Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

HUKUM SHOLAT SEORANG LELAKI BERPAKAIAN DENGAN SATU HELAI KAIN TANPA MELETAKKAN SEBAGIAN KAINNYA KE ATAS PUNDAK



حُكْمُ صَلَاةٍ مَنْ صَلَّى فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ لَيْسَ عَلَى عَاتِقَيْهِ مِنْهُ شَيْءٌ

Di Susun oleh Abu Haitsam Fakhri

KAJIAN NIDA AL-ISLAM
======

بسم الله الرحمن الرحيم

PENDAHULUAN

Dalam hadits riwayat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Nabi SAW bersabda:

“لَا يُصَلِّي أَحَدُكُمْ فِي اَلثَّوْبِ اَلْوَاحِدِ لَيْسَ عَلَى عَاتِقِهِ مِنْهُ شَيْءٌ”.

“Janganlah seseorang di antara kalian shalat dengan memakai satu helai kain tanpa meletakkan di atas bahunya sesuatupun dari kain itu". [HR. Bukhari, no. 359 dan Muslim, no. 516]

Dan dalam hadits riwayat ‘Umar bin Abu Salamah radhiyallahu 'anhu disebutkan:

أَنَّهُ رَأَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ فِي بَيْتِ أُمِّ سَلَمَةَ قَدْ أَلْقَى طَرَفَيْهِ عَلَى عَاتِقَيْهِ

“Bahwa dia melihat Nabi SAW shalat di rumah Ummu Salamah dengan mengenakan satu kain yang kedua sisinya diselempangkan pada kedua pundaknya.”[HR. Bukhori no. 342]

PERBEDAAN PENDAPAT PARA ULAMA

Para ulama berbeda pendapat Tentang: “Hukum sholat seorang lelaki yang berpakaian dengan satu lembar kain yang hanya menutupi auratnya namun dia tidak menyelempangkan atau menyilangkan kedua ujung kainnya ke atas dua pundaknya. Yakni: tidak menutupinya dengannya".

Ada dua pendapat

PENDAPAT PERTAMA

Shah sholatnya. Tidak wajib menyelempangkan kedua ujung kainnya ke atas dua pundaknya atau menutupinya dengannya. Dan itu hanya disunnahkan.

Ini adalah pendapat jumhur (mayoritas) para ulama. Yaitu pendapat Imam Malik, Imam Syafii, ash-haabur ro’yi (kalangan Hanafiyyah), dan dikuatkan pula oleh Imam Nawawi.

Imam an-Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim 4/232 berkata:

قَالَ ‌مَالِكٌ ‌وَأَبُو ‌حَنِيفَةَ ‌وَالشَّافِعِيُّ ‌رَحِمَهُمُ ‌اللَّهُ ‌تَعَالَى ‌وَالْجُمْهُورُ ‌هَذَا ‌النَّهْيُ ‌لِلتَّنْزِيهِ ‌لَا ‌لِلتَّحْرِيمِ ‌فَلَوْ ‌صَلَّى ‌فِي ‌ثَوْبٍ ‌وَاحِدٍ ‌سَاتِرٍ ‌لِعَوْرَتِهِ ‌لَيْسَ ‌عَلَى ‌عَاتِقِهِ مِنْهُ شَيْءٌ صَحَّتْ صَلَاتُهُ مَعَ الْكَرَاهَةِ سَوَاءٌ قَدَرَ عَلَى شَيْءٍ يَجْعَلُهُ عَلَى عَاتِقِهِ أَمْ لَا
وَقَالَ أحمَدُ وبَعْضُ السَّلَفُ رحمَهُم اللهُ تَعَالَى: لَا تَصِحُّ صَلَاتُهُ إِذَا قَدَرَ عَلَى وَضْعِ شَيْءٍ عَلَى عَاتِقِهِ إِلَّا بِوَضْعِهِ لِظَاهِرِ الْحَدِيثِ
وَعَنْ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى رِوَايَةٌ أَنَّهُ تَصِحُّ صَلَاتُهُ وَلَكِنْ يَأْثَمُ بِتَرْكِهِ

Malik, Abu Hanifah, al-Syafi'i dan Jumhur para ulama - semoga Allah merahmati mereka- berkata:

"Larangan ini adalah makruh tanziih, bukan haram, maka jika seseorang sholat dalam satu helai pakaian, yang menutup aurat nya, dan diatas pundaknya tidak ada sesuatupun dari pakaian tersebut, maka tetap shah shalatnya, akan tetapi makruh, baik dia itu mampu meletakkan ujung pakaiannya diatas pundaknya maupun tidak mampu.

