Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

BENARKAH HARAM MENYEBUT "ALMARHUM" DAN "ALMAGHFUR LAHU" KEPADA SAUDARA MUSLIM YANG TELAH WAFAT?

Di Susun oleh Abu Haitsam Fakhri

KAJIAN NADI AL-ISLAM

﴿بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ﴾

PENDAHULUAN

Ada sebagian para ulama kontemporer dan sebagian para dai di tanah air yang menghukumi Bid'ah dan Haram penyebutan kalimat "almarhum" atau "al-Maghfur lahu" atau yang semisalnya kepada seorang muslim yang sudah meninggal, sehingga seakan-akan menjadi gelar.

Alasan mereka adalah : sesungguhnya tidak diperbolehkan memberikan persaksian atas diri seseorang -bahwa orang itu di syurga atau di neraka- kecuali yang telah dijelaskan dalam nash Al Qur’an. Demikian juga (tidak diperbolehkan) persaksian atas seseorang bahwa ia maghfur lahu (mendapatkan ampunan) atau al marhum (mendapatkan rahmat). 

[Referensi : https://almanhaj.or.id/1772-al-marhum-benarkah-sebutan-ini.html]


Bahkan ada yang memposting seperti ini :



ANEH SEKALI :

Penulis katakan : ada yang aneh dengan mereka yang memfatwakan haram dan bid'ah ucapan "al-marhum" dan "al-maghfurlahu" ini . 

Kenapa ? Karena mereka sendiri membolehkan ucapan sebagai berikut :

غَفَرَالله لَهُ

Ghofarallaahu lahu 

Padahal arti textualnya hampir sama dengan al-maghfur lahu, yaitu sbb: arti (Ghofarallaahu lahu) adalah "Allah telah mengampuninya". Sementara arti (al-Maghfur lahu) adalah "yang diampuni",

Makna textual dari dua ungkapan itu sama-sama bukan doa , melainkan kabar berita . Dan tentunya ,  ketika seseorang menyebutkan masing-masing kalimat tersebut bertujuan hanya sebatas harapan dan doa. Bukan bertujuan untuk menyampaikan kabar berita yang pasti . Karena umat Islam meyakini bahwa tidak ada yang mengetahu perkara ghaib , kecuali Allah SWT . 

Mestinya ungkapan doa ampunan yang sesuai antara makna dan ucapan adalah kata-kata berikut ini :

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ أَوْ عَسَى اللَّهُ أَنْ يَغْفِرَ لَهُ

artinya : "Ya Allah ampunilah dia" ATAU "Semoga Allah mengampuninya ".

Begitu juga mereka membolehkan ucapan :

رَحِمَهُ اللهُ

Rahimahullah

Padahal secara textual artinya sama dengan al-Marhum, yaitu sbb : arti (Rahimahullah) adalah "Allah telah merahmatinya". Adapun arti (al-Marhum) adalah "Yang dirahmati".

Dan tentunya ketika seseorang menyebutkan masing-masing dari kedua kalimat itu niatnya sama yaitu hanya sebatas harapan dan doa.

Mestinya ungkapan doa ramhat yang sesuai antara makna dan ucapan adalah kata-kata berikut ini :

"اللَّهُمَّ ارْحَمهُ أَوْ عَسَى اللَّهُ أَنْ يَرحَمَه"

artinya : "Ya Allah rahmatilah dia" ATAU "Semoga Allah merahmatinya ".

*****

FATWA PARA ULAMA YANG MEMBOLEHKAN 
BESERTA ALASANNYA

Untuk lebih jelasnya silahkan baca penjelasan dalam fatwa para ulama berikut ini:"

FATWA SYAIKH IBNU UTSAIMIN Rahimahullah:

Syeikh Ibnu Utsaimin pernah ditanya: tentang hukum mengatakan:

"فُلاَنٌ المَغْفُوْرُ لَه" ، "فُلانٌ المَرْحُوْمُ ".

"Fulan al-Maghfuur lah [yang diampuni]" dan "Fulan al-Marhuum [yang dirahmati]"?

BELIAU MENJAWAB DENGAN MENGATAKAN:

بعض الناس ينكر قول القائل: " فلان المغفور له، فلان المرحوم”. ويقولون: إننا لا نعلم هل هذا الميت من المرحومين المغفور لهم أو ليس منهم؟

Sebagian orang-orang mengingkari perkataan orang yang berkata: "Fulan al-Maghfuur lah [yang diampuni]" dan "Fulan al-Marhuum [yang dirahmati]". Dan mereka berkata: Kami tidak tahu apakah orang yang meninggal ini termasuk orang yang dirahmati dan diampuni, atau bukan?.

