Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

KONTROVERSI HUKUM GELATIN HASIL DARI PERUBAHAN SENYAWA ZAT BABI

Di Susun Oleh Abu Haitsam Fakhri

KAJIAN NIDA AL-ISLAM

*****

بسم الله الرحمن الرحيم

PENDAHULUAN:

Gelatin adalah produk alami yang diperoleh dari hidrolisis parsial kolagen. Gelatin merupakan protein yang larut.

Sumber gelatin dapat berasal dari tulang rawan dan kulit hewan seperti sapi, babi dan ikan. Sekitar 98–99% kandungan dalam gelatin adalah protein atau asam amino, seperti glisin, sedangkan sisanya adalah air serta sedikit vitamin dan mineral.

Tepatnya Gelatin mengandung beberapa komposisi di dalamnya, seperti:

- Asam amino 50-1000

- Prolin atau hidroksiprolin 25%

- Glisin 20%

- Asam glutamat 11%

- Arginin 8%


Gelatin Sering dipakai diberbagai produk pangan, gelatin ternyata banyak fungsinya. Di antaranya sebagai penebal, pelekat, pengemulsi (biasa digunakan di es krim), pembuih, penahan kelembapan, pembaik tekstur, pengental, penstabil, pengawet pada makanan dan banyak lagi. 

Selain produk pangan, gelatin bisa ditemukan di berbagai produk. Mulai dari produk kecantikan seperti krim, lotion, masker, sabun mandi, sampo dan banyak lagi.

Gelatin juga memiliki banyak manfaat kesehatan, mulai dari menjaga kesehatan fungsi otak, kulit, dan rambut, hingga digunakan sebagai bahan pengawet pada vaksin. Dan bisa ditemui jiga pada produk kesehatan seperti kapsul, tablet hingga produk nutrisi olahraga. 

Gelatin dijual secara bebas di pasaran dalam bentuk bubuk atau lembaran tipis transparan.


Karena gelatin merupakan produk alami, maka di klasifikasikan sebagai bahan pangan bukan bahan tambahan pangan.

Gelatin yang diperoleh dari BABI: merupakan gelatin yang paling luas dipakai dalam industri pangan dan obat-obatan karena paling murah dibanding yang dari sapi atau ikan. Dalam industri pangan, gelatin dipakai sebagai bahan pembuatan permen lunak, jelly, es krim, susu formula, roti, minuman susu dan lain-lain. Adapun dalam industri farmasi merupakan bahan pembuatan vaksin cangkang kapsul krim, pasta gigi dan obat gosok.

Menurut data, penggunaan gelatin sapi sekira 60% sedangkan babi 40%.

Gelatin disebut sebagai miracle food karena sangat sulit digantikan dengan alternatif lain. Salah satu sifat gelatin yang ajaib adalah padat dalam kondisi kering dan meleleh saat di mulut inilah yang sulit tergantikan. ( halalguide.info )

ENAM MANFAAT GELATIN BAGI KESEHATAN:


Baik gelatin Sapi, Ikan maupun Babi sama memiliki beberapa manfaat kesehatan, diantaranya enam berikut ini:

  1. Menjaga kesehatan kulit dan rambut
  2. Mengurangi nyeri sendi
  3. Menjaga fungsi otak dan kesehatan mental
  4. Meningkatkan kualitas tidur
  5. Mengendalikan kadar gula darah
  6. Menjaga kualitas vaksin

SUSAHKAH MEMBEDAKAN ANTARA GELATIN BABI DAN GELATIN SAPI?:

Dalam artikel berjudul " GELATIN, BERBAHAN BAKU SAPI ATAU BABI?" Oleh: Lady Yulia, Pemerhati Makanan Halal dan Pelaksana pada Subdit Produk Halal, Kementerian Agama. Di katakan:

“Gelatin selalu menjadi isu hangat di industri pangan dan obat-obatan. Penggunaan gelatin yang luas dan gelatin sebagai miracle food, menjadi sebagian alasannya. Termasuk karena gelatin memiliki fungsi yang masih sulit digantikan zat lain untuk berbagai kegunaannya.

Keunggulan yang berbeda dimiliki gelatin dibanding bahan baku organik lainnya adalah memiliki sifat melting in the mouth. Ini menjadi sebab gelatin semakin disukai banyak orang terutama di bidang pangan dan farmasi. Gelatin dapat berperan sebagai bahan penstabil, pengental, pembuat gel, pengemulsi, golongan surfaktan, bahkan dapat digunakan untuk pelapisan logam dalam industri elektroplating (Ward: 1977).

