Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

UMAT ISLAM UMAT YANG TIDAK MENERIMA "KHURAFAT" & "TAKHAYUL".

Di Tulis oleh Abu Haitsam Fakhry

KAJIAN NIDA AL-ISLAM

===

=====

DAFTAR ISI:

  • PENDAHULUAN
  • MAKNA KHURAFAT DAN TAKHAYUL
  • KEUNGGULAN MANUSIA DIATAS MAKHLUK LAIN ADALAH KARENA ILMU PENGETAHUAN-NYA BUKAN KARENA KHURAFATNYA
  • ALLAH SWT MENGANGKAT DERAJAT ORANG YANG BER-IMAN DAN YANG BER-ILMU
  • ALLAH MEMULIAKAN DZUL QORNAIN DENGAN ILMU PENGETAHUAN BUKAN DENGAN KHURAFAT :
  • KISAH SINGKAT YAKJUZ WA MAKJUZ DAN TEMBOK YANG DIBANGUN DZUL QORNAIN :
  • DIMANAKAH LETAK TEMBOK YANG DIBANGUN DZUL-QARNAIN ?
  • TEMBOK YAKJUJ WA MAKJUZ DAN MATERIAL BAHAN BANGUNAN-NYA :
  • HADITS KHURAFAT DAN AWAL MUNCULNYA ISTILAH KHURAFAT :
  • JALUR LAIN RIWAYAT HADITS KHURAFAT :
  • HADITS KHURAFAT DARI 'AISYAH RA YANG LENGKAP :
  • DERAJAT HADITS KHURAFAT :
  • KESIMPULAN ARTI DAN MAKNA KATA KHURAFAT :
  • KOSA KATA YANG TERKAIT DENGAN TOPIK KHURAFAT :
  • PENTINGNYA PEMBAHASAN TENTANG KHURAFAT :
  • UMAT ISLAM ADALAH UMAT PENENGAH [YANG BIJAK, ADIL DAN UMAT PILIHAN] :
  • KARAKTER SETIAP UMAT, SEKTE, GOLONGAN DAN ALIRAN
  • SEBAB-SEBAB TERJADINYA PERBEDAAN PENDAPAT YANG TERCELA DAN HILANGNYA KEOBJEKTIFAN DIANTARA DUA SEKTE YANG BERSELISIH
  • UMAT ISLAM ADALAH UMAT YANG MENOLAK KHURAFAT DAN TAKHAYUL
  • DUA PRINSIP DASAR UTAMA UNTUK MENOLAK BID'AH DAN KHURAFAT
  • SEBAGAI CONTOH : KHURAFAT KEYAKINAN AL-HULUL WAL ITTIHAD [ الحُلُوْلُ وَالاِتِّحَادُ ]

    ******

    بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

    PENDAHULUAN

    Segala puji bagi Allah SWT yang telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling mulia diatas segenap makhluknya ,  sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya : 

    وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِيْٓ اٰدَمَ وَحَمَلْنٰهُمْ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنٰهُمْ مِّنَ الطَّيِّبٰتِ وَفَضَّلْنٰهُمْ عَلٰى كَثِيْرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيْلًا ࣖ

     "Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebih utamakan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebih utamaan yang sempurna". [QS. al-Isra : 70]

    Seorang manusia akan tetap menjadi makhluk yang paling mulia diatas makhluk lainnya selama dia tetap berjalan di atas jalan yang lurus, bersumber pada ilmu yang benar , baik secara dalil syar'i ataupun secara ilmiyah, bukan berjalan diatas khurafat dan takhayyul.

    Ilmu yang benar itu ada dua macam : Ilmu agama yang berdasarkan wahyu illahi dan ilmu pengetahuan alam semesta yang sejelan dengan hukum alam yang Allah tetapkan pada setiap makhluknya.

    Pertama : Ilmu Agama (دِيْنِيَّة) . Yaitu ilmu yang berkaitan dengan aqidah, fiqih ibadah dan mu'amalah. Maka untuk ilmu macam ini harus benar-benar bersumberkan dari wahyu yang Allah turunkan pada Rasul-Nya atau dari hasil Ijtihad para ulama yang merujuk pada dalil-dalil syar'i. Jika tidak , maka akan tersesat dan akan melahirkan banyak pertentangan dan perselisihan . Sebagaimana yang Allah SWT firmankan :

    {اَفَلَا يَتَدَبَّرُوْنَ الْقُرْاٰنَ ۗ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللّٰهِ لَوَجَدُوْا فِيْهِ اخْتِلَافًا كَثِيْرًا}

    Maka tidakkah mereka menghayati (mendalami) Al-Qur'an? Sekiranya (Al-Qur'an) itu bukan dari Allah, pastilah mereka menemukan banyak hal yang bertentangan di dalamnya". [QS. An-Nisaa : 82]

    Kedua : Ilmu pengetahuan alam semesta (كَوْنِيَّة) . Yaitu ilmu yang dibangun diatas teori hukum alam semesta yang telah Allah tetapkan, seperti : sains, tehnologi, ekonomi, fisika, kimia, kedokteran dan lain-lain. Maka untuk ilmu macam ini harus bersumberkan dari bukti ilmiyah yang benar-benar telah teruji akan kevalidannya.

    Adapun selain dua macam ilmu diatas maka itu adalah KHURAFAT dan TAKHAYYUL. Yaitu keyakinan dan pengetahuan yang dibangun diatas dasar prasangka serta bisikan-bisikan syeithan. Apalagi jika keyakinan khurafat tersebut bertentangan dengan ilmu agama dan sains .

    Dan kisah-kisah khurafat itu sarat dan kental dengan cerita-cerita palsu dan dongeng yang menyesatkan. Dan keyakinan khurafat erat hubungannya dengan dunia jin dan syeitan, yang terkadang berbalut agama dan dikemas dengan nama para tokoh dan orang shaleh yang telah wafat, sehingga banyak mengelabui orang-orang awam.

    Kata-kata bijak Ibnul Jawzi:

    "فَكُلُّ حَدِيثٍ رَأَيْتُهُ يُخَالِفُ الْمَعْقُولَ أَوْ يُنَاقِضُ الْأُصُولَ فَاعْلَمْ أَنَّهُ مَوْضُوعٌ فَلَا تَتَكَلَّفْ اعْتِبَارَهُ"

     'Setiap hadits yang saya lihat bertentangan dengan akal sehat atau bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar, maka ketahuilah bahwa itu adalah hadits palsu, maka janganlah bersusah payah untuk mempertimbangkan itu.' [ Lihat : al-Mawdhu’aat karya Ibnu al-Jawzy 1/106]

    Wasapadlah dan berhati-hatilah dalam menyampaikan hadits yang ber-isikan khurafat dan takhayyul! 

    ====*****==== 

    MAKNA KHURAFAT DAN TAKHAYUL:

    Makna kata Khurafat, menurut Ibnu Mandzuur adalah :

    " والخُرافةُ الحديثُ الـمُسْتَمْلَحُ من الكذِبِ. وقالوا : حديث خُرافةَ ".

    Khurafat adalah cerita yang dibumbuhi dengan kedustaan. Masyarakt menyebut, ‘Beritanya khurafat’. [Lisanul 'Arob : 9/65]

    Ibnu Mandzuur juga menjelaskan makna khurafah ketika mensyarahi hadits Khurafat, dengan mengatakan :

    " ‌أَن ‌يُرِيدَ ‌بِهِ ‌الخُرَافَاتِ ‌الموضوعةَ ‌مِنْ ‌حَدِيثِ ‌اللَّيْلِ، ‌أَجْرَوْه ‌عَلَى ‌كُلِّ ‌مَا ‌يُكَذِّبُونَه ‌مِنَ ‌الأَحاديث، وَعَلَى كُلِّ مَا يُسْتَمْلَحُ ويُتَعَجَّبُ مِنْهُ".

    “Yang dimaksud khurafat dalam hadits di atas adalah cerita-cerita malam yang dibuat-buat. Istilah khurafah ini (yang awalnya merupakan nama seorang lelaki) menjadi identik dengan semua cerita yang dusta, yang mengandung kisah-kisah ajaib yang dibumbui”. [Lisanul 'Arob : 9/66]

    Definisi yang lain, disebutkan Dr. Ghalib bin Ali ‘Awaji:

    الخُرَافَةُ هِيَ الاِعْتِقَادُ بِمَا لَا يَنْفَعُ وَلَا يَضُرُّ وَلَا يَلْتَئِمُ مَعَ المَنْطِقِ السَّلِيمِ وَالوَاقِعِ الصَّحِيحِ

    “Khurafah adalah keyakinan tentang sesuatu yang sebenarnya tidak memberikan manfaat atau mudharat, dan tidak sesuai dengan akal yang sehat dan realita yang ada”

    [Lihat : المَذَاهِبُ الفِكْرِيَّةُ المُعَاصِرَةُ وَدَوْرُهَا فِي المُجْتَمَعَاتِ وَمَوْقِفُ المُسْلِمِ مِنْهَا 2/1186 . Cet. ke 1 Thn 2006 , Maktabah al-'Ashriyyah – Jeddah ].

    Dari beberapa definisi di atas, bisa kita simpulkan bahwa khurafat itu mengandung beberapa komponen yaitu:

    [*] Berupa keyakinan yang batil karena tidak didasari dalil atau bukti ilmiah

    [*] Biasanya berupa cerita-cerita dusta

    [*] Mengandung perkara yang aneh-aneh dan ajaib

    [*] Dibumbui agar tampak baik dan menarik

    Contoh Khurafat yang berupa kisah adalah seperti dongeng-dongeng legenda, urban legend, folklore, mitos dan semisalnya.

    Begitu pula keyakinan takhayyul yang dikaitkan dengan sesuatu yang bisa mendatangkan manfaat atau menolak bahaya, yang tidak berdasarkan dalil yang shahih atau argumen ilmiah.

    ====***====

    KEMULIAAN MANUSIA DIATAS MAKHLUK LAIN 
    KARENA ILMU PENGETAHUAN-NYA BUKAN KARENA KHURAFAT-NYA.

    Allah SWT berfirman :

    وَعَلَّمَ آدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَؤُلَاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ .

    قَالُوۡا سُبۡحٰنَكَ لَا عِلۡمَ لَنَاۤ اِلَّا مَا عَلَّمۡتَنَا ؕ اِنَّكَ اَنۡتَ الۡعَلِیۡمُ الۡحَکِیۡمُ .

    قَالَ یٰۤاٰدَمُ اَنۡۢبِئۡہُمۡ بِاَسۡمَآئِہِمۡ ۚ فَلَمَّاۤ اَنۡۢبَاَہُمۡ بِاَسۡمَآئِہِمۡ ۙ قَالَ اَلَمۡ اَقُلۡ لَّکُمۡ اِنِّیۡۤ اَعۡلَمُ غَیۡبَ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ۙ وَ اَعۡلَمُ مَا تُبۡدُوۡنَ وَ مَا کُنۡتُمۡ تَکۡتُمُوۡنَ

    Artinya, “Dia mengajarkan Adam semua nama-nama (benda), kemudian menampilkan semuanya di hadapan malaikat, lalu mengatakan, ‘Sebutkanlah kepada-Ku nama-nama semua benda itu jika kalian memang benar orang-orang yang benar,’” (QS. Al-Baqarah ayat 31).

    Mereka menjawab :“Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mengetahui, Mahabijaksana.” (QS. Al-Baqarah ayat 32)

    Dia (Allah) berfirman : “Wahai Adam ! Beritahukanlah kepada mereka nama-nama itu!”

     Setelah dia ( Adam ) menyebutkan nama-namanya, Dia berfirman :

     “Bukankah telah Aku katakan kepada kalian, bahwa Aku mengetahui rahasia langit dan bumi, dan Aku mengetahui apa yang kalian nyatakan dan apa yang kalian sembunyikan?” (QS. Al-Baqarah ayat 33)

    FIQIH AYAT :

    Ibnu Katsir dlam Tafsirnya ketika mentafsiri ayat-ayat diatas , berkata :

    “ Hal ini merupakan sebutan yang dikemukakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala, di dalamnya terkandung keutamaan Adam atas malaikat berkat apa yang telah dikhususkan oleh Allah baginya berupa ilmu tentang nama-nama segala sesuatu, sedangkan para malaikat tidak mengetahuinya” .

    Dan Beliau Ibnu Katsir juga berkata :

    “ Menurut pendapat yang sahih, Allah mengajarkan kepada Adam nama-nama segala sesuatu, yakni semua zat, sifat dan karakternya - seperti yang dikatakan oleh Ibnu Abbas - hingga nama angin yang keluar dari dubur, yakni nama-nama semua zat dan karakternya dalam bentuk mukabbar [diperbesar] dan musaggar [diperkecil] “.

    Pada umumnya semua ilmu pengetahuan itu membutuhkan nama-nama , baik yang berkaitan dengan benda, teori, rumusan, racikan, keilmuan dan lainnya .

    Wahyu Pertama Yang diturunkan, diantara kandungannya adalah perintah untuk senantiasa membaca dan mencari ilmu, terutama mempelajari ilmu proses penciptaan manusia alias ilmu kedokteran dan yang yang semisalnya .

     ﴿اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ. خَلَقَ الْإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ. اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ. الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ. عَلَّمَ الْإِنسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ﴾

    “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan . Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah . Bacalah, dan Tuhanmu-lah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya” . [QS. Al-‘Alaq : 1-5].

    ------ 

    ALLAH SWT MENGANGKAT DERAJAT ORANG YANG BER-IMAN DAN BER-ILMU

    Allah SWT mengangkat beberapa derajat bagi orang-orang beriman dan orang-orang yang ber Ilmu , bukan orang-orang ahli khurafat . Allah Ta’ala berfirman:

    يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ

     

    “…Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat…” (QS. Al-Mujadilah [58]: 11).

    Yang di maksud ilmu di sini adalah semua ilmu , ilmu yang bisa meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah , ilmu agama dan semua ilmu yang membawa manfaat dan kebaikan bagi umat manusia serta ilmu yang bisa mengangkat harkat dan martabat agama ini.

    Ayat di atas menggunakan kata DAN , yakni orang-orang beriman DAN orang-orang diberi Ilmu . Ini menunjukan bahwa orang kafir pun jika dia berilmu pengetahun , maka akan terangkat pula derajatnya sesuai dengan tingkat keilmuannya , namun derajat nya hanya di dunia saja dan di hanya di mata manusia .

    Berbeda dengan orang yang beriman yang diberi Ilmu , maka derajatnya di dunia dan di akhirat serta derajat yang dimaksud adalah derajat di sisi Allah SWT. 

    Hal ini bisa direnungkan dalam ayat :

     
    إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ

     Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama” (QS. Fathir: 28).

    Guru Besar Universitas Kairo, Syaikh Thanthawi dlm kitab “اَلْجَوَاهِرُ فِي تَفْسِيرِ الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ” menyebutkan  :

    “ Terdapat lebih dari 750 ayat Kauniyah atau ayat tentang sains (alam semesta raya) di Al-Quran dan hanya ada sekitar 150 ayat fikih. Namun para ulama justru menghasilkan ribuan kitab tentang fikih, tetapi nyaris tidak memerhatikan serta menulis kitab tentang alam raya dan isinya

    Umat Islam dan para ulama banyak yang memperdebatkan masalah fikih dan bersitegang karenanya. Mereka banyak yang lalai akan fenomena alam seperti terbitnya matahari, gerhana bulan, serta keanekaragaman hayati di bumi ini yang dijelaskan dalam ayat Kauniyah.

    Selain disibukkan oleh urusan fikih yang tiada menemui akhir, pengalaman serta wawasan mayoritas umat Muslim masih esoretis dan mengganggap lemah akal. Padahal secara kenyataan, akal merupakan anugerah Allah yang khusus diberikan kepada manusia. Sudah tentu kekuatan akal lebih besar dari apa yang telah lama menjadi stigma dalam masyarakat.

    Al-Quran sendiri tidak kurang 43 kali menyebutkan kata akal di dalamnya secara bentuk verbal dan 10 ayat lainnya menggunakan kalimat yang semakna dengan akal seperti afala tatafakkarun, apakah kamu tidak berpikir. Suatu teguran untuk manusia agar mengoptimalkan penggunaan akalnya.

    Meski ayat hukum hanya berjumlah seperlima dari ayat Kauniyah, tetapi telah menyedot banyak perhatian umat Islam tak terkecuali para ulama. Sebaliknya ayat-ayat kauniyah meski berjumlah sangat banyak tetapi masih terabaikan.

    Sains sebagai wujud normatif dari ayat Kauniyah seolah tidak terkait dan membuat orang Islam masuk surga atau neraka sehingga tidak pernah dibahas dalam ranah pendidikan ataupun pengajian-pengajian di masyarakat.

    Padahal sejarah mencatat bahwa Al-Quran telah membawa Islam ke masa kejayaan. Islam mencapai masa keemasannya pada zaman daulah Bani Abbasiyah berkuasa. Banyak fan-fan ilmu yang berkembang pada zaman itu, mulai dari ilmu Matematika, Fisika, Astronomi, Kedokteran, juga fan ilmu lainnya.

