UMAT ISLAM UMAT MULIA, AHLI INFAQ, BUKAN PEMBURU INFAQ . DAN BETAPA PENTINGNYA MEMBANGUN KEKUATAN EKONOMI DALAM ISLAM
Di Tulis Oleh Abu Haitsam Fakhry
KAJIAN NIDA AL-ISLAM
------
-----
DAFTAR ISI :
- PERINTAH AGAR HIDUP MANDIRI DALAM PERKARA DUNIAWI
- PERINTAH BERKARAKTER MULIA, TERHORMAT, BERWIBAWA, MANDIRI DAN AHLI INFAQ
- DALIL PERTAMA : PERINTAH MENJAGA KEHORMATAN DAN HARGA DIRI
- DALIL KEDUA : UMAT ISLAM ADALAH UMAT PILIHAN DAN PALING MULIA
- DALIL KETIGA : ANJURAN SEBAGAI AHLI INFAQ DAN PEMBERI MANFAAT KEPADA ORANG LAIN:
- CONTOH SEMANGAT INFAQ DAN SEDEKAH NABI ﷺ DAN PARA SAHABAT (R.A):
- DALIL KEEMPAT : PERINTAH AGAR MENJADI UMAT YANG KUAT, BERWIBAWA DAN DISEGANI:
- ANCAMAN KEBINASAAN BAGI UMAT ISLAM JIKA LENGAH DAN TIDAK MEMBANGUN KEKUATAN.
- PENTING DAN DARURAT MEMBANGUN KEKUATAN EKONOMI UMAT:
- DALIL-DALIL PERINTAH MEMBANGUN KEKUATAN EKONOMI
- DALIL PERTAMA : PERINTAH MENGAGUMI BISNIS EXPORT & IMPORT ELAF QURAISY:
- KEUNGGULAN PARA PEMBISNIS ELAF QURAISY DALAM PERNIAGAAN
- ABDURRAHMAN BIN ‘AUF, PEDAGANG ELAF QURAIYS, PANAKLUK PASAR MADINAH DAN PENDOBRAK PARA CUKONG YAHUDI’ PASAR QAINUQO’.
- DALIL KEDUA : AYAT AL-QURAN YANG MEMERINTAHKAN MENCARI RIZKI:
- DALIL KE TIGA : HADITS YANG MEMERINTAHKAN MENCARI RIZKI:
- DALIL KE EMPAT : ANJURAN DARI NABI ﷺ UNTUK MEMPERCANGGIH SKILL USAHA ( PROFESI).
- DALIL KE LIMA : PERINTAH AGAR MANDIRI DALAM BER-EKONOMI.
- DALIL KE ENAM : JAMINAN SYURGA BAGI YANG MANDIRI EKONOMINYA, TIDAK MENYUSAHKAN TETANGGA DAN BERJALAN DIATAS SUNNAH.
- DALIL KE TUJUH : ANCAMAN NERAKA ATAS PRIA YANG TIDAK MAU MENCARI RIZQI:
- AMPUNAN DARI ALLAH BAGI YANG SUKA MEMAAFKAN HUTANG ORANG YANG SUSAH.
- BAGAIMANA MEMAHAMI HADITS BERIKUT INI ?
- JIKA SESEORANG INGIN BERJIHAD, MAKA DIA HARUS PUNYA DANA
- PARA SAHABAT MENCELA PENGANGGURAN YANG TIDAK MAU MENCARI RIZKI
- HUKUM MENGEMIS DAN MINTA-MINTA
- KATA IMAM GHOZALI : “MINTA-MINTA ITU HARAM”. Apa dalilnya ?
- PERBANDINGAN ANTARA PENGEMIS LUSUH BAWA MANGKOK DENGAN PENGEMIS BERSORBAN BAWA MAP & PROPOSAL
- ANCAMAN DALAM AL-QURAN BAGI PENDUSTA MENGATAS NAMAKAN ALLAH SWT :
=====
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ
أَمَّا بَعْدُ:
====*****====
PERINTAH AGAR HIDUP MANDIRI DALAM PERKARA DUNIAWI
Allah swt memerintahkan para hambanya agar selalu menjaga kemandirian dalam kehidupan beragama dan bermuamalah. Kemandirian ini tidak akan terwujud kecuali dengan cara menjadikan Allah swt satu-satunya tempat bergantung.
Kemandirian dalam kehidupan beragama artinya menjadikan Allah SWT sebagai satu-satunya sumber syariat agama dan satu-satunya tujuan dalam mengamalkannya.
Adapun kemandirian dalam perkara duniawi ada dua katagori:
1. Kemandirian I’tiqodi (Aqidah) :
Yaitu hatinya dan keyakinannya hanya bergantung kepada Allah SWT, berharap kepada Allah, memohon kepada Allah, bertawakkal kepada Allah dan berlindung kepada Allah.
2. Kemandirian ‘Amali (Bermu’amalah) :
Yaitu dalam praktek dan mu'amalahnya nya berjalan diatas syariat yang Allah SWT syariatkan, yang tujuannya adalah sebagai bentuk ketaatan dan pengagungan terhadap Nya semata.
Dan di antara cara untuk mencapai tujuan tesebut adalah : dengan melakukan berbagai macam kegiatan usaha yang syar’i . Dan harus menghindari hal-hal yang menghinakan diri kepada selain Allah swt serta terkesan mengadukan Allah swt kapada makhluk, contohnya seperti dengan cara mengemis dan minta-minta kepada mnusia.
Jika seorang muslim telah mengamalkan semua itu, maka dia telah benar-benar mengamalkan apa yang terkandung dalam surat al-ikhlas:
قُلۡ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌ. اَللّٰهُ الصَّمَدُ. لَمۡ يَلِدۡ ۙ وَلَمۡ يُوۡلَدۡ وَلَمۡ يَكُنۡ لَّهٗ كُفُوًا اَحَدٌ
1. Katakanlah (Muhammad), “Dialah Allah, Yang Maha Esa.
2. Allah tempat bersandar (tempat bergantung dan meminta segala sesuatu).
3. (Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan.
4. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia.”
Dan mengamalkan firman Allah SWT :
{ إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ }
“ Hanya kepada engkaulah kami menyembah dan hanya kepada engkaulah kami minta pertolongan”
*******
PERINTAH BERKARAKTER MULIA, TERHORMAT, BERWIBAWA, MANDIRI DAN AHLI INFAQ
Agama Islam memerintahkan kita untuk menjadi umat yang memiliki karakter-karakter yang mulia, terhormat, menjaga rasa malu, membawa manfaat bagi umat manusia, ahli infaq, penolong sesama, mandiri bukan pengemis, kuat berwibawa dan di segani.
Berikut ini dalil-dalil yang menunjukkan hal-hal tsb:
*****
DALIL PERTAMA :
PERINTAH MENJAGA KEHORMATAN DAN HARGA DIRI
Allah SWT berfirman:
{ مَن كَانَ يُرِيدُ الْعِزَّةَ فَلِلَّهِ الْعِزَّةُ جَمِيعًا ۚ إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ }
Artinya: “Barang siapa yang menghendaki kehormatan, maka bagi Allah-lah kehormatan itu semuanya. Kepada-Nya lah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang shaleh dinaikkan-Nya.” (QS. Fathir: 10)
Dalam hadits yang diriwayatkan Ibnu Mas’ud RA, Rasulullah ﷺ bersabda:
((إنَّ ممَّا أدْرَكَ النَّاسُ مِن كَلامِ النُّبُوَّةِ، إذا لَمْ تَسْتَحْيِ فافْعَلْ ما شِئْتَ))
“Sesungguhnya sebagian yang manusia jumpai dari ucapan kenabian adalah: Jika kamu tidak punya rasa malu, lakukanlah apa saja yang kamu kehendaki!” (HR. Bukhori no. 3483)
ADAB DAN ETIKA MENJAGA KEHORMATAN DAN HARGA DIRI :
Diantara adab dan etika dalam menjaga kehormatan dan harga diri adalah dengan tidak berharap mendapatkan pemberian dari manusia . Akan tetapi hanya berharap kepada pemberian dari Allah SWT dengan cara kerja keras dan usaha mencari nafkah yang halal.
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhuma :
أنَّ رَسولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ كانَ يُعْطِي عُمَرَ بنَ الخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عنْه العَطَاءَ، فيَقولُ له عُمَرُ: أَعْطِهِ، يا رَسولَ اللهِ، أَفْقَرَ إلَيْهِ مِنِّي، فَقالَ له رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ: خُذْهُ فَتَمَوَّلْهُ، أَوْ تَصَدَّقْ به، وَما جَاءَكَ مِن هذا المَالِ وَأَنْتَ غَيْرُ مُشْرِفٍ وَلَا سَائِلٍ فَخُذْهُ، وَما لَا، فلا تُتْبِعْهُ نَفْسَكَ. قالَ سَالِمٌ: فَمِنْ أَجْلِ ذلكَ كانَ ابنُ عُمَرَ لا يَسْأَلُ أَحَدًا شيئًا وَلَا يَرُدُّ شيئًا أُعْطِيَهُ.
Bahwa Rasulullah ﷺ pernah memberikan suatu pemberian kepada Umar bin Al Khaththab, maka Umar pun berkata : "Wahai Rasulullah, berikanlah kepada orang yang lebih membutuhkan dariku."
Maka Rasulullah ﷺ pun bersabda kepadanya : "Ambil dan pergunakanlah untuk keperluanmu, atau sedekahkan! Apabila kamu diberi orang sesuatu pemberian tanpa kamu idam-idamkan [tanpa mengharap-harapkan pemberian] dan tanpa meminta-minta, maka terimalah pemberian itu. Tetapi ingat, sekali-kali jangan meminta-minta ."
Salim berkata : "Oleh karena itu, Ibnu Umar tidak pernah meminta apa saja kepada seseorang, dan tidak pula menolak apa yang diberikan orang kepadanya." [ HR. Muslim no. 1045 ]
Dan ada sebuah pernyataan ulama tentang menerima hadiah dari orang yang terpaksa memberinya karena malu dan tidak enak jika tidak memberi , mereka mengatakan :
" مَا أُخِذَ بِسَيْفِ الحَيَاءِ فَهُوَ حَرَامٌ "
Apa yang diambil dengan pedang rasa malu [ membuat orang merasa malu jika tidak memberi], itu adalah haram.
KEMANDIRIAN EKONOMI NABI DAUD 'ALAIHIS SALAM TANPA MEMBEBANI RAKYAT PADAHAL BELIAU SEORANG RAJA DAN RASUL :
Dari al-Miqdam radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda:
((مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَإِنَّ نَبِيَّ اللَّهِ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ))
“Tidaklah seorang (hamba) memakan makanan yang lebih baik dari apa yang ia makan, yang berasal dari hasil usaha tangannya (sendiri). Dan sungguh Nabi Dawud ‘alaihissalam makan dari hasil usaha tangannya (sendiri).” [HR.. al-Bukhari (no. 1966)]
Padahal Nabi Daud ‘alaihis salam adalah seorang raja namun dia tidak makan dari uang rakyat, dan dia seorang rasul yang mustajab do’a-nya namun dia tidak membisniskan air ludahnya dengan kemasan ngalap berkah. Akan tapi Nabi Daud ‘alaihis salam bekerja keras menjadi pandai besi dan tukang las untuk menafkahi dirinya dan keluarga-nya .
Allah SWT berfirman :
وَلَقَدْ آتَيْنَا دَاوُودَ مِنَّا فَضْلًا ۖ يَا جِبَالُ أَوِّبِي مَعَهُ وَالطَّيْرَ وَأَلَنَّا لَهُ الْحَدِيدَ . أَنِ اعْمَلْ سَابِغَاتٍ وَقَدِّرْ فِي السَّرْدِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا ۖ إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Daud kurnia dari Kami. (Kami berfirman): "Hai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Daud", dan Kami telah melunakkan besi untuknya. (Yaitu) produksi-lah baju-baju besi yang besar-besar dan ukurlah anyamannya. Maka kalian kerjakanlah amalan-amalan yang saleh. Sesungguhnya Aku melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. Saba : 10-11) .
Imam Ibnu Katsir berkata dalam Tafsirnya ketika menafsiri Firman Allah Swt diatas :
" Al-Hafiz Ibnu Asakir mengatakan dalam biografi Daud a.s. melalui jalur Ishaq ibnu Bisyr yang di dalamnya terdapat kisah dari Abul Yas, dari Wahb ibnu Munabbih, yang kesimpulannya seperti berikut:
أنَّ داوودَ، عليهِ السَّلامُ، كانَ يَخْرُجُ مُتَنَكِّرًا، فَيَسْأَلُ الرُّكْبَانَ عَنْهُ وَعَنْ سِيرَتِهِ، فَلَا يَسْأَلُ أَحَدًا إِلَّا أَثْنَى عَلَيْهِ خَيْرًا فِي عِبَادَتِهِ وَسِيرَتِهِ وَمَعْدَلَتِهِ، صَلَوَاتُ اللهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ.
" Bahwa Daud a.s. keluar dengan menyamar, lalu ia menanyakan tentang dirinya kepada kafilah-kafilah yang datang. Maka tidaklah ia menanyai seseorang, melainkah orang tersebut memujinya dalam hal ibadah dan sepak terjangnya ".
Wahb ibnu Munabbih melanjutkan :
حتَّى بَعَثَ اللهُ مَلَكًا في صُورَةِ رَجُلٍ، فَلَقِيَهُ دَاوُودُ فَسَأَلَهُ كَمَا كَانَ يَسْأَلُ غَيْرَهُ، فَقَالَ: هُوَ خَيْرُ النَّاسِ لِنَفْسِهِ وَلِأُمَّتِهِ، إِلَّا أَنَّ فِيهِ خَصْلَةً لَوْ لَمْ تَكُنْ فِيهِ كَانَ كَامِلًا. قَالَ: مَا هِيَ؟ قَالَ: يَأْكُلُ وَيُطْعِمُ عِيَالَهُ مِنْ مَالِ المُسْلِمِينَ، يَعْنِي بَيْتَ المَالِ.
فَعِنْدَ ذَلِكَ نَصَبَ دَاوُودُ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، إِلَى رَبِّهِ فِي الدُّعَاءِ أَنْ يُعَلِّمَهُ عَمَلًا بِيَدِهِ يَسْتَغْنِي بِهِ وَيُغْنِي بِهِ عِيَالَهُ، فَأَلَانَ لَهُ الحَدِيدَ، وَعَلَّمَهُ صَنْعَةَ الدُّرُوعِ، فَعَمِلَ الدِّرْعَ، وَهُوَ أَوَّلُ مَنْ عَمِلَهَا، فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: (أَنِ اعْمَلْ سَابِغَاتٍ وَقَدِّرْ فِي السَّرْدِ) يَعْنِي: مَسَامِيرَ الحَلَقِ.
قَالَ: وَكَانَ يَعْمَلُ الدِّرْعَ، فَإِذَا ارْتَفَعَ مِنْ عَمَلِهِ دِرْعٌ بَاعَهَا، فَتَصَدَّقَ بِثُلُثِهَا، وَاشْتَرَى بِثُلُثِهَا مَا يَكْفِيهِ وَعِيَالَهُ، وَأَمْسَكَ الثُّلُثَ يَتَصَدَّقُ بِهِ يَوْمًا بِيَوْمٍ إِلَى أَنْ يَعْمَلَ غَيْرَهَا.
" Bahwa pada akhirnya Allah mengutus malaikat dalam rupa seorang lelaki. Kemudian lelaki itu dijumpai oleh Daud a.s., lalu Daud menanyakan kepadanya dengan pertanyaan yang biasa ia kemukakan kepada orang lain.
Maka malaikat itu menjawab :
"Dia adalah seorang yang paling baik buat dirinya sendiri dan buat orang lain, hanya saja di dalam dirinya terdapat suatu pekerti yang seandainya pekerti itu tidak ada pada dirinya, tentulah dia adalah seorang yang kamil." Daud bertanya, "Pekerti apakah itu?" Malaikat menjawab, "Dia makan dan menafkahi anak-anaknya dari harta kaum muslim.' yakni baitul mal [ Kas Negara ].
Maka pada saat itu juga Nabi Daud a.s. menghadapkan diri kepada Tuhannya seraya berdoa, semoga Dia mengajarkan kepadanya suatu pekerjaan yang dilakukan tangannya sendiri sehingga menjadi orang yang berkecukupan dan dapat membiayai anak-anak dan keluarganya. Lalu Allah melunakkan besi baginya dan mengajarkan kepadanya cara membuat baju besi.
Lalu Daud dikenal sebagai pembuat baju besi; dia adalah orang yang mula-mula membuat baju besi.
Allah Swt. telah berfirman :
{ أَنِ اعْمَلْ سَابِغَاتٍ وَقَدِّرْ فِي السَّرْدِ }
" Buatlah baju besi yang besar-besar dan ukurlah anyamannya" (Saba: 11)
Yang dimaksud dengan sard ialah pakunya lingkaran besi yang dipakai sebagai anyaman baju besi.
Wahb ibnu Munabbih mengatakan :
Bahwa Daud bekerja sebagai pembuat baju besi. Apabila telah selesai, maka ia jual; sepertiga dari hasil penjualan itu dia sedekahkan, sepertiganya lagi ia belikan keperluan hidup untuk mencukupi keluarga dan anak-anaknya, sedangkan yang sepertiganya lagi ia pegang untuk ia sedekahkan setiap harinya, hingga selesai dari membuat baju besi lainnya ".
Al-Imam al-Qurthubi dlam tafsir nya berkata :
في هَذِهِ الآيَةِ دَلِيلٌ عَلَى تَعَلُّمِ أَهْلِ الفَضْلِ الصَّنَائِعَ، وَأَنَّ التَّحَرُّفَ بِهَا لَا يَنْقُصُ مِنْ مَنَاصِبِهِمْ، بَلْ ذَلِكَ زِيَادَةٌ فِي فَضْلِهِمْ وَفَضَائِلِهِمْ؛ إِذْ يَحْصُلُ لَهُمُ التَّوَاضُعُ فِي أَنْفُسِهِمْ وَالِاسْتِغْنَاءُ عَنْ غَيْرِهِمْ، وَكَسْبُ الحَلَالِ الخَلِيِّ عَنِ الِامْتِنَانِ.
Dalam ayat ini, terdapat bukti bahwa orang-orang yang berbudi luhur telah mempelajari tehnik-tehnik industri , dan bahwa bekerja mencari nafkah dengan keahliannya tidak mengurangi kedudukan mereka, melainkan meningkatkan pahala dan keutamaan mereka.
Karena mereka mencapai kerendahan hati dalam diri mereka sendiri dan tidak bergantung pada orang lain, dan mendapatkan rizki yang halal yang bebas dari minta-minta belas kasihan kepada manusia ".
NABI ﷺ SENANTIASA BERUSAHA AGAR TIDAK MENERIMA PEMBERIAN DARI MANUSIA.
Saat Nabi ﷺ hendak hijrah dari Mekkah ke Madinah. Beliau menolak bantuan fasilitas dari Abu Bakar ash-Shiddiiq radhiyallahu ‘anhu .
Dalam hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha disebutkan : ketika Rasulullah ﷺ telah tiba waktunya untuk berangkat Hijrah ke Madinah , maka beliau mendatangi rumah Abu Bakar ash-Shiddiiq. Aisyah berkata :
قالَ: فإنِّي قدْ أُذِنَ لي في الخُرُوجِ، قالَ: فَالصُّحْبَةُ بأَبِي أنْتَ وأُمِّي يا رَسولَ اللَّهِ؟ قالَ: نَعَمْ. قالَ: فَخُذْ -بأَبِي أنْتَ يا رَسولَ اللَّهِ- إحْدَى رَاحِلَتَيَّ هَاتَيْنِ، قالَ النَّبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم: بالثَّمَنِ.
Baliau ﷺ berkata : "Sesungguhnya telah diizinkan bagiku untuk keluar berhijrah ." Abu Bakar berkata, "Apakah boleh aku menemanimu, wahai Rasulullah, ku tebus engkau dengan ayahku dan ibuku?"
Rasulullah menjawab, "Ya."
Abu Bakar berkata : "Maka, ambillah -ku tebus engkau dengan ayahku, wahai Rasulullah- salah satu dari dua kendaraanku ini."
Rasulullah ﷺ menjawab : "Dengan harga yang wajar." [HR. Bukhori no. 5807].
SYARAH HADITS :
فأخبره النَّبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم أنَّه قَدْ أُذِنَ له في الخُروجِ مِن مَكَّةَ إلى المَدينةِ، وعلى الفَورِ طَلَب أبو بكرٍ رَضِيَ اللهُ عنه صُحْبَتَه في طريقِ الهِجرةِ، فوافقه النَّبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم على صُحبتِه، فأراد أبو بكرٍ رَضِيَ اللهُ عنه أن يعطيَ النَّبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم إحدى راحلَتَيه، وهي النَّاقةُ التي يسافَرُ عليها. فقالَ النَّبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم: آخُذُها بالثَّمَنِ، أي: يشتريها بقيمتها.
Lalu, Rasulullah ﷺ memberitahu Abu Bakar radhiyallahu 'anhu bahwa dia telah diizinkan untuk berangkat hijrah dari Makkah menuju Madinah. Dengan segera, Abu Bakar radhiyallahu 'anhu meminta untuk menemani beliau dalam perjalanan hijrah. Maka Rasulullah ﷺ menyetujui permintaannya untuk menemani beliau. Abu Bakar radhiyallahu 'anhu kemudian berniat untuk memberikan salah satu kendaraannya kepada Rasulullah ﷺ, yaitu unta yang biasa digunakan dalam perjalanan. Namun Rasulullah ﷺ berkata : "Aku akan membelinya darimu dengan harga yang wajar," artinya, beliau akan membeli unta tersebut dengan nilai yang standar”.
Rosulullah menolak tawaran dari Suraqah bin Malik yang berupa bantuan finansial dan kebutuhan lainnya untuk bekal perjalanan hijrah ke Madinah .
Suraqah berkata :
إنَّ قَوْمَكَ قدْ جَعَلُوا فِيكَ الدِّيَةَ، وأَخْبَرْتُهُمْ أخْبارَ ما يُرِيدُ النَّاسُ بهِمْ، وعَرَضْتُ عليهمُ الزَّادَ والمَتاعَ، فَلَمْ يَرْزَآنِي ولَمْ يَسْأَلانِي، إلَّا أنْ قالَ: أخْفِ عَنَّا. فَسَأَلْتُهُ أنْ يَكْتُبَ لي كِتابَ أمْنٍ، فأمَرَ عامِرَ بنَ فُهَيْرَةَ، فَكَتَبَ في رُقْعَةٍ مِن أدِيمٍ، ثُمَّ مَضَى رَسولُ اللَّهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ.
“Sesungguhnya kaummu telah menetapkan diyat [sayembara 100 ekor unta] bagi yang berhasil menangkap dirimu”.
Dan aku pun siap memberi tahu mereka apa yang orang-orang [Rasulullah ﷺ dan Abu Bakar] inginkan terhadap mereka. Serta aku menawarkan kepada mereka bekal dan barang-barang yang diperlukan, namun mereka berdua sama sekali tidak mengaharapkan pemberian apa pun dariku dan tidak juga meminta kepadaku, kecuali beliau berkata : "Tolong jaga kerahasiaan kami."
Kemudian aku meminta mereka untuk menuliskan surat jaminan keamanan bagi diriku. Maka Amir bin Fuhairah diperintahkan untuk menulisnya pada selembar kertas dari kulit domba, kemudian Rasulullah ﷺ pun melanjutkan perjalanan hijrahnya. [HR. Bukhori no. 3906].
KENAPA NABI ﷺ NGUTANG DARI NON MUSLIM ?
Rasulullah ﷺ ketika butuh hutang sembako, maka beliau sengaja berhutang kepada non muslim, karena beliau tahu jika berhutang pada para sahabatnya, pasti mereka tidak akan mau di bayar. Padahal manantunya Utsman bin Affan radhiyallahu anhu adalah seorang sahabat yang kaya raya, begitu pula mertuanya, yaitu Abu Bakar ash-Shiddiiq radhiyallahu ‘anhu.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu :
ولقَدْ رَهَنَ النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ دِرْعًا له بالمَدِينَةِ عِنْدَ يَهُودِيٍّ، وأَخَذَ منه شَعِيرًا لأهْلِهِ.
Dan sungguh Nabi ﷺ pernah menggadaikan baju besinya di Madinah kepada seorang Yahudi, dan mengambil gandum darinya untuk keluarganya. [HR. Bukhori no. 2069].
Dan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha :
"تُوُفِّيَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ ودِرْعُهُ مَرْهُونَةٌ عِنْدَ يَهُودِيٍّ، بثَلَاثِينَ صَاعًا مِن شَعِير".
"Rasulullah ﷺ wafat sementara baju besinya masih tergadai pada seorang Yahudi dengan tiga puluh takar gandum." [HR. Bukhori no. 2916]
Betapa mulianya akhlak Nabi kita Muhammad ﷺ . Beliau ﷺ tidak membisniskan air ludah-nya seperti yang dilakukan oleh sebagian para habib, kyai dan ustadz di tanah air.
MENELADANI SIKAP FAKIR MISKIN PARA SAHABAT NABI ﷺ :
Allah SWT telah menceritakan dalam Al-Qur’an tentang akhlak para mujahidin yang fakir dan miskin dari kalangan para sahabat Nabi ﷺ.
Kemiskinan dan kefakiran mereka itu dikarenakan tidak adanya kesempatan untuk berbisnis, waktunya tersita habis untuk berjihad, akan tetapi mereka tetap menjaga Iffah dengan tidak pernah meminta-minta pada manusia, padahal di dalam kondisi darurat atau hajat yang mendesak yang seperti itu, mereka diperbolehkan untuk minta-minta. Apalagi mereka itu para mujahidin yang disibukkan dengan jihad fi sabilillah.
