Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

UMAR BIN KHATHAB (RA) BERKATA : “ KESIBUKANKU BERBISNIS DI PASAR, MEMBUATKU LUPA MAJLIS ILMU”. BELIAU PERNAH MENIKAH DENGAN MAHAR 170 KG EMAS.

 UMAR BIN KHATHAB (RA) BERKATA: “KESIBUKANKU BERBISNIS DI PASAR, MEMBUATKU LUPA MAJLIS ILMU”.
BELIAU PERNAH MENIKAH DENGAN MAHAR 170 KG EMAS.

-------

Di Tulis Abu Haitsam Fakhri

KAJIAN NIDA AL-ISLAM

====

===

DAFTAR ISI :

  • BIOGRAFI SINGKAT TENTANG UMAR BIN KHATHAB (radhiyallahu ‘anhu)
  • SETELAH MENJADI KHALIFAH, UMAR TETAP AKTIF BERDAGANG DI PASAR
  • KESUKSESAN BISNIS UMAR (R.A) BESERTA JUMLAH HARTA KEKAYAAN-NYA.
  • UMAR MENIKAHI UMMU KULTSUM DENGAN MAHAR 40.000 DINAR (170 KG EMAS):
  • UMMU KULTSUM SETELAH UMAR radhiyallahu ‘anhu WAFAT:
  • ATSAR PROSES PERNIKAHAN UMAR DENGAN PUTRI ALI BIN ABI THOLIB radhiyallahu ‘anhuma:

*****

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

===***===

BIOGRAFI SINGKAT TENTANG UMAR BIN KHATHTHAB (radhiyallahu ‘anhu)

Dia adalah Umar bin Khattab bin Nufail Al-Adawi Al-Quraisy, Abu Hafsh Amirul Mukminin, dan ibunya adalah Hantamah binti Hasyim bin Al-Mughirah Al-Makhzumi. Dia lahir empat tahun setelah Perang Fijar, yaitu tiga puluh tahun sebelum kerasulan. Pada awalnya, dia sangat keras terhadap kaum Muslim, kemudian dia masuk Islam dan keislamannya menjadi pembuka bagi kaum Muslimin dan memberikan mereka kelapangan dari kesempitan.

Abdullah bin Mas'ud berkata:

‌ما ‌عبَدْنا ‌اللَّه ‌جَهْرًا ‌حتَّى ‌أسلمَ ‌عُمَرُ

"Kami tidak menyembah Allah secara terang-terangan sampai Umar masuk Islam."

[Lihat: "Asadul Ghaba" 4/145-181, "Tahdzib at-Tahdzib" 3/222, "Hasyiyah as-Sindi" 1/halaman 9 dan Hamisy al-Lu’lu’ al-Maknuun 3/343].

Dalam riwayat lain Ibnu Mas’ud berkata :

مَا زِلْنَا أعِزَّةً مُنْذُ أسْلَمَ عُمَرُ

"Kami terus berada dalam kemuliaan sejak Umar masuk Islam." [HR. Bukhori no. 3684]

Dia memiliki peran yang besar dalam Islam dan diangkat menjadi khalifah setelah Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu anhu. Pada masanya, banyak terjadi penaklukan-penaklukan Islam.

Cukuplah untuk menunjukkan keutamaannya radhiyallaahu ‘anhu apa yang disebutkan dalam hadits shahih: dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu, dia mengatakan :  

"سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَقُولُ: «‌بَيْنَا ‌أَنَا ‌نَائِمٌ ‌أُتِيتُ ‌بِقَدَحِ ‌لَبَنٍ، ‌فَشَرِبْتُ ‌مِنْهُ، ‌حَتَّى ‌إِنِّي ‌لَأَرَى ‌الرِّيَّ يَخْرُجُ مِنْ أَظْفَارِي، ثُمَّ أَعْطَيْتُ فَضْلِي - يَعْنِي - عُمَرَ» قَالُوا: فَمَا أَوَّلْتَهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: «العِلْمَ»

“Aku mendengar Rasulullah  bersabda: "Ketika aku tertidur, aku diberi gelas susu, lantas aku minum sehingga kulihat sungai keluar dari kuku-kuku-ku, kemudian kelebihannya aku berikan kepada Umar." Para sahabat bertanya; 'Lantas bagaimana anda takwilkan ya Rasulullah? ' Nabi ﷺ menjawab; "itu adalah ilmu pengetahuan." [HR. Bukhori no. 7006].

Dalam riwayat lain :

أنَّه -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- رَأى النَّاسَ وَعَلَيْهِمْ قُمُصٌ، مِنْهَا مَا يَبْلُغُ الثَّدْيَ، وَمِنْهَا دُونَ ذَلِكَ، وَرَأى عُمَرَ فَإِذَا عَلَيْهِ قَمِيصٌ يَجُرُّهُ، فَأَوَّلَهُ الدِّينَ، وَرَأى أنَّه أُتِيَ لَهُ بِقَدَحٍ مِنْ لَبَنٍ، فَشَرِبَ وَأَعْطَى فَضْلَهُ عُمَرَ، فَأَوَّلَهُ العِلْمَ.

“Bahwa Rasulullah  melihat orang-orang dan mereka mengenakan baju, di antaranya ada yang sampai ke dada, dan ada yang lebih pendek dari itu, kemudian beliau melihat Umar dan ternyata dia mengenakan baju yang diseretnya, lalu beliau menafsirkan bahwa itu adalah simbol agama. Beliau juga melihat bahwa diberikan kepadanya semangkuk susu, kemudian beliau meminumnya dan memberikan sisanya kepada Umar, dan menafsirkan bahwa itu adalah simbol ilmu pengetahuan”.

Abu Hafsh Umar bin Khattab Al-Adawi Al-Quraisy, yang diberi julukan Al-Faruq, adalah khalifah kedua dari Khulafaur Rasyidin dan termasuk sahabat besar Nabi Muhammad, serta salah satu tokoh dan pemimpin paling terkenal dalam sejarah Islam dan paling berpengaruh.

Dia adalah salah satu dari sepuluh orang yang dijanjikan masuk surga, serta salah satu ulama dan ahli zuhud di kalangan sahabat.

Dia memegang kekhalifahan Islam setelah wafatnya Abu Bakar Ash-Shiddiq pada 23 Agustus 634 M, bertepatan dengan 22 Jumadil Akhir 13 H.

Umar bin Khattab adalah seorang hakim yang ahli dan terkenal karena keadilannya serta pembelaannya terhadap orang-orang yang terzalimi, baik Muslim maupun non-Muslim. Hal ini menjadi salah satu alasan dia diberi julukan Al-Faruq, karena kemampuannya membedakan antara kebenaran dan kebatilan.