    ( Baca : “اَلْجَوَاهِرُ فِي تَفْسِيرِ الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ” oleh profesor al-Hakiim Sheikh Tantawi Jawhari, 1/2, 3 Cetakan kedua - Mustafa Al- Baabii Al-Halabi di Mesir, tahun 1350 H )

    Syeikh “Thantawi Jauhari ” menambahkan dalam sebuah makalahnya yang membenarkan arah pandandangannya terhadap Al-Qur’an :

    « إِنَّ قِرَاءَةَ التَّشْرِيحِ وَالطَّبِيعَةِ وَالْكِيمِيَاءِ وَسَائِرِ الْعُلُومِ الْعَصْرِيَّةِ وَدِرَاسَةَ الْحَيَوَانِ وَالنَّبَاتِ وَالْإِنسَانِ أَجَلُّ عِبَادَةٍ وَلَوْلَا قُصُورُ عُلَمَاءِ الْقُرُونِ الْمَاضِيَةِ مَا ضَاعَ الْمُسْلِمُونَ وَمَا أَحَاطَتْ بِهِمْ عَادِيَاتُ الدَّهْرِ، وَلَا أَصَابَتْهُمْ كَوَارِثُ الْحَدَثَانِ!»

    Sesungguhnya mempelajari ilmu anatomi, ilmu pengetahun alam, ilmu kimia, dan ilmu pengetahuan modern lainnya, serta mempelajari tentang ilmu hewan, ilmu tumbuh-tumbuhan, dan ilmu tentang manusia , itu adalah ibadah yang paling agung .

    Jika bukan karena kurangnya perhatian para ulama abad-abad yang lalu, maka kaum Muslimin sekarang tidak akan tersesat jalan , dan mereka tidak akan terkepung oleh musuh-musuh yang terus menerus sepanjang zaman mengelilinginya , dan bencana kemanusiaan dari dua jenis ini tidak akan menimpa mereka”.

    ( Di kutip dari artikel : “تَفْسِيرٌ لِلْقُرْآنِ بِالْخَرَائِطِ وَالصُّوَرِ”: oleh Professor Rojaa’ An-Naqaash . Diterbitkan dalam majalah “Al-Mushowwar”, tertanggal 3 November 1972 M ).

    -----

    ALLAH MEMULIAKAN DZUL QORNAIN DENGAN ILMU PENGETAHUAN BUKAN DENGAN KHURAFAT : 

    Maha Suci Allah Azza Wa Jalla, Rabb Pencipta Alam Semesta, Rabb yang Maha Mengetahui segala sesuata dan Rabb yang menciptakan hukum alam semesta dan sebab akibat .

    Dalam al-Quran Allah SWT mengisahkan tentang Dzul-Qornain dan ilmu pengetahuan-nya tentang hukum alam dan sebab akibat , bukan tentang khurafat : 

    ﴿إِنَّا مَكَّنَّا لَهُ فِي الْأَرْضِ وَآتَيْنَاهُ مِن كُلِّ شَيْءٍ سَبَبًا . فَأَتْبَعَ سَبَبًا﴾

    " Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya (Dzul Qonaian) di (muka) bumi, dan Kami telah memberikan kepadanya sebab ( sarana untuk mencapai) segala sesuatu. Maka diapun menempuh cara sarana sebab akibat ". [QS. Al-Kahfi : 84-85] 

    Maksudnya : Sesungguhnya Kami telah menjadikan Dzû al-Qarnain berkuasa di muka bumi dan mengendalikannya dengan aturannya. Dan Kami berikan kepadanya ilmu pengetahuan yang banyak tentang teori sebab akibat yang dengannya bisa digunakan untuk mengendalikan segala sesuatu. Dengan cara-cara itu dia memperluas kekuasannya di muka bumi. Dia pun menjadikan jalan yang dapat mengantarkannya ke belahan bumi bagian barat.

    -----

    ILMU ARSITEK DZUL QORNAIN & ILMU PELEBURAN BESI-NYA

    Dzul Qornain pernah membangun untuk suatu kaum tembok pelindung dari kejahatan Ya'juz wa makjuz dengan kekuatan riil dan logis, yaitu dengan teori dan ikmu pengetahuan tentang melebur besi dan tembaga , bukan dengan khurafat dan takhayul, padahal itu terjadi sekitar 3300 tahun silam, ketika ilmu pengetahun manusia belum sehebat sekarang .

     Berikut ini ayat-ayat al-Quran yang mengisahkannya :  

    قَالُوْا يٰذَا الْقَرْنَيْنِ اِنَّ يَأْجُوْجَ وَمَأْجُوْجَ مُفْسِدُوْنَ فِى الْاَرْضِ فَهَلْ نَجْعَلُ لَكَ خَرْجًا عَلٰٓى اَنْ تَجْعَلَ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ سَدًّا

    Mereka berkata, “Wahai Zulkarnain! Sungguh, Yakjuj dan Makjuj itu (makhluk yang) berbuat kerusakan di bumi, maka bolehkah kami membayarmu imbalan agar engkau membuatkan dinding penghalang antara kami dan mereka?” (QS. Al-Kahf: 94) 

    قَالَ مَا مَكَّنِّيْ فِيْهِ رَبِّيْ خَيْرٌ فَاَعِيْنُوْنِيْ بِقُوَّةٍ اَجْعَلْ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ رَدْمًا

    Dia (Zulkarnain) berkata, “Apa yang telah dianugerahkan Tuhan kepadaku lebih baik (daripada imbalanmu), maka bantulah aku dengan kekuatan, agar aku dapat membuatkan dinding penghalang antara kamu dan mereka. (QS. Al-Kahf: 95)

    اٰتُوْنِيْ زُبَرَ الْحَدِيْدِ ۗ حَتّٰىٓ اِذَا سَاوٰى بَيْنَ الصَّدَفَيْنِ قَالَ انْفُخُوْا ۗحَتّٰىٓ اِذَا جَعَلَهٗ نَارًا ۙ قَالَ اٰتُوْنِيْٓ اُفْرِغْ عَلَيْهِ قِطْرًا ۗ

    Berilah aku potongan-potongan besi!” Hingga ketika (potongan) besi itu telah (terpasang) sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, dia (Zulkarnain) berkata, “Tiuplah (api itu)!” Ketika (besi) itu sudah menjadi (merah seperti) api, dia pun berkata, “Berilah aku tembaga (yang mendidih) agar kutuangkan ke atasnya (besi panas itu).” (QS. Al-Kahf: 96)

    فَمَا اسْطَاعُوْٓا اَنْ يَّظْهَرُوْهُ وَمَا اسْتَطَاعُوْا لَهٗ نَقْبًا

    Maka mereka (Yakjuj dan Makjuj) tidak dapat mendakinya dan tidak dapat (pula) melubanginya. (QS. Al-Kahf: 97)

    Dari kisah Dzul Qornain, kita bisa ambil pelajaran bahwa khurafat itu berlawanan dengan petunjuk al-Quran dan bukan dari agama Islam.

    Al-Quran menyuruh kita agar hanya beriman kepada wahyu dari Allah dalam hal berkaitan dengan ilmu agama , namun dalam hal yang berkaitan dengan selain agama , maka kita harus merujuk kepada ilmu pengetahuan yang terbukti secara ilmiyah , tidak boleh merujuk kepada khurafat . 

    KISAH SINGKAT YAKJUZ WA MAKJUZ DAN TEMBOK YANG DIBANGUN DZUL QORNAIN :

    Kisah Yajuj dan Majuj adalah salah satu cerita yang dilingkupi banyak misteri dan dikelilingi berbagai kisah dan legenda.

    "Ya’juj dan Ma’juj" (Dalam Bahasa Arab: يَأْجُوجُ وَمَأْجُوجُ ) atau "Gog dan Magog" dalam tradisi Ibrani (Yahudi, גוג ומגוג) adalah : sebutan yang muncul dalam kitab suci umat Islam, al-Quran serta kitab-kitab agama lain mengenai sekelompok manusia yang memiliki kekuatan dan daya tempur yang dahsyat, namun berkarakter rakus dan barbar, sehingga membuat mereka menjadi bangsa perusak dan penghancur kehidupan di muka bumi.

    Perkataan "Magog" pertama kali muncul dalam kitab Injil Ibrani dalam Genesis (Kejadian) 10. Magog merujuk kepada nenek moyang satu-satu bangsa atau negeri dan cucu kepada keturunan Nuh ‘alaihis salam.

    Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkan dari Ibnu Harmalah, dari bibinya, dia berkata :

    خَطَبَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ عَاصِبٌ إِصْبَعَهُ مِنْ لَدْغَةِ عَقْرَبٍ فَقَالَ: " إِنَّكُمْ تَقُولُونَ لَا عَدُوَّ ‌وَإِنَّكُمْ ‌لَا ‌تَزَالُونَ ‌تُقَاتِلُونَ ‌عَدُوًّا ‌حَتَّى ‌يَأْتِيَ يَأْجُوجُ وَمَأْجُوجُ عِرَاضُ الْوُجُوهِ، صِغَارُ الْعُيُونِ، صُهْبُ الشِّعَافِ مِنْ كُلِّ حَدَبٍ يَنْسِلُونَ كَأَنَّ وُجُوهَهُمُ الْمَجَانُّ الْمُطْرَقَةُ "

    “Rasulullah  berkhutbah sedangkan jari tangan beliau dibalut dengan perban karena tersengat kalajengking, lalu beliau bersabda:

    ‘Sesungguhnya kalian berkata tidak ada musuh sementara kalian senantiasa memerangi musuh hingga datang Ya’juj dan Ma’juj, mereka bermuka lebar (datar), bermata sipit, berambut pirang, mereka datang dari setiap arah, wajah-wajah mereka seperti perisai yang ditempa dengan palu godam".

    [Musnad Imam Ahmad no. 22331. Dan diriwayatkan pula dalam Sunan al-Kubra oleh An-Nasa'i 9/312 (8967), serta Al-Mu'jam Al-Kabir 25/183 (448), dari jalur Yahya.

    Dishahihkan oleh Al-Hakim dan Adz-Dzahabi 2/189. Al-Mundziri dalam At-Targhib 2/671 (2888) mengatakan: “Diriwayatkan oleh Ahmad dan An-Nasa'i dengan dua sanad yang hasan”.

    Al-Haitsami dalam Al-Majma' 4/309 mengatakan:

    رِجَالُهُ رِجَالُ الصَّحِيحِ، غَيْرَ حُصَيْنٍ، وَهُوَ ثِقَةٌ

    “Para perawinya adalah para perawi yang terpercaya, kecuali Hushain, yang juga dianggap tsiqot (terpercaya)."

    Dan Al-Haitsami berkata, “Diriwayatkan oleh Ahmad, dan ath-Thabrani, perawi keduanya adalah perawi ash-Shahiih.” Majma’uz Zawaa-id (8/6).

    Mufrodaat :

    Makna “المِجَانُّ المَطْرُوقَةُ /Perisai yang ditempa dengan palu godam” :

    "المِجَنُّ: هُوَ التِّرْسُ، المَطْرُوقَةُ: المَضْرُوبَةُ فَيَكُونُ المَعْنَى: كِنَايَةٌ عَنْ عَرْضِ وُجُوهِهِمْ".

    Makna “المِجَنُّ/ Perisai” adalah tameng. Makna “المَطْرُوقَةُ” adalah yang ditempa dengan palu godam. Jadi maknanya: Kiasan tentang menampilkan wajah mereka yang lebar dan datar (gepeng kemerah-merahan)."

    Ini hanya sebatas gambar perkiraan

    Dalam Shahih Bukhori no. 2929 dan Muslim no. 2912 dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah  bersabda :

    لا تَقُومُ السَّاعَةُ حتَّى تُقاتِلُوا قَوْمًا نِعالُهُمُ الشَّعَرُ، ولا تَقُومُ السَّاعَةُ حتَّى تُقاتِلُوا قَوْمًا كَأنَّ وُجُوهَهُمُ المَجانُّ المُطْرَقَةُ. [وفي رِوايةٍ]: صِغارَ الأعْيُنِ، ذُلْفَ الأُنُوفِ، كَأنَّ وُجُوهَهُمُ المَجَانُّ المُطْرَقَةُ.

    "Tidak akan tiba hari kiamat hingga kalian memerangi suatu kaum yang sandal-sandalnya terbuat dari bulu, dan tidak akan tiba hari kiamat hingga kalian memerangi suatu kaum yang seakan-akan wajah-wajah mereka seperti perisai-perisai yang ditempa.

    [Dalam riwayat lain]: mereka bermata sipit, berhidung pesek, seakan-akan wajah-wajah mereka seperti perisai-perisai yang ditempa dengan palu godam [gepeng dan kemerah-merahan]."

    Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu anhu, dari Rasulullah , beliau bersabda:

    يَقُولُ اللهُ تَعَالَى: يَا آدَمُ! فَيَقُولُ: لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ، وَالْخَيْرُ فِي يَدَيْكَ. فَيَقُولُ: أَخْرِجْ بَعْثَ النَّارِ؟ قَالَ: وَمَا بَعْثُ النَّارِ؟ قَالَ: مِنْ كُلِّ أَلْفٍ تِسْعَ مِائَةٍ وَتِسْعَةً وَتِسْعِينَ فَعِنْدَهُ يَشِيبُ الصَّغِيرُ وَتَضَعُ كُلُّ ذَاتِ حَمْلٍ حَمْلَهَا، وَتَرَى النَّاسَ سُكَارَى وَمَـا هُمْ بِسُكَارَى وَلَكِنَّ عَذَابَ اللهِ شَدِيدٌ. قَالُوا: وَأَيُّنَا ذَلِكَ الْوَاحِدُ؟ قَالَ: أَبْشِرُوا فَإِنَّ مِنْكُمْ رَجُلاً وَمِنْ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ أَلْفًا.

    “Allah Ta’ala berfirman, ‘Wahai Adam!’ Adam menjawab, ‘Aku menjawab panggilan-Mu, segala kebaikan ada di kedua tangan-Mu.’

    Lalu Allah berfirman, ‘Keluarkanlah rombongan penghuni Neraka!’ Dia bertanya, ‘Berapakah jumlah rombongan penghuni Neraka?’

    Allah menjawab, ‘Untuk setiap seribu orang ada sembilan ratus sembilan puluh sembilan.’

    Saat itu rambut anak kecil mendadak beruban, setiap orang yang hamil keguguran kandungnya, dan engkau lihat manusia mabuk padahal mereka tidak mabuk, melainkan adzab Allah sangat pedih.’”

    Para Sahabat ber-tanya, “Siapakah di antara kami yang termasuk satu orang itu?”

    Nabi  menjawab : “Bergembiralah, sesungguhnya satu orang dari kalian dan seribu orang dari Ya’-juj dan Ma’-juj.”[HR. Bukhori no. 3348 dan Muslim no. 222].

    Dan diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu anhuma, dari Rasulullah :

    "أَنَّ يَأْجُـوْجَ وَمَأْجُوْجَ مِنْ وَلَدِ آدَمَ، وَأَنَّهُمْ لَوْ أُرْسِلُوْا إِلَـى النَّاسِ؛ لأَفْسَدُوْا عَلَيْهِمْ مَعَايِشَهُمْ، وَلَنْ يَمُوْتَ مِنْهُمْ أَحَدٌ؛ إِلاَّ تَرَكَ مِنْ ذُرِّيَّتِهِ أَلْفًا فَصَاعِدًا".

    “Sesungguhnya Ya’-juj dan Ma’-juj dari keturunan Adam, dan sesungguhnya jika mereka diutus kepada manusia, niscaya akan merusak kehidupan mereka, dan tidaklah salah seorang dari mereka mati, kecuali meninggal-kan seribu keturunan dari mereka atau lebih.

    [HR. Abu Daud ath-Thayaalisi 4/39 no. 2396 dan ath-Tabarani (al-Bidayah wan Niahayah karya Ibnu Katsir 1/185)].

    Al-Haitsami menyebutkannya dalam 'Al-Majma'' 8/6 dan berkata:

    "رَوَاهُ الطَّبَرَانِيُّ فِي "الكَبِيرِ" وَ"الأَوْسَطِ" وَرِجَالُهُ ثِقَاتٌ".

    “Diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dalam 'Al-Kabir' dan 'Al-Awsat', dan para perawinya terpercaya”.

    Hafiz Ibnu Katsir dalam 'Tafsirnya' 5/196 berkata: “Ini adalah hadits yang ghorib (aneh), bahkan mungkar dan lemah”. Dia juga berkata dalam 'An-Nihayah' 1/185: “Ini adalah hadits yang ganjil, mungkin ini adalah perkataan Abdullah bin Amr”. Dan dia berkata dalam 'Al-Bidayah wan Nihayah' 2/101: “Ini adalah hadits yang sangat ganjil dan sanadnya lemah, dan di dalamnya terdapat kejanggalan yang kuat".

    DIMANAKAH LETAK TEMBOK DZUL-QARNAIN ?

    Peta lokasi daerah HENAN, tempat dibangunnya ar-Radm (tembok besar) antara sungai kuning (yellow river) dan sungai Yangzi (Yangzi River)    

    Seorang peneliti Arab memanfaatkan kunjungannya ke China dalam sebuah kompetisi pada tahun 2000 M untuk meneliti dan menggali rahasia tersebut.

