PERTANYAAN: APAKAH BENAR, TIDAK BOLEH SELAIN BISMILLAH ?
Oleh Abu Haitsam Fakhri
KAJIAN NIDA AL-ISLAM
بسم الله الرحمن الرحيم
******
PENDAHULUAN
Ada sebagian para da’i di tanah air yang melarang ucapan “innaa lillaahi wa Innaa Ilaihi roji’un, begitu juga ucapan “Astaghfirullah” atau ucapan lainnya saat terjadi atau hampir terjadi kecelakaan. Menurut mereka yang diperbolehkan hanya ucapan “BISMILLAH”. Mereka berdalil dengan hadits berikut in:
Dari Walid Abu Malih : dari seorang pria yang pernah dibonceng Rasulullah ﷺ, dan dia menceritakan:
كُنْتُ رَدِيفَ النَّبِىِّ -ﷺ- فَعَثَرَتْ دَابَّتُهُ فَقُلْتُ تَعِسَ الشَّيْطَانُ. فَقَالَ لاَ تَقُلْ تَعِسَ الشَّيْطَانُ فَإِنَّكَ إِذَا قُلْتَ ذَلِكَ تَعَاظَمَ حَتَّى يَكُونَ مِثْلَ الْبَيْتِ وَيَقُولَ بِقُوَّتِى وَلَكِنْ قُلْ بِسْمِ اللَّهِ فَإِنَّكَ إِذَا قُلْتَ ذَلِكَ تَصَاغَرَ حَتَّى يَكُونَ مِثْلَ الذُّبَابِ
Ketika aku dibonceng Nabi ﷺ tiba-tiba unta beliau tergelincir. Serta merta aku mengatakan, “Celakalah syetan.”
Maka beliau bersabda, “Jangan kamu katakan, ‘celakalah syetan,’ sebab jika kamu katakan seperti itu maka syetan akan membesar sebesar rumah dan dengan sombongnya syetan akan berkata ; ‘itu terjadi karena kekuatanku’. Akan tetapi, ucapkanlah ‘Bismillah’ sebab jika engkau mengucapkan basmalah syetan akan mengecil hingga seukuran lalat.”
(HR. Abu Daud no. 4982, an-Nasaa’i dalam al-Kubro no. 10388 dan al-Baihaqi dalam al-Aadab hal. 133 ) Dishahihkan al-Albaani dalam shahih Abi Daud.
PENULIS KATAKAN :
Mari kita kaji, kita telusuri dalil-dalil lainnya dan kita kutip pernyataan-pernyataan para ulama yang mu'tabar dalam masalah ini , untuk ber-tabayyun dan berhati-hati dalam menentukan suatu hukum syar'i sebelum menyampaikannnya ditengah kaum muslimin .
Dalam hal ini ada riwayat lain yang menganjurkan selain ucapan “BISMILLAH” yaitu ucapan “A’UDZU BILLAH”. Sebagaimana dalam riwayat Abu al-Mulaih [أبو المليح] dari ayahnya Usaamah bin 'Umair bahwa Nabi ﷺ bersabda:
لَا يَقُولَنَّ أَحَدُكُم لَعَنَ اللهُ الشَّيْطَانَ فَإِنَّهُ إِذَا سَمِعَهَا تَعَاظَمَ حَتَّى يَصِيرَ كَالْجَبَلِ وَلْيَقُلْ أَعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ فَإِنَّهُ إِذَا قَالَهَا تَضَاءَلَ وَتَصَاغَرَ
Janganlah salah seorang dari kalian mengatakan: “Semoga Allah melaknat Syaitan ", karena sesungguhnya jika syeitan mendengarnya, maka dia semakin membesar sehingga menjadi sebesar gunung. Maka katakanlah:
أَعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
"Aku berlindung kepada Allah dari Syeitan yang terkutuk "
Maka syeitan itu akan semakin kurus dan mengecil”.