Saat ini gelatin hampir menjadi bahan baku utama untuk industri pangan dan farmasi. Kebutuhan dan ketergantungan konsumen terhadap gelatin, membuat gelatin semakin gencar diproduksi. Gelatin diyakini hadir sebagai inovasi dalam perkembangan industri pangan dan farmasi. Sehingga produsen pun semakin giat mencari sumber bahan mentah untuk gelatin.

Dalam industri pangan, gelatin dipakai seperti dalam pembuatan permen, jeli, dan es krim. Sedangkan dalam industri farmasi gelatin merupakan alternatif terbaik sebagai bahan baku kapsul. Gelatin dapat membuat kapsul menjadi mudah ditelan dan dapat menghilangkan bau/rasa yang tidak enak dari obat. Kapsul juga berperan mengatur kelarutan obat sehingga dapat diprediksidi bagian mana obat akan larut.

Gelatin adalah biopolimer (polimer organik) turunan dari kolagen yang berasal dari sapi, babi, dan ikan. Gelatin dihasilkan dari kolagen melalui perlakuan kimia dan thermis yang cukup panjang.

Kolagen menjadi gelatin melibatkan reaksi pemutusan ikatan kolagen oleh asam atau basa kuat yang diikuti oleh pemanasan. Proses produksi gelatin dilakukan secara bertahap dengan suhu relatif lebih rendah. Termasuk pada proses pemurnian dan pengeringan dilakukan dengan suhu yang terkendali. Hal ini mengurangi resiko kerusakan gelatin. Sehingga multi manfaat gelatin dapat tetap terjaga.

Namun saat ini sumber utama gelatin berasal dari sapi dan babi (tulang dan kulit). Jika ditinjau dari proses pembuatannya ada dua tipe yang bergantung pada sumber gelatin yang digunakan, yaitu tipe A dan tipe B. Gelatin tipe A merupakan gelatin yang diproduksi melalui proses asam, sedangkan gelatin tipe B diperoleh dari proses alkalin.

Tipe A untuk gelatin dari babi dan tipe B untuk gelatin dari sapi. Proses pembuatan gelatin tipe A hanya membutuhkan waktu sekitar 3-4 minggu, sementara tipe B membutuhkan waktu 3 bulan dan harus berasal dari sapi pilihan.Proses asam lebih banyak diminati produsen dibandingkan dengan proses basa. Hal ini dikarenakan perendaman yang dilakukan dalam proses asam relatif lebih singkat.

Namun demikian, meski gelatin dari sumber yang berbeda bisa jadi sangat mirip ditinjau dari segi sifat fisika dan kimianya (Wardani: 2012). Sehingga konsumen akan sulit membedakan gelatin babi atau sapi. Dalam hal ini tentu sangat diperlukan identitas kemasan dari kedua produk sehingga dapat dibedakan mana yang gelatin babi atau sapi. Penggunaan hewan babi lebih menguntungkan secara ekonomis dibandingkan dengan sapi. Bahkan sumber gelatin babi banyak dihasilkan dari limbah Rumah Potong (RPH) babi. Maka limbah babilah yang banyak digunakan sebagai bahan baku gelatin. Dampaknya gelatin babi akan lebih murah dan lebih mudah didapatkan di pasaran dibanding gelatin sapi.

Selain itu, dari segi kualitas maupun kuantitas gelatin yang dihasilkan dari babi lebih disukai. Produk bergelatin babi memiliki kekenyalan yang lebih lembut dan tekstur yang lebih halus dibandingkan dengan dengan gelatin sapi. Seiring dengan trend konsumsi masyarakat Indonesia, permintaan terhadap gelatin pun cenderung terus meningkat.

Namun sampai saat ini gelatin belum dapat diproduksi dengan baik di negara kita. Gelatin menjadi salah satu bahan produk impor dalam negeri. Dalam era perdagangan bebas saat ini persaingan terbuka yang dihasilkan dalam membuat berbagai kebijakan ekonomi akan mengembangkan efesiensi, produktifitas dan kualitas yang terbaik. Kompetisi harga dan kualitas akan menjadi perhatian utama para pebisnis. Termasuk kompetisi pada pasar gelatin.

Harga murah dan kualitas teratas akan menjadi rujukan. Sejauh ini kuantitas gelatin dunia masih didominasi gelatin babi. Permintaan pasar terhadap gelatin babipun semakin meningkat. Indonesia dengan jumlah penduduk muslim berkisar 200 juta jiwa (BPS: 2010) menjadi salah satu target pasar utama produsen gelatin dunia.