    Dia berkenalan dengan salah satu profesor di Universitas (Tenghua) di Shanghai yang bernama (Huxiao Tian). Suatu hari, dia bertanya kepada profesor tersebut tentang kisah (Yajuj dan Majuj), dan penulis mengucapkan frasa ini dalam bahasa Arab sebagaimana tertulis dalam Al-Qur'an.

    Di sinilah kejutan besar terjadi... .

    Seorang Profesor China mengatakan bahwa kata (يَأ) dalam bahasa Mandarin berarti (Asia), dan (جُوْجُ) berarti (Benua) yang ditulis sebagai (Ya Jou) yang berarti "Benua Asia". Pengucapannya dalam bahasa Mandarin sama persis dengan pengucapan saat dibaca dalam Al-Qur'an dengan menggetarkan huruf (Jou) dan mengheningkan huruf alif dalam (يَأْ). 

    Ketika ditanya tentang kata (مَأْجُوجَ), dia menjelaskan bahwa itu berarti (Benua Kuda atau Bangsa Kuda) karena (مَأْ) berarti kuda dalam bahasa Mandarin. Dan (Jou) berarti benua atau bangsa.

    Ini adalah kejutan yang sangat mengejutkan.

    Bahwa frasa (يَأْجُوجُ ومَأْجُوجَ) dalam keseluruhannya adalah frasa dalam bahasa Mandarin seperti yang digunakan saat ini, meskipun telah berlalu lebih dari 3300 tahun. Ini menunjukkan bahwa orang Cina pada masa itu berbicara dalam bahasa yang sama dengan bahasa mereka saat ini, dan ini juga menunjukkan keaslian bahasa tersebut. 

    Penulis tidak merasa tenang dan tentram sampai dia bertanya dan memverifikasi dari berbagai sumber, dan jawaban serta penjelasan yang diterimanya sama. Bahkan, penulis mengambil pelajaran intensif dalam bahasa Mandarin agar dia dapat memahami, meskipun secara sederhana, apa yang dibaca dan didengarnya dari orang Cina. [ Lihat : فَكُّ أَسْرَارِ ذِي الْقَرْنَيْنِ وَيَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ” hal. 322].

    Prof. DR. Hamdi Hamzah al-Juhani dalam “فَكُّ أَسْرَارِ ذِي الْقَرْنَيْنِ وَيَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ” hal. 324 berkata :

    وَبِنَاءً عَلَىٰ ذَٰلِكَ وَعَلَىٰ مَا تَمَّ اسْتِخْلَاصُهُ مِنْ مَعَانِي بِاللُّغَةِ الصِّينِيَّةِ وَمَا يُقَابِلُهُ مِنْ مَعَانِي بِاللُّغَتَيْنِ العَرَبِيَّةِ وَالإِنْجْلِيزِيَّةِ فَإِنَّهُ يُمْكِنُنَا تَفْسِيرُ وَتَرْجَمَةُ عِبَارَةِ (إِنَّ يَأْجُوجَ وَيَأْجُوجَ مُفْسِدُونَ فِي الأَرْضِ) عَلَى النَّحْوِ التَّالِي: 

    (إِنَّ سُكَّانَ قَارَّةِ آسِيَا، وَسُكَّانَ قَارَّةِ الخَيْلِ مُفْسِدُونَ فِي الأَرْضِ)

    Berdasarkan itu dan apa yang telah disimpulkan dari makna dalam bahasa Mandarin serta padanannya dalam bahasa Arab dan Inggris, kita bisa menerjemahkan frasa :

    (إِنَّ يَأْجُوجُ وَمَأْجُوجَ مُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ)

    adalah sebagai berikut:

    (Penduduk benua Asia, dan penduduk benua kuda adalah para perusak di bumi).

    [Yakni : sekelompok bangsa di benua Asia yang memiliki budaya gemar dan mahir berkuda, yang dengannya punya kemampuan bertempur yang sangat dahsyat, namun mereka ini berkarakter rakus, biadab dan barbar, sehingga mereka ini menjadi bangsa yang selalu membuat kerusakan di muka bumi]. 

    Keajaiban Al-Qur'an dalam kandungan ayat yang berbunyi (يَأْجُوجُ وَمَأْجُوجَ), yang ternyata ada dalam bahasa Mandarin, itu adalah bukti keajaiban tersebut. Keajaiban ini tidak hanya terletak pada dimensi linguistiknya saja, tetapi juga, yang lebih penting dan signifikan, pada makna dan dimensi historis, demografis, dan ilmiahnya yang penting bagi seluruh umat manusia dalam masa lalu, sekarang, dan masa depan".

    Lalu Prof. DR. Hamdi Hamzah al-Juhani berkata :

    "Setelah melakukan penelitian dan pemeriksaan serta mendengarkan frasa ini dari warga China dalam berbagai dialek Cina, ternyata pengucapan frasa (يَأْجُوجُ) seperti yang dibaca dalam bahasa Arab sesuai dengan dialek Mandarin, yaitu dialek orang-orang di utara China. Hal ini juga berlaku untuk pengucapan frasa (مَأْجُوجَ). Bagian ini memiliki signifikansi besar dalam membuktikan lokasi di mana Zul-Qarnain bertemu dengan orang-orang Cina, dan selanjutnya menentukan lokasi (بَيْنَ السَّدَّيْنِ), yaitu lokasi tembok bendungan. Ini memastikan bahwa (بَيْنَ السَّدَّيْنِ) dan lokasi tembok bendungan terletak di utara dan tengah China, yang kami yakini berada di provinsi (Henan) dan sekitar kota Zhengzhou. Hal ini telah dikonfirmasi dan akan dijelaskan lebih lanjut nanti".

    [Sumber : “فَكُّ أَسْرَارِ ذِي الْقَرْنَيْنِ وَيَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ” hal. 339 dan sesudahnya karya Prof. DR. Hamdi Hamzah al-Juhani].

    Dan Prof. DR. Hamdi Hamzah al-Juhani di hal. 339 berkata :

    Setelah melakukan penelitian dan pemeriksaan serta mendengarkan frasa ini dari warga China dalam berbagai dialek Cina, ternyata pengucapan frasa (يَأْجُوجُ) seperti yang dibaca dalam bahasa Arab sesuai dengan dialek Mandarin, yaitu dialek orang-orang di utara China. Hal ini juga berlaku untuk pengucapan frasa (مَأْجُوجَ). Bagian ini memiliki signifikansi besar dalam membuktikan lokasi di mana Zul-Qarnain bertemu dengan orang-orang Cina, dan selanjutnya menentukan lokasi (بَيْنَ السَّدَّيْنِ), yaitu lokasi tembok bendungan. Ini memastikan bahwa (بَيْنَ السَّدَّيْنِ) dan lokasi tembok bendungan terletak di utara dan tengah China, yang kami yakini berada di provinsi (Henan) dan sekitar kota Zhengzhou. Hal ini telah dikonfirmasi dan akan dijelaskan lebih lanjut nanti.

    Lalu Prof. Hamdi Hamzah al-Juhani  berkata :

     دُخُولُ ذِي الْقَرْنَيْنِ لِبِلَادِ الصِّينِ (بِلَادِ بَيْنَ السَّدَّيْنِ): بَعْدَمَا غَادَرَ بِلَادَ مَطْلِعِ الشَّمْسِ فِي جُزُرِ الْمُحِيطِ الْهَادِي عَادَ إِدْرَاجَهُ نَحْوَ الْغَرْبِ فِي اِتِّجَاهِ الصِّينِ عَابِرًا الْمُحِيطَ الْهَادِي حَتَّى الْوُصُولِ إِلَى الْبَحْرِ الْأَصْفَرِ الَّذِي تَقَعُ عَلَيْهِ الصِّينُ، وَمِنْ هُنَاكَ كَمَا نَعْتَقِدُ دَخَلَ بِلَادَ الصِّينِ، وَلَعَلَّهُ تَوَجَّهَ مُبَاشَرَةً إِلَى مَنْطِقَةِ (بَيْنَ السَّدَّيْنِ) الْوَاقِعَةِ كَمَا تُشِيرُ الْكَثِيرُ مِنَ الدَّلَائِلِ وَالْمُؤَشِّرَاتِ فِي الْجُزْءِ الْأَوْسَطِ مِنَ الصِّينِ وَالْأَقْرَبِ إِلَى الصِّينِ الشِّمَالِيَّةِ فِيمَا يُعْرَفُ الْيَوْمَ (بِمَنْغُولِيَا الدَّاخِلِيَّةِ وَسِيبِيرْيَا وَكُورِيَا) بِمَنْطِقَةِ (خِنَانَ) (Henan) وَبِالتَّحْدِيدِ فِي مَدِينَةِ (جِنْج جُو).. وَمِمَّا يَجْدُرُ ذِكْرُهُ هُنَا أَنَّ مَنْ كَانَ يَحْكُمُ الصِّينَ فِي ذَلِكَ الْوَقْتِ حَوَالَيْ 1330 ق.م هُوَ الْمَلِكُ (شَانْغ) مِنْ أُسْرَةِ شَانْغ.

    “Masuknya Dzulqarnain ke negeri Cina (negeri antara dua sadd/ gunung):

    Setelah meninggalkan negeri terbitnya matahari di pulau-pulau Samudra Pasifik, ia kembali ke arah barat menuju Cina, melintasi Samudra Pasifik hingga mencapai Laut Kuning yang di situ terletak Cina. Dari sana, sebagaimana yang kami yakini, ia memasuki negeri Cina. Mungkin ia langsung menuju ke wilayah (antara dua sadd/ gunung) yang terletak, menurut banyak indikasi, di bagian tengah Cina dan lebih dekat ke Cina Utara yang sekarang dikenal sebagai (Mongolia Dalam, Siberia, dan Korea) di wilayah (Henan) dan tepatnya di kota (Zhengzhou). Perlu disebutkan di sini bahwa yang memerintah Cina pada waktu itu sekitar tahun 1330 SM adalah Raja (Shang) dari Dinasti Shang”.

    Lalu Prof. DR. Hamdi Hamzah al-Juhani berkata :

    مَوْقِعُ الرَّدْمِ تَوْجَدُ فِي شَمَالِ مُقَاطَعَةِ (خِنَان) سَلَاسِلُ جَبَلِيَّةٌ شَاهِقَةٌ يُوجَدُ بَيْنَهَا سُهُولٌ أَوْ مَنَافِذُ.. وَيَسْكُنُ شَمَالَ تِلْكَ السَّلَاسِلِ أَقْوَامٌ يُسَمِّيهِمْ أَهْلُ الصِّينِ (يَأْجُوجُ وَمَأْجُوجُ) وَكَانُوا يَقُومُونَ بِالِاعْتِدَاءِ عَلَى الصِّينِيِّينَ مِنْ خِلَالِ تِلْكَ السَّلَاسِلِ.. وَقَدْ تَكُونُ اعْتِدَاءَاتُهُمْ مُتَرَكِّزَةً مِنْ أَحَدِ الْمَنَافِذِ بَيْنَ تِلْكَ الْجِبَالِ وَمِنْ خِلَالِ رُؤْيَةِ الْمُؤَلِّفِ لِتِلْكَ الْمِنْطَقَةِ فَإِنَّ مَوْقِعَ الرَّدْمِ هُوَ شَمَالَ مَدِينَةِ (جِنْج جُو).

    Lokasi tembok terletak di utara Provinsi Henan, di mana terdapat pegunungan tinggi yang memiliki dataran rendah atau celah di antaranya. Di utara pegunungan tersebut, tinggal suku-suku yang disebut oleh penduduk Cina sebagai "Yajuj dan Majuj." Mereka sering melakukan serangan terhadap penduduk Cina melalui pegunungan tersebut. Serangan mereka kemungkinan besar berfokus pada salah satu celah di antara gunung-gunung itu. Berdasarkan pengamatan penulis terhadap daerah tersebut, lokasi tembok tersebut terletak di utara Kota Zhengzhou”.

    TEMBOK DZUL-QORNAIN  DAN MATERIAL BAHAN BANGUNAN-NYA :

    Photo Prof. Hamdi diatas tembok Dzulkarnain, lebarnya 36 meter

    Prof. Hamdi Hamzah al-Juhani  berkata :

    الرَّدْمُ (Rampart): هُوَ الْبُنْيَانُ الْمَرْصُوصُ رَصًّا قَوِيًّا لِيَكُونَ خَطًّا دِفَاعِيًّا ضِدَّ اعتِدَاءَاتِ الْمُعْتَدِينَ.

    **الصَّدْفَيْنِ**: النَّاحِيَتَيْنِ أَوِ الْجِهَتَيْنِ قَدْ تَكُونَ جَبَلَيْنِ وَقَدْ تَكُونَ غَيْرَ ذَلِكَ.

    **الْقَطْرُ**: مَادَّةٌ أَقْرَبُ مَا تَكُونُ إِلَى الطِّينِ أَوِ السِّمِينِ أَوِ الْجِيرِ.. وَلَيْسَتِ النُّحَاسَ الذَّابِ مِنْ مَا يَعْتَقِدُهُ كَثِيرُونَ. وَاسْمُهَا الْعِلْمِيُّ (The Earth) أَوْ (الْمَعَادِنُ التُّرَابِيَّةُ القَلْوِيَّةُ).. هَذِهِ المَادَّةُ كَانَ الصِّينِيُّونَ عَلَى مَرِّ العُصُورِ يَسْتَعْمِلُونَهَا فِي بِنَاءِ مَنَازِلِهِمْ وَأَسْوَارِهِمْ وَرَدْمِهِمْ.. وَهِيَ ذَاتُ قُدْرَةٍ مُقَاوِمَةٍ قَوِيَّةٍ وَغَيْرُ قَابِلَةٍ لِلصَّدَأِ.

    **السَّدُّ**: حَائِطٌ مُرْتَفِعٌ بَيْنَ جَبَلَيْنِ يُسْتَخْدَمُ لِحِفْظِ الْمِيَاهِ وَتَصْرِيفِ مِيَاهِ الأَنْهَارِ وَالأَمْطَارِ يَتَطَلَّبُ بِنَاؤُهُ تَطْبِيقَ مُوَصَفَاتٍ خَاصَّةٍ تَتَّفِقُ مَعَ تَحْقِيقِ هَـٰذَا الْهَدَفِ.

    **زُبَرُ الْحَدِيدِ**: قِطَعٌ أَوْ صُفَائِحُ مِنَ الْحَدِيدِ يُمْكِنُ تَحْوِيلُهَا إِلَى صُلْبٍ عَنْ طَرِيقِ أَكْسِدَةِ الشَّوَائِبِ عَنْ طَرِيقِ نَفْخِ الْهَوَاءِ مِنْ خِلَالِ الْمَعْدِنِ الْمَنْصَهِرِ وَإِضَافَةِ مَعْدِنِ الْقَطْرِ.

    **Rampart (الرَّدْمُ):** 

    [ Rampart adalah struktur pertahanan yang biasanya berupa tembok besar atau benteng yang dibangun untuk melindungi suatu wilayah dari serangan. Biasanya terbuat dari bahan seperti tanah, batu, atau bahan konstruksi lainnya yang disusun secara strategis untuk menciptakan barikade yang kuat].

    **Sudut (الصَّدْفَيْنِ):** 

    Dua sisi atau arah yang bisa berupa dua gunung atau bentuk lain.

    **Kapur (الْقَطْرُ):** 

    Bahan yang mirip dengan tanah liat, semen, atau kapur, bukan tembaga cair seperti yang diyakini banyak orang. Nama ilmiahnya adalah (The Earth) atau (mineral tanah alkali). Bahan ini digunakan oleh orang Cina sepanjang sejarah untuk membangun rumah, tembok, dan benteng mereka. Ini memiliki kemampuan tahan lama yang kuat dan tidak berkarat.

    **Tembok/ Bendungan (السَّدُّ):** 

    Dinding tinggi di antara dua gunung yang digunakan untuk menyimpan air dan mengatur aliran air sungai dan hujan. Pembangunannya memerlukan penerapan spesifikasi khusus yang sesuai untuk mencapai tujuan tersebut.

    **Zubur Besi (زُبَرُ الْحَدِيدِ):** 

    Potongan atau lembaran besi yang dapat diubah menjadi baja melalui proses oksidasi kotoran dengan meniupkan udara melalui logam cair dan menambahkan logam kapur.


    Photo Prof Hamdi dari samping ar-Radm (tembok) yang tingginya 9 meter 

    Lalu Prof. Hamdi Hamzah al-Juhani  berkata : 

    سَجِّلْ هَذِهِ المُلاحَظَاتِ وَالِاسْتِنْتَاجَاتِ: 

    1- ارْتِفَاعُ الرَّدْمِ يُبْلِغُ حَوَالَيْ 9 أَمْتَارٍ مِنَ القَاعِدَةِ.. وَيَبْدُو أَنَّ جُزْءًا مِنْ قَاعِدَتِهِ قَدْ رُدِمَتْ نَتِيجَةَ الرَّفْعِ المِسَاحِيِّ لِلشَّارِعِ وَالسَّفْلَةِ وَتَسْوِيَةِ الأرْصِفَةِ.. وَمِنْ ثَمَّ فَإِنَّ ارْتِفَاعَ الرَّدْمِ الحَقِيقِيَّ لَابُدَّ أَنْ يَكُونَ أَكْثَرَ مِنْ تِسْعَةِ أَمْتَارٍ عَلَى الأَغْلَبِ. 