Akan tetapi mereka tetap bersabar dengan tidak melakukan hal-hal yang menghinakan dirinya dan kehormatan nya. Malah sebaliknya, mereka menampakkan dirinya seakan-akan mereka itu orang-orang kaya dan berkecukupan.
Hanya Allah yang tahu tentang kondisi mereka yang sebenarnya. Allah SWT berfirman:
{لِلْفُقَرَاءِ الَّذِينَ أُحْصِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ لَا يَسْتَطِيعُونَ ضَرْبًا فِي الْأَرْضِ يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ أَغْنِيَاءَ مِنَ التَّعَفُّفِ تَعْرِفُهُم بِسِيمَاهُمْ لَا يَسْأَلُونَ النَّاسَ إِلْحَافًا ۗ وَمَا تُنفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ}
“(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah. Mereka tidak dapat (berusaha) di muka bumi.
Orang yang tidak tahu menyangka bahwa mereka itu orang-orang kaya karena memelihara diri dari meminta-minta.
Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak.
Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 273)
Ibnu Katsir dalam tafsirnya (1/324) menafsirkan:
“Maksud dari kata-kata (mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak) mereka tidak membebani orang lain dengan meminta sesuatu yang tidak mereka butuhkan. Maka barangsiapa yang meminta sesuatu, padahal dia memiliki sesuatu yang mencukupinya dari minta-minta, maka dia telah melakukan perbuatan minta-minta dengan cara mendesak.”
Perbuatan meminta-minta dan mengharapkan pemberian dari manusia adalah salah satu dari sifat-sifat tercela yang merendahkan kehormatan dan martabat seseorang dalam syariat Islam, yang berdampak pula terhadap wibawa agama Islam di mata orang-orang non muslim .
*****
DALIL KEDUA :
UMAT ISLAM ADALAH UMAT PILIHAN DAN PALING MULIA
Allah swt berfirman:
وَجَعَلَ كَلِمَةَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ ٱلسُّفْلَىٰ ۗ وَكَلِمَةُ ٱللَّهِ هِىَ ٱلْعُلْيَا ۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Al-Quran menjadikan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Attaubah: 40).
PERKATAAN IBNU ABAS radhiyallahu 'anhuma:
اْلإِسْلاَمُ يَعْلُوْ وَلاَ يُعْلَى عَلَيْهِ
Artinya: “Islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi darinya”
TAKHRIIJ HADITS:
عَنْ عِكْرِمَةَ قَالَ: قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ – رضي الله عنهما – فِي الْيَهُودِيَّةِ وَالنَّصْرَانِيَّة تَكُونُ تَحْتَ النَّصْرَانِيِّ أَوْ الْيَهُودِيِّ ، فَتُسْلِمُ هِيَ ، قَالَ: يُفَرَّقُ بَيْنَهُمَا ، الْإِسْلَامُ يَعْلُو وَلَا يُعْلَى عَلَيْهِ ".
Dari ‘Ikrimah ia berkata, Ibnu Abbas -rodhiyallahu anhumaa- berkata tentang Yahudi dan Nasroni:
(yakni) ada seorang istri yang bersuamikan seorang Nasroni atau Yahudi, kemudian sang istri masuk Islam, maka Ibnu Abbas rodhiyallahu anhu berkata: “ceraikan ia, karena Islam tinggi dan tidak ada yang mampu menandinginya”. Dishahihkan oleh Imam Al Albani dalam Irwaul Gholil (no. 1268).
******
DALIL KETIGA :
ANJURAN SEBAGAI AHLI INFAQ DAN PEMBERI MANFAAT KEPADA ORANG LAIN:
Allah SWT berfirman:
وَسَارِعُوٓا۟ إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا ٱلسَّمَٰوَٰتُ وَٱلْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ ﴿133﴾ الَّذِينَ يُنفِقُونَ فِى السَّرَّآءِ وَالضَّرَّآءِ وَالْكٰظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللّٰـهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ ﴿134﴾
Artinya: “ Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.
(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”. (QS. Ali Imran: 133-134).
Dari Hakim Bin Hizam, bahwa Nabi ﷺ bersabda:
" الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى، وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ، وَخَيْرُ الصَّدَقَةِ عَنْ ظَهْرِ غِنى، وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ الله، وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ الله ". متّفقٌ عليه.
“Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah. Dan mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu.
Dan sebaik-sebaik sedekah adalah yang dikeluarkan dari orang yang tidak membutuhkannya.
Barangsiapa menjaga kehormatan dirinya (yakni tidak minta-minta), maka Allâh akan menjaganya dan barangsiapa yang merasa cukup, maka Allâh akan memberikan kecukupan kepadanya.” (HR. Buhkory no. 1338, 1427 dan Muslim no. 1053)
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, Rasulullah ﷺ bersabda:
" اَلْـمُؤْمِنُ الْقَـوِيُّ خَـيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَـى اللهِ مِنَ الْـمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ، وَفِـيْ كُـلٍّ خَـيْـرٌ ، اِحْـرِصْ عَـلَـى مَا يَـنْـفَـعُـكَ وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلَا تَـعْجَـزْ ، وَإِنْ أَصَابَكَ شَـيْءٌ فَـلَا تَقُلْ: لَوْ أَنِـّيْ فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَـذَا ، وَلَـكِنْ قُلْ: قَـدَرُ اللهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ، فَإِنَّ لَوْ تَـفْـتَـحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ ".
”Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah Azza wa Jalla daripada Mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan.
Bersungguh-sungguhlah untuk mendapatkan apa yang bermanfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allâh (dalam segala urusanmu) serta janganlah sekali-kali engkau merasa lemah.
Apabila engkau tertimpa musibah, janganlah engkau berkata, Seandainya aku berbuat demikian, tentu tidak akan begini dan begitu, tetapi katakanlah, Ini telah ditakdirkan Allâh, dan Allâh berbuat apa saja yang Dia kehendaki, karena ucapan seandainya akan membuka (pintu) perbuatan syaitan”. (HR. Muslim (no. 2664); Ahmad (II/366, 370)).
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma :
أَنَّ رَجُلا جَاءَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ r فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ النَّاسِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ؟ وَأَيُّ الأَعْمَالِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ r: " أَحَبُّ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ، وَأَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ سُرُورٌ تُدْخِلُهُ عَلَى مُسْلِمٍ، أَوْ تَكْشِفُ عَنْهُ كُرْبَةً، أَوْ تَقْضِي عَنْهُ دِينًا، أَوْ تَطْرُدُ عَنْهُ جُوعًا، وَلَأَنْ أَمْشِيَ مَعَ أَخٍ لِي فِي حَاجَةٍ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ، يَعْنِي مَسْجِدَ الْمَدِينَةِ، شَهْرًا، وَمَنْ كَفَّ غَضَبَهُ سَتَرَ اللَّهُ عَوْرَتَهُ، وَمَنْ كَظَمَ غَيْظَهُ، وَلَوْ شَاءَ أَنْ يُمْضِيَهُ أَمْضَاهُ، مَلأَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ قَلْبَهُ أَمْنًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ مَشَى مَعَ أَخِيهِ فِي حَاجَةٍ حَتَّى أَثْبَتَهَا لَهُ، أَثْبَتَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ قَدَمَهُ عَلَى الصِّرَاطِ يَوْمَ تَزِلُّ فِيهِ الأَقْدَامُ ".
Bahwasannya ada seorang laki-laki yang mendatangi Rasulullah ﷺ.
Ia berkata: “Wahai Rasulullah, manusia apa yang paling dicintai oleh Allah?. Dan amal apa yang paling dicintai oleh Allah ‘azza wa jalla?”.
Rasulullah ﷺ menjawab: “Manusia yang paling dicintai oleh Allah adalah:YANG PALING BERMANFAAT BAGI MANUSIA LAINNYA.
Sedangkan amal yang paling dicintai oleh Allah adalah: Kebahagiaan yang engkau berikan kepada diri seorang muslim. Atau engkau menghilangkan kesulitannya. Atau engkau melunasi hutangnya. Atau membebaskannya dari kelaparan.
Dan sesungguhnya (jika) aku berjalan bersama saudaraku untuk menunaikan satu hajat/keperluan lebih aku sukai daripada aku beri’tikaf di masjid ini, yaitu masjid Madiinah selama sebulan.
Dan barangsiapa yang menahan amarahnya, niscaya Allah akan tutup aurat (kesalahan)-nya.
Barangsiapa yang menahan amarahnya padahal ia mampu melakukannya, niscaya Allah ‘azza wa jalla akan memenuhi hatinya dengan rasa aman pada hari kiamat.
Barangsiapa yang berjalan bersama saudaranya untuk menunaikan satu keperluan hingga keperluan itu dapat ditunaikan baginya, niscaya Allah ‘azza wa jalla akan mengokohkan kakinya di atas shiraath pada hari dimana banyak kaki yang tergelincir padanya”
[Al-Mu’jamul-Kabiir, 12/453 no. 13646, Al-Mu’jamul-Ausath 6/139-140 no. 6026, dan Al-Mu’jamush-Shaghiir (Ar-Raudlud-Daaniy) 2/106 no. 861].
Hadits ini shahih dengan adanya shahid-shahidnya. Tapi Dihasankan oleh Al-Albaaniy dalam Silsilah Ash-Shahiihah 2/574-576 no. 906.
Dari Abu Hurairah ia berkata; Saya mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:
لأَنْ يَغْدُوَ أَحَدُكُمْ فَيَحْطِبَ عَلَى ظَهْرِهِ فَيَتَصَدَّقَ بِهِ وَيَسْتَغْنِىَ بِهِ مِنَ النَّاسِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ رَجُلاً أَعْطَاهُ أَوْ مَنَعَهُ ذَلِكَ فَإِنَّ الْيَدَ الْعُلْيَا أَفْضَلُ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ
"Berangkatnya salah seorang diantara kalian pagi-pagi kemudian pulang dengan memikul kayu bakar di punggungmu, lalu kamu bersedekah dengan itu tanpa meminta-minta kepada orang banyak, itu lebih baik bagimu daripada meminta-minta kepada orang banyak, baik ia diberi atau tidak. Sesungguhnya tangan yang memberi itu lebih mulia daripada tangan yang menerima. Dan dahulukanlah memberi kepada orang yang menjadi tanggunganmu
HR. Muslim, Shahih Muslim, II:721, No. 1042, At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi, III:65, No. 680, Al-Baihaqi, As-Sunan al-Kubra, IV:195, No. 7654. dengan sedikit perbedaan redaksi.
====
CONTOH SEMANGAT INFAQ DAN SEDEKAH NABI ﷺ DAN PARA SAHABAT:
CONTOH KE 1: INFAQ DAN SEDEKAH NABI ﷺ :
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu , dia bercerita :
مَا سُئِلَ رَسُولُ اللهِ ﷺ عَلَى الإسْلامِ شَيْئًا إلا أعْطَاهُ. قَالَ: فَجَاءَه رَجُلٌ (وفي رواية : أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ النَّبِيَّ -ﷺ- غَنَمًا بَيْنَ جَبَلَيْنِ ) فَأعْطَاهُ غَنمًا بَيْنَ جَبَلَيْنِ، فَرَجَعَ إلَى قَوْمِهِ، فَقَالَ: يَاقَوْمِ، أسْلِمُوا، فَإِنَّ مُحَمَّدًا يُعْطِى عَطَاءً لا يَخْشَى الْفَقر،وإنْ كَانَ الرَّجُلُ لَيُسْلِمُ مَا يُرِيدُ إلا الدُّنْيَا، فَمَا يُسْلِمُ حَتَّى يَكُونَ الإسْلامُ أحبَّ إلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا عَلَيْهَا
Artinya : “Tidaklah Rasulullah ﷺ diminta sesuatu oleh seseorang –demi agar dia masuk Islam- kecuali Rasulullah ﷺ memberikannya .
Maka suatu ketika datanglah seseorang meminta kepada Nabi ﷺ kambing sepenuh lembah diantara dua gunung, maka Nabi pun memberikan kepadanya kambing sepenuh lembah diantara dua gunung tersebut , lalu orang itupun kembali kepada kaumnya dan berkata :
“Wahai kaumku, masuklah kalian ke dalam Islam, sesungguhnya Muhammad telah memberi pemberian tanpa dia takut kemiskinan sama sekali”.
Sungguh jika ada seseorang masuk Islam tujuannya hanyalah untuk mendapat harta duniawi, maka tidaklah ia masuk Islam hingga akhirnya Islam lebih ia cintai daripada dunia dan seisinya” (HR. Muslim no. 4276).
CONTOH KE 2: INFAQ DAN SEDEKAH ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ radhiyallau ‘anhu :
Ketika Abu Bakar ra. membebaskan BILAL رضي الله عنه dari perbudakan, maka dia membelinya dari Umaiyah bin Khalaf seharga 9 Uqiyah emas, dan ada yang mengatakan : 7, dan juga ada yang mengatakan : 5 . Dia membebaskannya karena Allah Azza wa Jalla .
[ baca : تراجم عبر التاريخ dalam biografi Bilal dan baca pula الإعلام karya az-Zarokli ].
Al-Haafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Baari [ 7/124 syarah hadits no. 3544] berkata :
رَوَى أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ بِإِسْنَادٍ صَحِيحٍ عَنْ قَيْسِ بْنِ أَبِي حَازِمٍ قَالَ: "اشْتَرَى أَبُو بَكْرٍ بِلالًا بِخَمْسِ أَوَاقٍ، وَهُوَ مَدْفُونٌ بِالْحِجَارَةِ".
Abu Bakar bin Abi Shaybah meriwayatkan dengan Sanad Shahih dari Qais bin Abi Haazim yang mengatakan :
"Abu Bakar membeli Bilal harga lima uqiyah [ Emas ] , dan dia saat itu dikubur dengan bebatuan ."
Berapa jika di rupiahkan ???
Singkatnya : Nilai 1 Uqiyah dalam معجم لغة الفقهاء disebutkan : setara dengan 29,34 gram emas murni 24 karat .
Jika harga 1 gram emas murni sekarang Rp. 900.000 , berarti dana yang dikeluarkan Abu Bakar ra. Untuk memerdekakan Bilal adalah : 9 uqiyah x 29,34 gram emas x Rp. 900.000 = Rp. 237.654.000 ).
Dan dari Usamah bin Zaid bin Aslam meriwayatkan dari ayahnya :
كانَ أَبُو بَكْرٍ مَعْرُوفًا بِالتِّجَارَةِ، وَلَقَدْ بُعِثَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعِنْدَهُ أَرْبَعُونَ أَلْفًا، فَكَانَ يَعْتِقُ مِنْهَا، وَيَعُولُ المُسْلِمِينَ، حَتَّى قَدِمَ المَدِينَةَ بِخَمْسَةِ آلَافٍ، وَكَانَ يَفْعَلُ فِيهَا كَذَلِكَ..
Abu Bakar dikenal dengan bisnis perdagangannya. Dan ketika Nabi ﷺ diutus , saat itu Abu Bakar memiliki empat puluh ribu
[ Yakni : 40 ribu dirham . Pada zaman Nabi ﷺ 12 dirham = 1 dinar . Dan 1 Dinar = 4,25 gram emas murni . Berarti 40.000 : 12 = 3.334 x 4,25 x Rp. 900.000 = Rp. 12.752.550.000 . Pen ].
Lalu dia gunakan untuk memerdekakan para budak yang masuk Isalm, dan dia gunakan pula untuk kaum Muslimin, sehingga ketika dia datang ke Medina uangnya tersisa 5 ribu, dan dia pun melakukan hal yang sama di Madinah sana.
Hisyam bin Urwah meriwayatkan dari ayahnya, dia berkata:
أسلَمَ أبو بكرٍ ولهُ أربعونَ ألفًا، فأنفَقَها في سبيلِ اللهِ، وأعتَقَ سبعةً كلُّهُم يُعذَّبُ في اللهِ: أعتَقَ بلالًا، وعامرَ بنَ فُهيرةَ، وزِنيرةَ، والنهديةَ، وابنتَها، وجاريةَ بني المؤمَّلِ، وأمَّ عُبَيسٍ..
Abu Bakar ketika memeluk Islam saat itu dia memiliki empat puluh ribu , lalu dia menghabiskannya di jalan Allah, dan dia membebaskan tujuh budak, yang semuanya disiksa fi sabilillah oleh majikannya : dia membebaskan Bilal, 'Aamir bin Fuhairah , Zaniarah, Al-Nahdiah beserta putrinya, Budak perempuan Bani Al-Mu'ammal, dan Ummu 'Ubays.
Dari Abu Hurairah -radhiyallahu ‘anhu- ia berkata; Rasulullah ﷺ bersabda:
"مَا نَفَعَنِي مَالٌ قَطُّ مَا نَفَعَنِي مَالُ أَبِي بَكْرٍ " . فَبَكَى أَبُو بَكْرٍ وَقَالَ : " هَلْ أَنَا وَمَالِي إِلَّا لَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ".
" Tidak ada harta yang dapat memberiku manfa'at sebagaimana harta Abu Bakar, "
Maka menangislah Abu Bakar, dan berkata; "Wahai Rasulullah, bukankah aku dan juga hartaku adalah milikmu ??."
[ HR. Ibnu Majah no. 91 . Dan Di shahihkan oleh al-Albaani ].
Syeikhul Ibnu Taimiyah berkata :
أنَّ أبا بكرٍ كانَ لهُ مالٌ يَكتسِبُهُ فأنفَقَهُ كُلَّهُ في سَبيلِ اللهِ وتولَّى الخِلافةَ فذَهَبَ إلى السُّوقِ يَبيعُ ويَكتسِبُ فلقِيَهُ عُمرُ وعلى يَدِهِ أبرادٌ فقالَ لهُ: أينَ تَذهَبُ؟ فقالَ: أظنَنتَ إني تارِكٌ طلَبَ المَعيشَةِ لِعِيالِي؟ فأخبَرَ بذلكَ أبا عُبَيدةَ والمُهاجِرينَ، ففرَضوا لهُ شيئًا، فاستحلَفَ عُمرَ وأبا عُبَيدةَ، فحلَفا لهُ أنَّهُ يُباحُ لهُ أخْذُ دِرهمَينِ كُلَّ يومٍ، ثُمَّ ترَكَ مالَهُ في بيتِ المالِ، ثُمَّ لَمَّا حضَرَتهُ الوَفاةُ أمَرَ عائشةَ أنْ تَرُدَّ إلى بيتِ المالِ ما كانَ قد دَخَلَ في مالِهِ مِن مالِ المسلمينَ.
Bahwa Abu Bakar memiliki harta yang diperoleh dengan bisnis nya, maka ia menginfaq-kansemuanya di jalan Allah .
Dan ketika diangkat menjadi khalifah, maka besoknya dia pergi ke pasar untuk jualan dan mencari nafkah, maka Umar menemuinya dan di tangannya ada guci tempat air.
Dia berkata kepadanya, “Mau ke mana?”
Dia berkata : “Apakah kamu mengira bahwa saya akan meninggalkan kerja mencari nafkah untuk keluarga saya ?.”
Maka Umar memberi tahu Abu Ubaidah dan para sahabat Muhajirin, sehingga mereka sepakat menentukan sesuatu untuknya.
Maka Abu Bakar meminta Umar dan Abu Ubaidah agar bersumpah, lalu mereka berdua bersumpah untuknya bahwa halal baginya untuk mengambil dua dirham setiap hari.
Namun Abu Bakar meninggalkan uangnya di Baitul Maal . Kemudian ketika Abu Bakar mendekati ajalnya , dia memerintahkan Aisyah untuk mengembalikan ke Baitul Maal apa saja yang telah dimasukkan ke dalam hartanya dari harta kaum Muslim.
[Baca : منهاج السنة 2/266 Cet. طباعة الأميرية , Bulaaq – Mesir ]
CONTOH KE 3 : INFAQ DAN SEDEKAH UMAR BIN AL-KHOTHOB radhiyallau ‘anhu :
Dari Zaid bin Aslam dari ayahnya, ia berkata: aku mendengar Umar bin Al Khathab radliallahu 'anhu berkata;
أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَوْمًا أَنْ نَتَصَدَّقَ فَوَافَقَ ذَلِكَ مَالًا عِنْدِي فَقُلْتُ الْيَوْمَ أَسْبِقُ أَبَا بَكْرٍ إِنْ سَبَقْتُهُ يَوْمًا فَجِئْتُ بِنِصْفِ مَالِي فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ مَا أَبْقَيْتَ لِأَهْلِكَ قُلْتُ مِثْلَهُ قَالَ وَأَتَى أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ بِكُلِّ مَا عِنْدَهُ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ مَا أَبْقَيْتَ لِأَهْلِكَ قَالَ أَبْقَيْتُ لَهُمْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ قُلْتُ لَا أُسَابِقُكَ إِلَى شَيْءٍ أَبَدًا
Rasulullah ﷺ memerintahkan Kami agar bersedekah, dan hal tersebut bertepatan dengan keberadaan harta yang saya miliki.
Lalu saya mengatakan; apabila aku dapat mendahului Abu Bakr pada suatu hari maka hari ini aku akan mendahuluinya. Kemudian saya datang dengan membawa setengah hartaku,
Lalu Rasulullah ﷺ bersabda: "Apakah yang engkau tinggalkan untuk keluargamu?"
Saya katakan; " harta yang sama seperti itu ".
Ia berkata; kemudian Abu Bakar datang dengan membawa seluruh yang ia miliki.
Lalu Rasulullah ﷺ bertanya :
"Wahai Abu Bakr, apakah yang engkau tinggalkan untuk keluargamu?"
Ia berkata; saya tinggalkan untuk mereka Allah dan RasulullahNya.
Maka saya katakan; saya tidak akan dapat mendahuluimu kepada sesuatupun selamanya.
[ HR. Abu Daud no. 1429 . Dan di Shahihkan oleh Al-Albaani ].
CONTOH KE 4 : INFAQ DAN SEDEKAH UTSMAN BIN AFFAAN radhiyallau ‘anhu :
Al-Muhaddits Ibnu Abdil Barr dalam kitabnya الاستيعاب في معرفة الأصحاب (3/1040) berkata :
وَجَّهَزَ عُثْمَانُ جَيْشَ الْعُسْرَةِ، وَذَلِكَ فِي غَزْوَةِ تَبُوكَ، بِتِسْعِمِائَةٍ وَخَمْسِينَ بَعِيرًا، وَأَتَمَّ الْأَلْفَ بِخَمْسِينَ فَرَسًا.
وَذَكَرَ أَسَدُ بْنُ مُوسَى، قَالَ: حَدَّثَنِي أَبُو هِلَالٍ الرَّاسِبِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا قَتَادَةُ، قَالَ: حَمَلَ عُثْمَانُ فِي جَيْشِ الْعُسْرَةِ عَلَى أَلْفِ بَعِيرٍ وَسَبْعِينَ فَرَسًا.
Utsman menyumbang untuk pasukan tentara Al-'Usrah, dalam perang Tabuk, dengan sembilan ratus lima puluh unta (950 unta) , dan menggenapkannya menjadi seribu dengan lima puluh kuda ( 50 Kuda Perang ) .
Dan Asad bin Musa menyebutkan, dia berkata: Abu Hilal al-Raasibi telah memberi tahu saya, dia berkata: Qatadah telah memberi tahu kami , dia berkata :
"Utsman mengangkut pasukan al-Usrah dengan seribu unta (1000 unta) dan tujuh puluh kuda (70 kuda)".
Dalam riwayat lain :
" Serta dana sebesar 1.000 Dinar Emas". [ Lihat : فتح الباري 5/478 dan عمدة القارئ 14/72 ]
Dan Ibnu Abdil Barr berkata :
واشترى عُثْمَانُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ بِئْرَ رُومَةَ، وَكَانَتْ رَكِيَّةً لِيَهُودِيٍّ يَبِيعُ المُسْلِمِينَ مَاءَهَا، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ يَشْتَرِي رُومَةَ فَيَجْعَلَهَا لِلْمُسْلِمِينَ يَضْرِبُ بِدَلْوِهِ فِي دِلَائِهِمْ، وَلَهُ بِهَا مَشْرَبٌ فِي الجَنَّةِ؟ فَأَتَى عُثْمَانُ اليَهُودِيَّ فَسَاوَمَهُ بِهَا، فَأَبَى أَنْ يَبِيعَهَا كُلَّهَا، فَاشْتَرَى نِصْفَهَا بِاثْنَيْ عَشَرَ أَلْفَ دِرْهَمٍ. فَجَعَلَهُ لِلْمُسْلِمِينَ، فَقَالَ لَهُ عُثْمَانُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: إِنْ شِئْتَ جَعَلْتُ عَلَى نَصِيبِي قَرِيَّتَيْنِ، وَإِنْ شِئْتَ فَلِي يَوْمٌ وَلَكَ يَوْمٌ. قَالَ: بَلْ لَكَ يَوْمٌ وَلِي يَوْمٌ. فَكَانَ إِذَا كَانَ يَوْمُ عُثْمَانَ اسْتَقَى المُسْلِمُونَ مَا يَكْفِيهِمْ يَوْمَيْنِ. فَلَمَّا رَأَى ذَلِكَ اليَهُودِيُّ قَالَ: أَفْسَدْتَ عَلَيَّ رَكِيَّتِي، فَاشْتَرِ النِّصْفَ الآخَرَ، فَاشْتَرَاهُ بِثَمَانِيَةِ آلَافِ دِرْهَمٍ.
" Utsman, semoga Allah meridhoinya, membeli sumur Roumah. Dan Itu adalah Rokiyyah [ sumur yang berair ] bagi seorang Yahudi yang menjual airnya kepada kaum Muslimiin.
