Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

SEJARAH FAHAM "SYARIAT" "MA'RIFAT" & "HAKIKAT". SERTA KONSEP "WIHDATUL WUJUD" DAN "AHLI HIKMAH" SEBELUM ISLAM DATANG DAN SESUDAHNYA

SEJARAH FAHAM SYARIAT MARIFAT DAN HAKIKAT". 
SERTA KONSEP "WIHDATUL WUJUD" DAN "AHLI HIKMAH" SEBELUM ISLAM DATANG DAN SESUDAHNYA

Di Tulis oleh Abu Haitsam Fakhry

KAJIAN NIDA AL-ISLAM

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

-----

DAFTAR ISI:

  • PENDAHULUAN:
  • A. DEFINISI FAHAM SYARI'AT, MA'RIFAT DAN HAQIQAT.
  • B. PENGANUT FAHAM MA'RIFAT DAN HAKIKAT YANG SESAT DALAM AL-QUR'AN.
  • SEJARAH TENTANG TINGKATAN DAN TAHAPAN SPIRITUAL: SYARIAT, HAQIQAT DAN MAKRIFAT SERTA WIHDATUL WUJUD.
  • DALAM AGAMA DEWA DEWI HINDU:
  • MADZHAB YOGA DALAM AGAMA HINDU:
  • THAREKAT YOGA MENUJU HAKIKAT, MAKRIFAT DAN PENYATUAN DIRI DENGAN TUHAN.
  • TANGGA DAN TAHAPAN TAREKAT YOGA MENUJU PENYATUAN DIRI DENGAN TUHAN:
  • YOGA HINDU ALA SAI BABA
  • MEDITASI SYIRIK DALAM YOGA HINDU.
  • RITUAL OLAH TUBUH DAN SPIRITUALITAS SYIRIK DALAM YOGA HINDU
  • JADWAL WAKTU RITUAL YOGA:
  • RE-INKARNASI DALAM HINDU:
  • FRE-INKARNASI DALAM YOGA HINDU:
  • FAHAM HAKIKAT DAN MAKRIFAT DALAM AGAMA DEWA DEWI YUNANI:
  • RINGKASAN KONSEP AQIDAH FILOSOFI PLATO YUNANI:
  • FAHAM HAKIKAT DAN MAKRIFAT DALAM AGAMA YAHUDI DAN KRISTEN:
  • MAKRIFAT DALAM YAHUDI DAN KONSEPNYA:
  • MAKRIFAT DALAM KRISTEN DAN KONSEPNYA:
  • METHODE PEMAHAMAN HAKIKAT DAN MAKRIFAT DALAM AGAMA TAHUDI DAN AGAMA DEWA DEWI YUNANI.
  • MASUKNYA FAHAM SYARIAT, HAKIKAT, MAKRIFAT DAN WIHDATUL WUJUD DALAM ISLAM
  • HADIST-HADIST PALSU YANG DI CIPTAKAN OLEH KELOMPOK AHLI MAKRIFAT DALAM ISLAM.
  • LEWAT ABDULLAH BIN SABA YAHUDI DAN PARA PENGIKUTNYA, FAHAM KEBATHINAN, HAQIQAT DAN MAKRIFAT MASUK DALAM UMAT ISLAM
  • PENGARUH ABDULLAH BIN SABA DALAM MENYESATKAN AQIDAH UMAT ISLAM
  • MUHAMMAD BIN AL-HANAFIYYAH DAN AL-MUKHTAR ATS-TSAQOFY:
  • ABU HASYIM BIN MUHAMMAD BIN AL-HANAFIYYAH [W. 98 H]:
  • BAYAN BIN SAM'AN AT-TAMIMY AN-NAHDY:
  • ABUL KHOTHTHOB AL-ASADY DAN SEKTE AL-KHOTHTHOBIYAH:
  • RE-INKARNASI VERSI ABUL KHOTHTHOB AL-ASADY:
  • MUNCULNYA SEKTE AN-NUSHAIRIYAH DAN SEKTE ISMAILIYYAH:
  • FAHAM HAKIKAT, MAKRIFAT DAN WIHDATUL WUJUD DALAM ALIRAN SUFI KEBATHINAN [TASAWUF]:
  • PEMBAGIAN MAKNA DZOHIR DAN BATHIN PADA SEBAGIAN ALIRAN SUFI:
  • HAKIKAT “ILMU HAKIKAT” PADA SEBAGIAN ALIRAN SUFI
  • FAHAM PENYATUAN WUJUD [WIHDATUL WUJUD] DALAM SEBAGIAN SEKTE SUFI:
  • TINGKATAN DAN TAHAPAN SEPRITUAL PADA AJARAN SUFI KEBATINAN:
  • RITUAL MENGHADIRKAN ROH MURSYID SAAT BERIBADAH KEPADA ALLAH DALAM TAREKAT SUFI:
  • URGENSINYA MURSYID DALAM SEBAGIAN TAREKAT SUFI:
  • CIRI DAN KARAKTER YANG HARUS DIPENUHI MURSYID DALAM TAREKAT SUFI
  • PENGKULTUSAN KEPADA MURSYID:
  • BUKAN DARI AJARAN ISLAM: KEYAKINAN ROH ORANG MATI BISA DI PANGGIL DAN BISA GENTAYANGAN:
  • PARA SYUHADA UHUD TIDAK BISA KEMBALI KE DUNIA WALAU SESAAT:
  • PARA SAHABAT NABI TIDAK ADA YANG MAMPU MENGHADIRKAN NABI SAW SETELAH BELIAU WAFAT.
  • FATWA NYELENEH DARI SEBAGIAN ULAMA SUFI YANG SUDAH TINGKAT MAKRIFAT DAN WIHDATUL WUJUD:
  • STANDAR WALI ALLAH, AHLI MA’RIFAT DAN AHLI HAQIQAT YANG BENAR
  • PENUTUP.
  • LANGKAH-LANGKAH YANG SYAR'I DALAM MENSUCIKAN HATI DAN MENDEKATKAN DIRI KEPADA ALLAH.
    ============

    بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

    SEJARAH TENTANG TINGKATAN DAN TAHAPAN SPIRITUAL SYARIAT, HAQIQAT DAN MAKRIFAT SERTA WIHDATUL WUJUD.

    ============

    PENDAHULUAN:

    A. DEFINISI FAHAM SYARI’AT, MA’RIFAT DAN HAQIQAT

    Ada "Empat Pintu atau Empat Tangga atau Empat Tahapan" dalam Sufisme untuk menuju penyatuan dengan Tuhan:

    [1] Syari’at (Arab: شَرِيعَة): 

    Syariat adalah wujud ketaatan salik kepada Allah dengan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya.

    [2] thariqat (Arab: طَرِيقَة): 

    Tarekat adalah kesungguhan hati (mujahadah al-nafs) dan meningkatkan kualitas karakter hati yang kurang menuju kesempurnaan dan naik dalam posisi kesempurnaan dengan sebab ditemani oleh para mursyid. Tarikat adalah jembatan yang menjadi perantara dari syariah menuju hakikat.

    [3] Haqiqat (Arab: حَقِيقَة): 

    Hakikat adalah sampainya seseorang salik pada tujuannya, yakni makrifat kepada Allah.

    [4] Ma'rifat (Arab: مَعْرِفَة): 

    Dalam tasawuf makrifat berarti mengetahui Allah Subhanahu wa Ta'alaa dari dekat.

    Sedangkan dalam Alevisme : Ma’rifat mendahului Haqiqat karena Haqiqat adalah Pintu keempat dalam Alevisme bukan pintu ketiga seperti dalam Sufisme.

    Alevisme [عَلَفِيآ] adalah aliran Sufisme yang bersumber dari Syiah yang bercampur sinkretisme Islam dan sufisme. Alevi diklasifikasikan sebagai cabang dari Syiah

    Mereka mengatakan : “Sebuah metafora untuk menjelaskan makna ma’rifat melibatkan pengumpulan mutiara. Syari’at adalah perahu; thariqat diwakili oleh pengayuhan dan penyelaman pengumpul mutiara. Haqiqat adalah mutiara. Dan ma’rifat adalah anugerah untuk melihat mutiara sejati secara terus-menerus”.

    Di kenal pula dengan istilah Mistisisme Islam . Yang artinya adalah pergulatan diri untuk mencari cahaya, petunjuk, jalan, dan upaya untuk menyatukan diri dengan Tuhan. Mistisisme merupakan jalan untuk membuka alam gaib, yang tidak setiap orang mampu menempuhnya.

    Mistisisme dalam Islam di sebut Tasawwuf. Sementara oleh kaum orientalis barat disebut Sufisme. Jadi kata Susfisme dalam istilah Orientalis Barat adalah khusus digunakan untuk istilah mistisisme Islam.  

    Kata Mistisisme sendiri berasal dari kata Mistik yang berasal dari bahasa Yanani Mystikos, yang artinya rahasia, tersembunyi, gelap atau terselubung dalam kekelaman .

    Menurut Lorens Bagus : Mistsisisme adalah suatu pendekatan spiritual dan non diskurtif kepada persekutuan jiwa kepada Allah, atau apa saja yang dipandang sebagai realitas sentral alam”. [ Kamus Filsafat, Jakarta, Gramedia, 2005, cet. IV hal. 653]. 

    SEBELUM ISLAM DATANG :

    Aliran berfaham ma’rifat dan hakikat ini telah ada sebelum Islam datang, sebagaimana yang terdapat dalam agama Hindu, Budha, agama Dewa Dewi Yunani, Yaahudi, Kristen dan lain-nya .

    Contohnya : dalam agama Hindu :  

    Empat macam tangga (yoga) utama, yaitu sbb:

    [1] - KARMA-YOGA (Tangga Syari'at, yaitu dengan melaksanakan kewajiban sebaik-baiknya dengan ikhlas)

    [2] - BHAKTI-YOGA, (Tangga Hakikat, yaitu dengan mencintai Tuhan dan menyayangi segala makhluk)

    [3] - JNANA-YOGA (Tangga Makrifat, yaitu dengan mencari pengetahuan dan berkontemplasi tentang Tuhan hingga bisa melihat wujud Tuhan)

    [4] - RAJA-YOGA (Wahdatul Wujud / menyatukan dirinya dengan Tuhan dengan cara mengendalikan pikiran dengan meditasi, sikap tubuh, atau semacamnya)

    DEFINISI MA’RIFAT :

    Secara bahasa makrifat berasal dari bahasa Arab, yaitu kata ‘arafa, ya’rifu, ‘irfan, ma’rifah yang berarti pengetahuan atau pengenalan.

    Makrifat secara bahasa juga berarti mengetahui sesuatu apa adanya atau ilmu yang tidak lagi menerima keraguan.

    Sedangkan menurut istilah para sufi, makrifat secara umum diartikan sebagai melihat Tuhan dari dekat dengan menggunakan mata hati.

    Penyebutan ma’rifah dalam lidah masyarakat Indonesia dikenal dengan sebutan “makrifat”.

    Dalam bahasa Yunani dan bahasa Inggris , makrifat dikenal dengan istilah gnosis, sedangkan orang yang telah mencapai tahapan makrifat (‘arif) dikenal dengan gnostik-mistik.

    Istilah 'Arif , "Gnostik" telah digunakan untuk menunjuk para mistikus tingkat lanjut yang telah mencapai Maqam spiritual ma'rifat.

    PERHATIAN !:

    Pemahaman tentang Syariat, ma’rifah dan Hakikat jika diteliti mempunyai pengertian atau makna yang berbeda-beda pada setiap sekte dan pada setiap zaman ke zaman.

    Dan tentunya tidak semua faham Syari'at, Ma'rifat dan Hakikat dalam Islam itu sesat, apalagi Kafir. Itu semua hanya kata-kata istilah, yang hakikatnya tergantung pada subtansi ajarannya, keyakinannya dan amalannya .

    Sama seperti halnya penggunaan istilah kata Taqorrub [mendekatkan diri], dimana istilah ini bisa digunakan untuk kesesatan dan bisa pula untuk kebenaran . Sebagaimana dalam firman Allah SWT tentang penyalahgunaan kata Taqarrub yang diucapkan kaum musyrikin Quraisy untuk mengemas kesyirikan:

    ﴿وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِهِ أَ وْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَىٰ إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيه ِ يَخْتَلِفُونَ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ﴾

    Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah, berkata: "Kami menyembah mereka, melainkan agar mereka bertaqarrub [mendekatkan kami] kepada Allah dalam kedudukan yang lebih tinggi." Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka perselisihkan. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dusta dan kafir. [QS. Az-Zumar : 3]

    Berbeda dengan makna Taqarrub yang digunakan benar-benar untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, yaitu sebagaimana dalam sabda Nabi  :

    "وَمَا تَقَرَّبَ إِلِيَّ عَبْدِيْ بِشَيءٍ أَحَبَّ إِلِيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُهُ عَلَيْهِ. ولايَزَالُ عَبْدِيْ يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ".

    Tidaklah seorang hamba–Ku bertaqarrub [mendekatkan diri] kepada–Ku dengan sesuatu yang lebih  Aku cintai daripada hal–hal yang telah Aku wajibkan baginya. Senantiasa hamba–Ku bertaqarrub [mendekatkan diri] kepada–Ku dengan amalan–amalan nafilah (sunnah) hingga Aku mencintainya”. [HR. Bukhori no. 6502].

    Maka semua itu kita kembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya. 

    Allah SWT berfirman :

    ﴿يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا﴾

    Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. [QS. An-Nisaa : 59].

    Dan didalam pendahuluan ini penulis hanya membahas kemutlakan tentang sejarah sekte-sekte yang menggunakan istilah-istilah tersebut, baik sebelum Islam datang, maupun sesudahnya. 

    Definisi Ma’rifat (Gnostik) Versi Agama Dewa Dewi Yunani dan Kristen :

    Ma’rifat dalam bahasa Inggris adalah Gnostik dari kata Yunani Gnosis, yang artinya pengetahuan.

    Aliran berfaham Gnostik ini mengajarkan upaya pelepasan diri dari dunia menuju Tuhan, dari Iman ke pengetahuan (gnosis/ makrifat).

    Aliran gnosis ini merupakan hasil peleburan antara berbagai gagasan dalam filsafat Yunani Kuno dan Kitab Suci Kristen.

    Aliran ini merupakan peleburan dari gagasan-gagasan yang diambil dari filsafat Yunani dengan unsur-unsur dari agama rahasia (agama misteri) Yunani dan gagasan dari Kitab Suci Kristen. [Di Kutip dari artikel : Aliran Gnostik dalam Sejarah Filsafat Barat]

    Definisi Ma’rifat atau Gnostik Versi Sufi:

    Makrifat adalah pengetahuan yang diperoleh melalui akal, sedangkan dalam tasawuf makrifat berarti mengetahui Allah Subhanahu wa Ta'alaa dari dekat.

    Dengan Makrifat, seorang Sufi lewat hati merasa sangat dekat dengan Tuhan. Mengetahui hinanya diri sendiri dan menerima semua yang sudah ditakdirkan oleh Allah SWT di dalam keduniaan fana ini.

    Lebih jelas lagi, ialah merupakan pengetahuan mistis tentang Tuhan atau "Dzat yang Maha Suci lagi Tinggi" yang menjadi tujuan akhir pengikut Tasawuf.

    Seorang shufi untuk sampai pada tingkatan Makrifat, maka ia harus menempuh jalan spiritual yang kemudian dikategorikan oleh para pemikir Sufi ke dalam serangkaian "Tingkatan" yang diikuti oleh serangkaian langkah [thariqat] lain serta "keadaan", yang harus dilalui seorang Sufi hingga dia mampu "bersatu dengan Tuhan (Wihadatul Wujud)” alias “Manunggaling Kawula Ing Gusti” atau “Lir Kadio Keris Melebu Ing Werongone”.  

    Makrifat menurut mereka adalah merupakan cahaya yang memancar kedalam hati, menguasai daya yang ada dalam diri manusia dengan sinarnya yang menyilaukan.

    Ungkapan Makrifat ini dapat ditemukan dalam puisi Sufi Jalāl al-Dīn al-Rūmī (1207–73) dan Ibnu al-ʿArabī (1165–1240).

    DEFINISI HAQIQAT :

    Hakikat merupakan tingkat terakhir dari tasawuf. Hakikat adalah sampainya seseorang salik pada tujuannya, yakni makrifat kepada Allah. Hakikat juga diartikan sebagai buah dari perjalanan seseorang dalam mencari Allah. Para ahli tasawuf menyatakan bahwa tahap akhir tasawuf ini adalah memahami hakikat-hakikat sesuatu, seperti rahasia Alquran serta ilmu-ilmu ghaib yang tidak mampu disingkap tabirnya.

    Diantara Ulama Sufi yang mengkalim bahwa dirinya telah sampai pada tahapan haqiqat adalah al-Husain Bin Mansur al-Hallaj (wafat 309 H / 922 M) yang pernah berkata:

    ‘Ana al-Haqq’, yang berarti aku adalah Yang Hakiki [yakni Hakikat Tuhan].

    DR. Ali Isa al-‘Aakuub dalam “موقع الشيخ الأكبر محي الدين ابن العربي” berkata :

    مَنْصُورٌ الحَلَّاجُ الَّذِي كَانَ يَقُولُ: «أَنَا الحقُ» كَانَ يَكْنُسُ تُرَابَ كُلِّ طَرِيقٍ بِالأَهْدَابِ وَقَدْ غَرِقَ فِي قَلْزُمِ فَنَائِهِ وَعِنْدَئِذٍ أَخَذَ يَنْظِمُ دَرَّ «أَنَا الحقُ»

    Mansur al-Hallaj yang pernah berkata: "Ana al-Haq" (Akulah al-Haq)

    Dulu dia biasa menyapu debu di setiap jalan dengan ujung bawah bajunya, dan dia tenggelam dalam samudra kefana’an dirinya [menyatu dengan Tuhan]. Pada saat itulah dia mulai merangkai kalimat "Ana al-Haq".

    Perkataan al-Hallaj inilah yang disebut dengan tauhid sufistik. Tauhid sufistik adalah ketika kalimat syahadat ‘la ilaha illa Allah’ tidak lagi kita artikan ‘Tiada Tuhan selain Allah’, melainkan ‘Tidak ada hakikat (realitas) yang sejati kecuali Allah’. Di sini dapat dipahami bahwa hanya Allah lah yang riil, yang hakiki, sedangkan yang lainnya dalah semu.

    Dia mengatakan tentang hulul (penyatuan) dan ittihad (persatuan). Artinya:

    أَيْ: أَنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَدْ حَلَّ فِيهِ، وَصَارَ هُوَ وَاللَّهُ شَيْئًا وَاحِدًا. تَعَالَى اللَّهُ عَنْ ذَلِكَ عُلُوًّا كَبِيرًا.

    Allah Yang Maha Tinggi telah meresap ke dalam dirinya dan menjadikannya satu dengan Allah. Maha Suci Allah dari hal itu dengan kesucian yang tinggi.

    Inilah yang membuatnya diterima oleh orientalis Kristen karena pandangannya sesuai dengan mereka, yaitu bahwa mereka percaya bahwa Allah telah meresap ke dalam diri Isa (a.s.). Karena itu, al-Hallaj berbicara tentang ketuhanan dan kemanusiaan seperti yang dilakukan oleh orang Kristen. Salah satu puisinya:

    سُبْحَانَ مَنْ أَظْهَرَ نَاسُوتَهُ *** سِرَّ لَهُوتِهِ الثَّاقِبِ

    ثُمَّ بَدَا فِي خَلْقِهِ ظَاهِرًا *** فِي صُورَةِ الآكِلِ وَالشَّارِبِ

    Mahasuci Dia yang menampakkan kemanusiaan-Nya, 

    Rahasia ketuhanan-Nya yang menembus. 

    Kemudian tampak dalam ciptaan-Nya, 

    Dalam bentuk yang makan dan minum.

    Ketika Ibn Khafif mendengar syair ini, dia berkata:

    عَلَى قَائِلِ هَـٰذَا لَعْنَةُ اللَّهِ. فَقِيلَ لَهُ: هَـٰذَا شِعْرُ الحَلَّاجِ. فَقَالَ: إِن كَانَ هَـٰذَا اعْتِقَادُهُ فَهُوَ كَافِرٌ

    "Semoga laknat Allah menimpa pengucap kata-kata ini." Lalu dikatakan kepadanya: "Ini adalah syair al-Hallaj." Dia menjawab: "Jika ini adalah keyakinannya, maka dia adalah seorang kafir."

    3. Dia mendengar seseorang membaca ayat dari Al-Qur'an, lalu dia berkata:

    أَنَا أَقْدِرُ أَنْ أُؤَلِّفَ مِثْلَ هَـٰذَا

    "Saya bisa membuat sesuatu yang mirip dengan ini."

    4. Salah satu puisinya:

    عَقَدَ الخَلَائِقُ فِي الإِلَهِ عَقَائِدَ *** وَأَنَا اعْتَقَدْتُ جَمِيعَ مَا اعْتَقَدُوهُ

    Makhluk-makhluk telah menetapkan keyakinan-keyakinan tentang Tuhan,

    Dan aku meyakini bahwa semua tuhan yang mereka yakini adalah aku.

    Kata-kata ini, meskipun mengandung pengakuan dan keyakinan terhadap semua kekufuran yang diyakini oleh sekte-sekte sesat, tetap saja kata-kata tersebut kontradiktif dan tidak dapat diterima oleh akal sehat, karena bagaimana mungkin seseorang meyakini tauhid dan syirik secara bersamaan?!

    5. Dia memiliki pernyataan yang membatalkan rukun Islam dan fondasi-fondasinya yang utama, yaitu shalat, zakat, puasa, dan haji.

    6. Dia mengatakan:

    إِنَّ أَرْوَاحَ الأَنْبِيَاءِ أُعِيدَتْ إِلَى أَجْسَادِ أَصْحَابِهِ وَتُلاَمِيذِهِ، فَكَانَ يَقُولُ لِأَحَدِهِمْ: أَنْتَ نُوحٌ، وَلِآخَرَ: أَنْتَ مُوسَى، وَلِآخَرَ: أَنْتَ مُحَمَّدٌ.

    Roh-roh para nabi telah dikembalikan ke tubuh para sahabat dan murid-murid al-Hallaj. Al-Hallaj berkata kepada salah seorang dari mereka: "Kamu adalah Nuh," kepada yang lain: "Kamu adalah Musa," dan kepada yang lain: "Kamu adalah Muhammad."

    7. Ketika dia akan dibawa ke tempat eksekusi (karena dia dihukum mati), dia berkata kepada para pengikutnya:

    لَا يُهَوِّلَنَّكُمْ هَـٰذَا، فَإِنِّي عَائِدٌ إِلَيْكُمْ بَعْدَ ثَلاَثِينَ يَوْمًا

    "Jangan terkejut oleh ini, karena saya akan kembali kepada kalian setelah tiga puluh hari."

    Namun nyatanya setelah dia dibunuh, dia tidak pernah kembali lagi.

    Karena perkataan-perkataan tersebut dan lainnya, maka para ulama pada masanya sepakat bahwa dia adalah kafir dan zindik, sehingga dia dibunuh di Baghdad pada tahun 309 H.

    Dan berkata Syekhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah:

    (مَنْ اعْتَقَدَ مَا يَعْتَقِدُهُ الْحَلاجُ مِنْ الْمَقَالاتِ الَّتِي قُتِلَ الْحَلاجُ عَلَيْهَا فَهُوَ كَافِرٌ مُرْتَدٌّ بِاتِّفَاقِ الْمُسْلِمِينَ ; فَإِنَّ الْمُسْلِمِينَ إنَّمَا قَتَلُوهُ عَلَى الْحُلُولِ وَالاتِّحَادِ وَنَحْوِ ذَلِكَ مِنْ مَقَالاتِ أَهْلِ الزَّنْدَقَةِ وَالإِلْحَادِ كَقَوْلِهِ : أَنَا اللَّهُ . وَقَوْلِهِ : إلَهٌ فِي السَّمَاءِ وَإِلَهٌ فِي الأَرْضِ . . .  وَالْحَلاجُ كَانَتْ لَهُ مخاريق وَأَنْوَاعٌ مِنْ السِّحْرِ وَلَهُ كُتُبٌ مَنْسُوبَةٌ إلَيْهِ فِي السِّحْرِ . وَبِالْجُمْلَةِ فَلا خِلافَ بَيْنِ الأُمَّةِ أَنَّ مَنْ قَالَ بِحُلُولِ اللَّهِ فِي الْبَشَرِ وَاتِّحَادِهِ بِهِ وَأَنَّ الْبَشَرَ يَكُونُ إلَهًا وَهَذَا مِنْ الآلِهَةِ : فَهُوَ كَافِرٌ مُبَاحُ الدَّمِ وَعَلَى هَذَا قُتِلَ الْحَلاجُ)

    (Barangsiapa yang meyakini apa yang diyakini oleh Al-Hallaj dari keyakinan-keyakinan yang karenanya Al-Hallaj dihukum mati, maka dia adalah seorang kafir murtad menurut kesepakatan kaum Muslimin; sesungguhnya kaum Muslimin membunuhnya karena keyakinan hulul dan ittihad dan sejenisnya dari keyakinan-keyakinan ahli zindiq dan ilhad seperti ucapannya: "Aku adalah Allah" dan ucapannya: "Ada Tuhan di langit dan Tuhan di bumi" ...

    Al-Hallaj memiliki tipuan dan berbagai jenis sihir dan dia memiliki buku-buku yang dinisbatkan kepadanya dalam sihir.

    Dan secara umum, tidak ada perbedaan di kalangan umat bahwa barangsiapa yang berkata dengan hulul Allah dalam manusia dan bersatunya dengan manusia dan bahwa manusia menjadi Tuhan, maka dia adalah kafir yang halal darahnya dan dengan alasan ini Al-Hallaj dihukum mati). Selesai, Majmu' Al-Fatawa (2/480).

    Dan Ibnu Taimiyah juga berkata:

    ( وَمَا نَعْلَمُ أَحَدًا مِنْ أَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ ذَكَرَ الْحَلاجَ بِخَيْرِ لا مِنْ الْعُلَمَاءِ وَلا مِنْ الْمَشَايِخِ ; وَلَكِنَّ بَعْضَ النَّاسِ يَقِفُ فِيهِ ; لأَنَّهُ لَمْ يَعْرِفْ أَمْرَهُ)

    (Dan kami tidak mengetahui ada seorang pun dari imam-imam Muslimin yang menyebut Al-Hallaj dengan kebaikan, tidak dari kalangan ulama maupun dari kalangan masyayikh; namun sebagian orang bersikap netral terhadapnya karena dia tidak mengetahui urusannya). Selesai, Majmu' Al-Fatawa (2/483).

    Untuk referensi lebih lanjut dapat merujuk kepada:

    Tārīkh Baghdād karya Al-Khatib Al-Baghdadi (8/112-141). Al-Muntazam karya Ibnu Al-Jauzi (13/201-206). Siyar A'lam An-Nubala karya Adz-Dzahabi (14 / 313-354). Al-Bidayah wa An-Nihayah karya Ibnu Katsir (11/132-144).

    ====

    B. PENGANUT FAHAM MA’RIFAT DAN HAQIQAT YANG SESAT DALAM AL-QUR’AN

    Tidak semua faham tentang Ma'rifat itu sesat dan kafir, itu tergantung pada subtansi-nya, sumber-nya dan amalan-nya . Namun yang penulis bahas pada point pembahasan yang ini adalah Ma'rifat yang sesat. 

    Kepercayaan dan keyakinan tentang Makrifat dan Wihdatul Wujud [Penyatuan hamba dengan Tuhan] telah ada sejak dahulu. Tidak diketahui sejak kapan adanya. Di antaranya di Yunani, India dan Mesir.

    Sebelum Nabi Musa 'alaihissalam diutus pun keyakinan tersebut sudah ada. Untuk memperkuat hal ini ada beberapa ayat al-Qur'an yang mengisayaratkan nya, diantaranya adalah sbb:

    KE 1: Firman Allah SWT tentang perkataan Samiri yang menunjukkan bahwa bisnis dirinya makrifat pada penglihatan gaib yang tidak bisa ditembus oleh penglihatan manusia selain dirinya:

    {قَقَالَ بَصُرْتُ بِمَا لَمْ يَبْصُرُوا بِهِ فَقَبَضْتُ قَبْضَةً مِنْ أَثَرِ الرَّسُولِ فَنَبَذْتُهَا وَكَذَلِكَ سَوَّلَتْ لِي نَفْسِي (96)}

    Samiri menjawab, 'Aku mengetahui sesuatu yang mereka tidak mengetahuinya, maka aku ambil segenggam dari jejak rasul, lalu aku melemparkannya dan demikianlah nafsuku membujukku.” [QS. Thoha : (96)]

    Dalam ayat ini Samiri benar-benar mengaku bahwa dirinya punya kemampuan melihat ghaib yang menunjukkan bahwa dirinya bukan sembarang manusia, dia merasa dirinya berada pada level AHLI MAKRIFAT atau HAKIKAT yang punya kemampuan menyingkap tabir ghaib, yang tidak di miliki orang lain. Namun sejatinya dia itu tidak lebih dari pemuja iblis dan Syeithan.

    Ibnu Katsir dalam Tafsir nya ketika menafsiri ayat diatas, beliau meriwayatkan dengan sanadnya dari Ikrimah:

    “Bahwa Samiri melihat utusan itu (yakni : malaikat, sedangkan orang lain tidak melihatnya). Lalu ada yang membisikkan kepadanya: "Jika kamu mengambil segenggam dari jejak utusan ini, lalu kamu lemparkan pada sesuatu dan kamu katakan kepadanya, 'Jadilah kamu anu,' maka jadilah ia (menuruti kemauanmu)."

    Dan SAMIRI ini hingga sekarang diakui sebagai salah seorang pendeta tertinggi dalam Sekte QABALA atau KABBALAH. Dia telah berhasil mengajak Bani Israil saat eksodus dari Mesir untuk menyembah anak sapi emas bertepatan saat Nabi Musa (a.s) berkhalwat di gunung Tursina-Sinai.

    QABALA atau KABBALAH adalah sekte kebatinan yang sangat masyhur dalam agama Yahudi hingga kini. Dan Kabbalah ini adalah akar gerakan Illuminati - Freemasonry.

    Kabbalah, akar gerakan Illuminati - Freemasonry.

    Salah satu contoh kehebatan ilmu kebatinan as-Samiri yang mengaku dirinya ahli makrifat, adalah apa yang disebutkan dalam hadits “al-Futuun”, Ibnu Abbas – radhiyallahu ‘anhuma-berkata:

    فَقَالَ السَّامِرِي : أُرِيدُ أَنْ يَكُونَ عِجْلًا، وَاجْتَمَعَ مَا كَانَ فِي الْحُفْرَةِ مِنْ مَتَاعٍ لَهُ، أَوْ حِلْيَةٍ، أَوْ نُحَاسٍ، أَوْ حَدِيدٍ، فَصَارَ عِجْلًا أَجْوَفَ لَيْسَ فِيهِ رُوحٌ، لَهُ خُوَارٌ.

    Lalu as-Saamiri berkata : “ Aku ingin dari genggaman ini menjadi anak sapi “.

    Maka semua yang ada di dalam lubang dari berbagai jenis barang, baik perhiasan, tembaga, atau pun besinya terhimpun jadi satu, lalu itu semua berubah menjadi ‘anak lembu’ yang berlubang yang tiada ruhnya namun bisa mengeluarkan suara KHUAR (ngook = suara sapi).

    [Diriwayatkan oleh al-Imam al-Buushairy dalam kitab “إِتْحَافُ الْخِيَرَةِ الْمَهْرَةِ” (6/234) dengan SANAD YANG SHAHIH menurutnya . Dan di sebutkan pula oleh Ibnu katsir dlm kitab “اَلْبِدَايَةُ وَالنِّهَايَةُ” (16/225)].

    Betapa dahsyatnya pengaruh ilmu kebatinan dan sishir as-Samiri ini, sehingga mampu membuat Bani Israel meninggalkan ajaran Nabi Musa dan Nabi Harun ‘alaihimaa as-salaam. Mereka menjadi murtad, musyrik dan kafir, sebagaimana yang disebutkan dalam al-Qur’an:

    "فَاَخْرَجَ لَهُمْ عِجْلًا جَسَدًا لَّهٗ خُوَارٌ فَقَالُوْا هٰذَآ اِلٰهُكُمْ وَاِلٰهُ مُوْسٰى ە ۙ فَنَسِيَ ۗ".

    “Kemudian (dari lubang api itu) dia (Samiri) mengeluarkan (patung) anak sapi yang bertubuh dan bersuara khuaar untuk mereka, maka mereka berkata, “Inilah Tuhan kalian dan Tuhannya Musa, tetapi dia (Musa) telah lupa.” (QS. Taha: 88).

    KE 2: Firman Allah SWT tentang Fir'aun yang mengklaim bahwa dalam dirinya terdapat unsur ketuhanan yang berlevel tertinggi:

    فَقَالَ اَنَا۠ رَبُّكُمُ الْاَعْلٰىۖ

    Maka (Fir’aun) berkata: “Akulah tuhan kalian yang paling tinggi.” [QS. an-Nazi'at : 24].

    Rakyat Mesir semua tahu bahwa Fir'aun secara lahariah dia adalah manusia yang pernah lahir, butuh makan, minum, buang hajat, menikah dan lainnya. Dan Fir'aun-fir'aun sebelum Nabi Musa -alaihis salam- di utus juga telah mati. Maka bisa dipastikan Fira'un yang hidup pada masa Nabi Musa juga mati.

    Fir'aun juga mengenal nama Nabi Ibrahim, Nabi Yusup dan lainnya. Akan tetapi Fir'aun merasa tingkat kemakrifatan dan penyatuan dirinya dengan Tuhan jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan orang-orang selain dirinya. 

    Oleh sebab itu masyarakat Mesir meyakini bahwa Fir'aun jika mati, maka dia langsung naik dan pindah ke surga. Sebagaimana keyakinan mereka terhadap fir'aun yang bernama ISIS dan OSIRIS. Setelah mereka mati, lalu dikultuskan sebagai Dewa penguasa sungai Nil. Dan diyakini bahwa ISIS dan OSIRIS berada di Surga, tapi bisa naik turun ke Bumi ; karena dianggap sebagai penguasa gaib Sungai Nil.

    Dan oleh sebab itu Ibnu ‘Arabi Al Hatimi Ath-Thai (W. 638 H), Tokoh Penganut Faham Hakikat, Makrifat dan Wihadatul wujud, dalam kitabnya Al Futuhat Al Makkiyah (seperti yang dinukilkan oleh DR. Taqiyuddin Al Hilali dalam kitabnya Al Hadiyyatul Haadiyah hal. 43) dia menyebutkan: 

    Tentang pujian dia terhadap Fir’aun dan keyakinannya bahwa Fir’aun mati di atas keimanan. Serta celaan dia terhadap Nabi Harun ‘alaihis salam yang mengingkari kaumnya yang menyembah anak sapi - padahal semua ini jelas-jelas bertentangan dengan nash Al Quran.

    Dan keyakinan dia bahwa kafirnya orang-orang Nasrani adalah karena mereka hanya mengkhususkan Nabi ‘Isa ‘alaihis salam sebagai Tuhan, yang kalau seandainya mereka tidak mengkhususkannya maka mereka tidak dikafirkan.

    Dan Ibnu ‘Arabi juga menyatakan tentang dirinya yang telah sampai pada level wihdatul wujud dan hakikat, dia berkata :

    “Hamba adalah tuhan dan tuhan adalah hamba" . 

    Duhai gerangan, siapakah yang diberi tugas (melaksanakan syariat)? Jika kau katakan ‘hamba’, maka dia adalah tuhan . Atau kau katakan ‘tuhan’, maka mana mungkin tuhan diberi tugas?!.

    Dan dalam kitabnya yang lain Fushushul Hikam (hal.192) dia juga mengatakan : 

    “Sesungguhnya orang-orang yang menyembah anak sapi, tidak lain yang mereka sembah kecuali Allah.”

    Para pengikutnya memberikan gelar-gelar kehormatan yang sangat tinggi kepada Ibnu ‘Arabi, contohnya seperti gelar :

    1. Al ‘Arif Billah (orang yang mengenal Allah dengan sebenarnya [makrifat] ), 
    2. Al Quthb Al Akbar (pemimpin para wali yang paling agung), 
    3. Al Misk Al Adzfar (minyak kesturi yang paling harum),
    4. dan Al Kibrit Al Ahmar (Permata yang merah berkilau). 

    ====*****=====

    FAHAM HAQIQAT DAN MAKRIFAT DALAM AGAMA DEWA DEWI HINDU:

    =========

    Konsep SYARIAT dan HAKIKAT dalam filsafat agama dewa dewi HINDU:

    Konsep aqidah dan syariat rahasia yang tidak boleh disebarkan dan diketahui oleh umum telah ada pula pada agama Hindu.

    Kitab suci mereka Uphanished, kandungannya dianggap sangat di kultuskan, sehingga tidak diperbolehkan pembacaannya di hadapan khalayak kasta yang rendah, di karenakan di dalam kitab suci tsb terdapat rahasia-rahasia yang dianggap istimewa dan exlusive yang tidak boleh di ketahui oleh orang awam atau umum. (Baca: Hikmatul Adyan al-Hayyat karya Gozev Caer hal. 112).

    Menurut keyakinan dan ajaran Hindu bahwa para dewa dan dewi itu adalah wujud atau penjelmaan perbuatan-perbuatan / aspek Tuhan Yang Maha Esa.

    Agama Hindu menyebut adanya banyak dewa individual. Berbagai dewa dan dewi sejatinya adalah personifikasi dari aspek Tuhan yang esa dan sama (Iswara).

    Kebanyakan umat Hindu, dalam praktek pemujaan sehari-hari, memuja beberapa wujud dari aspek Tuhan tersebut, meskipun mereka percaya terhadap banyak konsep Brahman yang abstrak. Hal ini memungkinkan memuja Tuhan dengan perantara simbol atau gambar, atau membayangkan Tuhan sebagai wujud tertentu.

    Dalam Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas di sebutkan bahwa: dalam ajaran agama Hindu, Dewa (Devanagari) adalah makhluk suci, makhluk ghaib, penghuni surga, malaikat, dan manifestasi dari Brahman (Tuhan Yang Maha Esa).