Dia adalah pencetus kalender Hijriah, dan pada masanya Islam mencapai kemajuan yang luar biasa. Wilayah negara Islam meluas hingga mencakup seluruh Irak, Mesir, Libya, Syam, Persia, Khurasan, Anatolia Timur, Armenia Selatan, dan Sijistan.

Dialah yang pertama kali memasukkan Yerusalem ke dalam kekuasaan Muslim, yang merupakan kota suci ketiga dalam Islam. Dengan demikian, negara Islam menguasai seluruh wilayah Kekaisaran Sassaniyah Persia dan sekitar dua pertiga wilayah Kekaisaran Bizantium.

Kejeniusan militer Umar bin Khattab tercermin dalam berbagai kampanye terorganisir yang dia arahkan untuk menaklukkan Persia, yang kekuatannya melebihi kaum Muslim.

Dia berhasil menaklukkan seluruh kekaisaran mereka dalam waktu kurang dari dua tahun.

Kemampuan dan kecerdikannya dalam bidang politik dan administrasi juga terlihat dari kemampuannya menjaga kesatuan dan stabilitas negara yang semakin berkembang, dengan jumlah penduduk yang terus bertambah dan beragam etnis.

Masa kekhalifahan Umar radhiyallaahu ‘anhu berlangsung selama sepuluh tahun dan enam bulan. Dia dibunuh oleh Abu Lu'lu'ah al-Majusi -semoga Allah mengutuknya- pada empat hari terakhir bulan Dzulhijjah. Dia bertahan selama tiga hari sebelum wafat, dan dimakamkan bersama Rasulullah  dan Abu Bakar. Dia wafat pada usia delapan puluh atau lima puluh sembilan tahun. [Lihat : "Tahdzib at-Tahdzib" (3/222)].

Untuk mengetahui lebih lanjut tentang kehidupannya, bisa merujuk ke buku-buku sejarah dan biografi seperti kitab "Al-Ishabah" karya Al-Hafizh Ibnu Hajar, dan kitab "Siyar A'lam An-Nubala" karya Al-Hafizh Adz-Dzahabi.

*****

SETELAH MENJADI KHALIFAH, UMAR (R.A) TETAP AKTIF BERDAGANG

Umar bin Khattab -radhiyallaahu ‘anhu- senantiasa aktif berdagang sampai kesibukannya di pasar membuatnya tidak dapat rutin menghadiri majelis ilmu di hadapan Nabi , bahkan ketika beliau telah menjadi khalifah. Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya dari Ubaid bin 'Umair :

أَنَّ أَبَا مُوسَى الأَشْعَرِيَّ: اسْتَأْذَنَ عَلَى عُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، ‌فَلَمْ ‌يُؤْذَنْ ‌لَهُ، ‌وَكَأَنَّهُ ‌كَانَ ‌مَشْغُولًا، ‌فَرَجَعَ ‌أَبُو ‌مُوسَى، فَفَرَغَ عُمَرُ، فَقَالَ: أَلَمْ أَسْمَعْ صَوْتَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ قَيْسٍ ائْذَنُوا لَهُ، قِيلَ: قَدْ رَجَعَ، فَدَعَاهُ فَقَالَ: «كُنَّا نُؤْمَرُ بِذَلِكَ»، فَقَالَ: تَأْتِينِي عَلَى ذَلِكَ بِالْبَيِّنَةِ، فَانْطَلَقَ إِلَى مَجْلِسِ الأَنْصَارِ، فَسَأَلَهُمْ، فَقَالُوا: لَا يَشْهَدُ لَكَ عَلَى هَذَا إِلَّا أَصْغَرُنَا أَبُو سَعِيدٍ الخُدْرِيُّ، فَذَهَبَ بِأَبِي سَعِيدٍ الخُدْرِيِّ، فَقَالَ عُمَرُ: أَخَفِيَ هَذَا عَلَيَّ مِنْ أَمْرِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلْهَانِي الصَّفْقُ بِالأَسْوَاقِ يَعْنِي الخُرُوجَ إِلَى تِجَارَةٍ

“Bahwa Abu Musa Al Asy’ary meminta izin kepada 'Umar bin Al Khaththob radliallahu 'anhu, namun tidak diidzinkan karena nampaknya dia sedang sibuk (jualan di pasar). Lalu Abu Musa kembali sedangkan 'Umar telah pula selesai dari pekerjaannya.

Lalu Umar berkata: "Tidakkah tadi aku mendengar suara 'Abdullah bin Qais (Abu Musa al-Asy’ary)? Berilah izin kepadanya".

Umar diberitahu bahwa Abu Musa (al-Asy’ary) telah pulang. Maka 'Umar memanggilnya, lalu Abu Musa berkata: "Kami diperintahkan hal yang demikian ( yakni : kembali pulang bila mengucapkan salam minta izin tiga kali tidak dijawab) ".

Maka dia berkata: "Berikanlah kepadaku bukti yang jelas tentang masalah ini [yakni : bukti kebenaran bahwa Rasulullah  pernah bersabda demikian]".

Maka Abu Musa pergi menemui majelis Kaum Anshar lalu dia bertanya kepada mereka. Kaum Anshar berkata: "Tidak ada yang menjadi saksi (mengetahui) perkara ini kecuali anak termuda diantara kami yaitu Abu Sa'id Al Khudriy".

Maka Abu Musa berangkat bersama Abu Sa'id Al Khudriy sebagai saksi menemui 'Umar, maka 'Umar berkata: "Kenapa aku bisa tidak tahu urusan Rasulullah . Sungguh aku telah dilalaikan oleh kesibukan transaksi jual beli pasar". Maksudnya sibuk dengan kegiatan berdagang.

[HR. Bukhori no. 2062].

Al-Hafiz Ibnu Hajar al-Asqalani berkata:

وَأَطْلَقَ عُمَرُ عَلَى الِاشْتِغَالِ بِالتِّجَارَةِ لَهْوًا لِأَنَّهَا أَلْهَتْهُ عَنْ طُولِ مُلَازَمَتِهِ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‌حَتَّى ‌سَمِعَ ‌غَيْرُهُ ‌مِنْهُ ‌مَا ‌لَمْ ‌يَسْمَعْهُ وَلَمْ يَقْصِدْ عُمَرُ تَرْكَ أَصْلِ الْمُلَازَمَةِ وَهِيَ أَمْرٌ نِسْبِيٌّ وَكَانَ احْتِيَاجُ عُمَرَ إِلَى الْخُرُوجِ لِلسُّوقِ مِنْ أَجْلِ الْكَسْبِ لِعِيَالِهِ وَالتَّعَفُّفِ عَنِ النَّاسِ

"Umar menyebut kesibukan berdagang sebagai kelalaian karena itu telah mengalihkannya dari rutinitasnya untuk terus-menerus bersama Nabiﷺ  sampai-sampai ia mendengar dari orang lain apa yang tidak didengarnya sendiri. Umar tidak bermaksud untuk meninggalkan rutinitas itu sepenuhnya, yang merupakan sesuatu yang relatif. Kebutuhan Umar untuk keluar ke pasar adalah untuk mencari nafkah bagi keluarganya dan menjaga diri dari meminta kepada orang lain." [Baca : Fath al-Bari 4/299].