Maka Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ يَشْتَرِي رُومَةَ فَيَجْعَلَهَا لِلْمُسْلِمِينَ يَضْرِبُ بِدَلْوِهِ فِي دِلَائِهِمْ، وَلَهُ بِهَا مَشْرَبٌ فِي الجَنَّةِ
Barangsiapa membeli sumur Raumah dan menajdikannya untuk kaum muslimin, dia menjadikan embernya sama dengan ember kaum muslimin, maka baginya mendapatkan tempat air minum di surga.
Kemudian Usman mendatangi si Yahudi dan menawarkan untuk membelinya, tetapi Yahudi itu menolak untuk menjual semuanya, maka dia membeli setengahnya dengan harga dua belas ribu dirham (12.000 Dirham = Rp. 3 milyar 825 juta ) , lalu menjadikannya untuk kaum muslimiin .
Utsman r.a. berkata kepadanya : Jika Anda mau, Anda memberi saya untuk dua desa sebagai bagian saya . Dan jika Anda mau, satu hari untuk saya dan satu hari untuk Anda.
Yahudi itu berkata : Saya setuju dengan cara : untuk anda satu hari dan untuk ku satu hari. Maka apa yang terjadi setelah itu ? Jika datang giliran hari Utsman, maka kaum Muslimin mengambil air yang cukup untuk mereka selama dua hari .
Ketika orang Yahudi melihat keadaan seperti itu, maka dia berkata : " Anda telah merusak hak sumur saya".
Maka Utsman pun membeli setengahnya lagi . Dan beliau membelinya seharga delapan ribu dirham ( 8000 dirham = 2 milyar 550 juta rupiah ) .
[ Baca : الاستيعاب في معرفة الأصحاب (3/1039 -1040) karya al-Muhaddits Ibnu Abdil Barr ].
CONTOH KE 5 : INFAQ DAN SEDEKAH ABDURRAHMAN BIN 'AUF radhiyallau ‘anhu :
Pada saat menjelang Perang Tabuk, Abdurrahman bin Auf menyumbangkan dana sebesar 200 Uqiyah Emas atau setara dengan Rp. Rp. 5.281.000.000.
[NOTE : Untuk diketahui bahwa 1 uqiyah emas senilai 29,34 gram emas [ Uqiyah Mesir], atau setara dengan 6,9 dinar emas. 1 dinar emas setara dengan 4.25 gram emas 24 karat].
Jika harga 1 gram emas murni sekarang Rp. 900.000 , maka 1 dinar emas sekarang adalah sebesar Rp. 3.825.000 .
Berarti dana yang dikeluarkan Ibnu 'Auf (RA) untuk Perang Tabuk adalah : 200 uqiyah x 29,34 x Rp. 900.000 = Rp. 5.281.200.000 ].
Menjelang wafatnya, beliau mewasiatkan 50.000 dinar untuk infaq fi Sabilillah, atau setara dengan nilai Rp. 191 Milyar 250 juta .
Dalam kitab العقد الثّمين في تاريخ البلد الأمين 5/50 no. 1772 karya Muhammad al-Faasi [wafat tahun 832 H] di sebutkan :
وَكَانَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ كَثِيرَ أَفْعَالِ الْخَيْرِ، فَقَدْ نَقَلَ الزُّهْرِيُّ، أَنَّهُ تَصَدَّقَ فِي عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِشَطْرِ مَالِهِ: أَرْبَعَةَ آلافٍ، ثُمَّ أَرْبَعِينَ أَلْفًا، ثُمَّ أَرْبَعِينَ أَلْفَ دِينَارٍ، ثُمَّ بِخَمْسِمِائَةِ فَرَسٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، ثُمَّ بِخَمْسِمِائَةِ رَاحِلَةٍ.
وَأَوْصَى عِنْدَ مَوْتِهِ بِخَمْسِينَ أَلْفَ دِينَارٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، عَلَى مَا قَالَ عُرْوَةُ بْنُ الزُّبَيْرِ.
وَأَوْصَى أَيْضًا بِأَلْفِ فَرَسٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَأَوْصَى لِمَنْ بَقِيَ مِمَّنْ شَهِدَ بَدْرًا بِأَرْبَعِمِائَةِ دِينَارٍ لِكُلِّ وَاحِدٍ، وَكَانُوا مِائَةً، وَأَخَذُوهَا وَأَخَذَهَا مَعَهُمْ عُثْمَانُ.
وَأَوْصَى لِأُمَّهَاتِ الْمُؤْمِنِينَ، بِحَدِيقَةٍ بُيِّعَتْ بِأَرْبَعِمِائَةِ أَلْفٍ. وَأَعْتَقَ فِي يَوْمٍ وَاحِدٍ أَحَدًا وَثَلَاثِينَ عَبْدًا.
وَخَلَفَ مَالًا عَظِيمًا مِنْ ذَهَبٍ، قُطِعَ بِالْفَوْسِ، حَتَّى مَجَلَّتْ أَيْدِي الرِّجَالِ، وَتَرَكَ أَلْفَ بَعِيرٍ وَثَلَاثَمِائَةِ أَلْفِ شَاةٍ وَمِائَةِ فَرَسٍ.
وَصُلِحَتْ امْرَأَتُهُ الَّتِي طَلَّقَهَا فِي مَرَضِهِ عَنْ رُبُعِ الثَّمَنِ بِثَمَانِينَ أَلْفًا.
وَكَانَ تَاجِرًا مَجْدُودًا. وَكَانَ يَزْرَعُ بِالْجَرْفِ عَلَى عِشْرِينَ نَاضِحًا.
وَتُوُفِّيَ سَنَةَ إِحْدَى وَثَلَاثِينَ، وَقِيلَ سَنَةَ اثْنَتَيْنِ، وَهُوَ ابْنُ خَمْسٍ وَسَبْعِينَ، وَقِيلَ ابْنُ ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ، وَقِيلَ ابْنُ ثَمَانٍ وَسَبْعِينَ. وَصَلَّى عَلَيْهِ عُثْمَانُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا بِوَصِيَّةٍ مِنْهُ. وَدُفِنَ بِالْبَقِيعِ.
Abdur Rahman memiliki banyak amalan yang baik, seperti yang dinukil oleh al-Zuhri bahwa dia bersedekah pada masa Nabi ﷺ setengah dari hartanya : 4000 dinar [15,3 Milyar rupiah], lalu 40.000 dinar [153 Milyar ], lalu 40.000 dinar [153 Milyar ], lalu 500 kuda fi sabilillah, lalu 500 unta .
Pada saat menjelang wafatnya, dia mewasiatkan 50.000 dinar [191 milyar 250 juta rupiah ] fi sbiilillah, berdasarkan apa yang dikatakan oleh Urwah bin Az-Zubair.
Dia juga mewasiatkan seribu kuda untuk jihad fi sabilillah .
Dan dia mewasiatkan untuk para sahabat pasukan Badar yang masih tersisa , masing-masing 400 dinar [1 milyar 530 juta ] . Dan saat itu jumlah mereka 100 orang . Dan mereka mengambilnya dan Utsman juga mengambilnya bersama mereka.
Dia mewasiatkan untuk para Ummul mukminin [ para istri Nabi ﷺ] , sebuah kebun yang dijual seharga empat ratus ribu . [Jika itu dinar maka = Rp. 1.530.000.000.000 namun jika itu dirham maka = Rp. 127.500.000.000].
Dan dia memerdekakan tiga puluh satu budak dalam satu hari.
Dia meninggalkan sejumlah besar emas, dipotong dengan kampak , sampai tangan orang-orang yang memotongnya itu melepuh .
Dan dia meninggalkan seribu unta, tiga ratus ribu kambing, dan seratus kuda.
Istrinya, yang diceraikannya selama dia [ Abdurrahman ] sakit, didamaikan dengan delapan puluh ribu dinar dari seperempat harga .
Dia adalah seorang pedagang yang sungguh-sungguh .
Dia bercocok tanam di daerah Juruf , yang terdapat dua puluh NADLIH. [ الناضح : adalah unta, sapi , atau keledai yang digunakan untuk mengairi perkebunan atau pertanian . Pen]
Dia meninggal pada tahun 31 H , dan ada yang mengatakan pada tahun 32 H , dan dia berusia 75 tahun, dan ada yang mengatakan bahwa dia berusia 73 tahun, dan ada yang mengatakan bahwa dia berusia 78 tahun.
Dan Usman, semoga Allah meridhoinya, menshalati jenazahnya karena ada wasiat darinya. Ia dimakamkan di Baqi. [KUTIPAN SELESAI]
CONTOH KE 6 : INFAQ DAN SEDEKAH AZ-ZUBAIR BIN AL-AWWAM radhiyallau ‘anhu :
Al-Zubair bin Al-Awwam radhiyallahu 'anhu, dulu beliau bekerja sebagai pembisnis ulung dan merupakan salah seorang sahabat yang terkaya.
Dia pun banyak menghabiskan hartanya fi sabiilillah dan untuk membantu perjuangan agama Islam dan membantu perjuangan Rasulullah ﷺ .
Dan Az-Zubair senantiasa berusaha menyembunyikan amal kebajikannya . Dia memiliki sebuah pepatah tentang hal itu, yaitu perkataannya :
مَنِ استطاعَ منكم أنْ يكونَ لَهُ خَبيءٌ مِنْ عمَلٍ صالِحٍ فلْيَفْعَلْ
" Barang siapa di antara kalian yang mampu menyembunyikan amal sholehnya , maka lakukanlah".
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Shaybah dalam ((Al-Musannaf)) (35768), Hannaad dalam ((Al-Zuhd)) (2/444), dan Al-Khothib dalam ((Tariikh Baghdad))) (8/ 179).
Di shahihkan oleh syeikh al-Albaani dlm as-Silsilah as-Shahihah no. 2313 dan Shahih al-Jaami' no. 6018 .
Namun demikian , masih ada amal kebajikannya yang tercatat dalam biografinya , Diantaranya :
Apa yang diriwayatkan dari Juwairiyah , dia berkata :
بَاعَ الزُّبَيْرُ بْنُ الْعَوَّامِ دَارًا لَهُ بِسِتِّمِائَةِ أَلْفٍ، قَالَ فَقِيلَ لَهُ يَا زُّبَيْرُ يَا أَبَا عَبْدِ اللَّهِ إِنَّكَ غَبَنْتَ، قَالَ: كَلَّا وَاللَّهُ لَتَعْلَمَنَّ أَنِّي لَمْ أَغْبَنْ هِيَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ.
Al-Zubair bin Al-Awwam menjual rumah miliknya, seharga 600 ribu [ dinar atau dirham wallahu a'lam Pen ] .
Lalu ada yang protes : " Wahai Zubair, Wahai Abu Abdullah, kamu telah melambungkan harga ".
Maka dia menjawabnya : " Tidak , demi Allah, aku tidak melambungkannya , karena rumah yang saya jual itu adalah untuk diinfaq kan fi sabiilillah.
[ Lihat : صفوة الصفوة karya Ibnu al-Jauzy hal. 104 ]
Dari Nahiik [ نهيك ] :
كَانَ لِلزُّبَيْرِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَلْفُ مَمْلُوكٍ جَمِيعُهُمْ يُؤَدُّونَ الضَّرِيبَةَ، وَلَا يَدْخُلُ إِلَى بَيْتِ مَالِهِ مِن تِلْكَ الدَّرَاهِمِ أَيٌّ شَيْءٍ، بَلْ كَانَ يَتَصَدَّقُ بِجَمِيعِهَا.
وَفِي رِوَايَةٍ أُخْرَى: أَنَّهُ كَانَ يَقْسِمُ مَالَهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ، ثُمَّ يَقُومُ إِلَى مَنْزِلِهِ لَيْسَ مَعَهُ مِنْهُ شَيْءٌ.
Al-Zubayr radhiyallahu 'anhu memiliki seribu budak, semuanya membayar upeti , dan tidak ada satu dirham pun yang masuk ke rumahnya sebagai hartanya, tetapi dia selalu mensedekahkan semuanya .
Dan dalam riwayat lain: dia biasa membagikan hartanya setiap malam, dan kemudian dia pulang ke rumahnya tanpa membawa apa-apa.
[ Lihat : صفوة الصفوة karya Ibnu al-Jauzy hal. 104 ]
CONTOH KE 8 : INFAQ DAN SEDEKAH THALHAH BIN UBAIDILLAH radhiyallau ‘anhu :
Thalhah bin Ubaidillah رضي الله عنه sangat terkenal dengan kedermawanannya, dia banyak berinfak dan bersedekah .
Al-Madaaini berkata:
إِنَّمَا سُمِّيَ طَلْحَةُ بنُ عُبَيْدِ اللَّهِ الخُزَاعِيُّ: طَلْحَةَ الطَّلَحَاتِ؛ لِأَنَّهُ اشْتَرَى مِائَةَ غُلَامٍ وَأَعْتَقَهُمْ وَزَوَّجَهُمْ، فَكُلُّ مَوْلُودٍ لَهُ سَمَّاهُ: طَلْحَةَ.
Dia disebut Thalhah bin Ubaidullah Al-Khuza'i : Thalhata Ath-Thalahaat ; Karena dia membeli seratus anak laki-laki budak , lalu memerdekakan mereka, dan menikahkan mereka, maka masing-masing anak dari mereka di kasih nama Thalhah .
[ Baca : عيون الأخبار karya ad-Dainuuri 1/466 ]
Thalhah pernah menjual tanahnya seharga 700 ribu [ yakni 700 ribu dirham = 21,84 milyar rupiah ] maka dia semalaman dipenuhi rasa cemas dan sedih karena ketakutan dengan uang tsb , maka pada pagi harinya dia sedekahkan semua uang itu.
Dan dia tidak membiarkan seorang pun dari Bani Tamim kecuali telah dia beri kecukupan untuk kebutuhan nafkahnya . Dan dia juga melunasi hutang-hutang mereka .
Dia biasa mengirim ke Aisyah رضي الله عنها 10.000 setiap tahun pada saat penghasilan nya tiba . Dan dia membayarkan hutang atas nama seorang pria dari Bani Taym sebanyak 30 ribu .
Adz-Dzahabi dlm سير الأعلام النبلاء 1/34 berkata :
قَالَ الزُّبَيْرُ بنُ بَكَّارٍ: حَدَّثَنِي عُثْمَانُ بنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّ طَلْحَةَ بنَ عُبَيْدِ اللهِ قَضَى، عَنْ عُبَيْدِ اللهِ بنِ مَعْمَرٍ وَعَبْدِ اللهِ بنِ عَامِرِ بنِ كُرَيْزٍ ثَمَانِيْنَ أَلْفَ دِرْهَمٍ.
Al-Zubayr bin Bakkar berkata: Usman bin Abdul Rahman memberitahuku :
Bahwa Talhah bin Ubaidillah membayari hutang Ubaidullah bin Mu’ammar dan Abdullah bin 'Aamir bin Kuraiz sebanyak 80 ribu dirham [ Rp. 25.500.000.000].
Qubaishoh bin Jabir berkata:
صَحِبْتُ طَلْحَةَ فَمَا رَأَيْتُ أَعْطَى لِجَزِيْلِ مَالٍ مِنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ مِنْهُ
Aku bersahabat dengan Thlahah , maka aku belum pernah melihat seorang pun yang memberikan uang dalam jumlah besar tanpa diminta selain dia .
[ Di riwayatkan oleh Ibnu Saad 8/221 , ath-Thabraani no. 194 dan Abu Naim dalam al-Hilyah 1/88 dari Mujaalid bin Sa'id dari Sy'abi ...
Al-Haitsami dlam Majma' az-Zawaa'id [ al-Mausuu'ah asy-Syaamilah 9/52 no. 14803 berkata :
رواه الطبراني وإسناده حسن
"Diriwayatkan oleh ath-Thabraani , dan sanadnya Hasan ".
Adz-Dzahabi berkata :
“ Dari Al-Kadiimi , dia berkata : Al-Asma'i memberi tahu kami, Ibnu Imran, Hakim di Madinah, memberi tahu kami :
أَنَّ طَلْحَةَ فَدَى عَشْرَةً مِنْ أُسَارَى بَدْرٍ بِمَالِهِ، وَسُئِلَ مَرَّةً بِرَحِمٍ، فَقَالَ : قَدْ بِعْتُ لِي حَائِطاً بِسَبْعِ مَائَةِ أَلْفٍ، وَأَنَا فِيْهِ بِالخِيَارِ، فَإِنْ شِئْتَ خُذْهُ، وَإِنْ شِئْتَ ثَمَنَهُ .
Bahwa Thalhah menebus sepuluh tawanan Perang Badar dengan hartanya, dan dia pernah diminta oleh seseorang menyebutkan bahwa dirinya ada hubungan tali rahim dengan-nya .
Lalu dia berkata: Saya telah menjual kebun saya seharga 700 ribu dirham [dirham = 21,84 milyar rupiah ] . Dan saya punya pilihan di dalamnya. Jika Anda mau, ambillah kebun itu , dan jika Anda mau, ambillah harganya “.
Lalu adz-Dzahabi berkata :
إِسْنَادُهُ مُنْقَطِعٌ، مَعَ ضَعْفِ الكُدَيْمِيِّ.
" Sanadnya terputus , ditambah lagi dengan lemahnya Al-Kadiimi ".
[ Lihat : سير أعلام النبلاء karya Adz-Dzahabi dalam biografi Thalhah 1/32 ]
Dan diriwayatkan dari Salamah bin al-Akwa' , berkata :
ابْتَاعَ طَلْحَةُ بِئْراً بِنَاحِيَةِ الجَبَلِ وَنَحَرَ جزُوْراً فَأَطْعَمَ النَّاسَ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ -ﷺ: "أَنْتَ طَلْحَةُ الفَيَّاضُ
“Thalhah رضي الله عنه pernah membeli sebuah sumur di arah gunung dan menyembelih sembelihan, lalu memberi makan orang-orang. Maka Rasulullah ﷺ berkata kepadanya:
«أَنْتَ طَلْحَةُ الْفَيَّاضُ»
"Kamu adalah Talha al-Fayyaadh [ yang melimpah ruah hartanya ] ".
[HR. At-Thabrani dlm al-Mu'jam al-Kabiir 7/6224] . Hadits ini Hasan lighairihi.
CONTOH KE 9 : INFAQ DAN SEDEKAH HAKIM BIN HIZAM BIN KHUWALID AL-QUREISYI:
Dia lahir di dalam Ka'bah, dan itu karena ibunya masuk Ka'bah dengan para wanita dari Quraisy saat dia hamil. Maka ketika dia berada di dalam Ka'bah, tiba-tiba terjadi kontraksi kelahiran, dan dia melahirkan Hakim.
Hakim bin Hizam ini termasuk pengusaha Elaf Quraisy yang sukses semenjak masa Jahiliyah. Dan sejak masa itu pula dia adalah sosok yang sangat dermawan. Harta nya banyak dihabiskan untuk didermakan, diantaranya untuk memerdekakan para budak.
Dia termasuk dari para sahabat yang masuk Islam saat penaklukan kota Makkah, dan dia adalah salah satu bangsawan Quraisy dan para pemimpinnya di sebelum Islam datang dan sesudah nya. Dan dia adalah salah satu dari mereka yang hatinya dilunakkan / muallaf, yaitu Rasulullah ﷺ memberinya 100 unta pada perang Hunayn, kemudian keislamannya semakin bagus.
Dia hidup 120 tahun, 60 tahun dalam kejahiliyahan, dan 60 tahun dalam Islam. Dan dia meninggal pada tahun 54 H pada masa Muawiyah, dan ada yang mengatakan: tahun 58 H.
Dan dia ikut serta Badar dengan pasukan orang-orang kafir dan selamat dalam kekalahan perang.
Maka setelah masuk Islam dia bersumpah dan bersungguh-sungguh dalam menunaikan sumpahnya. Dia mengatakan:
وَالَّذِي نَجَّانِي يَوْمَ بَدْرٍ
" Demi Dzat yang telah menyelamatkanku pada pada perang Badar ".
Maka dia tidak melakukan sesuatu kebaikan di masa Jahiliyah kecuali dia akan melakukan hal yang sama setelah masuk Islam.
Dan dia adalah pemilik Dar an-Nadwah di Makkah [sejenis gedung parlemen], lalu dia menjualnya kepada Muawiyah seharga 100.000 dirham [± 32 milyar rupiah].
Ibnu al-Zubair berkata kepadanya:
بِعْتَ مَكْرَمَةَ قُرَيْشٍ؟
Kau telah menjual gedung simbol kehormatan Quraisy ???
Hakim berkata:
ذَهَبَتْ الْمَكَارِمُ إِلَّا التَّقْوَى
"Kehormatan-kehormatan itu telah pergi kecuali ketakwaan".
Dan uang tsb disedekahkan semuanya.
Lalu dia datang kepada Rosulullah dan bertanya:
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ أَشْيَاءَ كُنْتُ أَصْنَعُهَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ كُنْتُ أَتَحَنَّثُ بِهَا يَعْنِي أَتَبَرَّرُ بِهَا
'Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat Anda tentang sesuatu perbuatan yang aku pernah mengerjakannya di zaman jahiliyah, aku pernah bertahannuts (mengasingkan diri) untuk mencari kebaikan".
Maka Rasulullah ﷺ bersabda:
أَسْلَمْتَ عَلَى مَا سَلَفَ لَكَ مِنْ خَيْرٍ
"Kalau kamu masuk Islam, kamu akan mendapat dari kebaikan yang kamu lakukan dahulu". [HR. Bukhori no. 2353].
Dan Hakim bin Hizam melakukan ibadah haji dalam Islam, dan bersamanya ada 100 unta yang telah dia olesi dengan tinta sebagai tanda untuk hadyu [berkurban di Makkah].
Dan dia wuquf di Arafat bersama 100 pemuda, di leher mereka terdapat lingkaran [kerah]terbuat dari perak yang terukir di dalamnya:
عُتَقَاءُ اللَّهِ عَنْ حَكِيمِ بْنِ حُزَامٍ
Artinya: “budak-budak yang di merdekakan karena Allah dari Hakim bin Hizam”.
Dan dia mensedekahkan 1000 kambing.
Dan dia adalah orang yang sangat dermawan ".
[Diterjemahkan penulis dari تراجم عبر التاريخ biografi حكيم بن حزام بن خويلد القرشي]
Lihat pula:
1]- Kitab مشاهير علماء الأمصار وأعلام فقهاء الأقطار karya Ibnu Hibban (W. 354 H)
2]- Kitab: بغية الطلب في تاريخ حلب karya Kamaluddin Ibnu al-'Adiim (660 H).
Penulis cukupkan penyebutan contoh infaq Rasulullah ﷺ dan para sahabat-nya sampai disini.
*****
DALIL KEEMPAT :
PERINTAH AGAR MENJADI UMAT YANG KUAT, BERWIBAWA DAN DISEGANI:
Allah SWT firmankan:
{ وَأَعِدُّوا لَهُم مَّا اسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ وَمِن رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ مِن دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ ۚ وَمَا تُنفِقُوا مِن شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنتُمْ لَا تُظْلَمُونَ }
Artinya: “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah, niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)”. (QS. Al-Anfal: 60)
Dalam ayat diatas, Allah swt mewajibkan umat Islam untuk membangun berbagai macam kekuatan dan armada tempur. Kewajiban tersebut minimal sampai kepada level yang Allah firmankan:
“yang dengan persiapan itu kalian menggentarkan musuh Allah, musuh kalian, dan orang-orang selain mereka yang kalian tidak mengetahuinya; sedangkan Allah mengetahuinya“.
Dalam hal ini ada sebuah Qoidah Fiqhiyah yang berbunyi:
مَا لاَ يَتِمُّ الْوَاجِبُ إلاَّ بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ
“ Apa saja yang kewajiban itu tidak bisa sempurna kecuali dengannya, maka ia menjadi wajib pula hukumnya “.
Qaidah ini menunjukkan akan wajibnya berupaya mencari wasilah, solusi, perangkat dan apa saja yang mengantarkan kepada tercapainya sebuah tujuan.
Ada dua jenis wasilah dalam membangun kekuatan:
- الوسيلة الكونية / al-wasiilah al-kauniyah / wasiilah alami: wasilah yang dibangun diatas hukum alam, seperti sains, tehnologi, ekonomi, fisik … dll.
- الوسيلة الدينية / al-wasiilah ad-diiniyyah / wasiilah i’tiqoodi: wasiilah yang dibangun diatas keyakinan dalam agama.
Persiapan kekuatan (إعداد القوة)dengan segala kemampuan adalah kewajiban yang menyertai kewajiban jihad, dan nash al-Qur’an memerintahkan untuk mempersiapan kekuatan dengan berbagai macam jenis, corak dan sebab. Mempersiapkan kekuatan adalah mengerahkannya hingga batas energi maksimum. Sehingga umat Islam tidak hanya duduk-duduk tanpa perjuangan dan usaha untuk menggapai sebagian dari sebab-sebab yang bisa membangun kekuatan umat.
Umat Islam diwajibkan untuk menjadi orang-orang yang kuat, dan diwajibkan untuk mengerahkan segala cara kekuatan yang mereka bisa agar umat ini di segani di muka bumi, dan untuk menjadikan “كلمة اللّه هي العليا / kalimat Allah, dia lah yang tinggi “ dan dan “ويكون الدين كله للّه” agama itu semuanya milik Allah.
Berikut ini macam-macam kekuatan yang harus dipersiapkan oleh kaum muslimin untuk menggetarkan musuh-musuh Allah dan umat Islam:
- الإعداد العلمي / penguasaan berbagai macam keilmuan, termasuk sains, medis dan tehnologi, namun yang paling utama adalah ilmu Agama.
