Di Tulis oleh Abu Haitsam Fakhri
KAJIAN NIDA AL-ISLAM
بسم الله الرحمن الرحيم
Dalam beribadah kepada Allah SWT, seorang hamba harus mengesakan Allah SWT sebagai ILAAH [Tuhan yang disembah] dan harus mengesakan Allah SWT sebagai RABB [Tuhan pencipta dan pengatur Sunnah Diiniyyah (hukum agama)dan Sunnah Kauniyah (alam semesta)]
LARANGAN MENJADIKAN MANUSIA SEBAGAI RABB [Tuhan Pencipta Syariat]
Orang yang menciptakan syariat atau tata cara ibadah; pada hakiktanya dia telah menjadikan dirinya sebagai Rabb/Tuhan pencipta syariat atau agama. Meskipun syariat ciptaan manusia tsb diamalkan untuk beribadah kepada Allah SWT.
Dengan tegas Allah Azza wa Jallaa menyatakan bahwa orang yang mengamalkan hukum halal dan haram serta beribadah kepada Allah dengan syariat ciptaan manusia dan bukan dari Allah dan Rasul-Nya maka hukum nya sama dengan menjadikan orang yang menciptakan syariat tsb sebagai Rabb-Rabb/tuhan-tuhan selain Allah.
Yang demikian itu adalah kebiasaan orang-orang Yahudi dan Nasrani dahulu dan sekarang, dalam firmanNya Allah Azza wa Jallaa menjelaskan:
اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا لا إِلَهَ إِلا هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ .
Artinya: " Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan tuhan selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putra Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan ". (QS. At-Taubah: 31 ).
Sahabat Adiy bin Hatim رضي الله عنه saat mendengar ayat ini, dia berkata: " Wahai Rosulullah mereka tidak menyembahnya ? ", lalu Rosulullah SAW menjawab:
« بَلَى، إنَّهُمْ أَحَلُّوا لَهُمُ الْحَرَامَ وحَرَّمُوا عَلَيْهِمُ الْحَلالَ، فَاتَّبَعُوهُمْ، فَذَلِكَ عِبَادَتُهُمْ إِيَّاهُمْ».
" Benar, sesungguhnya mereka telah menghalalkan untuk mereka yang haram, dan mengharamkan untuk mereka yang halal, kemudian mereka mengikutinya (mengamalkan nya), maka yang demikian itu adalah bentuk penyembahan mereka kepada nya ".
(HR. Ahmad dan Turmudzi no. 3095. Dihasankan oleh Syeikh Al-Bani ).
Lebih jelas lagi dalam firman Allah SWT yang berikut ini:
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ وَلَوْلا كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ .
Artinya: " Apakah mereka mempunyai sekutu-sekutu [sembahan-sembahan] selain Allah yang membikin syariat untuk mereka sebagai bagian dari agama yang mana Allah tidak pernah mengidzinkan nya ? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang lalim itu akan memperoleh azab yang amat pedih. (QS. Asy-Syuro: 21 ).
Ayat diatas dengan jelas dan gamblang bahwa orang-orang yang beragama dengan cara mengamalkan syariat ciptaan manusia, berarti mereka telah menjadikan sesembahan selain Allah Azza wa Jallaa.
MANUSIA YANG PALING DZALIM ADALAH ORANG YANG BIKIN-BIKIN SYARIAT DENGAN MENGATAS NAMAKAN AGAMA ALLAH
Allah SWT berfirman:
وَمَنْ اَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرٰى عَلَى اللّٰهِ كَذِبًا اَوْ كَذَّبَ بِاٰيٰتِه اِنَّه لَا يُفْلِحُ الظّٰلِمُوْنَ
Dan siapakah yang lebih dzalim daripada orang yang mengada-adakan suatu kebohongan terhadap Allah, atau yang mendustakan ayat-ayat-Nya? Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu tidak beruntung. [QS. al-An'am: 21].