Peluang bisnis gelatin di negara kita sangat potensial. Namun ketersediaan gelatin yang didominasi gelatin babi membuat konsumen muslim khawatir. Sangat sulit bagi konsumen membedakan mana produk yang mengandung gelatin babi, terutama di bidang farmasi.

Hal yang menjadi kendala adalah karena belum adanya label halal pada kemasan obat. Untuk itu perlu ketelitian dan kehati-hatian konsumen muslim dalam memilih produk yang akan dikonsumsi.

Peluang produk halal di negara kita sangatlah potensial dan menjanjikan.

Dengan kuantitas penduduk muslim yang besar, seharusnya dapat menjadikan masyarakat kita dapat memenuhi kebutuhan pangandan farmasinyasendiri. Apalagi untuk industri gelatin, kebutuhan masyarakat terhadap gelatin yang semakin meningkat dapat menjadi pertimbangan investor dalam negeri membangun industri gelatin. Sehingga gelatin berbahan non babi dapat diproduksi di Indonesia. Telitilah dalam memilih produk yang akan dikonsumsi. Jadikan halal sebagai pertimbangan utama dalam menentukan pilihanmu! (P011/P2P)

[[Sumber: Minanews.net dengan judul *GELATIN, BERBAHAN BAKU SAPI ATAU BABI?*.]]

SILANG PENDAPAT PARA ULAMA DAN KONTROVERSI TENTANG HUKUM GELATIN BABI


Gelatin Dari Babi

Fatwa Organisasi Islam untuk Ilmu Kedokteran di Kuwait tentang gelatin babi menimbulkan kontroversi dan perdebatan silang pendapat antar para ulama di Mesir dan lainnya.

Sebuah fatwa yang dikeluarkan oleh Organisasi Islam untuk Ilmu Kedokteran di Kuwait yang membolehkan konsumsi gelatin yang berasal dari beberapa organ atau jaringan babi setelah terpapar serangkaian reaksi kimia yang mengantarkan pada transformasinya menjadi gelatin, memicu perselisihan hukum fiqih antar para ulama fiqih dan Syariah di Mesir. 

PARA ULAMA YANG MENGHALALKANNYA:

DR. YUSUF AL-QARADHAWI

Dasarnya dalam konferensi di Kuwait yang dihadiri oleh DR. Yusuf Qaradhawi menyatakan: gelatin hewan termasuk babi halal digunakan termasuk di dalam produk makanan setelah gelatin babi itu bertransformasi menjadi zat lain. Menurut Qaradhawi: hukum ditetapkan bergantung pada illat (sebab) yang ada dan yang tiada.

Yusuf al-Qaradhawi, beliau adalah seorang Mufti Mesir dan juga Ketua Dewan Fatwa dan Riset Eropa [المجلس الاوروبي للإفتاء والبحوث].

Beliau mendukung halalnya penggunaan gelatin, yang terbentuk dari transformasi tulang, kulit, dan tendon babi, sebagai pengobatan dalam bentuk kapsul dan obat-obatan.

Syeikh Al-Qaradhawi berkata:

«لا أرى مانعا شرعيا من أخذ عضو من أعضاء الخنزير لزرعها في جسد المسلم لأن الشرع حرم أكل الخنزير ولم يحرم استعماله للاستفادة به في أشياء أخرى، أما الذين يقولون بأن الخنزير نجس أقول لهم إن النجاسة في الداخل لا أثر لها لأننا كلنا نحمل نجاسة في الداخل ثم إن العضو إذا تم تركيبه في الإنسان أصبح عضوا من جسد الانسان وبالتالي يفقد حكم الخنزيرية ويصبح له حكم البشرية»

“Saya tidak melihat adanya larangan syar'I untuk mengambil organ babi untuk ditransplantasikan ke tubuh seorang Muslim; karena hukum syar'I hanya mengharamkan makan babi dan tidak mengharamkan penggunaannya untuk hal-hal lain.

Adapun orang-orang yang mengatakan bahwa babi itu najis, maka saya katakan kepada mereka: bahwa najis di dalamnya itu tidak berpengaruh karena kita semua menetapkan hukum najisnya itu di dalam babi, maka organ tersebut, jika sudah terpasang pada seseorang, menjadi anggota tubuh manusia, dan dengan demikian ia telah kehilangan hukum babi dan berubah baginya menjadi hukum kemanusiaan".