- الإعداد الاعتقادي / persiapan ketakwaan, keimanan dan aqidah yang kokoh.
- الإعداد الإعلامي / persiapan dan penguasaan media informasi
- الإعداد الاقتصادي / persiapan dan penguasaan di bidang ekonomi
- الإعداد النفسي persiapan dan penguasaan mental
- الإعداد السياسي persiapan dan penguasaan di bidang politik dan strategi
- الإعداد العسكري persiapan dan penguasaan kekuatan di bidang militer
******
ANCAMAN KEBINASAAN BAGI UMAT ISLAM JIKA LENGAH DAN TIDAK MEMBANGUN KEKUATAN.
Diantara Ancaman kebinasaannya adalah jika umat ini hanya fokus memperhatikan kesejahteraan dirinya dan keluarganya, tanpa fokus membangun kekuatan Umat dalam menghadapi musuh-musuhnya..
Allah SWT berfirman:
{ وَأَنفِقُواْ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ وَلَا تُلۡقُواْ بِأَيۡدِيكُمۡ إِلَى ٱلتَّهۡلُكَةِ وَأَحۡسِنُوٓاْۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُحۡسِنِينَ }
Artinya: “Dan belanjakanlah (harta bendamu) dijalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik “. (QS. Al-Baqarah: 195).
Ibnu Katsir dlm Tafsir nya (1/228) berkata:
“ Al-Laits bin Sa’ad meriwayatkan dari Yazid bin Abi Habib, dari Aslam Abi Imran, katanya, ada seseorang dari kaum muhajirin di Konstantinopel menyerang barisan musuh hingga mengoyak-ngoyak mereka, sedang bersama kami Abu Ayub Al-Anshari. Ketika beberapa orang berkata, “Orang itu telah mencampakkan dirinya sendiri ke dalam kebinasaan,”
Abu Ayub bertutur, “Kami lebih mengerti mengenai ayat ini. Sesungguhnya ayat ini diturunkan berkenaan dengan kami. Kami menjadi sahabat Rasulullah, bersama beliau kami mengalami beberapa peperangan, dan kami membela beliau. Dan ketika Islam telah tersebar unggul, kami kaum Anshar berkumpul untuk mengungkapkan suka cita. Lalu kami katakan, sesungguhnya Allah telah memuliakan kita sebagai sahabat dan pembela Nabi sehingga Islam tersebar luas dan memiliki banyak penganut. Dan kita telah mengutamakan beliau daripada keluarga, harta kekayaan, dan anak-anak.
Peperangan pun kini telah berakhir, maka sebaiknya kita kembali pulang kepada keluarga dan anak-anak kita dan menetap bersama mereka, maka turunlah ayat ini. Jadi, kebinasaan itu terletak pada tindakan kami menetap bersama keluarga dan harta kekayaan, serta meninggalkan jihad.
Hadits ini diriwayatkan Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, Ibnu Hibban dalam Kitab Sahih, dan Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, semuanya bersumber dari Yazid bin Abi Habib. At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih gharib. Sedangkan menurut Al-Hakim hadis ini memenuhi persyaratan Al-Bukhari dan Muslim, tetapi keduanya tidak meriwayatkannya “.
Dan Ibnu Katsir berkata pula:
“ Ibnu Wahab meriwayatkan dari Abdullah bin Iyasy, dari Zaid bin Aslam mengenai firman Allah Ta’ala ini bahwa artinya ada beberapa orang yang pergi bersama dalam delegasi yang diutus Rasulullah ﷺ tanpa membawa bekal (nafkah), lalu Allah Ta’ala memerintahkan mereka mencari bekal (nafkah) dari apa yang telah dikaruniakan-Nya serta tidak mencampakkan diri ke dalam kebinasaan. Kebinasaan berarti seseorang mati karena lapar dan haus atau (keletihan) berjalan “.
Firman-Nya:
{ وَأَحۡسِنُوٓاْۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُحۡسِنِينَ }
“dDan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”. [195]
Artinya: “Dan belanjakanlah (harta bendamu) dijalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.” (QS. Al-Baqarah: 195).
Kalimat ini mengandung perintah berinfak di jalan Allah Ta’ala dalam berbagai segi amal yang dapat mendekatkan diri kepada-Nya dan dalam segi ketaatan, terutama membelanjakan dan menginfakkan harta kekayaan untuk membangun kekuatan berperang melawan musuh serta memperkuat kaum Muslimin atas musuh-musuhnya.
Selain itu, ayat ini juga memberitahukan bahwa meninggalkan infak bagi orang yang terbiasa dan selalu berinfak berarti kebinasaan dan kehancuran baginya. Selanjutnya Dia menyambung dengan perintah untuk berbuat baik, yang merupakan tingkatan ketaatan tertinggi “. (Selesai perkataan Ibnu Katsir).
====*****====
PENTINGNYA MEMBANGUN KEKUATAN EKONOMI UMAT:
Kekuatan ekonomi umat Islam adalah suatu hal yang harus dipersiapakan, baik oleh individu Muslim maupun umat Islam secara keseluruhan. Karena ini adalah salah satu sarana dan sebab untuk membangun kekuatan dan wibawa umat Islam dalam mnengakkan kalimat Allah:
وَجَعَلَ كَلِمَةَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ ٱلسُّفْلَىٰ ۗ وَكَلِمَةُ ٱللَّهِ هِىَ ٱلْعُلْيَا ۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Al-Quran menjadikan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Attaubah: 40).
Qoidah Fiqhiyah mengatakan:
مَا لاَ يَتِمُّ الْوَاجِبُ إلاَّ بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ
“ Apa saja yang kewajiban itu tidak bisa sempurna kecuali dengannya, maka ia menjadi wajib pula hukumnya “.
Sebagaimana kata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah:
تَرْكُ الأَسْبَابِ قَدَحٌ فِي الشَّرِيعَةِ، وَالِاعْتِمَادُ عَلَى الأَسْبَابِ شِرْكٌ
“Meninggalkan sebab-sebab adalah celaan terhadap syari'at (sebab mencela hikmah Allah dlm menetapkan segala sesuatu), dan bersandar kepada sebab adalah kesyirikan”.
(Baca “شرح باب توحيد الألوهية من فتاوى ابن تيمية” no. 15 oleh Syeikh Naashir bin Abdul Karim al-‘Aql).
Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah rahimahullah berkata:
مِنْ أَعْظَمِ الجِنَايَاتِ عَلَى الشَّرْعِ تَرْكُ الأَسْبَابِ بِزَعْمِ أَنَّ ذَلِكَ يُنَافِي التَّوَكُّلَ (شِفَاءُ العَلِيلِ)
Termasuk pelanggaran syari'at yang paling besar adalah meninggalkan sebab dengan sangkaan bahwa hal itu menafikkan tawakkal.
(Di kutip dari Tuhfatul Murid Syarah Qoulul Mufid oleh Syaikh Nu'man bin Abdul Karim Al-Watr hal 123-127)
Ulama terkemuka Sayyid Abul-Hasan Ali Al-Nadawi, rahimahullah,
mengatakan :
«النَّاحِيَةُ
الْعِلْمِيَّةُ وَالصِّنَاعِيَّةُ الَّتِي أَخَلَّ بِهَا الْعَالَمُ الْإِسْلَامِيُّ
فِي الْمَاضِي، فَعُوقِبَ بِالْعُبُودِيَّةِ الطَّوِيلَةِ وَالْحَيَاةِ الذَّلِيلَةِ،
وَابْتُلِيَ الْعَالَمُ الْإِسْلَامِيُّ بِالسِّيَادَةِ الْأُورُوبِيَّةِ الْجَائِرَةِ
الَّتِي سَاقَتِ الْعَالَمَ إِلَى النَّارِ وَالدَّمَارِ وَالتَّنَاحُرِ وَالِانْتِحَارِ؛
فَإِنْ فَرَّطَ الْعَالَمُ الْإِسْلَامِيُّ مَرَّةً ثَانِيَةً فِي الِاسْتِعْدَادِ
الْعِلْمِيِّ وَالصِّنَاعِيِّ وَالِاسْتِقْلَالِ فِي شُؤُونِ حَيَاتِهِ كُتِبَ الشَّقَاءُ
لِلْعَالَمِ وَطَالَتْ مِحْنَةُ الْإِنْسَانِيَّةِ».
“Aspek ilmiah dan industri yang ditinggalkan oleh
dunia Islam di masa lalu, telah menyebabkan dunia Islam dihukum dengan
perbudakan yang panjang dan kehidupan yang hina .
Dunia Islam dirundung oleh kedaulatan Eropa yang
tidak adil yang mendorong dunia ke dalam bara api, kehancuran, perselisihan dan
tindakan bunuh diri .
Jika dunia Islam untuk kedua kalinya tetap
mengabaikan persiapan ilmiah dan industri dan kemandirian dalam urusan
hidupnya, maka kesengsaraan akan terus melanda pada dunia dan penderitaan umat
manusia akan semakin panjang “.
( Baca : “مَاذَا خَسِرَ الْعَالَمُ بِانْحِطَاطِ الْمُسْلِمِينَ” hal. 368 . cet. Dar Ibnu Katsir )
******
DALIL PERINTAH MEMBANGUN KEKUATAN EKONOMI
=====
DALIL PERTAMA : PERINTAH MENGAGUMI BISNIS EXPORT & IMPORT ELAF QURAISY:
Allah SWT berfirman:
لِإِيلَافِ قُرَيْشٍ (1) إِيلَافِهِمْ رِحْلَةَ الشِّتَاءِ وَالصَّيْفِ (2) فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَذَا الْبَيْتِ (3) الَّذِي أَطْعَمَهُمْ مِنْ جُوعٍ وَآمَنَهُمْ مِنْ خَوْفٍ (4)
Kagumilah kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian jauh pada musim dingin dan musim panas. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka'bah), Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan rasa lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan. [QS. Quraisy: 1-4]
Ibnu Jarir ath-Thobari dalam Tafsirnya mengatakan:
الصَّوَابُ أَنَّ "اللَّامَ" لَامُ التَّعَجُّبِ، كَأَنَّهُ يَقُولُ: اعْجَبُوا لِإِيلَافِ قُرَيْشٍ وَنِعْمَتِي عَلَيْهِمْ فِي ذَلِكَ.
Bahwa yang benar ialah: bahwa huruf " lam " dalam permulaan ayat surat ini menunjukkan makna ta'ajjub, seakan-akan Allah SWT berfirman :
“KAGUMILAH OLEH KALIAN ! kebiasaan orang-orang Quraisy dan nikmat-Ku yang telah Ku limpahkan kepada mereka dalam hal tersebut”. [Tafsir ath-Thabari (30/198)]
Jika kita diperintahkan untuk mengaguminya , maka berarti kita diperintahkan pula untuk meneladaninya dan mengikuti jejak semangat berbisnisnya selama tidak bertentangan dengan syariat Allah SWT.
Surat Quraisy ini diwahyukan berkenaan dengan keluarga Abdu Manaf, yang mengambil perjanjian perdagangan dari segala penjuru negeri, dan mereka yang melakukan exspedisi perniagaan expot import yang dikenal dengan exspedisi ELAF [إيلاف].”
Imam Abu Abdullah al-Qurthubi (wafat tahun 671 H/1259 M) mengatakan dalam tafsirnya 20/204 "
أَصْحَابُ الْإِيلَافِ أَرْبَعَةَ إِخْوَةٍ: هَاشِمٌ، وَعَبْدُ شَمْسٍ، وَالْمُطَّلِبُ، وَنَوْفَلٌ، بَنُو عَبْدِ مَنَافٍ. فَأَمَّا هَاشِمٌ فَإِنَّهُ كَانَ يُؤْلِفُ مَلِكَ الشَّامِ، أَيْ أَخَذَ مِنْهُ حَبْلًا وَعَهْدًا يَأْمَنُ بِهِ فِي تِجَارَتِهِ إِلَى الشَّامِ. وَأَخُوهُ عَبْدُ شَمْسٍ كَانَ يُؤْلِفُ إِلَى الْحَبَشَةِ. وَالْمُطَّلِبُ إِلَى الْيَمَنِ. وَنَوْفَلٌ إِلَى فَارِسَ وَمَعْنَى يُؤْلِفُ يُجِيرُ. فَكَانَ هَؤُلَاءِ الْإِخْوَةُ يُسَمَّوْنَ الْمُجِيرِينَ. فَكَانَ تُجَّارُ قُرَيْشٍ يَخْتَلِفُونَ إِلَى الْأَمْصَارِ بِحَبْلِ هٰؤُلاءِ الْإِخْوَةُ، فَلَا يَتَعَرَّضْ لَهُمْ. قَالَ الْأَزْهَرِيُّ: الْإِيلَافُ: شَبَّهَ الْإِجَارَةَ بِالْخَفَارَةِ ، يُقَالُ: آلَفَ يُؤْلِفُ: إِذَا أَجَارَ الْحَمَائِلَ بِالْخَفَارَةِ ".
" Bahwa "Ashhaab Al-Ilaaf" terdiri dari empat bersaudara: Hashim, Abd Shams, Al-Muththalib, dan Nawfal, anak-anak Abdul Manaf.
Hashim, kata beliau, memiliki kesepakatan atau aliansi dengan raja Syam, yaitu ia mengambil jaminan dan perjanjian darinya untuk memastikan keamanan dalam perdagangannya ke Syam [ termasuk Eropa].
Saudaranya Abd Shams memiliki kesepakatan dengan Habasyah, Al-Muttalib dengan Yaman, dan Nawfal dengan Persia.
Dan arti dari "يُؤْلِفُ" adalah memberikan perlindungan. Oleh karena itu, kelompok 4 saudara ini disebut "Al-Mujīrīn" atau "mereka yang memberikan perlindungan."
Dengan demikian, pedagang Quraisy berlayar ke berbagai tempat dengan bantuan kesepakatan yang dibangun oleh keempat bersaudara ini, dan mereka bebas melintas dan tidak akan ada bahaya yang merintanginya di sana".
Al-Azhari berkata: "Al-Iilaf" (الإيلاف) menyerupai penyewaan dengan jaminan perlindungan dan keamanan dalam perjalanan yang rawan bahaya. Dikatakan: "Aalafa" (آلَفَ) atau "yu'liṣu" (يُؤْلِفُ) ketika seseorang menyewa hewan-hewan pengangkut barang dengan penjagaan dan keamanan dalam perjalanan yang rawan bahaya. .[ Kutipan Selesai]
Ibnu Katsir berkata:
وَقِيلَ: الْمُرَادُ بِذَلِكَ مَا كَانُوا يَأْلَفُونَهُ مِنَ الرِّحْلَةِ فِي الشِّتَاءِ إِلَى الْيَمَنِ، وَفِي الصَّيْفِ إِلَى الشَّامِ فِي الْمَتَاجِرِ وَغَيْرِ ذَلِكَ، ثُمَّ يَرْجِعُونَ إِلَى بَلَدِهِمْ آمِنِينَ فِي أَسْفَارِهِمْ؛ لِعَظَمَتِهِمْ عِنْدَ النَّاسِ، لِكَوْنِهِمْ سُكَّانَ حَرَمِ اللَّهِ، فَمَنْ عَرَفهم احْتَرَمَهُمْ، بَلْ مَنْ صُوفِيَ إِلَيْهِمْ وَسَارَ مَعَهُمْ أَمِنَ بِهِمْ. هَذَا حَالُهُمْ فِي أَسْفَارِهِمْ وَرِحْلَتِهِمْ فِي شِتَائِهِمْ وَصَيْفِهِمْ.
Dan di katakan: Makna yang dimaksud dengan Elaf ialah tradisi mereka dalam melakukan perjalanan di musim dingin ke negeri Yaman dan di musim panas ke negeri Syam [termasuk Eropa] untuk tujuan berniaga dan lain-lainnya.
Kemudian mereka kembali ke negerinya dalam keadaan aman tanpa ada gangguan di perjalanan mereka.
Demikian itu karena mereka dihormati dan disegani oleh orang lain, mengingat mereka adalah penduduk kota suci Allah. Maka siapa yang mengenal mereka, pasti menghormati mereka. Bahkan barang siapa yang dipilih oleh mereka untuk menjadi teman perjalanan mereka, maka ia ikut aman berkat keberadaan mereka.
Demikianlah keadaan mereka dalam perjalanan dan misi mereka di musim dingin dan musim panas. [Selesai kutipan dari Ibnu Katsir]
Syeikh Shalih Ahmad al-'Aliy dalam kitabnya "تَارِيخُ الْعَرَبِ الْقَدِيمِ وَالْبُعْثَةِ النَّبَوِيَّةِ" hal. 131 berkata :
"Orang-orang Mekah terkenal dengan perdagangan-nya , sehingga mereka berpepatah :
"فَمَن لَمْ يَكُن تَاجِرًا لَمْ يَكُن عِنْدَهُم بِشَيْءٍ"
(Siapa yang bukan pedagang, maka tidak ada apa-apanya di mata mereka).
Dan dikatakan pula oleh mereka :
"إنَّ تِسْعَةَ أَعْشَارِ الرِّزْقِ فِي التِّجَارَةِ"
(Bahwa sembilan per sepuluh [90 %] rezeki ada dalam perdagangan) .
-----
KEUNGGULAN PARA PEMBISNIS ELAF QURAISY DALAM PERNIAGAAN
Tradisi Elaf Quraisy telah Allah SWT siapkan untuk menyambutkan kedatangan Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhmmad ﷺ dan para da’i yang akan menyampaikannya keseluruh pelosok dunia . Diantara keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh para pembisnis Elaf Quraisy adalah sbb:
Keunggulan Pertama :
Kemampuan para pembisnis Elaf Quraisy dalam berdiplomasi dan bernegoisasi dengan para penguasa kekaisaran dan kerajaan di berbagai belahan dunia, Asia, Afrika dan Eropa .
Yang melatarbelakangi kemampuan tersebut diantaranya adalah : pada masa itu telah menjamur ditengah-tengah mereka, dunia satra, balaghah dan fashohah.
Al-Ustadz Ahmad Zaman dalam artikelnya “al-‘Arab Ahlul Balaghah wal Fashahah” berkata:
اِمْتَازَ الْعَرَبُ بِأَنَّهُمْ أَهْلُ الْبَلَاغَةِ وَالْفَصَاحَةِ مُنْذُ أَقْدَمِ الْعُصُورِ، وَلِذَلِكَ فَإِنَّهُ فِي الْوَقْتِ الَّذِي اِمْتَحَتْ وَانْتَهَتْ فِيهِ لُغَاتٌ لِشُعُوبٍ شَتَّى، فَإِنَّ اللُّغَةَ الْعَرَبِيَّةَ ظَلَّتْ صَامِدَةً حَتَّى يَوْمِنَا الْحَاضِرِ لِأَنَّهَا لُغَةُ الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ، وَلِأَنَّهَا لُغَةٌ حَيَّةٌ تَتَطَوَّرُ مَعَ الزَّمَنِ.
وَالْعَرَبُ لَمْ يَتْرُكُوا بَابًا مِنْ أَبْوَابِ الشِّعْرِ وَالنَّثْرِ وَالْأَدَبِ إِلَّا وَلَجُوهُ، وَتَارِيخُهُمْ مَلِيءٌ بِالْأُدَبَاءِ وَالشُّعَرَاءِ وَالْبُلَغَاءِ وَالْفُصَحَاءِ قَدِيمًا وَحَدِيثًا.
وَقَدْ مَدَحَ الرَّسُولُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَهْلَ الْبَلَاغَةِ وَالْفَصَاحَةِ بِقَوْلِهِ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: «إِنَّ مِنَ الْبَيَانِ لَسِحْرًا»، وَامْتَنَّ اللهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَلَى عِبَادِهِ بِأَن عَلَّمَهُمُ الْبَيَانَ: فِي قَوْلِهِ سُبْحَانَهُ: «الرَّحْمَنُ عَلَّمَ الْقُرْآنَ خَلَقَ الْإِنْسَانَ عَلَّمَهُ الْبَيَانَ»
Orang Arab dikenal sebagai ahli retorika dan kefasihan sejak zaman dahulu, sehingga pada saat bahasa-bahasa berbagai bangsa lain menghilang dan punah, bahasa Arab tetap bertahan hingga hari ini karena merupakan bahasa Al-Qur'an, dan karena merupakan bahasa yang hidup yang berkembang seiring waktu.
Orang Arab tidak meninggalkan satu pintu pun dari pintu-pintu puisi, prosa, dan sastra tanpa memasukinya, dan sejarah mereka penuh dengan sastrawan, penyair, dan ahli retorika, baik dahulu maupun sekarang.
Rasulullah ﷺ memuji ahli retorika dan kefasihan dengan sabdanya:
«إِنَّ مِنَ الْبَيَانِ لَسِحْرًا»
"Sesungguhnya sebagian dari keahlian beretorika itu ada yang seperti sihir". [HR. Bukhori no. 5146].
Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan karunia kepada hamba-hamba-Nya dengan mengajarkan mereka retorika: dalam firman-Nya:
«الرَّحْمَنُ عَلَّمَ الْقُرْآنَ خَلَقَ الْإِنْسَانَ عَلَّمَهُ الْبَيَانَ»
"Ar-Rahman (Yang Maha Pengasih), yang mengajarkan Al-Qur'an, menciptakan manusia, mengajarkannya al-bayan (beretorika dan pandai menjelaskan)".
Keunggulan Kedua :
Mereka adalah bangsa atau suku Arab yang paling disegani dan paling dihormati oleh bangsa-bangsa lain. Sehingga kemana pun para pedagang suku Quraisy melintas, maka akan mendapat kan keamanan dari bangsa-bangsa yang dilaluinya. Sebagaimana yang Allah SWT firmankan :
وَآمَنَهُم مِّنْ خَوْفٍ
“Dan mengamankan mereka dari rasa ketakutan”.{QS. Quraisy : 4].
Keunggulan Ketiga :
Para pembisnis Elaf Quraisy memiliki kemampuan menguasai pasar dan membuka pasar baru . Serta bisnis memiliki izin dan legalitas resmi di berbagai wailayah kerajaan dan kekaisaran tertentu yang mereka kunjungi untuk berdagang dan membuka pasar di sana.
Hasyim Bin Abdu Manaaf, Sang Pencetus Bisnis Dagang Elaf Quraisy Berkata Kepada Kaisar-Kaisar:
"أَيّها المَلِكُ إِنَّ قَوْمِي تُجَّارُ العَرَب، فَإِنْ رَأَيْتَ أَنْ تُكْتَبَ لِي كِتَابًا تُؤَمِّنُ تِجَارَتَهُمْ فيَقْدِمُوا عَلَيْكَ بِمَا يَسْتَطْرِفُ مِنْ أَدِمِ الحِجَازِ وَثِيَابِهِ فَتُبَاعُ عِنْدَكُمْ فَهُوَ أَرْخَصُ عَلَيْكُمْ."
“Wahai Raja, kaumku adalah para saudagar Arab, maka jika engkau melihat bahwa engkau menulis untukku sebuah TULISAN [sejenis 'SURAT JALAN'] yang menjamin perdagangan mereka, maka mereka akan datang kepadamu dengan sejumlah kulit dan pakaian dari Hijaz dan mereka akan dijual di negeri kalian, maka itu harganya lebih murah untuk kalian.”
Hashim Bin Abdu Manaf mengusulkan kepada Kaisar Bizantium agar dia memberinya sebuah tulisan yang berisi perintah untuk membuka pasar-pasar di Syam untuk perdagangan yang datang dari Mekah.
Dan untuk memberikan fasilitas para pedagang Mekah dalam lalu lintas dan pergerakan antara kota-kota Syam yang diperintah oleh Bizantium dan dibawah kekuasaanya. Demikian pula dengan bea cukai yang dikenakan kepada mereka.
Dan bagi para pedagang warga Byzantium untuk datang ke pasar Arab dengan perdagangan mereka, asalkan Hasyim menjamin keamanan jalan perdagangan bolak-balik antara Mekkah dan Syam.
Proyek "Elaf" dimulai antara dua pihak untuk melayani satu kabilah, kemudian diperluas untuk mewakili jaringan komersial dan aktivitas manusia yang mengubah sejarah bangsa Arab.
Perjanjian kerjasama perdagangan dengan kekaisaran Persia, Byzantium, dan Abyssinia [Habasyah] telah berhasil menjamin stabilitas dan keistimewaan Mekah.
Referensi: Artikel berjudul: "إيلاف قريش". الاتفاقية التي غيّرت خريطة المنطقة وتاريخ العرب di tulis oleh Waliid Fikry.
Keunggulan Keempat :
Para pembisnis Elaf Quraisy memiliki kemampuan mengenal secara mendalam peta geografi banyak bangsa dan negeri, sehingga mereka banyak memberikan masukan tentang bangsa-bangsa dan negeri-negeri kepada Rasulullah ﷺ yang hendak dikirim risalah oleh beliau .
Keunggulan Kelima :
Para pembisnis Elaf Quraisy menguasai berbagai macam produk barang yang diperjual belikan dengan kwalitas terbaik, termurah dan sangat langka di pasar dalam negeri, karena banyaknya produk yang mereka import dari luar, seperti dari negara-negara Eropa, Asia dan Afrika.
Sumber komodity nya, secara global bersumber dari dua sumber :
Pertama : Produk dalam negeri alias lokal. Yaitu dari Mekkah dan sekitarnya . Yaitu sbb :
1] Produk-produk berbahan dari besi dan tembaga
2] Produk-produk sejenis senjata perang:
3] Produk-produk kerajinan perhiasan emas dan perak.
4] Produk-produk berbahan kayu . [ Baca pula : Al-Aghani 11/67 dan Ibnu Qutailah: Al-Ma'arif, Halaman 249].