Dan Allah SWT berfirman:
وَمَنْ اَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرٰى عَلَى اللّٰهِ كَذِبًا اَوْ قَالَ اُوْحِيَ اِلَيَّ وَلَمْ يُوْحَ اِلَيْهِ شَيْءٌ وَّمَنْ قَالَ سَاُنْزِلُ مِثْلَ مَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ ۗوَلَوْ تَرٰٓى اِذِ الظّٰلِمُوْنَ فِيْ غَمَرٰتِ الْمَوْتِ وَالْمَلٰۤىِٕكَةُ بَاسِطُوْٓا اَيْدِيْهِمْ ۚ اَخْرِجُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ اَلْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُوْنِ بِمَا كُنْتُمْ تَقُوْلُوْنَ عَلَى اللّٰهِ غَيْرَ الْحَقِّ وَكُنْتُمْ عَنْ اٰيٰتِهٖ تَسْتَكْبِرُوْنَ
Siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah atau yang berkata, “Telah diwahyukan kepadaku,” padahal tidak diwahyukan sesuatu pun kepadanya, dan orang yang berkata, “Aku akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah.”
(Alangkah ngerinya) sekiranya engkau melihat pada waktu orang-orang zalim (berada) dalam kesakitan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata), “Keluarkanlah nyawamu.”
Pada hari ini kamu akan dibalas dengan azab yang sangat menghinakan, karena kamu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya. (QS. Al-An'am: 93)
TUGAS NABI MUHAMMAD SAW MENYAMPAIKAN WAHYU. BELIAU TIDAK BOLEH BIKIN-BIKIN SYARIAT:
Rosulullah SAW di utus oleh Allah SWT untuk menyampaikan wahyu atau syariat dari-Nya kepada umat manusia.
Allah SWT berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلرَّسُولُ بَلِّغْ مَآ أُنزِلَ إِلَيْكَ مِن رَّبِّكَ ۖ وَإِن لَّمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُۥ ۚ وَٱللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ ٱلنَّاسِ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَهْدِى ٱلْقَوْمَ ٱلْكَٰفِرِينَ
Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. [QS. Al-Maaidah: 67]
Dan firman lainnya:
فَإِنَّمَا عَلَيْكَ الْبَلَاغُ وَعَلَيْنَا الْحِسَابُ
Maka sesungguhnya tugasmu hanya menyampaikan saja, sedang Kami-lah yang menghisab amalan mereka. [QS. Ar-Ra'd: 40]
Rosulullah SAW meskipun beliau adalah pimpinan para nabi dan rosul, namun beliau SAW sama sekali tidak berhak untuk menciptakan satu syariatpun kecuali harus ada wahyu dari Allah Azza wa Jallaa.
Allah SWT berfirman:
وَمَا يَنۡطِقُ عَنِ الۡهَوٰىؕ. اِنۡ هُوَ اِلَّا وَحۡىٌ يُّوۡحٰىۙ. عَلَّمَهٗ شَدِيۡدُ الۡقُوٰىۙ
Dan dia [Muhmmad] tidaklah yang diucapkannya itu (Al-Qur'an) menurut keinginannya. Tidak lain (Al-Qur'an itu) adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya), yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat, [QS. an-Najm: 3 -5]
Allah Ta'ala berfirman:
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا.
Artinya: Katakanlah (wahai Muhammad): " Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kalian, yang diwahyukan kepadaku: " Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa".
Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya (Rabbnya)maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan dengan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya (Rabbnya)". (QS. Al-Kahfi: 110 ).
Di ayat lain menyebutkan tiada pilihan bagi Nabi SAW begitu juga nabi-nabi dan para rasul sebelumnya, kecuali hanya patuh, tunduk dan berserah diri kepada syariat yang Allah Azza wa Jallaa tetapkan:
مَا كَانَ عَلَى النَّبِيِّ مِنْ حَرَجٍ فِيمَا فَرَضَ اللَّهُ لَهُ سُنَّةَ اللَّهِ فِي الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلُ وَكَانَ أَمْرُ اللَّهِ قَدَرًا مَقْدُورًا. الَّذِينَ يُبَلِّغُونَ رِسَالَاتِ اللَّهِ وَيَخْشَوْنَهُ وَلَا يَخْشَوْنَ أَحَدًا إِلَّا اللَّهَ وَكَفَى بِاللَّهِ حَسِيبًا .