Al-Qaradhawi memperkuat pendapatnya dengan mengutip pada apa yang dikatakan Ibnu Taimiyyah tentang rennet, di mana Ibnu Taimiyah berkata:

"فاللبن والإنفحة لم يموتا، وإنما نجسهما من نجسهما لكونهما في وعاء نجس، فيكون مائعا في وعاء نجس فالتنجيس مبني على مقدمتين، على أن المائع لاقى وعاء نجسا، وعلى أنه إذا كان كذلك صار نجسا. فيقال: أولا: لا نسلم أن المائع ينجس بملاقاة النجاسة وقد تقدم أن السنة دلت على طهارته لا على نجاسته. ويقال ثانيا: إن الملاقاة في الباطن لا حكم لها كما قال تعالى: {من بين فرث ودم لبنا خالصا سائغا للشاربين} [النحل:66]، ولهذا يجوز حمل الصبي الصغير في الصلاة مع ما في بطنه".

“Susu dan rennet tidaklah mati, melainkan kenajisan keduanya itu karena keduanya berada dalam wadah yang najis, maka itu adalah cairan dalam wadah yang najis. Penajisan didasarkan pada dua muqoddimah, bahwa cairan itu menyentuh dengan bejana yang najis, dan jika seperti itu, maka ia menjadi najis.

Maka dikatakan: Pertama:

Kami tidak menerima bahwa cairan menjadi najis ketika bersentuhan dengan najis, dan telah lalu kami telah menyatakan bahwa Sunnah menunjukkan kesuciannya, bukan kenajisannya.

Dan dikatakan: Keduanya:

Pertemuannya di bagian dalam tidak ada hukum baginya, sebagaimana yang Allah SWT firmankan:

وَاِنَّ لَكُمْ فِى الْاَنْعَامِ لَعِبْرَةً ۚ نُسْقِيْكُمْ مِّمَّا فِيْ بُطُوْنِهٖ مِنْۢ بَيْنِ فَرْثٍ وَّدَمٍ لَّبَنًا خَالِصًا سَاۤىِٕغًا لِّلشّٰرِبِيْنَ

“Dan sungguh, pada hewan ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami memberimu minum dari apa yang ada dalam perutnya (berupa) susu murni antara kotoran dan darah, yang mudah ditelan bagi orang yang meminumnya". [QS. An-Nahl: 66].

Dan untuk alasan ini diperbolehkan untuk menggendong bayi kecil ketika sedang shalat dengan apa yang ada di perutnya”.

DR. ABDUL AZIZ FARAJ:

Adapun Dr. Abdel Aziz Faraj, seorang profesor dalam Ilmu Fiqih Perbandingan di Fakultas Syariah dan Hukum di Universitas Al-Azhar, maka beliau berpendapat:

جواز استخدام الجيلاتين المستخرج من عظام الخنزير كدواء يمكن للمسلم تناوله لعدم وجود بديل له

“Bahwa penggunaan gelatin yang diekstrak dari tulang babi diperbolehkan sebagai obat yang dapat diminum oleh seorang Muslim karena ada tidak ada alternatif untuk itu ".

Beliau berkata:

إن الفقهاء والمسلمين قالوا بجواز استخدام بعض أعضاء الخنزير كخيوط للجراحة وهذا من باب المصلحة التي اقتضتها حالة الضرورة، بمعنى انه اذا وجدت خيوط جراحية مستخلصة من غير الخنزير فلا يجوز استخدام الخيوط المستخلصة من الخنزير لان الله تعالى حرم لحوم وشحوم الخنزير بنص القرآن الكريم وحديث النبي صلى الله عليه وسلم فعندما رأى النبي صلى الله عليه وسلم بعض اصحابه يقدمون شحوم الخنزير في طلاء السفن حرمها.

“Bahwa para ahli fikih dan kaum muslimin mengatakan bahwa diperbolehkan menggunakan sebagian dari babi sebagai benang jahitan untuk operasi, dan ini masuk dalam katagori / bab mashlahat yang diharuskan oleh keadaan darurat, artinya: jika ada benang jahitan operasi pengganti yang diambil dari selain dari babi, maka tidak boleh menggunakan jahitan yang diambil dari babi, karena Allah SWT telah melarang daging babi dan lemak nya dalam nash Al-Qur'an dan hadits Nabi SAW, ketika Nabi SAW melihat sebagian para sahabatnya menggunakan lemak babi untuk memoles perahu-perahunya, beliau SAW melarangnya".

FATWA ORGANISASI ISLAM UNTUK ILMU KEDOKTERAN:

Sebagaimana dalam إسلام سؤال وجواب di disebutkan:

“Meskipun kami katakan haram mengambil gelatin dari bahan haram tersebut [babi], namun hukum mengkonsumsinya setelah dimasukkan ke dalam pembuatan makanan dan obat tergantung pada apakah gelatin itu benar-benar terbukti telah ber-Istihaalah [terjadi perubahan senyawa / transformasi] setelah dimasukkan ke dalam proses pembuatannya. 