    Dalam kitab suci Reg Weda, Weda yang pertama, disebutkan adanya 33 Dewa, yang mana ketiga puluh tiga Dewa tersebut merupakan manifestasi dari kemahakuasaan Tuhan Yang Maha Esa.

    Banyak orang Hindu mengatakan bahwa ada paling sedikit 330.000.000 dewa dalam agama Hindu.

    Para pemeluk Hindu juga memandang bahwa semua dewa-dewa itu hanyalah berbagai representasi (wakil atau pesuruh) dari Tuhan yang satu, karena agama Hindu mengatakan bahwa hanya ada satu Tuhan.

    ====

    MADZHAB YOGA DALAM AGAMA HINDU:

    Dalam agama Hindu terdiri dari banyak madzhab, salah satunya adalah mazhab YOGA, sebuah madzhab yang menekankan pada pengendalian diri dan pikiran.

    YOGA berasal dari suku kata yuj, dalam bahasa Sansekerta berarti "menghubungkan" atau "mempersatukan".

    Secara bahasa yoga bermakna menyatu, manunggal dengan kesadaran Tuhan atau kenyataan diri sendiri. Dengan kata lain yoga merupakan salah satu ritual yang mengantarkan seseorang pada kemanunggalan dirinya dengan sang pencipta.

    Agama Hindu Yoga, yaitu sekte yang menitikberatkan pelaksanaan yoga menurut Yogasutra Patanjali.

    Mazhab Yoga menerima psikologi dan metafisika yang diajarkan Samkhya, tapi bersifat lebih teistisdaripada Samkhya, karena ditambahkannya entitas ketuhanan pada 25 elemen realitas menurut Samkhya.

    Mazhab ini digagas oleh Resi Patanjali. Yoga menurut Patanjali dikenal sebagai RAJA YOGA, yaitu suatu sistem untuk mengontrol pikiran.

    Berbagai tradisi Yoga didapati dalam agama Hindu, Budha dan Jaina. 

    [Referensi: 1. Radhakrishnan 1967, hol.m. 453.2. Banjir 1996, hlm. 96–98. 3. Carmody 1996, hl.m. 68. 4. Lompatke: a b Putih 2011, hlm. 2.]

    =====

    THAREKAT YOGA MENUJU HAKIKAT, MAKRIFAT DAN PENYATUAN DIRI DENGAN TUHAN.

    [Jalan menyatukan diri dengan Tuhan / Wahdatul Wujud]

    Umat Hindu memenuhi tujuan hidupnya dengan menempuh jalan yang berbeda-beda. Jalan tersebut merupakan YOGA.

    YOGA berasal dari suku kata yuj, dalam bahasa Sansekerta berarti "menghubungkan" atau "mempersatukan".

    Secara bahasa yoga bermakna menyatu, manunggal dengan kesadaran Tuhan atau kenyataan diri sendiri. Dengan kata lain yoga merupakan salah satu ritual yang mengantarkan seseorang pada kemanunggalan dirinya dengan sang pencipta.

    Pada terminologi Yoga, meditasi disebut dengan Dhyana yang artinya adalah aliran pikiran. Meditasi dalam Yoga berdasarkan pada pengetahuan Tantra (yang selanjutnya dikenal sebagai Astaunga Yoga).

    Tantra berarti kebebasan dari kegelapan dengan cara penyatuan diri dengan Yang Maha Tinggi/Tuhan.

    Yoga dapat pula didefinisikan sebagai "upaya mengendalikan pikiran agar [pikiran] tidak liar", atau "[usaha] MEMPERSATUKAN DIRI DENGAN TUHAN ".

    Dalam konteks dan tradisi lain, yoga dapat diartikan sebagai disiplin fisik, mental, dan spiritual demi memperoleh ketenangan dan ketenangan pikiran. [Bryant 2009, hlm. 10–457]

    Ajaran tentang pelaksanaan yoga dihimpun dan diuraikan oleh para Resi atau orang bijak. Kitab yang memuat ajaran yoga meliputi Bhagawadgita, Yogasutra, Hathayoga-pradipika, dan Upanishad sebagai basis filosofis dan historisnya.

    Yoga mengarahkan umat Hindu untuk mencapai tujuan hidup yang spiritual (moksa, samadhi, atau Nirwana), baik secara langsung maupun tidak langsung.

    [Baca: Bhaskarananda 1994]

    =====

    TANGGA DAN TAHAPAN TAREKAT YOGA MENUJU PENYATUAN DIRI DENGAN TUHAN:

    Tangga Yoga bersumber dari Filsafat Veda yang diajarkan oleh para Sannyasi (Seorang yang melepaskan diri dari kenikmatan duniawi dan lepas dari kehidupan berumah tangga karena seluruh keluarganya sudah dapat hidup mandiri)

    Dalam Tangga Yoga disebutkan ada 4 Tahapan yang mesti dijalankan untuk menggapai tingkatan tertinggi hakikat dan makrifat agar menadapatkan kebahagiaan tertinggi mencapai Kasih Kekal Tuhan yaitu dari Tangga tertinggi hingga terendah.

    Sementara tingkat yang tertinggi adalah ketika sampai pada penyatuan diri dengan Tuhan alias Manunggaling Kawula Gusti.

    -----

    Empat macam jalan (yoga) utama yang sering disinggung, yaitu sbb:

    PERTAMA: KARMA-YOGA (Tangga Syari'at, yaitu dengan melaksanakan kewajiban sebaik-baiknya dengan ikhlas)

    Karma-Yoga, yaitu Yoga permulaan, dimana manusia sudah mengenal perbuatan kebaikan penuh ketulusan dengan prinsip hidup. Memberi karena niatnya memberikan kebermanfaatan, bukan memberi karena niatnya ingin diberi yaitu ingin memanfaatkan kebaikan orang lain atas apa yang telah kita beri.

    Pada tahap awal yoga ini, konon katanya: Manusia bisa merasakan ada Ruh Suci Ilahi dalam hatinya yang selalu mengingatkan dirinya untuk terus berbuat baik. Maka Manusia sudah mulai mengenal Tuhan yang selalu mengawasinya di dalam hati terdalamnya. (Tuhan Paramatma/Ada di setiap hati Makhluk diFahami secara utuh).

    KEDUA: BHAKTI-YOGA, (Tangga Hakikat, yaitu dengan mencintai Tuhan dan menyayangi segala makhluk)

    Bhakti-Yoga, Mengucap nama suci Tuhan, seperti salah satunya melafalkan Mahamantra Hare Krsna berbunyi Hare Krsna Hare Krsna, Krsna Krsna Hare Hare, Hare Rama Hare Rama, Rama Rama Hare Hare, sembari konsentrasi mengingat permainan rohani Sri Krsna (Epic Mahabharata) dan Sri Rama (Epic Ramayana), memuliakan yang disabdakan-Nya dan meluhurkan personalitas-Nya. Pada tingkat Yoga tertinggi ini, manusia sudah mengenal Wujud Personalitas Tuhan Yang Maha Kuasa (Potensi Tuhan Bhagavan/Personalitas - Tuhan Brahman/Impersonalitas - Tuhan Paramatma/Ada di setiap hati Makhluk diFahami secara utuh).

    KETIGA: JNANA-YOGA (Tangga Makrifat, yaitu dengan mencari pengetahuan dan berkontemplasi tentang Tuhan hingga bisa melihat wujud Tuhan)

    Jnana-Yoga, yaitu mendekatkan diri kepada Tuhan dengan pengabdian kepada perkembangan ilmu pengetahuan yang memenuhi syarat mencerdaskan seluruh makhluk dan bersifat ruhani. Pada Tingkat Yoga ini, manusia bisa melihat Wujud Impersonalitas Tuhan Yang Maha Esa, berupa cahaya kemilau yang menyejukkan pandangan. Dan masih sering melakukan perdebatan massif akan wujud Personalitas Tuhan kepada para penekun Bhakti-Yoga(Potensi Tuhan Brahman/Impersonalitas - Tuhan Paramatma/Ada di setiap hati Makhluk diFahami secara utuh).

    KEEMPAT: RAJA-YOGA (Wahdatul Wujud / menyatukan dirinya dengan Tuhan dengan cara mengendalikan pikiran dengan meditasi, sikap tubuh, atau semacamnya)

    Raja-Yoga, yaitu pengekangan diri, seperti bertapa, berpuasa, semedi dengan fokus disertai ilmu pernapasan dan menyatukan diri dengan Tuhan serta mengingat Kasih Sayang Tuhan berupa kenikmatan hidup yang ia rasakan semasa hidup.

    Konon katanya: Ada kehebatan atau kesaktian yang diperoleh dari Yoga jenis ini, seperti ilmu-ilmu kebathinan yang diluar nalar, sebagai ujian bagi manusia apakah ia pongah dengan kesaktian (bersifat sementara dan menguji keimanan kepada Tuhan) yang ia dapatkan, atau tetap konsentrasi mendedikasikan dirinya pada cinta Tuhan Yang Kekal.

    (Manusia memperoleh Siddhi atau kesaktian luar biasa dari tangga yoga ini, namun adapula yang mendapat perlindungan Kekal dari Tuhan Yang Maha Kuasa jika tidak mengharap kesaktian seperti yang dialami oleh para Utusan Tuhan. Karena kebanyakan kesaktian adalah ujian yang nyata bagi manusia yang menjebaknya lalai pada pengabdian kepada Tuhan). [Bhaskarananda 1994]

    ====

    YOGA HINDU ALA SAI BABA:

    YOGA ini merupakan ibadah orang-orang Hindu. Terkhusus untuk para devotes SAI BABA, yoga merupakan menu wajib baginya. Dan sebagaian besar perkumpulan Sai Organisation berlindung di balik perkumpulan-perkumpulan ini. Salah satu gelar dan julukan sai baba sendiri adalah Maha Master Yogi (raja diraja Yoga).

    Meditasi yoga mengajarkan bahwa seseorang akan sampai pada puncak kesadaran ini yang tertinggi, atau berada pada maqam manunggaling kawula gusti karena kesempurnaan gerakan yoga yang dilakukannya, maka sai baba dianggap salah satu master yoga yang telah mencapai maqam itu.

    Kehebatan ilmu yoga Sai Baba diklaim telah mengantarkan dirinya pada derajad seorang avatar (menjelmanya tuhan dalam dirinya). Saibaba sendiri selalu mengingatkan pada devotesnya bahwa tuhan berada dalam diri setiap orang. Bahkan, Sai Baba menyebutkan bahwa setiap manusia adalah tuhan.

    Inilah buah dari pengamalan yoga yang dipraktekkan oleh para pengikut Sai Baba.

    =====

    MEDITASI SYIRIK DALAM YOGA HINDU.

    Ajaran meditasi YOGA HINDU, yang mengajarkan untuk mencapai puncak spiritual tertinggi, sangat mirip dengan ideologi Wahdatul Wujud atau manunggaling kawula gusti, sebuah ideologi yang divonis kafir oleh mayoritas para ulama. Dengan demikian, tingkat bahaya dari ajaran ini tidak hanya gerakan bid'ah, tetapi juga dapat menjerumuskan seseorang ke dalam jerat yang mengeluarkan seseorang dari agama Islam.

    =====

    MENGHADIRKAN DEWA atau ROH MUSRYID dengan MANTRA YOGA:

    Penggunaan mantra yoga ini banyak dilakukan oleh banyak 'rumah yoga/padepokan/ pertapa'. Penggunaan istilah "mantra syirik [politeistik]" di kalangan yogi terkadang disamarkan sebagai CHANTING [kidungan].

    CHANTING adalah menyebutkan kalimat yang diulang seperti " OM YOGA OM", adalah untuk meditasi dalam rangka memusatkan konsentrasi dengan membuang pikiran yang ada di luar sebelum berlatih Yoga dengan tujuan menghadirkan kekuatan ghaib roh Dewa pada dirinya.

    Mantra " OM YOGA OM" yang sering dilafalkan sebelum latihan yoga adalah sebuah mantra syirik. Dimana kita ketahui penyebutan suku kata om sering dilakukan pemeluk agama hindu atau budha. Maka jika kita menyebutkan om yoga om maka tanpa sadar kita akan terjerumus pada kesyirikan.

    Sama seperti penyebutan simbol-simbol Reiki seperti simbol Raku (bentuk petir) yang mempunyai fungsi mengusir kekuatan jahat. Namun simbol Raku ini sebetulnya adalah lambang kekuatan Dewa Petir Tibet yang bernama Vajrapani atau dalam bahasa Tibet disebut Dorju Raiten (kekuatan langit yang terang benderang).

    Simbol ini dianggap lambang kekuatan tertinggi di bumi yang bisa dikuasai manusia dan hanya dapat digunakan secara sempurna oleh seorang Dewa.

    Hakikatnya jika kita memanggil simbol Raku dan memanggil namanya sesungguhnya kita memanggil kekuatan Dewa Petir Tibet dengan kata lain kita disadari atau tidak disadari akan berbuat syirik pada Allah karena memanggil dan meminta kekuatan Dewa-Dewanya masyarakat Tibet. Begitu pula halnya jika menyebut om yoga om. Kalimat tersebut adalah bahasa weda yang berarti sebutan bagi Tuhan / Dewa-dewanya agama Hindu.

    Maha Suci Allah dari yang orang-orang kafir sifatkan. Tiada dewa atau tuhan selain Allah.

    Firman Allah Ta’ala:

    لَوْ كَانَ فِيهِمَا آلِهَةٌ إِلاَّ اللهُ لَفَسَدَتَا فَسُبْحَانَ اللهِ رَبِّ الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُونَ

    “Sekiranya ada di langit dan bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa.Maka Maha Suci Allah yang mempunyai ‘Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.”(QS.Anbiyaa’(21):22)

    =====

    RITUAL OLAH TUBUH DAN SPIRITUALITAS SYIRIK DALAM YOGA HINDU

    Dalam prakteknya, yoga mirip dengan kegiatan olah raga [OLAH TUBUH] dengan tujuan tertentu. Nama asli olah tubuh ini sendiri berasal dari bahasa sansekerta yaitu SASTANGA SURIYANAMA SAKAR yang artinya: sujud kepada matahari dengan menggunakan anggota tubuh yang delapan.

    Dengan demkian, yoga bukanlah olahraga murni yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran tubuh maupun ketenangan batin, sebagaimana klaim para praktisinya.

    Secara ESENSI YOGA pada salah satu bentuk RITUAL SETAN atau praktik ibadah yang ditujukan oleh pengikutnya kepada dewa matahari. Bentuk ritual ini merupakan praktik yang sudah berlangsung selama ribuan tahun yang lalu di India.

    Gerakan yoga secara khususnya bertumpu pada SEPULUH GERAKAN. Salah satu bentuk gerakannya adalah gerakan menelungkup di atas tanah dengan keadaan memanjang hingga ke DELAPAN ANGGOTA TUBUH menyentuh tanah (dua tangan, hidung, dada, dua lutut, dan jari-jemari dua telapak kaki). Gerakan ini serupa dengan bentuk gerakan SUJUD kepada MATAHARI dengan menggunakan anggota tubuh yang delapan.

    Jika kita amati, maka gerakan-gerakan yoga ini menyerupai gerakan para dewa yang disembah oleh orang-orang India (di dalam buku senam yoga untuk ibu hamil terdapat gerakan-gerakan seperti ini dimana gerakan-gerakan ini dijelaskan merupakan gerakan seperti gerakan dewa, jelaslah disini bahwa senam yoga memang merujuk gaya dan gerakan para dewa yang disembah oleh kaum pagan).

    Dalam Yoga, menggunakan doa-doa disebut mantra yoga dan gerakan-gerakan disebut hatha yoga. Dalam melakukan gerakan ini, mereka mengiringinya dengan lafadz-lafadz dan bacaaan tertentu yang beraroma mantra. Mereka melakukannya dengan irama teratur. Sebagian dari bait-bait mantra ini mengandung nama-nama matahari yang berjumlah 12.

    Dalam mengucapkan mantra-mantra (mereka menyebutnya afirmasi) terkadang mereka menambahinya dengan lafadz aum haraam, aum hariim, aum haruum, yang memiliki makna dalam bahasa Indonesia "Ya, Dewa atau Wahai Dewa".

    ====

    JADWAL WAKTU RITUAL YOGA:

    Waktu-waktunya yang digunakan untuk melakukan kegiatan yoga ini adalah ketika terbit matahari dan terbenamnya. Kedua waktu tersebut merupakan kondisi dimana matahari berada di antara dua tanduk setan. Hendaknya seorang muslim menghindari waktu-waktu yang menjadi kebiasaan para praktisi yoga saat melakukan ritualnya. Bahkan untuk ibadah sholat sekalipun, Rasulullah melarang seseorang melakukan pada waktu-waktu tersebut.

    Dalam kitab Ma'arij Qobul 2/470 karya Hafidz bin Ahmad al-Hakami di sebutkan sebab dan awal mula adanya penyembahan Matahari dan waktu-waktu ibadah kepadanya:

    Bahwa mereka Para penyembah matahari pada awalnya berkeyakinan bahwa: Matahari itu adalah malaikat, ia memiliki jiwa dan akal, ia adalah sumber cahaya bulan dan bintang-bintang. Semua yang berada di bawahnya berasal mula darinya. Ia adalah penguasa dan raja tatasurya yang berhak mendapat pengagungan, sujud dan doa.

    Salah satu syariat mereka di dalam melakukan praktek ibadah kepadanya adalah menjadikan untuk matahari sebuah patung yang di tangannya terdapat bola permata berwarna api, dan berhala tsb ditempatkan dalam rumah ibadah yang mereka bangun dengan di beri nama matahari. Mereka banyak melakukan wukuf (nyepi dan bersemedi) dihadapan berhala tsb, mereka berdatangan dari desa-desa dan daerah-daerah terpencil. Berhala Matahari tsb memiliki para juru kuncen, penanggung jawab dan para centeng, mereka berdatangan ke rumah ibadah tsb dan di dalamnya mereka melakukan sembahyang kepada matahari tiga kali sehari. Dan berdatangan pula kepadanya orang-orang yang menderita sebuah penyakit. Mereka berpuasa untuk berhala matahari tsb, sembahyang, berdoa dan minta hujan.

    Di saat matahari terbit mereka semua bersujud, begitu juga saat terbenam dan juga saat tengah hari, oleh karena itu syaitan (sengaja muncul) membarengi tiga waktu tsb, agar berketepatan ibadah mereka dan sujud mereka tertuju kepadanya. Maka dari itu Nabi  melarang umatnya sholat di waktu-waktu tsb, karena jelas-jelas akan nampak menyerupai ibadahnya orang kafir tadi, dengan larangan tsb berfungsi untuk menutup rapat-rapat jalan yang akan menggiring mereka kepada kemusyrikan dan penyembahan kepada berhala " [Kutipan Selesai].

    Dalam hadits Ibnu ‘Umar disebutkan bahwa Nabi  bersabda:

    لاَ تَحَرَّوْا بِصَلاَتِكُمْ طُلُوعَ الشَّمْسِ وَلاَ غُرُوبَهَا فَإِنَّهَا تَطْلُعُ بِقَرْنَىْ شَيْطَانٍ

    “Janganlah kalian melaksanakan shalat saat matahari terbit dan saat tenggelam karena waktu tersebut adalah waktu munculnya dua tanduk setan” (HR. Muslim no. 828).

    Dari Ibnu ‘Umar pula, Rasulullah  bersabda:

    إِذَا طَلَعَ حَاجِبُ الشَّمْسِ فَدَعُوا الصَّلاَةَ حَتَّى تَبْرُزَ ، وَإِذَا غَابَ حَاجِبُ الشَّمْسِ فَدَعُوا الصَّلاَةَ حَتَّى تَغِيبَوَلاَ تَحَيَّنُوا بِصَلاَتِكُمْ طُلُوعَ الشَّمْسِ وَلاَ غُرُوبَهَا ، فَإِنَّهَا تَطْلُعُ بَيْنَ قَرْنَىْ شَيْطَانٍ

    "Jika alis (bagian lingkar luar) matahari mulai terbit janganlah kalian shalat hingga terang (selesai masa terbitnya), dan jika alis matahari mulai terbenam janganlah kalian shalat hingga benar-benar telah hilang (terbenam), dan janganlah kalian bersengaja menunggu-nunggu untuk shalat saat terbitnya matahari atau saat terbenamnya, karena saat seperti itu dia terbit pada dua tanduk syaitan". (HR. Bukhari no. 3273)

    Makna hadits di atas adalah bahwa sekelompok orang musyrik dahulu menyembah matahari. Mereka sujud pada matahari ketika akan terbit dan tenggelam. Ketika itu setan berdiri di arah matahari itu berada supaya orang-orang menyembahnya. Hal ini ditegaskan dalam hadits berikut:

    صَلِّ صَلاَةَ الصُّبْحِ ثُمَّ أَقْصِرْ عَنِ الصَّلاَةِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ حَتَّى تَرْتَفِعَ فَإِنَّهَا تَطْلُعُ حِينَ تَطْلُعُ بَيْنَ قَرْنَىْ شَيْطَانٍ وَحِينَئِذٍ يَسْجُدُ لَهَا الْكُفَّارُ ثُمَّ صَلِّ فَإِنَّ الصَّلاَةَ مَشْهُودَةٌ مَحْضُورَةٌ

    “Laksanakanlah shalat shubuh kemudian berhentilah mengerjakan shalat hingga terbit matahari, hingga pula matahari meninggi karena matahari terbit ketika munculnya dua tanduk setan dan saat itu orang-orang kafir sujud pada matahari. Kemudian setelah itu shalatlah karena shalat ketika itu disaksikan.”

    Dan dalam lafadz lain disebutkan pula:

    حَتَّى تُصَلِّىَ الْعَصْرَ ثُمَّ أَقْصِرْ عَنِ الصَّلاَةِ حَتَّى تَغْرُبَ الشَّمْسُ فَإِنَّهَا تَغْرُبُ بَيْنَ قَرْنَىْ شَيْطَانٍ وَحِينَئِذٍ يَسْجُدُ لَهَا الْكُفَّارُ

    “Hingga engkau shalat ‘Ashar kemudian setelah itu berhentilah shalat hingga matahari tenggelam karena saat itu matahari tenggelam antara dua tanduk setan dan saat itu orang-orang kafir sujud pada matahari.” (HR. Muslim no. 832).

    Hadits larangan shalat di atas berlaku pada shalat yang tidak memiliki sebab seperti shalat sunnah mutlak, yaitu asal shalat sunnah saja dua raka’at.

    Adapun jika shalat yang memiliki sebab seperti tahiyyatul masjid, shalat gerhana, shalat setelah wudhu, atau qodho’ shalat yang luput, maka dibolehkan meskipun pada waktu terlarang untuk shalat.

    Karena dalam hadits larangan di atas disebutkan:

    وَلَا تَحَيَّنُوا بِصَلَاتِكُمْ طُلُوعَ الشَّمْسِ وَلَا غُرُوبَهَا

    “janganlah kalian bersengaja menunggu-nunggu untuk shalat saat terbitnya matahari atau saat terbenamnya”[HR. Bukhori no. 3032]

    Hal lain dari RITUAL OLAH TUBUH YOGA yang perlu diketahui adalah bahwa di saat seseorang melakukan gerakan-gerakan dewa ini, maka dengan mudah setan akan masuk ke dalam tubuhnya. Setan akan dengan cepat masuk ke dalam aliran darahnya ketika ia melakukan gerakan-gerakan ini. Salah seorang praktisi yoga yang diruqyah menceritakan bahwa di dalam dirinya terdapat puluhan ribu jin. Ketika ditanyakan kepada ustadz yang meruqyah dirinya, jin-jin tersebut masuk ke dalam tubuh saat melakukan gerakan-gerakan ritual itu.

    =====

    RE-INKARNASI DALAM HINDU:

    Re-Inkarnasi dalam Hindu berdiri di atas dasar konsep perpindahan jiwa dari jasad yang baru mati ke jasad yang baru lahir, baik kedua jasad itu adalah dua jasad manusia atau salah satunya adalah jasad hewan dan satunya lagi jasad manusia. Kebahagian dan kesengsaraan kedua-duanya akan kembali di temui menusia sesuai dengan akibat perbuatan yang telah di lakukannya pada kehidupan masa lalu, ketika dia hidup dengan jasad lain pada masa sebelumnya, dan itu adalah sebagai imbalan atas segala perbuatannya.

    Perpindahan jiwa yang berakal ke dalam jasad-jasad yang berbeda-beda dan berganti-ganti adalah merupakan hal yang mengganggu ketenangannya, karena sesungguhnya pada hakikatnya yang demikian itu adalah bentuk kondisi dalam kesengsaraan, oleh karena itu seorang hindu akan selalu berusaha untuk bisa lepas dari proses re-inkarnasi (yaitu untuk tidak kembali lagi ke alam dunia yang berulang-ulang) agar dirinya bisa tetap berada di alam ketiadaan (al-Fana ataual-'Adam /الفَنَاء أَوْ الْعَدَم) sehingga dia tidak merasakan apa-apa di dalamnya dan tidak lagi merasakan jiwanya. (Baca: Tarikhul Fikril Aroby karya DR. Umar Faroukh hal. 48).

    ====

    RE-INKARNASI DALAM YOGA HINDU:

    REINKARNASI yaitu ruh pindah dari badannya setelah mati ke badan yang lain. Menurut Ensiklopedi Indonesia, Reinkarnasi: adalah ajaran Timur Kuno tentang kelahiran kembali. Ajaran ini berpatokan kepada Faham, manusia memiliki hubungan keluarga dengan hewan dan tumbuh-tumbuhan. Manusia tunduk kepada rantai eksistensi yang disebut samsara. Tenaga pendorong cakra kelahiran kembali adalah hukum Karma, hukum akibat dari perbuatan. Akibat itulah yang menyebabkan manusia lahir kembali dalam ujud mahluk yang lebih tinggi atau lebih rendah martabatnya.

    Dalam hal hubungan ajaran reinkarnasi dalam yoga yang bertentangan dengan ajaran islam, ada para praktisi yoga muslim yang kini mempercayai keyakinan reinkarnasi. Dalam yoga diajarkan untuk membangkitkan kundalini dan membuka chakra-chakra untuk terlepas dari lingkaran reinkarnasi. Dengan bangkitnya kundalini maka seseorang bisa membakar karma negatifnya dari masa kelahirannya yang berulangkali hingga pada saat dia lahir saat ini hingga akan membuat dirinya terlepas dari samsara.

    ====

    BUKAN DARI AJARAN ISLAM: FAHAM RE-INKARNASI.

    Reinkarnasi adalah aqidah kafir, bukan dari Islam. Begitu pula keyakinan bahwa roh orang yang sudah mati terutama roh orang shaleh bisa dipanggil atau dihadirkan, apalagi bisa gentayangan kemana saja, termasuk ikut serta nonton bola piala dunia. Berikut ini penjelasan sebagian para ulama beserta dalil-dalilnya:

    PERTAMA:

    Dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi, Al-Mubarokafuri Abul’ala w 1353H, 10 juz, Darul Kutub Ilmiyyah, Beirut,  5/ 222 menegaskan:

    Ketahuilah, tanasukh [reinkarnasi] adalah kembalinya roh-roh ke badan-badan di dunia ini, bukan di akherat karena mereka mengingkari akherat, surga dan neraka, maka oleh karena itu mereka kafir.

    Aku (yakni: Al-Mubarokafuri) katakan atas batilnya tanasukh [reinkarnasi] itu ada dalil-dalil yang banyak lagi jelas di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Di antaranya:

    { حَتَّىٰ إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ. لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ ۚ كَلَّا ۚ إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا ۖ وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ }.

    (Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: “Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan". Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkan saja. Dan dihadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan (QS AL-Mukmin: 99-100).

    KEDUA:

    Dalam Kitab al-Muhalla, Ibnu Hazm mengemukakan hadits dari Ibnu Umar berkata, Rasulullah  bersabda:

    إِذَا مَاتَ أَحَدُكُمْ فَإِنَّهُ يُعْرَضُ عَلَيْهِ مَقْعَدُهُ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ، فَإِنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَمِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ، وَإِنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ فَمِنْ أَهْلِ النَّارِ

    “Ketika salah seorang kalian meninggal, akan diperlihatkan kepadanya tempat duduknya (di akhirat) di waktu pagi dan sore. Jika dia termasuk dari kalangan ahli surga, dia dari ahli surga. Jika termasuk ahli neraka, dia termasuk ahli neraka.” (Muttafaq ‘alaihi dari Abdullah bin Umar RA)

    Maka dalam hadits ini bahwa ruh-ruh itu merasakan, mengetahui dan dipilih-pilih setelah berpisahnya dari jasad. Adapun orang yang mengira bahwa ruh-ruh itu berpindah ke jasad yang lain maka persangkaan itu adalah perkataan orang-orang yang berfaham reinkarnasi/ tanasukh, dan itu adalah kekafiran menurut seluruh umat Islam.

    Dan Imam Ibnu Hazm rahimahullah berkata pula: 

    (فَيَكْفِي مِنَ الرَّدِّ عَلَيْهِمْ إِجْمَاعُ جَمِيعِ أَهْلِ الإِسْلَامِ عَلَى تَكْفِيرِهِمْ، وَعَلَى أَنَّ مَنْ قَالَ بِقَوْلِهِمْ فَإِنَّهُ عَلَى غَيْرِ الإِسْلَامِ، وَأَنَّ النَّبِيَّ ﷺ أَتَى بِغَيْرِ هَذَا)

    “Cukuplah sebagai bantahan terhadap keyakinan mereka adalah Ijma' semua kaum Muslimin bahwa mereka mengkafirkannya.Dan barang siapa yang percaya pada perkataan mereka ini maka dia telah mengikuti sesuatu yang bukan Islam. Dan bahwa Nabi  tidak pernah mengajarkan ini.” (al-Fashel fi'l-Milal wa'l-Ahwa wa'l-Nihal, 1/166)

    ===*****===

    FAHAM HAKIKAT DAN MAKRIFAT DALAM AGAMA DEWA DEWI YUNANI:

    ======

    Konsep SYARIAT, MAKRIFAT dan HAKIKAT dalam filsafat agama dewa dewi Yunan:

    Sebenarnya kebanyakan penggunaan konsep-konsep takwil itu berasal dari para pendukung Platonisme moderen, terutama faylon Yahudi, Origanus kristen. Dan adapun terbentuknya Platonisme moderen adalah hasil perpaduan antara filsafat Phitagoras, Plato dan Aristoteles, kemudian di tambah dengan filsafat hinduisme. (Lihat Tarikhul Fikril Arobi karya DR. Umar Farroukh hal. 130).

    Plato (lahir sekitar 427 SM - meninggal sekitar 347 SM) adalah seorang filsuf dan matematikawan Yunani, secara spesifik dari Athena. Ia adalah penulis philosophical dialogues dan pendiri dari Akademi Platonik di Athena, sekolah tingkat tinggi pertama di dunia barat

    Plato adalah salah satu dari para filosofi yang berpegang teguh pada konsep ajaran rahasia secara sempurna (السِّرِّيَّة التَّامَّة) dalam menyampaikan pemikiran-pemikirannya yang hakikat tingkat tinggi.

    Dia selalu memaparkan satu pemikiran dengan ungkapan-ungkapan yang berbeda-beda, dan menjadikan setiap ungkapannya makna-makna yang berbeda atau makna-makna yang kontradiksi, khususnya jika berkenanaan dengan masalah-masalah ketuhanan, maka dia menyebutkannya dengan ungkapan yang mustahil bisa di fahami oleh setiap manusia khususnya oleh orang awam, dengan dalih dan alasan bahwa cahaya yang mengalir dari HAKIKAT ini telah menyilaukan mata-mata orang-orang awam, dan tidak mungkin bisa memahaminya kecuali bagi orang-orang pilihan (KELAS KHUSUS) yang memiliki keistimewaan dalam menghayati dengan seksama, dan itupun jika orang itu telah sampai pada tingkat kesempurnaan sesuai dengan syarat-syarat tertentu yang telah ditentukan jumlahnya.

    Nampaknya Plato ini telah mengikuti ajaran para dukun atau tukang tenung Mesir dan menyerap pengajaran-pengajaran sebagian para pendahulunya dari kalangan para filosofi, baik pengajaran yang di dapatkan dengan cara rahasia maupun yang dengan cara terbuka atau terang-terangan.

    Untuk yang pertama ini: dia mengajarkan kepada para pengikutnya (yang berlevel KHUSUS) yang benar-benar telah memeluk madzhabnya pengajaran-pengajaran yang di sampaikan dengan cara SYAFAWI tidak tertulis, dia ajarkan semuanya tanpa ada yang di sembunyikan.

    Dan yang kedua: kepada orang-orang umum (yg berlevel AWAM), maka dia mengajarkan kitabnya yang TERTULIS kepada mereka. (Lihat: Dairotul Ma'arif karya Al-Muallim Petrus al-Bustany 4/65-66).

    Pada tahun 231 M, AMONIUS telah berhasil mendirikan sekolah " AL-HIKMAH " di sebuah lokasi yang di sebut Lisiyom, maka dia membagi jadwal waktu pendidikannya seperti berikut ini:

    Pertama: Kelas orang-orang khusus [kelas level hakikat dan makrifat].

    Setelah Dzuhur oleh Amonius digunakan untuk mengajar sahabat-sahabat karibnya dari kalangan para pelajar dengan methode filsafat yang di rahasiakan, dan system pendidikan-pendidikan ini di namakan pendidikan " kelas khusus ".

    Kedua: kelas orang-orang awam [Kelas dzohir atau syariat]

    Dan di waktu sore dia gunakan untuk mengajar orang-orang kebanyakan yang umum, dia uraikan dan dia jelaskan pada mereka pelajaran-pelajaran yang kandungannya lebih umum, dan pengajaran ini di namakan pendidikan " kelas umum / awam ".

    (Lihat: Dairotul Ma'arif karya Al-Muallim Petrus al-Bustany 3/76, penulis beragama Kristen).

    Mereka para ahli filsafat Yunani ini sangat mengkultuskan LOGIKA, namun sejatinya dan dalam realitanya mereka itu para pemuja hawa nafsu dan khurafat kebathinan.

    =====

    RINGKASAN KONSEP AQIDAH FILOSOFI PLATO YUNANI:

    KE 1: Konsep ketuhanan tentang Allah.

    Menurut pandangan Plato: Allah adalah sesuatu yang keberadaanya sangat absolut, luas, tidak bisa di sifati atau dia tidak bisa di batasi dengan sifat, karena Dia adalah di atas kemampuan daya nalar.

    KE 2: Al-Faidl [الفَيْضُ] dan Al-'Aalam [العَالَم] (proses terbentuk dan terciptanya Alam semesta).

    Plato telah di hadapkan pada sebuah problem tentang awal permulaan penciptaan Alam Semesta.

    Dia berpandangan bahwa pendapat yang mengatakan bahwa alam itu qodim (tidak ada permulaannya dan tidak ada yang menciptakannya) - seperti yang dikatakan oleh Aristoteles – akan mengantarkan pada kekafiran. Sementara orang yang mengatakan bahwa alam itu makhluk (yang di ciptakan) - seperti yang terdapat dalamriwayat-riwayat agama-agama –, yang demikian itu berlawanan dengan teori filsafat.

    Maka Plato berkehendak menciptakan sebuah madzhab baru yang memadukan dua pendapat tadi agar tidak menimbulkan gejolak pada tokoh-tokoh agamawan dan nampak tidak bertabrakan dengan teori filsafat.

    Maka Plato membangun sebuah konsep tentang proses adanya alam semesta (الفيض) setelah keluar dari lingkaran teori filsafat masuk ke dalam ruang lingkup konsep agama, lantas dia berkata: Sesungguhnya wujud yang pertama kali ada adalah Allah, lalu Allah mengamati Dzat-Nya, maka Dia menjadi berakal, sadar dan mengetahui akan keberadaan diri-Nya, pada saat itulah muncul satu ujud lain yaitu Akal, dan akal ini adalah bentuk gambaran Allah, akan tetapi dia bukan Allah.

    Dan Akal ini kembali mengamati dirinya, maka muncullah ujud lain yaitu Jiwa Universal yang memenuhi Alam semesta.

    Dan Jiwa Universal ini kembali mengamati dalam Akal Pertamanya, maka bermunculan darinya wujud-wujud lain yaitu Jiwa-Jiwa gugusan planet dan bintang…. kemunculan-kemunculan wujud-wujud itu terus berlanjut, maka muncul pula wujud-wujud lain yang lebih sedikit mirip dengan Akal Pertama yang absolut (yang lepas dari unsur benda) dan lebih banyak berhubungan dengan sesuatu yang bisa di rasakan, sehingga setelah itu muncullah benda yang pertama kali ada (الْهُيُولَى), dan ia adalah tingkatan-tingkatan kemunculan yang paling terendah (أَدْنَى دَرَكَاتِ الْفَيْضِ), karena ia adalah benda mutlaq (tanpa batas) yang kaca balau dan sama sekali tidak berbentuk.

    Demikian lah konsep Plato tentang kemunculan (الفَيْض), dan sesungguhnya konsep tsb tiada lain kecuali penyama rataan dan pensejajaran antara konsep riwayat agama-agama tentang penciptaan Alam dan konsep filsafat, dan khususnya konsep Aristoteles.

    (Baca: Al-Harokaatul Bathiniyah fil 'Alamil Islami karya DR. Muhammad Ahmad Al-Khothiib hal. 38).

    KE 3: JIWA:

    Jiwa Universal (yaitu jiwa yang muncul dari Akal Pertama, dan akal pertama ini adalah akal yang keluar langsung dari Allah) memenuhi seluruh alam semesta dan di tugaskan untuk melaksanakan semua aktifitas-Nya, dan JIWA UNIVERSAL ini nampak pada setiap wujud yang hidup. Adapun kaitan JIWA UNIVERSAL terhadap JIWA-JIWA BAGIAN atau CABANG (jiwa-jiwa manusia, tumbuh-tumbuhan dan binatang) maka Plato telah memberikan perumpamaan padanya dengan mengatakan: Umpamanya JIWA UNIVERSAL itu di ibaratkan cahaya Matahari yang menyinari beberapa kamar, maka dalam setiap kamar terdapat bagian dari cahaya Matahari itu sendiri, akan tetapi dia bukanlah Cahaya Matahari secara keseluruhan.