Artinya:" Sama sekali tidak boleh ada rasa keberatan atas Nabi tentang apa yang telah ditetapkan Allah baginya. (Allah telah menetapkan yang demikian) sebagai sunnah-Nya pada nabi-nabi yang telah berlalu dahulu.
Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku. (yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang (pun) selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pembuat Perhitungan ". (QS. Al-Ahzab: 38-39 ).
Begitu pula atas umatnya, Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ [الأحزاب: 36].
Artinya: Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. (QS. Al-Ahzab: 36 ).
Dengan demikian maka tidak ada pilihan lain, kecuali hanya di bolehkan mengamalkan syariat yang Allah turunkan lewat Nabi Nya, serta berpegang teguh kepada nya.
ANCAMAN ALLAH SWT TERHADAP NABI SAW JIKA BELIAU BIKIN-BIKIN SYARI'AT:
Allah Azza wa Jallaa mengancam Nabi SAW jika berani coba-coba menciptakan sebuah syariat tanpa seizin-Nya:
وَلَوْ تَقَوَّلَ عَلَيْنَا بَعْضَ الأقَاوِيلِ. لأخَذْنَا مِنْهُ بِالْيَمِينِ. ثُمَّ لَقَطَعْنَا مِنْهُ الْوَتِينَ. فَمَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ عَنْهُ حَاجِزِينَ .
" Seandainya dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian perkataan atas (nama) Kami, Niscaya benar-benar kami pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya. Maka sekali-kali tidak ada seorang pun dari kalian yang dapat menghalangi (Kami), dari pemotongan urat nadi itu". (QS. Al-Haaqoh: 44-47 ).
KAPAN SEBUAH AMALAN ITU DITERIMA OLEH ALLAH Ta'ala ?
Al-Quran dan Sunnah Nabi SAW telah gamblang menjelaskan bahwa sebuah amalan agar menjadi amal saleh lagi di terima serta dengannya bisa mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala, harus memenuhi EMPAT syarat yang sangat penting:
Syarat pertama:
Pelakunya dengan sengaja melakukannya ikhlas murni untuk mendapat ridlo Allah Azza wa Jalla semata.
Syarat kedua:
Amalannya sesuai dengan yang Allah syariatkan dalam kitab Nya Al-Qur'an atau di jelaskan oleh Rosulullah SAW dalam sunnah-sunnahnya.
Syarat ketiga:
Syariatnya masih sholeh, yakni masih berlaku dan belum dihapus atau di mansukh.
Contoh nya syariat Qiblat:
Dulu ketika Nabi SAW masih di Mekah sebelum hijrah ke Madinah, 13 tahun lamanya Qiblat shalatnya menghadap ke Baitul Maqdis – Palestina. Kemudian setelah Nabi SAW hijrah ke Madinah dan setelah tinggal di Madinah 16 bulan atau 17 bulan, maka kiblatnya dirubah ke arah Ka'bah di Makkah.
Syarat ke empat:
Aqidah pelaku ibadahnya betul-betul murni mengesakan Allah. Tidak terikat dengan keyakinan syirik dan tidak terlibat melakukan ritual kesyirikan.
Contohnya: menyimpan jimat-jimat atau benda pusaka yang diyakini bisa mendatangkan manfaat dan menolak bala. Atau melakukan ritual pesugihan dengan cara muja kepada dedemit dan penguasa lembah.
Jika amalan tsb kekurangan satu dari dua syarat tsb maka amalan tsb bukan amal yang saleh dan bukan yang diterima.
DALIL-DALIL 4 SYARAT DI ATAS:
DALIL SYARAT PERTAMA: betul-betul murni ikhlash semata-mata karena Allah Ta'ala.