Dan Imam Bukhari berkata:

"بَاب ‌مَا ‌ذُكِرَ ‌فِي ‌الْأَسْوَاقِ . ‌وَقَالَ ‌عَبْدُ ‌الرَّحْمَنِ ‌بْنُ ‌عَوْفٍ ‌لَمَّا قَدِمْنَا الْمَدِينَةَ قُلْتُ هَلْ مِنْ سُوقٍ فِيهِ تِجَارَةٌ قَالَ سُوقُ قَيْنُقَاعَ وَقَالَ أَنَسٌ قَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ دُلُّونِي عَلَى السُّوقِ . وَقَالَ عُمَرُ : أَلْهَانِي الصَّفْقُ بِالْأَسْوَاقِ".

[Bab : tentang apa yang disebutkan tentang pasar-pasar.

Abdur Rahman bin Auf berkata: Ketika kami tiba di Madinah, aku berkata: Apakah ada pasar yang ada perdagangannya? Mereka berkata: Pasar Qainuqa. Dan Anas berkata bahwa Abdur Rahman berkata: Tunjukkan aku pasar. Dan Umar berkata: Kesibukanku di pasar-pasar membuatku lalai]”. [Lihat : Mukhtashar Shahih Bukhori oleh al-Albaani 2/39].

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani berkata:

[قَوْلُهُ: (بَابُ مَا ذُكِرَ فِي الْأَسْوَاقِ) قَالَ ابْنُ بَطَّالٍ: أَرَادَ بِذِكْرِ الْأَسْوَاقِ إِبَاحَةَ الْمَتَاجِرِ وَدُخُولَ الْأَسْوَاقِ لِلْأَشْرَافِ وَالْفُضَلَاءِ ...

قَوْلُهُ: (وَقَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ إِلَخْ) تَقَدَّمَ مَوْصُولًا فِي أَوَائِلِ الْبُيُوعِ, وَالْغَرَضُ مِنْهُ هُنَا ذِكْرُ السُّوقِ فَقَطْ وَكَوْنُهُ كَانَ مَوْجُودًا فِي عَهْدِ النَّبِيِّ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - , وَكَانَ يَتَعَاهَدُهُ الْفُضَلَاءُ مِنَ الصَّحَابَةِ لِتَحْصِيلِ الْمَعَاشِ لِلْكِفَافِ وَلِلتَّعَفُّفِ عَنِ النَّاسِ]

“Perkataan Imam Bukhori dalam Shahihnya : (Bab : apa yang disebutkan tentang pasar) : Ibnu Baththal berkata: Yang dimaksud dengan penyebutan pasar adalah diperbolehkannya berdagang dan memasuki pasar bagi orang-orang yang terhormat dan mulia ...

Perkataan Bukhori : (Dan Abdurrahman bin Auf berkata, dan seterusnya) : telah disebutkan secara lengkap di awal bab jual beli, dan tujuan dari penyebutan ini di sini adalah hanya untuk menyebutkan pasar saja dan bahwa pasar itu sudah ada sejak pada masa Nabi  .

Dan para sahabat yang mulia senantiasa pergi ke pasar untuk mencari penghidupan yang bisa mencukupi kebutuhan hidup dan untuk menjaga diri dari meminta-minta kepada orang lain”. [Fathul Bari 4/429]

Al-Imam As-Sarkhosi al-Hanafi berkata :

وَدَعُواهُمْ أَنَ الْكِبَارَ مِنَ الصَّحَابَةِ رَضُوَانُ اللَّهِ عَلَيْهِمْ كَانُوا لَا يَكْتَسِبُونَ دَعْوَى بَاطِلٌ.

فَقَدْ رُوِيَ أَنَّ أَبَا بَكْرٍ الصِّدِّيقِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ كَانَ بَزَّازًا وَعُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ كَانَ يَعْمَلُ الْأَدِمَ وَعُثْمَانُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ كَانَ تَاجِرًا يَجْلِبُ إِلَيْهِ الطَّعَامَ فيَبِيعُهُ وَعَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ كَانَ يَكْتَسِبُ عَلَى مَا رُوِيَ أَنَّهُ أَجَرَ نَفْسَهُ غَيْرَ مَرَّةٍ حَتَّى آجَرَ نَفْسَهُ مِنْ يَهُودِيٍّ فِي حَدِيثٍ فِيهِ طُولٌ.

Dan dakwaan dan klaiman mereka bahwa para sahabat besar (ra) tidak bekerja mencari nafkah adalah dakwaan palsu dan bathil .

Telah diriwayatkan bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq (ra) bekerja sebagai saudagar pakaian dan kain , Umar (ra) memproduksi penyamakan kulit hewan, Utsman, (ra) menjadi seorang pengimport sembako dan menjualnya, dan Ali, (ra) sering mendapatkan penghasilan dengan cara bekerja dengan upah pada siapa saja , bahkan pada seorang Yahudi sekalipun sebagaimana disebutkan dalam suatu Hadits yang panjang. [ Baca : “المبسوط” 30/248 dan Syarah al-Kasab hal. 41]

Dan diriwayatkan dari Umar radhiyallahu ‘anhu :

أنَّ عُمَرَ مَرَّ بِقَومٍ مِنَ القُرَّاءِ فَرَآهُمْ جُلُوسًا قَدْ نَكَسُوا رُؤُوسَهُمْ، فَقَالَ: مَنْ هَؤُلاءِ؟ فَقِيلَ: هُمُ المُتَوَكِّلُونَ، فَقَالَ: كَلاَّ، وَلَكِنَّهُمُ المُتَأكِّلُونَ، يَأكُلُونَ أموَالَ النَّاسِ. ألا أُنَبِّئكُمْ مَنِ المُتَوَكِّلُونَ؟ فَقِيلَ: نَعَمْ. فَقَالَ: هُوَ الَّذِي يُلقِي الحَبَّ فِي الأرْضِ، ثُمَّ يَتَوَكَّلُ عَلَى رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ.

Bahwa Umar melewati beberapa Qori ( para guru dan pembaca al-Quran ) dan melihat mereka duduk-duduk sambil menundukkan kepala, Lalu beliau bertanya: Siapa mereka ini?

Dijawab : Mereka adalah orang-orang yang ahli tawakkal .

Maka beliau berkata : Tidak, tetapi mereka pemakan uang para manusia . Mau kah saya memberi tahu kepada kalian tentang siapakah para ahli tawakkal itu ?