LALU SYEIKH IBNU UTSAIMIN MELURUSKAN KEKELIRUAN PERNYATAAN DIATAS DENGAN RINCIAN SBB:

وهذا الإنكار في محله إذا كان الإنسان يخبر خبراً أن هذا الميت قد رحم أو غفر له، لأنه لا يجوز أن نخبر أن هذا الميت قد رحم، أو غفر له بدون علم قال الله تعالى: {ولا تقف ما ليس لك به علم} لكن الناس لا يريدون بذلك الإخبار قطعاً.

فالإنسان الذي يقول: المرحوم الوالد، المرحومة الوالدة ونحو ذلك لا يريد بهذا الجزم أو الإخبار بأنهم مرحومون، وإنما يريدون بذلك الدعاء أن الله تعالى قد رحمهم والرجاء، وفرق بين الدعاء والخبر.

ولهذا نحن نقول: فلان رحمه الله، فلان غفر الله له، فلان عفا الله عنه.

ولا فرق من حيث اللغة العربية بين قولنا: " فُلاَنُ المَرْحُوْمُ " و " فُلانُ رَحِمَهُ اللهُ " ؛ لأن جملة " رحمه الله " جملة خبرية، والمرحوم بمعنى الذي رحم فهي أيضًا خبرية، فلا فرق بينهما أي بين مدلوليهما في اللغة العربية.

فمن منع " فلان المرحوم " ؛ يجب أن يمنع "فلان رحمه الله ".

Pengingkaran ini berlaku jika seseorang mengabarkan berita [dengan memastikan] bahwa orang yang meninggal itu telah dirahmati atau diampuni, karena tidak boleh bagi kita untuk mengabarkan [dengan pasti] bahwa orang yang telah meninggal itu telah dirahmati, atau diampuni tanpa ilmu [dalil yang dia ketahui]. Allah SWT berfirman:

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ

{Dan janganlah kau berpendirian diatas apa yang tidak kamu ketahui ilmunya}. [QS. Al-Isra: 36]

Akan tetapi [kita tahu] bahwa orang-orang tersebut tidak bermaksud mengabarkannya secara pasti. Karena orang-orang yang mengatakan: Al-Marhum Ayah, al-Marhumah Ibu dan sebagainya tidak bermaksud dengan pernyataan ini atau kabar ini bahwa mereka dengan pasti telah dirahmati. Akan tetapi dengan ucapan itu mereka bermaksud doa dan harapan " semoga Allah Ta'ala merahmati mereka”. Ada perbedaan antara doa dan berita.

Oleh sebab itu kami juga biasa mengatakan:

فلان رحمه الله، فلان غفر الله له، فلان عفا الله عنه.

"Fulan rahimaullah [artinya : fulan, Allah telah merahmatinya]", "Fulan Ghofarulloohu lahu [artinya : fulan, Allah telah mengampuninya], dan " Fulan 'Afallaahu 'anhu [artinya : fulan, Allah telah memaafkannya]'.

Dalam bahasa Arab tidak ada perbedaan antara ucapan kami: فُلاَنُ المَرْحُوْمُ [Fulan al-Marhum] dan فُلانُ رَحِمَهُ اللهُ [Fulan Rahimahullaah] ; Karena kalimat “Rahimahullaah [artinya: Allah telah merahmatinya]” merupakan kalimat kabar berita [deklaratif bukan kalimat doa].

Barang siapa yang melarang perkataan " فُلاَنُ المَرْحُوْمُ [Fulan al-Marhum, yang artinya: Fulan yang dirahmati]" ; maka dia wajib melarang pula perkataan فُلانُ رَحِمَهُ اللهُ [Fulan Rahimahullaah, yang artinya: Fulah, Allah telah merahmatinya]

LALU SYEIKH IBNU UTSAIMIN BERKESIMPULAN:

على كل حال نقول: لا إنكار في هذه الجملة أي في قولنا: " فلان المرحوم" ، " فلان المغفور له " وما أشبه ذلك ؛ لأننا لسنا نخبر بذلك خبرًا ونقول: " إن الله قد رحمه" ، و "إن الله قد غفر له"، ولكننا نسأل الله ونرجوه فهو من باب الرجاء والدعاء وليس من باب الإخبار، وفرق بين هذا وهذا.