    2- عَرْضُ قَاعِدَةِ الرَّدْمِ يَبْدُو كَبِيرًا جِدًّا حَوَالَيْ 36 مِتْرًا.. أَمَّا هَيْكَلُ الرَّدْمِ فَإِنَّهُ جَاءَ مُنَسَجِمًا فِي ضِخَامَتِهِ وَحَجْمِهِ الكَبِيرِ مَعَ القَاعِدَةِ.. وَلَوْلَا وُجُودُ الدَّرَجِ لَمَا اسْتَطَاعَ أَحَدٌ تَسَلُّقَهُ بِسُهُولَةٍ.. وَصَدَقَ اللَّهُ العَظِيمُ حَيْثُ قَالَ: (فَمَا اسْطَاعُوا أَنْ يَظْهَرُوهُ وَمَا اسْطَاعُوا لَهُ نَقْبًا) لِأَنَّ قُوَّةَ (يَأْجُوجُ وَمَأْجُوجُ) كَانَتْ تَكْمُنُ فِي مَهَارَتِهِمْ وَخِبْرَتِهِمْ فِي رُكُوبِ الخَيْلِ وَالْقِتَالِ مِنْ عَلَى صُدُورِهَا، فَلَمَّا بُنِيَ الرَّدْمُ فَقَدُوا تِلْكَ المِيزةَ. 

    3- الشَّكْلُ الهَنْدَسِيُّ لِلرَّدْمِ: هَيْكَلٌ ضَخْمٌ لَهُ ضِلْعَانِ وَبَيْنَهُمَا زَاوِيَةٌ... طُولُهُ الإجْمَالِيُّ حَوَالَيْ سَبْعَةِ كِيلُومِتَرَاتٍ.. وَعِنْدَ مُعَايَنَةِ تُرْبَتِهِ.. كَانَتْ مِنَ الطِّينِ المُحْرَقِ الَّذِي يُمِيلُ إِلَى اللَّوْنِ الأصْفَرِ مَعَ اتِّصَامِهِ بِخَاصِيَّةِ البِنَاءِ المُشَدُودِ وَالمُتَمَاسِكِ فِي كُلِّ أَجْزَائِهِ بِحَيْثُ يَبْدُو كَأَنَّهُ كُتْلَةٌ مُتَرَاصَةٌ لَا فَرَاغَاتٍ وَلَا ثُغَرَاتٍ بَيْنَ أَجْزَائِهِ.

    **Catatan dan Kesimpulan:**

    1. Tinggi rampart mencapai sekitar 9 meter dari dasar. Tampaknya sebagian dari dasar rampart telah tertutup akibat peninggian permukaan jalan, pengaspalan, dan perataan trotoar. Oleh karena itu, tinggi sebenarnya dari rampart kemungkinan besar lebih dari sembilan meter.

    2. Lebar dasar rampart

    Tampak sangat besar, sekitar 36 meter. Struktur rampart cocok dengan besarnya dan ukurannya yang besar dengan dasar. Tanpa adanya tangga, hampir tidak mungkin bagi seseorang untuk memanjatnya dengan mudah. Benarlah apa yang dikatakan Allah dalam Al-Qur'an:

    ﴿فَمَا اسْطَاعُوا أَن يَظْهَرُوهُ وَمَا اسْتَطَاعُوا لَهُ نَقْبًا﴾

    Artinya : “Maka mereka tidak bisa mendakinya dan mereka tidak bisa (pula) melobanginya”. [QS. Al-Kahfi : 97]

    Karena kekuatan (Yajuj dan Majuj) terletak pada keterampilan dan pengalaman mereka dalam menunggang kuda dan bertempur dari atasnya. Ketika rampart dibangun, mereka kehilangan keunggulan tersebut.

    3. Bentuk geometris rampart:

    Struktur besar dengan dua sisi dan sudut di antara keduanya. Panjang totalnya sekitar tujuh kilometer.

    Saat diperiksa tanahnya, tanah tersebut terdiri dari tanah liat yang terbakar yang cenderung berwarna kuning dengan sifat konstruksi yang padat dan kohesif di seluruh bagiannya, sehingga tampak seperti massa yang rapat tanpa celah atau retakan di antara bagiannya.

    Prof. Hamdi bersama penduduk China setempat diatas ar-Radm (tembok)

    Prof. Hamdi Hamzah al-Juhani  berkata : 

    **كَيْفَ بَنَى ذُو الْقَرْنَيْنِ الرَّدْمَ** 

    بَعْدَ لِقَاءِ ذِي الْقَرْنَيْنِ بِالصِّينِيِّينَ فِي مُقَاطَعَةِ (خِنَانٍ) وَاطْمِئِنَانِهِمْ لَهُ بَعْدَ مُكُوثِهِ فَتْرَةً عِنْدَهُمْ، وَلَمَّا رَأَوْهُ مِنْ عَبْقَرِيَّتِهِ وَمَعَارِفِهِ.. طَلَبُوا مِنْهُ أَنْ يَبْنِيَ لَهُمْ سَدًّا يَدْرَأُ عَنْهُمْ اعتداء جِيرَانِهِمُ الشِّمَالِيِّينَ الَّذِينَ يُطْلِقُونَ (يَأْجُوجُ وَمَأْجُوجُ).. وَكَانُوا يُصِفُونَهُمْ بِأَنَّهُمْ بَرَابِرَةٌ مُتَوَحِّشُونَ.. وَلَكِنَّ ذَا الْقَرْنَيْنِ لَمْ يُجِبْهُمْ إِلَى طَلَبِهِمْ فِي بادِئِ الأَمْرِ بَلْ قَدْ يَكُونُ تَعَجَّبَ مِنْ طَلَبِهِمْ.. لِأَنَّ السَّدَّ إِنَّمَا يَكُونُ لِحَجْزِ المِيَاهِ فَقَطْ.. وَالأَوْلَى أَنْ يَكُونَ رَدْمًا وَلَيْسَ سَدًّا.. مَا يَعْنِي أَنْ الصِّينِيِّينَ لَمْ يَكُونُوا ذَوِي دِرَايَةٍ كَبِيرَةٍ بِالطُّرُقِ الحَرْبِيَّةِ وَالدِّفَاعِيَّةِ فَأَغْلَبُهُمْ كَانُوا فِلَاحِينَ وَمَا زَالُوا كَذَلِكَ.. عِنْدَئِذٍ طَلَبَ مِنْهُمْ ذُو الْقَرْنَيْنِ أَنْ يُعِينُوهُ بِقُوَّةٍ.. أَيْ بِالْعُمَّالِ.. ثُمَّ بَدَؤُوا العملَ بِتَشْيِيدِ حَائِطَيْنِ مِنَ الخَشَبِ ثُمَّ تَمَّ إِفْرَاغُ مَادَّةِ القَطْرِ بَيْنَ هَذَيْنِ الحَائِطَيْنِ بَعْدَ أَنْ مَلَأَهُ بِزُبَرِ الحديدِ وَلَعَلَّ هَذا يُفَسِّرُ عِبَارَةَ (حَتَّى إِذَا سَاوَى بَيْنَ الصَّدْفَيْنِ) بِمَعْنَى حَتَّى إِذَا سَاوَى بَيْنَ قِمَّتَيِ الخَشَبِ عَلَى جَانِبَيِ الرَّدْمِ بِزُبَرِ الحديدِ.. (قَالَ آتُونِي أَفْرِغْ عَلَيْهِ قِطْرًا) وَهُنَا لَابُدَّ مِنَ الإِشَارَةِ إِلَى أَنَّ الأَلْوَاحَ الخَشَبِيَّةَ الَّتِي استُخْدِمَتْ.. لَابُدَّ أَنَّهَا كَانَتْ تَسْتَنِدُ إِلَى جَبَلَيْنِ حَتَّى تَتَمَاسَكَ وَتَثْبُتَ... الجَدِيرُ بِالذِّكْرِ أَنَّ اسْتِخْدَامَ ذِي الْقَرْنَيْنِ لِمَعْدِنِ الحديدِ مَعَ مَادَّةِ القَطْرِ ضِمْنَ عَمَلِيَّةٍ كِيمِيَائِيَّةٍ لِتَكْوِينِ مُرَكَّبٍ إِنَّمَا هِيَ نَوْعٌ مِنَ البِنَاءِ المُسَلَّحِ الَّذِي لَمْ يَسْتَخْدِمْهُ الإِنسَانُ إِلَّا مُنْذُ قَرْنٍ أَوْ أَكْثَرَ قَلِيلًا. وَقَدِ اسْتُخْدِمَ ذُو الْقَرْنَيْنِ النَّارَ لِصَهْرِ الحديدِ.. وَاسْتُعْمِلَ نَوْعٌ مِنَ المَنَافِخِ لِنَفْخِ الهواءِ عَلَى النَّارِ وَالْحَدِيدِ المنصَهِرِ.. وَالشَّيْءُ المُؤَكَّدُ أَنَّ عَمَلِيَّةَ الصَّهْرِ تَمَّتْ فِي الهَوَاءِ الطَّلِقِ المُحْتَوِي عَلَى الأُكْسِجِينِ الكَافِي لِإِتْمَامِ صِنَاعَةِ الحديدِ الصُّلْبِ. إِنَّ هَذَا الأُسْلُوبَ التَّشْيِيدِيَّ الَّذِي يُسْتَخْدَمُ طَرِيقَةَ رَدْمٍ أَوْ دَكِّ مَادَّةِ القَطْرِ لِمَلْءِ الفَرَاغَاتِ بَيْنَ الأَلْوَاحِ.. ثُمَّ دَكُّهَا وَرَصُّهَا طَبَقَةً عَلَى طَبَقَةٍ بِوَاسِطَةِ رَصَاصٍ ثَقِيلٍ... هَذِهِ الطَّرِيقَةُ تَجْعَلُ مِنَ الرَّدْمِ ذُو قُوَّةٍ خَارِقَةٍ وَمُقَاوَمَةٍ شَدِيدَةٍ لِلِاخْتِرَاقِ وَالثُّقُوبِ وَالصَّدَأِ.

    **Cara Dzulqarnain Membangun Rampart / tembok besar / bendungan :**

    Setelah Dzulqarnain bertemu dengan orang-orang Tiongkok di Provinsi (Henan) dan mendapatkan kepercayaan mereka setelah tinggal beberapa waktu di sana, serta melihat kecerdasan dan pengetahuannya, mereka meminta agar dia membangun sebuah tembok besar (mirip bendungan) untuk melindungi mereka dari serangan tetangga utara mereka yang dikenal sebagai (Yajuj dan Majuj). Mereka menggambarkan mereka sebagai orang-orang barbar yang kejam. Namun, Dzulqarnain tidak langsung memenuhi permintaan mereka dan mungkin saja dia merasa heran dengan permintaan tersebut, karena bendungan biasanya digunakan untuk menahan air, sedangkan yang lebih tepat adalah membangun rampart, bukan bendungan. Ini menunjukkan bahwa orang Tiongkok mungkin tidak memiliki pengetahuan yang mendalam tentang metode perang dan pertahanan, karena sebagian besar dari mereka adalah petani dan tetap demikian.

    Kemudian, Dzulqarnain meminta mereka untuk membantunya dengan tenaga kerja, yaitu para pekerja. Dia mulai membangun dua dinding dari kayu dan kemudian mengisi bahan logam di antara kedua dinding tersebut setelah diisi dengan potongan besi. Hal ini mungkin menjelaskan frasa 

    (حَتَّى إِذَا سَاوَى بَيْنَ الصَّدْفَيْنِ) 

    "hingga ketika ia telah meratakan antara kedua sisi" 

    Yang berarti hingga dia meratakan kedua puncak kayu di sisi rampart dengan potongan besi. 

    (قَالَ آتُونِي أَفْرِغْ عَلَيْهِ قِطْرًا)

    (Dia berkata, "Bawalah kepadaku untuk mengisinya dengan logam"). 

    Di sini perlu dicatat bahwa papan kayu yang digunakan kemungkinan besar ditopang oleh dua gunung agar tetap stabil dan kokoh.

    Perlu dicatat bahwa penggunaan Dzulqarnain terhadap logam besi dengan bahan logam dalam proses kimia untuk membentuk senyawa merupakan jenis konstruksi bertulang yang tidak digunakan manusia kecuali sejak satu abad atau sedikit lebih lama. Dzulqarnain menggunakan api untuk melelehkan besi dan menggunakan jenis terompet untuk meniupkan udara pada api dan besi cair. Hal yang pasti adalah proses peleburan dilakukan di udara terbuka yang mengandung oksigen yang cukup untuk menyelesaikan pembuatan besi yang keras. 

    Metode konstruksi ini, yang menggunakan cara meratakan atau memadatkan bahan logam untuk mengisi celah-celah antara papan, kemudian memadatkannya lapis demi lapis dengan timbangan berat, membuat rampart memiliki kekuatan luar biasa dan ketahanan yang sangat tinggi terhadap penetrasi, lubang, dan karat.

    JEBOLNYA SEBAGIAN TEMBOK DZUL-QARNAIN :

    Allah SWT berfirman :

    حَتَّى إِذَا فُتِحَتْ يَأْجُوجُ وَمَأْجُوجُ وَهُمْ مِنْ كُلِّ حَدَبٍ يَنْسِلُونَ

    Hingga apabila dibukakan (tembok) Ya-juj dan Ma-juj, dan mereka turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi. [QS. Al-Anbiya : 96].

    Dari Zainab binti Jahesy, Ummul Mukminin – radhiyallahu ‘anha :

    "أنَّ النَّبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ دَخَلَ عَلَيْهَا فَزِعًا يقولُ: لا إلَهَ إلَّا اللَّهُ! ويْلٌ لِلْعَرَبِ مِن شَرٍّ قَدِ اقْتَرَبَ؛ فُتِحَ اليومَ مِن رَدْمِ يَأْجُوجَ ومَأْجُوجَ مِثْلُ هذِه. وحَلَّقَ بإصْبَعِهِ الإبْهَامِ والَّتي تَلِيهَا، قالَتْ زَيْنَبُ بنْتُ جَحْشٍ: فَقُلتُ: يا رَسولَ اللَّهِ، أَنَهْلِكُ وفينَا الصَّالِحُونَ؟ قالَ: نَعَمْ؛ إذَا كَثُرَ الخَبَثُ".

    Bahwa Nabi Muhammad masuk ke tempat Zainab binti Jahsy dalam keadaan ketakutan sambil berkata: "Tidak ada Tuhan selain Allah! Celakalah orang-orang Arab dari kejahatan yang sudah dekat; hari ini telah terbuka dari tembok Ya'juj dan Ma'juj sebesar ini."

    Beliau membentuk lingkaran dengan ibu jari dan jari telunjuknya.

    Zainab binti Jahsy berkata: "Aku bertanya: Wahai Rasulullah, apakah kita akan binasa meskipun di antara kita ada orang-orang saleh?"

    Beliau menjawab: "Ya, jika keburukan sudah merajalela." [HR. Bukhori no. 3346 dan Muslim no. 2880].

    Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI / Surat Al-Anbiya Ayat 96 :

    Kebinasaan suatu negeri bisa jadi karena serangan bangsa biadab seperti yakjuj dan makjuj, tartar dan mongol, yang membuat keru-sakan di bumi. Lalu zulkarnain, seorang raja yang kuat, membuat benteng kokoh dari besi dan tembaga guna melindungi bangsa yang lemah dari keganasan yakjuj dan makjuj. Hingga apabila benteng yang menghalangi yakjuj dan makjuj dibukakan seperti yang terjadi pada serangan jengis khan dan hulagu khan, keturunan bangsa tartar dan mongol, maka terjadilah kehancuran sejak asia tengah hingga bagdad tahun 1258.

    Dan mereka, yakjuj dan makjuj, turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi melakukan kerusakan di bumi dengan membunuh, merampas, dan melakukan segala macam keganasan. (lihat surah al-kahf/18: 94-99). 

    ===****===

    HADITS KHURAFAT DAN AWAL MUNCULNYA ISTILAH KHURAFAT:

    Diriwayatkan dari Nabi  dari hadits Aisyah, semoga Allah meridhoinya, bahwa dia berkata:

    حَدَّثَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نِسَاءَهُ ذَاتَ لَيْلَةٍ حَدِيثًا، فَقَالَتِ امْرَأَةٌ مِّنْهُنَّ: يَا رَسُولَ اللهِ، كَأَنَّ الحَدِيثَ حَدِيثُ خُرَافَةَ؟ فَقَالَ: ((أَتَدْرِينَ مَا خُرَافَةُ؟ إِنَّ خُرَافَةَ كَانَ رَجُلًا مِنْ عُذْرَةَ، أَسَرَتْهُ الْجِنُّ فِي الجَاهِلِيَّةِ، فَمَكُثَ فِيهِنَّ دَهْرًا طَوِيلًا، ثُمَّ رَدُّوهُ إِلَى الإِنسِ، فَكَانَ يُحَدِّثُ النَّاسَ بِمَا رَأَى فِيهِمْ مِنَ الأَعَاجِيبِ، فَقَالَ النَّاسُ: حَدِيثُ خُرَافَةَ)). 