Dijawab : Ya. Beliau berkata : “ Dialah yang menaburkan benih di ladang , kemudian dia bertawakkal kepada Rabbnya, Azza wa Jalla “.

Dalam riwayat lain beliau mengatakan :

يَا مَعْشَرَ الْقُرَّاءِ ارْفَعُوا رُءُوسَكُمْ وَاكْتَسِبُوا لِأَنْفُسِكُمْ

“ Wahai para Qori , angkat kepala kalian dan cari lah mata pencaharian untuk diri kalian “.

[ Di sebutkan oleh As-Sarkhosy dalam “المبسوط” (30/248)].

*****

KESUKSESAN BISNIS UMAR (R.A) BESERTA HARTA KEKAYAAN-NYA.

Dalam Kitab جَامِعُ بَيَانِ العِلْمِ وَفَضْلِهِ karya al-Hafidz Ibnu Abdil Barr, disebutkan :

"Bahwa Umar ra. telah mewasiatkan 1/3 hartanya yang nilainya melebihi 40.000 (dinar)".

Berarti total harta yang ditinggalkannya melebihi nilai 120.000 dinar (510 kg emas murni)

[NOTE: Berarti :120.000 dinar x 4.25 gram x Rp. 900.000 maka total warisan Umar radhiyallahu ‘anhu adalah Rp. 459.000.000.000Ini jika harga emas murni per gramnya Rp. 900.000,-].

****

UMAR (R.A) MENIKAHI UMMU KULTSUM DENGAN MAHAR 40.000 DINAR (170 KG EMAS):

Syaakir an-Naabulsi dalam المَالُ وَالهِلَالُ [المَوَانِعُ وَالدَّوَافِعُ الِاقْتِصَادِيَّةُ لِظُهُورِ الإِسْلَامِ] berkata:

عُمَرُ بْنُ الخَطَّابِ: لَيْسَتْ هُنَاكَ أَرْقَامٌ ثَابِتَةٌ لِثَرْوَتِهِ، وَلَكِنْ مَجْمُوعَةٌ مِنَ الحَقَائِقِ التَّارِيخِيَّةِ تُشِيرُ إِلَى مَدَى الثَّرْوَةِ الشَّخْصِيَّةِ فِي يَدِ الخَلِيفَةِ عُمَرَ.

وَمِنْ هَذِهِ الحَقَائِقِ: أَنَّهُ دَفَعَ مَهْرَ زَوْجَتِهِ أُمِّ كُلْثُومَ بِنْتِ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ عَشَرَةَ آلَافِ دِينَارٍ ذَهَبِيٍّ، كَمَا يَقُولُ المُؤَرِّخُ اليَعْقُوبِيُّ فِي تَارِيخِهِ.

وَمِنَ المُؤَرِّخِينَ - كَابْنِ قُدَامَةَ - مَنْ يَقُولُ: إِنَّ عُمَرَ قَدْ دَفَعَ أَرْبَعِينَ أَلْفَ دِينَارٍ فِي هَذَا المَهْرِ.

كَذَلِكَ: فَإِنَّ عُمَرَ قَدْ تَزَوَّجَ تِسْعَ نِسَاءٍ، بَعْضُهُنَّ مِنْ فُرُوعٍ عَالِيَةٍ مِنْ قُرَيْشٍ، مِثْلَ فَكِيهَةَ مِنْ آلِ المُغِيرَةِ.

كَمَا أَوْصَى عُمَرُ لِأُمَّهَاتِ أَوْلَادِهِ بِأَرْبَعَةِ آلَافِ دِينَارٍ لِكُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْهُنَّ.


Kekayaan Umar Ibnu Al-Khattab: 
Tidak ada angka yang pasti tentang kekayaannya, tetapi serangkaian fakta sejarah menunjukkan tingkat kekayaan pribadi di tangan Khalifah Umar radhiyallahu ‘anhu.

Di antara fakta-fakta ini:

Bahwa ia membayar mahar istrinya Umm Kultsum binti Ali bin Abi Talib sepuluh ribu dinar emas, seperti yang dikatakan sejarawan Al-Ya'qubi dalam kitab Taarikhnya 2/150.

[NOTE: 10.000 Dinar / 42,5 kg emas murni = Rp. 38.250.000.000. Ini jika harga pergram emas murni 24 karat 900 ribu rupiah. Karena 1 Dinar emas = 4,25 gram].

Namun di antara para sejarawan - seperti Ibnu Qudamah - mengatakan bahwa Umar membayar empat puluh ribu dinar dalam mas kawin ini.

[NOTE: 40.000 Dinar / 170 kg emas murni = Rp. 153.000.000.000. Ini jika harga pergram emas murni 24 karat 900 ribu rupiah. Karena 1 Dinar emas = 4,25 gram].

Juga: Umar menikahi sembilan wanita, beberapa di antaranya berasal dari keturunan bangsawan petinggi Quraisy, seperti Fakiihah dari keluarga Al-Mughirah.

Umar radhiyallahu ‘anhu juga menulis wasiat untuk para ummul walad [para budak wanita yang beliau gauli lalu melahirkan anak untuk beliau], 4000 dinar (15 milyar 300 juta rupiah) untuk masing-masing dari mereka".

PADAHAL UMAR (R.A) SEMPAT MELARANG MAHAR TINGGI : 

Umar bin Khathab radhiyallaahu 'anhu ketika menjadi khalifah, sempat melarang kaum wanita meninggikan nilai mahar pernikahan-nya.

Dari Abu Al 'Ajfa` As Sulami, ia berkata : Aku mendengar Umar bin Al Khathab berkhutbah, ia memuji Allah, kemudian berkata;

أَلَا لَا تُغَالُوا فِي صُدُقِ النِّسَاءِ فَإِنَّهَا لَوْ كَانَتْ مَكْرُمَةً فِي الدُّنْيَا أَوْ تَقْوَى عِنْدَ اللَّهِ كَانَ أَوْلَاكُمْ بِهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا أَصْدَقَ امْرَأَةً مِنْ نِسَائِهِ وَلَا أُصْدِقَتْ امْرَأَةٌ مِنْ بَنَاتِهِ فَوْقَ اثْنَتَيْ عَشْرَةَ أُوقِيَّةً أَلَا وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيُغَالِي بِصَدَاقِ امْرَأَتِهِ حَتَّى يَبْقَى لَهَا فِي نَفْسِهِ عَدَاوَةٌ حَتَّى يَقُولَ كَلِفْتُ إِلَيْكِ عَلَقَ الْقِرْبَةِ أَوْ عَرَقَ الْقِرْبَةِ

"Ketahuilah, janganlah kalian berlebihan dalam mahar wanita, apabila berlebihan dalam mahar merupakan bentuk kemuliaan di dunia atau ketakwaan di sisi Allah, niscaya yang paling pertama kali melakukannya adalah Rasulullah .