Bagaimanapun keadaanya, maka kami katakan:

“Bahwa tak ada pengingkaran pada kalimat ini, yaitu pada ucapan kami yakni Fulan Al-Marhum dan Fulan Al-Maghfurlahu atau yang semisalnya.

Dan sesungguhnya dengan kalimat itu kami tidak bermaksud menyampaikan berita bahwa sesungguhnya ALLAH Ta'ala [pasti] telah merahmatinya dan [pasti] telah mengampuninya, akan tetapi, dengan kalimat itu kami bermaksud memohon kepada ALLAH Ta'ala dan berharap. Maka ini masuk dalam bab pengharapan beserta doa, bukan masuk bab pengkabaran berita.

Dan tidak ada bedanya antara ini [yakni: al-marhum = yang dirahmati] dan itu [yakni: rahimahullah = Allah telah merahmatinya].
.
[Majmu' Fatawa Wa Rasail Syaikh Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin: no. 505 3/135-136]

*****

FATWA SYEIKH IBNU UTSAIMIN DALAM نُوْرٌ عَلَى الدَّرْبِ (a-263) :

PENANYA:

له سؤال ءاخر يقول فضيلة الشيخ هل تصح كلمة المرحوم للأموات مثلا أن نقول المرحوم فلان أرجو بهذا إفادة مأجورين؟

Dia punya pertanyaan lain, dia bertanya: Yang Mulia, Apakah ucapan Al-Marhum itu benar untuk orang mati, misalnya kita mengatakan: al-marhum, si anu?

Saya berharap dengan pertanyaan ini mendapat jawaban, semoga diberi pahala?

JAWABAN SYEIKH:

إذا قال القائل وهو يتحدّث عن ميت المرحوم أو المغفور له أو ما أشبه ذلك إذا قالها خبرا فإنه لا يجوز لأنه لا يدري هل حصلت له الرحمة أم لم تحصل له والشيء المجهول لا يجوز للإنسان الجزم به ولأن هذا شهادة له بالرحمة أو المغفرة من غير علم والشهادة من غير علم محرّمة.

وأما إذا قال ذلك على وجه الدعاء والرجاء بأن الله تعالى يغفر له ويرحمه فإن ذلك لا بأس به ولا حرج فيه. ولا فرق بين أن تقول المرحوم أو فلان رحمه الله لأن كلا الكلمتين بل لأن كلتا الكلمتين صالحتان للخبر وصالحتان للدعاء فهو على حسب نية القائل ولا شك أن الذين يقولون فلان المرحوم أو فلان المغفور له لا يريدون بذلك الخبر والشهادة بأنه مرحوم ومغفور له وإنما يريدون بذلك الرجاء والتفاؤل والدعاء وعلى هذا فتكون هذه الكلمة ليس فيها حرج ولا بأس.

Jika ada orang ketika membicarkan tentang mayit lalu dia berkta: " Al-Marhum [yang dirahmati] atau al-Maghfur lahu [yang diampuni], atau sejenisnya, jika dia mengatakannya bermaksud menyampaikan berita [yang memastikan], maka itu tidak boleh karena dia tidak tahu apakah si mayit itu mendapatkan rahmat baginya atau tidak.

Dan sesuatu yang tidak diketahui tidak boleh bagi manusia untuk memastikannya, dan juga karena ini adalah kesaksian baginya tentang rahmat atau pengampunan tanpa ilmu pengetahuan. Dan hukum kesaksian tanpa ilmu pengetahuan adalah diharamkan.

Dan adapun jika dia mengucapkannya dalam bentuk doa dan harapan agar Allah Ta'ala berkenan mengampuni dan merahmatinya, maka hal itu tidak apa-apa, dan tidak ada yang salah dengan itu.

Tidak ada perbedaan antara mengucapkan [Al-Marhum = yang dirahmati] atau [Fulan rahimahullah = Fulan, Allah telah merahmatinya] ; karena kedua kalimat itu berlaku sama, bahkan karena kedua kalimat itu sama-sama sah dan dibenarkan untuk berita dan sah pula untuk doa.

Maka hal ini tergantung pada niat orang yang mengucapkannya. Dan tidak ada keraguan bahwa mereka yang mengatakan " fulan, almarhum" atau fulan al-maghfur lah", tidak bermaksud sebagai berita dan kesaksian bahwa dia yang rahmati [secara pasti] dan diampuni [secara pasti].

Akan tetapi, mereka hanya sebatas menginginkan harapan, optimisme, dan doa. Dan berdasarkan ini, maka tidak ada yang salah dengan kalimat al-Marhum ini.

