّثَنِي حَبِيبٌ بِهَذَا الْإِسْنَادِ وَقَالَ: " وَلَا صُورَةً إِلَّا طَمَسْتَهَا".

Dia (Imam Muslim) berkata: Telah bercerita kepada kami Abu Bakar bin Yahya Khallad al-Baahili, dan dia itu seorang alQattan, telah mengatakan kepada kami Sufyan, telah mengatakan kepada saya Habib dengan sanad ini, dia berkata:

" وَلَا صُورَةً إِلَّا طَمَسْتَهَا ".

"dan tidak ada gambar (makhluk bernyawa) kecuali kau menghapusnya". 

Al-Baghawi berkata:


" الصور إذا غيرت هيئتها، بأن قطع رأسها، أو حُلت أوصالها، حتى لم يبق منها إلا أثر، لا على شبه الصور، فلا بأس".

Jika gambar dirubah bentuknya, seperti memotong kepalanya, atau dilepas bagian-bagiannya, hingga tidak ada yang tersisa darinya kecuali bekasnya dan tidak ada kemiripan dengan gambar-gambar, maka tidak apa-apa. (Baca: Sharh al-Sunnah (12/133)).

Fatwa Asy-Syaikh Doktor Sa’ad Al-Khotslaan (anggota Kibar Ulama Arab Saudi)


Pertanyaan:


ما حكم استخدام الوجوه التعبيرية المعروفة بـ (الفيسات) في وسائل التقنية الحديثة ؟

“Apakah hukum menggunakan gambar ekspresi wajah yang dikenal dengan (face) dalam sarana tekhnologi modern?”

Jawab:


الذي يظهر أنه لابأس بذلك ؛ وذلك لأنها ليست صورا بالمعنى الشرعي وإنما هي مجرد رموز يؤتى بها للتعبير عن جملة من الكلام .. ، ثم على تقدير أنها صورة فقد ذكر الفقهاء أن الصورة إذا قطع منها ما لا تبقى معه الحياة فلا تكون محرمة ".

“Yang nampak ekspresi wajah dengan simbol emoticon seperti itu tidaklah mengapa. Hal ini karena gambar-gambar emoticon wajah tersebut bukan gambar (makhluk hidup yang dilarang Pen.) menurut syari’at.

Emoticon hanyalah sekedar simbol-simbol ekspresi wajah yang dibuat untuk mengungkapkan sejumlah dari perkataan.”

Kemudian kalau seandainya bahwa itu adalah gambar (makhluk hidup yang dilarang Pen.) maka para fuqoha (ahli fikih) telah menyebutkan bahwasanya gambar jika telah dipotong/dihilangkan darinya sesuatu yang menyebabkannya tidak bertahan untuk hidup maka itu tidak diharamkan . (Sumber: www.saad-alkthlan.com/text-875)

Namun tentu saja ekspresi wajah yang ditampilkan bukan yang memalukan dan merendahkan orang lain.

Syekh Ibnu Utsaimin, semoga Allah merahmatinya, berkata:


" وجمهور أهل العلم: أن المحرم هو صور الحيوان فقط ، لما ورد في السنن من حديث جبريل أن النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قال فمر برأس التمثال يقطع، فيصير كهيئة الشجرة .
قوله: (إلا طمستها) . إن كانت ملونة: فطمسها بوضع لون آخر يزيل معالمها، وإن كانت تمثالا فإنه يقطع رأسه، كما في حديث جبريل السابق، وإن كانت محفورة ، فيحفر على وجهه حتى لا تتبين معالمه، فالطمس يختلف .
وظاهر الحديث: سواء كانت تُعبد من دون الله أم لا". انتهى من "مجموع فتاوى ابن عثيمين" (10/ 1036).

“Dan Jumhur para ulama: bahwa yang diharamkan adalah gambar-gambar hewan saja; berdasarkan yang disebutkan dalam kitab-kitab Sunan dari hadits Jibril bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

فَمُرْ بِرَأْسِ التِّمْثَالِ يُقْطَعُ ، فَيَصِيرُ كَهَيْئَةِ الشَّجَرَ

“Maka perintahkanlah untuk memotong kepala patung, hingga berbentuk pohon”.

Sabda beliau SAW: (kecuali kau menghapusnya). Jika itu berwarna: maka hilangkan dengan menimpakan warna lain yang bisa menghilangkan tanda-tandanya. Dan jika itu patung, maka kepalanya di potong, seperti dalam hadits Jibril sebelumnya . Dan jika itu diukir, maka digoreskan di wajahnya sehingga tidak terlihat tanda-tandanya. Dengan demikian maka makna “ menghapus “ itu berbeda-beda”. (Baca “مجموع فتاوى ابن عثيمين” 10/1036)

Dan Syekh Ibn Utsaimin, semoga Allah merahmatinya, berkata pula:


قال الشيخ ابن عثيمين رحمه الله: "الذي ما تتبين له صورة ، رغم ما هنالك من أعضاء ورأس ورقبة، ولكن ليس فيه عيون وأنف: فما فيه بأس؛ لأن هذا لا يضاهي خلق الله ".

“Yang gambarnya tidak jelas, meskipun ada anggota badannya, kepala dan lehernya, tetapi tidak memiliki mata dan hidung; maka itu tidak apa-apa, karena ini tidak mebandingi ciptaan Allah “.

Beliau juga berkata:


" إذا لم تكن الصورة واضحة، أي: ليس فيها عين، ولا أنف، ولا فم، ولا أصابع: فهذه ليست صورة كاملة، ولا مضاهية لخلق الله عز وجل "

“Jika gambar itu tidak jelas, yakni: tidak memiliki mata, tidak ada hidung, tidak ada mulut, atau jari, maka ini bukan gambar yang lengkap, juga tidak sebanding dengan ciptaan Allah Azza wa Jalla “. (Baca “مجموع فتاوى ابن عثيمين” 2/278-279)



Posting Komentar

0 Komentar