    KE 4: HUBUNGAN JIWA-JIWA CABANG DENGAN JASAD-JASADNYA.

    Menurut Plato hubungan jiwa-jiwa bagian atau cabang dengan jasad-jasadnya merujuk kepada turunnya jiwa dari alam yang tinggi ke jasad-jasad yang ada di bumi. Ketika jiwa itu menyatu dengan jasad manusia, maka jiwa itu berbaur dengan keburukan-keburukan dan aib-aib yang banyak macamnya yang datang dari sisi pertemuannya dengan benda tadi. Dan jiwa itu akan selalu berusaha agar kembali ke tempat sumber asalnya, maka jika jiwa itu mampu mengendalikan diri dengan berprilaku baik dan berakhlak sempurna, dia bisa kembali ke tempatnya semula di alam arwah yang tinggi.

    Namun jika sebaliknya, dia akan mulai lagi dengan lembaran baru pada jasad manusia lainnya atau jasad binatang atau jasad makhluk langit, hingga betul-betul suci bersih dan sempurna, serta layak untuk kembali ke alam asalnya.

    KE 5: PENCAHAYAAN DAN KEMAKRIFATAN:

    Yaitu mengalirnya kemakrifatan terhadap jiwa dari alam atas yang tinggi dengan sendirinya, tanpa jiwa itu sendiri yang mencari dan menuntutnya. Makrifat ini adalah bentuk makrifat yang sahih dan benar. (Baca: Tarikhul Fikril 'Aroby karya DR. Umar Faroukh hal. 132 – 134).

    Murid-murid Plato dan para pendukung madzhabnya seperti Climent dan Ariganus, mereka semua memiliki pengaruh yang betul-betul nyata di dalam menyebarkan dan mengembangkan pemikiran-pemikiran Platonisme Moderen kepada aqidah-aqidah umat-umat lainnya seperti: Shabi'ah, Tsanawisme, Manawisme dan lainnya.

    Mereka-mereka ini di kenal dengan sebutan:

    AHLI MAKRIFAT (أَهْلُ الْعِرْفَانِ)

    Atau

    ORANG-ORANG MAKRIFAT DAN GHONAUSHISME (العِرْفَانِيُّونَ وَالغَنُّوصِيُّونَ)

    Nama ini juga telah menjadi sebutan populer bagi sebuah madzhab yang telah menyebar pada abad kedua dan abad ketiga Masehi, yaitu sebuah madzhab yang mengajarkan: ilmu pengetahuan tentang rahasia-rahasia agama. Mereka mengajarkan bahwa seorang yang makrifat tidak akan pernah puas dan menerima syariat agama yang dhahir dan nampak, melainkan harus menyelami ke dalam bathinnya agar bisa makrifat (mengetahui) rahasia – rahasia nya. (Baca: Al-Mu'jamul Falsafi, karya DR. Jamil Shaliiba 2/72).

    Madzhab Filsafat ini telah menyertai pertumbuhan agama Kristen, dan telah sampai pada puncak kejayaannya pada abad ke tiga Masehi. (Baca: Tarikhul Fikril 'Aroby hal. 132 – 134).

    Dan Madzhab Filsafat ini juga memiliki pengaruh yang kongkrit pada aliran-aliran kepercayaan yang begitu banyak, termasuk pada sekte-sekte dalam Kristen dan para agamawannya, terutama pada orang-orang yang sengaja berkedok dengan agama Kristen seperti sekte Marquisme para pengikut Marqus. (Baca: Al-Fihrist karya Ibnun Nadiim hal. 474).

    Meskipun Gereja Kristiani telah berusaha memerangi dan melakukan konfrontasi terhadap madzhab ini serta membeberkan akan kesesatan pemikiran-pemikirannya, namun justru agama Kristen ini malah kembali mengambil dan mengadopsi banyak sekali unsur-unsur ajaran Ghonaushisme (Makrifat), bahkan para peneliti yang memiliki keinginan kuat untuk memisahkan hubungan antara Kristen dan Ghonaushisme mereka sendiri tidak mampu mengingkari akan adanya beberapa sabda-sabda Yesus sendiri, begitu pula dalam riwayat-riwayat yang terdapat di dalam Injil yang berada di tangan mereka, yang mungkin di terapkan padanya takwil-takwil Simbolik dan rumusan (Romzi) yang bisa mendekatkan hubungan antara Kristen dan Ghonaushisme (Makrifat). Dan hal yang tidak di ragukan lagi adalah unsur-unsur Ghonaushisme ini nampak banyak sekali di ketemukan pada perkataan-perkataan Paulus dan lainnya dari kalangan para pendahulu agamawan Kristen. (Baca: Tarikhul Fikril 'Aroby karya DR. Umar Faroukh hal. 143).

    Salah satu bukti yang menunjukkan pengaruh Ghonaushisme yang sangat kuat terhadap Kristen yaitu adanya suatu system atau konsep Ghonaushisme yang telah menjadi ketetapan, yang mana konsep ini belum pernah ada dalam tabiat ajaran Kristen ketika pertama hadir dan tumbuh di benua Asia, sehingga ajaran Kristen ini menjadi berubah setelah adanya sebagian orang-orang Ghonaushisme (Aliran Makrifat) berkata kepada orang-orang Kristen:

    “Pembebasan itu tidak akan bisa sempurna kecuali dengan methode ilmu Al-Hikmah, dan methode ini terdapat tiga martabat:

    Pertama: Martabat para Ahli Makrifat dan pembebasannya dengan ilmu Al-Hikmah.

    Yang kedua: Martabat orang-orang beriman dan pembebasannya dengan keimanan.

    Yang ketiga: martabat orang-orang bodoh, mereka itu adalah orang-orang yang binasa yang bisa dipastikan. (Baca: Al-Mu'jamul Falsafi karya DR. Jamil Shaliiba 2/76).

    ===*****===

    FAHAM HAKIKAT DAN MAKRIFAT DALAM AGAMA YAHUDI DAN KRISTEN:

    ========

    Makna Hakikat dalam pandangan para pakar lahutiyah Yahudi dan Kristen:

    Menurut pandangan para pakar lahutiyah dari kalangan ulama yahudi dan nasrani mereka mengatakan bahwa:

    Di dalam tafsir kitab-kitab suci terdapat tafsir romzi (simbolik) dan tafsir majazi (kiasan) untuk mengungkap makna-makna yang sebenarnya.

    Sebagian mereka mengatakan bahwa SYARIAT itu mencakup makna yang DZAHIR dan makna yang BATHIN di sesuaikan dengan perbedaan fitrah manusia dan tingkatan bakat kemampuannya dalam keimanan.

    Oleh sebab itu suatu keharusan mengeluarkan makna teks dari makna dzahirnya kepada makna yang bathin dengan methode takwil. Maka yang dzahir adalah gambaran-gambaran dan perumpamaan-perumpamaan sebagai ungkapan makna-makna yang tersirat.

    Dan yang bathin menurut pandangan mereka adalah tarekat (methode) yang mengantarkan kepada sesuatu yang (HAKIKAT) yang menghilangkan kontradiksi antara perkataan-perkataan yang dzahir dengan yang bathin ". (Lihat: Mu'jam filosofi karya DR. Jamil Shilbiya 1/234).

    ******

    MAKRIFAT DALAM YAHUDI DAN KONSEPNYA:

    Pimpinan dan pelopor lahirnya aliran Makrifat dalam Yahudi adalah Faylon al-Yahudi, dia merupakan aktor terbesar yang berkecenderungan terhadap takwil kebathinan.

    Faktor yang mendorong dia untuk mengambil madzhab takwil kebathinan ini adalah kritik tajam yang gencar di lancarkan oleh para cendikiawan Yunani terhadap kitab Tauret yang terdapat di dalamnya kisah-kisah, mitos-mitos dan legenda-legenda yang rasional dan yang tidak rasional, seperti mitos menara Babylonia, kisah ular yang menggoda bunda Hawa di surga, kemurkaan Allah dan impian-impian nabi Yusuf.

    Maka Faylon Al-Yahudi terpaksa melakukan pembelaan terhadap Tauret dengan meletakkan takwil hakikat atau kebathinan terhadap teks-teks Tauret yang menjadi sasaran kritikan tadi. Dan dia berpendapat bahwa Takwil Hakikat atau Kebathinan itu adalah Ruh dari pada Teks yang Suci (رُوحُ النَّصِّ الْمُقَدَّسِ), dan sesungguhnya penafsiran makna secara textual terhadap nash Tauret akan mengantarkan kepada kekafiran.

    (Baca: Madzaahibul Islamiyiin karya DR. Abdur Rahman Badawi 2/11-12).

    =====

    MAKRIFAT DALAM KRISTEN DAN KONSEPNYA:

    Dari Faylon Yahudi methode takwil kebathinan berpindah ke Agama Kristen, khususnya Origanus, orang yang telah terpengaruh berat oleh ajaran guru-gurunya Faylon dan Plato. Origanus berkeyakinan bahwa penafsiran Kitab Suci itu di dasarkan pada tiga golongan:

    • Orang biasa, maka cukup baginya jasad kitab suci.
    • Orang yang pemahamannya maju, dan jeli terhadap ruh kitab suci.
    • Orang-orang yang sempurna, yaitu orang yang pemahamannya melalui malaikat kejiwaan yang mampu menguak perkara gaib. Dan lahirnya pemikiran Origanus yang demikian itu di karenakan dia dalam kondisi tertekanan oleh kritikan tajam yang di lancarkan oleh para penentang dari Yunani, maka dia terpaksa mengakui bahwa dalam kitab Tauret terdapat hal-hal yang mustahil. (Baca: Madzahibul Islamiyiin karya DR. Abdurrahman Badawi 2/13).

    =====

    METHODE PEMAHAMAN HAKIKAT DAN MAKRIFAT DALAM AGAMA YAHUDI DAN AGAMA DEWA DEWI YUNANI.

    Adapun Faylon Yahudi, maka pemahamannya terhadap konsep takwil bathin, memiliki hubungan erat dengan pemahamannya terhadap hakikat yang tersembunyi di balik rahasia-rahasia. Maka " HAKIKAT " menurut pandangan mereka tidak layak di sampaikan kecuali kepada segelintir orang-orang KHUSUS dan TERTENTU, dan itupun harus extra waspada dan terjaga ketat dan rapih, karena sesungguhnya telinga orang-orang awam yang bodoh pada sisi ini tidak akan mampu mencerna konsep dan kandungannya.

    Dengan demikian menurut mereka orang yang bijak adalah orang yang tidak membuka tabir tentang hakikat ini kepada setiap orang, bahkan orang yang bijak adalah orang yang MAU BERBOHONG untuk merahasikan HAKIKAT ini, dengan alasan karena rasa taqwa, kasih sayang dan kemanusiaan. (Baca: Al-Araa Ad-diiniyah wal Falsafiyah karya Faylon al-Iskandari hal. 14).

    SEKTE GHONAUSHISME [الغَنُّوْصِيَّة] nisbat kepada Ghonaush [الغَنُّوْص] di ambil dari bahasa Yunani yang artinya MAKRIFAT. Mereka menganggap bahwa Ilmu Kebathinan adalah sebuah Makrifat yang turun ke hati mereka bercahaya atau wahyu langsung tanpa melalui perantara dan tanpa ada yang mengajarinya

    Sekte-sekte Ghonaushisme [الغَنُّوْصِيَّة] yang lahir dari pemikiran-pemikiran Platonisme moderen seperti Manawisme, Dexhanisme dan Saibah mereka berdiri di atas konsep tarekat-tarekat, rahasia-rahasia keagamaan dan rumus-rumus yang menunjukkan makna-makna yang datang terhimpun dari para pemeluk selain sekte ghonaushisme. Seluruh sekte-sekte ini telah mengamalkan serta mempraktekan faham seperti ini, begitu pula sekte kebathinan, termasuk di dalamnya praktek menyembunyikan rahasia-rahasia yang berkaitan dengan perkara-perkara akidah dari orang-orang awam.

    Hal-hal seperti ini betul-betul di manfaatkan oleh orang-orang Yahudi, mereka sangat peka dan tanggap terhadap madzhab-madzhab filsafat yang pernah menyebar di dunia masa lalu, dan ini pula yang telah mengguncang pondasi-pondasi agama mereka, oleh karena itu mereka telah berusaha mengukuhkan dua konsep berikut ini:

    • Menegakkan argument – argument filsafat terhadap keabsahan agama secara umum.
    • Mentakwil riwayat-riwayat ilmu agama dengan kemasan yang nampak tidak berlawanan dengan filsafat.

    Berangkat dari dasar ini tumbuhlah pada kalangan Yahudi Iskandariah sekelompok orang yang berhaluan konsep ini di dalam melakukan proses asimilasi dan perpaduan. Setelah itu datang seseorang yang bernama Faylon Yahudi Iskandariah, maka dia menghimpun serta menyusun pemikiran-pemikiran para pakar filsafat dari kaumnya, akan tetapi dia tidak mampu memilah-milah dan memurnikan pemikiran-pemikiran tsb dari kotoran-kotoran akibat perpaduan dan asimilasi, dan dia tidak menghimpunnya dalam satu system atau menghilangkan hal-hal yang kontradiksi.

    (Baca: Tarikhul Fikril 'Arobi karya DR. Umar Faroukh hal. 131).

    Kebanyakan topik pembicaraan dan muatan filsafat Faylon berkisar pada hal-hal berikut ini:

    • Sekitar syarah atau penjabaran kitab Taurot dengan syarah romzi (uraian yang bersifat simbolik dan kiasan), umpanya kata ibu " Hawa" adalah kiasan dari perasaan. Kata binatang " ular " yang di gunakan iblis untuk masuk syurga adalah kiasan dari kelezatan.
    • Pengingkaran sifat-sifat Allah. Dan sesungguhnya Faylon Yahudi ini telah meniadakan semua sifat-sifat dari Allah yang di sebutkan dalam kitab Taurat. Maka menurut pandangannya Allah SWT tidak mungkin berhubungan dengan Alam, oleh karena itu menurutnya yang pertama kali di ciptakan adalah kalimat (firman), dan firman ini menurut Faylon adalah " Putra Pertama bagi Allah ".

    Dan adapun Alam maka ia adalah Putra kedua bagi Allah. Dan di karenakan sesungguhnya manusia itu tidak mampu berhubungan dengan Allah secara langsung maka Allah menjadikan Firman (kalimat) dan para malaikat sebagai ahli syafaat untuk umat manusia dalam bertawassul dengannya atau menjadikannya sebagai perantara-perantara kepada Allah. (Baca: Tarikhul Fikril 'Arobi karya DR. Umar Faroukh hal. 131 dan 132).

    Dan dengan sebab adanya filsafat ini muncullah di kalangan Yahudi sebuah aliran baru yang di sebut " Qabaaliyah " atau yang di kenal pula dengan sebutan " Kabaala " di nisbatkan kepada kitab " Qabaalah ". Sebuah kitab yang tertulis di dalamnya Takwil rahasia dan tersembunyi terhadap kalimat-kalimat yang terdapat dalam kitab Taurat.

    Topik-topik pembahasannya yang paling penting adalah rahasia pengajaran-pengajaran dan kemungkinan membuka serta memecahkan rahasia simbol-simbol, sandi-sandi atau rumusan kitab Taurat, begitu juga simbol bilangan-bilangan dan huruf-huruf. (Baca: Al-Mu'jamul Falsafi karya DR. Jamil Shalbiya jilid 2).

    Dan berangkat dari sini serta berjalan di atas haluannya telah muncul pula "Origanus" pemeluk kristen, murid Faylon, dan dia adalah orang yang pertama kali menafsiri kitab Injil dengan tafsir romzy (simbolik dan rumusan) mengikuti jejak konsep gurunya Faylon dan konsep Platonisme moderen.

    Dan setiap orang yang meneliti dengan seksama terhadap tafsir ini terkadang menemukan adanya makna yang sangat pelik dan samar-samar, padahal yang di tafsirinya itu adalah masalah-masalah yang sederhana dan nasehat-nasehat yang sangat jelas dan gamblang. (Lihat: Dairotul Ma'arif karya Al-Muallim Petrus al-Bustany 4/65-66).

    Adapun sekte Kabbala ; maka menurut para penganut Kabala, asal-usul Kabala dimulai dengan rahasia-rahasia yang disingkapkan Allah kepada Adam.

    Ahli sejarah Yahudi Fabre d'Olivet menyebutkan bahwa Kabbalah berasal dari Mesir Kuno. Menurut penulis ini, Kabbalah mengakar hingga ke Mesir Kuno. Kabbalah merupakan suatu tradisi yang dipelajari oleh sebagian pemimpin Bani Israil di Mesir Kuno, dan diteruskan sebagai tradisi dari mulut ke mulut, dari generasi ke generasi.

    Karena itulah, kita harus menengok ke Mesir Kuno untuk menemukan sumber utama dari rantai Kabbalah-Templar- Freemasonry ini.

    Ahli sejarah Prancis, Gougenot des Mousseaux, menjelaskan bahwa Kabbalah memang jauh lebih tua daripada agama Yahudi.

    Ahli sejarah Yahudi, Theodore Reinach, menggambarkan Kabbalah sebagai "suatu racun teramat halus yang menyusupi dan memenuhi nadi agama Yahudi."

    Solomon Reinach mendefinisikan Kabbalah sebagai: "salah satu penyimpangan pikiran manusia yang terburuk".

    ====

    KUTIPAN DARI ARTIKEL :
    “ ALIRAN GNOSTIK DALAM SEJARAH FILSAFAT BARAT”.

    Gnostik dari kata Yunani Gnosis, yang artinya pengetahuan.

    Aliran ini mengajarkan upaya kelepasan menuju Tuhan dari Iman ke pengetahuan (gnosis makrifat).

    Aliran gnosis ini merupakan hasil peleburan antara berbagai gagasan dalam filsafat Yunani Kuno dan Kitab Suci Kristen.

    Aliran ini merupakan peleburan dari gagasan-gagasan yang diambil dari filsafat Yunani dengan unsur-unsur dari agama rahasia (agama misteri) Yunani dan gagasan dari Kitab Suci Kristen.

    Aliran ini timbul dalam bentuk yang bermacam-macam dimana hal tersebut justru mewujudkan bahaya paling besar bagi agama Kristen karena merusak agama itu sendiri dari dalam.

    Aliran ini merupakan aliran yang paling berbahaya bagi agama Kristen. Gnostik dinilai berbahaya bagi agama Kristen karena aliran ini menambahkan unsur-unsur dari luar selain dari ketiga dalil kepercayaan Kristen. Unsur-unsur dari luar yang ditambahkan yaitu seperti pemikiran Persia, Siria, dan Yahudi. Maka dari itu aliran-aliran dalam Gnosis bergantung pada unsur-unsur yang telah dimasukkan tadi.

    Aliran yang terkenal adalah aliran Gnosis yang dipimpin oleh Mareion dari Sinopo. Ia mendirikan gereja sendiri yang menjadi saingan gereja yang resmi.

    Perbedaan pandangan aliran Gnosis dengan gereja yang resmi yaitu terletak pada pertanyaan tentang Tuhan yang maha sempurna yang juga menciptakan kejahatan dan dosa, sehingga harus ditembus oleh Yesus. Kaum Gnosis mengatakan bahwa ada Tuhan yang mencipta dan Tuhan yang mengampuni.

    Pandangan kaum Gnosis tentang Tuhan juga mempengaruhi pandangannya mengenai manusia. Bahwa manusia itu berdosa, tidak lagi dipandang sebagai kesalahan manusia. Jiwa manusia merupakan tempat terjadinya peperangan antara kebaikan dan kejahatan, dan manusia harus tahu serta mengerti tentang hal ini.

    Corak Ajaran

    1.      Terdapat pertentangan mutlak antara roh sebagai asas segala kebaikan dan benda sebagai asas segala kejahatan;

    2.      Penciptaan bukanlah oleh Tuhan/Allah, melainkan oleh tokoh rohani yang lebih rendah yang bersifat rohani;

    3.      Kelepasan hanya dapat dicapai oleh sekelompok kecil orang yang berhasil naik dari iman ke pengetahuan (gnosis).

    Apabila dilihat dari sisi filsafat Gnostik yaitu tidak begitu besar artinya karena ajarannya lebih dikuasai oleh fantasi daripada oleh akal sehat.

    Meskipun pengetahuan dipandang tinggi oleh mereka, namun dari sisi kefilsafatan penganut gnostisisme dianggap kurang penting. Hal ini dikarenakan mereka mencampuradukkan unsur-unsur kefilsafatan, mitos, dan Injil secara tidak kritik yang didalamnya khayalan merupakan sesuatu yang lebih besar peranannya dibanding dengan pemikiran. Hal ini tampak pada tulisan gnostik yang berjudul Kebijaksanaan Iman.

    Para penganut gnostisisme dapat dikenal melalui kutipan-kutipan yang berasal dari penentang-penentang mereka. Di dalam kelompok penentang ini termasuk juga antara lain Clemens dan Origenes, yaitu para pemimpin sekolah guru agama di Iskandaria. Mereka melanjutkan garis pemikiran Justinus dalam pemikiran Kristiani, mereka juga menampilkan pengetahuan yang benar dari kepercayaan terhadap pengetahuan yang sesat dari para penganut gnostisisme. Karena pada tahun-tahun terakhir ini banyak ditemukan tulisan-tulisan tangan gnostik, maka diduga bahwa pada waktunya akan diperoleh pengetahuan yang lebih banyak mengenai hakekat dan bentuk penampilan gnosis.

    [ Di Kutip dari : Aliran Gnostik dalam Sejarah Filsafat Barat]

    ===*****====

    MASUKNYA FAHAM SYARIAT, HAKIKAT, MAKRIFAT DAN WIHDATUL WUJUD DALAM ISLAM

    =========

    Al Quran pada permulaan Islam diajarkan sangat menuntun kehidupan bathin umat Muslimin yang saat itu terbatas jumlahnya. Lambat laun dengan bertambah luasnya daerah dan pemeluknya, Islam kemudian menampung perasaan-perasaan dari luar, dari pemeluk-pemeluk yang sebelum masuk Islam sudah menganut agama-agama yang kuat ajaran kebathinannya dan telah mengikuti ajaran mistik, keyakinan mencari-cari hubungan perseorangan dengan ketuhanan dalam berbagai bentuk dan corak yang ditentukan agama masing-masing.

    Perasaan mistik yang ada pada kaum Muslim abad 2 Hijriyah (yang sebagian diantaranya sebelumnya menganut agama Non Islam, semisal orang India yang sebelumnya beragama Hindu, orang-orang Persi yang sebelumnya beragama Zoroaster, atau orang Siria yang sebelumnya beragama Masehi) tidak ketahuan masuk dalam kehidupan kaum Muslim karena pada mereka masih terdapat kehidupan bathin yang ingin mencari kedekatan diri pribadi dengan Tuhan.

    Keyakinan dan gerak-gerik (akibat Faham mistik) ini makin hari makin luas mendapat sambutan dari kaum Muslim, meski mendapat tantangan dari ahli-ahli dan guru agamanya. Maka dengan jalan demikian berbagai aliran mistik ini yang pada permulaannya ada yang berasal dari aliran mistik Masehi, Platonisme, Persi dan India perlahan-lahan memengaruhi aliran-aliran di dalam Islam (Prof.Dr.H.Abubakar Aceh).

    Faham sebagian aliran tasawuf kebatinan terbentuk dari dua unsur, yaitu:

    (1) Perasaan kebathinan yang ada pada sementara orang Islam sejak awal perkembangan Agama Islam.

    (2) Adat atau kebiasaan orang Islam baru yang bersumber dari agama-agama non-Islam dan berbagai Faham mistik.

    Ajaran Ghonaushisme atau makrifat sangat berpengaruh terhadap aliran-aliran kebathinan yang muncul dalam dunia Islam. Platonisme modern telah mewakili ajaran Ghonaushisme dalam menyampaikan semua sifat-sifat yang ada pada seluruh madzhab Ghonaushisme atau aliran makrifat.

    ******

    HADIST-HADIST PALSU YANG DI CIPTAKAN OLEH KELOMPOK AHLI MAKRIFAT DALAM ISLAM.

    Aliran Hakikat dan Makrifat ini bahu membahu bersama aliran-aliran makrifat lainnya untuk bisa tembus ke dalam kehidupan dunia Islam yang paling dalam, maka mereka masuk ke dalam dunia hadits.

    Seperti yang di sebutkan oleh para pakar hadits bahwa mereka telah menciptakan hadist-hadits Qudsi yang mereka palsukan setelah Nabi Muhammad  wafat, dan dalam hadits tsb terdapat celupan warna faham-faham Filsafat Platonisme Modern, diantaranya seperti ungkapan mereka yang berbunyi:

    أَوَّلُ مَا خَلَقَ اللَّهُ الْعَقْلَ قَالَ لَهُ: أَقْبِلْ فَأَقْبَلَ. ثُمَّ قَالَ لَهُ: أَدْبِرْ فَأَدْبَرَ. ثُمَّ قَالَ: وَعِزَّتِي وَجَلَالِي مَا خَلَقْت خَلْقًا أَكْرَمَ عَلَيَّ مِنْك: بِك آخُذُ وَبِك أُعْطِي ؛ وَبِك أُثِيبُ وَبِك أُعَاقِبُ.

    “Yang pertama kali Allah U ciptakan adalah akal, maka Allah berfirman kepadanya: menghadaplah ! maka ia pun menghadap. Kemudian Allah berfirman padanya: membelakangilah ! maka ia pun membelakangi. Lalu Allah U berfirman: Demi kemuliaan-Ku dan keagungan-Ku, tidak ada makhluk yang aku ciptakan yang lebih mulia dari pada mu di sisi-Ku, denganmu Aku mengambil, denganmu Aku memberi, denganmu aku memberi imbalan pahala dan dengan mu Aku menyiksa ".

    Telah berkata Ibnu Hajar tentang hadist ini dalam kitabnya Fathul Bary 6/289: Tidak ada jalur yang kokoh.

    Dan Imam Sakhowi dalam kitab al-Maqooshidul Hasanah 1/199 menukil dari Ibnu Taimiyah dan lainnya menyatakan bahwa: hadist ini adalah palsu sesuai kesepakatan para ulama. (Lihat pula Majmu' Fatawa karya Syeikh Ibnu Taimiyah 18/336).

    Firqoh Ismailiyah salah satu firqoh-firqoh kebathinan, firqoh yang telah menyerap pemikiran-pemikirannya dari sekte Ghonaushisme, mereka berpendapat bahwa tauhid itu bukan untuk Allah, akan tetapi tauhid itu untuk Akal yang beraksi dan pencetus pertama, maka dia adalah perantara antara Allah dan hamba-hamba-Nya.

    Mereka juga mendatangkan sebuah hadits qudsi yang di palsukan yang menyebutkan bahwa: Allah berbicara kepada Akal:

    أَنْتَ فَتْقِيْ وَرَتْقِيْ ، والمُشْرِقُ منِّي عَلَى خَلْقِي ، بِكَ آخُذُ حقِّيْ ، بِكَ أُنْجِزُ وَعْدِي ، فوعِزَّتِيْ وجَلالِي ، لا أَصٍلُ مَنْ يَجْحَدُك ، ولا يَعْرِفُنِيْ من أنْكَرَك ، فأنتَ منِّيْ بلا تبْعِيْضٍ ، وأنا فِيْكَ بلا حُلُوْلٍ ، وفي مُنْتَهَى لَطَائِفِ العُقُوْلِ.

    “Kamu adalah belahan-Ku dan rajutan-Ku, dan (kamu) yang bersinar dari-Ku menyinari ciptaan-Ku, denganmu Aku mengambil hak Ku, dengan mu janji-Ku terlaksana, maka demi kemuliaan-Ku dan keagungan-Ku, Aku tidak akan sampai kepada orang yang membangkangmu, dan tidak bisa makrifat pada-Ku orang yang mengingkarimu, maka kamu adalah dari-Ku tanpa terbagi, dan Aku dalam dirimu tanpa menempati dan Aku berada dalam penghujung kelembutan akal-akal ".

    (Baca: Arba'a Rosali Ismailiyah, tahqiq Arif Namir, risalah matholiusy- Syumuus fi Ma'rifatin-Nufuus, karya Syihabuddin Abu Faroos hal. 17).

    Berangkat dari keyakinan Ghonaushisme (makrifat) ini maka dengan itu firqoh Ismailiyah mengkultuskan para imamnya dengan berbagai macam pengkultusan, karena menurut pandangan mereka Imam itu adalah Akal.

    Dan Ibadah, pengagungan dan perayaan itu semua di tujukan kepadanya. Firqoh Ismailiyah ini di padati dengan simbol-simbol, sandi-sandi cakrawala dan rahasia-rahasia kebathinan.

    Dan mereka memiliki tarekat khusus dan undang-undang tertentu bagi yang masuk sebagai para mujtaba (yang terpilih) dalam berdakwah. (Baca: Arba'a Rosali Ismailiyah / risalah yang ketiga, dan Dustuur wa Da'watul Mukminiin lilhudluur karya Thoyyii hal. 49).

    Hadits lain yang di palsukan adalah hadist berikut ini:

    « أُمِرْت أَنْ أُخَاطِبَ النَّاسَ عَلَى قَدْرِ عُقُولِهِمْ»

    “Aku di perintahkan untuk berbicara kepada manusia disesuaikan dengan kadar kemampuan akal mereka ".

    Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata:

    فَهُوَ كَذِبٌ مَوْضُوعٌ عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ بِالْحَدِيثِ لَيْسَ هُوَ فِي شَيْءٍ مِنْ كُتُبِ الْإِسْلَامِ الْمُعْتَمَدَةِ وَإِنَّمَا يَرْوِيه مِثْلُ داود ابْنِ الْمُحَبِّرِ وَأَمْثَالِهِ مِنْ الْمُصَنِّفِينَ فِي الْعَقْلِ

    Maka Ia adalah dusta dan palsu menurut para pakar hadits dan ini tidak ada dalam kitab-kitab Islam yang mu’tamad, akan tetapi hadits ini hanya diriwayatkan oleh orang seperti Daud bin al-Muhabbirdan yang semisalnya dari para penulis tentang LOGIKA “. (“مجموع الفتاوى ” 18/336)

    Dan di halaman lainnya beliau juga berkata:

    Hadits ini tidak ada seorangpun yang meriwayatkan dari kalangan para ulama muslim yang bisa dipegang riwayatnya, bahkan hadits ini tidak di ketemukan dalam kitab-kitab mereka. Sementara yang benar semua khitob Allah U dan Rosul-Nya kepada manusia berbentuk umum mencakup untuk seluruh orang dewasa yang mukallaf, seperti firman Allah U: Wahai para manusia, wahai orang-orang beriman, wahai hamba-hambaku, wahai bani Israel.

    Begitu pula sabda-sabada Nabi r, beliau berbicara di atas mimbar dengan ucapan yang satu yang didengar oleh setiap individu, akan tetapi tingkat pemahaman masing-masing manusia berbeda-beda sesuai dengan keistimewaan yang Allah anugerahkan kepada masing-masing mereka akan kekuatan daya nalar dan kejernihan aqidahnya.

    Kemudian hadits lain yang di palsukan adalah hadist yang di riwayatkan oleh beberapa orang dari Umar t bahwa beliau telah berkata:

    « كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ وَأَبُو بَكْرٍ يَتَحَدَّثَانِ وَكُنْت كَالزِّنْجِيِّ بَيْنَهُمَا »

    “Suatu saat Rosulullah  dan Abu Bakar bercakap-cakap, sementara aku seperti seorang Zanji (orang negro yang tidak faham bahasa arab) diantara mereka berdua ".

    Hadits ini dusta dan di bikin-bikin. Begitu juga riwayat yang menambahinya bahwa Abu Bakar telah menjawabnya dengan sebuah jawaban, sementara Aisyah menjawabnya dengan jawaban yang lain, ini adalah betul-betul sebuah riwayat yang telah di sepakati kebohongannya oleh seluruh ulama. (Lihat: Majmu' Fatawa karya Syeikh Ibnu Taimiyah 18/336).

    *****

    LEWAT ABDULLAH BIN SABA YAHUDI DAN PARA PENGIKUTNYA, FAHAM KEBATHINAN, HAQIQAT DAN MAKRIFAT MASUK DALAM UMAT ISLAM

    Abdullah bin Saba adalah pendeta Yahudi dari penduduk Sana'a, Yaman, yang ibunya berkulit hitam. Dan Abdullah bin Saba ini masuk Islam pada masa khalifah Utsman radhiyallahu 'anhu.

    Para pengikut Faylon yang bernama Abdullah bin Saba dan murid-muridnya telah berhasil mewariskan kepada umat Islam peninggalan Faylon Yahudi. Yaitu mereka telah berusaha menafsiri Al-Qur'an dengan tafsir romzy simbolik dan rumusan yang jauh bahkan sangat jauh dari makna yang hakiki, mereka lakukan ini semua atas dasar persekongkolan untuk tujuan besar demi kepentingan mereka. Dan dalam langkah merealisasikan tujuannya mereka menerapkan dasar-dasar konsep filsafat Platonisme moderen terhadap mayoritas aqidah dan syariat Islam, serta memberikan pemahaman yang semu terhadap orang-orang biasa atau awam, dengan mengatakan bahwa barang siapa yang memahami makna bathin maka dia akan mendapatkan kenaikan pada tingkat makrifat dan tingkat yang tinggi.

    Salah satu contoh takwil Ibnu Saba terhadap ayat-ayat Al-Qur'an, yaitu takwilnya terhadap firman Allah U:

    { إِنَّ الَّذِي فَرَضَ عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لَرَادُّكَ إِلَى مَعَادٍ }

    Arti sebenarnya: " Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu (hukum-hukum) Al-Qur'an, benar-benar akan mengembalikan ke Tempat Kembali".

    Ibnu Katsir dalam tafsirnya 4/595 menyatakan: bahwa yang di maksud dengan Tempat Kembali adalah Hari Kiamat dan Allah U akan memintakan pertanggung jawaban pada mu (nabi Muhammad r) atas penyampaian segala sesuatu yang telah Allah wajibkan pada mu ".

    Kemudian Ibnu Katsir berkata: " Ini adalah pendapat yang tepat sasaran dan bagus ".

    Sementara Abdullah bin Saba Yahudi telah menafsirinya dengan tafsir kebathinan yang menyimpang, sesat dan menyesatkan, dia berkata:

    “Sungguh aku merasa aneh terhadap orang yang mengatakan bahwa nabi Isa akan kembali (ke dunia) akan tetapi dia tidak mengatakan bahwa nabi Muhammad juga akan kembali (ke dunia) ".

    Ini adalah takwilan dia yang pertama terhadap makna-makna Al-Qur'an. Dengan demikian dia telah menorehkan madzhab kebathinan, diantaranya adalah keyakinan hidup kembali ke alam dunia, sebuah keyakinan yang melatar belakangi munculnya madzhab Reinkarnasi, yang kemudian di ikuti oleh semua gerakan-gerakan dan aliran-aliran yang mengkultuskan individu atau orang-orang saleh.

    Di sini Abdullah bin Saba nampak jelas sekali telah melakukan rekayasa yang sangat mirip dengan para pendahulunya, persis seperti yang pernah di lakukan oleh Faylon Yahudi dan sekte Kabaala dalam merubah-rubah dan mentakwil Taurat dan Injil.

    Maka pertama-tama Abdullah bin Saba Yahudi ini menyebarkan konsep wasiat, yaitu sebuah konsep yang menjelaskan bahwa: Ali bin Thalib adalah wasiat nabi Muhammad r, yang kemudian sahabat Ali ini di jadikan target sasaran untuk menerapkan rencana mereka, oleh karena itu kita dapati Abdullah bin Saba menyatakan bahwa bagian ketuhanan telah menyatu dengan Ali dan keturunannya.

    Dan ini adalah jelas – jelas madzhab yang merujuk kepada agama Yahudi dan Kristen yang sudah terkontaminasi oleh ajaran filsafat Platonisme. (Baca: Tarikh Daulat Fatimiyah karya DR. Hasan Ibrahim Hasan hal. 8, dan Firoqus Syiah karya An-Nubakhty hal. 19-20).

    Yang melatar belakangi rencana jahat Yahudi terhadap Islam ini adalah: ketika kaum Yahudi yang terusir dan terkucilkan ini tidak mampu melakukan balas dendam dengan telak terhadap umat Islam, maka mereka mencari tipu muslihat lain dan setrategi lain yaitu menciptakan firqoh-firqoh atau aliran-aliran baru dalam Islam agar umatnya saling gontok-gontokan dan pecah belah. (Baca: Harokaatusy Syiah Al-Mutathorrifiin karya DR. Muhammad Jabir hal. 4-5).

    Salah satu rencana mereka adalah dengan menghadirkan Abdullah bin Saba atau yang di kenal pula dengan sebutan Ibu Sauda, dia adalah seorang rahib Yahudi yang berpura-pura memeluk Islam, dan berusaha menampakkan seolah-olah sangat perhatian terhadap perkembangan agama Islam, maka dengan demikian dia mampu menarik perhatian orang-orang saat itu yang beranggapan bahwa kebijakan-kebijakan kholifah Ustman bin Affan itu telah keluar dan tidak sejalan dengan kebijakan para pendahulunya kholifah Abu Bakar dan Umar bin Khoththob.

    Dan strategi Ibnu Saba dalam menyebarkan prinsip-prinsipnya di kemas dalam bentuk yang mengundang perhatian dan membangkitkan emosional terhadap Utsman t. Dan di dalam kondisi seperti ini si Yahudi yang pura-pura berpakain Islam ini berkesempatan untuk mempengaruhi mereka agar melakukan pengecaman terhadap Utsman serta merendahkan martabatnya. (Baca: Harokaatusy Syiah Al-Mutathorrifiin karya DR. Muhammad Jabir hal. 5 dan Mausu'ah Tarikh Islami karya DR. Ahmad Syalaby 2/145-146).