Sementara Ahmad dan sebagian ulama salaf, semoga Allah merahmati mereka, berkata:

“Tidak sah shalatnya jika dia mampu meletakkan sesuatu dari pakaiannya di pundaknya, lalu dia tidak melakukannya. Itu berdasarkan yang dzohir dari hadits”.

Akan tetapi ada riwayat lain dari Ahmad bin Hanbal, semoga Allah merahmatinya, menyatakan: “bahwa shalatnya sah, tetapi dia berdosa”.

DALIL PENDAPAT PERTAMA

Dalil mereka yang mengatakan: tidak wajib menyelempangkan kedua ujung kainnya ke atas dua pundaknya atau menutupinya dengannya. Dan itu hanya disunnahkan, dalilnya adalah sbb:

Dalil ke 1

Hadits Abu Nadhrah dari Ubai bin Ka'b, dia berkata:

الصَّلَاةُ فِي الثَّوْبِ الْوَاحِدِ سُنَّةٌ كُنَّا نَفْعَلُهُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَا يُعَابُ عَلَيْنَا.

فَقَالَ ابْنُ مَسْعُودٍ: إِنَّمَا كَانَ ذَاكَ إِذْ كَانَ فِي الثِّيَابِ قِلَّةٌ فَأَمَّا إِذْ وَسَّعَ اللَّهُ فَالصَّلَاةُ فِي الثَّوْبَيْنِ أَزْكَى

"Shalat dengan menggunakan satu pakaian adalah sunnah yang pernah kami lakukan bersama Rasulullah SAW, dan beliau tidak mencela kami.

Kemudian Ibnu Mas'ud berkata: "Hanyasannya yang demikian itu dilakukan ketika pakaian hanya sedikit, adapun ketika Allah memberikan kelapangan maka shalat dengan menggunakan dua pakaian adalah lebih baik.

[HR. Ahmad no. 20316 dan Abdullah Bin Ahmad dalam Zawaid al-Musnad no. 21276] Di Shahihkan oleh Syu'aib al-Arna'uth dalam Takhriij al-Musnad no. 21276.

Hadits ini jadi dalil bolehnya shalat dengan kain terbatas hanya satu pakaian saja. Yakni: satu helai kain sebagai izaar atau sarung yaitu seperti kain ihram penutup bagian bawah, tanpa memakai ridaa' yaitu seperti kain ihram penutup bagian atas.

Ibnu Rusyd mengatakan: “Para ulama sepakat bahwa seorang laki-laki sah memakai pakaian dalam shalat dengan satu pakaian saja.”(Baca: Bidayah Al-Mujtahid, 1/286. Dan lihat pula Minhah Al-‘Allam, 2:331).

Dalil ke 2

Hadits Sa'id bin Al Harits, dia berkata:

سَأَلْنَا جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ الصَّلَاةِ فِي الثَّوْبِ الْوَاحِدِ فَقَالَ خَرَجْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بَعْضِ أَسْفَارِهِ فَجِئْتُ لَيْلَةً لِبَعْضِ أَمْرِي فَوَجَدْتُهُ يُصَلِّي وَعَلَيَّ ثَوْبٌ وَاحِدٌ فَاشْتَمَلْتُ بِهِ وَصَلَّيْتُ إِلَى جَانِبِهِ فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ مَا السُّرَى يَا جَابِرُ فَأَخْبَرْتُهُ بِحَاجَتِي فَلَمَّا فَرَغْتُ قَالَ مَا هَذَا الِاشْتِمَالُ الَّذِي رَأَيْتُ قُلْتُ كَانَ ثَوْبٌ يَعْنِي ضَاقَ قَالَ فَإِنْ كَانَ وَاسِعًا فَالْتَحِفْ بِهِ وَإِنْ كَانَ ضَيِّقًا فَاتَّزِرْ بِهِ

"Kami bertanya kepada Jabir bin 'Abdullah tentang shalat dengan mengenakan satu lembar kain.