Jika gelatin itu setelah pembuatan dan pengolahan itu berubah menjadi zat lain yang sifatnya berbeda dengan zat najis asalnya, maka tidak mengapa memakannya atau mengkonsumsinya. 

Akan tetapi, jika tidak berubah dengan perubahan seluruhnya, dan masih ada sebagian dari sifat-sifat dan ciri-ciri khas dari objek najis yang diambilnya itu, maka tidak boleh dikonsumsi dalam keadaan apapun, karena itu adalah masih bagian dari babi atau objek najis. 

Dengan merujuk pada perkataan para ahli mengenai hal ini, jelaslah bahwa mereka berbeda pendapat mengenai hal ini. 

Sebagian dari mereka mengatakan bahwa al-Istihalah [transformasi] dalam kasus gelatin adalah sempurna. Dan sebgian yang lain mengatakan: tidak lah demikian. 

Sebagian para peneliti menyebutkan bahwa gelatin yang diekstraksi dari tulang dan kulit sapi dan babi telah sepenuhnya berubah dari zat asalnya, sehingga memiliki sifat kimia yang berbeda dari aslinya dari mana ia diekstraksi. Dengan demikian perkataan para Ahli Ilmu adalah tepat dan dapat diterapkan dalam makna al-Istihaalah.

Pendapat ini diambil oleh " المنظمة الإسلامية للعلوم الطبية [Organisasi Islam untuk Ilmu Kedokteran]", dan dinyatakan dalam keputusannya:

“الاستحالة التي تعني انقلاب العين إلى عين أخرى تغايرها في صفاتها ، تُحوِّل المواد النجسة أو المتنجسة إلى مواد طاهرة ، وتحوِّل المواد المحرمة إلى مواد مباحة شرعاً. وبناءً على ذلك: الجيلاتين المتكون من استحالة عظم الحيوان النجس وجلده وأوتاره: طاهر وأكله حلال ".

“Transformasi, yang berarti perubahan objek menjadi objek lain dengan karakteristik yang berbeda, mengubah zat-zat najis atau yang terkena najis menjadi zat suci, dan mengubah zat haram menjadi zat yang mubah menurut syariat. Berdasarkan hal tersebut, Gelatin yang terbentuk dari perubahan senyawa tulang, kulit, dan urat hewan najis adalah suci dan halal untuk dimakan"..

PARA ULAMA YANG BERPENDAPAT GELATIN BABI ADALAH HARAM DAN NAJIS:

Mereka berkata:

إن المعالجات والتفاعلات الكيميائية التي تمر بها جلود الخنازير وعظامها لاستخلاص الجيلاتين لا تنتج عنها استحالة كاملة، وإنما تستحيل استحالة جزئية ، فالجيلاتين لا يزال محافظاً على خصائص العين النجسة التي أخذ منها.

“Bahwa proses kimiawi yang dilakukan pada kulit dan tulang babi untuk mengekstraksi gelatin tidak menghasilkan transformasi sempurna. Sebaliknya itu adalah transformasi parsial, karena gelatin masih mempertahankan sebagian karakteristik objek najis dari mana ia diambil". 

DR. WAFIQ ASY-SYARQAWI:

  1. Wafiiq ash-Sharqawi (Kepala komite administrasi Syarikat Arabia untuk Produk Gelatin / مجلس الإدارة بالشركة العربية للمنتجات الجلاتينية) di Mesir mengatakan: 

“إن جلود الخنازير وعظامها لا تستحيل استحالة كاملة وإنما تستحيل استحالة جزئية ، ويمكن بطريق التحليل الطيفي التعرف على أصل الجيلاتين المستخلص من جلود الخنازير وعظامها بعد العمليات الكيميائية التي يتم بها استخلاصه وذلك لوجود بعض الخصائص في هذا الجيلاتين يمكن التعرف على أصله هذا ، فلا يمكن القول بأن أجزاء الخنزير التي تحولت إلى جلاتين قد استحالت استحالة كاملة "

“Kulit dan tulang babi tidak mengalami perubahan total; melainkan merupakan transformasi parsial. Dan melalui pengujian dimungkinkan untuk menentukan asal gelatin yang diekstraksi dari kulit dan tulang babi setelah mengalami proses kimiawi yang dengannya gelatin diekstraksi. Itu karena adanya beberapa sifat dalam gelatin ini, yang darinya dimungkinkan untuk menentukan asalnya. Jadi kita tidak bisa mengatakan bahwa bagian babi yang diubah menjadi gelatin telah mengalami transformasi sempurna.” (Majallat al-Buhuts al-Fiqhiyyah al-Mu'aashirah, 31/28)

DR. NASR FARID WASHIL:

Dr. Nasr Fariid Washil, Seorang Mufti Mesir, beliau menegaskan:

إن علماء المسلمين وفقهاءهم اتفقوا على أن الخنزير من المحرمات على المسلمين لقوله تعالى « اِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيْرِ وَمَآ اُهِلَّ بِهٖ لِغَيْرِ اللّٰهِ ۚ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَّلَا عَادٍ فَلَآ اِثْمَ عَلَيْهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ ».