Tidaklah beliau  memberikan mahar kepada seorangpun dari para isterinya dan tidak seorangpun dari anak-anak wanitanya yang diberi mahar di atas dua belas 'uqiyah [Setara(176.375 ) gram emas murni].

Sungguh salah seorang diantara kalian berlebihan dalam mahar isterinya, hingga tinggallah dalam dirinya permusuhan kepada isterinya, sampai dirinya mengatakan; "Aku telah menanggung segala sesuatu hingga tali geriba, atau hingga berkeringat seperti geriba berkeringat."

[Diriwayatkan oleh Abu Dawud (2106) dengan lafadz tersebut, dan juga oleh At-Tirmidzi (1114), An-Nasa'i (3349), Ibnu Majah (1887), Ahmad (340) dan ad-Darimi no. 2103].

Di shahihkan al-Albaani dalam Shahih Abu Daud no. 2106 dan Shahih Ibnu Majah no. 1544.

Penjelasan tentang rata-rata mahar Nabi  12 uqiyah” untuk para istrinya :

فَيَكُونُ مَجْمُوعُ مَهْرِ نِسَاءِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ البَالِغُ (500) دِرْهَمٍ مَا يُعَادِلُ أَرْبَعِينَ دِينَارًا وَنِصْفًا (41.6) تَقْرِيبًا، وَهُوَ يُسَاوِي - مِنَ الجَرَامَاتِ -: (176.375) جَرَامًا.

“Jadi total mahar masing-masing istri-istri Nabi  yang berjumlah (500) dirham sama dengan sekitar empat puluh satu setengah (41,6 ) dinar, yang jika di gram kan setara dengan (176.375 ) gram emas “.

NAMUN UMAR (R.A) MERALAT LARANGAN-NYA :

Umar radhiyallahu ‘anhu setelah itu meralat ucapan tersebut, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al-Hafidz Abu Ya'la dengan sanadnya dari Masruq yang mengatakan bahwa Khalifah Umar ibnu Khattab menaiki mimbar Rasulullah , kemudian berkata :

أَيُّهَا النَّاسُ، مَا إِكْثَارُكُمْ فِي صُدُق النِّسَاءِ وَقَدْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وأصحابه وإنما الصدقات فِيمَا بَيْنَهُمْ أَرْبَعُمِائَةِ دِرْهَمٍ فَمَا دُون َ ذَلِكَ. وَلَوْ كَانَ الْإِكْثَارُ فِي ذَلِكَ تَقْوًى عِنْدَ اللَّهِ أَوْ كَرَامَةً لَمْ تَسْبِقُوهمْ إِلَيْهَا. فَلا أعرفَنَّ مَا زَادَ رَجُلٌ فِي صَدَاقِ امْرَأَةٍ عَلَى أَرْبَعِمِائَةِ دِرْهَمٍ قَالَ : ثُمَّ نَزَلَ فَاعْتَرَضَتْهُ امْرَأَةٌ مِنْ قُرَيْشٍ فَقَالَتْ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ، نَهَيْتَ النَّاسَ أَنْ يَزِيدُوا النِّسَاءَ صَدَاقَهُمْ عَلَى أَرْبَع ِمِائَةِ دِرْهَمٍ؟ قَالَ: نَعَمْ. فَقَالَتْ: أَمَا سَمِعْتَ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ فِي الْقُرْآنِ؟ قَالَ: وَأَيُّ ذَلِكَ؟ فَقَالَتْ: أَمَا سَمِعْتَ اللَّهَ يَقُولُ: {وَآتَيْتُمْ إِحْدَاهُنَّ قِنْطَارًا فَلا تَأْخُذُوا مِنْهُ شَيْئًا أَتَأْخُذُونَهُ بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا } [النساء: 20] قال: فقال: اللَّهُمَّ غَفْرًا، كُلُّ النَّاسِ أَفْقَهُ مِنْ عُمَرَ . ثُمَّ رَجَعَ فَرَكِبَ الْمِنْبَرَ فَقَالَ: إِنِّي كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ أَنْ تَزِيدُوا النِّساءَ فِي صَدَاقِهِنَّ عَلَى أَرْبَعِمِائَةِ دِرْهَمٍ، فَمَنْ شَاءَ أَنْ يُعْطِيَ مِنْ مَالِهِ مَا أَحَبَّ.

"Hai manusia, mengapa kalian berbanyak-banyak dalam mengeluarkan maskawin untuk wanita, padahal dahulu Rasulullah  dan para sahabatnya membayar maskawin mereka di antara sesama mereka hanya empat ratus dirham atau kurang dari itu.

Seandainya memperbanyak maskawin merupakan ketakwaan di sisi Allah atau suatu kemuliaan, niscaya kalian tidak akan dapat menyembunyikan mereka dalam hal ini. Sekarang aku benar-benar akan mempermaklumatkan, perlombaan seorang lelaki jangan membayar maskawin kepada seorang wanita dalam jumlah lebih dari empat ratus dirham."

Masruq melanjutkan kisahnya :

" Bahwa setelah itu Khalifah Umar turun dari mimbarnya, tetapi ada seorang wanita dari kalangan Quraisy mencegatnya dan mengatakannya :

"Wahai Amirul Mu'minin, kenapa melarang orang-orang melebihi empat ratus dirham dalam maskawin mereka?"

Khalifah Umar menjawab : "Ya."

Wanita itu berkata : “Tidakkah Anda mendengar apa yang telah diturunkan oleh Allah dalam Al-Qur'an ?"

Khalifah Umar bertanya, "Ayat manakah yang Anda maksudkan?"

Wanita itu menjawab, “Tidakkah engkau pernah mendengar bahwa Allah Swt. telah berfirman:

{وَآتَيْتُمْ إِحْداهُنَّ قِنْطاراً فَلا تَأْخُذُوا مِنْهُ شَيْئاً أَتَأْخُذُونَهُ بُهْتاناً وَإِثْماً مُبِيناً (20)}.

" Dan kalian telah memberikan kepada salah seseorang dari mereka [para istri] harta yang melimpah, maka janganlah kalian mengambil kembali darinya sekecil apapun barang itu. Apakah kalian akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata ?". [QS. An-Nisaa : 20]

Maka Khalifah Umar berkata : "Ya Allah, ampunilah aku sesungguhnya orang ini lebih pandai daripada Umar."

Kemudian Khalifah Umar kembali menaiki mimbar, dan berkata :

إِنِّي كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ أَنْ تَزِيدُوا النِّسَاءَ فِي صَدَاقِهِنَّ عَلَى أَرْبَعِمِائَةِ دِرْهَمٍ، فَمَنْ شَاءَ أَنْ يُعْطِيَ مِنْ مَالِهِ مَا أَحَبَّ".