    Rosulullah  berbicara kepada para istrinya pada suatu malam, dan salah satu dari mereka berkata: Wahai Rasulullah, seakan-akan hadits ini hadits khurafat ? 

    Beliau bersabda: ((Tahukah kamu apa itu khurafat? Sesungguhnya khurafat adalah seorang laki-laki dari 'Udzrah, yang ditawan oleh jin pada zaman jahiliyah, sehingga dia tinggal lama di antara mereka, kemudian mereka mengembalikannya. Lalu dia bercerita kepada orang-orang. Maka dia biasa bercerita pada orang-orang apa yang dia lihat tentang keajaiban-keajaiban dalam dunia jin, lalu orang-orang berkata: Kisah itu adalah khurafat)).

    -----

    DERAJAT HADITS: LEMAH:

    Ini adalah hadits yang lemah; Diriwayatkan oleh Ahmad (6/157), Al-Tirmidzi dalam “Al-Shamael” (240), Abu Ya’la dalam “Musnad” (7/419) No. (4442), Al-Bazzar (Kashf Al -Astar) (2475), dan lainnya, melalui Abu Aqeel Al-Thaqafi Abdullah Bin Aqiil, dari Mujalid Bin Said, dari 'Aamir, dari Masruq, dari Aisyah dengan lafadz diatas.

    Al-Bazzar berkata:

    لَا نَعْلَمُهُ يُرْوَى إِلَّا مِنْ حَدِيثِ عَائِشَةَ، وَأَبُو عَقِيلٍ مَشْهُورٌ.

    Kami tidak tahu bahwa itu diriwayatkan kecuali dari hadits Aisyah, dan Abu Aqeel adalah terkenal

    Sanad ini lemah. Karena kelemahan Mujahid bin Said, namun terjadi ketidaksepakatan tentang maushul dan mursalnya. Maka Ibnu Rahawayh memasukkannya ke dalam “Musnad” (1436) dari Abu Usamahh, dari Mujalid, dari Amer… dalam sanad mursal.

    Itulah sebabnya Al-Daraqutni berkata dalam “ Al-Illal ” (3635):

    "وَالْمُرْسَلُ أَشْبَهُ بِالصَّوَابِ".

    “Mursal itu lebih mungkin benar.”

    Al-Daraqutni ditanya tentang hadits Masruq, dari Aisyah yang tersebut di atas ?

    Maka dia menjawab:

    يَرْوِيهُ مُجَالِد، وَاخْتُلِّفَ عَنْهُ؛ فَرَوَاهُ أَبُو عَقِيلِ الثَّقَفِيّ، وَاسْمُهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَقِيلٍ، أَحَدُ الثِّقَات، عَنْ مُجَالِد، عَنِ الشُّعْبِيّ، عَنْ مَسْرُوقٍ، عَنْ عَائِشَة.

    وَكَذَلِكَ قَالَ أَحْمَدُ بْنُ أَبِي بَدِيلٍ، عَنْ أَبِي أُسَامَةَ، عَنْ مُجَالِد، وَغَيْرُهُمَا يَرْوِيهُ عَنْ أَبِي أُسَامَةَ عَنْ مُجَالِد، عَنِ الشُّعْبِيّ مُرْسَلًا، وَالْمُرْسَلُ أَشْبَهُ بِالصَّوَابِ".

    Mujahid meriwayatkannya, dan diperselihkan darinya. Diriwayatkan oleh Abu Aqeel Al-Thaqafi, dan namanya adalah Abdullah bin Aqeel, salah satu yang dapat dipercaya, dari Mujalid, dari Al-Sha'bi, dari Masruq, dari Aisyah.

    Demikian juga, kata Ahmad bin Abi Badil, dari Abi Usamah, dari Mujalid, dan lain-lain yang meriwayatkannya dari Abi Usamah dari Mujalid, dari Al-Sha'bi dalam sanad mursal, dan mursal lebih mendekati yang benar.[“ Al-Illal ” (3635)]

    Dan Syekh Al-Albani mengklasifikasikannya sebagai hadits yang lemah dalam “ Al - Da’ifah” (1712) karena adanya Mujalid bin Said saja, dan dia tidak menemukan illat perbedaan antara sanadnya maushul dan mursal.

    Sementara Syekh Syu'aib Al-Arna'uth mengklasifikasikannya sebagai lemah dalam "Tahqiq Al-Musnad" (42/141), karena kelemahan Mujalid, dan perbedaan sanad atasnya, dan dia menyebutkan perkataan Al-Daraqutni.

    -----

    JALUR LAIN RIWAYAT HADITS KHURAFAT:

    Sanad hadits Khurafat ini memiliki jalur lain dari Aisyah, semoga Allah meridhoinya.

    Al-Hafidz Ibnu Hajar menyebutkannya dalam “Al- Ishabah ” (2/ 232) dalam [ترجمة خُرافة العذري / Biografi Khurafat Al-'Adzari], dan dia berkata:

    الَّذِي يُضْرَبُ بِهِ الْمَثَلُ، فَيُقَالُ: حَدِيثُ خُرَافَةٍ، لَمْ أَرَ مَنْ ذَكَرَهُ فِي الصَّحَابَةِ، إلَّا أَنِّي وَجِدْتُ مَا يَدُلُّ عَلَى ذَلِكَ؛ فَإِنَّنِي قَرَأْتُ فِي كِتَاب "الْأَمْثَال" لِلْمُفَضَّلِ الضُّبَيِّ قَالَ: ذَكَرَ إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَبَانَ الْوَرَاقِ، عَنْ زِيَادِ الْبَكَائِيِّ، عَنْ عَبْدِالرَّحْمَنِ بْنِ الْقَاسِمِ، عَنْ أَبِيهِ الْقَاسِمِ بْنِ عَبْدِالرَّحْمَنِ، قَالَ: سَأَلْتُ أَبِي - يَعْنِي عَبْدِالرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدِاللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ - عَنْ حَدِيثِ خُرَافَةٍ، فَقَالَ: بَلَغَنِي عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا قَالَتْ لِلنَّبِيِّ ﷺ: حَدِّثْنِي بِحَدِيثِ خُرَافَةٍ، فَقَالَ: ((رَحِمَ اللَّهُ خُرَافَةَ، إِنَّهُ كَانَ رَجُلًا صَالِحًا، وَإِنَّهُ أَخْبَرَنِي أَنَّهُ خَرَجَ لَيْلَةً لِبَعْضِ حَاجَتِهِ، فَلَقِيهِ ثَلَاثَةٌ مِنَ الْجِنِّ، فَأَسَرُّوهُ، فَقَالَ وَاحِدٌ: نَسْتَعْبِدُهُ، وَقَالَ آخَرُ: نُعْتِقُهُ، فَمَرَّ بِهِمْ رَجُل... فَذَكَرَ قِصَّةً طَوِيلَةً))؛ انتَهَى كَلَامُهُ.

    “ Yang digunakan sebagai pepatah, yaitu dikatakan: " Hadits Khurafat". Saya tidak menemukan sesuatu yang menunjukkan bahwa dia itu salah seorang di antara kalangan para Sahabat, akan tetapi saya menemukan sesuatu yang menunjukkan hal itu ; karena saya membaca di buku "al-Amtsaal" karya Mufadh-dhal Al-Dhabbi, dia berkata:

    Ismail bin Abbaan Al-Warraaq menyebutkan, dari Ziyad Al-Baka'i, dari Abdur Rahman bin Al-Qasim, dari ayahnya Al-Qasim bin Abd Al -Rahman, dia berkata: Saya bertanya kepada ayah saya - maksud saya Abdur Rahman bin Abdullah bin Mas'uud - tentang sebuah hadits khurafat?

    Maka dia berkata: Telah sampai kepadaku dari Aisyah bahwa dia berkata kepada Nabi :

    حَدِّثْنِي بِحَدِيثِ خُرَافَةٍ، فَقَالَ: ((رَحِمَ اللَّهُ خُرَافَةَ، إنَّهُ كَانَ رَجُلًا صَالِحًا، وَإِنَّهُ أَخْبَرَنِي أَنَّهُ خَرَجَ لَيْلَةً لِبَعْضِ حَاجَتِهِ، فَلَقِيهِ ثَلَاثَةٌ مِنَ الْجِنِّ، فَأَسَرُّوهُ، فَقَالَ وَاحِدٌ: نَسْتَعْبِدهُ، وَقَالَ آخَرُ: نُعْتِقُهُ، فَمَرَّ بِهِمْ رَجُل... فَذَكَرَ قِصَّةً طَوِيلَةً))

    Ceritakan kepadaku tentang hadits Khurafat, maka beliau  berkata:

    ((Semoga Allah merahmati Khurafat, sesungguhnya dia adalah orang yang saleh, dan sesungguhnya dia mengkabarkan kepadaku bahwa dia pergi pada suatu malam untuk beberapa kebutuhannya, tiba-tiba ada tiga dari jin bertemu dengannya, lalu mereka menawannya, maka salah satunya berkata: Kami akan memperbudaknya. Yang lain berkata: Kami akan membebaskannya. Kemudian seorang pria melewati mereka...... Lalu dia menyebutkan kisah yang panjang.) [KUTIPAN BERAKHIR].

    ======

    HADITS KHURAFAT DARI 'AISYAH (R.A) YANG LENGKAP:

    Mufadhdhal Ibnu 'Aashim Ibnu Salamah, Abu Thalib [W. 290 H] menyebutkan dalam kitab Al-Faakhir [لفَاخِرُ] hal 169 [Ditahqiq oleh Abdun Na'im Al-Thohawiy]:

    وَذَكَرَ إِسْمَاعِيلُ بْنُ ابْنِ الْوَرَّاقِ قَالَ: حَدَّثَنَا زِيَادُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْبَكَّائِيُّ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْقَاسِمِ عَنْ أَبِيهِ الْقَاسِمِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَ: سَأَلْتُ أَبِي عَنْ حَدِيثٍ خُرَافَةٍ وَعَنْ كَثْرَةِ ذِكْرِ النَّاسِ لَهُ، فَقَالَ: إِنَّ لَهُ حَدِيثًا عَجِبًا. ثُمَّ قَالَ: بَلَغَنِي:
    أَنَّ عَائِشَةَ قَالَتْ لِلنَّبِيِّ ﷺ: " يَا نَبِيَّ اللَّهِ حَدَّثْنِي بِحَدِيثٍ خُرَافَةٍ". فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ:
    "
    رَحِمَ ‌اللَّهُ ‌خُرَافَةَ. ‌إِنَّهُ ‌كَانَ ‌رَجُلاً ‌صَالِحًا، وَأَنَّهُ أَخْبَرَنِي أَنَّهُ خَرَجَ ذَاتَ لَيْلَةٍ فِي بَعْضِ حَاجَاتِهِ، فَبَيْنَمَا هُوَ يَسِيرُ إِذَ لَقِيَهُ ثَلَاثَةُ نَفَرٍ مِنَ الْجِنِّ فَأَسْرَوْهُ. أَوْ قَالَ: فَسَبُّوهْ. فَقَالَ وَاحِدٌ مِنْهُمْ: نَعْفُو عَنْهُ. وَقَالَ آخَرُ: نَقْتُلُهُ. وَقَالَ آخَرُ: نَسْتَعْبِدُهُ. فَبَيْنَمَا هُمْ يَتَشَاوَرُونَ فِي أَمْرِهِ إِذَ وَرَدَ عَلَيْهِمْ رَجُلٌ، فَقَالَ: السَّلَامُ عَلَيْكُمْ. فَقَالُوا: وَعَلَيْكُ السَّلَامُ. قَالَ: مَا أَنْتُمْ؟ قَالُوا: نَفَرٌ مِنَ الْجِنِّ أَسْرَنَا هَذَا، فَنَحْنُ نَتَشَاوَرُ فِي أَمْرِهِ.
    فَقَالَ: إِنْ حَدَّتْكُمْ بِحَدِيثٍ عَجَبٍ فَهَلْ تُشَرِّكُونَنِي فِيهِ؟ قَالُوا: نَعَمْ. قَالَ: إِنِّي كُنْتُ رَجُلاً مِنَ اللَّهِ بِخَيْرٍ، وَكَانَتْ لِلَّهِ عَلَيَّ نِعْمَةٌ فَزَالَتْ وَرَكِبَنِي دِين، فَخَرَجْتُ هَارِبًا. فَبَيْنَمَا أَنَا أَسِيرٌ إِذَ أَصَابَنِي عَطَشٌ شَدِيدٌ فَصِرْتُ إِلَى بِئْرٍ، فَنَزَلْتُ لِأَشْرَبَ فَصَاحَ بِي صَائِحٌ مِنَ الْبِئْرِ: مَهْ. فَخَرَجْتُ وَلَمْ أَشْرَبْ. فَغَلَبَنِي الْعَطَشُ فَعَدْتُ. فَصَاحَ مَهْ: فَخَرَجْتُ وَلَمْ أَشْرَبْ.

    ثُمَّ عَدْتُ الثَّالِثَةَ فَشَرِبْتُ وَلَمْ أَلْتَفِتْ إِلَى الصَّوْتِ، فَقَالَ قَائِلٌ مِنَ الْبِئْرِ: اللَّهُمَّ إِنْ كَانَ رَجُلاً فَحَوَّلْهُ امْرَأَةً، وَإِنْ كَانَتْ امْرَأَةً فَحَوَّلْهَا رَجُلاً. فَإِذَا أَنَا امْرَأَةٌ. فَأَتِيتُ مَدِينَةً قَدْ سَمَّاهَا، نَسِي زِيَادٌ اسْمَهَا، فَتَزَوَّجَتْ مِنِي رَجُلٌ فَوَلَدْتُ لَهُ وَلَدَيْنِ.

    ثُمَّ إِنَّ نَفْسِي تَاقَتْ إِلَى الرَّجُوعِ إِلَى مَنْزِلِي وَبَلَدِي، فَمَرَّتْ بِالْبِئْرِ الَّتِي شَرِبْتُ مِنْهَا فَنَزَلْتُ لِأَشْرَبَ، فَصَاحَ بِي كَمَا صَاحَ فِي الْمَرَّةِ الْأُولَى فَلَمْ أَلْتَفِتْ إِلَى الصَّوْتِ وَشَرِبْتُ. فَقَالَ: اللَّهُمَّ إِنْ كَانَ رَجُلاً فَحَوَّلْهُ امْرَأَةً، وَإِنْ كَانَتْ امْرَأَةً فَحَوَّلْهَا رَجُلاً، فَعَدَتُ رَجُلاً كَمَا كُنتُ.

    فَأَتَيْتُ الْمَدِينَةَ الَّتِي أَنَا مِنْهَا فَتَزَوَّجَتْ امْرَأَةً فَوَلَدْتُ لِي وَلَدَيْنِ، فَلِيَ ابْنَانِ مِنْ ظَهْرِي وَابْنَانِ مِنْ بَطْنِي. فَقَالُوا: سُبْحَانَ اللَّهِ إِنَّ هَذَا لَعَجَب! أَنْتَ شَرِيكُنَا فِيه.

    فَبَيْنَمَا هُمْ يَتَشَاوَرُونَ فِيهِ إِذَ وَرَدَ عَلَيْهِمْ ثَوْرٌ يَطِير، فَلَمَّا جَاوَزَهُمْ إِذَا رَجُلٌ بِيَدِهِ خَشَبَةٌ يُحْضِرُ فِي أَثَرِهِ، فَلَمَّا رَآهُمْ وَقَفَ عَلَيْهِمْ فَقَالَ: مَا شَأَنُكُمْ؟ فَرَدُّوا عَلَيْهِ مِثْلَ مَرَدِّهِمْ عَلَى الْأُوْلَى.

    فَقَالَ: إِنْ حَدَّتْكُمْ أَعْجَبُ مِنْ هَذَا أَتُشَرِّكُونَنِي فِيهِ؟ قَالُوا: نَعَمْ. قَالَ: كَانَتْ لِي عَمٌّ وَكَانَ مَوْسِرًا، وَكَانَتْ لَهُ ابْنَةٌ جَمِيلَةٌ. وَكُنَّا سَبْعَةَ أَخْوَةٍ. فَخَطَبَهَا رَجُلٌ، وَكَانَ لَهُ عِجْلٌ يُرْبِيهِ. فَأَفْلَتَ الْعِجْلُ وَنَحْنُ عَنْهُ، فَقَالَ: أَيُّكُمْ رَدَّهُ فَابْنَتِي لَهُ. فَأَخَذَتْ خَشَبَتِي هَذِهِ وَاتَزَرْتُ ثُمَّ أَحْضَرَتْ فِي أَثَرِهِ وَأَنَا غُلَامٌ، وَقَدْ شِبْتُ، فَلَا أَنَا أَلْحَقُهُ وَلَا هُوَ يَنْكُلُ.