    Dengan demikian maka sesungguhnya Ibnu Saba ini adalah sumber semua gejolak fitnah dan kekacauan politik yang mengguncang masyarakat Islam, dan wajarlah jika DR. Ahmad Syalaby ketika berbicara tentang Ibnu Saba beliau berkata: Sesungguhnya pucuk pimpinan kesesatan pada periode itu yang memulainya adalah Abdullah bin Saba atau seseorang yang dikenal dengan nama tsb, dan juga murid-muridnya yang begitu banyak telah menimba darinya kesesatan ini serta berjalan di atas jalannya dalam kurun waktu yang lama dan periode-periode yang luas. Adapun nama dan sebutan tidak lah penting, akan tetapi yang penting bagi kami adalah telah hadirnya sosok seseorang yang telah melakukan peran penting yang di nisbatkan kepada Abdullah bin Saba ". (Baca: Mausu'ah Tarikh Islami karya DR. Ahmad Syalaby 2/146 dan Al-Mahdiyah fil Islam karya Saad bin Muhammad Hasan hal. 92).

    Di tambahkan lagi dalam sisi gejolak politik menentang Ustman, disana ada finah lain yang jauh lebih berbahaya dari sekedar masalah politik, yaitu usaha dan rekayasa musuh-musuh Islam yang ingin menghancurkannya dari dalam, yaitu dengan setrategi menciptakan methode-methode dan konsep-konsep ajaran kebathinan di dalam mentakwil syariah, pentakwilan yang mengarahkan kepada penghapusan syariat atau menukarnya dengan campuran takwil kebathinan yang aneh-aneh dengan menggunakan istilah " AL-HIKMAH / الحِكْمَة ", yang sebenarnya adalah kumpulan dan campuran antara ajaran-ajaran khurafat agama Majusi Persia, agama dewa-dewi Yunani dan aqidah-aqidah Yahudi yang sudah mereka rubah-rubah dari sebelumnya. (Baca: Dirosaat fil Falsafatil Islamiyah karya DR. Mahmud Qosim hal. 254).

    Oleh sebab itu tidaklah heran jika tidak selang berapa lama telah bemunculan aqidah-aqidah dan kepercayaan-kepercayaan Yahudi yang di serap dari agama dewa-dewi Persia dan Yunani, yang di kemas dengan baju Islam agar mudah untuk melakukan pengelabuan terhadap umat Islam, umpanya dengan dengan istilah:

    • Nur Muhammadiyah, Nur Nubuwat.
    • Para imam yang sudah makrifat, mereka ma'sum (terjaga) dari dosa dan kesalahan.
    • Karomat-karomat sebagai tanda tingkat kema'rifatan seseorang.
    • Seseorang jika sudah makrifat maka dia lepas dari syariat, karena dia bisa mendapatkan syariat langsung dari Allah (لَدُنِّيْ), maka dia boleh meninggalkan sholat dan kewajiban-kewajiban lainnya serta boleh melakukan maksiat, bahkan di haruskan berbohong agar hakikatnya tidak di ketahui orang awam seperti dengan mengatakan sholat Jum'at nya di Makkah, padahal dia sama sekali tidak sholat Jum'atan, atau dengan mengatakan shalat fardlunya tidak kelihatan manusia, padahal dia tidak shalat sama sekali.
    • Pengkultusan dan pengagungan para imam, kiyai dan wali.
    • Para imam mereka hidup kembali di dunia setelah mati, mereka melihat kita, mendengar, menyampaikan doa kita bahkan berdoa melaluinya sangat mustajab, lebih mustajab dari pada semasa hidupnya yang pertama sebelum kematian.
    • Tuhan merasuki para imam mereka dan menyatu dengan mereka.
    • Jasad mereka menyatu dengan Tuhannya.
    • Pentakwilan dan pentasybihan.
    • Dan lain-lain sebagainya dari aqidah-aqidah dan pemikiran-pemikiran kebathinan.

    Aqidah – aqidah dan pemikiran-pemikiran di atas bukanlah sesuatu yang baru, akan tetapi telah ada sebelum Islam, ajaran-ajaran itu datang dari sebagian rahib-rahib Yahudi sebelumnya dan mereka telah mentakwil kitab Tauret berdasarkan filsafat Platonisme moderen, dan telah menjadi ajaran tetap pula bagi aliran atau sekte Yahudi Kabaala.

    Dan sekte ini pula yang telah mengacau balaukan kitab Taurat dan merubah-rubahnya dengan methode takwil, serta mereka merasa bangga dengan anggapan bahwa mereka telah mampu dan berhasil memadukannya dengan takwil kebathinan, dan mereka mengaku-ngaku bahwa dirinya mampu mendobrak alam gaib dan membuka kunci rahasia huruf-huruf Taurat dan lainnya dengan cara yang jelas-jelas memadukan antara konsep filsafat Yunani, Platonisme moderen dan dasar-dasar aqidah Majusi Persia.

    Methode dan konsep perpaduan ini telah nampak jelas sekali di kancah para pakar filsafat di Yunani dan Iskandariah Mesir. Konsep ini yang di kenal saat itu dengan sebutan seperti berikut:

    “JAM'IYAH AHLI MAKRIFAT (جَمْعِيَّاتُ أَهْلِ العِرْفَانِ)

    atau

    JAM'IYAH GHONAUSHISMEME (الجَمْعِيًّاتُ الغَنُوْصِيِّة)

    Ghonaushismeme ini nisbat kepada (Ghonaushisme / الغَنُّوْصُ) di ambil dari bahasa Yunani yang artinya MAKRIFAT.

    Mereka menganggap bahwa Ilmu Kebathinan adalah sebuah Makrifat yang turun ke hati mereka bercahaya atau wahyu langsung tanpa melalui perantara dan tanpa ada yang mengajarinya.Jamiah-jamiah rahasia ini sudah ada semenjak dahulu kala, dan telah banyak melakukan usaha-usaha untuk mengganti agama yang di wahyukan dari Allah dengannya, temasuk mengganti syariat Yahudi, Kristen dan Islam dengan cara menciptakan kekisruhan dan kontrakdiksi syariat masing-masing yang selanjutnya kemudian menghantam seluruhnya dengan sebagian pemikiran-pemikiran filsafat untuk pembuka jalan agar maju ke depan dengan sebuah slogan yang mereka sebut:

    “AGAMA UNIVERSAL "(الدِّيْنُ العَالَمِي)

    Hal ini seperti yang pernah di singgung oleh para imam Shufi yang berhaluan faham Wahdatul Wujud Al-Hallaj, Al-Kattaany dan Ibnu 'Araby, mereka berkeyakinan bahwa agama itu berdiri di atas dua prinsip:

    • cahaya yang menyinari hati (الإِشْرَاقُ)
    • dan pembukaan tabir ilahi (الكَشْفُ).

    Dan di sebagian mereka ada yang merujuk kepada jenis keyakinan kafir yang betul-betul jelas dan asli kafir, karena pertama-tama dia mencabut tabiat pengkultusan terhadap masing-msing individu umat manusia, kemudian dia melampaui batas dalam mengkultuskannya, agar supaya dengan mudah bisa mempengaruhi orang-orang awam untuk menerima konsep Allah merasuki mereka atau menyatu dengannya, seperti yang telah menimpa kepada agama Kristen, dan seperti yang telah berusaha di terapkan oleh sebagian orang-orang yang menyatakan dirinya sebagai ahli tasawuf dari umat Islam, diantaranya Penulis kitab Al-Qiyamatul Kubro, Al-Hasan bin Ash-Shabaah di benteng (Aal Maut / آلمَوْتُ) saat dia teriak-teriak mengatakan bahwa Al-Qur'an sudah di hapus, dan mengumumkan bahwa dirinya adalah Tuhan ".

    (Baca: Dirosat fil Falsafatil Islamiyah karya DR. Mahmud Qosim hal. 256-257, al-Mujamul Falsafi karya Jamil shaliba jilid 2, Al-Aqidah wasy Syari'ah fil Islam / Ta'liqoot Mutarjimiin hal. 25).

    ******

    PENGARUH ABDULLAH BIN SABA DALAM MENYESATKAN AQIDAH UMAT ISLAM

    Kedatangan Abdullah bin Saba kepada Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu dengan mengatakan kepada beliau: " Engkau, engkau ", bukanlah suatu hal yang kebetulan, melainkan merupakan salah satu rangkaian dari pada rencana-rencana jahat yang sengaja telah di atur oleh orang-orang yahudi untuk memasukkan dan menghidupkan aqidah-aqidah agama berhala pada umat Islam, oleh sebab itu tidaklah aneh jika para pengikutnya setelah itu berdatangan menghadap Ali bin Thalib sambil mengatakan kepadanya: " Engkau adalah Dia ".

    Lalu beliau bertanya pada mereka: " Siapakah dia itu?", maka mereka serentak menjawab: " Engkau adalah Allah ".

    Sahabat Ali t pun spontan marah besar dan memerintahkan maulanya Qunbur untuk membakar mereka dengan api. (Baca: Al-Fashel fil Milal wal Ahwa wan Nihal karya Ibnu Hazem 4/186).

    Dan yang nampak pada segenap riwayat-riwayat lain menyebutkan bahwa Ali bin Abi Thalib berkehendak pula membakar dedengkot yang menimbulkan fitnah Ibnu Saba bersama mereka, akan tetapi orang-orang berteriak dengan mengatakan: Wahai Amirul Mu'miniin apakah engkau hendak membunuh seseorang yang telah mengajak manusia untuk berhukum kepada Ahlul Bait dan berlepas diri dari musuh-musuh mu ?. (Baca: Al-Farq bainal Firoq karya Al-Baghdady hal. 234 dan Firoqusy Syiah karya An-Nubakhty hal. 19).

    Si Yahudi Ibnu Saba tetap dan terus melanjutkan perjalanan sekenarionya yang penuh kedengkian sehingga ketika Ali bin Abi Thalib t mati terbunuh dia membantah bahwa Ali t telah mati, akan tetapi dia menganggap bahwa Ali t menghilangkan diri dan kemudian nanti beliau akan kembali lagi. (Baca: Firoqusy Syiah karya An-Nubakhty hal. 20 dan Al-Fashel fil Milal wal Ahwa wan Nihal karya Ibnu Hazem 4/179).

    Dengan demikian dia telah menerapkan konsep re-inkarnasi Yahudi (الرَّجْعَةُ اليَهُوْدِيَّة). Dan diperkuat dengan ucapan Ibnu Saba kepada seseorang yang datang ikut berduka cita atas terbunuhnya Ali t:

    “Kamu bohong, kalau seandainya kamu mendatangkan sumsum otak kepala beliau dalam tujuh puluh kantong bungkusan, dan kamu hadirkan tujuh puluh saksi yang adil, sungguh kami tetap yakin dan tahu bahwa beliau tidak pernah terbunuh dan tidak akan mati sehingga beliau menguasi seluruh dunia serta memadatinya dengan keadilan, seperti halnya ketika dunia dipenuhi dengan ketidak adilan dan kelaliman ".

    (Baca: Firoqusy Syiah karya An-Nubakhty hal. 20 dan Al-Fashel fil Milal wal Ahwa wan Nihal karya Ibnu Hazem 4/180).

    Ibnu Saba tidak hanya cukup dengan melontarkan konsep diatas, bahkan kami menemukannya bahwa dia telah menetapkan sebuah konsep lain yaitu konsep tentang melekatnya bagian ketuhanan pada diri Ali t.

    Dan Ibnu Saba juga pernah mengatakan:" Bahwa Ali t akan datang dengan awan, dan sesungguhnya halilintar itu adalah suara beliau, dan kilat itu adalah cambuknya atau senyumannya, dan beliau setelah itu akan turun ke bumi, maka beliau akan memenuhi dunia dengan keadilan ". (Baca: Al-Milal wan Nihal karya Syahristany 2/11).

    =====

    MUHAMMAD BIN AL-HANAFIYYAH DAN AL-MUKHTAR ATS-TSAQOFY:

    Muhammad bin al-Hanafiyah [wafat 81 H] adalah Muhammad bin Ali bin Abi Thalib. Ibunya bernama Khaulah binti Ja'far al-Hanafiyah.

    Dan Al-Mukhtar Ats-Tsaqofy adalah Al-Mukhtar bin Abi Ubeid Ats-Tsaqofy [wafat 67 H].

    Murid-murid Ibnu Saba terus menerus dan berkesinambungan di dalam menghembuskan hawa-hawa beracunnya, oleh karena itu kami menemukan mereka mengusung racun-racun itu bersama dengan putra Ali t yang bernama Muhammad bin Al-Hanafiyah, maka seseorang yang bernama Al-Mukhtar bin Abi Ubeid Ats-Tsaqofy mendeklarasikan bahwa Muhammad bin Al-Hanafiyah adalah Imam setelah Ali ayahnya, dengan alasan: " bahwa Ibnu Al-Hanafiyah inilah putra Ali t yang telah memegang bendera ayahnya saat perang Bashrah bukan dua saudaranya Hasan dan Husein – radliyallohu 'anhuma -, maka mereka menjulukinya dengan (Al-Kisaniyah) ". (Baca: Firoqusy Syiah karya An-Nubakhty hal. 20).

    Lewat deklarasi ini dia mulai menyiarkan pemikiran-pemikiran sesatnya yang dia warisi dari Ibnu Saba Yahudi, maka dia menyebarkan KONSEP " KEJELASAN " (البَدَاءُ) artinya nampak jelas setelah samar-samar, yang maksudnya adalah: sebuah hikmah yang sebelumnya tidak nampak jelas, sekarang telah nampak dengan jelas. Atau dalam istilah lain: " Habis gelap terbitlah terang ".

    Konsep ini menuntut sebuah kelaziman adanya kejelasan di kemudian hari, dan menuduh Allah SWT dalam keadaan bodoh sebelum ini. Dan setelah itu Al-Mukhtar Ats-Tsaqofi ini mengira bahwa malaikat Jibril telah datang padanya dengan membawa wahyu dari sisi Allah SWT. (Baca: Firoqusy Syiah karya An-Nubakhty hal. 21).

    RE-INKARNASI:

    Al-Mukhtar Ats-Tsaqofi, Dia juga mengajarkan: konsep RE INKARNASI ARWAH dan konsep ORANG YANG SUDAH MATI AKAN KEMBALI TURUN KE DUNIA. (Baca: Tarikhud Daulatul Fatimiyah karya DR. Hasan Ibrahim hal. 19).

    PENGKULTUSAN INDIVIDU:

    Al-Mukhtar Ats-Tsaqofi, Dia juga mengajarkan bahwa sesungguhnya agama itu adalah taat terhadap seseorang (bukan kepada Tuhan), sehingga dengan konsep ini telah mengantarkan mereka kepada pentakwilan syariat, mereka telah beranggapan bahwa ketaatan mereka terhadap seseorang telah membebaskannya dari kewajiban berpuasa, haji, shalat dan kewajiban-kewajiban lainnya. (Baca: Al-Milal wan Nihal karya Syahristani 1/196 di hamish).

    KELUARNYA MUHAMMAD BIN AL-HANAFIYAH DARI AL-MUKHTAR.

    Ajaran-ajaran Al-Mukhtar Ats-Tsaqofi yang tersebut diatas, inilah yang membuat Muhammad bin Al-Hanafiyah keluar dari kelompok ini dan melepaskan diri dari Al-Mukhtar Atsaqofi dan dari faham-faham sesatnya. Dan dengan keluarnya Ibnul Hanafiyah ini adalah penyebab utama kekalahan Al-Mukhtar dalam mengahdapi pasukan Bani Umayyah / Umawiyyiin. (Baca: Muqoddimah Ibnu Kholdun hal. 351, cet. Darul Kitabil Lubnany th. 1979 M).

    ======

    ABU HASYIM BIN MUHAMMAD BIN AL-HANAFIYYAH [W. 98 H]:

    Setelah Muhammad bin Al-Hanafiyah wafat, muncullah putranya yang bernama Abu Hasyim Abdullah bin Muhammad bin Al-Hanafiyah, dia bertindak sebagai pemimpin Syiah ghulaat yang sangat fanatik, maka dia menganggap bahwa ilmu-ilmu rahasia dan bathin itu adalah anasir keimaman, dengan argumentasi bahwa bagi setiap yang nampak terdapat yang bathin, dan bagi setiap pribadi orang terdapat ruh, dan bagi setiap wahyu yang di turunkan terdapat pentakwilan, dan bagi setiap permisalan di alam ini terdapat hakikat. (Baca: Al-Milal wan Nihal karya Syahristani 1/201).

    Dan Abu Hasyim ini adalah orang pertama yang memulai menerapkan konsep pengemasan rahasia-rahasia kedalam nomor-nomor tertentu, diantaranya adalah rahasia nomor (12), dan nomor ini adalah salah satu syarat atas orang yang akan menggantikan khilafah setelahnya (Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Al-Abbas) yang bertindak sebagai penggerak misi pemberontakan terhadap Umawiyyiin dengan bilangan (12) ini agar bisa mensukseskan jalannya pemberontakan tersebut. (Baca: Al-Fikrusy Syi'ah wan Naza'atush Shufiyah karya DR. Kamil Mushtofa Asyeiby hal. 25).

    Dengan meninggalnya Abu Hasyim pada tahun 97 Hijriyah kesempatan pun semakin luas bagi syiah Kufah yang mana kota Kufah ini di kenal sebagai pusat bertemunya berbagai macam agama dan aliran yang berbeda-beda, untuk terus mengembangkan pembaharuan-pembaharuan yang telah di letakkan oleh Ibnu Saba dan Abu Hasyim Abdullah bin Muhammad bin Al-Hanafiyah. (Baca: Mausu'ah Tarikh Islami karya DR. Ahmad Syalaby 2/147).

    ======

    BAYAN BIN SAM'AN AT-TAMIMY AN-NAHDY:

    Dan salah satu pembaharuan-pembaharuan yang telah di letakkan oleh Ibnu Saba dan Abu Hasyim Abdullah bin Muhammad bin Al-Hanafiyah adalah munculnya seseorang yang bernama Bayan bin Sam'an, maka dia mengumumkan ketuhanan Ali bin Abi Thalib t, bahkan setelah itu mendakwakan bahwa sebagian sifat ketuhanan Ali t berpindah pada dirinya melalui proses reinkarnasi, dan dari sini dia menganggap dirinya telah mengambil rahasia keimaman, yaitu ilmu ketuhanan yang rahasia. Oleh sebab itu menurut anggapannya bahwa dia adalah yang telah di isyaratkan dalam firman Allah SWT:

    {هَذَا بَيَانٌ لِلنَّاسِ وَهُدًى وَمَوْعِظَةٌ لِلْمُتَّقِينَ (138)}

    Yang arti sebenarnya adalah: " (Al-Qur'an ini adalah penerangan bagi seluruh manusia dan petunjuk serta nasihat bagi orang-orang yang bertaqwa ". (QS. Ali Imran: 138).

    Oleh Bayan bin Sam'an ditakwilkan sebagai berikut: " Ini adalah Bayan (bin Sam'an) untuk seluruh manusia dan petunjuk serta nasehat bagi orang-orang yang bertaqwa ".

    Maka dengan takwil ini dia menjadikan dirinya layak dan dibenarkan untuk menghapus serta mengganti syariat Nabi Muhammad .

    Bayan pernah menulis kepada Muhammad al-Baqir rahimahullah sebuah surat yang isinya dia mendakwahinya untuk mengakuinya sebagai nabi yang diutus, di antara isinya adalah:

    أَسْلِمْ تَسْلَمْ وَتَرَقَّى فِي سُلَّمٍ، فَإِنَّكَ لَا تَدْرِي حَيْثُ يَجْعَلُ اللَّهُ النُّبُوَّةَ، فَأَمَرَ الْبَاقِرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ رَسُولَ بَيَانٍ أَنْ يَأْكُلَ كِتَابَهُ، فَأَكَلَهُ، فَمَاتَ مِنْ سَاعَتِهِ.

    Masuk Islamlah anda, maka anda selamat, dan anda menaiki tangga ; karena sesungguhnya anda tidak tahu pada siapakah Allah meletakkan kenabian".

    Lalu Al-Baqir memerintahkan utusan Bayan untuk memakan suratnya, maka dia memakannya, dan dia meninggal saat itu juga. [Baca: al-Waafi bil Wafayaat karya ash-Shofadi 3/348]

    Dan Bayan bin Sam'an ini semasa hidupnya dia punya sahabat yang mendukung pemikiran-pemikirannya yang sesat yaitu Al-Mughirah bin Said al-'Ijly, dan dia lah yang menyebarkan tentang ilmu-ilmu rahasia yang tersembunyi di balik angka (7), maka angka (7) di jadikan sebagai jumlah sahabat-sahabatnya yang keluar bersamanya, dan dia juluki dengan sebutan " Al-Wasfaa / الوصفاء " (Baca : kitab Tarikh Thobary 7/129), sehingga dia menjadikan Ali bin Abi Thalib pada barisan para nabi, bahkan lebih utama dari seluruh para nabi, dan beliau punya kemampuan menghidupkan orang mati. (Baca: Al-Milal wan Nihal karya Syahristani 2/13 dan Harakaatusy Syiah Al-Mutathorrifiin karya Muhammad jabir Abdul 'Aal hal. 37).

    Adapun akhir perjalanan Al-Mughirah dan sahabatnya Bayan bin Sam'an di bakar dengan api di hari yang sama oleh gubernur Kufah Kholid bin Abdullah Al-Qosary. (Baca: Tarikh Thobary 7/129).

    ======

    ABU MANSHUR AL-IJLY DAN SEKTE AL-MANSHURIYAH:

    Setelah mereka berdua tiada, muncullah seseorang yang bernama Abu Manshur Al-Ijly, dari Kufah dari Abdul Qois, dia seorang ummi tidak bisa membaca dan menulis, yang kemudian melahirkan aliran / sekte baru " Al-Mansuriyah (المَنْصُوْرِيَّة).

    Abu Manshur inilah yang mengangkat tinggi-tinggi para imam Syiah semuanya setara dengan Tuhan, dan dia telah mengangkat dirinya sebagai Nabi. (Baca: Maqoolatul Islamiyah karya Abul Hasan al-Asy'ary 1/73 dan Al-Farq bainal Firoq karya Al-Baghdady hal. 243).

    Abu Manshur ini menganggap dirinya telah melakukan mi'raj ke langit dan sesungguhnya Allah SWT dengan tangan-Nya mengusap kepalanya, dan Allah berfirman: " Wahai anakku, sampaikanlah (wahyu) dariku ", lalu Allah U menurunkannya ke bumi, maka dialah yang di maksud dengan (Al-Kisaf / الكِسْفُ) yang artinya sebagian yang turun dari langit yang di sebut dalam firman Allah SWT:

    { وَإِنْ يَرَوْا كِسْفًا مِنَ السَّمَاءِ سَاقِطًا يَقُولُوا سَحَابٌ مَرْكُومٌ }

    Artinya: " Jika mereka melihat Kisaf (sebagian) dari langit yang gugur, mereka akan mengatakan: Itu adalah awan yang bertindih-tindih ". (QS. Ath-Thuur: 44).

    Yang benar ayat ini menceritakan salah satu dari kejadian-kejadian pada hari Kiamat yaitu bergugurannya benda-benda langit, tapi oleh Abu Manshur kalimat Kisaf di sini di takwil dengan dirinya turun ke bumi setelah Mi'raj ke langit.

    (Baca: Al-Milal wan Nihal karya Syahristani 2/15 di hamish, dan Al-Fashel fil Milal karya Ibnu Hazem 4/185, Al-Madiyah fil Islam karya Saad Muhammad Hasan hal. 79 dan Firoqusy Syiah karya An-Nubakhty hal. 34-35).

    Bahwa Abu Mansour Al-'Ijly dipengaruhi oleh agama Kristen, sehingga dia mengklaim bahwa Yesus adalah yang pertama kali diciptakan Allah, kemudian setelah dia Ali bin Abi Thalib.

    Seperti hala dia mengklaim bahwa Utusan Tuhan [Rosul] tidak pernah putus dan berhenti, dan dia menunjukkan kekufurannya tentang Surga dan Neraka. Dia mengklaim bahwa Surga adalah seorang pria yang memerintahkan orang untuk mengikutinya dan mendukungnya, dan dia adalah Imam Waktu. Dan bahwa Neraka adalah seorang pria yang memerintahkan orang untuk menentangnya, dan dia adalah penentang dan musuh imam.

    Dan Abu Mansur mentakwil semua yang diharamkan Allah dengan nama-nama orang yang Allah perintahkan untuk memusuhinya.

    Dan mentakwil semua yang diwajibkan dengan nama-nama orang yang Allah perintahkan untuk setia padanya, maka dari sini dia menghalalkan para wanita dan para mahram, dan dia menghalalkan itu semua untuk para sahabatnya [para pengikutnya].

    Dan dia mengklaim bahwa daging bangkai, darah, babi, judi, dan hal-hal terlarang lainnya adalah halal.

    Dan demikian seterusnya hingga Abu Mansur mengajarkan bahwa dengan mengenal imam maka seseorang akan dihapuskan dan diangkat darinya segala dosa, sebagaimana semua kewajiban seperti sholat, zakat, haji dan puasa dihapuskan darinya.

    Dan dia mengatakan:

    إِنَّهَا أَسْمَاءُ رِجَالٍ أَوْجَبَ اللَّهُ وِلَايَتَهُمْ

    "Sesungguhnya itu semua adalah nama-nama orang yang diberi mandat oleh Allah ".

    [Baca artikel: المنصورية: الخَنق في سبيل الله oleh Muhammad Sya'ban].

    ======

    ABUL KHOTHTHOB AL-ASADY DAN SEKTE AL-KHOTHTHOBIYAH:

    Dan telah datang pula Abul Khoththoob Muhammad bin Miqlaash Abu Zainab al-Asady dari Kufah, dia berjalan di atas haluan pemikiran ghuluw (pengkultusan individu yang sangat melampaui batas), dia melangkah sangat jauh dan bertindak sebagai pemimpin aliran, bahkan dia adalah ustadz bagi semua para pendiri aliran-aliran kebathinan yang datang sesudahnya.

    Dia adalah ustadz bagi al-Mufadlol bin Al-Ju'fy yang melatar belakangi pemikiran-pemikiran Muhammad bin Nashir yang sesat, dan yang meletakan alirannya An-Nashiriyah berjalan di atas konsep-konsep sesat itu.

    Dan dia juga adalah ustadz bagi Isma'il bin Ja'far dan putranya Muhammad. Dan dia juga sahabat sejati bagi Maimun Al-Qoddah dan putranya, dan mereka itulah yang telah mengkristalkan dengan cara yang ampuh dalam melejitkan gerakan aliran kebathinan dengan kemasan " Ismailiyah ", yang kemudian terbesit darinya mayoritas kemunculan gerakan dan aliran kebathinan lainnya, seperti lahirnya aliran Qoromithoh, Druze, Ikhwanush Shafa dan Hasysyasyiin.

    Oleh karena itu seorang peneliti yang bernama An-Nubakhty ketika berbicara tentang sekte Ismailiyah, maka dia mensifati dan menggambarkan mereka-mereka ini dengan gambaran Al-Koththobiyah, yang demikian itu di sebabkan adanya ikatan erat di antara keduanya dalam konsep-konsepnya dan sasaran-sasarannya. (Baca: Firoqusy Syiah karya An-Nubakhty hal. 59).

    Sudah barang tentu dan di pastikan untuk memuluskan jalannya rencana mereka dan agar pemikiran-pemikirannya laku keras dan cepat di terima oleh khalayak ramai, maka Abul Khothob mencari sosok yang telah menjadi publik figur serta diakui keimamannya, oleh karena itu tidaklah heran jika dia langsung merapat dengan Ja'far bin Muhammad yang bergelar Ash-Shoodiq, karena beliau adalah orang yang telah dianggap oleh para pengikut Syiah sebagai imam mereka.

    Abul Khoththob berusaha dengan keras untuk bisa mendekatinya agar dengan mudah bisa menyebarkan pemikiran-pemikirannya, dan dia berencana jika dengan Ja'far Ash-Shadiq ini dia bisa melakukan hal yang sama seperti yang pernah di lakukan oleh orang-orang sebelumnya yaitu Abdullah bin Saba dan kelompoknya terhadap Ali bin Abi Thalib.

    Namun setelah Ja'far Ash-Shadiq mengetahui pemikiran-pemikirannya yang sesat, maka beliau langsung mengumumkan bahwa dirinya lepas darinya dan tidak terlibat di dalamnya, bahkan beliau terang-terangan mengutuknya, dan juga memerintahkan sahabat-sahabatnya agar segera keluar darinya, bahkan lebih keras dari pada itu. (Baca: Daur Kataamah fii Taariikhil Khilafah karya DR. Musa Laqobbalhal. 200).

    Pemikiran-pemikiran sekte kebathinan Al-Khoththobiyah berdiri di atas konsep-konsep seperti berikut ini:

    Mereka beranggapan bahwa: Allah U adalah Nabi Muhammad r, dan Dia menjelma dalam lima orang dan dalam lima rupa yang berbeda, menjelma dalam rupa Muhammad, Ali, Fathimah, Hasan dan Husein.

    Dan sesungguhnya adapun Dia menampakan diri dalam ujud manusia dan bersifat kemanusian, agar supaya makhluk-Nya merasa bisa dekat dan familiar serta tidak menimbulkan rasa asing dan kengerian terhadapnya. Karena ketika Dia menampakkan pada manusia dalam bentuk cahaya, maka para manusia tidak mau mengakui-Nya dan mereka mengingkari-Nya, lalu ketika Dia menampakkan diri pada mereka lewat pintu kenabian dan kerasulan mereka pun mengingkari-Nya pula, maka ketika Dia menampakan diri lewat pintu keImaman (maksudnya dalam bentuk kepribadian Ali dan anak cucunya), maka mereka menerima-Nya.

    Maka Allah yang dhahir (yang nampak) menurut mereka adalah Imam dan orang-orang yang menyandang gelar ini, adapun Allah yang bathin adalah Allah yang maknanya Muhammad r. (Baca: Kitab Al-Maqoolaat wal Firoq karya Al-Laqmy hal. 56).

    Oleh karena itu para pengikut sekte ini telah menganggap Abul Khoththob sebagai nabi yang diutus, yang mengutusnya adalah Ja'far bin Muhammad Ash-Shodiq, yang di anggap sebagai Imam atau sebagai Tuhan menurut mereka (Maha Suci Allah dari apa yang telah mereka tuduhkan), dan atas dasar ini mereka menghalalkan segala sesuatu yang haram, seperti zina, mencuri dan minuman keras. Mereka juga meninggalkan zakat, shalat, puasa, haji dan menghalalkan melepaskan syahwat sesama mereka.

    Dan mereka juga berkata: " Barang siapa ada saudaranya yang memintanya untuk menjadi saksi terhadap rival-rivalnya, maka harus membenarkannya serta memberinya kesaksian pembelaan baginya, karena sesungguhnya yang demikian itu adalah fardlu dan wajib atasnya. (Baca: Kitab Al-Maqoolaat wal Firoq karya Al-Laqmy hal. 56)

    Mereka para pengikut Abul Khoththob menganggap bahwa amalan-amalan yang hukumnya fardlu itu adalah simbol dari nama-nama pria dan wanita, maka barang siapa mengenal nama pintu-pintu, nama anak-anak yatim, nama para cendikiawan, orang-orang pilihan dan lainnya, begitu juga mengenal bahwa pintu itu adalah Salman Al-Farisy, anak yatim besar itu adalah Miqdad dan anak yatim kecil adalah Abu Dzar, maka dia adalah seorang mukmin yang benar-benar sudah teruji dan lulus ujian, dengan begitu dia terlepas dari semua beban kewajiban mengamalkan syariat, dan dihalalkan baginya semua yang diharamkan oleh Allah U dalam Al-Qur'an dan dalam sabda-sabda Nabi-Nya. (Baca: Al-Maqoolaat wal Farq karya Al-Laqmy hal. 57 dan Firoqusy Syiah karya An-Nubakhty hal. 37- 38)

    Mereka juga menganggap segala sesuatu yang di haramkan itu adalah simbol dari nama-nama pria dan wanita dari golongan para pembangkang dan ingkar, oleh karena itu Allah U membebani mereka dengan kewajiban-kewajiban dan amalan-amalan yang fardlu, seperti harus melaksanakan shalat, zakat dan fardlu-fardlu lainnya. Kewajiban-kewajiban ini di timpakan kepada mereka sebagai hukuman dan belenggu atau rantai yang mengikatnya.

    Mereka juga menghalalkan semua bentuk perzinahan, dan menghapus hukum pernikahan dan perceraian (Talaq), dan mereka menganggap bahwa dalam syariat nikah dan talak itu terdapat makna / takwil bathin, tidak ada yang mengetahuinya kecuali seorang mukmin. Oleh karena itu mereka menganggap bahwa wanita itu ibarat tanaman bunga yang tumbuh, siapapun boleh memetiknya jika menginginkannya, jika kamu menciumnya, maka dengan demikian kamu telah menghormati saudaramu yang mukmin. (Baca: Al-Maqoolaat wal Farq karya Al-Laqmy hal. 57-58 dan Firoqusy Syiah karya An-Nubakhty hal. 38)

    Dan perlu di ketahui bahwa: Abul Khoththob dan para pengikutnya mereka telah mempelajari ilmu perdukunan, ilmu sihir, ilmu nujum (ramalan) dan ilmu kimia, sehingga dengan itu semua mereka mampu mengelabui setiap kaum sesuai dengan kegemaran mereka. Dan mereka ini ketika berada di hadapan publik atau masyarakat, mereka berusaha menampakkan dirinya seolah-olah mereka adalah orang-orang yang sangat zuhud dan waro' (tidak suka dunia dan menjauhkan diri dari yang makruh dan syubhat). (Baca: Al-Kaamil fit Tarikh karya Ibnul Atsiir 8/29).

    Dalam melakukan penyeleksian terhadap orang yang berkeinginan masuk kedalam madzhabnya, mereka menerapkan ujian yang cukup lama, pertama-tama si calon itu harus meminum minuman keras di sertai keyakinan bahwa itu adalah halal. Setelah itu dia harus mengetahui makna bathin atau hakikat dari pada kewajiban shalat dan kewajiban-kewajiban lainnya.

    Adapun ujian yang terakhir adalah " Al-Muwaasaah / saling pengertian ", yaitu si calon itu harus menjadikan Abul Khaththob sebagai sekutu baginya, maksudnya dia sama-sama ikut memiliki semua yang di miliki si calon tadi, baik kepemilikan harta maupun wanita.

    Maka pertama-tama Abul Khoththob menyerahkan istrinya, anak perempuanya dan saudari perempuannya kepada si calon itu untuk menggaulinya. Setelah itu gantian, si calon itu menyerahkan semua yang dia miliki baik istri, anak perempuan maupun saudari perempuannya kepada Abul Khoththoob untuk menggaulinya pula. Dengan ini semua si calon itu menjadi saudara seiman bagi Abul Khoththob. (Baca: Al-Maqoolaat wal Farq karya Al-Laqmy hal. 58-59).

    -------

    RE-INKARNASI VERSI ABUL KHOTHTHOB AL-ASADY:

    Dan salah satu dari keyakinan-keyakinannya adalah konsep tentang Re Inkarnasi (التناسخ), mereka berkeyakinan bahwa arwah para pembangkang dan orang-orang yang ingkar akan kembali ke dunia menempati binatang-binatang kera dan babi, atau menempati benda-benda padat dari bebatuan dan besi. Untuk menguatkan konsep ini mereka berpegang teguh kepada takwil firman Allah U:

    { قُلْ كُونُوا حِجَارَةً أَوْ حَدِيدًا. أَوْ خَلْقًا مِمَّا يَكْبُرُ فِي صُدُورِكُمْ فَسَيَقُولُونَ مَنْ يُعِيدُنَا قُلِ الَّذِي فَطَرَكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ }

    Artinya: Katakanlah: " Jadilah kamu sekalian batu atau besi atau suatu makhluk yang tidak mungkin (hidup) menurut pikiranmu ". Maka mereka akan bertanya: "Siapa yang akan menghidupkan kami kembali ?". Katakanlah: " Yang telah menciptakan kamu pada kali yang pertama ". (QS. Al-Isra: 50 – 51).

    Adapun arwah mereka sendiri Abul Khoththob dan para pengikutnya, mereka berkeyakinan tidak akan pindah kepada binatang-binatang hina dan benda-benda padat yang tersebut di atas, melainkan arwah mereka ini memiliki tujuh badan lainnya yang berfungsi sebagai baju yang membungkusnya, setiap kali mereka melepaskan sebuah baju, maka mereka memakai baju lainnya, hingga baju yang ke tujuh, dan pada saat yang ketujuh inilah terbukanya tabir yang menutupinya atau menghalangi pandangannya (maksudnya sudah sampai pada tingkat makrifat, bisa melihat Allah U dan menyatu dengan-Nya). (Baca: Al-Maqoolaat wal Farq karya Al-Laqmy hal. 58-59).

    -----

    AKHIR PERJALANAN ABUL-KHOTHTHOB AL-ASDY:

    Perjalanan Abul Khoththob dan para pengikutnya berakhir di tangan gubernur Isa bin Musa, penyebabnya adalah karena saat itu mereka telah berkumpul di sebuah masjid di Kufah dan mereka berusaha mencoba melakukan pembunuhan terhadap gubernur Kufah dan para tentaranya, maka akibatnya sebagian besar pengikut Abul Khoththob ini mati terbunuh, kemudian Abul Khoththob di tangkap dan di hadapkan kepada gubernur dan akhirnya di hukum mati di tepi sungai Eufrat. (Baca: Tarikh Daulat Fatimiyah karya DR. Hasan Ibrahim Hasan hal. 332).

    ******

    MUNCULNYA SEKTE AN-NUSHAIRIYAH DAN SEKTE ISMAILIYYAH:

    Seperti yang pernah kami singgung sebelumnya, bahwa Abul Khoththob ini adalah salah satu syeikh bagi Al-Mufadlol Al-Ju'fy yang kemudian Al-Ju'fy ini menjadi ustadz bagi Ibnu Nashir, dan dia itu adalah orang yang sangat di kultuskan oleh sekte Nashiriyah hingga sekarang. Maka bagi orang yang mengamati dengan cermat tentang aqidah-aqidah Al-Khoththobiyah, pasti akan menemukan bahwa mayoritas aqidah-aqidahnya telah di jiplak perhuruf (secara textual) oleh sekte An-Nashiriyah. Maka sesungguhnya aqidah-aqidah An-Nashiriyah secara keseluruhan telah diambil dari aqidah-aqidah Al-Khothobiyah baik yang berkaitan dengan penghalalan yang haram, pengharaman yang halal, reinkarnasi dan halalnya menzinahi para wanita, serta menjadikannya sebagai doktrin-doktrin khusus dan istimewa bagi meraka.