Allah SWT berfirman:
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
Dan tidaklah mereka disuruh kecuali agar mereka menyembah Allah dengan memurnikan agama/syariat milik-Nya, dengan niat yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang tegak lurus. [QS. Al-Bayyinah: 5].
Dari Amirul Mukminin Abu Hafsh Umar bin Al Khaththab adia berkata: ‘Aku mendengar Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda:
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلِى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا، أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا، فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
“Amalan-amalan itu hanyalah tergantung pada niatnya. Dan setiap orang itu hanyalah akan dibalas berdasarkan apa yang ia niatkan. Maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya keapda Allah dan Rasul-Nya. Namun barang siapa yang hijrahnya untuk mendapatkan dunia atau seorang wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya kepada apa yang ia niatkan tersebut.” [HR. al Bukhari (1) dan Muslim (1907)].
Dan Allah Ta'ala berfirman:
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
Artinya: Katakanlah (wahai Muhammad): " Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: " Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa". Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya (Rabbnya)maka hendaklah ia mengerjakan amal yang SHALEH dan janganlah ia mempersekutukan dengan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya (Rabbnya)". (QS. Al-Kahfi: 110 ).
DALIL SYARAT KEDUA: Amalannya harus sesuai dengan yang Allah syariatkan.
Allah SWT berfirman:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ. قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ .
Artinya: Katakanlah: "Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Katakanlah: "Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kalian berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir". (QS. Ali 'Imran: 31-32 ).
قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Artinya: Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik". (QS. Yusuf: 108 ).
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya: Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa. (QS. Al-An'am: 153 ).
Adapun hadits-hadits Nabi SAW yang berkaitan dengan masalah ini adalah seperti berikut ini:
Dari Abdullah bin Masud , dia berkata:
خَطَّ رَسُولُ اللَّهِ خَطًّا بِيَدِهِ ، ثُمَّ قَالَ: « هَذَا سَبِيلُ اللَّهِ مُسْتَقِيمًا » ، قَالَ: ثُمَّ خَطَّ عَنْ يَمِينِهِ وَشِمَالِهِ ، ثُمَّ قَالَ: « هَذِهِ السُّبُلُ وَلَيْسَ مِنْهَا سَبِيلٌ إِلَّا عَلَيْهِ شَيْطَانٌ يَدْعُو إِلَيْهِ » ، ثُمَّ قَرَأَ: وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ .
" Rosulullah menggaris sebuah garis dengan tangannya, kemudian beliau bersabda: " Ini adalah jalan Allah yang lurus ".
Dan beliau memberinya garis ke arah kanan dan ke kiri, kemudian beliau bersabda:
" Jalan-jalan ini, tidak ada satu jalan pun dari jalan-jalan tsb kecuali disana ada syetan yang memanggil-manggil untuk melaluinya ".
Kemudian beliau membacakan ayat yang artinya: " Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya ".
(HR. Ahmad 7/436 no. 4437 dan Hakim 2/318. Hakim berkata: " Sanad nya Sahih ", dan Adz-Dzahabi menyetujuinya ).
Dalam hadits lain:
Dari Aisyah RA, Rosulullah bersabda:
« مَنْ أحْدَثَ في أمرنا هذا ما لَيْسَ منهُ فهو رَدٌّ». وفي رواية « منْ عَمِلَ عملاً ليس عليه أمرُنا ، فَهو ردٌّ »
" Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu yang baru dalam perkaraku ini yang bukan darinya maka ia di tolak ".
Dalam riwayat lain bunyinya:
" Barang siapa yang mengamalkan sebuah amalan yang tidak diatas perintahku, maka ia di tolak ". [HR. Bukhory no. 2578 dan Muslim no. 3345].
Dan masih banyak lagi dalil-dalil yang menunjukan wajibnya ber ittiba' atau mengikuti syariat yang Allah Ta'ala turunkan kepada Rosul-Nya.
DALIL SYARAT KETIGA: Syariatnya masih sholeh, yakni masih berlaku dan belum dihapus atau belum di mansukh atau belum di ganti.