    فَقَالُوا: سُبْحَانَ اللَّهِ إِنَّ هَذَا لَعَجَب! أَنْتَ شَرِيكُنَا فِيه.

    فَبَيْنَمَا هُمْ كَذَلِكَ إِذَ وَرَدَ عَلَيْهِمْ رَجُلٌ عَلَى فَرْسٍ لَهُ أُنْثَى، وَغُلَامٌ لَهُ عَلَى فَرْسٍ رَائِعٍ فَسَلَّمَ كَمَا سَلَّمَ صَاحِبَيْهِ وَسَأَلَ كَسُؤَالِهِمَا. فَرَدُّوا عَلَيْهِ كَمَرَدِّهِمْ عَلَى صَاحِبَيْهِ.

    فَقَالَ: إِنْ حَدَّتْكُمْ بِحَدِيثٍ أَعْجَبُ مِنْ هَذَا أَتُشَرِّكُونَنِي فِيهِ؟ قَالُوا: نَعَمْ. فَهَاتِ حَدِيثَكَ. قَالَ: كَانَتْ لِي أُمٌّ خَبِيثَةٌ، ثُمَّ قَالَ لِلْفَرَسِ الْأُنْثَى الَّتِي تَحْتَهُ أَكَذَاكِ هُوَ؟ فَقَالَتْ بِرَأْسِهَا: نَعَمْ. وَكُنَّا نَتَّهِمُهَا بِهَذَا الْعَبْدِ، وَأَشَارَ إِلَى الْفَرَسِ الَّذِي تَحْتَ غُلَامِهِ، ثُمَّ قَالَ لِلْفَرَسِ أَكَذَاكِ؟ فَقَالَ: بِرَأْسِه. نَعَمْ. فَوَجَّهُوا غُلَامِي هَذَا الرَّاكِبِ عَلَى الْفَرَسِ ذَاتِ يَوْمٍ فِي بَعْضِ حَاجَاتِي فَحَبَسُوهُ عَنْهَا.

    فَأَغْفَى فَرَأَى فِي مَنَامِهِ كَأَنَّهَا صَاحَتْ صِيحَةً، فَإِذَا هِيَ بِجُرْذٍ قَدْ خَرَجَ، فَقَالَتْ لَهُ: امْخُرْ فَمََخَرْ، ثُمَّ قَالَتْ اِكْرُرْ فَكَرَّرْ. ثُمَّ قَالَتْ ازْرَعْ فَزَرَعْ، ثُمَّ قَالَتْ اَحْصُدْ فَحَصَدْ. ثُمَّ قَالَتْ دُسْ فَدَسْ. ثُمَّ دَعَتْ بِرَحَى فَطَحِنَتْ بِهَا قَدْحَ سَوِيق. فَانْتَبَهَ الْغُلَامُ فَزَعًا مُرَّوِعًا. فَقَالَتْ لَهُ: ائْتِ بِهَذَا مَوْلاكَ فَاسْقِهُ إِيَّاهُ.

    فَأَتَى غُلامِي فَحَدَّثَنِي بِمَا كَانَ مِنْهَا، وَقَصَّ عَلَيَّ الْقِصَّةَ. فَاحْتَلَتْ لَهُمَا جَمِيعًا حَتَّى سَقَيْتُهُمَا الْقَدْحَ، فَإِذَا هِيَ فَرَسٌ أُنْثَى وَإِذَا هُوَ فَرَسٌ ذَكَرٌ. أَكَذَاكِ؟ فَقَالَا بِرَءْسِيهِمَا: نَعَمْ. فَقَالُوا: يَا سُبْحَانَ اللَّهِ إِنَّ هَذَا أَعْجَبُ شَيْءٍ سَمِعْنَاهُ! أَنْتَ شَرِيكُنَا فِيه. فَأَجْمَعُوا رَأْيَهُمْ فَأَعْتَقُوا خُرَافَةً. فَأَتَى النَّبِيُّ ﷺ فَأَخْبَرَهُ بِهَذَا الْخَبَرِ.

    Ismail bin Ibn Al-Warraq menyebutkan bahwa dia berkata: Ziyad bin Abdullah Al-Baka'i memberi tahu kami dari Abdur Rahman bin Al-Qasim dari ayahnya Al-Qasim bin Abdur Rahman berkata: Saya bertanya kepada ayah saya tentang Khurafat dan tentang berapa banyak orang yang menyebut dia ?

    Maka dia berkata: Dia memiliki hadits yang luar biasa. Kemudian dia berkata: Telah sampai kepadaku:

    Bahwa Aisyah berkata kepada Nabi : " Wahai Nabi Allah, beri tahu aku Khurafat ".

    Maka beliau  bersabda:

    ((Semoga Allah merahmati Khurafat, sesungguhnya dia adalah orang yang saleh, dan sesungguhnya dia mengkabarkan kepadaku bahwa dia pergi pada suatu malam untuk beberapa kebutuhannya, namun ketika dia dalam perjalanan tiba-tiba ada tiga orang dari bangsa jin bertemu dengannya, lalu mereka menawannya - Atau dia berkata: mereka mencacinya - maka salah satunya berkata: Kami akan memaafkannya. Yang lain berkata: Kami akan membunuhnya. Yang lain berkata: Kami akan memperbudaknya.

    Ketika mereka bertiga berunding untuk menentukan perkara orang tersebut, tiba-tiba ada seorang pria melewati mereka, lalu dia berkata: Assalamu 'alaikum. Maka mereka menjawabnya: Wa'alaikas salam.

    Dia bertanya: Ada apa dengan kalian ?

    Mereka menjawab: Kami sekelompok jin menawan orang ini, dan kami sedang bermusyawarah tentang perkara untuk orang ini.

    Lalu dia berkata: Jika saya memberi tahu Anda sebuah hadits yang ajaib, apakah kalian bertiga akan bergabung dengan saya di dalamnya?

    Mereka berkata: Ya. Dia berkata: Dulu saya adalah orang yang mendapatkan limpahan rizki dan nikmat dari Allah pada diri saya, lalu semua itu hilang dan saya menanggung beban hutang, maka saya melarikan diri.

    Saat saya berjalan, tiba-tiba saya merasa sangat haus, lalu saya sampai di sebuah sumur, maka saya turun untuk minum, namun tiba-tiba terdengar suara teriakan dari sumur itu, meneriaki saya: " Mah [jangan]!" Maka saya pun bergegas keluar dan tidak jadi minum.

    Rasa haus semakin menguasai saya, maka saya pun kembali. Dan terdengar kembali suara terikan " Mah [jangan] !", maka saya pun segera keluar dan tidak minum.

    Kemudian saya kembali lagi untuk yang ketiga kalinya dan aku pun minum tanpa memperdulikan suaranya. Lalu terdengar ada yang berkata dari dalam sumur: " Ya Allah, jika orang itu adalah laki-laki, jadikanlah dia perempuan, dan jika dia itu perempuan, jadikanlah dia laki-laki!".

    Maka tiba-tiba saya berubah menjadi seorang wanita. Lalu saya datang ke sebuah kota - yang dia sebutkan namanya tapi Ziyad [perawi hadits] lupa namanya -. Lalu ada seorang laki-laki menikah denganku, dan aku melahirkan untuknya dua anak laki-laki.

    Kemudian jiwaku merindukan untuk kembali ke rumahku dan negeriku. Lalu aku melewati sumur yang dulu tempat aku minum dan turun untuk minum. Lalu terdengarlah suara teriakan padaku seperti dia dulu berteriak pertama kali, tetapi saya tidak memperhatikan suaranya dan saya pun minum. Lalu dia berkata: "Ya Allah, jika orang itu laki-laki, maka ubahlah menjadi wanita, dan jika dia itu wanita, maka ubahlah menjadi laki-laki ". Maka saya berubah menjadi seorang pria seperti saya dulu. Lalu saya datang ke kota asal saya dan saya pun menikah dengan seorang wanita yang kemudian dia melahirkan untuk saya dua anak laki-laki.

    Maka dengan demikian Saya memiliki dua anak laki-laki dari punggung saya dan dua anak laki-laki dari perut saya.

    Lalu mereka bertiga berkata: " Subhanallah !, ini adalah keajaiban! Anda adalah mitra kami di dalamnya".

    Maka ketika mereka bertiga sedang bermusyawarah tentang hal itu, tiba-tiba seekor banteng terbang mendatangi mereka. Dan ketika ia melewati mereka, tiba-tiba ada seorang pria ditangannya ada sepotong kayu yang dihadirkan dalam jejaknya. Maka ketika dia melihat mereka, dia berdiri di depan mereka dan berkata: Ada apa dengan urusan kalian?

    Lalu mereka menjawab padanya sebagaimana mereka menjawab pada orang yang pertama.

    Lalu orang itu berkata: Jika saya memberi tahu kalian sesuatu yang lebih menakjubkan dari ini, maukah Anda bergabung dengan saya di dalamnya?

    Mereka berkata: Ya.

    Maka dia berkata: Saya memiliki seorang paman yang kaya dan memiliki seorang putri yang cantik. Dan kami adalah tujuh bersaudara. Namun telah ada seorang pria yang melamarnya. Dan dia memiliki anak sapi yang dia pelihara, lalu anak sapi itu kabur saat kami bersamanya, maka dia berkata: "Siapa di antara kalian yang bisa mengembalikannya maka putriku untuknya".

    Maka saya pun mengambil kayu saya ini dan akupun segera mengencangkan ikat pinggang saya, lalu saya segera menelusuri jejaknya, yang saat itu saya adalah seorang anak laki-laki yang masih bocah, lalu tiba-tiba saya berubah menjadi orang yang sudah tua, maka saya pun tidak melanjutkan untuk menangkapnya, dan dia juga tidak mencelaku.

    Mereka berkata: Maha Suci Allah, ini adalah keajaiban! Anda adalah mitra kami di dalamnya.

    Maka ketika mereka sedang seperti itu, seorang laki-laki datang kepada mereka dengan seekor kuda betina, dan budaknya dengan seekor kuda jantan yang luar biasa, maka dia mengucapkan salam sebagaimana dua orang sebelumnya mengucapkan salam, dan bertanya sebagaimana dua orang sebelumnya bertanya. Dan Mereka pun menjawab kepadanya sebagaimana mereka menjawab pada dua orang sebelumnya.

    Lalu orang itu berkata: Jika saya memberi tahu Anda sebuah hadits yang lebih menakjubkan dari ini, maukah Anda bergabung dengan saya di dalamnya?

    Mereka berkata: Ya. Sebutkan hadits-mu.

    Dia berkata: " Saya memiliki ibu yang jahat". Kemudian dia bertanya kepada kuda betina yang ditungganginya: "Apakah dia seperti itu ?". Ia mengangguk: "Ya",

    Dan kami menuduhnya dengan budak ini, dan orang itu memberi isyarat pada kuda yang ditunggangi budaknya. Lalu dia bertanya kepada kuda itu: “Bukankah dia seperti itu ?”. Ia mengangguk: " Ya ".

    Suatu hari saya menugaskan budak saya, yang sedang menunggang kuda ini, untuk menyelesaikan sebagian kebutuhan saya, namun ibu yang jahat itu mengurungnya bersamanya.

    Maka budakku tertidur lelap, dan dalam tidurnya dia bermimpi melihat ibu yang jahat itu seolah-olah berteriak dengan sebuah teriakan, maka tiba-tiba dia [ibu yang jahat] melihat tikus besar keluar. Lalu dia berkata: "Jalanl ! maka dia jalan sambil membelah air." Lalu dia berkata, "Mundur!", dan dia pun mundur. Lalu dia berkata: "Taburlah!" maka dia pun menabur. Lalu dia berkata: "Tuai-lah!", maka dia pun menuai. Lalu dia berkata: "Injak!" maka dia pun menginjak.

    Kemudian dia minta di hadirkan Rohaa [alat penggilingan yang digerakkan dengan tangan], lalu dengannya dia mengiling secangkir tepung.

    Lalu budak itu terbangun dari tidur dalam keadan terkejut serta ketakutan. Ibu yang jahat itu berkata kepadanya: " Bawa ini ke tuanmu dan beri dia minum dengannya ".

    Lalu budakku datang dan dia memberi tahu kepada saya apa yang terjadi dengan ibu yang jahat itu, dan menceritakan kisahnya kepada saya.

    Lalu saya pun menahan mereka berdua hingga saya berhasil memberi minum mereka dengan secangkir air tersebut. Maka tiba-tiba ibu yang jahat itu berubah menjadi kuda betina, sementara budakku berubah menjadi kuda jantan: " Bukankah seperti itu ?".

    Maka kedua-duanya mengangguk: "Ya".

    Mereka berkata: Ya Subhanallah, ini adalah hal yang paling menakjubkan yang pernah kami dengar! Anda adalah mitra kami di dalamnya.

    Maka mereka pun bersepakat dalam pendapatnya, lalu mereka membebaskan KHURAFAT. Lalu dia [Khurafat] mendatangi Nabi , dan menyampaikan kisah ini kepada beliau .

    DERAJAT HADITS KHURAFAT:

    Hadits ini di anggap dhaif oleh syeikh al-Albani dalam Dhaif al-Jami' ash-Shogiir hal. 457 no. 3110. Namun Imam Sayuthi dalam al-Jami' ash-Shagiir no. 4417 mengisyaratkannya HASAN.

    Dan Imam Tirmidzi berkata: " هذا حديث غريب حسن / Ini hadits Hasan Ghoriib ". [Sunan Tirmidzi 2/295 no. 430, Tahqiq Syeikh Syakir].

    Penulis katakan:

    Ini adalah sanad yang lemah: Ziyad Al-Bakaa'i, dia adalah Ibnu Abdullah.

    Ibnu Hajar berkata dalam “al-Taqriib” hal. 220 no. 2085 :

    "صدوق ثبتٌ في المغازي، وفي حديثه عن غير ابن إسحاق لين، ولم يثبت أن وكيعًا كذَّبه. ثمَّ إنه منقطع بين عبدالرحمن بن عبدالله بن مسعود وعائشة، أخذه عن راوٍ مجهول، بقوله: بلغني عن عائشة، والله أعلم.

    “Dia adalah Saduq Tsabat dalam al-Maghazi, tapi dalam haditsnya dari selain Ibnu Ishaq dia adalah layyin, dan tidak terbukti bahwa Waki' mengannggapnya pendusta."

    Kemudian sanadnya terputus antara Abdur-Rahman bin Abdullah bin Mas'oud dan Ai'syah, yang dia ambil dari paerawi yang majhul [tidak dikenal], dengan mengatakan: بَلَغَنِي عَنْ عَائِشَةَ Telah sampai kepada saya dari Aisyah ". Wallahu a'lam ".

    Dan ada riwayat lain dari Anas, semoga Allah meridhoinya, dan itu adalah riwayat yang sangat lemah. Seperti yang di sebutkan dalam " adh-Dha'ifah" (1713).

    Oleh karena itu, dia terkenal di kalangan ulama bahwa Khurafat adalah nama seorang pria 'Adzrah [عَذْرَةٌ] yang tergoda jin. Maka dia biasa menceritakan apa yang dia lihat, tetapi mereka menganggapnya berdusta, dan mereka berkata:

    حَدِيثُ خُرَافَةَ، وَأَجْرَوْهُ عَلَى كُلِّ مَا يُكَذِّبُونَهُ مِنَ الأَحَادِيثِ

    Hadits Khurafat, dan mereka mengelompokannya dalam setiap riwayat yang mereka anggap dusta

    [Lihat: Al-Muhkam wa'l-Muhith al-A'dzam (5/171), Al-Shihaah (4/1349), Al-Nihaayah fi Gharib al-Hadith (2/25), Lisan al-'Arab (9 /65)].

    Al-Khalil bin Ahmad berkata:

    وَالخُرَافَةُ: حَدِيثٌ مُسْتَمْلَحٌ كَذِبٌ، وَخَرَّفْتُ فُلَانًا: حَدَّثْتُهُ بِالخُرَافَاتِ

    “Dan Al-Kharafat: adalah hadits yang didasarkan pada kebohongan. Dan di katakan:

    وخَرَّفْتُ فلانًا

    Artinya: Saya menceritakan padanya dengan penuh khurafat ” [al-'Ain 4/252].

    -----

    ADA YANG MENGATAKAN:

    إِنَّ رَجُلًا أَخَذَهُ الجِنُّ فِي زَمَنِ عُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، فَكَانَ فِيهِمْ، فَاعْتَبَرَهُ عُمَرُ بْنُ الخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فِي حُكْمِ المَفْقُودِ، فَأَبَانَ امْرَأَتَهُ بَعْدَ أَرْبَعِ سِنِينَ، فَحَاضَتْ وَانْقَضَتْ عِدَّتُهَا وَتَزَوَّجَتْ، فَتَرَكَهُ الجِنُّ، فَخَيَّرَهُ عُمَرُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ بَيْنَ أَنْ يَرُدَّهَا عَلَيْهِ وَبَيْنَ المَهْرِ [طَلِبَةُ الطَّلَبَةِ (ص/ 95)].