Maka ia menjawab: "Aku pernah shalat bersama Nabi SAW dalam salah satu perjalanannya. Pada suau malamnya aku datang untuk keperluanku. Saat itu aku dapati beliau SAW sedang shalat, sementara saat itu diriku mengenakan satu pakaian. Maka aku bergabung dengan beliau dan shalat disampingnya.

Setelah selesai shalat, beliau bertanya: "Ada urusan apa (malam-malam begini) kamu datang wahai Jabir?”

Maka aku sampaikan keperluanku kepada beliau. Setelah aku selesai, beliau bertanya:

"Kenapa aku lihat kamu menyelimutkan (kain) seperti ini? '

Aku jawab: "Kainku sempit!”

Beliau SAW bersabda:

فَإِنْ كَانَ وَاسِعًا فَالْتَحِفْ بِهِ - يَعْنِي: فِي اَلصَّلَاةِ - وَإِنْ كَانَ ضَيِّقًا فَاتَّزِرْ بِهِ

"Jika kain itu lebar maka berselimutlah dengannya, namun bila sempit maka maka bersarunglah dengannya (yakni: sebatas untuk menutup aurat)."

(Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 348, 361 dan Muslim, no. 3010]

Hadits ini jadi dalil wajibnya menutup Aurat dalam Shalat.

Aurat laki-laki adalah antara pusar dan lutut, sebagaimana batasan ini disepakati oleh ulama empat madzhab dan inilah pendapat kebanyakan fuqaha. Pusar dan lutut sendiri bukan termasuk aurat menurut jumhur ulama (Malikiyyah, Syafiiyyah, dan Hambali).

Dalil ke 3

Hadits Muhammad bin Al Munkadir, dia berkata:

“رَأَيْتُ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ يُصَلِّي فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ. وَقَالَ: رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي فِي ثَوْبٍ”.

“Aku melihat Jabir bin ‘Abdullah melaksanakan shalat dengan mengenakan satu lembar kain. Lalu dia berkata: “Aku pernah melihat Nabi SAW shalat dengan mengenakan (satu) kain.”
[HR. Bukhori no. 340]

Dalil ke 4

Hadits ‘Umar bin Abu Salamah:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ قَدْ خَالَفَ بَيْنَ طَرَفَيْهِ

“Bahwa Nabi SAW shalat dengan mengenakan satu kain yang beliau silangkan antar dua ujungnya.”[HR. Bukhori no. 341]

Dalil ke 5

Hadits Abu Hurairah, dia berkata:

أَشْهَدُ أَنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ صَلَّى فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ فَلْيُخَالِفْ بَيْنَ طَرَفَيْهِ

“Aku bersaksi bahwa aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa shalat dengan menggunakan satu kain, maka hendaklah ia menyilangkan [mengikat] antar dua ujungnya.”[HR. Bukhori no. 347]

Dalil ke 6

Hadits Abu Hurairah:

أَنَّ سَائِلًا سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الصَّلَاةِ فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوَلِكُلِّكُمْ ثَوْبَانِ

“Bahwa ada seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW tentang shalat menggunakan satu baju. Maka Rasulullah SAW bersabda:

“Apakah setiap orang dari kalian memiliki dua baju?”[HR. Bukhori no. 345]

Berdasarkan hadits-hadits yang menunjukkan minimnya pakaian pada zaman Nabi SAW, maka wajarlah jika ada orang yang meng-ISABAL-kan pakaian itu menandakan kesombongan, apalagi jika ujung pakaian-nya hingga terseret-seret.