Dalam lafadz riwayat lain:
لَا يَقُولَنَّ أَحَدُكُم أَخْزَى اللهُ الشَّيْطَانَ
Janganlah salah seorang dari kalian mengatakan: “Semoga Allah menghinakan Syaitan "
[HR. An-Nasaai dalam Sunan Kubro no. 1313, 'Amalul yaum wal lailah no. 555, Abu Ya'la dalam Mu'jam asy-Syuyukh no. 71, ath-Thohaawi dlam Syarah Musykil al-Atsar no. 368 dan ath-Thabraani dlm al-Mu'jam al-Kabiir no. 516 dan al-Haakim 4/292.
Dishahihkan oleh al-Haakim, adz-Dzahabi dan Ibnu al-Arabi (w. 543 H) dalam al-Masaalik 2/329 [Cet. Dar al-Ghorb al-Islami] dan al-Qobas 1/196 [Tahqiq DR. Muhammad Walad Kariim Cet. Dar al-'Arabi al-Islaami]
Al-Haakim berkata:
هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحُ الْإِسْنَادِ وَلَمْ يُخْرِجَاهُ
[Ini Hadits Shahih Sanadnya, namun Bukhori dan Muslim tidak memasukkannya].
Dan disebutkan oleh Al-Mundhiri dalam At-Targhib wa At-Tarhib 4/80 dan dinisbahkan kepada An-Nasa'i, Ath-Thabrani, dan Al-Hakim, dia berkata: Shahih isnadnya.
Dan disebutkan oleh Ibnu Al-Atsir dalam Asad Al-Ghabah 1/67, dia berkata tentangnya : “Dari Abu Al-Malih dari ayahnya.. dan hadits ini shahih “.
Lalu apakah selain ucapan "Bismillah" dan "Audzubillah" juga diperbolehkan ? Mari kita bahas ! :
*****
PEMBAHASAN PERTAMA: PEMAHAMAN DAN FIQIH DUA HADITS DIATAS :
Hadits tsb yg di fahami para ulama bhw melaknat Setan itu tdk ada faidahnya. Karena setan itu makhluk terlaknat, maka jika kita laknat, maka syeitan akan semakin bertambah bangga.
Intinya kita diperintahkan untuk mengingat Allah ketika terkena musibah bukan mengutuk syeitan atau mendoakan kecelakan untuk syetan atau menghinakannya.
Ibnu al-Arabi (w. 543 H) dalam dalam al-Qobas 1/196 dan al-Masaalik 2/329 berkata setelah menyebutkan hadits Abu al-Mulaih ini:
لِأَنَّ اللهَ تَعَالَى قَالَ: ﴿وَإِنَّ عَلَيْكَ ٱللَّعْنَةَ إِلَىٰ يَوْمِ ٱلدِّينِ﴾ فَمَا أَثَّرَ ذَٰلِكَ فِيهِ، فَكَيْفَ يُسْأَلُ عَنْ لَعْنَةِ غَيْرِ اللهِ
Karena Allah Ta'ala berfirman: {Dan sesungguhnya kutukan itu tetap menimpamu sampai hari kiamat}, maka doanya tidak berpengaruh terhadapnya, jadi bagaimana mungkin dia memohon laknat atasnya selain laknat yang telah Allah laknatkan atasnya?".
Fatwa SYEIKH UTSAIMIN:
Syekh Ibnu Utsaimin, semoga Allah merahmatinya, ditanya: Apa hukum mengutuk setan?
Beliau menjawab:
"لَا يَجُوزُ؛ لِأَنَّهُ قَدْ وَرَدَ أَنَّهُ يَتَعَاظَمُ عِنْدَ ذَٰلِكَ، وَلَكِنْ يُسْتَعَاذُ مِنْهُ كَمَا ذَكَرَ ذَٰلِكَ ابْنُ الْقَيِّمِ رَحِمَهُ اللهُ فِي زَادِ الْمَعَادِ" انْتَهَى مِنْ "ثَمَرَاتِ التَّدْوِينِ".