Bahwa para ulama Muslim dan para ahli Fiqihnya telah sepakat bahwa daging babi adalah salah satu hal yang diharamkan bagi umat Islam, karena Yang Mahakuasa berfirman:

“Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa terpaksa (memakannya), bukan karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang". [QS. Al-Baqarah: 173].

Dan Mufti mengatakan:

أنه لا خلاف بين علماء المسلمين أن الخنزير محرم لحما وشحما ودما وخص الله تعالى الخنزير بالحرمة ليدل بذلك على تحريم عينه لانه إذا كان اللحم ـ الذي هو مباح اصلا ـ يكون في الخنزير حراماً فمن باب أولى ان يكون غيره فيه حراماً، ولذا اجمع فقهاء المسلمين على أن الخنزير كله حرام، وإن جلده نجس لا يطهر بالدبغ بأي حال.

كما أن الخنزير لا يطهر بالاستحالة بمعنى أنه إذا دخل شيء من الخنزير في مادة من المواد واستعمل فيها وتحول الشيء المأخوذ من الخنزير إلى مادة أخرى فانه لا يجوز شرعا استعمال المادة الجديدة الناتجة من هذه الصناعة وتكون محرمة شرعا وذلك لأن الخنزير نجس العين ولا يطهر بالتحول، مشيرا إلى أنه مثلا إذا وقع الخنزير في ملاحة ـ أي مكان صناعة الملح ـ وصار ملحا فإن الملح يكون نجسا ولا يجوز استعماله شرعا وهذا بخلاف الخمر، إذا تحولت الى مادة أخرى فإنه يصبح شرعيا استعمال المادة الأخرى وذلك لأن الخمر أصلها حلال ومأخوذة من مواد حلال وهو العنب أو التمر أو الشعير.

Bahwa tidak ada perbedaan pendapat di antara para ulama kaum Muslimin bahwa babi diharamkan baik dagingnya, lemaknya dan darahnya. Dan Allah Ta'ala mengkhususkannya dengan kata babi dalam pengharaman untuk menunjukkan bahwa dzat babi itu sendiri diharamkan, karena jika daging saja - yang halal dalam hukum asalnya - diharamkan dalam babi, maka lebih utama lagi jika selainnya juga sama-sama diharamkan di dalamnya, dan oleh karena itu para ulama ahli Fiqih umat Islam dengan suara bulat [ber-Ijma'] bahwa babi semuanya diharamkan, dan kulitnya najis dan tidak dapat disucikan dengan cara penyamakan dengan menggunakan apapun.

Demikian pula babi tidak bisa disucikan dengan cara transformasi [al-Istihaalah / perubahan senyawa]. Dalam artian jika sesuatu dari babi masuk ke dalam salah satu bahan dan digunakan di dalamnya, dan benda yang diambil dari babi itu diubah menjadi zat lain, maka secara hukum syariah tidak halal menggunakan bahan baru yang dihasilkan dari industri ini dan diharamkan menurut Syariah; karena babi bersifat najis dan tidak bisa disucikan dengan transformasi [al-Istihaalah / perubahan senyawa].

Ini menunjukkan bahwa – misalnya - jika babi jatuh ke ladang garam - yaitu. tempat pembuatan garam - dan berubah menjadi garam, maka garam itu najis dan tidak boleh digunakan menurut syariah, dan ini berbeda dengan hukum khamr [minuman keras] jika berubah menjadi zat lain maka ia secara hukum syariah telah menjadi zat lain; karena asal khamr adalah halal, dibuat dari bahan-bahan halal, yaitu kurma atau anggur atau gandum.

SYEIKH YUSUF AL-BADRI:

Begitu pula, Sheikh Yusuf Al-Badri, anggota Dewan Tertinggi untuk Urusan Islam di Mesir [المجلس الأعلى للشؤون الاسلامية]: menolak fatwa diperbolehkannya memakan gelatin yang terbuat dari tulang babi, dan beliau mengatakan:

"إن الخنزير نجس نجاسة عينية بنص قرآني قطعي الدلالة قطعي الثبوت وبالتالي فإن تحويل عظام الخنزير إلى أي مادة لا يغير من نجاستها أما إذا كان هذا التحويل مبنياً في الفقه على ما يسمى بالاستحالة فهو باطل لأن الاستحالة إنما تكون بذاتها إما التحويل فيكون بفعل فاعل".