Dalil ke 7

Dari Nafi' mantan budak Abdullah dari Abdullah bin Umar, Nafi' berkata:

كَانَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ إِذَا لَمْ يَكُنْ لِلرَّجُلِ إِلَّا ثَوْبٌ وَاحِدٌ فَلْيَأْتَزِرْ بِهِ ثُمَّ لِيُصَلِّ فَإِنِّي سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ ذَلِكَ وَيَقُولُ لَا تَلْتَحِفُوا بِالثَّوْبِ إِذَا كَانَ وَحْدَهُ كَمَا تَفْعَلُ الْيَهُودُ قَالَ نَافِعٌ وَلَوْ قُلْتُ لَكُمْ إِنَّهُ أَسْنَدَ ذَلِكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَرَجَوْتُ أَنْ لَا أَكُونَ كَذَبْتُ

Abdullah Bin Umar pernah berkata; Jika seorang lelaki tidak memiliki pakaian kecuali hanya satu pakaian maka hendaklah menggunakan pakaian tersebut seperti mengenakan sarung kemudian melaksanakan sholat, karena sesungguhnya saya pernah mendengar Umar Bin Al Khaththab berkata demikian.

Dan dia [Umar] berkata: "Janganlah kalian berselimut dengan pakaian jika hanya memiliki satu lembar kain, seperti yang dilakukan oleh orang-orang yahudi."

Nafi' berkata ; "Seandainya aku katakan kepada kalian bahwa Abdullah Bin Umar telah menyandarkan perkataan itu kepada Rasulullah SAW, maka aku berharap bahwa aku tidak berdusta."

[HR. Ahmad 1/16. Di Shahihkan sanadnya oleh Ahmad Syakir dalam Takhrij al-Musnad 1/64 no. 96. Lihat Pula: Ash-Shahih al-Musnad oleh Abdullah al-Khulaifi 1/70 no. 20]

PENDAPAT KE DUA

Hukum menutup pundak itu wajib jika dia mampu. Maka tidak sah shalatnya jika dia mampu menutupi kedua pundaknya dengan kain tsb namun dia tidak melakukannya".

Ini adalah pendapat Imam Ahmad, Ibnul Mundzir, sekelompok ulama salaf, dipilih Imam Al-Bukhari, dan pilihan Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz.

Namun Imam Ahmad tidak menyaratkan menutup pundak untuk shalat sunnah (nafilah) karena sifat shalat sunnah itu مَبْنَاهُ عَلَى التَّخْفِيْفِ (dibangun di atas keringanan). Oleh karena itu dalam shalat Sunnah masih boleh meninggalkan rukun berdiri saat shalat dan meninggalkan syarat menghadap kiblat saat safar (perjalanan).

Syeikh Bin Baaz berkata:

فالحاصل أنه متى استطاع أن يغطى عاتقيه أو أحدهما وجب عليه ذلك، وليس له أن يصلى وعاتقاه مكشوفان وهو يقدر. أما العاجز الذي ما عنده إلا إزار لعجزه فصلاته صحيحة، أما الذي ليس بعاجز بل عنده رداء فإنه يصلي في رداء، وإذا صلى وهو مكشوف العاتقين فينبغي له أن يعيد؛ لأن الرسول ﷺ قال: لا يصلي أحدكم في الثوب الواحد ليس على عاتقيه منه شيء والأصل في النهي التحريم،

Kesimpulannya: bila ia mampu menutup kedua bahunya atau salah satunya, maka ia wajib melakukannya, dan ia tidak boleh shalat dengan kedua bahunya dalam keadaan terbuka selama ia mampu.

Adapun orang yang tidak mampu yang tidak memiliki apa-apa selain sehelai kain sarung karena ketidakmampuannya, maka shalatnya shah.

Adapun orang yang mampu bahkan dia memiliki rida' [kain penutup bagian atas], maka ia harus shalat dengan kain ridaa' tsb. Dan jika ia shalat dalam keadaan kedua bahunya terbuka, maka seyogyanya dia harus mengulangi shalatnya. Berdasarkan sabda Rosulullah SAW:

“لَا يُصَلِّي أَحَدُكُمْ فِي اَلثَّوْبِ اَلْوَاحِدِ لَيْسَ عَلَى عَاتِقِهِ مِنْهُ شَيْءٌ”.

“Janganlah seseorang di antara kalian shalat dengan memakai satu helai kain tanpa meletakkan di atas bahunya sesuatupun dari kain itu".

Dan Hukum asal dalam larangan itu adalah pengharaman".