    Dan sesungguhnya munculnya aliran kebathinan Isma'iliyah itu adalah jaringan lain dari sekian jaringan-jaringan utama yang saling berhubungan yang di adakan oleh Abul Khoththob dan gerakan fanatik kebathinan lainnya. (Baca: A-Fikrush Syii'I wan Naza'aatush Shufiyah karya DR. Kamil Asy-Syeiby hal. 29).

    Maka tidaklah heran jika kita menemukan para pengikut al-Khoththobiyah setelah Abul Khoththoob dihukum mati, mereka bergabung dengan aliran Isma'iliyah dan mereka membai'at Muhammad bin Ismail sebagai imam mereka. (Baca: Firoqusy Syi'ah karya An-Nubakhty hal. 60-61).

    Karena mereka tahu jika Muhammad bin Ismail ini adalah murid sejatinya Abul Khoththob, dan yang di anggap oleh para pengikutnya bahwa dia telah diutus dengan membawa risalah kerasulan yang baru dan syariat yang baru yang berpegang teguh pada konsep Takwil dan Ilmu bathin (Hakikat). (Baca: Al-Milal wan-Nihal karya Syahristany 2/28 dan 32, dari footnote).

    Dan sebetulnya semua itu dalam rangka usaha mereka untuk mengelabui umat Islam yaitu dengan cara mengemas aqidah Islam model baru dengan kemasan yang berpenampilan ilmiyah, serta berpenampilan sebagai gerakan Ishlah [cinta damaiyang mempropagandakan perdamaian universal] bagi semua lapisan masyarakat.

    Agar di dalam menjalankan rencana yang berbahaya ini bisa mulus dan aman, maka mereka dengan cermat melakukan setrategi penyusunan aqidah Isma'iliyah yang di sesuaikan dengan kondisi tingkat kemampuan daya nalar masyarakat serta cocok dengan kepercayaan-kepercayaan semua bangsa, dengan tujuan agar kewajiban-kewajiban dalam syariat itu bisa di ralat dan di rubah-rubah sesuai kondisi tingkatan seorang murid (seseorang yang sedang menjalani tingkatan-tingkatan tertentu yang ada dalam tarekat kebathinan).

    Maka jika ia semakin tinggi tingkat pemahamannya terhadap hakikat dan rahasia-rahasia syariat agama, maka semakin berkurang pula kewajiban-kewajiban atas dirinya dalam mengamalkan syariat, sehingga ketika dia sampai pada tingkatan yang paling tertinggi atau sampai pada level puncak kemakrifatannya dan pemahamannya terhadap hakikat, maka tidak ada yang tersisa pada dirinya pondasi-pondasi keimanan yang wajib di imani dalam agama Islam, dan dia tiada lain bagaikan kerangka yang hampa dan bangunan yang saling tarik menarik, karena tujuan utama dari pada aliran Ismailiyah adalah merobohkan seluruh pondasi aqidah Islam yang telah menjadi target sasarannya. (Baca: Al-'Aqidatu Wasy-Syari'atu fil Islam karya Agnuis Goldstairs hal. 240).

    ====****=====

    FAHAM HAKIKAT, MAKRIFAT DAN WIHDATUL WUJUD DALAM ALIRAN SUFI KEBATHINAN [TASAWUF]:

    =========

    Tidak semua aliran sufi itu sama manhajnya. Ada sebagian aliran sufi yang berjalan diatas al-Qur'an dan Sunnah. Tapi ada juga berjalan diatas manhaj Mistik dan Sinkretisme [pencampur adukan ajaran Islam dan lainnya].

    Di sini penulis hanya membahas aliran Tasawuf yang sarat dengan mistik kebathinan. Dan definisi nya adalah sbb:

    Definisi ke 1: Tasawwuf Kebatinan adalah Faham Mistik dalam agama Islam sebagaimana Taoisme di Tiongkok dan ajaran Yoga di India. [Baca: Mr. G.B.J Hiltermann & Prof.Dr.P.Van De Woestijne].

    Definisi ke 2: Tasawwuf Kebatinan adalah aliran kerohanian mistik (mystiek geestroming) dalam agama Islam (Dr. C.B. Van Haeringen).

    Shufisme Kebathinan adalah ajaran mistik (mystieke leer) yang dianut sekelompok kepercayaan di Timur terutama Persi dan India yang mengajarkan bahwa semua yang muncul di dunia ini sebagai sesuatu yang khayali (als idealish verschijnt), manusia sebagai pancaran (uitvloeisel) dari Tuhan selalu berusaha untuk kembali bersatu dengan DIA (J. Kramers Jz).

    Adapun definisi Tasawuf atau Sufi yang BERMANHAJ sesuai AL-QUR'AN dan AS-SUNNAH, maka seorang penulis dari mazhab Maliki, Abd al-Wahhab al-Sha'rani mendefinisikan Shufisme sebagai berikut:

    "Jalan para Shufi dibangun dari Qur'an dan Sunnah, dan didasarkan pada cara hidup berdasarkan moral para nabi dan yang tersucikan. Tidak bisa disalahkan, kecuali apabila melanggar pernyataan eksplisit dari Qur'an, sunnah, atau ijma."

    [Sha'rani, al-Tabaqat al-Kubra (Kairo, 1374), I, 4.]

    Namun menurut Asy Syaikh Ihsan Ilahi Dzohir rahimahullah, dia menyatakan:

    “Tatkala kita telusuri ajaran Shufi periode pertama dan terakhir, dan juga perkataan-perkataan mereka baik yang keluar dari lisan atau pun yang terdapat di dalam buku-buku terdahulu dan terkini mereka, maka sangat berbeda dengan ajaran Al Qur’an dan As Sunnah.

    Dan kita tidak pernah melihat asal usul ajaran Shufi ini di dalam sejarah pemimpin umat manusia Muhammad , dan juga dalam sejarah para shahabatnya yang mulia, serta makhluk-makhluk pilihan Allah Ta’ala di alam semesta ini. Bahkan sebaliknya, kita melihat bahwa ajaran Shufi ini diambil dan diwarisi dari kerahiban Nashrani, Brahma Hindu, ibadah Yahudi dan zuhud Buddha ".

    [Baca: At Tashawwuf Al Mansya’ Wal Mashadir, hal. 28.(Ruwaifi’ bin Sulaimi, Lc)]

    ======

    PEMBAGIAN MAKNA DZOHIR DAN BATHIN PADA SEBAGIAN ALIRAN SUFI:

    Ada sebagian kalangan tarikat Shufiyah yang membagi Islam menjadi dua bagian, yaitu:

    Syariat dan Hakikat. Atau dzohir dan bathin.

    Ibnul-Jauzi rahimahullah menjelaskan:

    “Ada kalangan Shufi yang membedakan (agama) menjadi hakikat dan syariat”. [Naqdul-‘Ilmi wal-‘Ulama, hlm. 246-247]

    Yang dimaksudkan dengan syariat –menurut kaum Shufi- yaitu perkara apa saja yang diwahyukan Allah kepada Rasul-Nya tanpa memerlukan adanya pentakwilan.

    Mereka menyebutnya dengan nama ilmu dzohir atau ilmu syariah.

    Menurut kalangan Shufi tsb: golongan yang mengimani nash-nash syariat tanpa menggunakan takwil ini, masuk ke dalam kategori kelompok awam.

    Yang termasuk dalam klasifikasi ini -menurut kaca mata mereka- yaitu para imam empat, seluruh ulama fiqih (fuqaha), dan ulama hadits.

    Adapun pengertian al-haqiqah (hakikat), yaitu bisikan-bisikan hati dan mimpi-mimpi kaum Shufi, yang mereka yakini sebagai takwil (penafsiran) ilmu syariat.

    Ilmu ini dikenal dengan istilah ilmu BATHIN, dan para pemiliknya pun disebut AHLUL BATHIN.

    Mereka inilah –menurut kalangan Shufi- yang dikategorikan sebagai manusia-manusia KHOS / خاص, yang menyandarkan cara pengamalan agama pada penakwilan nash-nash syariat.

    Bahkan kata mereka, ILMU BATHIN tersebut lebih tinggi daripada ILMU SYARIAH.

    Mereka melabeli para ulama syariah dengan sebutan yang merendahkan.

    Seperti ‘al-‘awwaam’ (orang-orang awam), ahlu dzohir, al mahjubun / المَحْجُوْبُوْنَ (kaum yang terhalangi dari ilmu).

    Bahkan, kata ahlu syubuhat dan hawa nafsu pun mereka lekatkan pada ulama syariah.

    Asy Syarani menukil riwayat dari seorang tokoh Shufi, Nashr bin Ahmad ad Daqqaq, ia berkata:

    “Kesalahan seorang murid ada tiga: menikah, menulis hadits dan bergaul dengan ulama syariah”.

    Lain lagi dengan Syaikh Hamd an Nahlan at Turabi. Sebelumnya ia menyibukkan diri dengan mengajar ilmu fiqh. Akan tetapi, pasca mengenal tarikat faham HAKIKAT DAN MAKRIFAT, menghabiskan waktunya selama 32 bulan untuk berkholwat.

    Murid-muridnya pun memintanya untuk kembali mengajar. Akan tetapi ia menjawab: “Saya dan al Khalil (nama seorang ulama fiqih besar) telah berpisah sampai hari Kiamat” [Târîkh Baghdâd (2/331)]

    =====

    HAKIKAT “ILMU HAKIKAT” PADA SEBAGIAN ALIRAN SUFI

    Ahmad bin Muhammad bin al Mahdi bin Ajîbah, dia adalah seorang tokoh Shufi, meninggal pada tahun 122H. Dia dikenal dengan Ibnu ‘Ajîbah.

    Dia menulis sebuah kitab berjudul Iqâzhul-Himami fi Syarhil-Hikam. Menurut Ibnu ‘Ajîbah: bahwa orang yang membagi agama menjadi hakikat dan syariat ialah Nabi.

    Menurut Ibnu ‘Ajîbah, Allah mengajarkannya kepada beliau  melalui wahyu dan ilham.

    Malaikat Jibril datang pertama kali membawa “syariat”.

    Dan tatkala “syariat” sudah mengakar, maka Malaikat Jabril turun untuk kedua kalinya dengan membawa “haqiqat”.

    Tetapi hanya sebagian orang yang memperolehnya. Dan orang yang pertama kali memunculkannya ialah Sayyiduna ‘Ali".

    [Baca: Iqâzhul-Himami fi Syarhil-Hikam (1/5). Dikutip dari halaman 149 Ijtimâ’ Juyûsyil-Islâmiyyah lil- Imam Ibnil-Qayyim ma’a Mauqifihi min Ba’dhil-Firaq, Dr. ‘Awwâd bin ‘Abdullah al-Mu’tiq]

    Anggapan dan keyakinan seperti ini, tentu merupakan pemikiran bid’ah model baru.

    Karena sejak awal, kaum Muslimin tidak pernah mengenal pembagian ini. Kaum Muslimin tidak pernah memikirkannya, apalagi sampai mengakuinya.

    Benih pembagian agama menjadi “hakikat” dan “syariat” ini sebenarnya tumbuh dari sekte Syi`ah yang mengatakan bahwa setiap segala sesuatu memiliki sisi dzohir dan bathin.

    Sehingga –menurut sebagian kaum Shufi Kebatinan- demikian pula dengan Al-Qur`an, ia mempunyai sisi dzohir dan bathin.

    Setiap ayat dan kata-katanya memuat pengertian dzohir dan bathin.

    Sisi bathin itu tidak terdeteksi kecuali oleh kalangan hamba Allah yang khusus (kaum khawâsh = الخَوَاصُ), yang mana menurut mereka bahwa Allah mengistimewakannya dengan karunia ini, bukan kepada orang selain mereka.

    Oleh karena itu, di sebagian kalangan Shufi yang memegangi bid’ah ini, mereka telah mengikuti jalan ta`wil, sehingga “terpaksa” banyak menggunakan bahasa-bahasa dan istilah yang biasa dipakai orang-orang Syi`ah.

    ======

    FAHAM PENYATUAN WUJUD [WIHDATUL WUJUD] DALAM SEBAGIAN SEKTE SUFI:

    Dalam Faham wihdatul wujud pada sebagian Tarekat Sufi terdapat kemiripan dengan Faham dalam Bersatunya manusia dan Tuhan Madzhab Yoga Hindu. Wihdatul Wujud, yaitu keyakinan bahwa semua yang ada pada hakikatnya adalah satu dan segala sesuatu yang kita lihat di alam semesta ini tidak lain merupakan perwujudan/penampakan Zat Ilahi (Allah ‘azza wa jalla).

    Dan Faham ini juga berisi keyakinan bahwa manusia dapat menyatu dengan Allah.

    Penganut Faham kesatuan wujud ini mengambil dalil Al Quran yang dianggap mendukung penyatuan antara manusia dengan Ruh Allah dalam penciptaan manusia pertama, Nabi Adam alaihis salam:

    ﴿فَإِذَا سَوَّيۡتُهُۥ وَنَفَخۡتُ فِيهِ مِن رُّوحِي فَقَعُواْ لَهُۥ سَٰجِدِينَ 

    "Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan) Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya". [QS. Shaad: 72].

    Mereka mengatakan: ayat ini menunjukkan bahwa Ruh itu bukan makhluk, akan tetapi bagian dari Allah, karena Allah SWT berfirman "مِن رُّوحِي" artinya dari ruhku. Dengan demikian, maka seorang hamba bisa menyatu dengan Tuhan-nya.

    Faham ini dikalangan penganut Faham kebathinan juga dikenal sebagai Faham manunggaling kawula ing gusti yang berarti bersatunya antara hamba dan Tuhan.

    Benarkah bahwa ruh itu bukan makhluk ? Ibnu al-Qoyyim dalam kitab ar-Ruuh mengutip perkataan al-Hafidz Muhammad bin Nasher al-Marwazy, yang mengatakan:

    "وَلَا خِلَافَ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ أَنَّ الْأَرْوَاحَ الَّتِي فِي آدَمَ وَبَنِيهِ وَعِيسَى وَمَنْ سِوَاهُ مِنْ بَنِي آدَمَ كُلُّهَا خَلْقٌ لِلَّهِ، خَلَقَهَا وَأَنْشَأَهَا وَكَوَّنَهَا وَاخْتَرَعَهَا ثُمَّ أَضَافَهَا إِلَى نَفْسِهِ كَمَا أَضَافَ إِلَيْهِ سَائِرَ خَلْقِهِ قَالَ تَعَالَى: {وَسَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مِنْهُ} [الجاثية/13] ".

    Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan umat Islam bahwa ruh-ruh yang ada pada Adam, anak cucunya, Isa, dan selainnya dari anak cucu Adam semuanya adalah makhluk Allah. Allah yang menciptakan mereka, yang menumbuh besarkannya, yang membentuknnya dan merancangnya. Kemudian Allah SWT sandarkan semua makhluk kepada-Nya, sebagaimana yang Allah SWT firmankan:

    {وَسَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ جَمِيعاً مِنْهُ}

    “Dan Dia menundukkan apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi untukmu semuanya (sebagai rahmat) dari-Nya". [QS. Al-Jaatsiyah: 13].

    Dan Allah SWT berfirman:

    {اَللّٰهُ يَتَوَفَّى الْاَنْفُسَ حِيْنَ مَوْتِهَا وَالَّتِيْ لَمْ تَمُتْ فِيْ مَنَامِهَا ۚ فَيُمْسِكُ الَّتِيْ قَضٰى عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الْاُخْرٰىٓ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّىۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ}

    Allah memegang nyawa (seseorang) pada saat kematiannya dan nyawa (seseorang) yang belum mati ketika dia tidur; maka Dia tahan nyawa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia lepaskan nyawa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran) Allah bagi kaum yang berpikir. [QS. Az-Zumar: 42]

    Ibnu Hazem dalam al-Muhallaa berkata:

    " وَكَانَتْ ‌النُّفُوسُ ‌كَثِيرَةً ‌مُرَكَّبَةً ‌مِنْ ‌جَوْهَرِهَا وَصِفَاتِهَا، فَهِيَ مِنْ جُمْلَةِ الْعَالَمِ، وَهِيَ مَا لَمْ يَنْفَكَّ قَطُّ مِنْ زَمَانٍ وَعَدَدٍ فَهِيَ مُحْدَثَةٌ مُرَكَّبَةٌ، وَكُلُّ مُحْدَثٍ مُرَكَّبٍ مَخْلُوقٌ. وَمَنْ جَعَلَ شَيْئًا مِمَّا دُونَ اللَّهِ تَعَالَى غَيْرَ مَخْلُوقٍ فَقَدْ خَالَفَ اللَّهَ تَعَالَى فِي قَوْلِهِ: {وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ} [الأنعام: 101] وَخَالَفَ مَا جَاءَتْ بِهِ النُّبُوَّةُ وَمَا أَجْمَعَ عَلَيْهِ الْمُسْلِمُونَ وَمَا قَامَ بِهِ الْبُرْهَانُ الْعَقْلِيُّ".

    Jiwa-jiwa [ruh] itu banyak tersusun dari hakikat dan sifat-sifatnya, maka jiwa-jiwa itu bagian dari alam semesta, dan jiwa-jiwa itu sama sekali tidak terpisahkan dari masa waktu dan jumlah maka jiwa-jiwa itu adalah sesuatu yang baru yang dirangkai.

    Dan setiap senyawa yang baru adalah makhluk. Dan barangsiapa menetapkan sesuatu selain Allah SWT bukan makhluk, maka dia telah menyelisihi firman Allah SWT: "Dia pencipta segala sesuatu". Dan dia menentang terhadap apa yang telah datang dari Nabi , menyelisihi apa yang disepakati umat Islam secara Ijma', dan bertentangan dengan dalil logika ". [ Lihat : al-Muhallaa 1/24].

    Adapun firman Allah "مِن رُّوحِي = dari ruhku " maka yang dimaksud adalah " dari ruh ciaptaanku ". Penyandaran kata Ruh kepada Allah di sini adalah penyandaran yang menunjukan kemuliaan yang di sandarkan [إضَافَة تَشْرِيْفْ] sama seperti firman-Nya:

    ﴿وَإِذۡ بَوَّأۡنَا لِإِبۡرَٰهِيمَ مَكَانَ ٱلۡبَيۡتِ أَن لَّا تُشۡرِكۡ بِي شَيۡـٔٗا وَطَهِّرۡ بَيۡتِيَ لِلطَّآئِفِينَ وَٱلۡقَآئِمِينَ وَٱلرُّكَّعِ ٱلسُّجُودِ ﴾

    Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan): "Janganlah kamu memperserikatkan sesuatupun dengan Aku dan sucikanlah RUMAH-KU ini bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-orang yang beribadat dan orang-orang yang ruku' dan sujud. [QS. Al-Hajj: 26]

    Kata: "Rumah-Ku" dalam ayat diatas adalah penyandaran kemulian [إضَافَة تَشْرِيْفْ] yang menunjukkan kemulian rumah tersebut karena di sandarkan kepada Allah. Dan yang dimaksud "Rumah-Ku" di sini adalah Ka'bah atau Baitullah.

    ======

    TINGKATAN DAN TAHAPAN SPIRITUAL PADA AJARAN SUFI KEBATINAN:

    Empat tingkatan kedalaman beragama :

    Syari'at dalam perspektif faham tasawuf ada yang menggambarkannya dalam bagan Empat Tingkatan Spiritual Umum dalam Islam, syariat, tariqah atau tarekat hakkat .

    Tingkatan keempat ma'rifat, yang 'tak terlihat', sebenarnya adalah inti dari wilayah hakikat, sebagai esensi dari kempat tingkatan spiritual tersebut.

    Sebuah tingkatan menjadi fondasi bagi tingkatan selanjutnya, maka mustahil mencapai tingkatan berikutnya dengan meninggalkan tingkatan sebelumnya. Sebagai contoh, jika seseorang telah mulai masuk ke tingkatan (kedalaman beragama) tarekat , hal ini tidak berarti bahwa ia bisa meninggalkan syari'at. Yang mulai memahami hakikat, maka ia tetap melaksanakan hukum-hukum maupun ketentuan syariat dan tarekat .

    MAKNA SYARIAT:

    Syariat adalah wujud ketaatan salik kepada agama Allah dengan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Syariah adalah sisi praktis dari ibadah dan muamalah dan perkara-perkara ubudiyah. Tempatnya adalah anggota luar dari tubuh. Yang mengkaji khusus ilmu syariah disebut fuqaha (ahli fiqih).

    Menurut Syekh Tajudin as-Subki, syariat adalah segala sesuatu yang ditanggungkan kepada seorang hamba. Sedangkan hakikat adalah inti dan makna dari perkara tertentu. Syariat berbasis fiqih, sementara hakikat berbasis iman. Dengan kata lain, syariat adalah pengejawantahan dari perbuatan-perbuatan fiqih, yang digali dari dalil-dalil secara terperinci” (Tajudin as-Subki, kitab jam’u al-jawami’ 1/42)

    MAKNA HAKIKAT:

    Hakikat adalah Perihal pendalaman ilmu spiritual/kebathinan, jika sudah menguasainya secara mantap, maka ia memperoleh Ilmu Tajalli yang dipraktikan dan diturunkan secara turun menurun dari Baginda Rasul Muhammad S.A.W sebagaimana yang beliau praktekkan semasa tahannuts [meditasi] di Gua Hira.

    TAJALLI artinya pencerahan atau penyingkapan. Tajalli merupakan tersingkapnya tirai penyekap alam gaib atau proses penerangan dari nur gaib sebagai hasil dari berta'annuts [meditasi].

    Singkatnya, arti tajalli adalah Allah SWT menyingkap diri-Nya kepada makhluk-Nya. Penyingkapan diri Allah SWT tidak pernah terjadi berulang kali secara sama dan tidak pernah berakhir. Penyingkapan diri Allah SWT terjadi dengan cahaya batiniah yang masuk ke dalam hati umat.

    Tajalli berasal dari kata dalam bahasa Arab, yang biasa diartikan dengan bahasa kita dengan MANIFESTASI. Manifestasi sendiri berarti penampakan atau perwujudan dari sesuatu yang tidak kelihatan.

    Manusia dan alam semesta adalah tajalli Tuhan. Jadi, tajalli adalah cermin.

    Karena tak ada satupun yang mampu menemui diri-Nya di sana, maka Dia menciptakan cermin sebagai media untuk bagi siapa saja yang mau menyaksikan-Nya.

    Dia memulainya dari langit dan bumi beserta segala isinya. Langit dan bumi beserta isinya adalah cermin besar yang menampakkan diri Tuhan. Siapa saja yang ingin melihat Tuhan, maka lihatlah langit dan bumi dengan segala isinya. Karena Tuhan telah menampakkan dirinya dalam cermin alam tersebut. Alam adalah cermin dan media Tuhan memanifestasikan diri-Nya, atau alam adalah tajalli-Nya. Karena itu, ke manapun kita menghadap, maka di sana kita akan menyaksikan-Nya.

    Penulis katakan: Konsep tentang Manifestasi di atas ada kemiripan dengan konsep Manifestasi dalam agama Hindu, sebagaimana disebutkan pada halaman pertama.

    MAKNA MAKRIFAT:

    Makrifat adalah anugerah Allah pada kalangan Al-Arif (orang yang mencapai makrifat) berupa ilmu, rahasia (asrar) dan lataif (kelembutan). Untuk mendapatkan anugerah arifbillah ini, seorang salik tidak dapat begitu saja, tetapi, ia harus menempuh jalan panjang yang berisi tingkatan-tingkatan. Jumlah maqam yang harus dilalui oleh seorang sufi ternyata bersifat relatif. Artinya, antara satu sufi dengan yang lain mempunyai jumlah maqam yang berbeda karena maqāmāt itu terkait erat dengan pengalaman spiritual itu sendiri.

    Yang dimaksud maqam di sini ialah puncak pencapaian spiritual yang dapat dicapai seseorang. Ibarat tangga yang mempunyai beberapa anak tangga, harus didaki para pencari Tuhan (salik) melalui berbagai usaha. Dari anak tangga pertama hingga puncak memerlukan perjuangan dan upaya spiritual, mujahadah dan riyadhah. Anak-anak tangga (maqamat) tidak sama pada setiap orang atau setiap tarekat. (Huda Darwis, At Tasawwuf wa Rasail an-Nur Li an Nursi, hal. 220).

    Pencapaian maqam tertinggi yang di idamkan bagi seorang salik adalah ma'rifat, konsep ma'rifat ini bagi Abu Yazid al-Bustami dikenal dengan istilah Ittihad, bagi al-Hallaj dikenal dengan istilah hulul, bagi Al-Jilli disebut Insan al-Kamil, bagi Al-Ghazali disebut wushul dan bagi lbnu Arabi menyebutnya dengan istilah wahdat al-wujud. Makrifat bisa dicapai dengan lamanya "bermuamalah" dengan Allah. Makrifat merupakan hasil dari sikap zuhud dan penyucian diri dan ia tidak dapat dicapai kecuali dengan dzauq (rasa) dan wijdan (kekuatan batin) (Lihat, Kamal Ja'far dalam Al-Tashawwuf, hlm. 200).

    MAKNA TAREKAT:

    Sementara tarekat adalah kesungguhan hati (mujahadah al-nafs) dan meningkatkan kualitas karakter hati yang kurang menuju kesempurnaan dan naik dalam posisi kesempurnaan dengan sebab ditemani oleh para mursyid. Tarikat adalah jembatan yang menjadi perantara dari syariah menuju hakikat (As-Sayyid, Takrifat, hal. 94).

    ====*****====

    RITUAL MENGHADIRKAN ROH MURSYID SAAT BERIBADAH KEPADA ALLAH DALAM TAREKAT SUFI:

    ============

    Sebagian sekte Tharekat Sufi mengajarkan bahwa orang-orang yang ber-thariqah dapat menghadirkan gurunya secara ruhaniyah serta membayangkannya seakan-akan terlihat didepannya di saat melaksanakan ibadah, dengan tujuan untuk diajak bersama-sama menghadapkan wijhah atau ber-tawajjuh kepada Allah ta’ala.

    Hal tersebut dilakukan agar supaya tidak tersesat, ibadah yang dilaksanakannya lebih terfasilitasi kekhusyu’annya dan terbukanya pintu ijabah dari Allah Ta’ala.

    Pernyataan ini Bertentangan dengan sabda Rasulullah:

    قَالَ: مَا الْإِحْسَانُ؟ قَالَ: أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ

    Jibril pun berkata,”Apakah ihsan?” Rasulullah  bersabda,”Engkau beribadah kepada Allah seaakan akan Engkau melihat-Nya, dan jika engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Ia melihatmu,” (Riwayat Al Bukhari no. 50 dan Muslim no. 9)

    Inilah martabat tertinggi, engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Ketika tidak seorang pun dapat melihat Allah SWT didunia, maka Rasulullah bersabda, sembahlah Allah dengan keyakinan bahwa ia melihatmu, ini merupakan salah satu martabat Ihsan; pengawasan Allah SWT.

    Sementara para sufi dalam hal ini menjadikan para syeikh mereka pengawas dan penuntun, sebagai ganti pengawasan Allah terhadap dirinya. Apa yang mereka lakukan ini merupakan kesalah kaprahan.

    Dan ini mirip dengan ritual meditasi dalam Yoga Hindu, agama Budha dan ritual Ninja Jepang.

    =====

    URGENSINYA MURSYID DALAM SEBAGIAN TAREKAT SUFI:

    Sebagian dari mereka mengatakan: "Tujuan tarekat adalah untuk mengenal Allah, sedangkan mursyid bertujuan untuk membimbing atau mengarahkan orang untuk mengenalkan ilmu hakikat dan ma'rifat".

    Prof. Dr. H.S. S. Kadirun Yahya mengatakan:

    Sesungguhnya menghadirkan (menyertakan) Syekh Mursyid dalam berzikir dan beribadat tidak hanya terdapat dalam Tarekatullah Qodiriyyah dan Naqsyabandiyah, tetapi juga terdapat pada seluruh lembaga tarekat-tarekat muktabarah.

    Para pakar Tarekat Naqsyabandiah sepakat membolehkan dan membenarkan untuk menghadirkan Syekh Mursyid karena fungsinya sebagai ulama pewaris Nabi, sebagai Imam/pembimbing rohani, dengan tujuan agar orang yang berzikir dan beribadat itu terhindar dari segala was-was, rupa-rupa/pandangan-pandangan lain, bisikan-bisikan lain, perasaan-perasaan lain, yang diciptakan oleh iblis dan setan yang selalu mengganggu orang-orang yang berzikir dan beribadat itu, padahal yang bersangkutan belum tinggi kualitas iman dan takwanya.

    ====

    WASILAH dan ROBITHOH

    Sebagaimana halnya masalah mursyid, masalah wasilah dan robitoh dalam suatu tarekat pada waktu melaksanakan zikir dan ibadah menempati posisi penting dan menentukan. Seluruh sufi yang bertarekat pasti bermursyid, berwasilah dan merobitohkan rohaniahnya dalam beramal dan beribadah.

    Sumber: Prof. Dr. H.S. S. Kadirun Yahya dalam tausyiahnya pada peringatan hari Guru dan Hari Silsilah tanggal 20 Juni 1996.

    Mereka tidak saja menjelaskan pentingnya ilmu ini dengan pemisalan yang tinggi, tapi sekaligus sebagai teladan. Sandaran dalam bertarikat harus berguru atau belajar secara langsung kepada orang yang telah ma'rifat.

    Lalu mereka berdalil dengan sbb:

    Dalil Pertama: Allah SWT. Berfirman:

    يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَابْتَغُوْٓا اِلَيْهِ الْوَسِيْلَةَ وَجَاهِدُوْا فِيْ سَبِيْلِهٖ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ ﴿المائدة: ۳۵

    Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan carilah wasilah (jalan) untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah (berjuanglah) di jalan-Nya, agar kamu beruntung. (QS. Al-Maidah: 35)

    Penulis katakan:

    Bahwa ayat ini tidak ada kaitannya dengan menghadirkan mursyid dalam Ibadah. Ibnu Katsir dalam Kitab Tafsir ketika menafsiri ayat ini, dia berkata:

    “Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Talhah, dari Ata, dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan al-wasilah di sini ialah qurbah atau mendekatkan diri kepada Allah Swt.

    Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid. Abu Wail, Al-Hasan, Qatadah, Abdullah ibnu Kasir. As-Saddi. dan Ibnu Zaid serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang.

    Qatadah mengatakan, makna yang dimaksud ialah “dekatkanlah diri kalian kepada-Nya dengan taat kepada-Nya dan mengerjakan hal-hal yang diridai-Nya”.

    Lalu Ibnu Katsir berkata: " Al-wasilah ialah sesuatu yang dijadikan sebagai sarana untuk mencapai tujuan".

    Dalil kedua:

    Hadits yang diriwayatkan dari Umar bin Khaththab (RA), dia berkata:

    اسْتأذَنْتُ النَّبيَّ ﷺ في العُمْرَةِ ، فَأذِنَ ، وقال:« لاَ تَنْسَانَا يَا أُخَيَّ مِنْ دُعَائِكَ » ، فقالَ: كَلِمَةً ما يَسُرُّنِي أنَّ لِي بِهَا الدُّنْيَا. وفي رواية قَالَ: « أشْرِكْنَا يَا أُخَيَّ في دُعَائِكَ ».

    “Aku pernah minta izin kepada Nabi  untuk berumrah, maka beliau mengizinkanku, dan beliau berkata: " Wahai saudara kecilku, jangan lupakan kami dari doamu ".

    Umar bercerita: Sebuah kalimat, kalau seandainya kalimat itu ditukar dengan dunia maka tidak akan bisa menyenangkanku ".

    Dalam satu riwayat Rosulullah  berkata kepadanya:

    “Wahai saudara kecilku, ikut sertakanlah kami didalam doamu ".

    (HR. Abu Daud no. 1500 dan Turmudzi no. 3562. Abu Isa At-Turmudzi berkata: Hadits hasan Shahih ". Dan di dlaifkan oleh syeikh Al-Albani dalam Dhaif al-Jaami' 6278 dan Tahqiiq Riyadhush Shoolihiin no. 718. Dan di dhaifkan pula oleh Shaikh Ibnu 'Utsaimin dalam Syarah Riyadhush Shoolihiin 4/154).

    Penulis katakan:

    Bahwa ayat ini tidak ada kaitannya dengan menghadirkan mursyid dalam Ibadah. Yang benar dalam hadits ini Nabi  berpesan kepada Umar agar jangan lupa mendoakan Rosulullah  juga saat beribadah Umrah. Berdasarkan hadits ini kita dianjurkan bertawssul dengan doa seseorang yang masih hidup , 

    Dalil ke tiga:

    Hadits Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi  bersabda:

    كُنْ مَعَ اللهِ وَاِنْ لَمْ تَكُنْ مَعَ اللهِ فَكُنْ مَعَ مَنْ كَانَ مَعَ اللهِ فَإِنَّهُ يُوْصِلُكَ اِلَى اللهِ

    “Jadikanlah dirimu senantiasa bersama Allah, jika kamu belum bisa bersama Allah, maka jadikanlah dirimu bersama orang yang senantiasa bersama Allah, maka ia akan mengantarkanmu kepada Allah.” (H.R. Abu Dawud)

    [Perhatian: untuk hadits Ibnu Mas'ud ini penulis sudah berusaha mencarinya, tapi belum menemukannya, baik dalam Sunan Abu Daud maupun dalam kitab-kitab hadits lainnya].

    Dalil keempat:

    Hadits Nabi Saw:

    مَنْ لاَ شَيْخٌ مُرْشِدٌ لَهُ فَمُرْشِدُهُ الشَّيْطَانُ

    Artinya: “Barangsiapa yang tiada Syekh Mursyid (guru) yang memimpinnya ke jalan Allah, maka syetanlah yang menjadi gurunya”.

    [Perhatian: Hadits ini, penulis belum menemukan nya dalam kitab-kitab hadits].

    Mereka berkata: Berdasarkan keterangan Hadits-hadits di atas bahwa kita harus menyertakan diri kepada orang yang beserta Allah, artinya kita harus belajar secara langsung kepada orang yang telah dapat serta Allah yang lazim disebut mursyid atau guru atau Syekh. Maka tidaklah berlebihan jika Abu Yazid al-Busthami berpendapat bahwa: ”Barang siapa yang menuntut ilmu tanpa berguru, maka syetan gurunya”, pendapat tersebut didasarkan pada Hadits Nabi Saw:

    مَنْ لاَ شَيْخٌ مُرْشِدٌ لَهُ فَمُرْشِدُهُ الشَّيْطَانُ

    Artinya: “Barangsiapa yang tiada Syekh Mursyid (guru) yang memimpinnya ke jalan Allah, maka syetanlah yang menjadi gurunya”.

    Seluruh syekh tarekat tasawuf sepakat bahwa tak seorang pun boleh mengajarkan dan memberikan bimbingan tentang hakikat, kecuali telah menguasai syariat secara benar dan mendalam. Langkah ini pulalah yang ditekankan oleh sejumlah tokoh tarekat terkemuka lainnya. Seperti Syekh Abu al-Hasan as-Syadzlili, pendiri tarekat as-Syadziliyah. Barangsiapa yang kehilangan akar tak akan berhasil mencapai puncak, kata imam as-Sya’rani sebagaimana dinukil Sayid Bakari. (As-Sayid, Takrifat, hal. 95).

    ======

    CIRI DAN KARAKTER YANG HARUS DIPENUHI MURSYID DALAM TAREKAT SUFI

    Ciri dan karakter yang harus dipenuhi oleh seorang Mursyid menurut sebagian thariqat Sufi adalah sbb:

    1. Sederhana, tidak selalu terkenal cenderung tersembunyi.

    Mereka mengatakan: Ulama Mursyid tidak sama dengan ulama yang dikenal luas atau terkenal, malah kadang-kadang tempatnya terpencil dan posisinya sangat sederhana serta selalu tawadhu. Ada sebahagian malah dirahasiakan Allah.

    2. Ucapannya terbuka, tidak mau benar sendiri.

    Seorang mursyid tidak pernah menunjuk dirinya saya atau aku, apalagi mau benar sendiri.

    3. Memiliki ilmu hikmah.

    Memiliki ilmu hikmah dalam artinya, mampu menafsirkan tanda-tanda yang terkait dengan ciptaan Allah dan kejadiannya yang terjadi di langit, bumi dan seisinya berdasarkan ilmu tingkat kemakrifatannya.

    4. Mampu mengungkap rahasia Allah SWT.

    Seorang Mursyid memiliki kemampuan mengungkap kerahasian Allah SWT, Terutama kalam Allah yang tidak berhuruf, bertulis dan bersuara.

    Dengan demikian ilmunya tidak selalu sarat dengan periwayatan hadits dan dalil-dalil yang panjang melainkan ringkas, sederhana dan mudah difahami yang semuanya merupakan kebenaran yang Haq dari Allah SWT.

    5. Suluk [jalannya] mungkin berbeda, tetapi intinya mengajak dekat kepada Allah SWT

    Seorang Mursyid membawakan jalan atau cara (Suluk) kepada salik yang berbeda, tidaklah selalu sama namun hakikatnya mengajak diri untuk lebih dekat kepada Allah SWT.

    6. Memiliki karomah.

    Para Mursyid setaraf dengan para wali. Dia tidak pernah marasa takut dan gentar dengan kurnia Allah SWT yang berupa karomah yang dimilikinya. Firman AllahSWT:

    { أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ}

    Artinya: "Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (Pula) mereka bersedih hati." (QS Yunus: 62)

    7. Memiliki firasat yang tajam.

    Karena kedekatannya kepada Allah SWT menjadikan seorang mursyid memiliki kemampuan dapat mengetahui beberapa hal yang tersembunyi terkait diri kita, bahkan dia akan tahu jauh sebelum kedatangan kita.

    Hal itu dikarenakan seorang mursyid itu memiliki firasat mengetahui rahasia Allah SWT yang diberikan kepadanya tentang suatu hal atau kejadian dari makhluk-Nya.