Tidak boleh, karena telah ada riwayat hadits bahwa syetan akan memperbesar pada saat itu, akan tetapi sesorang harus memohon perlindungan kepada Allah darinya seperti yang disebutkan oleh Ibn al-Qayyim, semoga Allah merahmatinya, dalam kitab Zaad al-Ma'ad. [Di kutip dari " ثمرات التدوين ".
BOLEH UCAPAN-UCAPAN LAINNYA :
Yang benar, secara umum ketika kita kena Musibah kita di anjurkan utk mengingat Allah. Dan cara mengingat Allah tidak harus mengucapkan bismillah, namun boleh pula dgn mengatakan ucapan-ucapan sebagai berikut:
PERTAMA : Ucapan: “Bismillah". Berdasarkan hadits diatas.
KEDUA : Memohon perlindungan kepada Allah dengan mengatakan:
أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
Ini berdasarkan hadits kedua yang disebutkan di atas. Dan berdasarkan firman Allah:
{ وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ}
Dan jika kamu ditimpa sesuatu dari gangguan syaitan maka berlindunglah kepada Allah [QS. Al-A'raf: 200]
Syekh Al-Amin Al-Shanqiti, semoga Allah merahmatinya, berkata:
"بَيَّنَ فِي هَذِهِ الآيَةِ الْكَرِيمَةِ مَا يَنْبَغِي أَنْ يُعَامَلَ بِهِ الْجُهَّالَةُ مِنْ شَيَاطِينِ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ، فَبَيَّنَ أَنَّ شَيْطَانَ الْإِنْسِ يُعَامَلُ بِاللِّينِ، وَأَخْذِ الْعَفْوِ، وَالْإِعْرَاضِ عَنْ جَهْلِهِ وَإِسَاءَتِهِ، وَأَنَّ شَيْطَانَ الْجِنِّ لَا مَنْجَى مِنْهُ إِلَّا بِالِاسْتِعَاذَةِ بِاللهِ مِنْهُ".
"Dalam ayat yang mulia ini Allah SWT menjelaskan apa yang seharusnya dilakukan oleh seseorang ketika menghadapi para makhluk bodoh dari kalangan syeithan manusia dan jin.
Dia menjelaskan bahwa setan manusia adalah diperlakukan dengan lemah lembut, memberi maaf, dan berpaling dari kebodohannya dan pelecehannya. Dan dalam menghadapi Syeithan Jin maka tidak bisa luput darinya kecuali dengan berlindung kepada Allah darinya.” [Akhir kutipan dari أضواء البيان (8/90)].
KETIGA : Mengucapkan: “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi roojiuun”.
Ini Berdasarkan firman Allah
الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
Artinya: (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan inna lillahi wa inna ilaihi raji'un. (Al-Baqarah: 156)
IBNU KATSIR: ketika menafsiri ayat ini, beliau berkata:
Mereka menghibur dirinya dengan mengucapkan kalimat tersebut manakala mereka tertimpa musibah, dan mereka yakin bahwa diri mereka adalah milik Allah.
Dia memberlakukan terhadap hamba-hamba-Nya menurut apa yang Dia kehendaki.
Mereka meyakini bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala di sisi-Nya seberat biji sawi pun kelak di hari kiamat.
Maka ucapan ini menanamkan di dalam hati mereka suatu pengakuan yang menyatakan bahwa diri mereka adalah hamba-hamba-Nya dan mereka pasti akan kembali kepada-Nya di hari akhirat nanti. Karena itulah maka Allah Subhanahu wa Ta'ala memberitahukan tentang pahala yang akan diberikan-Nya kepada mereka sebagai imbalan dari hal tersebut melalui firman-Nya:
أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ
"Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Tuhannya". (Al-Baqarah: 157)
Maksudnya, mendapat pujian dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sedangkan menurut Sa'id ibnu Jubair, yang dimaksud ialah aman dari siksa Allah.