[Sumber: Majmu' Fatawaa Bin Baaz / حكم من صلى وليس على أحد عاتقيه ثوب]

DALIL PENDAPAT KEDUA

Dalil yang mengatakan wajib menutup pundak ketika shalat adalah sbb:

Dalil ke 1

Hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi SAW bersabda:

“لَا يُصَلِّي أَحَدُكُمْ فِي اَلثَّوْبِ اَلْوَاحِدِ لَيْسَ عَلَى عَاتِقِهِ مِنْهُ شَيْءٌ”.

“Janganlah seseorang di antara kalian shalat dengan memakai satu helai kain tanpa meletakkan di atas bahunya sesuatupun dari kain itu". [HR. Bukhari, no. 359 dan Muslim, no. 516]

Dalil ke 2

Hadits ‘Umar bin Abu Salamah:

أَنَّهُ رَأَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ فِي بَيْتِ أُمِّ سَلَمَةَ قَدْ أَلْقَى طَرَفَيْهِ عَلَى عَاتِقَيْهِ

“Bahwa dia melihat Nabi SAW shalat di rumah Ummu Salamah dengan mengenakan satu kain yang kedua sisinya diselempangkan pada kedua pundaknya.”[HR. Bukhori no. 342]

Dalil ke 3

Hadits Sahal bin Sa’d, dia berkata:

كَانَ رِجَالٌ يُصَلُّونَ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَاقِدِي أُزْرِهِمْ عَلَى أَعْنَاقِهِمْ كَهَيْئَةِ الصِّبْيَانِ وَيُقَالُ لِلنِّسَاءِ لَا تَرْفَعْنَ رُءُوسَكُنَّ حَتَّى يَسْتَوِيَ الرِّجَالُ جُلُوسًا

“Dulu kaum laki-laki shalat bersama Nabi SAW dengan mengikatkan kain pada leher-leher mereka seperti bayi.

Lalu ada yang berkata kepada kaum wanita: “Janganlah kalian mengangkat kepala kalian hingga para laki-laki telah duduk”.

[Karena jika kaum wanita mengangkat kepala ketika kaum pria masih sujud, maka dikhawatirkan terlihat auratnya dari arah belakang PEN.]

[HR. Bukhori no. 349]

Dalil ke 4

Hadits Muhammad bin Al Munkadir, dia berkata:

صَلَّى جَابِرٌ فِي إِزَارٍ قَدْ عَقَدَهُ مِنْ قِبَلِ قَفَاهُ وَثِيَابُهُ مَوْضُوعَةٌ عَلَى الْمِشْجَبِ قَالَ لَهُ قَائِلٌ تُصَلِّي فِي إِزَارٍ وَاحِدٍ فَقَالَ إِنَّمَا صَنَعْتُ ذَلِكَ لِيَرَانِي أَحْمَقُ مِثْلُكَ وَأَيُّنَا كَانَ لَهُ ثَوْبَانِ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Jabir mengerjakan shalat dengan mengenakan kain sarung yang ia ikatkan pada pundak [tengkuk], sementara bajunya ia gantungkan di gantungan baju.

Seseorang lalu berkata kepadanya: “Kenapa kamu shalat dengan menggunakan satu kain sarung !”

Jabir bin Samurah menjawab: “Aku lakukan itu agar bisa dilihat oleh orang yang bodoh seperti kamu. Sebab mana ada pada masa Nabi SAW di antara kami yang memiliki dua helai kain untuk pakaian !”[HR. Bukhori no. 339]

Dalil ke 5

Hadits Ummu Hani’ binti Abu Thalib, dia berkata:

ذَهَبْتُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْفَتْحِ فَوَجَدْتُهُ يَغْتَسِلُ وَفَاطِمَةُ ابْنَتُهُ تَسْتُرُهُ قَالَتْ فَسَلَّمْتُ عَلَيْهِ فَقَالَ مَنْ هَذِهِ فَقُلْتُ أَنَا أُمُّ هَانِئٍ بِنْتُ أَبِي طَالِبٍ فَقَالَ مَرْحَبًا بِأُمِّ هَانِئٍ فَلَمَّا فَرَغَ مِنْ غُسْلِهِ قَامَ فَصَلَّى ثَمَانِيَ رَكَعَاتٍ مُلْتَحِفًا فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ فَلَمَّا انْصَرَفَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ زَعَمَ ابْنُ أُمِّي أَنَّهُ قَاتِلٌ رَجُلًا قَدْ أَجَرْتُهُ فُلَانَ ابْنَ هُبَيْرَةَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ أَجَرْنَا مَنْ أَجَرْتِ يَا أُمَّ هَانِئٍ قَالَتْ أُمُّ هَانِئٍ وَذَاكَ ضُحًى

“Aku berkunjung kepada Rasulullah SAW pada hari pembebasan Makkah, aku dapati beliau mandi sementara Fatimah, puteri beliau menutupinya dengan tabir.”