    Sesuai hadis: Dari Abu Said Al Khudri, bahwa Rasulullah  bersabda:

    “اتَّقُوا فِراسَةَ المُؤْمِنِ، فإنَّهُ ينظرُ بنورِ اللَّهِ ، ثمَّ قرأ: إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِلْمُتَوَسِّمِينَ ".

    "Takutlah terhadap firasat seorang mukmin, sebab ia melihat dengan cahaya Allah, kemudian membaca ayat Inna fi dzalika li ayatin lilmutawassimin."(HR. Tirmidzi no. 3127).

    Hadits ini Di Dhaifkan oleh al-Albaani dalam Dhaif at-Tirmidzy no. 3127. Dan dalam silsilah ash-Shahihan 4/268, al-Albaani berkata:

    إِسْنَادُهُ ضَعِيفٌ مِنْ جَمِيعِ طُرُقِهِ

    “Sanad nya lemah dari semua jalur-jalurnya ".

    8. Mandiri dan Menyendiri, tidak bergantung kepada orang lain.

    Mampu hidup dirinya sendiri dengan keyakinan yang kuat pada rezeki Allah SWT, sehingga tidak bergantung kepada orang atau kelompok lain. Ini yang disebut "Iffah", artinya dapat mencukupi dirinya dan memiliki keyakinan yang kuat akan rezeki Allah SWT kepadanya.

    9. Sebagai pewaris Nabi dan keturunnannya.

    Sebagai pewaris Nabi, biasanya para mursyid itu memiliki silsilah atau garis keturunan kuat dari Nabi  dan hanya diketahui diantara sesama Mursyid, sehingga ilmu ini terjamin kesahihannya, selalu diturunkan antara mursyid yang satu dengan penerusnya dan itu dijamin tetap ada sepeninggal Nabi Muhammad  atau hingga akhir zaman.

    Syarat yang ke sembilan ini sering menetapkan nasab keturunan mursyidnya kepada Nabi  secara dusta dan berbohong. Sebagaimana yang disebutkan Abdurrahman Dimasyqiyyah dalam kitab الطَّرِيقَةُ الرَّفَاعِيَّةُ hal. 33:

    إِنَّ الصُّوفِيَّةَ دَأَبُوا عَلَى رَبْطِ مَنْ يُعَظِّمُونَ مِنْ شُيُوخِهِمْ بِآلِ الْبَيْتِ وَعَلَى وَضْعِ أَنْسَابٍ مَكْذُوبَةٍ عَلَيْهِمْ، مِثْلَمَا فَعَلُوا فِي الشَّيْخِ عَبْدِ الْقَادِرِ الْجَيْلَانِيِّ – رَحِمَهُ اللَّهُ – حَيْثُ نَسَبُوهُ إِلَى أَهْلِ الْبَيْتِ، مَعَ أَنَّهُ مِنْ قَبِيلَةِ "جَنْكِي دُوست" الْفَارِسِيَّةِ [انظُرْ: قَلَادَةُ الْجَوَاهِرِ 20-21]. وَهَذا الاسْمُ كَمَا تَرَى أَعْجَمِيٌّ، فَالشَّيْخُ عَبْدُ الْقَادِرِ الْجَيْلَانِيُّ – رَحِمَهُ اللَّهُ – فَارِسِيُّ الأَصْلِ بَشْثَبَرِيُّ النَّسَبِ، وَقِسْ عَلَى ذَلِكَ. وَقَدْ أَنْكَرَ الْمُحَقِّقُونَ نِسْبَةَ الشَّيْخِ أَحْمَدَ الرَّفَاعِيِّ إِلَى أَهْلِ الْبَيْتِ.

    "Para sufi berkebiasaan mengaitkan nasab orang-orang yang mereka agungkan dari kalangan syekh mereka dengan Alul Bait [keluarga Nabi  / Habib], dan membuat silsilah Nasab PALSU tentang mereka.

    Seperti yang mereka lakukan dengan Syekh Abd al-Qadir al-Jilani - rahimahullah - ketika mereka menghubungkan nasab keturunannya dengan Ahlul-Bait, padahal dia itu berasal dari suku Persia "Jenki Dost" [Lihat: kitab Qiladah al-Jawahir 20 -21].

    Dan nama "Jenki Dost" ini, seperti yang Anda lihat, adalah nama non-Arab. Syekh Abd al-Qadir al-Jilani - rahimahullah - berasal dari Persia, dari garis keturunan Basytsabry. Dan yang lainnya silahkan anda analogikan padanya !!!

    Dan juga para peneliti membantah dan mengingkari penisbatan nasab keturunan Sheikh Ahmad Ar-Rifaa'iy kepada Ahlul-Bait....".

    =====

    PENGKULTUSAN KEPADA MURSYID:

    Mereka mengatakan: Bila ciri dan karakter diatas ditemukan pada seorang musrsyid, maka tetapkan dan niatkan untuk belajar kepadanya, niatkan untuk patuh kepadanya. Patuh adalah syarat atau adab untuk mendapatkan ilmu BATIN ini. Mursyid adalah orang yang dicintai Allah SWT karena dengan mencintai orang yang dicintai Allah SWT maka Allah SWT akan menyayangi kita.

    ******

    KONSEKWENSI ADANYA FAHAM “HAKIKAT” DAN “SYARIAT”

    Keyakinan yang telah mengakar pada sebagian penganut Shufi ini, memunculkan banyak konsekuensi buruk.

    Mulai dari berdusta terhadap Allah SWT, berdusta atas nama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam dan juga kebohongan terhadap para sahabat, terutama sahabat Abu Bakr, ‘Umar, dan Utsman Radhiyallahu ‘anhum.

    Beberapa konsekuensi ini mungkin saja tidak mereka sadari, atau bahkan mereka tolak, akan tetapi, demikianlah adanya.

    Misalnya tentang kedustaan terhadap Allah Ta’ala,.

    Yaitu, mereka melakukan pembagian agama menjadi “hakikat” dan “syariat” itu turun dari Allah SWT kepada Rasul-Nya dengan perantaraan Malaikat Jibril Alaihissalam.

    Sedangkan kedustaan terhadap Rasulullah , bahwa adanya pembagian ini telah menyiratkan tuduhan terhadap Rasulullah , jika beliau  telah melakukan kitmânul-‘ilmi /كتمان العلم (menyembunyikan sebagian ilmu) dan tidak menjalankan amanah tabligh secara penuh.

    Padahal, terdapat ancaman Allah SWT atas orang-orang yang menyembunyikan ilmu. Dalam hal ini Allah SWT berfirman:

     “Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati”. [al- Baqarah/2:159].

     Rasulullah  bersabda:

     مَنْ سُئِلَ عَنْ عِلْمٍ فَكَتَمَهُ أَلْجَمَهُ اللَّهُ بِلِجَامٍ مِنْ نَارٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

     “Barang siapa yang ditanya ilmu, kemudian ia menyembunyikannya, niscaya Allah SWT akan membelenggu mulutnya dengan tali kekang dari neraka pada hari Kiamat kelak” [HR Abu Dawud].

     Sehingga tidak mungkin Rasulullah  menyembunyikan sebagian ilmu.

    Anggapan itu, nyata merupakan pendapat yang mengada-ada. Ilmu apakah yang beliau sembunyikan?

    Padahal saat haji Wada`, beliau  telah mempersaksikan tentang tugasnya yang sudah disampaikannya secara utuh.

    Allah SWT pun telah menegaskan kesempurnaan Islam dalam Al-Qur`ânul-Karim. Adapun lontaran kebohongan terhadap para sahabat, yaitu anggapan bahwa para sahabat Radhiyallahu ‘anhum adalah orang-orang sesat, bodoh, dan tidak mengenal ilmu hakikat yang dapat mendekatkan manusia kepada mahabatullah.

    Lontaran ini tentu merupakan kedustaan.

    Sebab mengandung hujatan yang meminggirkan peran para sahabat Radhiyallahu ‘anhum, dan hanya menempatkan Sahabat ‘Ali sajalah yang telah berperan dalam masalah ini, meskipun hakikatnya mereka pun berdusta atas nama Sahabat ‘Ali Radhiyallahu ‘anhu.

    Secara khusus, kedustaan ini memuat dua permasalahan.

    Pertama: Yakni semakin menguatkan adanya benang merah antara sebagian Shufi dan Syi’ah.

    Kedua: Kedustaan ini merupakan petunjuk adanya hasad terpendam terhadap agama Islam. Karena pembagian agama dalam dua kutub “syariat” dan “hakikat”, di dalamnya mengandung usaha untuk menjauhkan umat Islam dari generasi terbaiknya, yaitu para sahabat Radhiyallahu ‘anhum yang mulia.

    ========

    BUKAN DARI AJARAN ISLAM: KEYAKINAN ROH ORANG MATI BISA DI PANGGIL DAN BISA GENTAYANGAN:

    ========

    Semua manusia jika sudah mati, maka mereka berada di alam Barzakh, dalam nikmat kubur atau dalam adzab kubur. Jangankan sekelas orang biasa, sekelas para syuhada Uhud pun tidak mampu untuk datang hadir kembali ke dunia walau sesaat.

    Allah SWT berfirman:

    ( حَتَّى إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ كَلا إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ. فَإِذَا نُفِخَ فِي الصُّورِ فَلا أَنْسَابَ بَيْنَهُمْ يَوْمَئِذٍ وَلا يَتَسَاءَلُون ).

    (Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: "Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak.Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada barzakh (penghalang) sampai hari mereka dibangkitkan. Apabila sangkakala ditiup maka tidaklah ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya. (QS. Al-Mu'minun: 99 – 111).

    Di dalam Al-Quran di sebutkan bahwa orang-orang yang mati syahid meskipun diberi keistimewaan bisa hidup di syurga dengan menggunakan jasad burung di syurga, namun mereka tidak bisa datang ke dunia. Seperti dalam surat Al-Baqarah Allah SWT berfirman:

    ( وَلا تَقُولُوا لِمَنْ يُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتٌ بَلْ أَحْيَاءٌ وَلَكِنْ لا تَشْعُرُونَ)

    “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya ". (QS. Al-Baqarah: 154).

    Dan dalam firman-Nya:

    ( وَلا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ. فَرِحِينَ بِمَا آتَاهُمْ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَيَسْتَبْشِرُونَ بِالَّذِينَ لَمْ يَلْحَقُوا بِهِمْ مِنْ خَلْفِهِمْ أَلَّا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ. يَسْتَبْشِرُونَ بِنِعْمَةٍ مِنْ اللَّهِ وَفَضْلٍ وَأَنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُؤْمِنِين ).

    Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki.

    Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.

    Mereka bergirang hati dengan nikmat dan karunia yang besar dari Allah, dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang beriman. (Ali Imran: 169 – 171).

    Melalui ayat ini Allah Swt. memberitahukan bahwa orang-orang yang mati syahid di alam barzakhnya dalam keadaan hidup, mereka diberi rezeki oleh Allah, namun Allah SWT tidak mengabulkan permohonan mereka untuk datang ke dunia meski hanya sekedar menemui keluarganya dan para sahabatnya yang masih hidup dengan tujuan untuk mendakwahinya dan memberi tahu bahwa diri mereka dalam kenikmatan syurga:

    ------

    PARA SYUHADA UHUD TIDAK BISA KEMBALI KE DUNIA WALAU SESAAT:

    Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu meriwayatkan bahwa Rosulullah bersabda:

    "لَمَّا أُصِيبَ إخْوَانُكُمْ بِأُحُدٍ جَعَلَ اللهُ أَرْوَاحَهُمْ فِي أَجْوَافِ طَيْرٍ خُضْرٍ، تَرِدُ أَنْهَارَ الْجَنَّةِ، وتَأْكُلُ مِنْ ثِمَارِهَا وَتَأْوِي إِلَى قَنَادِيلَ مِنْ ذَهَبٍ فِي ظِلِّ الْعَرْشِ، فَلَمَّا وَجَدُوا طِيبَ مَشْرَبِهِمْ ، وَمَأْكَلِهِمْ، وَحُسْنَ مُنْقَلَبِهِم ، قَالُوا: مَنْ يُبَلِّغُ إِخْوَانَنَا عَنَّا أَنَّا أَحْيَاءٌ فِى الْجَنَّةِ نُرْزَقُ ، لِئَلا يَزْهَدُوا فِي الْجِهَادِ، وَلا يَنْكُلُوا عَنْ الْحَرْبِ" فَقَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: أَنَا أُبَلِّغُهُمْ عَنْكُمْ. فَأَنزلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ هَؤُلاءِ الآيَاتِ: { وَلا تَحْسَبَنَّ الَّذينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ } وما بعدها".

    « Ketika saudara-saudara kalian gugur dalam peperangan Uhud, Allah masukkan roh mereka ke dalam burung-burng hijau yang bekeliaran disungai-sungai syurga, makan buah-buahan syurga, kemudian mereka pulang ke lampu-lampu yang terbuat dari emas dan tergantungdinaungan 'Arasy, di saat mereka merasakan enaknya minuman, makanan dan tempat kembali mereka.

    Lalu mereka berkata ; " siapakah yang akan menyampaikan kabar kepada saudara-saudara kami tentang kami bahwa kami hidup di syurga, kami di anugerahi rizki, agar mereka tidak merasa berat dalam berjihad dan tidak lari dari peperangan ".

    Maka Allah berfirman: " Aku akan sampaikan berita tentang kamu kepada mereka, maka Allah turunkan ayat –ayat ini:

    ( وَلا تَحْسَبَنَّ الَّذينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ )

    “Dan jangan kamu menyangka bahawa orang yang terbunuh pada jalan Allah itu mati malah mereka hiidup disisi Tuhan mereka dan mendapat rezeki daripada Nya (QS.Ali Imran 169) dan ayat sesudahnya ».

    Lafadz riwayat Imam Ahmad:

    mereka berkata: sayang sekali, kalau seandainya saudara-saudara kami tahu bagaimana Allah memperlakukan kami ".

    (HR. Imam Ahmad 4/218, Abu Daud dan Al-Hakim 2/88. Di Shahihkan sanadnya oleh Al-Hakim. Dan di hasankan oleh Syeikh Al-Albany di Shahih Targhib 2/68 no. 1379).

    Dan dalam hadis sahih Muslim dari Abdullah bin Mas'ud, bahwa Nabi bersabda:

    "إِنَّ أَرْوَاحَ الشُّهَدَاءِ فِي حَوَاصِلِ طَيْرٍ خُضْرٍ تَسْرَحُ فِي الْجَنَّةِ حَيْثُ شَاءَتْ ثُمَّ تَأْوِي إِلَى قَنَادِيلَ مُعَلَّقة تَحْتَ الْعَرْشِ، فاطَّلع عَلَيْهِمْ رَبُّكَ اطِّلاعَة، فَقَالَ: مَاذَا تَبْغُونَ؟ فَقَالُوا: يَا رَبَّنَا، وَأَيُّ شَيْءٍ نَبْغِي، وَقَدْ أَعْطَيْتَنَا مَا لَمْ تُعْطِ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ؟ ثُمَّ عَادَ إِلَيْهِمْ بِمِثْلِ هَذَا، فَلَمَّا رَأَوْا أَنَّهُمْ لَا يُتْرَكُون مِنْ أَنْ يَسْأَلُوا، قَالُوا: نُرِيدُ أَنْ تَرُدَّنَا إِلَى الدَّارِ الدُّنْيَا، فَنُقَاتِلَ فِي سَبِيلِكَ، حَتَّى نُقْتَلَ فِيكَ مَرَّةً أُخْرَى؛ لِمَا يَرَوْنَ مِنْ ثَوَابِ الشَّهَادَةِ -فَيَقُولُ الرَّبُّ جَلَّ جَلَالُهُ: إِنِّي كتبتُ أنَّهم إِلَيْهَا لَا يَرْجِعُونَ"

    Bahwa arwah para syuhada itu berada di dalam perut burung-burung hijau yang terbang di dalam surga ke mana saja yang mereka kehendaki. Kemudian burung-burung itu hinggap di lentera-lentera yang bergantung di bawah 'Arasy.

    Kemudian Tuhanmu menjenguk mereka, dalam sekali jengukan-Nya Dia berfirman: "Apakah yang kalian inginkan?"

    Mereka menjawab: "Wahai Tuhan kami, apa lagi yang kami inginkan, sedangkan Engkau telah memberi kami segala sesuatu yang belum pernah Engkau berikan kepada seorang pun di antara makhluk-Mu?" 

    Kemudian Allah mengulangi hal itu terhadap mereka. Manakala mereka didesak terus dan tidak ada jalan lain kecuali mengemukakan permintaannya, akhirnya mereka berkata:

    "Kami menginginkan agar Engkau mengembalikan kami ke dalam kehidupan di dunia, lalu kami akan berperang lagi di jalan-Mu hingga kami gugur lagi karena membela Engkau," mengingat mereka telah merasakan pahala dari mati syahid yang tak terperikan itu.

    Maka Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku telah memastikan bahwa mereka tidak dapat kembali lagi ke dunia (sesudah mereka mati)." [HR. Muslim no. 3611].

    Dalam sebuah hadits, Jabir bin Abdullah radhiyallahu 'anhu berkata:

    نَظَرَ إليَّ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ: "يَا جَابِرُ، مَا لِي أراك مُهْتَمًّا؟" قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ الله، اسْتُشْهِدَ أَبِيْ وَتَرَكَ دَيْناً وَعِيَالاً. قال: فقال: "ألا أُخْبِرُكَ؟ مَا كَلَّمَ اللهُ أَحَدًا قَطُّ إلا مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ، وَإنَّهُ كَلَّمَ أَبَاكَ كِفَاحًا -قال علي: الكفَاح: المواجهة -فَقَالَ: سَلْني أعْطكَ. قَالَ: أَسْأَلُكَ أنْ أُرَدَّ إلَى الدُّنْيَا فَأُقْتَلَ فِيْكَ ثَانِيَةً فَقَالَ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ: إنَّهُ سَبَقَ مِنِّي القَوْلُ أنَّهُمْ إلَيْهَا لا يُرْجَعُونَ ».

    Suatu hari Rosulullah memandangiku, lalu beliau bertanya: " Wahai Jabir, ada apa dengan mu, aku lihat kamu nampak murung ?

    Aku jawab: " Wahai Rosulullah, ayahku telah mati syahid, dan dia meninggalkan hutang dan keluarga.

    Beliau berkata: Maukah kamu, jika aku mengkabarkannya pada mu ? Allah SWT tidak pernah bicara kepada siapun keculai di balik hijab (penghalang), akan tetapi sungguh Dia telah bicara pada ayah mu berhadap-hadapan.

    Allah SWT berkata padanya: " Mintalah padaku, aku mengasihmu ! ".

    Dia pun berkata: " Aku memohon pada mu supaya aku di kembalikan ke dunia, agar aku bisa dibunuh lagi di jalan Mu untuk kedua kalinya ! ".

    Maka Rabb (Allah) Azza wa Jalla berkata: " (Itu tidak mungkin, karena) sesungguhnya sudah menjadi ketetapan firman dari Ku, bahwa mereka tidak akan kembali kepadanya (kehidupan dunia) ".

    (HR. Turmudzi 5/230 no. 31010, Al-Hakim 2/120 dan Ibnu Hibban 15/490 no. 7022). Abu 'Isa At-Turmudzi berkata: Ini hadits Hasan. Dan di Shahihkan sanadnya oleh al-Hakim.

    Hadits lain riwayat Masruq, dia berkata:

    سَأَلْتُ ابْنَ مَسْعُودٍ ، عَنْ هَذِهِ الآيَةِ: ) وَلاَ تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ ( فَقَالَ: أَمَا إنَّا قَدْ سَأَلْنَا عَنْ ذَلِكَ ، فَقَالَ: « أَرْوَاحُهُمْ فِي جَوْفِ طَيْرٍ خُضْرٍ لَهَا قَنَادِيلُ مُعَلَّقَةٌ بِالْعَرْشِ تَسْرَحُ مِنْ الْجَنَّةِ حَيْثُ شَاءَتْ ثُمَّ تَأْوِي إِلَى تِلْكَ الْقَنَادِيلِ فَاطَّلَعَ إِلَيْهِمْ رَبُّهُمْ اطِّلَاعَةً فَقَالَ: هَلْ تَشْتَهُونَ شَيْئًا؟ قَالُوا: أَيَّ شَيْءٍ نَشْتَهِي؟ وَنَحْنُ نَسْرَحُ مِنْ الْجَنَّةِ حَيْثُ شِئْنَا، فَفَعَلَ ذَلِكَ بِهِمْ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ فَلَمَّا رَأَوْا أَنَّهُمْ لَنْ يُتْرَكُوا مِنْ أَنْ يُسْأَلُوا قَالُوا: يَا رَبِّ نُرِيدُ أَنْ تَرُدَّ أَرْوَاحَنَا فِي أَجْسَادِنَا حَتَّى نُقْتَلَ فِي سَبِيلِكَ مَرَّةً أُخْرَى، فَلَمَّا رَأَى أَنْ لَيْسَ لَهُمْ حَاجَةٌ تُرِكُوا ».

    Aku bertanya kepada Ibnu Masud radhiyallahu 'anhu tentang ayat ini: Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki.

    Maka Ibnu Masud menjawab: Sungguh kami telah menanyakannya tentang itu, dan beliau bersabda:

    Ruh-ruh mereka di dalam perut burung hijau, baginya di sediakan lampu-lampu yang menggantung di Arasy (sebagai sarang-sarangnya), mereka pergi bersenang-senang mencari makanan dari syurga sesuka hati mereka, kemudian kembali ke lampu-lampu tadi. Maka suatu ketika Allah SWT memandangi mereka dengan satu pandangan.

    Lalu Dia berkata: " Apakah kalian menginginkan sesuatu ? "

    Mereka menjawab: " Apa lagi yang kami inginkan ? kami sudah pergi bersenang-senang mencari makan di syurga sesuka hati kami.

    Lalu Allah SWT mengulangi penawaran tadi hingga tiga kali, dan mereka menjawabnya sama seperti tadi.

    Ketika mereka merasa terus-terusan di tawarin dan tidak di biarkan untuk tidak meminta, akhirnya mereka berkata: Ya Rabb, kami menginginkan agar Engkau berkenan mengembalikan ruh-ruh kami ke jasad-jasad kami, supaya kami bisa gugur sekali lagi di jalan Mu. Setelah Allah SWT melihat mereka tidak memerlukan hajat lain, maka mereka di tinggalkan ".

    (HR. Muslim 3/1502 no. 1887 dan Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnaf 5/308 no. 19731).

    Di dalam hadits Jabir dan Ibnu Masud ini Allah SWT mengkabarkan bahwa para suhada itu hidup setelah mereka mati, akan tetapi kehidupannya ini adalah kehidupan barzakhiyah, yang tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan duniawi, sebagai bukti adalah kata-kata para syuhada:

    “Ya Rabb, kami menginginkan agar Engkau mengembalikan ruh-ruh kami ke jasad-jasad kami, supaya kami bisa gugur sekali lagi di jalan Mu ".

    Artinya mereka berkeinginan agar Allah SWT berkenan mengembalikan ruh mereka ke jasadnya seperti semula ketika mereka belum mati, padahal ruh-ruh mereka tetap masih ada ikatan dan berhubungan dengan jasad-jasad mereka yang di kuburan, yaitu ikatan dan hubungan barzakhiyah. Begitu juga ruh-ruh selain para syuhada, oleh karena itu jika ruh seorang mayit mendapat kenikmatan maka jasadnya pun ikut merasakan, dan sebaliknya jika jasad seorang mayit mendapat azab kubur maka ruhnya pun ikut merasakan kepedihannya.

    Rosulullah bersabda: " Meretakkan tulang mayit, sama seperti meretakkannya ketika hidup ". (HR. Ahmad 6/58, Abu Daud 2/231, Ibnu Majah 1/516 dan Abdurrozzaq 3/444 no. 6257. Hadits Shahih).

    Ini semua menunjukkan bahwa kehidupan mereka adalah barzakhiyah serta menunjukkan bahwa orang-orang yang telah mati itu tidak akan pernah kembali ke alam dunia. Kenapa ? Karena Allah SWT telah menetapkan dan konsekwen dengan janjinya bahwa mereka tidak akan dikembalikan ke dunia.

    Mafhum dari hadits Ibnu Masud tentang arwah para shuhada di perut burung hijau menunjukkan bahwa selain ruh para suhada tidaklah demikian, akan tetapi Imam Syafii meriwayatkan dari Ibnu Syihaab dari Abdurrahman bin Kaab bin Malik dari bapaknya bahwa Rosulullah bersabda:

    « إِنَّمَا نَسَمَةُ الْمُؤْمِنِ طَائِرٌ يَعْلُقُ فِي شَجَرِ الْجَنَّةِ حَتَّى يُرْجِعَهُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى إِلَى جَسَدِهِ يَوْمَ يَبْعَثُهُ »

    “Sesungguhnya ruh seorang mukmin adalah burung yang makan di pepohonan syurga, hingga Allah Tabaroka wa Taala mengembalikannya ke jasadnya pada hari kebangkitannya ".

    (HR. Ahmad no. 15778, Ibnu Majah no. 4271, Nasai no. 2073 dan Ibnu Hibban no. 4657. Di shahihkan oleh as-Suyuthi dalam Syarah ash-Shuduur no. 306, al-Albani Shahih Ibnu Majah no. 3465 dan Syu'eib al-Arna'uth).

    Berkenaan dengan hadits ini Al-Hukaim berkata:

    “Dan yang demikian itu sepengetahuan kami bukanlah untuk golongan yang kacau balau, melainkan untuk orang mukmin dari golongan Ash-Shiddiqiin (yang benar-benar sempurna keimanannya).

    (Lihat: At-taysiir Syarah Al-Jaamiush Shaghiir karya Al-Hafidz Al-Manawi 1/267).

    Selain dari keterangan Allah dan Rasulnya tentang perkara ghaib, kita tidak berhak untuk mereka-reka apalagi mengklaimnya.

    Mereka para syuhada yang mendapatkan kehormatan di sisi Allah SWT dan keni'matan di alam barzakhnya, ternyata keinginan mereka tidak di kabulkan untuk bisa hidup kembali seperti semula, walaupun hanya sebentar saja sekedar untuk menyampaikan kabar gembira kepada keluarganya.

    Ternyata para syuhada yang sudah pasti memiliki kedudukan di sisi Allah tidak bisa ke dunia walau sekejap sekedar menyampaikan kabar gembira. Jangankan hidup lagi, menjelma saja rohnya seperti kuntil anak mereka tidak mampu.

    Permohonan mereka yang di kabulkan oleh Allah SWT hanya permohonan yang berkaitan dengan kenikmatan syurga sebagai imbalan atas usaha mereka di dunia. Allah SWT tidak akan mengabulkan permohanan mereka yang berlawanan dengan ketetapan-ketetapan Allah SWT, apalagi yang berkaitan dengan hal-hal yang merusak pondasi syariah, seperti hal-hal yang menunjukkan bahwa mereka ikut berperan dan terlibat dalam uluhiyah dan rububiyahNya.

    PARA SAHABAT NABI TIDAK ADA YANG MAMPU MENGHADIRKAN NABI  SETELAH BELIAU WAFAT.

    Pada masa para sahabat -radhiyallahu 'anhum – tidak ada seorang pun yang bisa menghadirkan ruh Nabi  setelah wafat dan tidak pula menjumpainya dalam keadaan juga. Berikut ini contoh-contohnya.

    CONTOH PERTAMA: SAAT NABI  BARU WAFAT

    Pada saat Nabi wafat, para sahabat berselisih apakah Nabi bisa wafat seperti manusia lainnya ?. Kemudian mereka juga berselisih tentang siapakah yang berhak menjadi pemimpin bagi umat Islam setelah kepergian beliau ??

    Namun tidak ada satupun dari mereka yang mencoba atau memiliki gagasan untuk menghadirkan Roh Nabi untuk minta petunjuk tentang hal tersebut.

    Imam Bukhori dalam Shahih-nya hadis nomor 3394 meriwayatkan:

    Telah bercerita kepada kami Isma’il bin Abdullah telah bercerita kepada kami Sulaiman bin Bilal dari Hisyam bin ‘Urwah berkata, telah mengabarkan kepadaku ‘Urwan bin Az Zubair dari ‘Aisyah radliallahu ‘anhu, istri Nabi :

    أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ مَاتَ وَأَبُو بَكْرٍ بِالسُّنْحِ. - قَالَ إِسْمَاعِيلُ يَعْنِي بِالْعَالِيَةِ - فَقَامَ عُمَرُ يَقُولُ: وَاللَّهِ مَا مَاتَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ. قَالَتْ: وَقَالَ عُمَرُ: " وَاللَّهِ مَا كَانَ يَقَعُ فِي نَفْسِي إِلَّا ذَاكَ وَلَيَبْعَثَنَّهُ اللَّهُ فَلَيَقْطَعَنَّ أَيْدِيَ رِجَالٍ وَأَرْجُلَهُمْ".

    فَجَاءَ أَبُو بَكْرٍ فَكَشَفَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ فَقَبَّلَهُ ، قَالَ: " بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي طِبْتَ حَيًّا وَمَيِّتًا وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يُذِيقُكَ اللَّهُ الْمَوْتَتَيْنِ أَبَدًا ".

    ثُمَّ خَرَجَ فَقَالَ: " أَيُّهَا الْحَالِفُ عَلَى رِسْلِكَ! ". فَلَمَّا تَكَلَّمَ أَبُو بَكْرٍ جَلَسَ عُمَرُ فَحَمِدَ اللَّهَ أَبُو بَكْرٍ وَأَثْنَى عَلَيْهِ وَقَالَ: " أَلَا مَنْ كَانَ يَعْبُدُ مُحَمَّدًا ﷺ فَإِنَّ مُحَمَّدًا قَدْ مَاتَ وَمَنْ كَانَ يَعْبُدُ اللَّهَ فَإِنَّ اللَّهَ حَيٌّ لَا يَمُوتُ. وَقَالَ: {إِنَّكَ مَيِّتٌ وَإِنَّهُمْ مَيِّتُونَ } وَقَالَ: { وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ }

    قَالَ: فَنَشَجَ النَّاسُ يَبْكُونَ.

    قَالَ: وَاجْتَمَعَتْ الْأَنْصَارُ إِلَى سَعْدِ بْنِ عُبَادَةَ فِي سَقِيفَةِ بَنِي سَاعِدَةَ فَقَالُوا: " مِنَّا أَمِيرٌ وَمِنْكُمْ أَمِيرٌ ".

    فَذَهَبَ إِلَيْهِمْ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ وَأَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ فَذَهَبَ عُمَرُ يَتَكَلَّمُ فَأَسْكَتَهُ أَبُو بَكْرٍ وَكَانَ عُمَرُ يَقُولُ: " وَاللَّهِ مَا أَرَدْتُ بِذَلِكَ إِلَّا أَنِّي قَدْ هَيَّأْتُ كَلَامًا قَدْ أَعْجَبَنِي خَشِيتُ أَنْ لَا يَبْلُغَهُ أَبُو بَكْرٍ ثُمَّ تَكَلَّمَ أَبُو بَكْرٍ فَتَكَلَّمَ أَبْلَغَ النَّاسِ ، فَقَالَ فِي كَلَامِهِ: " نَحْنُ الْأُمَرَاءُ وَأَنْتُمْ الْوُزَرَاءُ ".

    فَقَالَ حُبَابُ بْنُ الْمُنْذِرِ: " لَا وَاللَّهِ لَا نَفْعَلُ مِنَّا أَمِيرٌ وَمِنْكُمْ أَمِيرٌ ".

    فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ: " لَا وَلَكِنَّا الْأُمَرَاءُ وَأَنْتُمْ الْوُزَرَاءُ هُمْ أَوْسَطُ الْعَرَبِ دَارًا وَأَعْرَبُهُمْ أَحْسَابًا ، فَبَايِعُوا عُمَرَ أَوْ أَبَا عُبَيْدَةَ بْنَ الْجَرَّاحِ ".

    فَقَالَ عُمَرُ: " بَلْ نُبَايِعُكَ أَنْتَ فَأَنْتَ سَيِّدُنَا وَخَيْرُنَا وَأَحَبُّنَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ ﷺ ".

    فَأَخَذَ عُمَرُ بِيَدِهِ فَبَايَعَهُ وَبَايَعَهُ النَّاسُ فَقَالَ قَائِلٌ: قَتَلْتُمْ سَعْدَ بْنَ عُبَادَةَ ".

    فَقَالَ عُمَرُ قَتَلَهُ اللَّهُ.

    Artinya: " Bahwa ketika Rasulullah meninggal dunia, Abu Bakr sedang berada di Sunuh”. Isma’il berkata: “Yakni sebuah perkampungan ‘Aliyah, Madinah”.

    Maka ‘Umar tampil berdiri sambil berkata: ‘Demi Allah, Rasulullah tidaklah meninggal”.’

    Aisyah radliallahu ‘anhu berkata:

    Selanjutnya ‘Umar berkata: “Tidak ada perasaan pada diriku melainkan itu. Dan pasti Allah akan membangkitkan beliau dan siapa yang mengatakannya (bahwa beliau telah meninggal dunia), pasti Allah memotong tangan dan kaki mereka”.

    Lalu Abu Bakr datang kemudian menyingkap penutup (yang menutupi) jasad Rasulullah dan menutupnya kembali.

    Abu Bakr berkata: “Demi bapak ibuku, sungguh baik hidupmu dan ketika matimu.
    Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh Allah tidak akan memberikan baginda merasakan dua kematian selamanya”.

    Kemudian dia keluar dan berkata: “Wahai kaum yang sudah bersumpah setia, tenanglah”.

    Ketika Abu Bakr berbicara, ‘Umar duduk. Abu Bakr memuji Allah dan mensucikan-Nya lalu berkata:

    “Barang siapa yang menyembah Muhammad , sesungguhnya Muhammad sekarang sudah mati, dan siapa yanng menyembah Allah, sesungguhnya Allah adalah Dzat yang Maha Hidup selamanya tidak akan mati”.

    Lalu dia membacakan firman Allah Qs az-Zumar ayat 30 yang artinya:

    (“Sesungguhnya kamu akan mati dan mereka pun akan mati”)

    Dan Quran Surat Ali ‘Imran, ayat: 144 yang artinya:

    (“Muhammad itu tidak lain kecuali hanyalah seorang Rasul sebagaimana telah berlalu Rasul-rasul sebelum dia. Apakah bila dia mati atau terbunuh kalian akan berbalik ke belakang (murtad). Barang siapa yang berbalik ke belakang, maka sekali-kali dia tidak akan dapat mendatangkan madlarat kepada Allah sedikitpun dan kelak Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur”).

    Perawi (‘Amru) berkata: “Maka orang-orang menangis tersedu-sedu.

    Perawi berkata lagi:

    “Kemudian kaum Anshar berkumpul menemui Sa’ad bin ‘Ubadah di tenda Bani Sa’adah lalu mereka berkata: “Dari pihak kami ada pemimpinnya begitu juga dari pihak kalian (Muhajirin) ada pemimpinnya”.

    Lalu Abu Bakr dan ‘Umar bin Al Khaththab serta Abu ‘Ubaidah bin Al Jarah mendatangi mereka.

    ‘Umar memulai bicara namun Abu Bakr menenangkannya. Sebelumnya ‘Umar berkata:
    “Sungguh aku tidak bermaksud hal seperti itu. Hanya saja aku telah mempersiapkan pembicaraan yang membuatku kagum namun aku khawatir jika tidak disampaikan oleh Abu Bakr. Kemudian Abu Bakr mulai berbicara dengan perkataan-perkataan yang menunjukkan pembicaraan manusia bijak".

    Dia berkata dalam bagian pembicaraannya itu: “Kami (Muhajirin) adalah pemimpin sedangkan kalian adalah para menterinya”.

    Spontan Hubab bin Al Mundzir berkata: “Tidak, demi Allah, kami tidak mau seperti itu. Tapi kami mempunyai pemimpin dan kalianpun mempunyai pemimpin tersendiri”.

    Abu Bakr menjawab: “Tidak. Tapi kami adalah pemimpin sedangkan kalian para menterinya. Para Muhajirin adalah orang Arab yang tempat tinggalnya paling tengah dan keturunan Arab yang paling murni.

    Untuk itu berbai’atlah (berjanji setia) kepada ‘Umar atau Abu ‘Ubaidah bin Al Jarah”.

    Maka ‘Umar berkata: “Tidak begitu. Sebaliknya kami yang berbai’at kepadamu. Karena, sungguh kamu adalah penghulu kami, orang terbaik kami dan orang yang paling dicintai Rasulullah ”.

    Lalu ‘Umar memegang tangan Abu Bakr lalu berbai’at kepadanya dan kemudian diikuti oleh orang banyak.

    Ada seseorang yang berkata: “Kalian telah membinasakan Sa’ad bin ‘Ubadah”.”Umar segera membalas: “Semoga Allah membinasakannya”.

    Imam Bukhori berkata: Abdullah bin Salam berkata, dari Az Zubaidiy telah berkata Abdurrahman bin Al Qasim telah mengabarkan kepadaku Al Qasim bahwa ‘Aisyah radliallahu ‘anhu berkata:

    شَخَصَ بَصَرُ النَّبِيِّ ﷺ ثُمَّ قَالَ فِي الرَّفِيقِ الْأَعْلَى ثَلَاثًا وَقَصَّ الْحَدِيثَ قَالَتْ فَمَا كَانَتْ مِنْ خُطْبَتِهِمَا مِنْ خُطْبَةٍ إِلَّا نَفَعَ اللَّهُ بِهَا لَقَدْ خَوَّفَ عُمَرُ النَّاسَ وَإِنَّ فِيهِمْ لَنِفَاقًا فَرَدَّهُمْ اللَّهُ بِذَلِكَ ثُمَّ لَقَدْ بَصَّرَ أَبُو بَكْرٍ النَّاسَ الْهُدَى وَعَرَّفَهُمْ الْحَقَّ الَّذِي عَلَيْهِمْ وَخَرَجُوا بِهِ يَتْلُونَ { وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ } إِلَى { الشَّاكِرِينَ }

    “Nabi membuka matanya ke atas sambil berkata: “ Ilaa ar-Rafiiq al-A'laa [Menuju Kekasih yang Maha Tinggi]”, sebanyak tiga kali.