Dan Firman-Nya:
وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ
Dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (Al-Baqarah: 157)
Amirul Muminin Umar ibnul Khattab Radhiyallahu Anhu pernah mengatakan:
Bahwa sebaik-baik kedua jenis pahala ialah yang disebutkan di dalam firman-Nya:
أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ
" Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhannya. (Al-Baqarah: 157).
Kedua jenis pahala tersebut adalah: berkah dan rahmat yang sempurna.
Dan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ
Dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (Al-Baqarah: 157) . Ini adalah pahala tambahannya, yang ditambahkan kepada salah satu dari kedua sisi timbangan hingga beratnya bertambah.
Demikian pula keadaan mereka; mereka diberi pahala yang setimpal berikut tambahannya".
BAHKAN SETELAH ITU IBNU KATSIR BERKATA PULA
" Sehubungan dengan pahala membaca ISTIRJA' di saat tertimpa musibah, banyak hadis-hadis yang menerangkannya. Yang dimaksud dengan ISTIRJA' ialah ucapan Inna lillahi wainna ilaihi raji'un (Sesungguhnya kita adalah milik Allah dan hanya kepada-Nyalah kita semua dikembalikan) ".
Penulis katakan:
" Diantaranya adalah hadits Ummu Salamah Radhiyallahu 'Anha, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:
مَا مِنْ عَبْدٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللَّهُمَّ أْجُرْنِى فِى مُصِيبَتِى وَأَخْلِفْ لِى خَيْرًا مِنْهَا إِلاَّ أَجَرَهُ اللَّهُ فِى مُصِيبَتِهِ وَأَخْلَفَ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا قَالَتْ فَلَمَّا تُوُفِّىَ أَبُو سَلَمَةَ قُلْتُ كَمَا أَمَرَنِى رَسُولُ اللَّهِ ﷺ فَأَخْلَفَ اللَّهُ لِى خَيْرًا مِنْهُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ
"Tak seorang hamba (muslim) tertimpa musibah lalu ia berdoa:
إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
'Sesungguhnya kita ini milik Allah dan sungguh hanya kepada-Nya kita akan kembali.
Ya Allah, berilah aku pahala dalam musibahku ini dan berilah ganti yang lebih baik daripadanya.' Ummu Salamah berkata: Saat Abu Salamah wafat, aku berdoa sebagaimana yang diperintahkan Rasulullah kepadaku, lalu Allah memberi ganti untukku yang lebih baik darinya, yakni Rasulullah ﷺ."
(Muttafaq 'Alaih, yakni HR. Bukhori dan Muslim dgn lafadz yang sama)
KE EMPAT : “Istighfaar”.
Dari Ibnu Abbaas RA, bahwa Nabi ﷺ bersabda:
" مَنْ لَزِمَ الاِسْتِغْفَارَ جَعَلَ اللَّهُ لَهُ مِنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجًا وَمِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ "
“Barang siapa yang senantiasa mendwawamkan istighfar; niscaya Allah memberikan baginya jalan keluar dari setiap kesedihannya, kelapangan dari setiap kesempitannya dan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka”. (HR. Abu Daud no. 1518)
Di Dhaifkan oleh al-Albaani dalam Dhaif Abi Daud, dan oleh Muhammad al-Munaawi dalam Takhriij Ahaadits al-Mashaabiih 2/290 dan oleh Syeikh Bin Baaz dalam Majmu Fataawaanya 26/90. Begitu pula At-Tabrani mendha’ifkan sanad hadits ini (lihat: Al-Mu’jam Al-Ausath, 6/240). Begitu pula Imam Baihaqi dalam Sunan Al-Baihaqi (3/35, no: 6651).
Namun hadits ini diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad dengan lafadz:
مَنْ أَكْثَرَ مِنْ الِاسْتِغْفَارِ ؛ جَعَلَ اللَّهُ لَهُ مِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا، وَمِنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجًا، وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ”
“Barang siapa memperbanyak istighfar; niscaya Allah memberikan jalan keluar bagi setiap kesedihannya, kelapangan untuk setiap kesempitannya dan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka.”