Kedua : Produk import dari luar negeri, yaitu dari negara-negara Asia, Afrika dan Eropa, seperti kain textil, kayu gaharu, buah-buahan, gandum dan lainnya .
Para ahli tafsir, baik klasik, seperti ath-Thabari, Ibnu Katsir, Zamakhsyari, maupun kontemporer, seperti al-Maraghi, az-Zuhaily, dan Sayyid Quthub, mereka sepakat:
Perjalanan dagang musim panas dilakukan ke utara, seperti Syria, Turki, Bulgaria, Yunani, dan sebagian Eropa Timur.
Sementara, perjalanan musim dingin dilakukan ke selatan, seputar Yaman, Oman, atau bekerja sama dengan para pedagang Cina, India dan Afrika yang singgah di pelabuhan internasional Aden.
Karena bagusnya kwalitas, murahnya harga dan langkanya barang, maka wajarlah jika barang-barang import yang bawa para pembisnis Elaf itu diperebutkan dan diburu para pembeli. Bahkan pernah ada kejadian, ketika Rasulullah ﷺ sedang khutbah Jum’at, lalu datanglah pedagang Elaf, maka para jemaah berhamburan keluar meninggalkannya.
Imam Bukhari (no. 936) dan Imam Muslim (no. 863) meriwayatkan dalam kitab sahih masing-masing dengan sanadnya dari Jabir ibnu Abdullah yang mengatakan
بَيْنَمَا النَّبِيُّ ﷺ يَخْطُبُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، فَقَدِمَتْ عيرٌ إِلَى الْمَدِينَةِ، فَابْتَدَرَهَا أصحابُ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ، حَتَّى لَمْ يَبْقَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ إِلَّا اثْنَا عَشَرَ رَجُلًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ:
"وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَوْ تَتَابَعْتُمْ حَتَّى لَمْ يَبْقَ مِنْكُمْ أَحَدٌ، لَسَالَ بِكُمُ الْوَادِي نَارًا"
وَنَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ: {وَإِذَا رَأَوْا تِجَارَةً أَوْ لَهْوًا انْفَضُّوا إِلَيْهَا وَتَرَكُوكَ قَائِمًا}
وَقَالَ: كَانَ فِي الِاثْنَيْ عَشَرَ الَّذِينَ ثَبَتُوا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ: أَبُو بَكْرٍ، وَعُمَرُ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
Bahwa ketika Rasulullah ﷺ sedang berkhotbah Jumat, datanglah iringan kafilah dagang ke Madinah. Maka para sahabat bergegas menuju kepadanya, sehingga tiada yang tertinggal bersama Rasulullah ﷺ selain dari dua belas orang lelaki.
Maka Rasulullah ﷺ bersabda:
“Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan¬Nya, seandainya kalian semua terpengaruh hingga tiada seorang pun dari kalian yang tersisa, niscaya lembah ini akan mengalirkan api membakar kalian semua".
Lalu turunlah ayat berikut, yaitu firman-Nya:
{وَإِذَا رَأَوْا تِجَارَةً أَوْ لَهْوًا انْفَضُّوا إِلَيْهَا وَتَرَكُوكَ قَائِمًا}
“Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah)". (Al-Jumu'ah: 11)
Jabir ibnu Abdullah melanjutkan, bahwa di antara kedua belas orang yang tetap mendengarkan khotbah Rasulullah ﷺ adalah Abu Bakar dan Umar radhiyallahu ‘anhuma”.
Para mufasir menyebutkan bahwa DIHYAH BIN KHALIFAH AL-KALBI suatu hari kembali dari perniagaan ke Syam dengan membawa minyak dan makanan.
Saat itu Nabi sedang memberikan kutbah di masjid Madinah, lalu orang-orang menyambut kedatangan Dihyah – sebagaimana kebiasaan mereka pada zaman Jahiliyah–dengan sangat gembira. Mereka yang hadir di masjid takut ketinggalan kafilah dagang Dihyah sehingga mereka tidak kebagian membeli dagangan untuk dijual lagi. Dan itu berarti kehilangan keuntungan. Maka kemudian mereka meninggalkan Nabi yang sedang menyampaikan khutbah. Hanya 12 orang saja yang bertahan dalam masjid.
Namun demikian, Allah SWT memerintahkan para hambanya agar menyebar dimuka bumi untuk berjuang mencari rizki dan karunia-Nya setelah usai shalat Jum’at .
﴿فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِن فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ﴾
“Apabila shalat [Jum’at] telah ditunaikan, maka bertebaranlah kalian di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kalian beruntung”. [QS. Jumuah: 10]
-----
ABDURRAHMAN BIN ‘AUF, PEDAGANG ELAF QURAIYS, PANAKLUK PASAR MADINAH DAN PENDOBRAK PARA CUKONG YAHUDI’.
Abdurrahman bin 'Auf beliau adalah salah satu dari sepuluh sahabat yang Nabi ﷺ bersaksi bahwa mereka adalah ahli surga, dan ketika beliau ﷺ wafat, beliau dalam keadaan ridho terhadap mereka.
Beliau adalah seorang pebisnis ulung dan sangat sukses, salah seorang dari pembisnis Elaf Quraisya, baik ketika dia masih di Makkah dan Islam belum datang maupun sesudahnya dan setelah Hijrah ke Madinah. [Baca: kitab العقد الثّمين في تاريخ البلد الأمين 5/50 no. 1772]
Kisah hidup sahabat Abdur Rahman bin Auf radhiyallahu anhu, yang memainkan peran penting dalam membangun ekonomi Islam dan membuka pasar untuk mengakhiri monopoli perdagangan oleh orang Yahudi.
Pasar-pasar yang ramai di Madinah Al-Munawwarah berkat tahap awal dari hijrah Nabi. Setelah Rasulullah ﷺ tiba di Madinah, beliau mulai mengatur ulang urusan politik, ekonomi, dan sosial kota tersebut. Salah satu tugas mendesak yang diperintahkan oleh beliau ﷺ adalah membangun pasar bagi kaum muslimin di Madinah. Sebelumnya, orang Yahudi memonopoli perdagangan di sana dan menguasai sebagian besar sumber daya.
Rasulullah ﷺ ingin mengakhiri monopoli dan dominasi tersebut serta mendorong para saudagar muslim untuk terlibat dalam aktivitas ekonomi.
Salah satu muslim yang berjasa dalam mendirikan pasar di Madinah adalah sahabat yang mulia, Abdur Rahman bin Auf. Kemampuan berdagangnya tidak hanya muncul di Madinah, tetapi ia juga memiliki aktivitas perdagangan yang besar di Mekah sebelum hijrah.
Abdur Rahman bin Auf adalah salah satu dari yang pertama kali beriman kepada Nabi ﷺ. Kemampuan finansialnya membantu mendukung dakwah dan kaum muslimin yang miskin.
Dari Abdurrahman bin Auf radhiyallahu ‘anhu, dia berkata :
لَمَّا قَدِمْنا المَدِينَةَ آخَى رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ بَيْنِي وبيْنَ سَعْدِ بنِ الرَّبِيعِ، فقالَ سَعْدُ بنُ الرَّبِيعِ: إنِّي أكْثَرُ الأنْصارِ مالًا، فأَقْسِمُ لكَ نِصْفَ مالِي، وانْظُرْ أيَّ زَوْجَتَيَّ هَوِيتَ نَزَلْتُ لكَ عَنْها، فإذا حَلَّتْ تَزَوَّجْتَها. قالَ: فقالَ له عبدُ الرَّحْمَنِ: لا حاجَةَ لي في ذلكَ، هلْ مِن سُوقٍ فيه تِجارَةٌ؟ قالَ: سُوقُ قَيْنُقاعٍ. قالَ: فَغَدا إلَيْهِ عبدُ الرَّحْمَنِ، فأتَى بأَقِطٍ وسَمْنٍ، قالَ: ثُمَّ تابَعَ الغُدُوَّ ..... ".
Ketika kami tiba di Madinah, Rasulullah ﷺ mempersaudarakan antara saya dan Sa'ad bin Rabi'. Sa'ad bin Rabi' berkata, "Saya adalah orang Anshar yang paling kaya, maka saya akan membagi separuh hartaku untukmu, dan lihatlah salah satu dari kedua istriku yang kamu sukai, aku akan menceraikannya untukmu, dan setelah selesai masa iddahnya, kamu dapat menikahinya."
Abdur Rahman berkata kepadanya, "Saya tidak membutuhkan itu, adakah pasar tempat berjualan?"
Dia menjawab, "Pasar Qainuqa." Maka Abdur Rahman pergi ke sana, dan datang dengan membawa keju kering dan lemak. Setelah itu dia terus-menerus pergi pagi-pagi ke pasar hingga .... [HR. Bukhari No. 2048]
Dan Imam Bukhari berkata:
بَاب مَا ذُكِرَ فِي الْأَسْوَاقِ . وَقَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ لَمَّا قَدِمْنَا الْمَدِينَةَ قُلْتُ هَلْ مِنْ سُوقٍ فِيهِ تِجَارَةٌ قَالَ سُوقُ قَيْنُقَاعَ وَقَالَ أَنَسٌ قَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ دُلُّونِي عَلَى السُّوقِ وَقَالَ عُمَرُ أَلْهَانِي الصَّفْقُ بِالْأَسْوَاقِ
[Bab tentang apa yang disebutkan tentang pasar-pasar, Abdur Rahman bin Auf berkata: Ketika kami tiba di Madinah, aku berkata: Apakah ada pasar yang ada perdagangannya? Mereka berkata: Pasar Qainuqa. Dan Anas berkata bahwa Abdur Rahman berkata: Tunjukkan aku pasar. Dan Umar berkata: Kesibukanku di pasar-pasar membuatku lalai]”. [Lihat : Mukhtashar Shahih Bukhori oleh al-Albaani 2/39].
Abdurrahaman bin Auf sejak masih di Makkah dan belum hijrah ke Madinah sudah berpengalaman dalam mengelola dan mengatur strategi menghidupkan pasar.
Ketika dia memasuki pasar Yahudi Bani Qainuqo' di Madinah, saat itu usianya empat puluh tiga tahun. Dia memanfaatkan orang-orang Yahudi Bani Qaynuqa’ sebagai para makelarnya".
Di pasar Yahudi Bani Qainuqo', dia tidak patah semangatnya dan tidak kehilangan keseriusannya meskipun harus berhadapan dengan system monopoli Yahudi Bani Qaynuqa' ini, melainkan dia terus berjuang untuk menguasai pasar, membeli, menjual, mendapat untung, dan menabung.
Dan hari-hari terus berlalu. Dan dia terus bekerja keras tak kenal lelah di tempat kerjanya dalam rangka mencari rizki yang halal dan menjaga kehormatan dirinya dari minta-minta dan mengharapkan pemberian serta belas kasihan dari orang lain.
Dan Ibnu Abi ad-Dunya meriwayatkan dalam kitabnya إصلاح المال (98) dari Abd al-Rahman bin Auf رضي الله عنه, dia berkata:
" يا حَبَّذَا المالُ، أَصِلُ منه رَحِمي، وأَتَقَرَّبُ إلى رَبِّي عزَّ وجلَّ".
“Duhai harta betapa aku mencintainya, karena dengannya aku menghubungkan tali silaturrahimku., dan dengannya aku mendekatkan diri kepada Tuhanku Yang Maha Perkasa lagi Maha Agung.”
Pengalaman Abdurrahman bin Auf dalam bisnis system ELAF QUREISY di Makkah tetap dia jalankan ketika dia telah tinggal di Madinah.
Pernah pada suatu hari, di tengah ketenangan kota Madinah, debu tebal terlihat mendekat, membumbung ke atas. Semakin banyak hingga menutupi angkasa. Angin bertiup ke arah Madinah menyebabkan gumpalan debu kuning itu semakin mendekat dan terdengar menderu oleh penduduk Kota Nabi.
Warga mengira ada badai gurun yang sedang menyapu dan menerbangkan pasir. Akan tetapi, segera mereka sadar, dari balik gumpalan debu terdengar hiruk-pikuk yang menandakan bahwa itu adalah iring-iringan kafilah yang besar dan panjang.
Ternyata, beberapa saat kemudian nampak Kafilah dagang yang datang dari Syam yang terdiri dari 700 unta penuh muatan SEMBAKO, memenuhi jalan-jalan kota Madinah.
Dan ternyata itu adalah Kafilah Dagang milik Abdurrahman bin 'Auf.
[Lihat: “سير أعلام النبلاء” (1/76-77), dan “شذرات الذهب” (1/194-195), dan الموضوعات (2/13) edisi pertama, dan (2/246 - 247) edisi yang di tahqiq]
====
DALIL KEDUA :
AYAT AL-QURAN YANG MEMERINTAHKAN MENCARI RIZKI:
Allah swt berfirman:
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya: “Apabila shalat telah ditunaikan, maka bertebaranlah kalian di muka bumidan carilah rizki / karunia Allah, dan perbanyaklah dalam mengingat Allah supaya kalian beruntung” (QS al-Jumu’ah:10).
Dan Allah SWT berfirman dalam surat al-Muzammil:
وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ ۙ وَآخَرُونَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
Artinya: “ dan (para sahabat) yang lain berjalan di bumi mencari sebagian rizki / karunia Allah; dan yang lain berperang di jalan Allah “ [Surat Al-Muzzammil: 20]
Imam Qurthubi berkata:
سَوَّى اللهُ تَعَالَى فِي هَذِهِ الآيَةِ بَيْنَ دَرَجَةِ المُجَاهِدِينَ وَالمُكْتَسِبِينَ المَالَ الحَلَالَ لِلنَّفَقَةِ عَلَى نَفْسِهِ وَعِيَالِهِ وَالإِحْسَانِ وَالإِفْضَالِ فَكَانَ دَلِيلًا عَلَى أَنَّ كَسْبَ المَالِ بِمَنْزِلَةِ الجِهَادِ، لأَنَّهُ جَمَعَهُ مَعَ الجِهَادِ فِي سَبِيلِ اللهِ
“Allah SWT dalam ayat ini telah mensejajarkan antara derajat mujahidin dan mereka yang berjuang mencari harta yang halal untuk menafkahi dirinya sendiri, keluarganya dan untuk beramal kebajikan. Itu menunjukkan bahwa mencari harta tsb berkedudukan seperti jihad, karena Allah SWT menggabungkannya dengan jihad fii Sabiilillah “.
(Baca: “الجامع لأحكام القرآن ” 21/349. Tahqiq DR. Abdullah at-Turki).
Dari Abdullah bin Umar ra, bahwa Nabi ﷺ bersabda:
طَلَبُ الحَلالِ جِهادٌ
“Mencari rizki yang halal itu Jihad”.
(HR. Ahmad dan Ibnu ‘Adiy dlm “الكامل في الضعفاء” 6/263. Imam Ahmad berkata: “ Hadits ini Mungkar “. Lihat “: تهذيب التهذيب” 9/437).
Firman Allah SWT dalam surat An-Nuur:
رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ، يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ﴿37﴾ لِيَجْزِيَهُمُ اللَّهُ أَحْسَنَ مَا عَمِلُوا وَيَزِيدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ ، وَاللَّهُ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ ﴿38﴾
“Laki-laki yang perniagaannya dan jual–belinya tidak membuatnya lalai dari mengingat Allâh dan (dari) mendirikan shalat dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.
(Mereka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allâh memberikan balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allâh menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allâh memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas”. [ QS. An-Nûr/24:37-38]
====
DALIL KETIGA :
HADITS-HADITS YANG MEMERINTAHKAN MENCARI RIZKI:
Dari Abdullah bin Masud, bahwa Rosulullah ﷺ bersabda:
طَلَبُ الحَلالِ فَريْضَةٌ على كُلِّ مُسْلِمٍ
“Mencari [ Rizki ] yang Halal itu wajib bagi setiap pria muslim “.
Al-Iraqi mengatakan: “ Sanadnya dloif “.
Az-Zubaidi dlm “Takhriij al-Ihya” 2/51 berkata:
وَلَكِنَّ الهَيْثَمِيَّ رَفِيقُهُ قَالَ وَإِسْنَادُهُ حَسَنٌ، وَرَوَاهُ الدَّيْلَمِيُّ أَيْضًا فِي مُسْنَدِ الفِرْدَوْسِ بِاللَّفْظِ المَذْكُورِ وَفِيهِ بَقِيَّةُ وَالزُّبَيْرُ بْنُ خُرَيْقٍ ضَعِيفَانِ
Akan tetapi al-Haitsami, sahabat dekatnya mengatakan: SANADNYA HASAN. Dan ad-Dailami juga meriwayatkan dlm “مسند الفردوس” dengan lafadz yang sama, namun di dlm sanadnya terdapat perawi yang bernama Baqiyyah dam az-Zubair bin Khuraiq, mereka berdua dhoif “.
Dan dalam riwayat lain dari Abdullah bin Masud, bahwa Rosulullah ﷺ bersabda:
“ Mencari Rizki yang halal itu Fardlu setelah Fardlu “
(HR. Ibnu Hibbaan dlm “المجروحين” 2/98 dan Thabraani 10/90 No. 9993 dengan lafadz yang sama. Dan diriwayatkan pula oleh Baihaqi No. 12030 dengan lafadz matan yang panjang).
Al-Haitsami berkata:
فيهِ عُبَادُ بْنُ كَثِيرِ الثَّقَفِيِّ وَهُوَ مَتْرُوكٌ وَقَالَ البَّيْهَقِيُّ عَقِبَ رَوَايَتِهِ: تَفَرَّدَ بِهِ عُبَادٌ وَهُوَ ضَعِيفٌ، وَفِي الْمِيزَانِ عَنْ أَبِي زُرْعَةَ وَغَيْرِهِ: ضَعِيفٌ، وَعَنْ الْحَاكِمِ: رَوَى عَنِ الثَّوْرِيِّ أَحَادِيثَ مَوْضُوعَةً وَهُوَ صَاحِبُ حَدِيثِ "طَلَبُ الْحَلَالِ فَرِيضَةٌ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ"
“Di dalam sanadnya terdapat ‘Abaad ibn Katheer al-Thaqafi dan dia adalah orang yang ditinggalkan. Al-Bayhaqi berkata, setelah meriwaytakannya: hanya Abbad sendirian yang meriwayatkannya dan dia itu lemah. Dan di kitab “al-Mizan”:Dari Abu Zar'ah dan lainnya, meraka mengatakan: “ lemah “
Dia meriwayatkan hadits-hadits palsu dari Al-Tsawri, dan dia pula penulis hadits (Mencari yang halal adalah kewajiban setelah kewajiban). [SELESAI perkataan al-Haitsami].
Namun Al-Mundziri dlm “الترغيب والترهيب” 3/16 mengatakan:
"لا يَتَّطِرُقُ إلَيْهِ احْتِمَالُ التَّحْسِينِ"
“Tidak ada jalan untuk sampai kepada level hadits hasan “.
=====
DALIL KEEMPAT :
ANJURAN DARI NABI ﷺ UNTUK MEMPERCANGGIH SKILL USAHA (PROFESI).
Rosulullah ﷺ bersabda:
إنّ رُوحَ القُدُسِ نَفَثَ في رُوعِي أنّ نَفْساً لنْ تَمُوتَ حَتّى تَسْتَكْمِلَ أجَلَها وَتَسْتَوْعِبَ رِزْقَها، فاتّقُوا الله وأجْمِلُوا في الطَّلبِ [ وفي بعض الروايات بعد هذا زيادة: " وَاسْتَجْمِلُوْا مِهَنَكُمْ " ] ولا يَحْمِلنَّ أحَدَكُمُ اسْتِبْطاءُ الرِّزْقِ أنْ يَطْلُبَهُ بِمَعْصِيَةِ الله، فإنّ الله تعالى لا يُنالُ ما عِنْدَهُ إلاّ بِطاعَتِهِ
“Sungguh malaikat Jibril telah membisikkan pada hati saya bahwa sebuah jiwa tidak akan mati sampai ajalnya tiba sehingga rezekinya telah sempurna, maka bertakwalah kalian kepada Allah, kalian perindahlah cara mencari rizki itu
[dalam sebagian riwayat ada tambahan: “ dan kalian per indah lah skill-skill profesi kalian]
dan janganlah salah seorang dari kalian memperlambat datangnya rezeki dengan bermaksiat kepada Allah, karena apa yang dimiliki oleh Allah tidaklah dapat diraih kecuali dengan taat kepada-Nya”.
Hadits ini diriwayatkan dari tiga Sahabat:
- Dari Jabir bin Abdullah RA. Seperti yang di riwayatkan oleh Ibnu Majah, Abu Nu’aim dalam “ حلية الأولياء “, al-Hakim dan Ibnu Hibbaan.
- Abdullah bin Mas’ud RA. Seperti yang di riwayatkan oleh Ibnu Majah dan Ibnu Hibbaan.
- Abdullah bin Umar RA. Seperti yang disebutkan oleh Al-Mizzy dlm “الأربعون الودعانية” No. 31.
Hadits ini di shahihkan oleh Syeikh al-Baani dlm “صحيح الجامع” No. 2085“سلسلة الأحاديث الصحيحة”No. 2866, “مشكلة الفقر” No. 15
Dishahihkan pula oleh Syu’eb al-Arna’uth dlm “تخريج زاد المعاد” 1/77.
Perhatikan kata-kata dalam hadits di atas:
" وأجْمِلُوا في الطَّلبِ وَاسْتَجْمِلُوْا مِهَنَكُمْ "
“ Kalian perindahlah cara mencari rizki itu dan kalian per indah pula profesi-profesi kalian (مِهْنَة) “.
Berikut ini definisi dan makna kata “ مِهْنَة ” jamaknya “ مِهَنٌ ”:
المِهْنَةُ عَلَى أَنَّهَا أَيُّ نَوْعٍ مِنَ الْعَمَلِ الَّذِي يَحْتَاجُ إِلَى تَدْرِيبٍ خَاصٍّ أَوْ مَهَارَةٍ مُعَيَّنَةٍ، وَبِشَكْلٍ أَدَقَّ هِيَ عَبَارَةٌ عَنْ مُمَارَسَةٍ تَتَطَلَّبُ مَجْمُوعَةً مُعَقَّدَةً مِنَ الْمَعْرِفَةِ وَالْمَهَارَاتِ الَّتِي يُتَمُّ اكْتِسَابُهَا مِنْ خَلَالِ التَّعْلِيمِ الرَّسْمِيِّ وَالْخِبْرَةِ الْعَمَلِيَّةِ.
Artinya: “ Profesi (مِهْنَة) adalah segala jenis pekerjaan yang membutuhkan pelatihan khusus atau keterampilan khusus. Lebih tepatnya, مِهْنَة adalah praktik yang membutuhkan seperangkat pengetahuan dan keterampilan kompleks yang diperoleh melalui pendidikan formal dan pengalaman kerja “.
Dan dalam hadits lain dari Abu Humaid as-Saa’idy, bahwa Rosulullah ﷺ bersabda:
" أَجْمِلُوا فِي طَلَبِ الدُّنْيَا فَإِنَّ كُلّاً مُيَسَّرٌ لِمَا خُلِقَ لَهُ "
Kalian perindahlah dalam mencari dunia !!!, karena sesungguhnya bagi masing-masing itu telah dimudahkan sesuai dengan apa yang diciptakan untuknya “. (HR. Ibnu Majah No. 2151. Dan di shahihkan oleh Syeikh al-Baany dlm Shahih Ibnu Maajah No. 1755).
DR. Al-Qaradhawi berkata :
وَمِنْ أَعْجَبِ
مَا سَمِعْتُهُ فِي عَصْرِنَا: أَنَّ أَحَدَ الدُّعَاةِ مِمَّنْ يَنْتَمِي إِلَى جَمَاعَةٍ
دِينِيَّةٍ تَهْتَمُّ بِالْجَوَانِبِ الرُّوحِيَّةِ وَالْعِبَادِيَّةِ فَحَسْبُ، قَالَ
يَوْمًا: "الحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا الإِفْرِنْجَ لِيُقَدِّمُوا
لَنَا مِنْجَزَاتِ العِلْمِ وَالتِّكْنُولُوجِيَا، لِنَتَفَرَّغَ نَحْنُ لِلْعِبَادَةِ!"
غَفَلَ هَـٰذَا المِسْكِينُ أَنَّ المُسْلِمِينَ بِهَـٰذَا قَدْ آثَمُوا فِي حَقِّ
دِينِهِمْ وَأُمَّتِهِمْ، حِينَ أَهْمَلُوا مَا اعْتَبَرَهُ العُلَمَاءُ فَرْضَ كِفَايَةٍ
عَلَيْهِمْ، وَهُوَ إِتْقَانُ العُلُومِ الَّتِي تَقُومُ بِهَا دُنْيَاهُمْ، وَيُغَرُّ
بِهَا دِينُهُمْ، وَتَسُودُ أُمَّتُهُمْ. فَلَيْسَ هَـٰذَا نِعْمَةً يُحْمَدُ اللَّهُ
عَلَيْهَا، بَلْ هِيَ جَرِيمَةٌ يُسْتَغْفَرُ اللَّهُ تَعَالَىٰ مِنْهَا.
Salah satu hal yang paling ajaib yang pernah saya dengar di zaman kita
adalah :
ada salah satu dari para Da’i yang mengatas namakan jamaah diiniyah yang
hanya peduli dengan aspek spiritual dan ibadah saja .
Pada suatu hari Dia pernah berkata : “ Al-hamdulillah (segala puji bagi
Allah) yang telah menggerakkan bangsa eropa untuk kita, agar mereka mempersembahkan
kepada kita pencapaian ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga dengannya
membuat diri kita bisa fokus untuk beribadah!”.