    Lalu dia menceritakan hadis selengkapnya lalu berkata:

    “Tidak ada satupun dari khuthbah keduanya [Abu Bakr dan Umar] melainkan Allah telah memberikan manfaat dengan khuthbah itu, ‘Umar telah membuat takut orang-orang dengan kemungkinan timbulnya di tengah mereka sifat nifaq, lalu Allah mengembalikkan mereka (untuk istiqamah menjaga persatuan) lewat khuthbahnya ‘Umar tersebut.

    Sedangkan Abu Bakr telah menunjukkan kematangan pandangannya untuk membawa manusia di atas petunjuk dan dia sebagai orang yang paling tahu tentang kebenaran yang ada pada mereka, dia keluar sambil membacakan ayat QS Ali ‘Imran [3]: 144 tadi:

    (“Muhammad itu tidak lain kecuali hanyalah seorang Rasul sebagaimana telah berlalu Rasul-rasul sebelum dia...). hingga akhir ayat (...orang-orang yang bersyukur”).

    CONTOH KE DUA: 
    SAAT TERJADI PERSELISIHAN ANTARA FATIMAH DAN ABU BAKAR TENTANG HARTA WARISAN NABI .

    Setelah Nabi wafat telah terjadi perselisihan dan kesalah fahaman antara Fatimah binti Rosulullah dengan Abu Bakar tentang harta warisan dari Rosulullah berupa tanah Fadak.

    Fatimah menginginkan warisan dari ayahnya, yaitu; Nabi , maka Abu Bakar menjelaskan bahwa para Nabi tidak mewariskan, demikianlah yang pernah beliau dengar dari Nabi , dan tidak ada bagian tertentu untuk Abu Bakar dan Aisyah radhiyallahu 'anhyma.

    Dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha:

    أنَّ فَاطِمَةَ عَلَيْهَا السَّلَامُ، والعَبَّاسَ، أتَيَا أبَا بَكْرٍ يَلْتَمِسَانِ مِيرَاثَهُمَا، أرْضَهُ مِن فَدَكٍ، وسَهْمَهُ مِن خَيْبَرَ، فَقالَ أبو بَكْرٍ: سَمِعْتُ النبيَّ ﷺ، يقولُ: لا نُورَثُ ما تَرَكْنَا صَدَقَةٌ، إنَّما يَأْكُلُ آلُ مُحَمَّدٍ في هذا المَالِ واللَّهِ لَقَرَابَةُ رَسولِ اللَّهِ ﷺ أحَبُّ إلَيَّ أنْ أصِلَ مِن قَرَابَتِي

    bahwa Fatimah 'alaihis salam dan 'Abbas menemui [Abu Bakr], keduanya menuntut bagian harta warisan mereka, yaitu berupa tanah di Fadak dan saham dari perang Khaibar, maka Abu Bakar berkata:

    "Aku mendengar Nabi bersabda: "Kami tidak diwarisi, harta yang kami tinggalkan menjadi sedekah, keluarga Muhammad hanya makan dari harta ini." Maka demi Allah, kerabat Rasulullah lebih aku cintai untuk aku jalin hubungan dengannya daripada kerabatku sendiri." [HR. Bukhori no. 4035]

    Maka Abu Bakar ash-Shiddiiq Radhiyallahu anhu tidak memberikan kepada Fathimah Radhiyallahu anhuma dan ahli waris Rasûlullâh yang lain karena berpegang kepada sabda Rasûlullâh :

    لاَ نُورَثُ مَا تَرَكْنَا صَدَقَةٌ

    Kami tidak mewariskan, apa yang kami tinggalkan adalah shadaqah [HR. al-Bukhâri dan Muslim]

    Dalam Lafadz lain yang lebih panjang dalam Bukhori dan Muslim di ceritakan bahwa Fatimah menghajer Abu Bakar [tidak mau bicara dengannya] hingga wafat.

    Aisyah radhiyallahu 'anha berkata:

    أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ أَرْسَلَتْ إِلَى أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ تَسْأَلُهُ مِيرَاثَهَا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ مِمَّا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَيْهِ بِالْمَدِينَةِ وَفَدَكٍ وَمَا بَقِيَ مِنْ خُمْسِ خَيْبَرَ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ قَالَ لَا نُورَثُ مَا تَرَكْنَا صَدَقَةٌ إِنَّمَا يَأْكُلُ آلُ مُحَمَّدٍ ﷺ فِي هَذَا الْمَالِ وَإِنِّي وَاللَّهِ لَا أُغَيِّرُ شَيْئًا مِنْ صَدَقَةِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ عَنْ حَالِهَا الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهَا فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ وَلَأَعْمَلَنَّ فِيهَا بِمَا عَمِلَ بِهِ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ فَأَبَى أَبُو بَكْرٍ أَنْ يَدْفَعَ إِلَى فَاطِمَةَ شَيْئًا فَوَجَدَتْ فَاطِمَةُ عَلَى أَبِي بَكْرٍ فِي ذَلِكَ قَالَ فَهَجَرَتْهُ فَلَمْ تُكَلِّمْهُ حَتَّى تُوُفِّيَتْ وَعَاشَتْ بَعْدَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ سِتَّةَ أَشْهُرٍ فَلَمَّا تُوُفِّيَتْ دَفَنَهَا زَوْجُهَا عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ لَيْلًا وَلَمْ يُؤْذِنْ بِهَا أَبَا بَكْرٍ وَصَلَّى عَلَيْهَا عَلِيٌّ وَكَانَ لِعَلِيٍّ مِنْ النَّاسِ وِجْهَةٌ حَيَاةَ فَاطِمَةَ فَلَمَّا تُوُفِّيَتْ اسْتَنْكَرَ عَلِيٌّ وُجُوهَ النَّاسِ فَالْتَمَسَ مُصَالَحَةَ أَبِي بَكْرٍ وَمُبَايَعَتَهُ وَلَمْ يَكُنْ بَايَعَ تِلْكَ الْأَشْهُرَ فَأَرْسَلَ إِلَى أَبِي بَكْرٍ أَنْ ائْتِنَا وَلَا يَأْتِنَا مَعَكَ أَحَدٌ كَرَاهِيَةَ مَحْضَرِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فَقَالَ عُمَرُ لِأَبِي بَكْرٍ وَاللَّهِ لَا تَدْخُلْ عَلَيْهِمْ وَحْدَكَ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ وَمَا عَسَاهُمْ أَنْ يَفْعَلُوا بِي إِنِّي وَاللَّهِ لَآتِيَنَّهُمْ فَدَخَلَ عَلَيْهِمْ أَبُو بَكْرٍ فَتَشَهَّدَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ ثُمَّ قَالَ إِنَّا قَدْ عَرَفْنَا يَا أَبَا بَكْرٍ فَضِيلَتَكَ وَمَا أَعْطَاكَ اللَّهُ وَلَمْ نَنْفَسْ عَلَيْكَ خَيْرًا سَاقَهُ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَكِنَّكَ اسْتَبْدَدْتَ عَلَيْنَا بِالْأَمْرِ وَكُنَّا نَحْنُ نَرَى لَنَا حَقًّا لِقَرَابَتِنَا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ فَلَمْ يَزَلْ يُكَلِّمُ أَبَا بَكْرٍ حَتَّى فَاضَتْ عَيْنَا أَبِي بَكْرٍ فَلَمَّا تَكَلَّمَ أَبُو بَكْرٍ قَالَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَقَرَابَةُ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ أَحَبُّ إِلَيَّ أَنْ أَصِلَ مِنْ قَرَابَتِي وَأَمَّا الَّذِي شَجَرَ بَيْنِي وَبَيْنَكُمْ مِنْ هَذِهِ الْأَمْوَالِ فَإِنِّي لَمْ آلُ فِيهَا عَنْ الْحَقِّ وَلَمْ أَتْرُكْ أَمْرًا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَصْنَعُهُ فِيهَا إِلَّا صَنَعْتُهُ فَقَالَ عَلِيٌّ لِأَبِي بَكْرٍ مَوْعِدُكَ الْعَشِيَّةُ لِلْبَيْعَةِ فَلَمَّا صَلَّى أَبُو بَكْرٍ صَلَاةَ الظُّهْرِ رَقِيَ عَلَى الْمِنْبَرِ فَتَشَهَّدَ وَذَكَرَ شَأْنَ عَلِيٍّ وَتَخَلُّفَهُ عَنْ الْبَيْعَةِ وَعُذْرَهُ بِالَّذِي اعْتَذَرَ إِلَيْهِ ثُمَّ اسْتَغْفَرَ وَتَشَهَّدَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ فَعَظَّمَ حَقَّ أَبِي بَكْرٍ وَأَنَّهُ لَمْ يَحْمِلْهُ عَلَى الَّذِي صَنَعَ نَفَاسَةً عَلَى أَبِي بَكْرٍ وَلَا إِنْكَارًا لِلَّذِي فَضَّلَهُ اللَّهُ بِهِ وَلَكِنَّا كُنَّا نَرَى لَنَا فِي الْأَمْرِ نَصِيبًا فَاسْتُبِدَّ عَلَيْنَا بِهِ فَوَجَدْنَا فِي أَنْفُسِنَا فَسُرَّ بِذَلِكَ الْمُسْلِمُونَ وَقَالُوا أَصَبْتَ فَكَانَ الْمُسْلِمُونَ إِلَى عَلِيٍّ قَرِيبًا حِينَ رَاجَعَ الْأَمْرَ الْمَعْرُوفَ

    bahwa Fatimah binti Rasulullah mengutus seseorang untuk menemui [Abu Bakar], dia meminta supaya diberi bagian dari harta peninggalan Rasulullah di Kota Madinah dan Fadak dan seperlima hasil rampasan perang Khaibar yang masih tersisa.

    Maka Abu Bakar menjawab: "Rasulullah pernah bersabda: "Sesungguhnya harta peninggalan kami tidak dapat diwarisi, yang kami tinggalkan hanya berupa sedekah, dan keluarga Muhammad hanya boleh menikmati sedekah itu." Demi Allah, aku tidak berani merubah sedikitpun sedekah yang telah Rasulullah tetapkan, aku akan tetap membiarkan seperti pada masa Rasulullah , dan aku akan tetap melaksanakan apa yang telah dilakukan Rasulullah ."

    Ternyata Abu Bakar tetap menolak permintaan Fatimah, oleh karena itu Fatimah sangat gusar dan marah atas tindakan Abu Bakar mengenai hal itu."

    Urwah melanjutkan ceritanya:

    "Sampai-sampai Fatimah menghajernya -tidak mengajaknya berbicara- hingga ajal menjemputnya, tepatnya enam bulan setelah wafatnya Rasulullah .

    Ketika Fatimah meninggal dunia, jenazahnya dimakamkan oleh suaminya sendiri, Ali bin Abu Thalib, pada malam hari tanpa memberitahukan terlebih dahulu kepada Abu Bakar. Setelah itu Ali pulalah yang menshalatkan jenazah Fatimah.

    Ketika Fatimah masih hidup, banyak orang menaruh hormat kepada Ali, tetapi hal itu mulai berubah ketika Fatimah telah meninggal dunia. Lalu dia mulai berfikir untuk segera berdamai dengan Abu Bakar sekaligus membai'atnya, karena beberapa bulan dia tidak sempat menemuinya untuk membai'atnya.

    Setelah itu, Ali menulis surat kepada Abu Bakar yang isinya:

    "Aku mengharapkan kamu datang menemuiku, namun jangan sampai ada seorang pun yang ikut menemuimu."

    -Sepertinya Ali tidak suka jika Abu Bakar ditemani Umar bin Khattab-

    Umar lalu berkata kepada Abu Bakar: "Demi Allah, janganlah kamu menemuinya seorang diri."

    Abu Bakar menjawab, "Aku yakin, Ali tidak akan berbuat macam-macam kepadaku, demi Allah, aku akan tetap menemuinya."

    Dengan penuh keyakinan, akhirnya Abu Bakar pergi menemui Ali, ketika bertemu, Ali bin Abu Thalib langsung bersaksi kepadanya (maksudnya membai'atnya) seraya berkata:

    "Wahai Abu Bakar, sesungguhnya aku telah mengetahui segala keutamaan dan kebaikan yang Allah anugerahkan kepadamu, dan aku tidak merasa iri dan dengki pada anugerah yang Allah limpahkan kepadamu. Akan tetapi menurutku, kamu telah berbuat sewenang-wenang terhadapku, sebagai keluarga terdekat Rasulullah , semestinya aku mempunyai hak untuk memperoleh harta peninggalan beliau."

    Ucapan-ucapan Ali begitu derasnya kepada Abu Bakar hingga tak terasa Abu Bakar meneteskan air matanya. Dengan perasaan haru, Abu Bakar menjelaskan kepadanya, katanya:

    "Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sebenarnya keluarga dan kerabat Rasulullah jauh lebih aku cintai daripada keluarga aku sendiri. Mengenai harta peninggalan yang tengah kita perselisihkan ini, sebenarnya aku selalu berusaha bersikap adil dan bijaksana serta berpijak kepada kebenaran. Dan aku tidak akan meninggalkan apa yang pernah dilakukan oleh Rasulullah , bahkan aku akan tetap mempertahankannya."

    Maka Ali berkata kepada Abu Bakar: "Walau bagaimanapun aku akan tetap membai'atmu nanti sore."

    Seusai melaksanakan shalat dhuhur, Abu Bakar langsung naik ke atas mimbar, setelah membaca syahadat, ia pun mencoba menjelaskan kepada kaum Muslimin yang hadir pada saat itu, masalah keterlambatan Ali untuk berbai'at beserta alasannya, kemudian dia membaca istighfar.

    Setelah itu, tibalah giliran Ali bersaksi dan menghormati sikap Abu Bakar, Ali menyatakan bahwa dia tidak merasa iri dan dengki sama sekali terhadap keutamaan dan kelebihan yang dianugerahkan Allah kepada Abu Bakar, akan tetapi -lanjut Ali-:

    "Kami keluarga terdekat Rasulullah melihat bahwa beliau berlaku tidak adil terhadap keluarga kami, terutama dalam hal harta rampasan perang peninggalan Rasulullah , jadi sudah menjadi hak kami untuk menuntut hak tersebut."

    Mayoritas kamu Muslimin yang hadir saat itu merasa gembira mendengar pernyataan Ali, mereka berkata, "Benar yang kamu ucapkan."

    Akhirnya Ali menjadi lebih dekat dengan kaum Muslimin setelah dia berani mengungkapkan perkara itu." [HR. Bukhori no. 4240 dan Muslim no. 3304]

    Rasûlullâh ketika mendapatkan Fadak, beliau hanya mengambil hasilnya untuk nafkah keluarga beliau selama setahun, sisanya beliau shadaqahkan untuk orang faqir miskin.

    Ali bin Abi Thâlib ketika menjadi khalifah, beliau Radhiyallahu anhu tidak membagi-bagi Fadak kepada ahli warisnya atau kepada Ummahâtul Mukminin, padahal kekuasaan ada di tangan beliau Radhiyallahu anhu dan beliau Radhiyallahu anhu adalah orang yang adil dan pemberani.

    Ini menunjukkan bahwa Fadak memang bukan harta warisan.

    Pertanyaan penulis:

    Jika seandainya benar bahwa Nabi stelah wafatnya bisa hadir, bisa dipanggil dan bisa bertemu dengannya dalam keadaan jaga, kenapa mereka berdua Abu Bakr, Abbas paman Nabi , Fatimah dan Ali radhiyallahu 'anhum tidak menghadirkan Ruh Rosulullah untuk memutuskan permsalahan tersebut ?. Padahal mereka semua adalah orang-orang pilihan dan istimewa di sisi Rosulullah .

    CONTOH KETIGA: SAAT TERJADI PERANG JAMAL

    Ketika terjadi Perang Jamal (Maʿrokah al-Jamal) antara 'Aisyah dan Ali radhiyallahu 'anhuma.

    Perang Jamal adalah pertempuran yang terjadi antara pasukan Khalifah ke-4, Ali bin Abi Thalib melawan pasukan yang dipimpin oleh Aisyah, Thalhah dan Zubair radhiyallaahu 'anhum

    Ali adalah sepupu kesayangan dan menantu dari Nabi Muhammad , sedangkan Aisyah adalah istri tercinta Nabi Muhammad .

    Sedangkan Thalhah dan Zubair, keduanya adalah sahabat Nabi yang terkemuka.

    Mereka semuanya adalah para sahabat yang dijamin masuk surga.

    Jika seandainya benar bahwa Nabi stelah wafatnya bisa hadir, bisa dipanggil dan bisa bertemu dengannya dalam keadaan jaga, kenapa mereka tidak menghadirkan Ruh Nabi untuk menengahi dan memutuskan permasalahan yang mengantarkan mereka berperang dan menyebabkan korban berjatuhan dari dua belah pihak ???. Thalhah dan Zubair radhiyallaahu 'anhuma keduanya mati terbunuh.

    CONTOH KE EMPAT: 

    Umar bin al-Khoththob, dia senantiasa berkeingingan setiap ada masalah, dia bertanya langsung kepada Rosulullah , akan tetapi setelah Rosulullah wafat, Umar tidak mampu lagi untuk melakukannya dan itu sangat mustahil.

    Syeikh Abdurrahman Dimasyqiyyah menyebutkan dalam kitab Ath-Thariqah Arifa'iyya hal. 47 [cet. Maktabah ar-Ridhwaan]:

    وَقَدْ صَحَّ عَنْ عُمَرَ أَنَّهُ قَالَ فِي بَعْضِ الْأُمُورِ لَيْتَنِي سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ عَنْهُ

    Dan sungguh telah ada riwayat shahih dari Umar bahwa dia mengatakan ketika mengahdapi sebagian perkara: "Seandainya saja saya bisa menanyakan kepada Rasulullah tentang masalah ini".

    CONTOH KE LIMA:

    Sahabat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anha, dia benar-benar merasa kehilangan dengan wafatnya Rosullulah dan dia sangat merindukannya, namun dia tidak mampu menghadirkan Rosulullah atau menemuinya dalam keadaan jaga.

    Ash-Shoyaadi menyebutkan:

    أَنَّ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ وَقَفَ عِنْدَ قَبْرِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ، وَبَكَى حَتَّى كَادَتْ تَزْهَقُ رُوحُهُ، وَأَنْشَدَ عِنْدَهُ أَبْيَاتًا مِنَ الشِّعْرِ، فَقَالَ:

    كُنتَ السَوادَ لِناظِري *** فَبَكى عَلَيكَ الناظِرُ

    مَن شاءَ بَعدَكَ فَليَمُت *** فَعَلَيكَ كُنتُ أُحاذِرُ

    Bahwa Ali bin Abi Thalib berdiri di kuburan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan menangis tersedu-sedu hingga hampir saja meregang nyawanya, dan dia membacakan puisi di sisinya, dia berkata:

    “Engkau adalah as-Sawaad[yang nampak gelap kehitaman] bagi yang melihatnya, maka orang yang melihatnya menangisi Engkau.

    Siapa pun yang ingin mengejarmu, bersegeralah dia mati, maka untukmu aku waspada".

    [Sumber : ضَوْءُ الشَّمْسِ  (1/190-191),  قِلَادَةُ الجَوَاهِرِ hal. 309 dan الطَّرِيقَةُ الرِّفَاعِيَّةُ hal. 47]

    CONTOH KE ENAM:

    Kesedihan Fathimah radhiyallahu 'anha putri tercinta Rosulullah ketika ayahnya wafat serta kedriduannya padanya, namun Fatimah tidak mampu menghadirkan nya.

    Dari Anas ra. Berkata:

    فَلَمَّا مَاتَ قَالَتْ يَا أَبَتَاهُ أَجَابَ رَبًّا دَعَاهُ، يَا أَبَتَاهْ جَنَّةُ الْفِرْدَوْسِ مَأْوَاهْ، يَا أَبَتَاهْ إِلَى جِبْرِيلَ نَنْعَاهْ، فَلَمَّا دُفِنَ قَالَتْ فَاطِمَةُ رضي الله عنها‏: أَطَابَتْ أَنْفُسُكُمْ أَنْ تَحْثُوا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ ﷺ التُّرَابَ؟

    Ketika Rasulullah meninggal dunia, Fatimah radhiyallahu 'anha berkata:

    "Wahai ayah(ku) yang telah memenuhi panggilan Rabb-nya, ' wahai ayah(ku) yang surga firdaus adalah tempat kembalinya, wahai ayah (ku) yang kepada Jibril as kami sampaikan wafatnya"

    Ketika Rasulullah dimakamkan, Fatimah berkata: ‘Apakah kalian tidak merasa berat hati menaburkan debu kepada Rasulullah SAW?’” [HR. Bukhori no. 4462]

    Kesedihan Fatimah pada hari-hari berikutnya semakin bertambah dan kerinduan pada ayahnya semakin berat, namun Fatimah tidak mampu untuk menghadirkan beliau walau hanya sesaat untuk berjumpa. Sebagaimana disebutkan Ash-Shoyaadi:

    " وَأَنَّ فَاطِمَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا بَكَتْ عِنْدَ قَبْرِ أَبِيهَا صَلَوَاتُ اللَّهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ بُكَاءً شَدِيدًا وَأَنْشَدَتْ تَقُولُ: 

    مَاذَا عَلَى مَنْ شَمَّ تُرْبَةَ أَحْمَدٍ *** أَنْ لَا يَشُمَّ مَدَى الزَّمَانِ غَوَالِيَا

    صَبَّتْ عَلَيَّ مَصَائِبُ لَوْ أَنَّهَا *** صُبَّتْ عَلَى الأَيَّامِ صِرْنَ لَيَالِيَا

    وَأَنَّ فَاطِمَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا بَقِيَتْ تَبْكِي وَحُزْنُهَا مُتَوَاصِلٌ حَتَّى لَحِقَتْ بَعْدَهُ بِسِتَّةِ أَشْهُرٍ".

    وَأَنَّ فَاطِمَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا بَكَتْ عِنْدَ قَبْرِ أَبِيهَا صَلَوَاتُ اللَّهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ بُكَاءً شَدِيدًا وَأَنْشَدَتْ تَقُولُ:

    مَا ذَا عَلَى مَنْ شَمَّ تُرْبَةَ أَحْمَدَ *** أَنْ لَا يُشَمَّ مَدَى الزَّمَانِ غَوَالِيَا

    صَبَّتْ عَلَيَّ مَصَائِبُ لَوْ أَنَّهَا *** صُبَّتْ عَلَى الأَيَّامِ صِرْنَ لَيَالِيَا

    وَأَنَّ فَاطِمَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا بَقِيَتْ تَبْكِي وَحُزْنُهَا مُتَوَاصِلٌ حَتَّى لَحِقَتْ بَعْدَهُ بِسِتَّةِ أَشْهُرٍ

    Dan bahwa Fatimah radhiyaallahu 'anha, menangis di kuburan ayahnya menangis dengan tangisan yang sangat menyayat, sambil melantunkan syair:

    Apa yang kan terjadi atas orang yang mencium debu Ahmad % yang tidak menciumnya untuk waktu yang lama?

    Kemalangan-kemalangan telah menimpa aku, jika dituangkan pada hari-hari, maka hari-hari itu akan berubah menjadi malam.

    Dan Fatimah radhiyallahu 'anha terus menerus menangis dan kesedihannya berlanjut sampai dia menyusul ayahnya enam bulan kemudian.

    [Sumber : ضَوْءُ الشَّمْسِ  (1/190-191),  قِلَادَةُ الجَوَاهِرِ hal. 309 dan الطَّرِيقَةُ الرِّفَاعِيَّةُ hal. 47]

    ======

    FATWA NYELENEH DARI SEBAGIAN ULAMA SUFI YANG SUDAH TINGKAT MAKRIFAT DAN WIHDATUL WUJUD:

    ======

    Diantaranya adalah:

    Ibnu ‘Arabi Al Hatimi Ath Thai . (Nama lengkapnya adalah Abu Bakr Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad bin Ahmad Ath Thai Al Hatimi Al Mursi Ibnu ‘Arabi, yang wafat pada tahun 638 H dan dikuburkan di Damaskus. (Lihat Siar Al A’lam An Nubala’ tulisan Imam Adz Dzahabi 16/354)

    Dalam kitabnya Al Futuhat Al Makkiyah (seperti yang dinukilkan oleh DR. Taqiyuddin Al Hilali dalam kitabnya Al Hadiyyatul Haadiyah hal. 43) dia menyatakan: 

    Hamba adalah tuhan dan tuhan adalah hamba duhai gerangan, siapakah yang diberi tugas (melaksanakan syariat)? Jika kau katakan: hamba, maka dia adalah tuhan Atau kau katakan: tuhan, maka mana mungkin tuhan diberi tugas?!

    Dan dalam kitabnya yang lain Fushushul Hikam (hal.192) dia juga mengatakan: 

    “Sesungguhnya orang-orang yang menyembah anak sapi, tidak lain yang mereka sembah kecuali Allah.”

    Meskipun demikian, orang-orang para pengikutnya dan para sufi lainnya memberikan gelar-gelar kehormatan yang tinggi kepada Ibnu ‘Arabi, contohnya seperti gelar:

    Al ‘Arif Billah (orang yang mengenal Allah dengan sebenarnya [makrifat]), 

    Al Quthb Al Akbar (pemimpin para wali yang paling agung), 

    Al Misk Al Adzfar (minyak kesturi yang paling harum),

    dan Al Kibrit Al Ahmar (Permata yang merah berkilau).

    Padahal syeikh ini terang-terangan memproklamirkan keyakinan Wihdatul Wujud dan keyakinan-keyakinan kufur dan rusak lainnya, diantaranya seperti:

    Pujian dia terhadap Firaun dan keyakinannya bahwa Firaun mati di atas keimanan.

    Celaan dia terhadap Nabi Harun ‘alaihi salam yang mengingkari kaumnya yang menyembah anak sapi -yang semua ini jelas-jelas bertentangan dengan nash Al Quran.

    Dan keyakinan dia bahwa kafirnya orang-orang Nasrani adalah karena mereka hanya mengkhususkan Nabi ‘Isa ‘alaihi salam sebagai Tuhan, yang kalau seandainya mereka tidak mengkhususkannya maka mereka tidak dikafirkan.

    Beberapa Contoh Penyimpangan Ajaran sebagian sekte Tasawuf:

    Berikut kami akan nukilkan beberapa ucapan dan keyakinan sesat dan kufur dari tokoh-tokoh yang sangat diagungkan oleh orang-orang ahli tasawuf, yang menunjukkan besarnya penyimpangan ajaran ini dan sangat jauhnya ajaran ini dari petunjuk Al Quran dan As Sunnah.

    Pertama: 

    Ibnu Al Faridh yang wafat pada tahun 632 H, tokoh besar sufi yang menganut Faham Wihdatul Wujud dan meyakini:

    Bahwa seorang hamba bisa menjadi Tuhan, bahkan -yang lebih kotor lagi- dia menggambarkan sifat-sifat Tuhannya seperti sifat-sifat wanita, sampai-sampai dia menganggap bahwa Tuhannya telah menampakkan diri di hadapan Nabi Adam ‘alaihi salam dalam bentuk Hawwa (istri Nabi Adam ‘alaihi salam)?!

    Untuk lebih jelas silakan merujuk pada kitab Hadzihi Hiya Ash Shufiyyah (hal. 24-33), tulisan Syaikh Abdurrahman al Wakil yang menukil ucapan-ucapan kufur Ibnu Al Faridh ini.

    Kedua: 

    Ibnu ‘Arabi dalam kitabnya Fushushul Hikam yang berisi segudang kesesatan dan kekufuran. Dalam kitabnya ini dia mengatakan:

    “Bahwa Rasullah  lah yang memberikan padanya kitab ini, dan beliau  berkata kepadanya: “Bawalah dan sebarkanlah kitab ini pada manusia agar mereka mengambil manfaat darinya”.

    Kemudian Ibnu ‘Arabi berkata: “Maka aku pun (segera) mewujudkan keinginan (Rasulullah SAW) itu seperti yang beliau  tentukan padaku tidak lebih dan tidak kurang.”

    Kemudian Ibnu ‘Arabi berkata: (Kitab ini) dari Allah, maka dengarkanlah! dan kepada Allah kembalilah! (Fushushul Hikam, dengan perantaraan kitab Hadzihi Hiya Ash Shufiyyah hal. 19).

    Ketiga: 

    At Tilmisani, seorang tokoh besar tasawuf, ketika dikatakan padanya bahwa kitab rujukan mereka Fushushul Hikam bertentangan dengan Al Quran, dia malah menjawab: 

    “Seluruh isi Al Quran adalah kesyirikan, dan sesungguhnya Tauhid hanya ada pada ucapan kami.” 

    Maka dikatakan lagi kepadanya: “Kalau kalian mengatakan bahwa seluruh yang ada (di alam semesta) adalah satu (esa), mengapa seorang istri halal untuk disetubuhi, sedangkan saudara wanita haram (disetubuhi)?” 

    Maka dia menjawab: “Menurut kami semuanya (istri dan saudara wanita) halal (untuk disetubuhi), akan tetapi orang-orang yang terhalang dari penyaksian keesaan seluruh alam mengatakan bahwa saudara wanita haram (disetubuhi), maka kami pun ikut-ikut mengatakan haram.”(Dinukil oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, lihat Majmu’ul Fatawa 13/186).

    Keempat

    Abu Yazid Al Busthami, yang pernah berkata: 

    “Aku heran terhadap orang yang telah mengenal Allah, mengapa dia tetap beribadah kepada-Nya?!” (Dinukil oleh Abu Nu’aim Al Ashbahani dalam kitabnya Hilyatul Auliya’ 10/37).

    Dia juga berkata: “Sungguh aku telah menghimpun amalan ibadah seluruh penghuni tujuh langit dan tujuh bumi, kemudian aku masukkan ke dalam bantal dan aku letakkan di bawah pipiku.” (Hilyatul Auliya’ 10/35-36).

    Kelima: 

    Abu Hamid Al Ghazali, seorang yang termasuk tokoh-tokoh ahli tasawuf yang paling besar dan tenar, di dalam kitabnya Ihya ‘Ulumud Din ketika dia membicarakan tingkatan-tingkatan dalam tauhid, dia mengatakan, 

    “Dalam Tauhid ada empat tingkatan: …

    Tingkatan yang kedua: Dengan membenarkan makna lafadz di dalam hati sebagaimana yang dilakukan oleh umumnya kaum muslimin, dan ini adalah keyakinannya orang-orang awam?!

    Tingkatan yang ketiga: Mempersaksikan makna tersebut dengan jalan Al Kasyf (penyingkapan tabir) melalui perantaraan cahaya Al Haq (Allah ‘azza wa jalla) dan ini adalah tingkatan Al Muqarrabin, yaitu dengan seseorang melihat banyaknya makhluk (di alam semesta), akan tetapi dia melihat semuanya bersumber dari Zat Yang Maha Tunggal lagi Maha Perkasa.

    Dan tingkatan yang keempat: Dengan tidak menyaksikan di alam semesta ini kecuali satu zat yang esa, dan ini merupakan penyaksian para Shiddiqin, dan diistilahkan oleh orang ahli tasawuf dengan sebutan: Al Fana’ Fit Tauhid (telah melebur dalam tauhid/pengesaan) karena dia tidak melihat kecuali satu, bahkan dia tidak melihat dirinya sendiri…

    Dan inilah puncak tertinggi dalam tauhid.

    Jika anda bertanya bagaimana mungkin seseorang tidak melihat kecuali hanya satu saja, padahal dia melihat langit, bumi dan semua benda-benda yang benar-benar nyata, dan itu banyak sekali? dan bagaimana sesuatu yang banyak menjadi hanya satu?

    Ketahuilah bahwa ini adalah puncak ilmu Mukasyafat (tersingkapnya tabir) (maksudnya adalah cerita bohong orang-orang ahli Tasawuf yang bersumber dari bisikan jiwa dan perasaan mereka, yang sama sekali tidak berdasarkan Al Quran dan As Sunnah, -pen), dan rahasia-rahasia ilmu ini tidak boleh ditulis dalam sebuah kitab, karena orang-orang yang telah mencapai tingkatan Ma’rifah berkata bahwa membocorkan rahasia ketuhanan adalah kekafiran. Sebagaimana seorang manusia dikatakan banyak bila anda melihat rohnya, jasad, sendi-sendi, urat-urat, tulang belulang dan isi perutnya, padahal dari sudut pandang lain dikatakan dia adalah satu manusia.” (Lihat kitab Ihya ‘Ulumud Din 4/241-242).

    Al Ghazali juga berkata: “Pandangan terhadap tauhid jenis pertama, yaitu pandangan tauhid yang murni, dengan pandangan ini, Anda pasti akan dikenalkan bahwa Dialah yang bersyukur dan disyukuri, dan Dialah yang mencintai dan dicintai, ini adalah pandangan orang yang meyakini bahwa tidaklah ada di alam semesta ini melainkan Dia (Allah ‘azza wa jalla).” (Ibid 4/83).

    Keenam: 

    Asy Sya’rani, seorang tokoh besar tasawuf yang telah menulis sebuah kitab yang berjudul Ath Thabaqat Al Kubra, yang memuat biografi tokoh-tokoh ahli tasawuf dan kisah-kisah (kotor) yang dianggap oleh orang-orang ahli tasawuf sebagai tanda kewalian.

    Di antaranya kisah seorang wali yang bernama Ibrahim Al ‘Uryan, orang ini bila naik mimbar dan berceramah selalu dalam keadaan telanjang bulat!? (Lihat At Thabaqat Al Kubra 2/124).

    Kisah lainnya tentang seorang (wali Setan) yang bernama Syaikh Al Wuhaisyi yang bertempat tinggal di rumah pelacuran, yang mana setiap ada orang yang selesai berbuat zina, dan hendak meninggalkan tempat tersebut, dia berkata kepadanya: 

    “Tunggulah sebentar hingga aku selesai memberikan syafaat untukmu sebelum engkau meninggalkan tempat ini!?” 

    Dan diantara kisah tentang orang ini: bahwa setiap kali ada seorang pemuka agama setempat sedang menunggang keledai, dia memerintahkannya untuk segera turun, lalu berkata kepadanya: 

    “Peganglah kepala tarikmu, agar aku bisa melampiaskan birahiku padanya!?” (Lihat At Thabaqat Al Kubra 2/129-130).

    ===*****===

    STANDAR WALI ALLAH, AHLI MA’RIFAT DAN AHLI HAQIQAT YANG BENAR

    Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: ‘Rasulullah  bersabda:

    (إِنَّ اللهَ تَعَالَى قَالَ: مَنْ عَادَى لِي وَلِيَّاً فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالحَرْبِ. وَمَا تَقَرَّبَ إِلِيَّ عَبْدِيْ بِشَيءٍ أَحَبَّ إِلِيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُهُ عَلَيْهِ. ولايَزَالُ عَبْدِيْ يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِيْ يَسْمَعُ بِهِ، وَبَصَرَهُ الَّذِيْ يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا، وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِيْ بِهَا. وَلَئِنْ سَأَلَنِيْ لأُعطِيَنَّهُ، وَلَئِنْ اسْتَعَاذَنِيْ لأُعِيْذَنَّهُ)

    “Sesungguhnya Allah berfirman: ”Barangsiapa yang memusuhi wali-Ku, maka Aku menyatakan perang kepadanya. Tidaklah seorang hamba–Ku bertaqorrub (mendekatkan diri) kepada–Ku dengan sesuatu yang lebih  Aku cintai daripada hal–hal yang telah Aku wajibkan baginya. Senantiasa hamba–Ku bertaqorrub (mendekatkan diri) kepada–Ku dengan amalan–amalan nafilah (sunnah) hingga Aku mencintainya. 

    Apabila Aku telah mencintainya maka Aku menjadi pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar, Aku menjadi penglihatannya yang dia gunakan untuk melihat, Aku menjadi tangannya yang dia gunakan untuk memegang  dan Aku menjadi kakinya yang dia gunakan untuk melangkah. Jika dia meminta kepada–Ku pasti Aku memberinya dan jika dia meminta perlindungan kepada–Ku pasti Aku akan melindunginya.” (HR. Al Bukhari no. 6502)

    ====

    MAKNA DAN SYARAH HADITS :

    Makna : (عَادَى)

    آذَى وَأَبْغَضَ وَأَغْضَبَ بِالْقَوْلِ أَوِ الْفِعْلِ.

    “ Menyakiti, membenci, dan membuat marah dengan perkataan atau perbuatan”.

    Makna (وَلِيًّا) :

    وَلِيًّا : أَصْلُ الْمُوَالَاةِ الْقُرْبُ وَأَصْلُ الْمُعَادَاةِ الْبُعْدُ

    “Waliyyan: Asal kata "al-muwalaah" adalah kedekatan dan asal kata "al-mu'aadaah" adalah jauh”.

    Yang dimaksud dengan wali Allah, seperti yang dikatakan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar, adalah

    "الْعَالِمُ بِاللَّهِ، الْمُوَاظِبُ عَلَى طَاعَتِهِ، الْمُخْلِصُ فِي عِبَادَتِهِ".

    "orang yang ber-ilmu tentang Allah, yang tekun dalam ketaatan kepada-Nya, dan yang ikhlas dalam ibadah kepada-Nya." [ Baca : Fathul Bari 11/342].

    Makna (آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ) :

    آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ : آذَنَ بِمَعْنَى أَعْلَمَ وَأَخْبَرَ، وَالْمَعْنَى أَيْ أَعْلَمْتُهُ بِأَنِّي مُحَارِبٌ لَهُ حَيْثُ كَانَ مُحَارِبًا لِي بِمُعَادَاتِهِ لِأَوْلِيَائِي.

    Aku mengumumkan perang kepadanya: "Adzan" berarti memberitahu dan menginformasikan, yang artinya aku memberitahunya bahwa aku memeranginya karena dia memerangi aku dengan memusuhi wali-waliku.

    Makna (النَّوَافِلُ) :

    النَّوَافِلُ : مَا زَادَ عَلَى الْفَرَائِضِ مِنَ الْعِبَادَاتِ.

    An-Nawafil: Ibadah tambahan yang melebihi kewajiban.

    Makna (اِسْتَعَاذَنِي) :

    اِسْتَعَاذَنِي : أَيْ طَلَبَ الْعَوْذَ وَالْاِلْتِجَاءَ وَالْاِعْتِصَامَ بِي مِنْ كُلِّ مَا يُخَافُ مِنْهُ.