(HR. Ahmad dari Ibnu Abbas dan sanadnya dinilai sahih oleh al-Hakim 4/262 serta Ahmad Syakir. Baca: الدرة اليتيمة في تخريج أحاديث التحفة الكريمة (37)
Syaikh ‘Utsaimin pernah ditanya mengenai status keshahihan hadits ini. Lantas beliau menjawab:
أَوَّلًا: هَذَا الْحَدِيثُ ضَعِيفٌ، وَلَكِنَّ مَعْنَاهُ صَحِيحٌ؛ لِأَنَّ اللهَ تَعَالَى قَالَ: (وَأَنْ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُمْ مَتَاعًا حَسَنًا إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَهُ) وَقَالَ تَعَالَى عَنْ هُودٍ: (وَيَا قَوْمِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إِلَى قُوَّتِكُمْ وَلا تَتَوَلَّوْا مُجْرِمِينَ).
وَلا شَكَّ أَنَّ الِاسْتِغْفَارَ سَبَبٌ لِمَحْوِ الذُّنُوبِ، وَإِذَا مُحِيَتِ الذُّنُوبُ تَخَلَّفَتْ آثَارُهَا الْمُرَتَّبَةُ عَلَيْهَا وَحِينَئِذٍ يَحْصُلُ لِلْإِنْسَانِ الرِّزْقُ وَالْفَرَجُ مِنْ كُلِّ كَرْبٍ وَمِنْ كُلِّ هَمٍّ.
فَالْحَدِيثُ ضَعِيفُ السَّنَدِ، لَكِنَّهُ صَحِيحُ الْمَعْنَى " انْتَهَى مِنْ "فَتَاوَى نُورٌ عَلَى الدَّرْبِ" (2 / 571).
“Pertama: hadits ini dha’if akantetapi maknanya benar. Karena Allah ta’ala berfirman,
وَأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُمْ مَتَاعًا حَسَنًا إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَهُ
” Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberikan kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya.” (QS. Hud:3)
Dan firman Allah ta’ala tentang kisah Hud,
وَيَا قَوْمِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إِلَىٰ قُوَّتِكُمْ وَلَا تَتَوَلَّوْا مُجْرِمِينَ
Dan (Hud berkata): “Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa.” (QS. Hud: 52)
Tidak ada keraguan bahwa istighfar itu merupakan sebab terhapusnya dosa. Jika dosa telah terhapus maka akan memberikan efek positif yang bermacam-macam. Terkadang seorang yang terampuni dosanya ia akan mendapat rizki dab kebahagiaan dari setiap kesusahan dan kesedihan hidupnya. Maka hadits ini (memang) dha’if namun maknanya benar.”
(Lihat: فتاوى نور على الدرب للعثيمين 2/571)
Dan Syeikh Bin Baaz berkata:
الْحَدِيثُ الْمَذْكُورُ رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ وَابْنُ مَاجَهْ وَهَذَا ضَعِيفٌ؛ لِأَنَّ فِي إِسْنَادِهِ الْحَكَمَ بْنَ مُصْعَبٍ وَهُوَ مَجْهُولٌ؛ وَلَكِنَّ الْأَدِلَّةَ الْكَثِيرَةَ مِنَ الْآيَاتِ وَالْأَحَادِيثِ تَدُلُّ عَلَى فَضْلِ الِاسْتِغْفَارِ وَالتَّرْغِيبِ فِيهِ
Hadits tsb diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ibnu Majah, dan ini lemah ; Karena di dalam sanadnya ada Al-Hakam bin Mush'ab, dan dia itu tidak diketahui. Akan tetapi banyak dalil dari ayat-ayat dan hadits-hadits yang menunjukkan keutamaan ISTIGHFAAR [meminta ampun] dan menganjurkan beristghfaar di dalamnya ". [مجموع فتاوى الشيخ ابن باز 26/90-91]
Syaikh Ibrahim bin Shalih Al-Khuraishiy mengatakan:
وَهُنَا يَنْتَبِهُ طَالِبُ الْعِلْمِ إِلَى أَنَّهُ لَيْسَ كُلُّ مَا قِيلَ فِيهِ إِنَّهُ حَدِيثٌ ضَعِيفٌ أَنَّ مَعْنَاهُ لَا بُدَّ أَنْ يَكُونَ كَذَلِكَ، بَلْ رُبَّمَا كَانَ مَعْنَاهُ مَعْمُولًا بِهِ بِإِجْمَاعِ الْعُلَمَاءِ؛ فَتَأَمَّلْ وَرَاجِعْ
” Ini perlu diperhatikan oleh para penuntut ilmu, bahwa tidak setiap hadits yang dinilai dha’if (sanadnya) lantas maknanya (matannya) juga otomatis ikut dha’if. Boleh jadi maknanya bisa diamalkan dengan kesepakatan para ulama.. Maka perhatikanlah hal ini dan pelajarilah.”