    Seorang pria dibawa oleh jin pada masa Umar ibn al-Khattab, semoga Allah meridhoinya, dan dia sebelumnya ada di antara mereka, maka Umar ibn al-Khattab, semoga Allah meridhoinya, menganggapnya sama hukumnya dengan orang hilang. Lalu beliau menjatuhkan hukum Talak Bain pada istrinya setelah menunggu empat tahun, lalu dia haidh hingga berakhir masa iddahnya dan dia menikah dengan pria lain.

    Setelah itu jin yang menyanderanya melepaskannya, maka Omar, semoga Allah meridhoinya, memberinya pilihan: antara dia mengembalikan istrinya kepadanya atau mas kawin. [Baca: Tholabah ath-Tholabah hal, 95]

    Najmud-Din al-Nasafi, semoga Allah merahmatinya, berkata:

    "وَكَانَ شَيْخُنَا الإِمَامُ الخَطِيبُ إِسْمَاعِيلُ بْنُ مُحَمَّدٍ النُّوحِيُّ النَّسَفِيُّ رَحِمَهُ اللهُ يَحْكِي عَنِ الشَّيْخِ الإِمَامِ شَمْسِ الأَئِمَّةِ عَبْدِالعَزِيزِ بْنِ أَحْمَدَ الحَلْوَانِيِّ رَحِمَهُ اللهُ: أَنَّ هَذَا المَفْقُودَ كَانَ اسْمُهُ خُرَافَةَ، وَكَانَ بَعْدَ رُجُوعِهِ عَنِ الجِنِّ يَحْكِي بَيْنَ أَصْحَابِهِ أَشْيَاءَ مِنْهُمْ، يَتَعَجَّبُونَ مِنْهَا، وَكَانُوا لَا يَقِفُونَ عَلَى صِحَّتِهَا، فَكَانُوا يَقُولُونَ: هَذَا حَدِيثُ خُرَافَةَ."

    Syekh kami, al-Imam al-Khatib Isma`il bin Muhammad an-Nauhi an-Nasafi, rahimahullah, biasa meriwayatkan dari syekh, imam Syams al-A'immah, Abdulaziz bin Ahmad al-Halwaani rahimahullah: Bahwa orang hilang ini namanya Khurafat, dan setelah dia kembali dari alam jin, dia menceritakan di antara para sahabatnya hal-hal dari jin. Mereka pun terkagum-kagum akan hal itu, dan mereka tidak berusaha meneliti kebenaran kisah-kisah tersebut, maka mereka biasa mengatakan: Ini adalah hadits Pak Khurafat ". [Baca: Tholabah ath-Tholabah hal, 96] ”.

    ======

    KESIMPULAN ARTI DAN MAKNA KATA KHURAFAT:

    Sesungguhnya Khurafat telah menjadi pepatah atau permisalan ketika mendengar sesuatu yang tidak diketahui kebenarannya. [Baca: Tholabah ath-Tholabah hal, 96]

    Dan mereka menjadikannya untuk setiap cerita yang tidak ada kebenarannya [Zahr al-Akam fil Amtsaal wal Hikam (2/100)].

    Sehingga dikatakan setiap kebohongan yang aneh: adalah sebuah khurafat [Tahdziibb Al-Lughah (7/ 151)].

    Dan makna khurafat di antara orang-orang adalah kata-kata yang tidak ada keshahihan di dalamnya [[Baca: Tholabah ath-Tholabah hal, 96].

    Sampai dikatakan: Untuk segala kepalsuan dan omong kosong: adalah khurafat [Rabii’ al-Abraar wa Nushuush al-Akhyaar (4/ 350)]. 

    Khurafat adalah pepatah yang telah berjalan sejak masa kuno dan modern [[Zahr al-Akam fil Amtsaal wal Hikam (2/100)].

    FAIDAH:

    Ash-Shafadi berkata:

    "وَيَقُولُونَ خُرَّافَةُ، وَالصَّوَابُ: خُرَافَةُ؛ بِالتَّخْفِيفِ".

    "Dan mereka mengatakan: khurrafat [dengan tasydid huruf roo'], dan yang benar adalah: khurafat ; dengan tanpa tasydid". [Tash-hiih at-Tash-hiif wa Tahriir at-Tahriif hal. 240]

    =======

    KOSA KATA YANG TERKAIT DENGAN TOPIK KHURAFAT:

    Pertama: الأسَاطِير jamak dari أُسْطُوْرَة [cerita legenda]:

    Yaitu: hal-hal yang tertulis dalam kitab-kitab kuno tentang hal-hal yang dusta, palsu, dan hal-hal yang tidak ada kebenarannya. dan dikatakan:الأسَاطِير adalah cerita-cerita yang tidak memiliki aturan. [Lisan al-Arab (4/363), Mukhtar al-Sihah (hal. 147), Adhwaa al-Bayan (2/362), (7/226).]

    Kedua: الهَذْيَانُ: kata-kata yang tidak masuk akal. [Al-'Ain 4/81]

    Dikatakan: هَذَى هَذْيًا وهَذَيانًا, yakni: Dia mengucapkan kata-kata yang tidak masuk akal dalam kondisi sakit atau lainnya. [المُحْكَمُ وَالمُحِيطُ الأعْظَمُ (4/ 378)].

    ====***====

    PENTINGNYA PEMBAHASAN TENTANG KHURAFAT:

    Muncul ide untuk menulis makalah ini. Untuk menunjukkan bahwa umat Islam adalah: “umat yang lurus", ''objektif", "rasionalis", "responsif”, "penengah" dan “ahli kiblat” - memiliki kriteria dan standar yang tersendiri dalam menghadapi apa yang diterima dari sains, berita, fakta dan peristiwa, dan begitu pula apa saja informasi yang diambil dari nya. 

    Maka umat Islam tidak mau menerima asumsi atau praduga palsu, dusta, khurafat, legenda, delirium, mitos dan takhayyul. Juga tidak menerima apa yang tidak didasarkan pada nukilan yang benar dan tidak pada akal sehat. Juga tidak menerima uji coba yang tidak nyata terbukti, dan klaim yang tidak memiliki dasar dalam hal dalil, kejelasan [البيِّنة], dan pembuktian [البُرْهَانُ]. Juga tidak menerima dongeng yang aneh-aneh dan ajaib. Dan juga tidak menerima keyakinan-keyakinan yang bathil dan sangat lemah. 

    Oleh karena itu, Anda menemukan umat Islam memiliki landasan yang istimewa dan berbeda dalam berdebat, yang berdasarkan ilmu, keadilan, dan semangat untuk memberikan hidayah kepada manusia dengan menegakkan argumen, dalam rangka untuk membela kebenaran dan menghancurkan kebathilan dan kepalsuan.

    Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata:

    " الْمُنَاظَرَةِ ‌الْعَادِلَةِ ‌الَّتِي ‌يَتَكَلَّمُ ‌فِيهَا ‌الْإِنْسَانُ ‌بِعِلْمٍ ‌وَعَدْلٍ، لَا بِجَهْلٍ وَظُلْمٍ ".

    “Perdebatan yang adil di mana seseorang berbicara dengan ilmu dan keadilan, bukan dengan kebodohan dan kedzaliman” [Minhaj as-Sunnah an-Nabawiyyah 2/343].

    Oleh karena itu, umat Islam ini telah memimpin dalam hal ini.

    ====***====

    UMAT ISLAM ADALAH UMAT PENENGAH 
    [YANG BIJAK, ADIL DAN UMAT PILIHAN]:

    Allah SWT berfirman:

    وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَٰكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِّتَكُونُوا۟ شُهَدَآءَ عَلَى ٱلنَّاسِ وَيَكُونَ ٱلرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا

    Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kalian (umat Islam), umat yang ditengah [adil dan pilihan] agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kalian [QS. Al-Baqarah: 143]

    Allah SWT memerintahkan Nabi-Nya  untuk memutuskan hukum antara orang-orang yang berbeda pendapat - dari kalangan Ahli Kitab dan lainnya - dengan adil, dan untuk menerima kebenaran yang ada pada mereka, dan menolak kebatilan yang ada pada mereka. 

    Dan itu ada dalam firman Allah SWT:

    ﴿ فَلِذَلِكَ فَادْعُ وَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَلا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَقُلْ آمَنْتُ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنْ كِتَابٍ وَأُمِرْتُ لأعْدِلَ بَيْنَكُمُ ﴾

    Artinya: " Maka karena itu serulah (mereka kepada agama ini) dan tetaplah sebagai mana yang diperintahkan kepada mu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan katakanlah: "Aku percaya kepada semua Kitab yang diturunkan Allah dan aku diperintahkan supaya berlaku adil diantara kalian". [QS. Asy-Syura: 15].

    Dan Allah SWT berfirman:

    ﴿ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَى أَنْفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ إِنْ يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقِيرًا فَاللَّهُ أَوْلَى بِهِمَا فَلَا تَتَّبِعُوا الْهَوَى أَنْ تَعْدِلُوا وَإِنْ تَلْوُوا أَوْ تُعْرِضُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا ﴾.

    " Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kalian orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap diri kalian sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabat kalian.

    Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kalian mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran.

    Dan jika kalian memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kalian kerjakan". [QS. An-Nisaa: 135].

    Dan Allah SWT berfirman:

    وَاِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُوْا وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبٰىۚ

    "Apabila kalian berbicara, bicaralah dengan adil, sekalipun dia kerabat (kalian )” [QS. ql-An'am: 152].

    Dan Allah SWT berfirman:

    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

    Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil.

    Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.

    Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Maidah: 8)

    ----

    FIQH DARI AYAT-AYAT DI ATAS:

    Yang sudah maklum dalam ilmu Ushul:

    أَنَّ الأَمْرَ لِلرَّسُولِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمْرٌ لِأُمَّتِهِ مَا لَمْ يَقُمْ عَلَى اخْتِصَاصِهِ بِهِ دَلِيلٌ

    Bahwa perintah untuk Rasulullah  adalah perintah juga untuk umatnya kecuali ada dalil yang menetapkan bahwa itu khusus untuk Nabi .

    Atau dengan ungkapam lain:

    الْخِطَابُ المُوَجَّهُ لِلرَّسُولِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنْ قَامَ دَلِيلٌ عَلَى خُصُوصِيَّتِهِ بِهِ، فَهُوَ خَاصٌّ لَا يَشْمَلُ الأُمَّةَ

    Al-Khithoob yang ditujukan kepada Rosulullah , jika ada dalil yang menunjukkan kekhususan untuk nya, maka itu adalah khusus dan tidak mancakup Umatnya".

    [Lihat: Rawdhat An-Nadzir (1/ 586), Taysiir Al-Karim Al-Rahman (hal. 755), Ushul Fiqih, alladzi Laa Yasa' al-Faqiih Jahluhu (hal. 293)].

    Dalam ayat ini dijelaskan tentang apa yang membedakan umat Rasulullah  , atas umat-umat lain, dalam hal yang berkaitan dengan menilai dan menghukumi perkataan-perkataan manusia, dan menjelaskan apa yang benar pada mereka dan apa yang salah pada mereka.

    Imam Ibnu al-Qayyim, rahimahullah berkata:

    فَهُمْ حُكَّامٌ بَيْنَ الطَّوَائِفِ، لَا يَتَحَيَّزُونَ إِلَى فِئَةٍ مِنْهُمْ عَلَى الإِطْلَاقِ، وَلَا يَرُدُّونَ حَقَّ طَائِفَةٍ مِنَ الطَّوَائِفِ، وَلَا يُقَابِلُونَ بِدْعَةً بِبِدْعَةٍ، وَلَا يَرُدُّونَ بَاطِلًا بِبَاطِلٍ، وَلَا يَحْمِلُهُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ يُعَادُونَهُمْ وَيُكَفِّرُونَهُمْ عَلَى أَنْ لَا يَعْدِلُوا فِيهِمْ؛ بَلْ يَقُولُونَ فِيهِمْ الْحَقَّ، وَيَحْكُمُونَ فِي مَقَالَاتِهِمْ بِالْعَدْلِ، وَاللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى أَمَرَ رَسُولَهُ أَنْ يَعْدِلَ بَيْنَ الطَّوَائِفِ فَقَالَ: ﴿فَلِذَٰلِكَ فَادْعُ وَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَقُلْ آمَنْتُ بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ مِنْ كِتَابٍ وَأُمِرْتُ لِأَعْدِلَ بَيْنَكُمُ﴾ [الشُّورَى: 15]، فَأَمَرَهُ سُبْحَانَهُ أَنْ يَدْعُوَ إِلَى دِينِهِ وَكِتَابِهِ، وَأَنْ يَسْتَقِيمَ فِي نَفْسِهِ كَمَا أَمَرَهُ، وَأَنْ لَا يَتَّبِعَ هَوَى أَحَدٍ مِنَ الفِرَقِ، وَأَنْ يُؤْمِنَ بِالْحَقِّ جَمِيعِهِ وَلَا يُؤْمِنَ بِبَعْضِهِ دُونَ بَعْضٍ، وَأَنْ يَعْدِلَ بَيْنَ أَرْبَابِ المَقَالَاتِ وَالدِّيَانَاتِ، وَأَنْتَ إِذَا تَأَمَّلْتَ هَذِهِ الآيَةَ وَجَدْتَ أَهْلَ الكَلَامِ البَاطِلِ وَأَهْلَ الأَهْوَاءِ وَالبِدَعِ مِنْ جَمِيعِ الطَّوَائِفِ أَبْخَسَ النَّاسِ مِنْهَا حَظًّا وَأَقَلَّهُمْ نَصِيبًا، وَوَجَدْتَ حِزْبَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَأَنْصَارَ سُنَّتِهِ هُمْ أَحَقُّ بِهَا.

    “Mereka [umat Islam] adalah para hakim antar sekte, mereka sama sekali tidak memihak pada kelompok mana pun dari mereka. Mereka tidak menolak hak salah satu sekte, mereka tidak membalas bid'ah dengan bid'ah. Mereka tidak membalas kebatilan dengan kebatilan. Dan kebencian mereka terhadap orang-orang yang memusuhinya dan menganggap mereka kafir tidak membuat mereka berlaku tidak adil terhadap mereka; bahkan sebaliknya, mereka tetap mengatakan kebenaran, dan mereka menghukumi dalam pasal-pasal mereka dengan adil.

    Dan Allah SWT memerintahkan Rasul-Nya untuk memperlakukan secara adil pada semua sekte, dan Allah SWT berfirman:

    ﴿ فَلِذَلِكَ فَادْعُ وَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَلا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَقُلْ آمَنْتُ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنْ كِتَابٍ وَأُمِرْتُ لأعْدِلَ بَيْنَكُمُ ﴾

    Artinya: " Maka karena itu serulah (mereka kepada agama ini) dan tetaplah sebagai mana yang diperintahkan kepada mu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan katakanlah: "Aku percaya kepada semua Kitab yang diturunkan Allah dan aku diperintahkan supaya berlaku adil diantara kalian". [QS. Asy-Syura: 15].

    Maka Allah SWT memerintahkan Rasul-Nya untuk menyeru ke agama-Nya dan Kitab-Nya, dan untuk menjadi dirinya sendiri yang lurus seperti yang Allah perintahkan, dan tidak mengikuti hawa nafsu sekte mana pun, dan beriman pada kebenaran secara keseluruhan dan tidak beriman pada sebagian dengan mengesampingkan yang lain, dan untuk berlaku adil terhadap para pemeluk berbagai macam aliran dan agama.

    Dan Anda, jika Anda amati ayat ini, anda akan menemukan ahlul kalam yang bathil dan ahlul ahwa wal bida' dari semua sekte adalah orang-orang yang paling rendah keberuntungannya dan yang paling sedikit bagiannya. Namun anda akan menemukan Hizbullah, Rasul-Nya dan para pendukung Sunnahnya, mereka adalah orang yang lebih berhak untuk itu ”. [Syifaa al-'Aliil hal. 52-53]

    Syeikhul-Islam Ibnu Taimiyyah, semoga Allah merahmatinya, berkata:

    "وَالصَّوَابُ أَنْ يُحْمَدَ مِنْ حَالِ كُلِّ قَوْمٍ مَا حَمَدَهُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ ﷺ؛ كَمَا جَاءَ بِهِ الكِتَابُ وَالسُّنَّةُ، وَيُذَمُّ مِنْ حَالِ كُلِّ قَوْمٍ مَا ذَمَّهُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ ﷺ؛ كَمَا جَاءَ بِهِ الكِتَابُ وَالسُّنَّةُ."

    " Dan yang benar adalah memuji kondisi setiap kaum berdasarkan apa yang dipuji Allah dan Rasul-Nya , sebagaimana yang terdapat dalam al-Kitab dan as-Sunnah.