    Ista'aadhani: Meminta perlindungan, berlindung, dan berlindung kepada saya dari segala sesuatu yang ditakuti.

    ===

    **KEDUDUKAN HADITS **

    Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan tentang hadis ini:

    هَذَا حَدِيثٌ شَرِيفٌ قَدْ رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ مِنْ حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ وَهُوَ أَشْرَفُ ‌حَدِيثٍ ‌رُوِيَ ‌فِي ‌صِفَةِ ‌الْأَوْلِيَاءِ

    “Ini adalah hadis mulia yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Hurairah, dan ini adalah hadis paling mulia yang diriwayatkan tentang sifat para wali”. [Majmu’ al-Fatawa 18/129].

    Dan Asy-Syaukani mengatakan:

    "هَذَا الْحَدِيثُ قَدِ اشْتَمَلَ عَلَى فَوَائِدَ كَثِيرَةِ النَّفْعِ، جَلِيلَةِ الْقَدْرِ لِمَنْ فَهِمَهَا حَقَّ فَهْمِهَا وَتَدَبَّرَهَا كَمَا يَنْبَغِي."

    "Hadis ini mencakup banyak manfaat dan memiliki kedudukan yang tinggi bagi mereka yang memahaminya dengan benar dan merenungkannya sebagaimana mestinya." [ Baca : Qothrul Waliy ‘Alaa Hadits al-Waliy hal. 217 karya asy-Syaukani].

    **Siapa Para Wali Allah?**

    Allah menggambarkan para wali-Nya dalam kitab-Nya dengan firman-Nya:

    ﴿أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ . الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ﴾

    {Ketahuilah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.} (Yunus: 62-63).

    Allah menyebut mereka dengan dua sifat ini, yaitu iman dan takwa, yang merupakan dua pilar dari wilayah syar'i. Jadi, setiap orang yang beriman dan bertakwa adalah wali Allah, dan ini berarti bahwa pintu terbuka bagi siapa saja yang ingin mencapai kedudukan yang tinggi ini, dengan cara konsisten dalam ketaatan kepada Allah dalam setiap keadaan, mengikhlaskan amal hanya untuk-Nya, dan mengikuti Rasul-Nya -  - baik dalam hal-hal kecil maupun besar.

    Asy-Syaukani mengatakan:

    المِعْيَارُ الَّذِي تَعْرِفُ بِهِ صِحَّةُ وِلَايَتِهِ، هُوَ أَنْ يَكُونَ عَامِلًا بِكِتَابِ اللَّهِ سُبْحَانَهُ وَبِسُنَّةِ رَسُولِهِ [صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ] وَآلِهِ وَسَلَّمَ مُؤَثِّرًا لَهُمَا عَلَى كُلِّ شَيْءٍ ‌مُقَدِّمًا ‌لَهُمَا ‌فِي ‌إِصْدَارِهِ ‌وَإِيرَادِهِ، وَفِي كُلِّ شُؤُونِهِ، فَإِذَا زَاغَ عَنْهُمَا زَاغَتْ عَنْهُ الْوِلَايَةُ.

    "Standar dan batasan yang digunakan untuk mengetahui kebenaran derajat kewalian seseorang adalah apabila seseorang beramal sesuai dengan kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya -  - dan mengutamakan keduanya di atas segala sesuatu, mengutamakan keduanya dalam setiap keputusan dan tindakan, dan dalam setiap urusannya.

    Maka jika seseorang menyimpang dari keduanya, maka kewalian-nya juga pasti akan menyimpang." [Baca : Qothrul Waliy ‘Alaa Hadits al-Waliy hal. 217 karya asy-Syaukani]

    Dengan demikian, kita tahu bahwa tharikat kewalian yang syar'i tidak lain adalah kecintaan kepada Allah, ketaatan kepada-Nya, dan mengikuti Sunnah Rasul-Nya -  -. Dan bahwa setiap orang yang mengklaim dirinya sebagai wali Allah dan mencintai-Nya, namun dia berjalan di luar kedua jalan al-Qur’an dan as-Sunnah ini, maka dia adalah pendusta dalam klaimnya.

    =====

    **KEHARAMAN MEMUSUHI PARA WALI ALLAH SWT **:

    Para wali Allah wajib dicintai dan diharamkan untuk dimusuhi. Siapa pun orangnya yang menyakiti wali Allah, baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan, maka Allah mendeklarasikan bahwa diri-Nya akan memerangi orang tersebut, dan Allah sendiri yang akan membela wali-Nya.

    Dan tidak pernah ada manusia yang memiliki kekuatan atau kemampuan untuk berperang mealawan Allah Yang Maha Mulia. Allah berfirman:

    ﴿إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ . وَمَن يَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْغَالِبُونَ﴾

    {Sesungguhnya penolongmu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka ruku' (tunduk kepada Allah). Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang.} (Al-Maidah: 55-56).

    =====

    **TINGKATAN WALI ALLAH SWT atau AHLI MA’RIFAT dan HAQIQAT**

    Setelah Allah menyebutkan kewajiban mencintai para wali-Nya dan mengharamkan memusuhi mereka serta ancaman hukuman untuk itu, maka Allah menjelaskan cara-cara untuk mencapai wilayah ini. Allah menyebutkan bahwa wali-wali Allah terbagi menjadi dua tingkatan:

    Tingkatan pertama: Tingkatan orang-orang yang sedang atau menengah (muqtashid), yaitu golongan kanan yang mendekatkan diri kepada Tuhan mereka dengan menjalankan apa yang diwajibkan atas mereka.

    Ini mencakup melakukan kewajiban dan meninggalkan yang diharamkan, karena semua itu termasuk kewajiban dari Allah yang Dia wajibkan atas hamba-hamba-Nya. Allah menyebutkan bahwa mendekatkan diri kepada-Nya dengan menjalankan kewajiban adalah amal terbaik dan pendekatan diri yang terdekat.

    Seperti yang dikatakan Umar bin al-Khathab radhiyallahu 'anhu:

    "أَفْضَل الأَعْمَال أَدَاءُ مَا افْتَرَضَ اللَّهُ، وَالْوَرَعُ عَمَّا حَرَّمَ اللَّهُ، ‌وَصِدْقُ ‌النِّيَّةِ ‌فِيمَا ‌عِنْدَ ‌اللَّهِ عَزَّ وَجَل".

    "Amal terbaik adalah menjalankan apa yang diwajibkan Allah, menjauhi apa yang diharamkan Allah, dan memiliki niat yang tulus kepada Allah Ta'ala."

    [Baca : Adab ad-Dunya wa ad-Diin karya al-Mawardi 2/151, Quut al-Quluub karya Abu Thalib al-Makki 2/267, Ihnya Ulumuddin karya Imam Ghazali 4/364 dan Jaami al-Uluum wal Hikam karya Ibnu Rajab 1/171]

    Umar bin Abdul Aziz rahimahullah juga mengatakan dalam khutbahnya:

    أَفْضَل الْعِبَادَةِ أَدَاءُ الْفَرَائِضِ وَاجْتِنَابُ الْمَحَارِمِ

    "Ibadah terbaik adalah menjalankan kewajiban dan menjauhi yang haram."

    [ Baca : Adab ad-Dunya wa ad-Diin karya al-Mawardi 2/151, Quut al-Quluub karya Abu Thalib al-Makki 2/267, Ihnya Ulumuddin karya Imam Ghazali 4/364 dan Jaami al-Uluum wal Hikam karya Ibnu Rajab 1/171]

    Shuhaib bin Abdul Jabbaar berkata :

    وَذَلِكَ لِأَنَّ اللهَ - عز وجل - إِنَّمَا افْتَرَضَ عَلَى عِبَادِهِ هَذِهِ الْفَرَائِضَ لِيُقَرِّبَهُمْ مِنْهُ، وَيُوجِبَ لَهُمْ رِضْوَانَهُ وَرَحْمَتَهُ. وَأَعْظَمُ فَرَائِضِ الْبَدَنِ الَّتِي تُقَرِّبُ إِلَيْهِ: الصَّلَاةُ ، كَمَا قَالَ تَعَالَى: {وَاسْجُدْ وَاقْتَرِبْ} [العلق: 19]، وَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: «أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ»، وَقَالَ: «إِذَا كَانَ أَحَدُكُمْ يُصَلِّي، فَإِنَّمَا يُنَاجِي رَبَّهُ». وَقَالَ: «إِنَّ اللهَ يَنْصِبُ وَجْهَهُ لِوَجْهِ عَبْدِهِ فِي صَلَاتِهِ مَا لَمْ يَلْتَفِتْ».

    وَمِنَ الْفَرَائِضِ الْمُقَرِّبَةِ إِلَى اللهِ تَعَالَى: عَدْلُ الرَّاعِي فِي رَعِيَّتِهِ، سَوَاءٌ كَانَتْ رَعِيَّتُهُ عَامَّةً كَالْحَاكِمِ، أَوْ خَاصَّةً كَعَدْلِ آحَادِ النَّاسِ فِي أَهْلِهِ وَوَلَدِهِ ، كَمَا قَالَ ﷺ: «كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ». وَفِي " صَحِيحِ مُسْلِمٍ "، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَ رَ، عَنِ النَّبِيِّ ﷺ قَالَ: «إِنَّ الْمُقْسِطِينَ عِنْدَ اللهِ عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُورٍ عَلَى يَمِينِ الرَّحْمَنِ - وَكِلْتَا يَدَيْهِ يَمِينٌ - الَّذِينَ يَعْدِلُونَ فِي حُكْمِهِمْ وَأَهْلِيهِمْ وَمَا وُلُّوا»

    Dan itu karena Allah - 'Azza wa Jalla - hanya mewajibkan atas hamba-hamba-Nya kewajiban-kewajiban ini untuk mendekatkan diri mereka kepada-Nya, dan memberikan mereka keridhaan dan rahmat-Nya.

    Dan kewajiban tubuh yang paling agung yang mendekatkan kepada-Nya adalah shalat, sebagaimana firman-Nya: {dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu)} [Al-'Alaq: 19], dan Nabi  bersabda: "Keadaan yang paling dekat seorang hamba dengan Tuhannya adalah ketika ia sujud," dan beliau juga bersabda: "Jika salah seorang dari kalian sedang shalat, sesungguhnya ia sedang bermunajat kepada Tuhannya." Dan beliau bersabda: "Sesungguhnya Allah mengarahkan wajah-Nya kepada wajah hamba-Nya dalam shalatnya selama ia tidak menoleh."

    Di antara kewajiban-kewajiban yang mendekatkan kepada Allah Ta'ala adalah keadilan seorang pemimpin terhadap rakyatnya, baik rakyatnya itu umum seperti hakim, atau khusus seperti keadilan seseorang terhadap keluarganya dan anak-anaknya, sebagaimana sabda Nabi  : "Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya." Dan dalam "Shahih Muslim," dari Abdullah bin Umar, dari Nabi  bersabda: "Sesungguhnya orang-orang yang adil berada di sisi Allah di atas mimbar-mimbar dari cahaya di sebelah kanan Ar-Rahman - dan kedua tangan-Nya adalah kanan - yaitu mereka yang berlaku adil dalam hukum mereka, keluarga mereka, dan apa yang mereka pimpin." [Baca : al-Jaami’ ash-Shahiih Lis-Sunan wal Masaaniid 1/149].

    Tingkatan kedua: Tingkatan orang-orang yang terdahulu dalam kebaikan (as-saabiquun) yang dekat kepada Allah.

    Mereka mendekatkan diri kepada Allah setelah menjalankan kewajiban, dengan berusaha keras dalam melakukan ibadah-ibadah sunnah seperti shalat, puasa, haji, umrah, membaca Al-Qur'an, dan lainnya.

    Mereka juga menjauhi hal-hal yang makruh, sehingga mereka layak mendapatkan cinta Allah. Dampak dari cinta Allah ini tampak pada perkataan, perbuatan, dan anggota tubuh mereka. [ Baca : Fathul Bari karya Ibnu Rajab 1/49 dan Jaami’ al-Uluum wal Hikam 2/336]

    Shuhaib bin Abdul Jabbaar berkata :

    فَمَنْ أَحَبَّهُ اللهُ، رَزَقَهُ مَحَبَّتَهُ وَطَاعَتَهُ ، وَالِاشْتِغَالَ بِذِكْرِهِ وَخِدْمَتِهِ، فَأَوْجَبَ لَهُ ذَلِكَ الْقُرْبَ مِنْهُ، وَالزُّلْفَى لَدَيْهِ، وَالْحَظْوَةَ عِنْدَهُ، كَمَا قَالَ اللهُ تَعَالَى: {مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ ، أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ ، يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللهِ ، وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَائِمٍ ، ذَلِكَ فَضْلُ اللهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ ، وَاللهِ وَاسِعٌ عَلِيمٌ} [المائدة: 54]، فَفِي هَذِهِ الْآيَةِ إِشَارَةٌ إِلَى أَنَّ مَنْ أَعْرَضَ عَنْ حُبِّنَا وَتَوَلَّى عَنْ قُرْبِنَا، لَمْ نُبَالِ، وَاسْتَبْدَلْنَا بِهِ مَنْ هُوَ أَوْلَى بِهَذِهِ الْمِنْحَةِ مِنْهُ وَأَحَقُّ، فَمَنْ أَعْرَضَ عَنِ اللهِ ، فَمَا لَهُ مِنَ اللهِ بَدَلٌ، وَلِلهِ مِنْهُ أَبْدَالٌ.

    وَمِنْ أَعْظَمِ مَا يُتَقَرَّبُ بِهِ إِلَى اللهِ تَعَالَى مِنَ النَّوَافِلِ: كَثْرَةُ تِلَاوَةِ الْقُرْآنِ، وَسَمَاعُهُ بِتَفَكُّرٍ وَتَدَبُّرٍ وَتَفَهُّمٍ، قَالَ خَبَّابُ بْنُ الْأَرَتِّ لِرَجُلٍ: تَقَرَّبْ إِلَى اللهِ مَا اسْتَطَعْتَ، وَاعْلَمْ أَنَّكَ لَنْ تَتَقَرَّبَ إِلَيْهِ بِشَيْءٍ هُوَ أَحَبُّ إِلَيْهِ مِنْ كَلَامِهِ. أخرجه الحاكم2/ 441

    فَلَا شَيْءَ عِنْدَ الْمُحِبِّينَ أَحْلَى مِنْ كَلَامِ مَحْبُوبِهِمْ، فَهُوَ لَذَّةُ قُلُوبِهِمْ، وَغَايَةُ مَطْلُوبِهِمْ. قَالَ عُثْمَانُ: لَوْ طَهُرَتْ قُلُوبُكُمْ ، مَا شَبِعْتُمْ مِنْ كَلَامِ رَبِّكُمْ. أخرجه أبو نعيم في " الحلية " 7/ 300 بإسناد منقطع

    وَمِنْ ذَلِكَ كَثْرَةُ ذِكْرِ اللهِ الَّذِي يَتَوَاطَأُ عَلَيْهِ الْقَلْبُ وَاللِّسَانُ ، وَفِي " مُسْنَدِ الْبَزَّارِ " «عَنْ مُعَاذٍ قَالَ: قُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ أَخْبِرْنِي بِأَفْضَلِ الْأَعْمَالِ وَأَقْرَبِهَا إِلَى اللهِ تَعَالَى قَالَ: أَنْ تَمُوتَ وَلِسَانُكُ رَطْبٌ مِنْ ذِكْرِ اللهِ تَعَالَى».جامع العلوم والحكم (2/ 343)

    Maka siapa yang dicintai Allah, Dia akan menganugerahinya kecintaan kepada-Nya, ketaatan kepada-Nya, kesibukan dengan mengingat-Nya, dan khidmat kepada-Nya. Itu semua akan mendekatkan diri-nya kepada Allah, memberinya kedudukan yang tinggi di sisi-Nya, dan mendapatkan kehormatan dari-Nya, sebagaimana Allah Ta'ala berfirman:

    {Barang siapa di antara kalian murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut terhadap celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui} (Al-Maidah: 54).

    Dalam ayat ini terdapat isyarat bahwa siapa yang berpaling dari mencintai Kami dan menjauh dari kedekatan Kami, Kami tidak peduli, dan Kami menggantinya dengan yang lebih layak dan lebih berhak dengan pemberian ini darinya. Maka siapa yang berpaling dari Allah, tidak ada pengganti baginya dari Allah, dan Allah memiliki pengganti darinya.

    Dan di antara hal yang paling agung yang mendekatkan kepada Allah Ta'ala dari amalan sunnah adalah banyak membaca Al-Qur'an, mendengarkannya dengan penuh perhatian, pemikiran, dan pemahaman.

    Khabbab bin Al-Arats berkata kepada seorang lelaki:

    "Mendekatlah kepada Allah semampumu, dan ketahuilah bahwa kamu tidak akan mendekat kepada-Nya dengan sesuatu yang lebih dicintai-Nya daripada firman-Nya [yakni : al-Qur’an]." (Diriwayatkan oleh Al-Hakim 2/441).

    Tidak ada yang lebih manis bagi orang-orang yang mencintai Allah selain firman Allah yang merupakn kekasih mereka, karena itu adalah kenikmatan hati mereka dan tujuan tertinggi mereka.

    Utsman berkata: "Jika hati kalian suci, kalian tidak akan pernah merasa kenyang dengan firman Tuhan kalian [yakni baca al-Qur’an]." (Diriwayatkan oleh Abu Nu'aim dalam "Hilyah" 7/300 dengan isnad yang terputus).

    Di antara hal itu adalah banyak mengingat Allah yang dilakukan dengan hati dan lisan. Dalam "Musnad Al-Bazzar," dari Mu'adz berkata: Aku berkata: "Wahai Rasulullah, beritahukan kepadaku amalan yang paling utama dan paling mendekatkan kepada Allah Ta'ala." Beliau bersabda: "Bahwa kamu mati dalam keadaan lisanmu basah dengan mengingat Allah Ta'ala." (Baca : Jami' al-Ulum wal-Hikam 2/343).

    [Baca : al-Jaami’ ash-Shahiih Lis-Sunan wal Masaaniid 1/149].

    ======

    TANDA-TANDA KECINTAAN ALLAH SWT KEPADA PARA WALI-NYA

    Jika seorang hamba mendapatkan cinta Allah, maka tanda-tanda cinta tersebut akan tampak pada dirinya. Tanda-tanda tersebut dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya:

    "فَإِذَا أَحْبَبتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِيْ يَسْمَعُ بِهِ، وَبَصَرَهُ الَّذِيْ يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا، وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِيْ بِهَا".

    "Jika Aku mencintainya, Aku menjadi pendengarannya yang dengannya ia mendengar, penglihatannya yang dengannya ia melihat, tangannya yang dengannya ia memegang, dan kakinya yang dengannya ia berjalan."

    Maksudnya adalah, siapa saja yang berusaha mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan kewajiban-kewajiban, kemudian dengan amalan-amalan sunnah, maka Allah akan mendekatkan dan mengangkatnya dari derajat iman ke derajat ihsan, sehingga ia menyembah Allah seolah-olah melihat-Nya. Maka, seluruh anggota tubuhnya hanya akan melakukan hal-hal yang dicintai oleh Allah. Jika ia berbicara, maka ia hanya akan berbicara hal yang diridhai Allah. Jika ia mendengar, maka ia hanya akan mendengar hal yang tidak dimurkai Allah. Jika ia melihat, maka ia hanya akan melihat hal yang tidak diharamkan oleh Allah. Jika ia memegang, maka ia hanya akan memegang untuk Allah, dan seterusnya.

    Oleh karena itu, dalam beberapa riwayat hadits di luar yang shahih disebutkan:

    فَبِي ‌يَسْمَعُ ‌وَبِي ‌يُبْصِرُ ‌وَبِي ‌يَبْطِشُ ‌وَبِي ‌يَسْعَى؛ وَلَئِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ وَلَئِنْ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنهُ؛ وَمَا تَرَدَّدْت عَنْ شَيْءٍ أَنَا فَاعِلُهُ تَرَدُّدِي عَنْ قَبْضِ نَفْسِ عَبْدِي الْمُؤْمِنِ يَكْرَهُ الْمَوْتَ وَأَكْرَهُ مَسَاءَتَهُ وَلَا بُدَّ لَهُ مِنْهُ}

    "Jadi dengan-Ku ia mendengar, dengan-Ku ia melihat, dengan-Ku ia memegang, dan dengan-Ku ia berjalan; dan jika ia meminta kepada-Ku, Aku akan memberinya, dan jika ia meminta perlindungan kepada-Ku, Aku akan melindunginya; dan tidak ada sesuatu pun yang Aku ragu-ragu untuk melakukannya kecuali mencabut nyawa hamba-Ku yang beriman, yang ia tidak suka kematian dan Aku pun tidak suka menyakitinya, namun tidak ada jalan baginya untuk menghindarinya [kemtian]."

    Ibnu Taimiyah berkata :

    " فَهَذَا أَصَحُّ حَدِيثٍ رُوِيَ فِي الْأَوْلِيَاءِ".

    Inilah hadits yang paling sahih tentang para wali. [Lihat : Majmu’ al-Fatawa karya Ibnu Taimiyah 2/371].

    Baca pula : (Jami Ulum wal Hikam, 2/347, Fatawa Nurun Alad-Darb, kaset 10, Syeikh Bin Baz rahimahullah)

    Barang Siapa yang memberikan makna selain makna ini, maka dia telah telah melakukan kekeliruan, dia telah berlaku zalim dan melampui batas terhadap kedudukan Allah serta bertentangan dengan apa yang dikenal dalam percakapan Arab serta apa yang mereka pahami untuk ungkapan seperti itu.

    Syeikh Ibnu Utsaimin berkata dalam Majmu Fatawanya (1/145) :

    "فَأَنْتَ تَرَى أَنَّ اللَّهَ تَعَالَى ذَكَرَ عَبْدًا وَمَعْبُودًا، وَمُتَقَرِّبًا، وَمُتَقَرَّبًا إِلَيْهِ، وَمُحِبًّا وَمَحْبُوبًا، وَسَائِلًا، وَمَسْئُولًا، وَمُعْطِيًا وَمُعْطًى، مُسْتَعِيذًا وَمُسْتَعَاذًا بِهِ، وَمُعِيذًا وَمُعَاذًا، فَالْحَدِيثُ يَدُلُّ عَلَى اثْنَيْنِ مُتَبَايِنَيْنِ كُلٌّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا غَيْرُ الْآخَرِ، فَإِذَا كَانَ كَذَلِكَ لَمْ يَكُنْ ظَاهِرُ قَوْلِهِ كُنْتُ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ وَيَدَهُ وَرِجْلَهُ" أَنَّ الْخَالِقَ يَكُونُ جُزْءًا مِنَ الْمَخْلُوقِ، أَوْ وَصْفًا فِيهِ تَعَالَى اللَّهُ عَنْ ذَلِكَ، وَإِنَّمَا ظَاهِرُهُ وَحَقِيقَتُهُ أَنَّ اللَّهَ تَعَالَى يُسَدِّدُ هَـٰذَا الْعَبْدَ فِي سَمْعِهِ وَبَصَرِهِ وَبَطْشِهِ، فَيَكُونُ سَمْعُهُ لِلَّهِ تَعَالَى إِخْلَاصًا وَبِهِ اسْتِعَانَةً وَفِيهِ شَرْعًا وَاتِّبَاعًا وَهَكَذَا بَصَرُهُ، وَبَطْشُهُ وَمَشْيُهُ. إ . هـ."

    "Anda dapat saksikan bahwa Allah Ta'ala telah menyebutkan adanya yang menyembah dan yang disembah, yang beribadah dan diibadahi, pencinta dan yang dicinta, yang meminta dan yang diminta, yang memberi dan yang diberi, yang memohon perlindungan dengan yang memberikan perlindungan. Hadits ini menunjukkan ada dua pihak yang berbeda, yang satu bukan yang lain. Jika demikian halnya, maka zahir sabda beliau, "Aku adalah pendengarannya dan penglihatannya, tangannya dan kakinya." Tidak menunjukkan bahwa sang pencipta adalah bagian dari makhluk, atau bagian dari sifatnya, maha suci Allah dari yang demikian itu. Akan tetapi, hakekat yang tampak dari hadits tersebut adalah bahwa Allah Ta'ala mengarahkan seorang hamba dalam pendengaran dan penglihatan dan pukulannya. Maka pendengarannya karena Allah Ta'ala dengan ikhlas dan memohon pertolongan kepada-Nya, mengikuti syariat dan ajarannya, demikian pula dengan penglihatannya dan jalannya.".

    =====

    KEMUSTAJABAN DOA PARA WALI ALLAH :

    Jika seorang hamba mencapai derajat ini - derajat kewalian - maka Allah memuliakannya dengan menjadikannya mustajab (terkabul) doanya. Tidaklah ia meminta sesuatu kepada Allah kecuali Allah memberikannya, dan tidaklah memohon perlindungan dari sesuatu kecuali Allah melindunginya, karena kemuliaannya di sisi Allah Ta'ala.

    Banyak sahabat yang dikenal mustajab doanya, seperti Al-Bara' bin Malik, Al-Bara' bin 'Azib, Sa'ad bin Abi Waqqas, dan lainnya.

    Namun, terkadang seorang wali berdoa tetapi tidak dikabulkan, karena Allah mengetahui bahwa yang terbaik baginya bukanlah apa yang ia minta, sehingga Allah menggantikannya dengan sesuatu yang lebih baik baginya dalam urusan agama dan dunianya.

    Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Sa'id radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi  bersabda:

    ما من مسلمٍ يدعو بدعوةٍ ليس فيها إثمٌ ، ولا قطيعةُ رَحِمٍ ؛ إلا أعطاه بها إحدى ثلاثَ : إما أن يُعجِّلَ له دعوتَه ، وإما أن يدَّخِرَها له في الآخرةِ ، وإما أن يَصرِف عنه من السُّوءِ مثلَها . قالوا : إذًا نُكثِرُ . قال : اللهُ أكثرُ .

    "Tidak ada seorang Muslim pun yang berdoa dengan doa yang tidak mengandung dosa atau memutuskan silaturahmi, kecuali Allah memberinya salah satu dari tiga hal:

    1) adakalanya segera dikabulkan doanya, 2) adakalanya doa itu disimpan untuknya di akhirat, 3) adakalanya ia dihindarkan dari keburukan yang semisal dengan apa yang ia minta.

    Para sahabat berkata: "Kalau begitu, kami akan memperbanyak doa," Nabi  bersabda: "Allah lebih banyak lagi."

    [ "Diriwayatkan oleh Ahmad (11133), Bukhari dalam *Al-Adab al-Mufrad* (710) dengan lafaz tersebut, dan Abu Ya'la (1019). Hadits Shahih. Di shahihkan al-Albaani dalam Shahih al-Adab al-Mufrad no. 710 dan Shahih at-Targhiib no. 1633].

    =====

    KEMUSTAJABAN DO’A SAHABAT RABAYYI’ radhiyalahu ‘anhu :

    Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu :

     أَنَّ الرُّبَيِّعَ عَمَّتَهُ كَسَرَتْ ثَنِيَّةَ جَارِيَةٍ فَطَلَبُوا إِلَيْهَا الْعَفْوَ فَأَبَوْا فَعَرَضُوا الْأَرْشَ فَأَبَوْا فَأَتَوْا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبَوْا إِلَّا الْقِصَاصَ فَأَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْقِصَاصِ فَقَالَ أَنَسُ بْنُ النَّضْرِ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتُكْسَرُ ثَنِيَّةُ الرُّبَيِّعِ لَا وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ لَا تُكْسَرُ ثَنِيَّتُهَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا أَنَسُ كِتَابُ اللَّهِ الْقِصَاصُ فَرَضِيَ الْقَوْمُ فَعَفَوْا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ مَنْ لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللَّهِ لَأَبَرَّهُ

    “Bahwa Rubayyi' -pamannya- pernah mematahkan gigi seri seorang budak wanita, kemudian mereka meminta kepadanya untuk memaafkan, namun mereka (keluarganya) menolak. Kemudian ditawarkan kepada mereka denda, namun mereka tetap menolak, lalu mereka mendatangi Nabi , maka beliau memerintahkan untuk diqishash.

    Anas bin An Nadhr berkata; wahai Rasulullah, apakah gigi seri Ar Rubayyi' akan dipatahkan? Tidak, demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran, gigi serinya jangan dipatahkan.

    Maka Rasulullah  bersabda: "Ya Anas, Kitabullah adalah Al Qishas”.

    Maka orang-orang tersebut rela memberikan maaf. kemudian Nabi  bersabda:

    "Sesungguhnya diantara hamba-hamba Allah terdapat orang yang apabila ia bersumpah atas nama Allah maka Allah akan mengabulkannya." [HR. Bukhori no. 2703, 4611 dan Muslim no. 1675].

    =====

    PENUTUP :

    Sebagai penutup artikel ini, penulis kutip pernyataan Imam Al-Junaid Al-Baghdadi dan Sayyid Bakri Syatha.

    Pertama : Imam Al-Junaid Al-Baghdadi :

    Dialog singkat Imam Al-Junaid Al-Baghdadi berikut ini menunjukkan sesat pikir orang-orang malas yang berlindung di balik makrifatullah, pakaian sufi, kezuhudan, ketawakalan, baju spiritualitas, dan alasan "bergengsi" lainnya.

    "وَسَمِعْتُهُ يَقُولُ: سَمِعْتُ أَبَا بَكْرٍ الرَازِيَّ يَقُولُ: سَمِعْتُ أَبَا عُمَرَ الأَنْطَاكِيَّ يَقُولُ: قَالَ رَجُلٌ لِلْجُنَيْدِ: مِنْ أَهْلِ المَعْرِفَةِ أَقْوَامٌ يَقُولُونَ إِنَّ تَرْكَ الحَرَكَاتِ مِنْ بَابِ البِرِّ وَالتَّقْوَى!! فَقَالَ الجُنَيْدُ: إِنَّ هَذَا قَوْلُ قَوْمٍ تَكَلَّمُوا بِإِسْقَاطِ الأَعْمَالِ، وَهُوَ عِنْدِي عَظِيمٌ، وَالَّذِي يَسْرِقُ وَيَزْنِي أَحْسَنُ حَالًا مِنَ الَّذِي يَقُولُ هَذَا؛ فَإِنَّ العَارِفِينَ بِاللهِ أَخَذُوا الأَعْمَالَ عَنِ اللهِ تَعَالَى، وَإِلَى اللهِ رَجَعُوا فِيهَا، وَلَوْ بَقِيتُ أَلْفَ عَامٍ لَمْ أَنْقُصْ مِنْ أَعْمَالِ البِرِّ ذَرَّةً".

    Artinya, “Aku mendengar Abu Bakar Ar-Razi, bahwa ia mendengar Abu Amar Al-Anthaki. Seorang berkata kepada Imam Al-Junaid, ‘Di kalangan ahli makrifat ada sekelompok orang yang mengatakan, ‘Sikap pasif (tidak beramal atau meninggalkan syariat baik dalam hal ibadah maupun penghidupan) sebagai bentuk kebaikan dan ketakwaan.’

    Al-Junaid menjawab, ‘Sungguh, ini ucapan sekelompok orang yang mengatakan gugurnya kewajiban. Bagiku ini adalah perkataan luar biasa (yang tidak bertanggung jawab). Orang yang mencuri dan berzina masih lebih baik daripada mereka yang mengatakan demikian karena ahli makrifat itu orang yang memegang teguh amalan (syariat) dari Allah. Kepada-Nya mereka kembali. Andai aku hidup 1000 tahun lagi, niscaya aku tidak akan mengurangi amalku meski sebesar zarrah,’” (Abul Qasim Al-Qusyairi, Ar-Risalatul Qusyairiyyah, [Kairo, Darus Salam: 2010 M/1431 H], halaman 170).

    Kedua : Sayyid Bakri Syatha :

    Sayyid Bakri Syatha dalam Kitab Kifayatul Atqiya wa Minhajul Ashfiya mengatakan, umat Islam tidak boleh tertipu dengan kalimat menyesatkan, salah jalan, dan sesat pikir yang menganjurkan untuk meninggalkan syariat bagi mereka yang telah sampai pada derajat hakikat dan makrifat.

    “Maknanya, tarekat dan hakikat bergantung pada (pengamalan) syariat. Keduanya takkan tegak dan hasil tanpa syariat. Sekalipun derajat dan kedudukan seseorang sudah mencapai level yang sangat tinggi dan ia termasuk salah satu wali Allah, ibadah yang wajib sebagaimana diamanahkan dalam Al-Qur’an dan sunnah tidak gugur darinya”.

    (Sayyid Bakri bin Sayyid Muhammad Syatha Ad-Dimyathi, Kifayatul Atqiya wa Minhajul Ashfiya, [Indonesia, Al-Haramain Jaya: tanpa tahun], halaman 12).

    Sayyid Bakri Syatha Ad-Dimyathi mengatakan, pandangan yang mengutamakan hakikat tanpa pelaksanaan syariat merupakan pemahaman keliru, sesat pikir, dan salah jalan. Pasalnya, ketentuan syariat tidak pernah gugur meski dari mereka yang berkedudukan sebagai nabi sekalipun.

    وَمَنْ زَعَمَ أَنَّ مَنْ صَارَ وَلِيًّا وَوَصَلَ إِلَى الحَقِيقَةِ سَقَطَتْ عَنْهُ الشَّرِيعَةُ فَهُوَ ضَالٌّ مُضِلٌّ مُلْحِدٌ وَلَمْ تَسْقُطِ العِبَادَاتُ عَنِ الأَنْبِيَاءِ فَضْلًا عَنِ الأَوْلِيَاءِ

    Artinya, “Siapa saja yang mengira bahwa orang yang telah menjadi wali dan sampai ke level hakikat, ketentuan syariat telah gugur darinya, maka ia adalah orang yang sesat, menyesatkan, dan ingkar-menyimpang. Ibadah wajib tidak pernah gugur dari para nabi, terlebih lagi dari para wali Allah,” (Sayyid Bakri: 12).

    ====

    LANGKAH-LANGKAH YANG SYAR'I DALAM MENSUCIKAN HATI DAN MENDEKATKAN DIRI KEPADA ALLAH.

    Langkah-langkah yang Syar'i dalam upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah serta menyucikan hati dan jiwa yaitu dengan mempelajari syariat islam dengan benar dan mengamalkannya dengan khusyu dan sungguh-sungguh secara lahir dan batin.

    Dan diantara tugas utama yang dibawa para Rasul  adalah menyucikan jiwa dan hati manusia dengan mengajarkan kepada mereka syariat Allah ‘azza wa jalla, sebagaimana firman Allah:

    ] لَقَدْ مَنَّ اللّهُ عَلَى الْمُؤمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولاً مِّنْ أَنفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُواْ مِن قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُّبِينٍ [

    “Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab dan Al Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Ali ‘Imran: 164)

    Dengan demikian, orang yang paling banyak memahami dan mengamalkan petunjuk Al Quran dan As Sunnah dengan baik dan benar, maka dialah orang yang paling bersih dan suci hati dan jiwanya dan dialah orang yang paling bertakwa kepada Allah ‘azza wa jalla, karena semua orang berilmu sepakat mengatakan bahwa: 

    “Penghalang utama yang menghalangi seorang manusia untuk dekat kepada Allah ‘azza wa jalla adalah (kekotoran) jiwanya.” Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ibnul Qayyim dalam kitabnya Igatsatul Lahafan dan Al Fawa’id.

    Oleh karena itu Rasulullah  mempermisalkan petunjuk dan ilmu yang Allah turunkan kepada beliau  dengan air hujan yang Allah turunkan dari langit. Karena sebagaimana fungsi air hujan adalah untuk menghidupkan, membersihkan dan menumbuhkan kembali tanah yang tandus dan gersang, maka demikian pula petunjuk dan ilmu yang dibawa oleh Rasulullah  adalah untuk menghidupkan, menyucikan dan menumbuhkan hati manusia, dalam hadits Abi Musa Al ‘Asy’ari radhiallahu ‘anhu,

    Rasulullah  bersabda:

    إإِنَّ مَثَلَ مَا بَعَثَنِيَ اللهُ بِهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنَ الْهُدَى وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَصَابَ أَرْضًا فَكَانَتْ مِنْهَا طَائِفَةٌ طَيِّبَةٌ قَبِلَتِ الْمَاءَ فَأَنْبَتَتِ الْكَلَأَ وَالْعُشْبَ الْكَثِيرَ وَكَانَ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتِ الْمَاءَ فَنَفَعَ اللهُ بِهَا النَّاسَ فَشَرِبُوا مِنْهَا وَسَقَوْا وَرَعَوْا وَأَصَابَ طَائِفَةً مِنْهَا أُخْرَى إِنَّمَا هِيَ قِيعَانٌ لَا تُمْسِكُ مَاءً وَلَا تُنْبِتُ كَلَأً فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقُهَ فِي دِينِ اللهِ وَنَفَعَهُ بِمَا بَعَثَنِيَ اللهُ بِهِ فَعَلِمَ وَعَلَّمَ وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللهِ الَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ

    “Sesungguhnya perumpamaan petunjuk dan ilmu yang Allah mengutusku dengan itu seperti perumpamaan hujan yang membasahi tanah di bumi.

    Diantara tanah tersebut ada jenis tanah yang baik yang menyimpan air dan menumbuhkan tumbuhan dan rerumputan yang banyak.

    Diantara tanah itu juga ada (أَجَادِبُ) yang dapat menampung air sehingga Allah memberi manfaat kepada manusia dengan air tersebut lalu mereka meminumnya dan memberi minum hewan ternak, dan menyiram tanaman.

    Namun air hujan tersebut juga menimpa tanah yang lain yang disebut dengan (Qi’an) yang tidak bisa menampung air dan dan tidak pula menumbuhkan rerumputan.

    Permisalan itu seperti permisalan orang yang memahami ilmu agama Allah lalu dan mendapat manfaat dengan sesuatu yang Allah mengutusku dengannya, iapun mengilmui dan mengajarkannya.

    Dan juga permisalan orang yang enggan mengangkat kepalanya untuk ilmu serta tidak mau menerima petunjuk Allah dimana Allah mengutusku dengan hal itu”.

    (HR Imam Al Bukhari 1/175 –Fathul Bari dan Muslim no. 2282)

     

    Posting Komentar

    0 Komentar