(Lihat: التنبيهات المختصرة شرح الواجبات المتحتمة المعرفة على مسلم ومسلمين hal: 57)
KELIMA : Dan lain – lain
*****
PEMBAHASAN KEDUA:
PERNYATAAN SEBAGIAN PARA ULAMA
Pertama: Ibnu al-Qayyim rahimahullah berkata:
وَفِي حَدِيثٍ آخَرَ: "إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا لَعَنَ الشَّيْطَانَ يَقُولُ: إِنَّكَ لَتَلْعَنُ مُلْعَنًا". وَمِثْلُ هَذَا قَوْلُ الْقَائِلِ: أَخْزَى اللَّهُ الشَّيْطَانَ، وَقَبَّحَ اللَّهُ الشَّيْطَانَ، فَإِنَّ ذَلِكَ كُلَّهُ يَفْرَحُهُ وَيَقُولُ عَلِمَ ابْنُ آدَمَ أَنِّي قَدْ نِلْتُهُ بِقُوَّتِي، وَذَلِكَ مِمَّا يُعِينُهُ عَلَى إِغْوَائِهِ، وَلَا يُفِيدُهُ شَيْئًا، فَأَرْشَدَ النَّبِيُّ ﷺ مَنْ مَسَّهُ شَيْءٌ مِنَ الشَّيْطَانِ أَنْ يَذْكُرَ اللَّهَ تَعَالَى، وَيَذْكُرَ اسْمَهُ، وَيَسْتَعِيذَ بِاللَّهِ مِنْهُ، فَإِنَّ ذَلِكَ أَنْفَعُ لَهُ، وَأَغْيَظُ لِلشَّيْطَانِ " انْتَهَى مِنْ "زَادَ الْمَعَادِ" (2/355).
Dalam hadits lain: “Jika seorang hamba mengutuk setan, Beliau ﷺ bersabda: Sesungguhnya kamu mengutuk makhluk yang terkutuk.”
Dan yang demikian itu sama seperti perkataan seseorang yang mengatakan:
"Semoga Allah menghinakan syethan, dan semoga Allah menjelekkan setan ", karena semua itu akan membuat syethan gembira, dan syethan akan berkata: “Padahal anak cucu Adam tahu bahwa aku telah memperolehnya dengan kekuatanku”.
Dan ini malah akan membantunya untuk semakin menyesatkannya, dan sama sekali tidak menguntungkannya.
Maka Nabi ﷺ memberi petunjuk:
" Siapa pun yang tersentuh oleh sesuatu dari setan agar segera mengingat Allah Ta'aalaa, dengan menyebut nama-Nya, dan memohon perlindungan kepada Allah darinya ; karena yang demikian itu lebih bermanfaat baginya dan membuat setan marah.
[Akhir kutipan dari Zaad al-Ma'ad (2 /355)].