Bahwa babi itu najis 'Ain [dzatnya], berdasarkan nash Alquran seacara qoth'i ad-Dilaalah dan qoth'i ats-Tsubuut, dan karenanya pengubahan tulang babi menjadi bahan apapun tidak mengubah najisnya.

Adapun jika pengubahan tukang babi ini didasarkan pada apa yang disebut al-Istihaalah [perubahan senyawa] dalam fikih, maka itu adalah baathil karena al-istihaalah itu harus berubah dzatnya, meskipun perubahannya itu dengan adanya kesengajaan tindakan aktif seseorang".

Syekh Al-Badri menambahkan:

إن الفقهاء قالوا إذا استحالت النجاسة طهرت بمعنى أن النجاسة بفعل العوامل الطبيعية تصبح طاهرة فلو تحولت فضلات الإنسان بضرب الشمس لها وسقوط المطر عليها إلى تراب لأصبحت طاهرة لأنها استحالت لكن التحويل لا يفقد النجاسة

“Para ahli hukum mengatakan bahwa jika najis telah beristihaalah [berubah[ maka menjadi suci, artinya bahwa najis jika berubah karena faktor alami maka menjadi suci. Maka jika kotoran [tinja] manusia berubah karena pengaruh matahari yang menerpanya dan hujan yang jatuh ke atasnya hingga menjadi debu, maka ia akan menjadi suci karena telah berubah, akan tetapi perubahan itu dengan cara at-Tahwiil [sengaja diproses manusia]; maka tidak menghilangkan kenajisannya".

[SUMBER: فتوى المنظمة الإسلامية للعلوم الطبية في الكويت حول جيلاتين الخنزير تثير جدلا خلافيا في مصر oleh Muhammad Khalil: Kairo.]

MAJLIS FATWA INTERNATIONAL:

Dan Gelatin dari babi tetap diharamkan pula oleh majelis majelis fatwa internasional seperti OKI keputusan no: 23 (11/3) tahun 1986 keputusan Al majma’ al-fiqhiy Al islami di bawah (Rabitah Alam Islami) yang berpusat di Mekah (no. 3, rapat tahunan ke 15) tahun 1998 dan fatwa dewan ulama besar kerajaan Arab Saudi no fatwa: 8039.

Dikatakan dalam pernyataan Dewan Fiqh Islam International [قرار مجمع الفقه الإسلامي]:

“يجوز استعمال الجيلاتين المستخرج من المواد المباحة ، ومن الحيوانات المباحة ، المذكَّاة تذكية شرعية ، ولا يجوز استخراجه من محرم: كجلد الخنزير وعظامه وغيره من الحيوانات والمواد المحرمة".

“Diperbolehkan menggunakan gelatin yang diekstrak dari zat yang halal dan hewan yang halal yang telah disembelih dengan cara yang syar'i.

Dan tidak diperbolehkan mengekstraknya dari sumber haram seperti kulit babi dan tulang nya serta hewan haram lainnya dan zat-zat haram.” (Qararat al-Majma' al-Fiqhi al-Islami, Liga Muslim Dunia, hal. 85) 

Dan dikatakan pula dalam ketetapan مجمع الفقه الإسلامي di Jeddah: 

"لا يحل للمسلم استعمال الخمائر والجيلاتين المأخوذة من الخنازير في الأغذية. وفي الخمائر والجلاتين المتخذة من النباتات والحيوانات المذكاة شرعاً غُنية عن ذلك ".

“Tidak diperbolehkan bagi umat Islam untuk menggunakan ragi dan gelatin yang berasal dari sumber babi dalam makanan.

Dengan ketersediaannya ragi dan gelatin yang berasal dari sumber nabati atau hewan yang disembelih dengan cara yang syar'i; maka sudah mencukupinya dari itu (yakni tidak memerlukan gelatin dari sumber yang haram). (Qararaat Majma' al-Fiqh al-Islami, hal. 90) 

FATWA AL-LAJNAH AD-DAA'IMAH SUADI ARABIA:

Para Ulama al-Lajnah ad-Daaimah Saudi Arabia pernah Ditanya: " Apakah Gelatin Haram?". 