Allah SWT berfirman:
مَا نَنسَخْ مِنْ آيَةٍ أَوْ نُنسِهَا نَأْتِ بِخَيْرٍ مِّنْهَا أَوْ مِثْلِهَا ۗ أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Apa saja ayat yang Kami nasakh-kan atau Kami jadikan (ma¬nusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripa¬danya atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu mengeta¬hui bahwa sesungguhnya Allah Mahakuasa alas segala sesuatu? [QS. 105]
Ibnu Katsir ketika menafsiri ayat ini, dia berkata [ringkasnya]:
Ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan de¬ngan tafsir firman-Nya, "Ma nansakh min ayalin," artinya ayat apa pun yang Kami ganti.
Ibnu Juraij meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan tafsir ayat ini, artinya "ayat apa pun yang kami hapuskan.".....
Melalui ayat ini Allah Swt. memberi petunjuk kepada hamba-hamba¬Nya bahwa....:
Allah-lah yang mengatur hukum pada hamba-hamba-Nya menu-rut apa yang dikehendaki-Nya. Untuk itu Dia menghalalkan apa yang dikehendaki-Nya dan mengharamkan apa yang dikehendaki-Nya, Dia membolehkan apa yang dikehendaki-Nya dan mengharamkan apa yang dikehendaki-Nya.
Dialah yang mengatur hukum menurut apa yang dikehendaki-Nya, tiada yang dapat menolak ketetapan-Nya, dan tiada yang menanyakan apa yang diperbuat-Nya, sedangkan mereka¬lah yang akan dimintai pertanggungjawaban oleh-Nya. Dia menguji hamba-hamba-Nya dan ketaatan mereka kepada rasul-rasul-Nya me¬lalui hukum nasakh.
Untuk itu, Dia memerintahkan sesuatu karena di dalamnya ter¬kandung kemaslahatan yang hanya Dia sendirilah yang mengetahui¬nya, kemudian Dia melarangnya karena suatu penyebab yang hanya Dia sendirilah yang mengetahuinya.
Taat yang sesungguhnya ialah mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya, mengikuti rasul-rasul-Nya dalam membenarkan apa yang diberitakan oleh mereka, dan menger¬jakan apa yang diperintahkan mereka serta menjauhi apa yang dila¬rang oleh mereka.
Di dalam ayat ini terkandung makna bantahan yang keras dan penjelasan yang terang kepada kekufuran orang-orang Yahudi dan ke¬palsuan keraguan mereka yang menduga bahwa nasakh merupakan hal yang mustahil, baik menurut rasio mereka maupun menurut apa yang didugakan oleh sebagian dari kalangan mereka yang bodoh lagi ingkar, atau menurut dalil nagli seperti yang dibuat-buat oleh se¬bagian yang lain dari kalangan mereka untuk mendustakannya. [SEELSAI KUTIPAN DARI TAFSIR IBNU KATSIR]
CONTOH SYARIAT YANG SUDAH DI MANSUKH [SUDAH TIDAK BERLAKU]:
Yaitu Qiblat ke arah Baitul Maqdis, di ganti dengan arah ke Ka'bah. Dulu ketika Nabi SAW masih di Makkah sebelum Hijrah ke Madinah selama 13 tahun lamanya qiblat shalatnya menghadap ke Baitul Maqdis. Bagitu pula setelah hijrah dan tinggal Madinah selama 16 bulan atau 17 bulan lamanya, shalatnya masih tetap menghadap ke arah Baitula Maqdis. Namun setelah itu Allah SWT menggantikan arah qiblat tsb dengan Ka'bah di Makkah.