*****

FATWA SYAIKH IBNU JIBRIN:

Beliau pernah ditanya:

س: ما حكم إطلاق كلمة المرحوم أو المغفور له على الميت؟

Apa hukum memutlaq-kan kata Al-Marhum atau Al-Maghfurlahu kepada mayit?

Lali beliau menjawab:

ج: أرى أنه لا بأس بذلك تفاؤلا كالدعاء كما يقال غفر الله له، فهو مغفور له بواسطة دعاء إخوانه المسلمين، وليس في ذلك جزم ولا تزكية.

Saya berpendapat bahwa hal itu tidak mengapa, sebagai ungkapan tafaaul [harapan baik], sama halnya dengan ungkapan Ghafarallahulahu [Allah telah mengampuninya], maka ungkapan ini sama artinya dengan Maghfur lahu [yang diampuni] dengan perantaraan doa saudara-saudaranya kaum muslimin, yang demikian itu bukanlah kalimat jazm (Pemastian) dan bukan pula tazkiyah (Penetapan kesucian).
.
[Fatawa Syaikh Ibnu Jibrin: 81/17]

*****

FATWA DR. KHALID ABDUL ALIIM AL-MUTAWALLI

PERTANYAAN:

هل يجوز أن يقال للميت المرحوم فلان أو المغفور له فلان ؟

Bolehkah mengucapkan kepada orang yang sudah meninggal: " al-Marhum Fulan atau al-"Maghfur lah Fulan"?

JAWAB:

أما إذا قال هذا على سبيل الرجاء والطمع في رحمة الله فلا حرج منه ، كما يمكن أن يعلق هذا الرجاء بالمشيئة كأن يقول: المغفور له بإذن الله أو المرحوم بإذن الله.

Adapun jika ia mengatakan ini karena berharap dan sangat berkeinginan agar mendapatkan rahmat Allah, maka tidaklah mengapa ; sama halnya harapan ini bisa juga dikaitkan dengan al-masyi'ah, seperti dia berkata:

المغفور له بإذن الله أو المرحوم بإذن الله

Al-Maghfur lahu Bi idznillah [Yang diampuni, insya Allah], atau al-Marhum bi idznillah [yang dirahmati, insya Allah].

LALU BELIAU MENGUTIP FATWA SYEIKH IBNU 'UTSAIMIIN:

وقال الشيخ محمد بن عثيمين رحمه الله: [قول (فلان المرحوم) أو (تغمده الله برحمته) لا بأس بها ، لأن قولهم (المرحوم) من باب التفاؤل والرجاء ، وليس من باب الخبر ، وإذا كان من باب التفاؤل والرجاء فلا بأس به. وأما (انتقل إلى رحمة الله) فهو كذلك فيما يظهر لي أنه من باب التفاؤل ، وليس من باب الخبر ، لأن مثل هذا من أمور الغيب ولا يمكن الجزم به... ولا يقال " انتقل إلى الرفيق الأعلى ".]

انتهى من مجموع فتاوى الشيخ محمد بن عثيمين رحمه الله 3/85

Syekh Muhammad bin Utsaimin, semoga Allah merahmatinya, berkata:

[Perkataan "Si Fulan, Almarhum"] atau [" Taghomadallahu Birohmatih" artinya: Allah telah menyelimutinya dengan rahmat-Nya"] tidak lah mengapa, karena ucapan mereka "Al-Marhum" adalah termasuk dalam BAB optimisme dan harapan, bukan termasuk dalam BAB pengkabaran. Dan jika tujuannya adalah dalam BAB optimisme dan harapan ; maka tidaklah mengapa.

Adapun perkataan: [pulang ke rahmat Allah], maka itu juga sama hukumnya ; karena menurut yang nampak pada pandangan saya bahwa itu masuk dalam katagori optimisme, dan bukan katagori berita. Karena hal-hal seperti itu adalah bagian dari perkara-perkara yang gaib dan itu tidak dapat dipastikan.... dan tidak bisa dikatakan: "Pindah ke ar-Rofiiq al-A'laa [yakni: Allah]".

Akhir kutipan dari Majmu' Fataawa Syeikh Muhammad bin Utsaimin, semoga Allah merahmatinya, 3/85 




Posting Komentar

1 Komentar

  1. Ma sya Allah.. kalau sy perhatika fatwa fatwa dari Para Syekh mengedepankan Husnudzon terhadap yg mengucapkannya, tapi kok kenapa Ustdz Ustdz salafi yg mana murid dari Syekh nya berbeda memfatwakannya

    BalasHapus