“Hai manusia sekalian. sesungguhnya aku telah melarang kalian melebihi empat ratus dirham dalam membayar maskawin wanita. Sekarang barang siapa yang ingin memberi mahar dari hartanya menurut apa yang disukainya, dia boleh melakukannya."

Abu Ya'la mengatakan : "Aku mengira, Umar (ra) mengatakan :

"فَمَنْ طَابَتْ نَفْسُهُ فَلْيَفْعَلْ".

'Barang siapa yang suka rela (memberi mahar dalam jumlah yang lebih dari empat ratus dirham), maka silahkan melakukannya'." [Selesai].

Ibnu Katsir berkata :

إِسْنَادُهُ جَيِّدٌ قَوِيٌّ

"Sanad atsar ini dinilai jayyid (baik) lagi kuat". [Tafsir Ibnu Katsir 2/244].

Atsar ini terdapat dalam "Abi Ya'la Al-Kabir" seperti yang disebutkan oleh Al-Haitsami dalam "Majma' Az-Zawaid" (4/284) dan Al-'Ajluuni dalam "Kashf Al-Khafa" (2/154). Akan tetapi, hadis ini tidak terdapat dalam kitab "Musnad" yang diterbitkan.

Atsar ini diriwayatkan pula oleh Sa'id bin Mansur dalam kitab Sunan dengan nomor (598) "Al-Azhimiy", dan juga diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam kitab As-Sunan Al-Kubra (7/233).

Lihat: Irwa'ul Ghaliil (6/348) oleh Syaikh Nashir Al-Albani, dia telah menjelaskan kelemahan riwayat ini dan perbedaannya dengan apa yang terdapat dalam kitab-kitab hadis.

Ibnul Mundzir meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Abdur Rahman As-Sulami bahwa Khalifah Umar Ibnu Khattab pernah mengatakan :

لَا تُغَالُوا فِي مُهُورِ النِّسَاءِ. فَقَالَتِ امْرَأَةٌ: لَيْسَ ذَلِكَ لَكَ يَا عُمَرُ، إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَقُولُ: "وَآَتيْتُم ْ إِحْدَاهُنَّ قِنْطَارًا مِنْ ذَهَبٍ". قَالَ: وَكَذَلِكَ هِيَ فِي قِرَاءَةِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ: "فَلَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَأْخُذُوا مِنْهُ شَيْئًا" فَقَالَ عُمَرُ: إِنَّ امْرَأَةً خَاصَمَتْ عُمَرَ فَخَصَمَ تْهُ ".

"Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam membayar maskawin wanita."

Lalu ada seorang wanita berkata : “Tidaklah demikian, hai Umar, karena sesungguhnya Allah Swt. telah berfirman:

"وَآَتيْتُم ْ إِحْدَاهُنَّ قِنْطَارًا مِنْ ذَهَبٍ".

'Sedangkan kalian telah memberikan kepada seseorang di antara mereka berupa harta yang melimpah dari emas ' (An-Nisa: 20).”

Yang dimaksud dengan qintaryaitu emas yang banyak. Abu Abdur Rahman As-Sulami berkata : "Demikian pula menurut qiraah Abdullah ibnu Mas'ud, yakni seqintar emas.

"فَلَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَأْخُذُوا مِنْهُ شَيْئًا"

" Maka janganlah kalian mengambil kembali barang sedikit pun darinya."

Kemudian Khalifah Umar berkata : “Sesungguhnya seorang wanita telah mendebat Umar, ternyata wanita itu dapat mengalahkannya.”

[ Diriwayatkan oleh Abdul Razzaq dalam kitab "Al-Musannaf" dengan nomor (10420) melalui jalur Qais bin Rabi'ah.

SheikhAl-Albani dalam "Irwa' Al-Ghalil" (1/348) menyatakan: "Sanadnya lemah dengan dua kelemahan:

Pertama, ada putusnya jalur sanad, karena Abu Abdul Rahman As-Sulami, yang nama aslinya adalah Abdullah bin Habib bin Rabi'ah, tidak pernah mendengar dari Umar seperti yang dikatakan oleh Ibnu Ma'in.

Kedua, Qais bin Rabi'ah memiliki kelemahan dalam menghafal hadis."  

YANG BENAR : “TIDAK ADA BATASAN MAKSIMAL JUMLAH MAHAR DALAM NIKAH”.

Karena Allah SWT berfirman :

وَإِنْ أَرَدْتُمُ اسْتِبْدالَ زَوْجٍ مَكانَ زَوْجٍ وَآتَيْتُمْ إِحْداهُنَّ قِنْطاراً فَلا تَأْخُذُوا مِنْهُ شَيْئاً أَتَأْخُذُونَهُ بُهْتاناً وَإِثْماً مُبِيناً (20)

" Dan jika kalian ingin mengganti isteri kalian dengan isteri yang lain, sedang kalian telah memberikan kepada salah seseorang dari mereka [para istri] harta yang melimpah, maka janganlah kalian mengambil kembali darinya sekecil apapun barang itu. Apakah kalian akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata ?". [QS. An-Nisaa : 20]

Ibnu Katsir berkata :

وَفِي هَذِهِ الْآيَةِ دَلَالَةٌ عَلَى جَوَازِ الْإِصْدَاقِ بِالْمَالِ الْجَزِيلِ، وَقَدْ كَانَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ نَهَى عَنْ كَثْرَةِ الْإِصْدَاقِ، ثُمَّ رَجَعَ عَنْ ذَلِكَ

Di dalam ayat ini terkandung dalil yang menunjukkan bolehnya memberikan maskawin dalam jumlah yang sangat banyak.  Akan tetapi, Khalifah Umar ibnul Khattab pernah melarang mengeluarkan maskawin dalam jumlah yang sangat banyak, kemudian beliau mencabut kembali larangannya itu. [Tafsir Ibnu Katsir 2/243].

***** 

UMMU KULTSUM SETELAH UMAR radhiyallahu ‘anhu WAFAT:

Adz-Dzahabi dlam Siyar al-A'laam an-Nubalaa 3/446-447 menyebutkan:

قَالَ ابْنُ سَعْدٍ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ عِيَاضٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ بْنِ حَزْمٍ، قَالَ: خَطَبَ سَعِيدُ بْنُ الْعَاصِ أُمَّ كُلْثُومَ بِنْتَ عَلِيٍّ بَعْدَ عُمَرَ، وَبَعَثَ إِلَيْهَا بِمِائَةِ أَلْفٍ، فَدَخَلَ عَلَيْهَا أَخُوهَا الْحُسَيْنُ، قَالَ: لَا تَزَوِّجِيهِ. قَالَ الْحَسَنُ: أَنَا أُزَوِّجُهُ. وَاتَّفَقُوا عَلَى ذَلِكَ، فَحَضَرُوا.