Kedua: Syekh Abdur-Rahman al-Barraak, semoga Allah menjaganya, ditanya:
هَلْ وَرَدَتِ التَّسْمِيَةُ عِنْدَمَا يُسْكِبُ الْإِنْسَانُ مَاءً حَارًا أَوْ عِنْدَ سَقُوطِ طِفْلٍ أَوْ شَيْءٍ مَا؟
Apakah ada hadits perintah baca bismillah ketika seseorang menuangkan air panas atau ketika seorang anak jatuh atau semacamnya?
Jawabannya:
لا أذكر أنه وَرَدَ النَّدْبُ في التَّسْمِيَةِ فِي خُصُوصٍ مَا ذُكِرَ، لَكِنَّ ذِكْرَكَ لِلَّهِ مِنَ الْأَسْبَابِ الَّتِي دَلَّتْ النُّصُوصُ أَنَّهُ يَطْرُدُ الشَّيَاطِينَ وَيَمْنَعُ مِنْ شَرِّهِمْ، كَمَا شُرِعَتِ التَّسْمِيَةُ عِنْدَ الْاِضْطِجَاعِ، وَعِنْدَ دُخُولِ الْمَنْزِلِ، وَعِنْدَ الْخُرُوجِ، وَعِنْدَ دُخُولِ الْمَسْجِدِ، وَعِنْدَ الْخُرُوجِ مِنْهُ، وَكَذَلِكَ عِنْدَ دُخُولِ الْخَلَاءِ، فَأَرْجُو أَنَّ مَا يَفْعَلُهُ النَّاسُ فِي مِثْلِ هَذِهِ الْأَحْوَالِ الَّتِي أُشِيرَ إِلَيْهَا فِي السُّؤَالِ أَرْجُو أَنَّهُ حَسَنٌ؛ لِأَنَّ صَبَّ الْمَاءِ الْحَارِ وَلَا سِيمَا فِي بَعْضِ الْمَوَاضِعِ الَّتِي يُمْكِنُ أَنْ تَكُونَ مَسْكَنًا لِلْجِنِّ يَخْشَى أَنْ يَكُونَ لَهُ أَثَرٌ انْتِقَامِيٌّ، فَإِذَا ذَكَرَ الْإِنْسَانُ اسْمَ اللَّهِ فَقَالَ: بِاسْمِ اللَّهِ، كَانَ ذَلِكَ سَبَبًا فِي طَرْدِ مَا يَخْشَى مِنْ شَرِّ الشَّيَاطِينِ.
وَكَذَلِكَ إِذَا سَقَطَ الْإِنْسَانُ أَوْ سَقَطَ الطِّفْلُ، وَذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ رُجِيَ أَنْ يَكُونَ سَبَبًا فِي سَلَامَتِهِ مِنْ اِعْتِدَاءِ بَعْضِ الشَّيَاطِينِ، فَالْحَاصِلُ أَنَّ ذِكْرَ اسْمِ اللَّهِ فِيهِ خَيْرٌ، وَهُوَ أَعْظَمُ أَسْبَابِ السَّلَامَةِ مِنْ الشَّرُورِ الظَّاهِرَةِ وَالْبَاطِنَةِ.
" Saya tidak ingat bahwa ada sunnah baca ‘bismillah’ secara khusus sehubungan dengan apa yang disebutkan, tetapi penyebutan Anda ‘nama Allah’, itu adalah salah satu sebab yang terdapat nash-nash yang menunjukkan bahwa ‘penyebutan nama Allah’ itu bisa mengusir setan dan menjaga nya dari kejahatan mereka, seperti halnya disyariatkan baca ‘bismillah’ ketika hendak berbaring, ketika memasuki rumah, ketika mau pergi, ketika memasuki masjid, dan ketika meninggalkannya, begitu juga ketika memasuki toilet.