Allah SWT berfirman:
قَدْ نَرٰى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِى السَّمَاۤءِۚ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضٰىهَا ۖ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۗ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوْا وُجُوْهَكُمْ شَطْرَهٗ ۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ لَيَعْلَمُوْنَ اَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَّبِّهِمْ ۗ وَمَا اللّٰهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُوْنَ
Kami melihat wajahmu (Muhammad) sering menengadah ke langit, maka akan Kami palingkan engkau ke kiblat yang engkau senangi. Maka hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidilharam. Dan di mana saja engkau berada, hadapkanlah wajahmu ke arah itu. Dan sesungguhnya orang-orang yang diberi Kitab (Taurat dan Injil) tahu, bahwa (pemindahan kiblat) itu adalah kebenaran dari Tuhan mereka. Dan Allah tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan. [QS. Al-Baqarah: 144].
Setelah turun ayat ini, maka sudah tidak boleh lagi shalat menghadap Baitul Maqdis; karena sudah di mansukh alias sudah tidak berlaku atau sudah tidak sholeh lagi.
Dalam hadits Al Barro` bin 'Azib di cerikatakan:
كانَ أوَّلَ ما قَدِمَ المَدِينَةَ نَزَلَ علَى أجْدَادِهِ، أوْ قالَ أخْوَالِهِ مِنَ الأنْصَارِ، وأنَّهُ صَلَّى قِبَلَ بَيْتِ المَقْدِسِ سِتَّةَ عَشَرَ شَهْرًا، أوْ سَبْعَةَ عَشَرَ شَهْرًا، وكانَ يُعْجِبُهُ أنْ تَكُونَ قِبْلَتُهُ قِبَلَ البَيْتِ، وأنَّهُ صَلَّى أوَّلَ صَلَاةٍ صَلَّاهَا صَلَاةَ العَصْرِ، وصَلَّى معهُ قَوْمٌ فَخَرَجَ رَجُلٌ مِمَّنْ صَلَّى معهُ، فَمَرَّ علَى أهْلِ مَسْجِدٍ وهُمْ رَاكِعُونَ، فَقالَ: أشْهَدُ باللَّهِ لقَدْ صَلَّيْتُ مع رَسولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ قِبَلَ مَكَّةَ، فَدَارُوا كما هُمْ قِبَلَ البَيْتِ، وكَانَتِ اليَهُودُ قدْ أعْجَبَهُمْ إذْ كانَ يُصَلِّي قِبَلَ بَيْتِ المَقْدِسِ، وأَهْلُ الكِتَابِ، فَلَمَّا ولَّى وجْهَهُ قِبَلَ البَيْتِ، أنْكَرُوا ذلكَ.
قَالَ زُهَيْرٌ حَدَّثَنَا أَبُو إِسْحَاقَ عَنْ الْبَرَاءِ فِي حَدِيثِهِ هَذَا أَنَّهُ مَاتَ عَلَى الْقِبْلَةِ قَبْلَ أَنْ تُحَوَّلَ رِجَالٌ وَقُتِلُوا فَلَمْ نَدْرِ مَا نَقُولُ فِيهِمْ فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى { وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ }
bahwa Nabi SAW saat pertama kali datang di Madinah, singgah pada kakek-kakeknya ('Azib) atau paman-pamannya dari Kaum Anshar.
Dan saat itu Beliau SAW shalat menghadap Baitul Maqdis selama enam belas bulan atau tujuh belas bulan, namun Beliau [senantiasa berharap] dan merasa sangat senang sekali jika shalatnya menghadap Baitullah (Ka'bah).
Shalat yang dilakukan Beliau SAW pertama kali (menghadap Ka'bah) itu adalah shalat 'ashar dan orang-orang juga ikut shalat bersama Beliau.
Pada suatu hari ada seorang sahabat yang ikut shalat bersama Nabi SAW pergi melewati orang-orang di Masjid lain saat mereka sedang ruku', maka dia berkata:
"Aku bersaksi kepada Allah bahwa aku ikut shalat bersama Rasulullah SAW menghadap Makkah".
Maka orang-orang yang sedang (ruku') tersebut berputar menghadap Baitullah.
Dan orang-orang Yahudi dan Ahlul Kitab menjadi heran, sebab sebelumnya Nabi SAW shalat menghadap Baitul Maqdis. Ketika mereka melihat Nabi SAW menghadapkan wajahnya ke Baitullah; maka mereka mengingkari hal ini.