Orang miskin ilmu ini telah lalai bahwa umat Islam dengan demikian itu telah
berdosa terhadap hak agamanya dan umatnya, ketika mereka mengabaikan apa yang
oleh para ulama dianggap sebagai Fardlu Kifayah atas mereka, yaitu mendalami
ilmu-ilmu yang bisa menegakkan urusan dunia mereka, yang menggairahkan agama
mereka, dan membuat umat nya menjadi mulia dan terhormat .
Dengan meninggalkan semua itu, maka bukanlah nikmat yang layak dia katakan : al-hamdulillah “. (Baca : “أُمَّتُنَا بَيْنَ قَرْنَيْنِ” hal. 138 karya DR. Al-Qordhowi . cet. Dar asy-Syuruuq).
=====
DALIL KE LIMA :
PERINTAH AGAR MANDIRI DALAM BER EKONOMI
Dari al-Miqdam radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda:
((مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَإِنَّ نَبِيَّ اللَّهِ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ))
“Tidaklah seorang (hamba) memakan makanan yang lebih baik dari apa yang ia makan, yang berasal dari hasil usaha tangannya (sendiri). Dan sungguh Nabi Dawud ‘alaihissalam makan dari hasil usaha tangannya (sendiri).” [HR.. al-Bukhari (no. 1966)]
Sementara menurut Ibnu Hajar, beliau berkata:
وَمِنْ فَضْلِ الْعَمَلِ بِالْيَدِ الشَّغْلُ بِالْأَمْرِ الْمُبَاحِ عَنْ الْبَطَالَةِ وَاللَّهْوِ وَكَسْرُ النَّفْسِ بِذَلِكَ وَالتَّعَفُّفُ عَنْ ذِلَّةِ السُّؤَالِ وَالْحَاجَة إِلَى الْغَيْر
“Di antara keutamaan bekerja secara mandiri:
(1) menyibukan diri dengan perkara yang mubah sehingga terhindar dari pengangguran dan sendagurau, serta mengekang diri dengan itu;
(2) menjaga kehormatan diri darikehinaan meminta-minta dan bergantung kebutuhan hidupnya kepada orang lain.”Lihat, Fath al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari, 4/304.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwa Rosulullah ﷺ bersabda:
خَيْرُ الْكَسْبِ كَسْبُ يَدِ الْعَامِلِ إِذَا نَصَحَ
“Usaha paling baik adalah usaha yang dihasilkan oleh tangan pekerja (usaha dengan tangan sendiri) apabila ia bersih.”
(HR. Ahmad, 2/334, No. 8393, Ibnu Khuzaimah, Baihaqi dan ad-Dailami. al-haitsami berkata dlm “مجمع الزوائد” 4/461 No. 6213: “رجاله ثقات “. Di hasankan oleh al-Iraqy dlm Takhrij al-Ihya dan al-Baani dlm “صحيح الجامع الصغير”).
Ibnu Hajar berkata:
وَمِنْ شَرْطِهِ أَنْ لَا يَعْتَقِدَ أَنَّ الرِّزْق مِنْ الْكَسْبِ بَلْ مِنْ اللَّه تَعَالَى بِهَذِهِ الْوَاسِطَةِ
“Di antara syaratnya tidak berkeyakinan bahwa rizki itu bersumber dari kasab, tapi harus berkeyakinan bersumber dari Allah dengan perantaraan kasab ini.” Fath al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari, 4/304
Dari Ka’ab bin ‘Ujroh (كعبُ بنُ عجرةٍ):
مَرَّ رَجُلٌ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَرَأَى أَصْحَابَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ جَلَدِهِ وَنَشَاطِهِ مَا رَأَوْا، فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ لَوْ كَانَ هَذَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنْ كَانَ خَرَجَ يَسْعَى عَلَى وَلَدِهِ صُغَارًا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَإِنْ كَانَ خَرَجَ يَسْعَى عَلَى أَبَوَيْنِ شَيْخَيْنِ كَبِيرَيْنِ فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَإِنْ كَانَ خَرَجَ يَسْعَى عَلَى نَفْسِهِ يُعَفِّهَا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَإِنْ كَانَ خَرَجَ يَسْعَى رِيَاءً وَمُفَاخِرَةً فَهُوَ فِي سَبِيلِ الشَّيْطَانِ»
Suatu hari ada seorang lelaki lewat di depan rasulullah ﷺ, dan para shahabat radhiyallahu `anhu melihat kondisi lelaki tersebut dari kulit tubuhnya dan semangatnya (seperti lelaki pekerja yang tangguh- pen), maka rasulullah ﷺ berkata:
“Jika dia keluar bekerja untuk anaknya yang masih kecil, maka dia itu DI JALAN ALLAH (في سبيلِ اللهِ).
Dan jika dia keluar bekerja untuk kedua orang tuanya, maka dia itu DI JALAN ALLAH (في سبيلِ اللهِ).
Dan jika dia keluar bekerja untuk dirinya sendiri dalam rangka `iffah (menjaga kehormatan diri untuk tidak minta-minta - pen) maka dia itu DI JALAN ALLAH (في سبيلِ اللهِ).
Dan jika keluar dalam rangka riya` dan berbangga diri maka dia terhitung di jalan syaithon.”
(HR. Al-Imam Athobraany (13/491) para perawinya tsiqoot / dipercaya).
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi ﷺ bersabda:
أَمَّا إِنْ كَانَ يَسْعَى عَلَى وَالِدَيْهِ أَوْ أَحَدِهِمَا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَإِنْ كَانَ يَسْعَى عَلَى نَفْسِهِ فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
Adapun jika dia bekerja cari rizki untuk kedua orang tuanya atau salah satu dari keduanya, maka dia itu DI JALAN ALLAH (في سبيلِ اللهِ), dan jika dia bekerja untuk dirinya sendiri maka dia itu DI JALAN ALLAH (في سبيلِ اللهِ) (HR. Baihaqi 7/787 No. 13112 & 15754). Lihat pula “الجامع الصغير وزوائده والجامع الكبير” 2/165 No. 4603.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu : bahwa Rasulullah ﷺ bersabda (Dalam lafadz lain):
بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوسٌ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا شَابٌّ مِنَ الثَّنِيَّةِ فَلَمَّا رَأَيْنَاهُ بِأَبْصَارِنَا قُلْنَا: لَوْ أَنَّ هَذَا الشَّابَ جَعَلَ شَبَابَهُ وَنَشَاطَهُ وَقُوَّتَهُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ فَسَمِعَ مَقَالَتَنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ:« وَمَا سَبِيلُ اللَّهِ إِلاَّ مَنْ قُتِلَ؟ مَنْ سَعَى عَلَى وَالِدَيْهِ فَفِى سَبِيلِ اللَّهِ وَمَنْ سَعَى عَلَى عِيَالِهِ فَفِى سَبِيلِ اللَّهِ وَمَنْ سَعَى عَلَى نَفْسِهِ لِيُعِفَّهَا فَفِى سَبِيلِ اللَّهِ وَمَنْ سَعَى عَلَى التَّكَاثُرِ فَهُوَ فِى سَبِيلِ الشَّيْطَانِ
“Ketika kami sedang duduk-duduk bersama Rasulullah ﷺ, tiba-tiba muncul seorang pemuda dari arah jalan bukit. Ketika dia nampak di hadapan kami, maka kami berkata: Duhai seandainya pemuda ini memanfaatkan masa muda, semangat, dan kekuatannya di jalan Allah!
Rasulullah ﷺ mendengar perkataan kami.
Beliau bersabda: “ Apakah di jalan Allah itu hanya untuk orang yang terbunuh saja?
Barangsiapa yang berusaha (mencari rizki) untuk kedua orangtuanya, maka dia di jalan Allah.
Barangsiapa yang berusaha (mencari rizki) untuk keluarganya, maka dia di jalan Allah.
Barangsiapa yang berusaha (mencari rizki) untuk dirinya (dalam rangka menjaga kehormatannya agar tidak meminta-minta. pen), maka dia di jalan Allah.
Barangsiapa yang berusaha (mencari rizki) untuk berbanyak-banyakan harta (semata), mka dia berada di jalan syaithan”.
Dalam lafadz riwayat lain:
وَمَا سَبِيلُ اللَّهِ إِلَّا مَنْ قُتِلَ؟ مَنْ سَعَى عَلَى وَالِدَيْهِ فَفِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَمَنْ سَعَى عَلَى عِيَالِهِ فَفِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَمَنْ سَعَى مُكَاثِرًا فَفِي سَبِيلِ الطَّاغُوتِ.
“ Apakah di jalan Allah itu hanya untuk yang terbunuh saja?
Siapa yang berusaha mencari nafkah untuk menghidupi orang tuanya maka dia di jalan Allah, siapa yang berkerja untuk menghidupi keluarganya maka dia di jalan Allah, tapi siapa yang bekerja untuk berbanyak-banykan harta semata maka dia di jalan thaghut.”
(H.R al-Baihaqiy dalam as-Sunan al-Kubro, Ath-Thabrani “المعجم الأوسط” 5/119 dan Abu Nu’aim al-Ashfahaani “حلية الأولياء وطبقات الأصفياء” hal. 197).
Dinyatakan sanadnya jayyid oleh Syaikh al-Albaniy dalam Silsilah al-Ahaadits as-Shahihah no 2232)
=====
DALIL KE ENAM :
JAMINAN SYURGA BAGI YANG MANDIRI EKONOMINYA, TIDAK MENYUSAHKAN TETANGGA DAN BERJALAN DIATAS SUNNAH
Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallhu ‘anhu, beliau berkata: Rasulallah ﷺ bersabda,
«مَنْ أَكَلَ طَيِّبًا، وَعَمِلَ فِي سُنَّةٍ، وَأَمِنَ النَّاسُ بَوَائِقَهُ دَخَلَ الجَنَّةَ» فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ هَذَا اليَوْمَ فِي النَّاسِ لَكَثِيرٌ، قَالَ: «وَسَيَكُونُ فِي قُرُونٍ بَعْدِي
“Barangsiapa memakan makanan yang baik, beramal sesuai sunnah, dan orang lain aman dari keburukannya maka dia masuk Surga.”
Seorang sahabat berkata: Wahai Rasulallah!Sesungguhnya ini banyak pada ummatmu sekarang. Rasulallah bersabda, “Mereka akan ada sepeninggalku nanti.”
(HR. Turmudzy No. 2520, Thabrani dlm “المعجم الأوسط” 2/52, Baihaqi dlm “شعب الإيمان”7/501, al-Laalakaa’i (اللالكائي) 1/59, al-Haakim 4/117 dan Ibnu Abi ad-Dunya 1/57).
At-Turmudzi berkata: “ حسن صحيح غريب”. al-Haakim berkata: “ صحيح الإسناد”. Hadits ini di masukkan pula oleh Syeikh al-Baani dlm “سلسلة الأحاديث الصحيحة”.
=====
DALIL KE TUJUH :
ANCAMAN NERAKA ATAS PRIA YANG TIDAK MAU MENCARI RIZQI:
Dari Iyadl bin Khammar al-Mujasyi'ii radhiyallahu ‘anhu : Bahwa, pada suatu hari Rasulullah ﷺ bersabda di dalam khutbah beliau:
أَلَا إِنَّ رَبِّي أَمَرَنِي أَنْ أُعَلِّمَكُمْ مَا جَهِلْتُمْ مِمَّا عَلَّمَنِي يَوْمِي هَذَا:........
قَالَ: وَأَهْلُ النَّارِ خَمْسَةٌ الضَّعِيفُ الَّذِي لَا زَبْرَ لَهُ الَّذِينَ هُمْ فِيكُمْ تَبَعًا لَا يَبْتَغُونَ أَهْلًا وَلَا مَالًا ، وَالْخَائِنُ الَّذِي لَا يَخْفَى لَهُ طَمَعٌ وَإِنْ دَقَّ إِلَّا خَانَهُ ، وَرَجُلٌ لَا يُصْبِحُ وَلَا يُمْسِي إِلَّا وَهُوَ يُخَادِعُكَ عَنْ أَهْلِكَ وَمَالِكَ، وَذَكَرَ الْبُخْلَ أَوْ الْكَذِبَ ، وَالشِّنْظِيرُ الْفَحَّاشُ
"Ingatlah! Sesungguhnya Rabb-ku telah menyuruhku untuk mengajarkan kalian semua tentang sesuatu yang tidak kalian ketahui, yang diajarkan Allah kepadaku seperti pada hari ini....................................
(Diantaranya. Pen) Allah berfirman: " Dan penghuni neraka itu ada lima macam:
1). Seorang lelaki yang lemah yang tidak menggunakan akalnya [yang bisa dipergunakan untuk menahan diri dari hal yang tidak pantas].
Mereka itu adalah orang yang hanya menjadi pengikut di antara kalian [ yakni: hidupnya bisanya hanya numpang dan jadi beban kalian ].
Mereka tidak berkeinginan untuk membangun kehidupan keluarga dan tidak pula membangun ekonomi.
2). Pengkhianat yang memperlihatkan sifat rakusnya, sekalipun dalam hal yang samar.
3). Seorang lelaki yang pagi dan petang selalu memperdayamu (melakukan tipu muslihat) dari keluargamu dan hartamu.
4) Lalu Allah menyebutkan sifat bakhil dan sifat dusta.
5). Dan Orang yang akhlaknya buruk." (HR. Muslim No. 5109)
*****
AMPUNAN DARI ALLAH BAGI YANG SUKA MEMAAFKAN HUTANG ORANG YANG SUSAH.
Dari Abu Hurairah dari Rasulullah SAW, beliau bersabda:
إِنَّ رَجُلًا لَمْ يَعْمَلْ خَيْرًا قَطُّ وَكَانَ يُدَايِنُ النَّاسَ، فَيَقُولُ لِرَسُولِهِ: خُذْ مَا تَيَسَّرَ، وَاتْرُكْ مَا عَسُرَ، وَتَجَاوَزْ لَعَلَّ اللَّهَ أَنْ يَتَجَاوَزَ عَنَّا فَلَمَّا هَلَكَ. قَالَ لَهُ اللَّه - عز وجل -: هَلْ عَمِلْتَ خَيْرًا قَطُّ؟، قَالَ: لَا، إِلَّا أَنَّهُ كَانَ لِي غُلَامٌ وَكُنْتُ أُدَايِنُ النَّاسَ، فَإِذَا بَعَثْتُهُ لِيَتَقَاضَى، قُلْتُ لَهُ: خُذْ مَا تَيَسَّرَ وَاتْرُكْ مَا عَسُرَ وَتَجَاوَزْ لَعَلَّ اللَّهَ يَتَجَاوَزُ عَنَّا. قَالَ اللَّه تَعَالَى: قَدْ تَجَاوَزْتُ عَنْكَ
"Sesungguhnya terdapat seorang laki-laki yang belum pernah berbuat kebaikan sama sekali, dan dia biasa memberikan hutang kepada orang-orang. Kemudian dia berkata kepada utusannya (penagih hutang) ;
" Ambillah apa yang mudah (orang yang mudah membayarnya) dan tinggalkan apa yang sulit dan maafkan semoga Allah ta'ala mengampuni kita !!!."
Kemudian tatkala dia meninggal, Allah 'azza wajalla berfirman kepadanya: "Apakah engkau pernah mengerjakan kebaikan?"
Dia berkata; "Tidak, hanya saja saya memiliki seorang pembantu dan saya biasa memberikan hutang kepada orang-orang kemudian apabila saya mengutusnya untuk menagih hutang, saya katakan kepadanya; 'Ambillah apa yang mudah dan tinggalkan apa yang sulit dan maafkan, semoga Allah memaafkan kita."
Allah ta'ala berfirman: sungguh Aku telah memaafkanmu." (HR. Bukhori No. 2078, Muslim No. 1562 dan Nasaa’i No. 4694
****
BAGAIMANA MEMAHAMI HADITS BERIKUT INI ?
Dari ’Ubaidillah bin Mihshan Al Anshary dari Nabi ﷺ, beliau bersabda,
مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِى سِرْبِهِ مُعَافًى فِى جَسَدِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا
“Barangsiapa di antara kalian mendapatkan rasa aman di rumahnya (pada diri, keluarga dan masyarakatnya), diberikan kesehatan badan, dan memiliki makanan pokok pada hari itu di rumahnya, maka seakan-akan dunia telah terkumpul pada dirinya.”
(HR. Tirmidzi no. 2346, Ibnu Majah no. 4141. Abu ’Isa mengatakan bahwa hadits ini hasan ghorib).
Al-Munaawi dlm kitabnya “فيض القدير” 6/88 berkata dalam menyikapi hadits tsb:
" يَعْنِي: مَنْ جَمَعَ اللَّهُ لَهُ بَيْنَ عَافِيَةِ بَدَنِهِ ، وَأَمْنِ قَلْبِهِ حَيْثُ تَوَجَّهَ ، وَكِفَافِ عَيْشِهِ بِقُوَّةِ يَوْمِهِ ، وَسَلَامَةِ أَهْلِهِ ، فَقَدْ جَمَعَ اللَّهُ لَهُ جَمِيعَ النِّعَمِ الَّتِي مِنْ مَلَكِ الدُّنْيَا لَمْ يَحْصُلْ عَلَى غَيْرِهَا ، فَيَنْبَغِي أَنْ لَا يَسْتَقْبِلَ يَوْمَهُ ذَلِكَ إِلَّا بِشُكْرِهَا ، بِأَنْ يُصَرِّفَهَا فِي طَاعَةِ الْمُنْعِمِ ، لَا فِي مَعْصِيَّةٍ ، وَلَا يَفْتَرِ عَنْ ذِكْرِهِ.
قَالَ نَفْطُوَيْهِ:
إِذَا مَا كَسَاكَ الدَّهْرُ ثَوْبَ مُصِحَّةٍ *** وَلَمْ يَخْلُ مِنْ قُوتٍ يُحَلَّى وَيَعْذُبُ
فَلَا تَغْبَطَنَّ الْمُتْرَفِينَ فَإِنَّهُ *** عَلَى حَسْبِ مَا يُعْطِيهِمُ الدَّهْرُ يَسْلُبُ
Artinya: Barangsiapa orangnya yang Allah telah mengumpulkan untuknya: kesehatan tubuhnya, keamanan hatinya kemanapun dia pergi, tercukupi pangannya untuk kelangsungan hidupnya untuk hari itu, dan keselamatan keluarganya, maka sungguh Allah telah mengumpulkan untuknya semua kenikmatan seolah-olah dia memiliki dunia semuanya.
Jika demikian, maka dia seharusnya tidak mengunakan hari nya itu kecuali dengan mensyukurinya dan memanfaatkannya untuk ketaatan kepada Allah Sang Pemberi Nikmat, bukan untuk kemaksiatan, dan jangan bosan berdzikir dengan mengingatnya.
Seorang penyair Nafthaweih berkata:
إِذَا مَا كَسَاكَ الدَّهْرُ ثَوْبَ مُصِحَّةٍ *** وَلَمْ يَخْلُ مِنْ قُوتٍ يُحَلَّى وَيَعْذُبُ
فَلَا تَغْبَطَنَّ الْمُتْرَفِينَ فَإِنَّهُ *** عَلَى حَسْبِ مَا يُعْطِيهِمُ الدَّهْرُ يَسْلُبُ
Jika ad-Dahr (masa/waktu) menyelemuti mu dengan baju sehat walafiat *** dan tidak pernah kosong dari makanan, yang manis dan segar.
Maka janganlah kau merasa cemburu terhadap orang-orang yang hidupnya serba mewah, karena sesungguhnya itu semua *** di atas apa yang Ad-Dahr berikan kepada mereka, dan apa saja yang ad-Dahr berikan pasti kelak ia akan mencabutnya kembali“.
(SELESAI) Baca: فيض القدير (6/88).
Dan Perkataan Syeikh Sholeh Fauzan al-Fauzan dalam memahami hadits tsb:
فَعَلَيْنَا أَنْ نَشْكُرَ اللَّهَ - عَزَّ وَجَلَّ - بِأَنْ نَسْتَعْمِلَ هَذِهِ النِّعَمَ فِي طَاعَةِ اللَّهِ، وَلَا نَبْطُرَ نِعْمَةَ اللَّهِ أَوْ نَتَكَبَّرَ أَوْ نَسْتَعْمِلَ هَذِهِ النِّعَمَ فِي مَعْصِيَّةِ اللَّهِ، وَفِي الْإِسْرَافِ وَالتَّبْذِيرِ وَالْبُذْخِ وَغَيْرِ ذَلِكَ
Artinya: Kita harus bersyukur kepada Allah Azza Wajalla dengan cara menggunakan semua nikmatnya ini dalam ketaatan kepada Allah, dan tidak menyalah gunakan nikmat Allah atau tidak takabur atau tidak menggunakan nikmat-nikmat ini dalam kemaksiatan kepada Allah. Dan tidak pula untuk pemborosan, tabdzir, gaya hidup glamour, dan lain sebagainya.
******
ANJURAN MEMPERSIAPKAN MASA DEPAN EKONOMI ANAK
Berikut ini HADITS anjuran bagi orang tua sebelum meninggal untuk MEMPERSIAPKAN MASA DEPAN EKONOMI ANAK.
Dari Sa'ad bin Abi Waqosh radhiyallahu ‘anhu berkata;
جَاءَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعُودُنِي وَأَنَا بِمَكَّةَ وَهُوَ يَكْرَهُ أَنْ يَمُوتَ بِالْأَرْضِ الَّتِي هَاجَرَ مِنْهَا قَالَ يَرْحَمُ اللَّهُ ابْنَ عَفْرَاءَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أُوصِي بِمَالِي كُلِّهِ قَالَ لَا قُلْتُ فَالشَّطْرُ قَالَ لَا قُلْتُ الثُّلُثُ قَالَ فَالثُّلُثُ وَالثُّلُثُ كَثِيرٌ إِنَّكَ أَنْ تَدَعَ وَرَثَتَكَ أَغْنِيَاءَ خَيْرٌ مِنْ أَنْ تَدَعَهُمْ عَالَةً يَتَكَفَّفُونَ النَّاسَ فِي أَيْدِيهِمْ وَإِنَّكَ مَهْمَا أَنْفَقْتَ مِنْ نَفَقَةٍ فَإِنَّهَا صَدَقَةٌ حَتَّى اللُّقْمَةُ الَّتِي تَرْفَعُهَا إِلَى فِي امْرَأَتِكَ وَعَسَى اللَّهُ أَنْ يَرْفَعَكَ فَيَنْتَفِعَ بِكَ نَاسٌ وَيُضَرَّ بِكَ آخَرُونَ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ يَوْمَئِذٍ إِلَّا ابْنَةٌ
Nabi ﷺ datang menjengukku (saat aku sakit) ketika aku berada di Makkah". Dia tidak suka bila meninggal dunia di negeri dimana dia sudah berhijrah darinya.
Beliau bersabda; "Semoga Allah merahmati Ibnu 'Afra'".
Aku katakan: "Wahai Rasulullah, aku mau berwasiat untuk menyerahkan seluruh hartaku".
Beliau bersabda: "Jangan". Aku katakan: "Setengahnya"
Beliau bersabda: "Jangan". Aku katakan lagi: "Sepertiganya".
Beliau bersabda: "Ya, sepertiganya dan sepertiga itu sudah banyak.
Sesungguhnya jika kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan KAYA itu lebih baik daripada kamu meninggalkan mereka dalam keadaan miskin lalu MENGEMIS kepada manusia dengan menengadahkan tangan mereka.
Sesungguhnya apa saja yang kamu keluarkan berupa nafkah sesungguhnya itu termasuk shadaqah sekalipun satu suapan yang kamu masukkan ke dalam mulut istrimu.
Dan semoga Allah mengangkatmu dimana Allah memberi manfaat kepada manusia melalui dirimu atau memberikan madharat orang-orang yang lainnya".
Saat itu dia (Sa'ad) tidak memiliki ahli waris kecuali seorang anak perempuan. (HR. Bukhori No. 2537)
Coba perhatikan sabda Beliau ﷺ ! : " Sesungguhnya jika kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan KAYA itu lebih baik daripada kamu meninggalkan mereka dalam keadaan miskin lalu MENGEMIS kepada manusia dengan menengadahkan tangan mereka."
ALLAHU AKBAR !!!
Dan lebih menarik lagi hadits berikut ini:
عَنْ أبي يَزِيدَ مَعْنِ بْن يَزِيدَ بْنِ الأَخْنسِ رضي الله عَنْهمْ، وَهُوَ وَأَبُوهُ وَجَدّهُ صَحَابِيُّونَ، قَال: كَانَ أبي يَزِيدُ أَخْرَجَ دَنَانِيرَ يَتصَدَّقُ بِهَا فَوَضَعَهَا عِنْدَ رَجُلٍ في الْمَسْجِدِ فَجِئْتُ فَأَخَذْتُهَا فَأَتيْتُهُ بِهَا. فَقَالَ: وَاللَّهِ مَا إِيَّاكَ أَرَدْتُ، فَخَاصمْتُهُ إِلَى رسولِ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم فَقَالَ: “لَكَ مَا نويْتَ يَا يَزِيدُ، وَلَكَ مَا أَخذْتَ يَا مَعْنُ “
Dari Abu Yazid, yaitu: Ma’an bin Yazid bin Akhnas RA (Ia, ayahnya, dan kakeknya adalah termasuk golongan sahabat Rosululloh ﷺ ). Dia berkata:
“Ayahku, yaitu Yazid mengeluarkan beberapa dinar untuk sedekah, dinar-dinar tersebut ia letakkan di sisi seorang pria di masjid.
Lalu aku -Ma’an anak Yazid- datang dan mengambilnya, kemudian aku menemui ayahku dengan menunjukkan dinar-dinar tadi.
Ayahku berkata: “Demi Alloh, bukan engkau yang kuhendaki (tapi untuk sedekah) ”.