فَقَالَ سَعِيدٌ: وَأَيْنَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ؟ قَالَ الْحَسَنُ: سَأُكْفِيكَ. قَالَ: فَلَعَلَّ أَبَا عَبْدِ اللَّهِ كَرِهَ هَذَا. قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: لَا أَدْخُلُ فِي شَيْءٍ يَكْرَهُهُ. وَرَجَعَ، وَلَمْ يَأْخُذْ مِنَ الْمَالِ شَيْئًا.

قَالَ سَعِيدُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ الدِّمَشْقِيُّ: إِنَّ عَرَبِيَّةَ الْقُرْآنِ أُقِيمَتْ عَلَى لِسَانِ سَعِيدِ بْنِ الْعَاصِ، لِأَنَّهُ كَانَ أَشْبَهَهُمْ لَهْجَةً بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.

Ibnu Sa'ad berkata: telah menceritkan kepada kami Ali bin Muhammad, dari Yazid bin 'Iyaadh, dari Abdullah bin Abi Bakr bin Hazm, yang berkata:

Sa'id bin Al-'Aash, melamar Umm Kultsum, putri Ali, setelah Umar wafat. Dan dia mengirimnya uang seratus ribu [100 ribu dirham = Rp. 31.875.000.000], hingga saudaranya al-Husain masuk padanya dan berkata: " Jangan menikah dengannya".

Al-Hasan berkata: " Aku yang akan menikahkan mu dengannya".

Dan mereka telah bersiap-siap untuk itu, lalu mereka pun datang.

Sa'iid bertanya: "Dimana Abu Abdullah? " [Yakni al-Husein].

Al-Hassan berkata: " Aku akan mencukupimu ".

Dia berkata: " Mungkin Abu Abdullah membenci pernikahan ini ".

Al-Hasan berkata: Ya.

Sa'id berkata: " Saya tidak mau masuk dalam sesuatu yang dia benci".

Lalu Sa'iid pulang, dan dia tinggalkan uang tersebut tidak mengambil nya kembali sepeser pun ".

[NOTE: Pada masa Nabi  12 Dirham setara dengan 1 dinar. Dan Satu dinar pada masa itu setara dengan 4,25 gram emas murni. Jadi uang 100 ribu dirham Said diatas, setara dengan 8.334 dinar. Jika dirupiahkan: 8.334 dinar x 4,25 gram x Rp. 900.000 = Rp. 31.875.000.000. PEN]

SIAPA ITU SAID BIN AL-'AASH ?

Said bin Abdul Aziz Al-Dimashqi berkata: Bahasa Arab Al-Qur'an telah ditegakkan kembali pada lidah Sa'iid bin Al-Aash, karena dia itu yang paling mirip dengan dialek Rasulullah .

*****

ATSAR PROSES PERNIKAHAN UMAR DENGAN PUTRI ALI BIN ABI THOLIB radhiyallahu ‘anhuma:

Diriwayatkan oleh Sa'id bin Manshuur dalam Sunan-nya (521), Abdul Razzaq dalam Al Musannaf (6/163) No. (10352) dan Ibnu Abdil Barr dalam Al Isti'aab (1/635) melalui Sufyan dari Amr bin Dinar dari Abu Jaafar:

خَطَبَ عُمَرُ بْنُ الخَطَّابِ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - ابْنَةَ عَلِيٍّ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - فَذُكِرَ مِنْهَا صِغَرٌ، فَقَالُوا لَهُ: إِنَّمَا أَدْرَكْتَ، فَعَاوَدَهُ. قَالَ: نُرْسِلُ بِهَا إِلَيْكَ تَنْظُرُ إِلَيْهَا. فَرَضِيَتْ، فَكَشَفَتْ عَنْ سَاقِهَا، فَقَالَتْ: أُرْسِلْ لَوْلَا أَنَّكَ أَمِيرُ الْمُؤْمِنِينَ لَطَمْتُ عَيْنَيْكَ.

Umar Ibn Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu melamar putri Ali [bin Abi Thalib] RA, maka Ali radhiyallahu ‘anhu menyebutkan bahwa putrinya masih kecil. Mereka [yang diutus Umar] berkata kepada Ali: " Dia tahu itu, dan dia terus membujuknya".

Maka Ali berkata: "Kami mengirimnya kepada Anda, sehingga Anda melihatnya".

Dan setelah melihat nya, Umar pun menyukai putri Ali tersebut, lalu dia menyingkap betisnya. Maka putri Ali radhiyallahu ‘anhu marah dan berkata:

" Lepaskan ! Kalau saja anda bukan Amiirul Mukminiin sungguh sudah aku tampar kedua matamu ".

Itu adalah lafadz riwayat Sa'iid. Adapun lafadz Abdurrazaaq:

"خَطَبَ عُمَرُ إِلَى عَلِيٍّ ابْنَتَهُ فَقَالَ : إِنَّهَا صَغِيرَةٌ، فَقِيلَ لِعُمَرَ: إِنَّمَا يُرِيدُ بِذَلِكَ مَنْعَهَا. قَالَ فَكَلَّمَهُ، فَقَالَ عَلِيٌّ: أبْعَثُ بِهَا إِلَيْكَ فَإِنْ رَضِيتَ فَهِيَ امْرَأَتُكَ. قَالَ فَبَعَثَ بِهَا إِلَيْهِ. قَالَ فَذَهَبَ عُمَرُ فَكَشَفَ عَنْ سَاقِهَا، فَقَالَتْ: أُرْسِلْ لَوْلَا أَنَّكَ أَمِيرُ الْمُؤْمِنِينَ لَصَكِكْتُ عُنُقَكَ".

Umar melamar kepada Ali untuk menikah dengan putrinya, lalu Ali mengatakan : “Sungguh dia masih kecil”.

Dikatakan kepada Umar : “Sungguh dia hanya ingin menolaknya”.

Umar berkata: " Tolong bujuk dia ".

Lalu Ali berkata: "Aku akan mengirimnya kepadamu. Jika kamu suka, maka dia adalah istrimu.”

Dia berkata: lalu dia mengirimnya kepadanya ".

Dia berkata: Maka Umar menghampirinya lalu menyingkap betisnya. Maka putri Ali marah dan berkata:

"Lepas kan ! Kalo saja anda bukan Amirul Mukminin, suangguh telah aku tonjok kedua mata anda."

[Lihat at-Talkhiish al-Habiir karya Ibnu Hajar 2/147 dan as-silsilah adho'iifah karya al-Albaani 3/272].

Dan apa yang disebutkan Al-Hafidz menunjukkan bahwa atasr tersebut dari riwayat Muhammad bin Ali bin Al-Hanafiyah, yang nama panggilannya adalah Abu Al-Qasim, dan dia pernah berjumpa dengan Umar ; maka dengan demikian sanad nya Shahih Muttashil.
Namun riwayat yang penulis sebutkan diatas adalah dari riwayat Abu Jaafar. Dan Abu Jaafar adalah Muhammad bin Ali bin Al-Husein dan dia tidak pernah berjumpa dengan Umar maka dengan demikian sanadnya terputus.