Maka saya berharap apa yang dilakukan orang dalam hal-hal seperti ini yang dimaksud dalam pertanyaan, saya berharap itu amalan yang baik. Karena menuangkan air panas itu, terutama di beberapa tempat yang bisa menjadi tempat tinggal jin, dikhawatirkan akan menimbulkan efek dendam.
Maka jika seseorang menyebut nama Allah dan mengatakan: Bismillah, maka itu adalah bisa jadi sebab untuk mengusir apa yang dia takuti dari kejahatan para syetan.
Dan demikian pula jika seseorang terjatuh atau anak kecil terjatuh, lalu nama Allah disebut kan kepadanya, maka diharapkan itu akan menjadi sebab keselamatannya dari serangan sebagian para setan.
Singkatnya, menyebut nama Allah itu didalamnya terdapat kebaikan, dan itu adalah sarana keselamatan terbesar dari kejahatan yang tampak dan tersembunyi".
PEMBAHASAN KETIGA:
TIDAK SEMUA PERINTAH NABI ﷺ MENUNJUKKAN LARANGAN BACAAN SELAINNYA
Contohnya: PERINTAH ADZAN KETIKA MELIHAT PENAMPAKAN HANTU
Hadits Jabir bin Abdillah ra. Rasulullah ﷺ bersabda:
«إِذَا تَغَوَّلَتْ بِكُمُ الْغِيلَانُ فَنَادُوا بِالْأَذَانِ»
“Jika al-Ghoilaan (jin hantu) menampakkan diri di hadapan kalian maka kumandangkanlah adzan”.
[HR. Ibnu Abi Syaibah dalam kitab Mushannaf-nya 6/93 no.29741, Imam Ahmad dalam Al-Musnad 22/178 no.14277 dan 23/315 no.15091, An-Nasaiy dalam As-Sunan Al-Kubra 9/349 no.10725,Abu Ya’la dalam Musnad-nya 4/153 no.2219, Ibnu Khazaimah dalam kitab Shahih-nya 4/145 no.2549, dan Ibnu As-Sunniy dalam kitab ‘Amal Al-Yaum wa Al-Lailah no.532]
Lihat ta’liq syekh Al-Albaanii pada shahih Ibnu Khuzaimah 4/145 no.2549 !.
Makna Hadist dikumandangkan adzan ketika melihat Ghuul / Syetan :
Hadits ini meskipun jelas dan tegas menyatakan agar mengumandangkan Adzan saat melihat adanya penampakan hantu, namun yang di fahami oleh para ulama adalah mengingat Allah, yang diantaranya adalah dengan adzan.
Imam al-Jazary ketika mensyarahi hadits ini, dia mengatakan:
((أي ادْفَعُوا شَرَّها بِذِكْرِ الله))
Yakni: Kalian tolaklah keburukannya dengan mengingat Allah (dzikrullah).
[Lihat Fathul Majiid hal. 356, Tahqiiq Abdul Qodiir al-Arnauth. Cet. Maktabah Darul Bayaan]
Dan Telah Berkata Pula Syaikh Sholih Fauzan:
“ Makna hadits ini, jika setan ghuul menjelma di hadapanmu segeralah berdzikir kepada Allah sebab dzikir kepada-Nya mengusir syaiton, maka jika engkau berdzikir kepada Allah atau engkau membaca Al-Quran hilanglah perbuatan setan tersebut. (I’anatul Mustafid 2/11)
Begitu pula yang di katakan Syeikh Abdullah al-Gunaimaan dalam syarah kitab at-Tauhid:
يَعْنِي: إِذَا رَأَيْتُمْ شَيْئًا مِنْ هَؤُلَاءِ فَاذْكُرُوا اللَّهَ جَلَّ وَعَلَا، فَإِنَّهُمْ يَهْرُبُونَ
Yakni: Jika kalian melihat sesuatu dari mereka, maka ingatlah kepada Allah Jalla wa 'Alaa ; karena mereka pasti akan kabur melarikan diri.
[Syarah kitab at-Tauhid, al-Mausuu'ah asy-Syaamilah 20/79].
0 Komentar