Lalu aku adukan pada Rosululloh SAW, Beliaupun bersabda:
"Bagimu adalah apa yang engkau niatkan wahai Yazid, sedang bagimu adalah apa yang engkau ambil wahai Ma’an ”. [HR Bukhori no. 1422]
Maksudnya:
Perkataan: “Bagimu adalah apa yang engkau niatkan wahai Yazid: yaitu bahwa engkau wahai Yazid, telah memperoleh pahala sesuai dengan niat sedekahmu itu-
Perkataan: “ Sedang bagimu adalah apa yang engkau ambil wahai Ma’an”: yaitu bahwa engkau wahai Ma’an boleh memiliki dinar-dinar tersebut, karena engkau putranya lebih berhak dari pada orang lain”.
SUBHANALLAH, DUA-DUANYA DIBENARKAN oleh Rosulullah ﷺ, sejuk sekali mendengarnya
Hadits ini mirip dengan hadits kisah Ibnu Masud dengan Istrinya RA: Yaitu hadits dari Abu Sa'id Al Khurdri radhiyallahu ‘anhu ;
خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي أَضْحًى أَوْ فِطْرٍ إِلَى الْمُصَلَّى ثُمَّ انْصَرَفَ فَوَعَظَ النَّاسَ وَأَمَرَهُمْ بِالصَّدَقَةِ فَقَالَ أَيُّهَا النَّاسُ تَصَدَّقُوا فَمَرَّ عَلَى النِّسَاءِ فَقَالَ يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ تَصَدَّقْنَ فَإِنِّي رَأَيْتُكُنَّ أَكْثَرَ أَهْلِ النَّارِ فَقُلْنَ وَبِمَ ذَلِكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ تُكْثِرْنَ اللَّعْنَ وَتَكْفُرْنَ الْعَشِيرَ مَا رَأَيْتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِينٍ أَذْهَبَ لِلُبِّ الرَّجُلِ الْحَازِمِ مِنْ إِحْدَاكُنَّ يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ ثُمَّ انْصَرَفَ فَلَمَّا صَارَ إِلَى مَنْزِلِهِ جَاءَتْ زَيْنَبُ امْرَأَةُ ابْنِ مَسْعُودٍ تَسْتَأْذِنُ عَلَيْهِ فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذِهِ زَيْنَبُ فَقَالَ أَيُّ الزَّيَانِبِ فَقِيلَ امْرَأَةُ ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ نَعَمْ ائْذَنُوا لَهَا فَأُذِنَ لَهَا قَالَتْ يَا نَبِيَّ اللَّهِ إِنَّكَ أَمَرْتَ الْيَوْمَ بِالصَّدَقَةِ وَكَانَ عِنْدِي حُلِيٌّ لِي فَأَرَدْتُ أَنْ أَتَصَدَّقَ بِهِ فَزَعَمَ ابْنُ مَسْعُودٍ أَنَّهُ وَوَلَدَهُ أَحَقُّ مَنْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَلَيْهِمْ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَدَقَ ابْنُ مَسْعُودٍ زَوْجُكِ وَوَلَدُكِ أَحَقُّ مَنْ تَصَدَّقْتِ بِهِ عَلَيْهِمْ
Artinya: Rasulullah ﷺ keluar menuju lapangan tempat shalat untuk melaksanakan shalat 'Iedul Adhha atau 'Iedul Fithri. Setelah selesai Beliau memberi nasehat kepada manusia dan memerintahkan mereka untuk menunaikan zakat seraya bersabda:
"Wahai manusia, bershadaqahlah (berzakatlah) ".
Kemudian Beliau mendatangi jama'ah wanita lalu bersabda:
"Wahai kaum wanita, bershadaqahlah. Sungguh aku melihat kalian adalah yang paling banyak akan menjadi penghuni neraka".
Mereka bertanya: "Mengapa begitu, wahai Rasulullah?".
Beliau menjawab: "Kalian banyak melaknat dan mengingkari pemberian (suami). Tidaklah aku melihat orang yang lebih kurang akal dan agamanya melebihi seorang dari kalian, wahai para wanita".
Kemudian Beliau mengakhiri khuthbahnya lalu pergi.
Sesampainya Beliau di tempat tinggalnya, datanglah Zainab, isteri Ibu Mas'ud meminta izin kepada Beliau, lalu dikatakan kepada Beliau; "Wahai Rasulullah ﷺ, ini adalah Zainab".
Beliau bertanya: "Zainab siapa?".
Dikatakan: "Zainab isteri dari Ibnu Mas'ud".
Beliau berkata : "Oh ya, persilakanlah dia".
Maka dia diizinkan kemudian berkata,: "Wahai Nabi Allah, sungguh anda hari ini sudah memerintahkan shadaqah (zakat) sedangkan aku memiliki emas yang aku berkendak menzakatkannya namun Ibnu Mas'ud mengatakan bahwa dia dan anaknya lebih berhak terhadap apa yang akan aku sedekahkan ini dibandingkan mereka (mustahiq)”.
Maka Nabi ﷺ bersabda: "Ibnu Mas'ud benar, suamimu dan anak-anakmu lebih barhak kamu berikan shadaqah dari pada mereka". (HR. Bukhori No. 1369)
*****
JIKA SESEORANG INGIN BERJIHAD, MAKA DIA HARUS PUNYA DANA
Pada masa Rosulullah ﷺ bagi sahabat yang TIDAK PUNYA BEKAL DAN KENDARAAN ; tidak boleh ikut BERJIHAD meski menangis bercucuran air mata, kecuali jika ada yang membantu mendanainya.
Allah SWT berfirman:
وَلا عَلَى الَّذِينَ إِذَا مَا أَتَوْكَ لِتَحْمِلَهُمْ قُلْتَ لَا أَجِدُ مَا أَحْمِلُكُمْ عَلَيْهِ تَوَلَّوْا وَأَعْيُنُهُمْ تَفِيضُ مِنَ الدَّمْعِ حَزَنًا أَلا يَجِدُوا مَا يُنْفِقُونَ (92)
Artinya: “ Dan tiada (pula dosa) atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata, "Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawa kalian, " niscaya mereka kembali, sedangkan mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan. (QS. At-Taubah: 92)
TAFSIR IBNU KATSIR:
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan ayat ini, bahwa demikian itu terjadi ketika Rasulullah ﷺ memerintahkan kepada orang-orang untuk berangkat berperang bersama¬nya. Lalu datanglah segolongan orang dari kalangan sahabat, antara lain Abdullah ibnu Mugaffal ibnu Muqarrin Al-Muzani.
Mereka berkata, ''Wahai Rasulullah, bawalah kami serta." Rasulullah ﷺ. bersabda kepada mereka, "Demi Allah, aku tidak menemukan kendaraan untuk membawa kalian."
Maka mereka pulang seraya MENANGIS. Mereka menyesal karena duduk tidak dapat ikut berjihad karena mereka tidak mempunyai biaya, tidak pula kendaraan untuk itu. Ketika Allah melihat kesungguhan mereka dalam cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka Allah menurunkan ayat yang menerima uzur (alasan mereka), yaitu firman-Nya:
“ Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah. (At-Taubah: 91) Sampai dengan firman-Nya: maka mereka tidak mengetahui (akibat perbuatan mereka) “. (At-Taubah: 93)
Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: “ dan tiada (pula dosa) atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan “ (At-Taubah: 92):
“ Ayat ini diturunkan berkenaan dengan Bani Muqarrin dari kalangan Bani Muzayyanah.
Muhammad ibnu Ka'b mengatakan bahwa jumlah mereka ialah tujuh orang, dari Bani Amr ibnu Auf adalah Salim ibnu Auf, dari Bani Waqif adalah Harami ibnu Amr, dari Bani Mazin ibnun Najjar adalah Abdur Rahman ibnu Ka'b yang dijuluki Abu Laila, dari Banil Ma'la adalah Fadlullah, dan dari Bani Salamah adalah Amr Ibnu Atabah dan Abdullah ibnu Amr Al Muzani.
Muhammad ibnu Ishaq dalam konteks riwayat mengenai Perang Tabuk mengatakan bahwa ada segolongan kaum lelaki datang meng¬hadap Rasulullah ﷺ seraya MENANGIS, mereka ada tujuh orang yang terdiri atas kalangan Ansar dan lain-lainnya.
Dari Bani Amr ibnu Auf adalah Salim ibnu Umair, lalu Ulayyah ibnu Zaid (saudara lelaki Bani Harisah), Abu Laila Abdur Rahman ibnu Ka'b (saudara lelaki Bani Mazin ibnun Najjar), Amr ibnul Hamam ibnul Jamuh (saudara lelaki Bani Salamah), dan Abdullah ibnul Mugaffal Al-Muzani.
Menurut sebagian orang: dia adalah Abdullah ibnu Amr Al-Muzani, lalu Harami ibnu Abdullah (saudara lelaki Waqif), dan Iyad ibnu Sariyah Al-Fazzari. Mereka meminta kendaraan kepada Rasulullah Saw. agar dapat be¬rangkat berjihad, karena mereka adalah orang-orang yang tidak mampu. Maka Rasulullah Saw. bersabda, seperti yang disitir oleh firman Allah:
"Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawa kalian, " niscaya mereka kembali, sedangkan mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan. (At-Taubah: 92)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnul Audi, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Ar-Rabi', dari Al-Hasan yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda:
"لَقَدْ خَلَّفْتُمْ بِالْمَدِينَةِ أَقْوَامًا، مَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ نَفَقَةٍ، وَلَا قَطَعْتُمْ وَادِيًا، وَلَا نِلْتُمْ مِنْ عَدُوٍّ نَيْلًا إِلَّا وَقَدْ شَركوكم فِي الْأَجْرِ"، ثُمَّ قَرَأَ: {وَلا عَلَى الَّذِينَ إِذَا مَا أَتَوْكَ لِتَحْمِلَهُمْ قُلْتَ لَا أَجِدُ مَا أَحْمِلُكُمْ عَلَيْهِ} الْآيَةَ.
“ Sesungguhnya kalian telah meninggalkan banyak kaum di Madinah; tidak sekali-kali kalian mengeluarkan suatu nafkah dan tidak sekali-kali kalian menempuh suatu lembah dan tidak sekali-kali kalian memperoleh suatu kemenangan atas musuh, melainkan mereka bersekutu dengan kalian dalam perolehan pahala “.
Kemudian Nabi ﷺ membacakan firman Allah SWT:
“ dan tiada (pula dosa) atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata, "Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawa kalian.” (At-Taubah: 92).... hingga akhir ayat “.
Sumber hadits di dalam kitab Sahihain (Bukhori dan Muslim) melalui riwayat Anas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"إِنَّ بِالْمَدِينَةِ أَقْوَامًا مَا قَطَعْتُمْ وَادِيًا، وَلَا سِرْتُمْ [مَسِيرًا] إِلَّا وَهُمْ مَعَكُمْ". قَالُوا: وَهُمْ بِالْمَدِينَةِ؟ قَالَ: "نَعَمْ، حَبَسَهُمُ الْعُذْرُ"
Sesungguhnya di Madinah terdapat kaum-kaum; tidak sekali-kali kalian menempuh suatu lembah, tidakpula kalian menempuh suatu perjalanan, melainkan mereka selalu beserta kalian.
Para sahabat bertanya, "Padahal mereka di Madinah?"
Rasulullah ﷺ bersabda, "Ya, mereka tertahan oleh uzurnya."
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Abu Sufyan, dari Jabir yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda:
"لَقَدْ خَلَّفْتُمْ بِالْمَدِينَةِ رِجَالًا مَا قَطَعْتُمْ وَادِيًا، وَلَا سَلَكْتُمْ طَرِيقًا إِلَّا شَركوكم فِي الْأَجْرِ، حَبَسَهُمُ الْمَرَضُ".
Sesungguhnya kalian telah meninggalkan banyak kaum lelaki di Madinah; tidak sekali-kali kalian menempuh suatu lembah, tidak pula suatu jalan, melainkan mereka bersekutu dengan kalian dalam perolehan pahala, mereka tertahan oleh sakitnya.
Imam Muslim dan Imam Ibnu Majah telah meriwayatkannya melalui berbagai jalur dari Al-A'Masy dengan sanad yang sama.
------
KECAMAN ATAS ORANG KAYA YANG TIDAK IKUT BER JIHAD
Allah SWT berfirman :
إِنَّمَا السَّبِيلُ عَلَى الَّذِينَ يَسْتَأْذِنُونَكَ وَهُمْ أَغْنِيَاءُ رَضُوا بِأَنْ يَكُونُوا مَعَ الْخَوَالِفِ وَطَبَعَ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ فَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ (93) }
Artinya: “ Sesungguhnya jalan (untuk menyalahkan) hanyalah terhadap orang-orang yang meminta izin kepadamu, padahal mereka itu orang-orang kaya. Mereka rela berada bersama-sama orang-orang yang tidak ikut berperang dan Allah telah mengunci mati hati mereka, maka mereka tidak mengetahui (akibat perbuatan mereka)“.
TAFSIR IBNU KATSIR
Dalam ayat ini Allah Swt. menunjukkan cela-Nya terhadap orang-orang yang meminta izin untuk tinggal di tempat dan tidak mau pergi berjihad, padahal mereka adalah orang-orang kaya.
Allah mengecam kerelaan mereka yang memilih duduk di Madinah bersama kaum wanita yang ditinggalkan di kemahnya masing-masing. Hal ini diungkapkan melalui firman-Nya:
{وَطَبَعَ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ فَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ}
“ dan Allah telah mengunci mati hati mereka, maka mereka tidak mengetahui (akibat perbuatan mereka) “. (At-Taubah: 93)
******
PARA SAHABAT MENCELA PENGANGGURAN YANG TIDAK MAU MENCARI RIZKI
Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:
كَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عُمَّالَ أَنْفُسِهِمْ…
Para Sahabat Rasulullah ﷺ adalah para pekerja untuk diri mereka sendiri…. (HR. Imam al-Bukhari No. 2071)
Tholhah bin Ubaidillah radhiyallahu ‘anhu.
Dia seorang sahabat yang kaya raya . Di samping dia sibuk beribadah dan berjihad fi sabiilillah , namun dia juga aktif berbisnis, bahkan dia tidak menyukai para pengangguran , yang hidupnya banyak dihabiskan untuk duduk-duduk di rumah .
Ini sebagaimana yang di riwayatkan oleh Muhammad bin Sa'ad dalam الطَّبَقَاتُ الكُبْرَى [3/166 cet. دار الكتب العلمية] dengan sanadnya :
Telah memberi tahu kami Yazid bin Harun , dia berkata : Telah memberi tahu kami Ismail dari Qais , dia berkata:
Thalhah ﷺ bin Ubaidillah berkata :
إِنَّ أَقَلَّ الْعَيْبِ عَلَى الْمَرْءِ أَنْ يَجْلِسَ فِي دَارِهِ.
“ Aib [ perbuatan tercela ] yang paling terendah bagi seseorang adalah dia hanya duduk-duduk di rumahnya [tidak berusaha mencari rizki]“.
PERKATAAN UMAR BIN AL-KHOTHTHOB tentang berusaha mencari rizki:
وَرُوِيَ أنَّ عُمَرَ مَرَّ بِقَومٍ مِنَ القُرَّاءِ فَرَآهُمْ جُلُوسًا قَدْ نَكَسُوا رُؤُوسَهُمْ، فَقَالَ: مَنْ هَؤُلاءِ؟ فَقِيلَ: هُمُ المُتَوَكِّلُونَ، فَقَالَ: كَلاَّ، وَلَكِنَّهُمُ المُتَأكِّلُونَ، يَأكُلُونَ أموَالَ النَّاسِ. ألا أُنَبِّئكُمْ مَنِ المُتَوَكِّلُونَ؟ فَقِيلَ: نَعَمْ. فَقَالَ: هُوَ الَّذِي يُلقِي الحَبَّ فِي الأرْضِ، ثُمَّ يَتَوَكَّلُ عَلَى رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ. ذَكَرَهُ السَّرخَسِيُّ فِي المَبسُوط 30/248.
وَفِي رَوَايَةٍ أُخْرَى عَنْهُ قَالَ: "يَا مَعْشَرَ الْقُرَّاءِ ارْفَعُوا رُءُوسَكُمْ وَاكْتَسِبُوا لِأَنْفُسِكُمْ"
Diriwayatkan bahwa Umar melewati beberapa Qori (para guru dan pembaca al-Quran) dan melihat mereka duduk dan menundukkan kepala, Lalu beliau berkata: Siapa mereka ini?
Dijawab: Mereka adalah orang-orang yang ahli tawakkal.
Maka beliau berkata: Tidak, tetapi mereka pemakan uang para manusia. Mau kah saya memberi tahu kepada kalian tentang siapakah para ahli tawakkal itu ?
Dijawab: Ya. Beliau berkata: “ Dialah yang menaburkan benih di ladang, kemudian dia bertawakkal kepada Rabbnya, Azza wa Jalla “. (Di sebutkan oleh As-Sarkhosy dlm “المبسوط” 30/248.
Dalam riwayat lain beliau mengatakan: “ Wahai para Qori, angkat kepala kalian dan cari lah mata pencaharian untuk diri kalian “.
Umar bin
Khattab - semoga Allah meridainya - aktif berdagang sampai kesibukannya di
pasar membuatnya tidak dapat rutin menghadiri majelis ilmu di hadapan Nabi ﷺ. Maka Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya dari Ubaid bin 'Umair :
أَنَّ أَبَا مُوسَى الأَشْعَرِيَّ: اسْتَأْذَنَ
عَلَى عُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، فَلَمْ يُؤْذَنْ لَهُ، وَكَأَنَّهُ
كَانَ مَشْغُولًا، فَرَجَعَ أَبُو مُوسَى، فَفَرَغَ عُمَرُ، فَقَالَ: أَلَمْ أَسْمَعْ
صَوْتَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ قَيْسٍ ائْذَنُوا لَهُ، قِيلَ: قَدْ رَجَعَ، فَدَعَاهُ
فَقَالَ: «كُنَّا نُؤْمَرُ بِذَلِكَ»، فَقَالَ: تَأْتِينِي عَلَى ذَلِكَ بِالْبَيِّنَةِ،
فَانْطَلَقَ إِلَى مَجْلِسِ الأَنْصَارِ، فَسَأَلَهُمْ، فَقَالُوا: لَا يَشْهَدُ لَكَ
عَلَى هَذَا إِلَّا أَصْغَرُنَا أَبُو سَعِيدٍ الخُدْرِيُّ، فَذَهَبَ بِأَبِي سَعِيدٍ
الخُدْرِيِّ، فَقَالَ عُمَرُ: أَخَفِيَ هَذَا عَلَيَّ مِنْ أَمْرِ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلْهَانِي الصَّفْقُ بِالأَسْوَاقِ يَعْنِي الخُرُوجَ
إِلَى تِجَارَةٍ
“Bahwa Abu Musa Al Anshariy meminta izin
kepada 'Umar bin Al Khaththob radliallahu 'anhu namun tidak diizinkan karena
nampaknya dia sedang sibuk. Lalu Abu Musa kembali sedangkan 'Umar telah pula
selesai dari pekerjaannya lalu dia berkata: "Tidakkah tadi aku mendengar
suara 'Abdullah bin Qais?, Berilah izin kepadanya".
Umar diberitahu bahwa Abu Musa telah pulang.
Maka 'Umar memanggilnya, lalu Abu Musa berkata: "Kami diperintahkan hal
yang demikian (kembali pulang bila salam minta izin tiga kali tidak dijawab)
".
Maka dia berkata: "Berikanlah kepadaku bukti
yang jelas tentang masalah ini".
Maka Abu Musa pergi menemui majelis Kaum
Anshar lalu dia bertanya kepada mereka. Kaum Anshar berkata: "Tidak ada
yang menjadi saksi (mengetahui) perkara ini kecuali anak termuda diantara kami
yaitu Abu Sa'id Al Khudriy".
Maka Abu Musa berangkat bersama Abu Sa'id Al
Khudriy menemui 'Umar, maka 'Umar berkata: "Kenapa aku bisa tidak tahu
urusan Rasulullah ﷺ. Sungguh aku telah dilalaikan oleh kesibukan transaksi jual
beli pasar". Maksudnya kegiatan berdagang.
[HR. Bukhori
no. 2062].
Al-Hafiz
Ibnu Hajar al-Asqalani berkata:
وَأَطْلَقَ عُمَرُ عَلَى الِاشْتِغَالِ
بِالتِّجَارَةِ لَهْوًا لِأَنَّهَا أَلْهَتْهُ عَنْ طُولِ مُلَازَمَتِهِ النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى سَمِعَ غَيْرُهُ مِنْهُ مَا لَمْ يَسْمَعْهُ
وَلَمْ يَقْصِدْ عُمَرُ تَرْكَ أَصْلِ الْمُلَازَمَةِ وَهِيَ أَمْرٌ نِسْبِيٌّ وَكَانَ
احْتِيَاجُ عُمَرَ إِلَى الْخُرُوجِ لِلسُّوقِ مِنْ أَجْلِ الْكَسْبِ لِعِيَالِهِ وَالتَّعَفُّفِ
عَنِ النَّاسِ
"Umar menyebut kesibukan berdagang sebagai kelalaian karena itu telah mengalihkannya dari rutinitasnya untuk terus-menerus bersama Nabi ﷺ sampai-sampai ia mendengar dari orang lain apa yang tidak didengarnya sendiri. Umar tidak bermaksud untuk meninggalkan rutinitas itu sepenuhnya, yang merupakan sesuatu yang relatif. Kebutuhan Umar untuk keluar ke pasar adalah untuk mencari nafkah bagi keluarganya dan menjaga diri dari meminta kepada orang lain." [Baca : Fath al-Bari 4/299].
====*****====
HUKUM MENGEMIS DAN MINTA -MINTA :
Semua keterangan yang tersebut diatas sangat jelas sekali berlawanan dengan karakter dan perbuatan minta-minta alias mengemis yang dampaknya menghinakan diri sendiri, umat Islam dan agamanya serta mengadukan Allah kepada manusia.
Pada zaman sekarang ini meminta-minta dan mengemis dianggap suatu hal yang biasa dan bahkan dijadikan sebagai mata pencaharian. Fenomena ini terus berkembang dan memiliki beragam pola serta perangkat-perangkat yang mampu menunjang perkembangannya.
Dari Abu Bisyer Qubaishoh bin Al-Mukhoriq radhiyallahu ‘anhu berkata:
تَحَمَّلْتُ حَمَالَةً فَأَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَسْأَلُهُ فِيهَا فَقَالَ أَقِمْ حَتَّى تَأْتِيَنَا الصَّدَقَةُ فَنَأْمُرَ لَكَ بِهَا قَالَ ثُمَّ قَالَ يَا قَبِيصَةُ إِنَّ الْمَسْأَلَةَ لَا تَحِلُّ إِلَّا لِأَحَدِ ثَلَاثَةٍ رَجُلٍ تَحَمَّلَ حَمَالَةً فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَهَا ثُمَّ يُمْسِكُ وَرَجُلٌ أَصَابَتْهُ جَائِحَةٌ اجْتَاحَتْ مَالَهُ فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ أَوْ قَالَ سِدَادًا مِنْ عَيْشٍ وَرَجُلٌ أَصَابَتْهُ فَاقَةٌ حَتَّى يَقُومَ ثَلَاثَةٌ مِنْ ذَوِي الْحِجَا مِنْ قَوْمِهِ لَقَدْ أَصَابَتْ فُلَانًا فَاقَةٌ فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ أَوْ قَالَ سِدَادًا مِنْ عَيْشٍ فَمَا سِوَاهُنَّ مِنْ الْمَسْأَلَةِ يَا قَبِيصَةُ سُحْتًا يَأْكُلُهَا صَاحِبُهَا سُحْتًا
Aku pernah menanggung hammaalah (yakni: tanggungan diat Qosaamah / قسامة, yaitu: diat kasus pembunuhan terhadap salah seorang dari dua kabilah, pembunuhnya tidak di ketahui, tapi lokasi mayat nya diketemukan di dekat wilayah kabilah musuhnya, maka sudah menjadi hukum adat bagi kabilah yang terduduh harus membayar diat 100 ekor unta, jika tidak dibayar, akan terjadi perang antar dua kabilah. Pen).
Lalu aku datang kepada Rasulullah ﷺ, meminta bantuan beliau untuk membayarnya.
Beliau ﷺ menjawab: "Tunggulah sampai orang datang mengantarkan zakat, nanti kusuruh menyerahkannya kepadamu."
Kemudian beliau melanjutkan sabdanya: "Hai Qabishah, sesungguhnya meminta-minta itu tidak boleh (tidak halal) kecuali untuk tiga golongan.
(Satu) orang yang menanggung Hammaalah, maka orang itu boleh meminta-minta, sehingga tanggungan hammaalahnya lunas. Bila tanggunganya telah lunas, maka tidak boleh lagi ia meminta-meminta.
Kedua: seseorang yang kena hama yang menghancurkan semua hartanya, maka dia boleh meminta sehingga dia mendapat pegangan untuk kehidupannya atau bisa menutupi kehidupannya.
Ketiga : seseorang yang jatuh miskin/bangkrut, dengan kesaksian tiga orang yang betul-betul berakal sehat dari kaumnya (penduduk desa tersebut), seraya mereka menyatakan: Sungguh si Fulan itu telah tertimpa kebangkrutan, maka halal baginya meminta, sehingga dia mendapatkan pegangan hidup atau bisa menutupi kebutuhannya.