Berkata Zuhair Telah menceritakan kepada kami Abu Ishaq dari Al Barro`:
"Dalam haditsnya ini menerangkan tentang (hukum) seseorang yang meninggal dunia pada saat arah qiblat belum dialihkan dan juga banyak orang-orang yang terbunuh pada masa itu?, kami tidak tahu apa yang harus kami sikapi tentang mereka hingga akhirnya Allah Ta'ala menurunkan firman-Nya:
{وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ} [البقرة: 143]
"Dan Allah tidaklah akan menyia-nyiakan iman kalian". (QS. Al Baqoroh: 143)
[HR. Bukhori no. 39]
DALIL SYARAT KE EMPAT: Aqidah pelaku ibadahnya harus betul-betul murni mengesakan Allah. Tidak terikat dengan keyakinan syirik dan tidak terlibat melakukan ritual kesyirikan.
Allah SWT menyatakan dalam firman-Nya bahwa siapa pun orangnya yang masih ada dalam dirinya keyakinan syirik atau masih melakukan ritual kesyirikan; maka semua amal ibadahnya akan tertolak dan orang tsb akan kekal dalam api neraka, meskipun orang tsb rajin beribadah kepada Allah, meskipun dia banyak membangun masjid-masjid, bahkan meskipun dia membangun masjidil Haram Makkah dan senantiasa tiap tahun memberi makan dan minum seluruh jemaah haji di Makkah.
Allah SWT berfirman:
مَا كَانَ لِلْمُشْرِكِينَ أَنْ يَعْمُرُوا مَسَاجِدَ اللَّهِ شَاهِدِينَ عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ بِالْكُفْرِ ۚ أُولَٰئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ وَفِي النَّارِ هُمْ خَالِدُونَ
Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu membangun dan memakmurkan mesjid-mesjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka kekal di dalam neraka. [QS. Taubah: 17]
Dan Allah SWT berfirman:
اَجَعَلْتُمْ سِقَايَةَ الْحَاۤجِّ وَعِمَارَةَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ كَمَنْ اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَجَاهَدَ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۗ لَا يَسْتَوٗنَ عِنْدَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَۘ
Apakah (orang-orang) yang memberi minuman kepada orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidil-haram, kalian samakan dengan orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta berjihad di jalan Allah? Mereka tidak sama di sisi Allah. Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang zalim. [QS. At-Taubah: 19]
Dan dalam hadits Imran bin Husein (RA) menuturkan bahwa Rasulullah SAW melihat seorang laki-laki memakai gelang yang terbuat dari kuningan, kemudian beliau bertanya:
"مَا هَذِهِ؟" قَالَ: هَذِهِ مِنَ الْوَاهِنَةِ. فَقَالَ: " انْزِعْهَا, فَإِنّهَا لاَ تَزِيدُكَ إِلاّ وَهْناً ، فإنَّكَ لوْ مِتَّ وهي عليْك ، ما أَفْلَحتَ أبداً ".
“Apa itu ?”. Laki-laki itu menjawab: “gelang penangkal penyakit yang bikin lemah ”.
Lalu Nabi bersabda: “lepaskan gelang itu, karena sesungguhnya ia tidak akan menambah kecuali kelemahan pada dirimu, dan jika kamu mati sedangkan gelang ini masih ada pada tubuhmu maka kamu tidak akan beruntung selama-lamanya [yakni tidak akan masuk surga dan akan kekal dalam neraka. PEN] ".
(HR. Ahmad 4/445, Ibnu Majah no. 3531 dan Ibnu Hibban no. 1410.
Hadits ini di sahihkan oleh Al-Hakim dan di setujui oleh Adz-Dzahaby. Akan tetapi di dlaifkan oleh Syeikh Al-Albaany di Silsilah ahaadits Dlaifah no. 1029.
Yang rajih adalah yang di katakan Al-Busyeiry dalam kitabnya az-Zawaid: " Isnadnya hasan, karena orang yang bernama Mubarok ini adalah ibnu Fadlolah ".