Ummu Hani’ binti Abu Thalib berkata: “Aku lantas memberi salam kepada beliau, lalu beliau bertanya: “Siapakah ini?”

Aku menjawab: “Aku Ummu Hani’ binti Abu Thalib.”

Lalu beliau bertanya: “Selamat datang wahai Ummu Hani’.”

Setelah selesai mandi beliau shalat delapan rakaat dengan berselimut pada satu helai kain.

Setelah selesai shalat aku berkata: “Wahai Rasulullah, anak ibuku [yakni: Ali] mengklaim bahwa dia berhak memerangi seseorang yang aku telah memberikan jaminan perlindungan kepada nya, yaitu Fulan bin Hubairah.”

Maka Rasulullah SAW: “Kami telah telah memberi jaminan perlindungan terhadap orang yang telah kamu beri jaminan perlindungan kepadanya, wahai Ummu Hani’!”

Ummu Hani’ berkata: “Saat itu adalah waktu dluha.”[HR. Bukhori no. 344]

Berdasarkan hadits-hadits yang menunjukkan minimnya pakaian pada zaman Nabi SAW, maka wajarlah jika ada orang yang meng-ISABAL-kan pakaian itu menandakan kesombongan, apalagi jika ujung pakaian-nya hingga terseret-seret.

Dalil ke 6

Hadits Abu Hurairah, dia berkata:

قَامَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَأَلَهُ عَنْ الصَّلَاةِ فِي الثَّوْبِ الْوَاحِدِ فَقَالَ أَوَكُلُّكُمْ يَجِدُ ثَوْبَيْنِ ثُمَّ سَأَلَ رَجُلٌ عُمَرَ فَقَالَ إِذَا وَسَّعَ اللَّهُ فَأَوْسِعُوا جَمَعَ رَجُلٌ عَلَيْهِ ثِيَابَهُ صَلَّى رَجُلٌ فِي إِزَارٍ وَرِدَاءٍ فِي إِزَارٍ وَقَمِيصٍ فِي إِزَارٍ وَقَبَاءٍ فِي سَرَاوِيلَ وَرِدَاءٍ فِي سَرَاوِيلَ وَقَمِيصٍ فِي سَرَاوِيلَ وَقَبَاءٍ فِي تُبَّانٍ وَقَبَاءٍ فِي تُبَّانٍ وَقَمِيصٍ قَالَ وَأَحْسِبُهُ قَالَ فِي تُبَّانٍ وَرِدَاءٍ

“Seorang laki-laki datang dan bertanya kepada Rasulullah SAW tentang shalat dengan menggunakan satu lembar kain untuk pakaian.

Maka Rasulullah SAW pun bersabda: “Apakah setiap kalian memiliki dua helai kain?”

Kemudian ada seseorang bertanya kepada ‘Umar, lalu ia menjawab:

“Jika Allah memberi kelapangan (kemudahan), maka pergunakanlah.

Bila seseorang memiliki banyak pakaian, maka dia shalat dengan pakaiannya yang ada.

Ada yang shalat dengan memakai kain dan rida (selendang besar).
Ada yang memakai kain dan gamis (baju panjang sampai kaki).
Ada yang memakai kain dan baju.
Ada yang memakai celana panjang dan rida’.
Ada yang memakai celana panjang dan gamis.
Ada yang memakai celana panjang dan baju.
Ada yang memakai celana pendek dan rida’.
Ada yang memakai celana pendek dan gamis.”

Abu Hurairah berkata: “Menurutku ‘Umar mengatakan pula: “Dan ada yang memakai celana pendek dan rida’.”[HR. Bukhori no. 352]
https://emarat-news.ae




Posting Komentar

0 Komentar