Adapun meminta selain dari tiga hal tersebut, wahai Qubaishoh, haram orang yang memakannya juga makanan yang haram.” (HR.Muslim No. 1730)
Selain faktor-faktor pendorong lainnya, meminta-minta adalah alternatif yang praktis diperankan oleh pelakunya dikarenakan mudah dan cepatnya hasil yang didapatkan, yaitu cukup dengan mengulurkan tangan kepada anggota masyarakat agar memberikan bantuan dan sumbangan.
*****
PERKATAAN IMAM GHOZALI : “MINTA-MINTA ITU HARAM”
Imam Ghozali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin (4/205) berkata:
السُّؤَالُ حَرَامٌ فِي الْأَصْلِ وَإِنَّمَا يُبَاحُ بِضَرُورَةٍ أَوْ حَاجَةٍ مُهِمَّةٍ قَرِيبَةٍ مِنَ الضَّرُورَةِ فَإِنْ كَانَ عَنْهَا بُدٌّ فَهُوَ حَرَامٌ، وَإِنَّمَا قُلْنَا إِنَّ الْأَصْلَ فِيهِ التَّحْرِيمُ لِأَنَّهُ لَا يَنْفَكُّ عَنْ ثَلَاثَةِ أُمُورٍ مُحَرَّمَةٍ:
اْلأَوَّلُ: إِظْهَارُ الشَّكْوَى مِنَ اللَّهِ تَعَالَى إِذِ السُّؤَالُ إِظْهَارٌ لِلْفَقْرِ وَذِكْرٌ لِقُصُورِ نِعْمَةِ اللَّهِ تَعَالَى عَنْهُ وَهُوَ عَيْنُ الشَّكْوَى وَكَمَا أَنَّ الْعَبْدَ الْمَمْلُوكَ لَوْ سَأَلَ لَكَانَ سُؤَالُهُ تَشْنِيعًا عَلَى سَيِّدِهِ فَكَذَلِكَ سُؤَالُ الْعِبَادِ تَشْنِيعٌ عَلَى اللَّهِ تَعَالَى وَهَذَا يَنْبَغِي أَنْ يُحَرَّمَ وَلَا يَحِلَّ إِلَّا لِضَرُورَةٍ كَمَا تَحِلُّ الْمَيْتَةُ.
الثَّانِي: أَنَّ فِيهِ إِذْلَالَ السَّائِلِ نَفْسَهُ لِغَيْرِ اللَّهِ تَعَالَى وَلَيْسَ لِلْمُؤْمِنِ أَنْ يُذِلَّ نَفْسَهُ لِغَيْرِ اللَّهِ بَلْ عَلَيْهِ أَنْ يُذِلَّ نَفْسَهُ لِمَوْلَاهُ فَإِنَّ فِيهِ عِزَّهُ، فَأَمَّا سَائِرُ الْخَلْقِ فَإِنَّهُمْ عِبَادٌ أَمْثَالُهُ فَلَا يَنْبَغِي أَنْ يُذِلَّ لَهُمْ إِلَّا لِضَرُورَةٍ وَفِي السُّؤَالِ ذُلٌّ لِلسَّائِلِ بِالْإِضَافَةِ إِلَى الْمَسْؤُولِ.
الثَّالِثُ: أَنَّهُ لَا يَنْفَكُّ عَنْ إِيذَاءِ الْمَسْؤُولِ غَالِبًا لِأَنَّهُ رُبَّمَا لَا تَسْمَحُ نَفْسُهُ بِالْبَذْلِ عَنْ طِيبِ قَلْبٍ مِنْهُ فَإِنْ بَذَلَ حَيَاءً مِنَ السَّائِلِ أَوْ رِيَاءً فَهُوَ حَرَامٌ عَلَى الْآخِذِ وَإِنْ مَنَعَ رُبَّمَا اسْتَحْيَا وَتَأَذَّى فِي نَفْسِهِ بِالْمَنْعِ إِذْ يَرَى نَفْسَهُ فِي صُورَةِ الْبُخَلَاءِ فَفِي الْبَذْلِ نُقْصَانُ مَالِهِ وَفِي الْمَنْعِ نُقْصَانُ جَاهِهِ وَكِلَاهُمَا مُؤْذِيَانِ وَالسَّائِلُ هُوَ السَّبَبُ فِي الْإِيذَاءِ وَالْإِيذَاءُ حَرَامٌ إِلَّا بِضَرُورَةٍ. [ إحياء علوم الدين 4/205]
“Meminta-minta itu hukum asalnya adalah haram. Adapun dibolehkannya karena darurat atau kebutuhan yang amat mendesak mendekati darurat.
Jika bukan karena kebutuhan mendedsak , maka itu haram . Adapun kenapa kami mengatakan bahwa hukum asalnya adalah haram karena tidak lepas dari tiga hal yang diharamkan :
Pertama :
Karena meminta-minta itu mengandung unsur gugatan kepada Allah SWT serta pengaduan kepada selain-Nya, dan juga mengandung makna demo akan kedangkalan nikmat Allah SWT kepada hambanya.
Yang demikian itu adalah wujud nyata bentuk pengaduan .
Dan seperti halnya seorang hamba yang dimiliki tuannya meminta-minta pada orang lain, maka perbuatan minta-mintanya tsb akan membuat cela kepada tuannya, demikian juga perbuatan minta-minta seorang hamba , itu sama saja dengan mencela Allah SWT. Dan ini harus dilarang dan tidak halal kecuali karena darurat, seperti diperbolehkan memakan bangkai .
Kedua :
Dalam meminta-minta itu sang peminta telah merendahkan dirinya kepada selain Allah SWT .
Seorang mukmin tidak boleh menghinakan dirinya kepada selain Allah, tetapi ia harus merendahkan dirinya kepada Maulanya [ Allah ] , karena kepada-Nya itu terdapat kehormatan dirinya. Sedangkan makhluk-makhluk lainnya itu adalah para hamba , sama seperti dia. Maka dia tidak boleh menghinakan dirinya kepada mereka kecuali karena darurat.
Dan dalam meminta-minta itu terdapat kehinaan bagi si peminta yang di sandarkan kepada orang yang diminta .
Ketiga :
Yang demikian itu pada umumnya tidak bisa dipisahkan dari penghinaan orang yang dimintanya. Maka kadang dia memberinya itu karena rasa tidak enak (malu) atau karena ingin mendapat pujian (riya), dan ini adalah haram bagi yang mengambilnya.
Dan jika dia tidak memberinya , dia mungkin merasa malu dan menyakiti perasaan dirinya sendiri jika tidak memberinya , karena dia akan menganggap dirinya termasuk orang-orang yang kikir.
Dilamatis, jika dia memberinya maka akan mengurangi hartanya . Dan jika tidak memberinya, maka akan merendahkan martabatnya.
Dan keduanya sama-sama menyakiti, dan orang yang minta-minta adalah penyebab yang menyakiti . Dan menyakiti itu haram hukumnya kecuali karena darurat .
[Lihat : Ihya Ulumuddin (4/205)]
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Sahal bin Handzoliyah Al-Anshory RA bahwasanya Nabi ﷺ bersabda:
((مَنْ سَأَلَ وَعِنْدَهُ مَا يُغْنِيهِ فَإِنَّمَا يَسْتَكْثِرُ مِنْ النَّار جهنم)) قالوا: يا رسولَ اللهِ ! ما يُغنيه ؟ قال: ((ما يُغدِّيه أو يُعَشِّيه))
“Sesungguhnya barangsiapa yang meminta-minta, padahal dia memiliki sesuatu yang mencukupinya, maka sesungguhnya dia telah memperbanyak sesuatu dari api neraka Jahannam. Para sahabat bertanya: Wahai Rasulullah, apa batasan sesuatu yang mencukupinya itu? Beliau menjawab: “Sesuatu cukup untuk makan siang atau makan malam.”
(HR. Ahmad no. 17625, Abu Daud no. 1388, Ibnu Hibban dan Al-Hakim). Dishahihkan oleh syeikh al-Albaani dlm Shahih Abu Daud no. 1629 dan Shahih at-Targhiib no. 805. Dan dishahihkan pula oleh para pentahqiiq Musnad Imam Ahmad 29/166.
Diriwayatkan dari sahabat ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata:Rasulullah Shallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
((مَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ حَتَّى يَأْتِىَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِى وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ))
“Seseorang terus menerus meminta-minta kepada orang lain sehingga ia kelak akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan tidak ada sekerat daging pun di wajahnya.” (HR. Bukhori no. 1381, 1474 dan Muslim no. 1040)
Diriwayatkan pula dari Hubsyi bin Junaadah RA, ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda:
((مَنْ سَأَلَ مِنْ غَيْرِ فَقْرٍ فَكَأَنَّمَا يَأْكُلُ الْجَمْرَ))
“Barangsiapa meminta-minta kepada orang lain tanpa adanya kefakiran, maka seolah-olah ia memakan bara api.” (HR. Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya (no. 2446), Ath-Thahawi dalam Syarah Ma’anil Atsar (no. 3021), dan Ath-Thabrani dalam Mu’jam Al-Kabir (no. 3506), semuanya dari jalan Israil).
Hadits ini dishahihkan Ibnu Khuzaimah dan Al-Bani dalam Shahih at-Targhiib no. 802.
Dan dari Samuroh bin Jundub RA bahwasanya Nabi ﷺ bersabda:
((الْمَسْأَلَةُ كَدٌّ يَكُدُّ بِهَا الرَّجُلُ وَجْهَهُ إِلَّا أَنْ يَسْأَلَ الرَّجُلُ سُلْطَانًا أَوْ فِي أَمْرٍ لَا بُدَّ مِنْهُ))
“Sesungguhnya meminta itu cakaran, seseorang dengan meminta mencakar mukanya sendiri, kecuali seorang meminta kepada sultan atau untuk sebuah perkara yang tidak boleh tidak (darurat).”
(HR. Turmudzi no. 681. Dia berkata: “ Hasan Shahih “. Dan di Shahihkan oleh Syeikh al-Albaani dalam Shahih Turmudzi no. 681)
******
PERBANDINGAN ANTARA PENGEMIS LUSUH BAWA MANGKOK DENGAN PENGEMIS BERSORBAN BAWA MAP & PROPOSAL
PENGEMIS DAN GEMBEL yang berpakaian lusuh dan compang camping yang nampak gembira dan senang ketika di kasih 2000 rupiah, ITU LEBIH MULIA dari pada para pengemis yang mengemas dirinya dengan sorban dan proposal mengatas namakan agama sambil berdalil dengan ayat-ayat infaq. Kesannya ayat-ayat infaq itu milik dia dan untuk kepentingan dia. Sementara orang lain saja, yang wajib mengamalkannya.
Mengemis dan minta-minta untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu dikemas dengan istilah infaq dan sodaqoh jariyah, lalu pelakunya dibalut dengan sorban dan jubah kyai, ini sudah merajalela , membudaya dan memasyarakat . Dampaknya membuat izzah agama Islam dan kehormatan umat Islam menjadi hina dan rendah di mata orang-orang kafir, dikenal sebagai umat pemburu donasi alias pengemis .
DI EROPA sangat terkenal bahwa umat Islam itu umat pemburu donasi. Mereka tidak pernah pecaya bahwa Israel mengebom Palestina.
Maka ketika ada berita tentang Palestina di Bom oleh Israel, yang 100 % benar adanya, namun apa kata mereka?
Mereka pasti berteriak: Itu Modus dan fitnah yang dibikin-bikin oleh umat Islam, dengan tujuan untuk menggalang dana dan bantuan kemanusiaan.
*****
ANCAMAN DALAM AL-QURAN BAGI PENDUSTA BERKEDOK AGAMA :
Betapa dahsyatnya dosa dan adzab atas seseorang yang mengemas kemungkaran dengan agama, dengan ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Nabawi .
Banyak sekali dalil -dalil dari ayat-ayat al-Qur'an yang menunjukkan bahwa berdusta dengan mengatas namakan Allah itu sama dengan dengan mendustkan agama , bahkan lebih besar dari nya , diantaranya adalah sebagai berikut :
DALIL KE 1 : Allah SWT berfirman :
وَمَنْ اَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرٰى عَلَى اللّٰهِ كَذِبًا اَوْ كَذَّبَ بِاٰيٰتِهٖ ۗ اِنَّهٗ لَا يُفْلِحُ الظّٰلِمُوْنَ ﴿الأنعام : ۲۱﴾
Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan suatu kebohongan terhadap Allah, atau yang mendustakan ayat-ayat-Nya? Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu tidak beruntung. (QS. Al-An'am: 21)
FIQIH AYAT :
Dalam ayat di atas , Allah SWT lebih mendahulukan penyebutan orang yang membuat kebohongan dengan mengatasnamakan Allah , ketimbang orang yang mendustakan ayat-ayatnya . Ini menunjukkan bahwa dosa nya lebih besar . Wallahu A'lam
KE 2 : Allah SWT berfirman :
﴿فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا لِيُضِلَّ النَّاسَ بِغَيْرِ عِلْمٍ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ ﴾
Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah untuk menyesatkan manusia tanpa pengetahuan?" Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. [ QS. Al-An'aam : 144 ]
KE 3 : Allah SWT berfiraman :
﴿ فَمَنْ اَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرٰى عَلَى اللّٰهِ كَذِبًا اَوْ كَذَّبَ بِاٰيٰتِهٖ ۗ اُولٰۤىِٕكَ يَنَالُهُمْ نَصِيْبُهُمْ مِّنَ الْكِتٰبِ ۗ حَتّٰٓى اِذَا جَاۤءَتْهُمْ رُسُلُنَا يَتَوَفَّوْنَهُمْ ۙ قَالُوْٓا اَيْنَ مَا كُنْتُمْ تَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ ۗقَالُوْا ضَلُّوْا عَنَّا وَشَهِدُوْا عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ اَنَّهُمْ كَانُوْا كٰفِرِيْنَ ﴾
Siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah atau yang mendustakan ayat-ayat-Nya?
Mereka itu akan memperoleh bagian yang telah ditentukan dalam Kitab sampai datang para utusan (malaikat) Kami kepada mereka untuk mencabut nyawanya.
Mereka (para malaikat) berkata, “Manakah sembahan yang biasa kamu sembah selain Allah?”
Mereka (orang musyrik) menjawab, “Semuanya telah lenyap dari kami.”
Dan mereka memberikan kesaksian terhadap diri mereka sendiri bahwa mereka adalah orang-orang kafir. (QS. Al-A’raf: 37)
KE 4 : Allah SWT berfirman :
وَمَنْ اَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرٰى عَلَى اللّٰهِ كَذِبًا اَوْ كَذَّبَ بِالْحَقِّ لَمَّا جَاۤءَهٗ ۗ اَلَيْسَ فِيْ جَهَنَّمَ مَثْوًى لِّلْكٰفِرِيْنَ
Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan kebohongan kepada Allah atau orang yang mendustakan yang hak ketika (yang hak) itu datang kepadanya? Bukankah dalam neraka Jahanam ada tempat bagi orang-orang kafir? [ QS. Al-'Ankabuut : 68].
KE 5 : Allah SWT berfirman :
Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah? Mereka itu akan dihadapkan kepada Tuhan mereka, dan para saksi akan berkata: "Orang-orang inilah yang telah berdusta terhadap Tuhan mereka". Ingatlah, kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zalim [ QS. Hud : 18 ].
KE 6 : Allah SWT berfirman :
وَمَنْ اَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرٰى عَلَى اللّٰهِ كَذِبًا اَوْ قَالَ اُوْحِيَ اِلَيَّ وَلَمْ يُوْحَ اِلَيْهِ شَيْءٌ وَّمَنْ قَالَ سَاُنْزِلُ مِثْلَ مَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ ۗوَلَوْ تَرٰٓى اِذِ الظّٰلِمُوْنَ فِيْ غَمَرٰتِ الْمَوْتِ وَالْمَلٰۤىِٕكَةُ بَاسِطُوْٓا اَيْدِيْهِمْۚ اَخْرِجُوْٓا اَنْفُسَكُمْۗ اَلْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُوْنِ بِمَا كُنْتُمْ تَقُوْلُوْنَ عَلَى اللّٰهِ غَيْرَ الْحَقِّ وَكُنْتُمْ عَنْ اٰيٰتِهٖ تَسْتَكْبِرُوْنَ
Siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah atau yang berkata, “Telah diwahyukan kepadaku,” padahal tidak diwahyukan sesuatu pun kepadanya, dan orang yang berkata : “Aku akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah.”
(Alangkah ngerinya) sekiranya engkau melihat pada waktu orang-orang zalim (berada) dalam kesakitan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata), “Keluarkanlah nyawamu.”
Pada hari ini kamu akan dibalas dengan azab yang sangat menghinakan, karena kamu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya. [ QS. Al-'An'am : 93]
KE 7 : Allah SWT berfirman :
﴿ فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا أَوْ كَذَّبَ بِآيَاتِهِ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الْمُجْرِمُونَ ﴾
Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan kedustaan terhadap Allah atau mendustakan ayat-ayat-Nya? Sesungguhnya tiadalah beruntung orang-orang yang berbuat dosa. [ QS. Yunus : 17 ]
KE 8 : Allah SWT berfirman :
﴿ فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ كَذَبَ عَلَى اللَّهِ وَكَذَّبَ بِالصِّدْقِ إِذْ جَاءَهُ أَلَيْسَ فِي جَهَنَّمَ مَثْوًى لِلْكَافِرِينَ ﴾
Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah dan mendustakan kebenaran ketika datang kepadanya? Bukankah di neraka Jahannam tersedia tempat tinggal bagi orang-orang yang kafir? [ QS. Az-Zumar : 32 ]
KE 9 : Allah SWT berfirman :
﴿ وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا أَوْ كَذَّبَ بِالْحَقِّ لَمَّا جَاءَهُ أَلَيْسَ فِي جَهَنَّمَ مَثْوًى لِلْكَافِرِينَ ﴾
Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kedustaan terhadap Allah atau mendustakan yang hak tatkala yang hak itu datang kepadanya? Bukankah dalam neraka Jahannam itu ada tempat bagi orang-orang yang kafir? [ QS. Al-'Ankabuut : 68]
KE 10 : Allah SWT berfirman :
﴿ وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَهُوَ يُدْعَى إِلَى الْإِسْلَامِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ ﴾
Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah sedang dia diajak kepada Islam? Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim. [QS. Ash-Shaff : 7 ] .
KE 11 : Allah SWT berfirman :
﴿ إِنَّمَا يَفْتَرِي الْكَذِبَ الَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ بِآيَاتِ اللّهِ وَأُوْلئِكَ هُمُ الْكَاذِبُونَ ﴾
Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta [ QS. An-Nahl : 105]
KE 12 : Allah SWT berfirman :
فَوَيْلٌ لِّلَّذِينَ يَكْتُبُونَ ٱلْكِتَٰبَ بِأَيْدِيهِمْ ثُمَّ يَقُولُونَ هَٰذَا مِنْ عِندِ ٱللَّهِ لِيَشْتَرُوا۟ بِهِۦ ثَمَنًا قَلِيلًا ۖ فَوَيْلٌ لَّهُم مِّمَّا كَتَبَتْ أَيْدِيهِمْ وَوَيْلٌ لَّهُم مِّمَّا يَكْسِبُونَ
Artinya : " Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya; "Ini dari Allah", (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang mereka kerjakan". [ QS. Al-Baqarah : 79]
SYARAHNYA :
(Maka kecelakaan besarlah) atau siksaan berat (bagi orang-orang yang menulis Alkitab dengan tangan mereka sendiri) artinya membuat-buatnya menurut kemauan mereka (lalu mereka katakan, "Ini dari Allah," dengan maksud untuk memperdagangkannya dengan harga murah) dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan yang sedikit berupa harta dunia. (Maka siksaan beratlah bagi mereka karena apa yang ditulis oleh tangan mereka) disebabkan mereka mengada-ada yang tidak ada (dan siksaan beratlah bagi mereka, disebabkan apa yang mereka kerjakan) yakni melakukan penyelewengan dan kecurangan.
-----
PARA PENDUSTA BERBALUT AGAMA KELAK ANTAR MEREKA SALING MENGUTUK
DAN MEREKA MUSTAHIL MASUK SYURGA KECUALI JIKA ADA ONTA BISA MASUK LUBANG JARUM .
Dalam surat al-A'raaf diantaranya dalam ayat 37 hingga ayat 41 , Allah SWT menjelaskan dengan cukup rinci ancaman bagi orang-orang yang berdusta berbalut agama dengan bawa-bawa nama Allah dan juga bagi mereka yang mendustakan ayat-ayat Allah SWT , dengan ancaman-ancaman sbb :
A. Syahadat mereka adalah sahadat kekafiran .
B. Kelak antara mereka dan para pengikutnya akan saling mengutuk , meskipun antar mereka adalah masih ada hubungan saudara .
C. Mereka adalah para penghuni Neraka .
D. PINTU-PINTU LANGIT tidak akan buka untuk mereka dan mereka mustahil akan masuk syurga kecuali jika ada seekor onta bisa masuk ke dalam lobang jarum , dan itu mustahil.
E. Mereka kelak akan di balut dengan tikar tidur dari api neraka dan di atas mereka ada selimut api neraka pula.
Allah SWT berfirman :
فَمَنْ اَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرٰى عَلَى اللّٰهِ كَذِبًا اَوْ كَذَّبَ بِاٰيٰتِهٖ ۗ اُولٰۤىِٕكَ يَنَالُهُمْ نَصِيْبُهُمْ مِّنَ الْكِتٰبِ ۗ حَتّٰٓى اِذَا جَاۤءَتْهُمْ رُسُلُنَا يَتَوَفَّوْنَهُمْ ۙ قَالُوْٓا اَيْنَ مَا كُنْتُمْ تَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ ۗقَالُوْا ضَلُّوْا عَنَّا وَشَهِدُوْا عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ اَنَّهُمْ كَانُوْا كٰفِرِيْنَ ﴿الأعراف : ۳۷﴾
Siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah atau yang mendustakan ayat-ayat-Nya? Mereka itu akan memperoleh bagian yang telah ditentukan dalam Kitab sampai datang para utusan (malaikat) Kami kepada mereka untuk mencabut nyawanya. Mereka (para malaikat) berkata, “Manakah sembahan yang biasa kamu sembah selain Allah?” Mereka (orang musyrik) menjawab, “Semuanya telah lenyap dari kami.” Dan mereka memberikan kesaksian terhadap diri mereka sendiri bahwa mereka adalah orang-orang kafir. (QS. Al-A’raf: 37)
قَالَ ادْخُلُوْا فِيْٓ اُمَمٍ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِكُمْ مِّنَ الْجِنِّ وَالْاِنْسِ فِى النَّارِ ۙ كُلَّمَا دَخَلَتْ اُمَّةٌ لَّعَنَتْ اُخْتَهَا ۗحَتّٰٓى اِذَا ادَّارَكُوْا فِيْهَا جَمِيْعًا ۙقَالَتْ اُخْرٰىهُمْ لِاُوْلٰىهُمْ رَبَّنَا هٰٓؤُلَاۤءِ اَضَلُّوْنَا فَاٰتِهِمْ عَذَابًا ضِعْفًا مِّنَ النَّارِ ە ۗ قَالَ لِكُلٍّ ضِعْفٌ وَّلٰكِنْ لَّا تَعْلَمُوْنَ ﴿الأعراف : ۳۸﴾
Allah berfirman, “Masuklah kamu ke dalam api neraka bersama golongan jin dan manusia yang telah lebih dahulu dari kamu.
Setiap kali suatu umat masuk, dia melaknat saudaranya, sehingga apabila mereka telah masuk semuanya, berkatalah orang yang (masuk) belakangan (kepada) orang yang (masuk) terlebih dahulu, “Ya Tuhan kami, mereka telah menyesatkan kami. Datangkanlah siksaan api neraka yang berlipat ganda kepada mereka”
Allah berfirman, “Masing-masing mendapatkan (siksaan) yang berlipat ganda, tapi kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-A’raf: 38)
وَقَالَتْ اُوْلٰىهُمْ لِاُخْرٰىهُمْ فَمَا كَانَ لَكُمْ عَلَيْنَا مِنْ فَضْلٍ فَذُوْقُوا الْعَذَابَ بِمَا كُنْتُمْ تَكْسِبُوْنَ ࣖ ﴿الأعراف : ۳۹﴾
"Dan orang yang (masuk) terlebih dahulu berkata kepada yang (masuk) belakangan, “Kamu tidak mempunyai kelebihan sedikit pun atas kami. Maka rasakanlah azab itu karena perbuatan yang telah kamu lakukan.” (QS. Al-A’raf: 39)
اِنَّ الَّذِيْنَ كَذَّبُوْا بِاٰيٰتِنَا وَاسْتَكْبَرُوْا عَنْهَا لَا تُفَتَّحُ لَهُمْ اَبْوَابُ السَّمَاۤءِ وَلَا يَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ حَتّٰى يَلِجَ الْجَمَلُ فِيْ سَمِّ الْخِيَاطِ ۗ وَكَذٰلِكَ نَجْزِى الْمُجْرِمِيْنَ ﴿الأعراف : ۴۰﴾
Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, tidak akan dibukakan pintu-pintu langit bagi mereka, dan mereka tidak akan masuk surga, sebelum unta masuk ke dalam lubang jarum. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat. (QS. Al-A’raf: 40)
لَهُمْ مِّنْ جَهَنَّمَ مِهَادٌ وَّمِنْ فَوْقِهِمْ غَوَاشٍ ۗ وَكَذٰلِكَ نَجْزِى الظّٰلِمِيْنَ ﴿الأعراف : ۴۱﴾
Bagi mereka tikar tidur dari api neraka dan di atas mereka ada selimut (api neraka). Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang zalim. (QS. Al-A’raf: 41)
SELESAI. SEMOGA BERMANFAAT.
0 Komentar