Mereka menjawab:

"الجيلاتين إذا كان محضَّراً من شيء محرم كالخنزير أو بعض أجزائه كجلده وعظامه ونحوهما فهو حرام ، قال تعالى: ( حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ) ، وقد أجمع العلماء على أن شحم الخنزير داخل في التحريم ، وإن لم يكن داخلا في تكوين الجيلاتين ومادته شيء من المحرمات فلا بأس به ".

“Jika gelatin berasal dari sesuatu yang haram, seperti daging babi atau bagian-bagiannya sperti kulitnya, tulangnya dan yang semisalnya, maka itu haram. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya):

“Diharamkan bagi kalian (memakan) bangkai, darah, daging babi...” [al- Maidah 5:3]. 

Para ulama sepakat bahwa lemak babi termasuk dalam larangan ini. Jika tidak ada zat atau bahan haram yang masuk dalam produksi gelatin, maka tidak apa-apa.” (Fatawa al-Lajnah ad-Daimah, 22/260) 

ARGUMENTASI BAHWA GELATIN BABI ADALAH NAJIS DAN HARAM:

Argumentasi dan Alasan mengapa penggunaan gelatin dalam makanan dan obat-obatan tidak diperbolehkan?

Yang tampaknya lebih benar adalah pendapat bahwa tidak boleh menggunakan Gelatin dalam makanan, obat-obatan atau lainnya jika berasal dari objek najis, seperti Babi; karena beberapa alasan: 

  • Sejumlah ahli menyatakan bahwa transformasi itu belum sempurna, dan bahwa yang dilakukan terhadap kulit dan tulang babi adalah proses pembuatan [produksi], bukan proses transformasi [al-istihalah. Jadi bahan babi tetap diharamkan dan dianggap najis, dan segala sesuatu yang dibuat darinya tunduk pada hukum yang sama.
  • Adanya sedikit keraguan tentang hal ini (yakni soal sempurna atau tidaknya transformasi) mendorong kita untuk tetap berpegang pada hukum asalnya, yaitu bahwa zat ini najis kecuali jika terbukti bahwa itu benar-benar ada. transformasi.
  • Mayoritas para ulama berpendapat bahwa hukum objek najis tidak berubah dengan al-Istihaalah [perubahan senyawa / transformasi]. Oleh karena itu menurut mereka penggunaan gelatin jenis ini haram, karena asalnya najis. Sebesar apapun substansinya berubah, hukumnya tetap tidak berubah.
  • Meskipun pendapat ini bukan yang rajih [bukan yang lebih benar], namun ini bermanfaat untuk mendorong kita agar senantiasa berhati-hati terhadap banyak hal di mana kita tidak dapat memastikan bahwa proses transformasi memang terjadi.
  • Pendapat bahwa gelatin jenis ini haram adalah pendapat kebanyakan ulama kontemporer. 

KESIMPULAN:

Tidak boleh mengkonsumsi makanan, minuman dan obat-obatan yang mengandung gelatin yang berasal dari kulit dan tulang babi atau bahan najis lainnya, selama belum terbukti bahwa zat di dalamnya belum terbukti berubah total menjadi senyawa lain [الاستحالة التامة], kecuali untuk keadaan darurat dan tidak ada alternatif lain yang halal.

Adapun jika sudah terbukti secara riset ilmiyah di Lab bahwa zat Babi terkandung di dalam nya telah berubah total sifat-sifatnya menjadi senyawa lain, maka hukum nya halal dan tidak najis insya Allah, namun demikian jika telah tersedia alternatif lain dari hewan yang dihalalkan Allah; maka sebaiknya tidak menggunakan yang berasal dari zat babi meski telah berubah menjadi senyawa lain secara total [الاستحالة التامة]. 

Wallaahu a'lam.

REFERENSI:

Untuk informasi lebih lanjut, silakan lihat yang berikut ini: 

  1. An-Nawazil fi'l-Ashribah [ النوازل في الأشربة ] oleh Zayn al-'Abidin al-Idrisi, hal. 287 
  2. Al-Mustakhlas min an-Najis wa Hukmuhu [المستخلص من النجس وحكمه] disusun oleh Nasri Rashid, hal. 113 
  3. Ahkam al-Adwiyah fi ash-Shari'ah al-Islamiyyah [أحكام الأدوية في الشريعة الإسلامية] oleh Hasan al-Fakki, hal. 331 
  4. Majallat al-Buhuth al-Fiqhiyyah al-Mu'asirah [مجلة البحوث الفقهية المعاصرة] (edisi no. 31, hal. 6-38) 
  5. An-Nawazil fi'l-At'imah [النوازل في الأطعمة] oleh Badriyyah al-Harithi (1/459) 

Posting Komentar

0 Komentar