Tapi Abu Jaafar berasal dari Ahlul-Bait, maka tampaknya kisah seperti itu sudah masyhur ditengah keluarga nya.

Kesimpulannya Umm Kultsum itu anak perempuan yang masih kecil, dan itulah sebabnya kisah itu disebutkan dalam kitab al-Mushonnaf di bawah:

(بَابُ نِكَاحِ الصَّغِيرَيْنِ)

(Bab: Pernikahan dua anak kecil).

Dan diriwayatkan dari Muammar dari Ayyub dan lainnya dari Ikrimah

أَنَّ عَلِيًّا بْنَ أَبِي طَالِبٍ أَنْكحَ ابْنَتَهُ جَارِيَةً تَلْعَبُ مَعَ الْجَوَارِيِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ

bahwa Ali bin Abi Thalib menikahkan putrinya - yang masih bocah, yang masih bermain dengan anak-anak kecil perempuan - dengan Umar bin al-Khattab.

Dalam lafadz lain: “Muammar, dari Ayyub, dari Ikrimah, dia berkata:

تَزَوَّجَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ أُمَّ كُلْثُومٍ بِنْتَ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ وَهِيَ جَارِيَةٌ تَلْعَبُ مَعَ الْجَوَارِيِ.

 ‘Umar ibnu al-Khattab menikahi Ummu Kultsum, putri Ali ibn Abi Thalib, dan dia adalah anak perempuan masih bocah yang masih bermain dengan anak-anak kecil perempuan.”

Ibnu Saad berkata dalam al-Tabaqaat (8/463):

(أُمُّ كُلْثُومٍ بِنْتُ عَلِيٍّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ بْنِ هَاشِمٍ بْنِ عَبْدِ مَنَافٍ بْنِ قُصَيٍّ، وَأُمُّهَا فَاطِمَةُ بِنْتُ رَسُولِ اللَّهِ وَأُمُّهَا خَدِيجَةُ بِنْتُ خُوَيْلِدٍ بْنِ أَسَدٍ بْنِ عَبْدِ الْعُزَّى بْنِ قُصَيٍّ. تَزَوَّجَهَا عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ وَهِيَ جَارِيَةٌ لَمْ تَبْلُغْ)

“Umm Kulthum binti Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muthalib bin Hashim bin Abd Manaf bin Qushay.

Ibunya adalah Fatimah putri Rasulullah , dan ibunya Khadijah putri Khuwaylid bin Asad bin Abd al-Uzza bin Qushay.

Umar Ibn Al-Khattab menikahinya ketika dia adalah seorang gadis kecil yang belum baligh".

Dalam at-Talkhis al-Habiir hal. 291-292 cetakan al-Hindiyah, al-Hafidz Ibnu Hajar berkata:

رِوَايَةُ عَبْدِ الرَّزَّاقِ وَسَعِيدِ بْنِ مَنْصُورٍ وَابْنِ أَبِي عُمَرَ (الأَصْلُ: أَبِي عَمْرٍو وَهُوَ خَطَأٌ) عَنْ سُفْيَانَ عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيٍّ بْنِ الْحَنَفِيَّةِ أَنَّ عُمَرَ خَطَبَ إِلَى عَلِيٍّ ابْنَتَهُ أُمَّ كُلْثُومٍ.. القِصَّةُ.


Riawayat Abdur-Razzaq dan Sa'id Ibn Mansur dan Ibnu Abi Umar (dalam Manuskrift, tertulis : “Abi Amr”, dan itu adalah salah tulis) dari Sufyan dari Amr Ibnu Dinar dari Muhammad bin Ali bin al-Hanafiyah:

"Bahwa Umar melamar kepada Ali untuk menikahi putrinya Umm Kulthum.. DST.

Dengan demikian jika berdasarkan cetakan kitab At-Takhiish al-Habiir yaitu cetakan al-Hindiyah maka sanadnya shahih.

Dan al-Haafidz Ibnu Hajar itu Tsiqoh, dan dia menyebutkan : bahwa perawinya adalah Ibnu al-Hanafiyah (bin Ali bin Abi Thalib), dan dia adalah saudara Ummu Kultsum. Dan dia berjumpa dengan Umar dan masuk ke rumahnya.

Namun ketika kitab “Musannaf Abd al-Razzaq” dicetak dengan tahqiqan Syekh Habib al-Rahman al-A'dzomi, ternyata dalam sanadnya (10/10352) terdapat perbedaan, yaitu sanadnya menjadi Mursal dan inqithaa' [terputus].

Dan ucapannya dalam “Al-Talkhiis”: “.... Ibnu Al-Hanafiyah” adalah kesalahan, yang tidak diketahui penyebabnya ; karena dalam al-Mushonnaf tertulis: “... Amr bin Dinar dari Abi Jaafar, dia berkata...... dst.

Dan begitu pula dia pada riwayat Sa'id bin Manshur (3 no. 520) seperti yang disebutkan oleh Syekh Al-A'dzomi.

Dan Abu Jaafar ini adalah Muhammad bin Ali bin Al-Husein bin Ali bin Abi Thalib.

Dalam riwayat Ibnu Abi Umar, ada nama yang disebut “Muhammad bin Ali” sebagaimana Al-Hafiz sendiri disebutkan dalam “Al-Ishoobah”

Dan juga Ibnu Abd al-Barr menyebutkanya dalam “Al-Istidzkaar” dengan sanadnya kepada Ibnu Abi Umar, maka dengan demikian perawi kisah tersebut bukan Ibnu al-Hanafiyyah. Karena julukannya / Kuniyahnya Abu al-Qasim, yang benar dia adalah Muhammad bin Ali bin al-Husain bin Ali bin Abi Thalib.

Karena dialah yang dijuluki Abu Jaafar, dan dia adalah Al-Baqir. Dan dia adalah salah satu dari kalangan Tabi-iin yang termuda

Dia meriwayatkan dari kakeknya, Al-Hasan dan Al-Hussein, dan kakek ayahnya, Ali bin Abi Thalib, itu secara Mursal, sebagaimana yang di sebutkan dalam at-Tahdziib dan lainnya.

Maka dia tidak mungkin berjumpa dengan Ali, apalagi dengan Umar, bagaimana mungkin bisa ketemu sementara dia dilahirkan setelah wafatnya lebih dari 20 tahun, maka dia tidak mendapatkan riwayat kisah tersebut secara meyakinkan, maka dengan demikian sanadnya terputus. Wallahu a'lam.

PARA MILYARDER DARI 10 SAHABAT YANG DIJAMIN MASUK SYURGA:

 

 

Posting Komentar

0 Komentar