Dan dalam hadits Abdullah bin 'Ukaim (RA) di sebutkan bahwa Rosulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
« مَنْ تَعَلّقَ شَيْئاً وُكِلَ إِلَيْهِ" »
" Barangsiapa menggantungkan suatu benda (dengan keyakinan bahwa benda itu bisa mendatangkan manfaat atau bisa melindungi dirinya dari bahaya ), niscaya Allah akan menjadikannya selalu bergantung (bertawakkal)pada benda tsb."
(HR. Ahmad 4/130, 311, Turmudzi no. 2072, Hakim 4/216, Abdurrazaq 11/17 no. 1972 dari Hasan Bashry secara mursal. Akan tetapi hadits ini di hasankan oleh Syeikh Al-Albaany dalam Sahih Turmudzi no. 1691.
Dan Syeikh Al-Banna dalam Al-Fathur Rabbany 17/188 berkata: " Hadits ini derajatnya tidak kurang dari hasan, apalagi banyak saksi-saksi yang menguatkannya. Wallohu a'lam " ).
Dalam hadits lain dari Uqbah bin 'Amir (RA) bahwa Rosulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
« من تعَلَّق تَمِيمَةً فقد أشْرك »
“Barang siapa yang menggantungkan tamimah maka ia telah berbuat kesyirikan”.
Hadits Sahih. (HR. Ahmad 4/156 dan Al-Hakim 4/219.
Al-Haitsami berkata: "Hadits ini di riwayatkan Ahmad dan Thabraani, dan semua orang-orang Imam Ahmad adalah para perawi tsiqoot (di percaya)".
Al-Mundziry dalam At-Targhiib 4/307 berkata: " Perawi Imam Ahmad semuanya tsiqoot (dipercaya ).
Hadits ini di sahihkan oleh Al-Hakim dan Syeikh Al-Albaany di Sahihah no. 492 ).
Hadits lainnya: dari Uqbah bin 'Amir Al-Juhany (RA) dia mendengar Rosulullah SAW bersabda:
« مَنْ عَلَّقَ تَمِيمَةً فَلاَ أَتَمَّ اللَّهُ لَهُ ، وَمَنْ عَلَّقَ وَدَعَةً فَلاَ وَدَعَ اللَّهُ لَهُ »
"Barang siapa yang menggantungkan tamimah [jimat]; maka Allah tidak akan mengabulkan keinginannya, dan barang siapa yang menggantungkan Wada’ah maka Allah tidak akan memberikan ketenangan kepadanya ".
Hadits hasan. (HR. Ahmad 4/154 dan Al-Hakim 4/216, dan dia mensahihkannya serta di setujui Adz-Dzahaby.
Telah berkata Ibnu Hajar Al-Haitsami dalam Majma' Zawaid 5/103: " Hadist ini diriwayatkan Ahmad, Abu Ya'la dan Tabrony, para perawinya dipercaya (Tsiqoot ).
Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalany berkata dalam kitab Ta'jil: " Rijal haditsnya orang-orang yang dipercaya ". Dan telah berkata Al-Mundziry: " Sanadnya Bagus ".
Hadits berikutnya: Dari Ibnu Mas'ud (RA) menuturkan: Aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda:
«إنّ الرّقَى وَالتّمائمَ وَالتّوَلَةَ شِرْك ».
" Sesungguhnya ruqyah, tamimah, dan tiwalah adalah syirik."
Hadits Sahih. (HR Imam Ahmad 1/381, Abu Dawud no. 3883, Ibnu Majah no. 3530, Al-Baghowi di Syarhus Sunnah 12/156-157 dan Al-Hakim 4/217-218 ).
Al-Haakim berkata: " Ini hadits sahih sanadnya sesuai syarat Bukhory dan Muslim " dan disetujui oleh Dzahaby.
Dan hadits ini di sahihkan syeikh Al-Albaany dan di hasankan sanadnya oleh syeikh Ahmad Syakir).
0 Komentar