    Dan mencela kondisi setiap kaum berdasarkan apa yang dicela oleh Allah dan Rasul-Nya  Seperti yang tercantum dalam al-Kitab dan as-Sunnah. [al-Istiqaamah 1/221]

    Dan Imam Ibnu al-Qayyim rahimahullah, belaiu mengatakan dalam menjelaskan masalah di mana pendapat para Fuqoha adz-Dzohiriyah adalah yang tepat dan benar:

    "وَاَللَّهُ تَعَالَى يُحِبُّ الْإِنْصَافَ، ‌بَلْ ‌هُوَ ‌أَفْضَلُ ‌حِلْيَةٍ ‌تَحَلَّى ‌بِهَا ‌الرَّجُلُ، ‌خُصُوصًا ‌مَنْ ‌نَصَّبَ ‌نَفْسَهُ ‌حَكَمًا بَيْنَ الْأَقْوَالِ وَالْمَذَاهِبِ، وَقَدْ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى لِرَسُولِهِ: {وَأُمِرْتُ لأَعْدِلَ بَيْنَكُمُ} [الشورى: 15] فَوَرَثَةُ الرَّسُولِ مَنْصِبُهُمْ الْعَدْلُ بَيْنَ الطَّوَائِفِ وَأَلَّا يَمِيلَ أَحَدُهُمْ مَعَ قَرِيبِهِ وَذَوِي مَذْهَبِهِ وَطَائِفَتِهِ وَمَتْبُوعِهِ، بَلْ يَكُونُ الْحَقُّ مَطْلُوبَهُ، يَسِيرُ بِسَيْرِهِ وَيَنْزِلُ بِنُزُولِهِ، يَدِينُ دِينَ الْعَدْلِ وَالْإِنْصَافِ وَيُحَكِّمُ الْحُجَّةَ، وَمَا كَانَ عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ - ﷺ - فَهُوَ الْعِلْمُ الَّذِي قَدْ شَمَّرَ إلَيْهِ، وَمَطْلُوبُهُ الَّذِي يَحُومُ بِطَلَبِهِ عَلَيْهِ، لَا يَثْنِي عَنَانَهُ عَنْهُ عَذْلُ عَاذِلٍ، وَلَا تَأْخُذُهُ فِيهِ لَوْمَةُ لَائِمٍ، وَلَا يَصُدُّهُ عَنْهُ قَوْلُ قَائِلٍ".

    Dan Allah Ta'ala menyukai keadilan, bahkan itu adalah perhiasan terbaik yang menghiasi seseorang, terutama yang menempatkan dirinya sebagai penengah antara pendapat-pendapat dan madzhab-madzhab. Dan Allah SWT berfirman kepada Rasul-Nya :

    ﴿ وَأُمِرْتُ لأَعْدِلَ بَيْنَكُمُ ﴾

    " Dan aku diperintahkan supaya berlaku adil diantara kalian". [QS. Asy-Syura: 15]

    Maka para pewaris Rasul, kedudukannya adalah berlaku adil terhadap antar sekte. Dan salah satu dari mereka tidak boleh condong pada kerabatnya, kelompok madzhabnya, golongannya, pengikutnya ; bahkan sebaliknya, kebenaran yang dicari, berjalan sebagaimana mestinya, turun sebagaimana mestinya ia turun, ber-agamis dengan cara beragama yang adil dan inshof, mengokohkan argumen yang benar, dan pada apa yang Rasulullah  berjalan diatasnya, yaitu adalah ilmu yang telah disiapkan padanya, dan yang dicari adalah berkisar pada apa yang beliau  cari. Tidak mematahkan semangatnya celaan orang yang mencelanya, dia tidak memperdulikan orang yang mencelanya, juga tidak bisa dihalangi oleh ocehan orang yang mengoceh ". [إعلام الموقعين3/78]

    Dia juga berkata:

    "أَهْلُ الْحَقِّ فَإِنَّهُمْ يَعْلَمُونَ الْحَقَّ مِن كُلِّ مَنْ جَاءَ بِهِ، فَيَأْخُذُونَ حَقَّ جَمِيعِ الطَّوَائِفِ وَيَرُدُّونَ بَاطِلَهُمْ، فَهَـٰؤُلَاءِ الَّذِينَ قَالَ اللَّهُ فِيهِمْ: ﴿ فَهَدَى اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا لِمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَاللَّهُ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ ﴾ [البَقَرَةِ: 213]؛ فَأَخْبَرَ سُبْحَانَهُ أَنَّهُ هَدَى عِبَادَهُ لِمَا اخْتَلَفَ فِيهِ الْمُخْتَلِفُونَ، وَكَانَ النَّبِيُّ ﷺ يَقُولُ فِي دُعَائِهِ: ((اللَّهُمَّ رَبَّ جِبْرِيلَ وَمِيكَائِيلَ وَإِسْرَافِيلَ، فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ، عَالِمَ الغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ، أَنْتَ تَحْكُمُ بَيْنَ عِبَادِكَ فِيمَا كَانُوا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ، اهْدِنِي لِمَا اخْتُلِفَ فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِكَ، إِنَّكَ تَهْدِي مَنْ تَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ)).

    فَمَن هَدَاهُ اللَّهُ سُبْحَانَهُ إِلَى الأَخْذِ بِالْحَقِّ حَيْثُ كَانَ، وَمَعَ مَنْ كَانَ، وَلَوْ كَانَ مَعَ مَنْ يُبْغِضُهُ وَيُعَادِيهِ، وَرَدِّ البَاطِلِ مَعَ مَنْ كَانَ، وَلَوْ كَانَ مَعَ مَنْ يُحِبُّهُ وَيُوَالِيهِ - فَهُوَ مَمَّنْ هُدِيَ لِمَا اخْتُلِفَ فِيهِ مِنَ الْحَقِّ".

    “Orang-orang yang benar [Ahlul Haq], karena mereka mengajarkan kebenaran dari semua orang yang datang kepadanya. Mereka mengambil kebenaran dari semua golongan dan menolak kebathilan mereka. Mereka adalah yang Allah SWT berfirman tentangnya:

    ﴿ فَهَدَى اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا لِمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَاللَّهُ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ ﴾

    " Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkann itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus". [QS. Al Baqarah: 213]

    Kemudian Allah SWT memberi tahu bahwa Dia memberikan petunjuk kepada para hamba-Nya terhadap sesuatu yang orang-orang berbeda pendapat di dalamnya. Dan Nabi  senantiasa mengatakan dalam doanya:

    ((اللَّهُمَّ رَبَّ جِبْرِيلَ وَمِيكَائِيلَ وَإِسْرَافِيلَ، فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ، عَالِمَ الغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ، أَنْتَ تَحْكُمُ بَيْنَ عِبَادِكَ فِيمَا كَانُوا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ، اهْدِنِي لِمَا اخْتُلِفَ فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِكَ، إِنَّكَ تَهْدِي مَنْ تَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ)).

    Ya Allah, Tuhan Jibril, Mikail dan Israfil, pencipta langit dan bumi, Yang Maha Mengetahui perkara ghaib dan yang nyata. Engkaulah yang memutuskan perkara yang diperselisihkan di antara hamba-hambaMu, maka dari itu berilah aku petunjuk yang benar dalam perkara yang mereka pertikaikan. Sesungguhnya Engkaulah yang memberi petunjuk ke jalan yang lurus kepada sesiapa yang Engkau kehendaki. (HR. Muslim no. 770)

    Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah SWT untuk mengambil kebenaran di mana pun itu, dan dengan siapa pun orangnya, bahkan jika dia dengan seseorang yang membencinya dan memusuhi nya. Dan menolak kebatilan dengan siapa pun itu, bahkan jika itu dengan seseorang yang dia cintai dan setia padanya - maka dia adalah salah satu dari orang-orang yang telah diberi petunjuk kepada sesuatu yang diperselisihkann tentang yang hak dan benar”. [Baca: الصَّوَاعِقُ المُرْسَلَةُ 2/515-516]

    Dan Syeikhul-Islam Ibnu Taimiyyah berkata:

    وَأَمَّا أَهْلُ الْعِلْمِ وَالسُّنَّةِ، فَيَتْبَعُونَ الْحَقَّ الَّذِي جَاءَ بِهِ الكِتَابُ وَالسُّنَّةُ، وَيُعَذِرُونَ مَنْ خَالَفَهُمْ إِذَا كَانَ مُجْتَهِدًا مُخْطِئًا أَوْ مُقَلِّدًا لَهُ؛ فَإِنَّ اللَّهَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى تَجَاوَزَ لِهَذِهِ الأُمَّةِ عَنِ الْخَطَإِ وَالنِّسْيَانِ، وَقَدْ قَالَ فِي دُعَاءِ المُؤْمِنِينَ: ﴿ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِن نَّسِينََا أَوْ أَخْطَأْنَا ﴾ [البَقَرَةِ: 286]، وَقَدْ ثَبَتَ فِي الصَّحِيحِ أَنَّ اللَّهَ اسْتَجَابَ هَـٰذَا الدُّعَاءَ، وَقَالَ: ((قَدْ فَعَلْتُ)).

    “Adapun Ahlul Ilmi dan Sunnah, mereka mengikuti kebenaran yang datang dengan al-Kitab dan as-Sunnah, dan mereka memaafkan dan memberi udzur orang yang menyelisihi pendapat mereka jika dia seorang mujtahid yang salah atau yang bertaklid padanya

    Allah SWT telah memaafkan bagi umat ini atas kesalahan yang tidak sengaja dan kelupaan, dan Dia berfirman tentang doa orang-orang beriman:

    ﴿ رَبَّنا لا تُؤاخِذْنا إِنْ نَسِينا أَوْ أَخْطَأْنا ﴾

    "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah". [QS. Al-Baqarah: 286]

    Dan telah dibuktikan dalam Shahih bahwa Allah menjawab doa ini, dan berkata:

    ((قد فَعلتُ))

    ((Saya telah melakukan)) [HR. Muslim no. 126]

    [Baca: جامع المسائل karya Ibnu Taimiyah 5'122]

    Jadi umat Islam adalah umat yang menghakimi pendapat-pendapat antar orang-orang yang berselisih, dengan adil dan inshof, yaitu dengan menerima kebenaran, dan menolak kebatilam.

    ===***====

    KARAKTER SETIAP UMAT, SEKTE, GOLONGAN DAN ALIRAN

    Adapun karakter macam-macam umat, sekte dan aliran, maka diantara karakteristik mereka yang terpenting adalah sbb:

    A- Setiap sekte senantiasa fanatik terhadap kebatilan mereka.

    B- Masing-masing umat memfitnah umat yang lain dengan cara berlebihan dari yang seharusnya. Dengan melampaui batas dalam persaingan.

    C- Dengan keras kepala menolak kebenaran yang ada pada orang lain.

    D - menumpahkan Takwil [interpretasi] palsu pada nash-nash yang digunakan untuk menghadapi lawan meraka.

    E- Masing-masing sekte saling menganggap fasik sekte yang lain, bahkan sebagian mereka menganggap orang-orang yang menyelesihi mereka sebagai kafir, contohnya seperti sekte Khawarij, Rafidhah, Jahmiyyah, dan semisalnya. Yang lebih parah lagi ada sekte yang menganggap musyrik dan NAJIS sekte lain yang tidak sefaham dengannya dan tidak berbaiat pada Imam-nya.

    Semua ini seperti yang Allah katakan tentang orang Yahudi dan Nasrani:

    ﴿ وَقَالَتِ الْيَهُودُ لَيْسَتِ النَّصَارَى عَلَى شَيْءٍ وَقَالَتِ النَّصَارَى لَيْسَتِ الْيَهُودُ عَلَى شَيْءٍ وَهُمْ يَتْلُونَ الْكِتَابَ كَذَلِكَ قَالَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ مِثْلَ قَوْلِهِمْ فَاللَّهُ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِيمَا كَانُوا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ ﴾

    " Dan orang-orang Yahudi berkata: "Orang-orang Nasrani itu tidak mempunyai suatu pegangan", dan orang-orang Nasrani berkata: "Orang-orang Yahudi tidak mempunyai sesuatu pegangan," padahal mereka (sama-sama) membaca Al Kitab.

    Demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui, mengatakan seperti ucapan mereka itu. Maka Allah akan mengadili diantara mereka pada hari Kiamat, tentang apa-apa yang mereka berselisih padanya. [QS. Al-Baqarah: 113]

    Dan Allah SWT berfirman:

    وَقَالَتِ الْيَهُوْدُ عُزَيْرُ ِۨابْنُ اللّٰهِ وَقَالَتِ النَّصٰرَى الْمَسِيْحُ ابْنُ اللّٰهِ ۗذٰلِكَ قَوْلُهُمْ بِاَفْوَاهِهِمْۚ يُضَاهِـُٔوْنَ قَوْلَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ قَبْلُ ۗقَاتَلَهُمُ اللّٰهُ ۚ اَنّٰى يُؤْفَكُوْنَ

    " Dan orang-orang Yahudi berkata, “Uzair putra Allah,” dan orang-orang Nasrani berkata, “Al-Masih putra Allah.” Itulah ucapan yang keluar dari mulut mereka.

    Mereka meniru ucapan orang-orang kafir yang terdahulu. Allah melaknat mereka; bagaimana mereka sampai berpaling?" [QS. at-Taubah: 30]

    Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah, rahimahullah, berkata:

    " فَأَخْبَرَ أَنَّ كُلَّ وَاحِدَةٍ مِنَ الأُمَّتَيْنِ تَجْحَدُ كُلَّ مَا عَلَى الأُخْرَى".

    “Maka beritahukan bahwa masing-masing dari dua bangsa mengingkari segala sesuatu yang ada pada yang lain”[اقْتِضَاءُ الصِّرَاطِ الْمُسْتَقِيمِ (1/ 91)]

    Ada sebagian aliran dan sekte dari umat Islam yang telah menempuh jalan orang-orang Yahudi dan Nasrani, yang telah dikutuk Allah.

    Dan Syeikhul-Islam Ibnu Taimiyyah, rahimahullah, berkata ketika dia menceritakan tentang kondisi banyak orang-orang yang berafiliasi sebagai ahli zuhud dan ahli ibadah, ahli kalam, dan lainnya dari umat ini yang menciptakan bid'ah-bid'ah kondisi dan amalan yang bertentangan dengan al-Kitab dan as-Sunnah:

    "وَصَارَ مَعَ كُلِّ طَائِفَةٍ نَوْعٌ مِنَ الْحَقِّ الَّذِي جَاءَ بِهِ الرَّسُولُ، لَكِنْ مَلْبُوسٌ بِغَيْرِهِ، وَصَارَ كَثِيرٌ مِنَ الطَّائِفَتَيْنِ يُنْكِرُونَ مَا عَلَيْهِ الأُخْرَى مُطْلَقًا؛ كَمَا قَالَتِ الْيَهُودُ: لَيْسَتِ النَّصَارَى عَلَى شَيْءٍ، وَقَالَتِ النَّصَارَى: لَيْسَتِ الْيَهُودُ عَلَى شَيْءٍ".

    “Dan setiap sekte memiliki semacam kebenaran yang dibawa oleh Rasul, akan tetapi itu ditalbis [dikelabui] dengan sesuatu lain, sehingga banyak dari dua sekte yang saling mengingkari apa yang dipegang oleh sekte yang lain secara mutlak, seperti yang dikatakan orang-orang Yahudi:

    " لَيْسَتِ النَّصَارَى عَلَى شَيْءٍ وَقَالَتِ النَّصَارَى لَيْسَتِ الْيَهُودُ عَلَى شَيْءٍ"

    Orang-orang Nasrani tidak pada apa-apanya, dan orang-orang Nasrani mengatakan: Orang-orang Yahudi tidak pada apa-apanya.” [النبوات (1/ 336)]

    PERTANYAAN :

    Berikut ini adalah pertanyaan yang dilontarkan oleh imam ahli tafsir, Ibnu Jarir al-Thabari, semoga Allah merahmatinya:

    "كَيْفَ يَجُوزُ أَنْ يَكُونَ مَعْنَى ذَٰلِكَ إِنْكَارَ كُلِّ فَرِيقٍ مِنْهُمْ أَنْ يَكُونَ الفَرِيقُ الآخَرُ عَلَى شَيْءٍ بَعْدَ بَعْثَةِ نَبِيِّنَا ﷺ، وَكِلَا الفَرِيقَيْنِ كَانَ جَاحِدًا نُبُوَّةَ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ ﷺ فِي الْحَالِ الَّتِي أَنْزَلَ اللَّهُ فِيهَا هَذِهِ الآيَةَ؟"

    فَكَانَ جَوَابُهُ: مَعْنَى ذَٰلِكَ: ﴿وَقَالَتِ الْيَهُودُ لَيْسَتِ النَّصَارَى عَلَى شَيْءٍ﴾ مِنْ دِينِهَا مُنْذُ دَانَتْ دِينَهَا، ﴿وَقَالَتِ النَّصَارَى لَيْسَتِ الْيَهُودُ عَلَى شَيْءٍ ﴾ مُنْذُ دَانَتْ دِينَهَا..

    Bagaimana mungkin maknanya adalah masing-masing golongan dari mereka mengingkari bahwa golongan lain adalah berada pada ajaran yang datang setelah Nabi kita  diutus, dan masing-masing keduanya mengingkari kenabian Nabi kita Muhammad  dalam kasus di mana Allah SWT menurunkan ayat ini?

    Maka jawaban nya adalah: 

    Makna itu: { Dan orang-orang Yahudi berkata, "Orang-orang Kristen tidak pada apa nyadari agamanya semenjak mereka memeluk agamanya. {Dan orang-orang Kristen mengatakan bahwa orang-orang Yahudi tidak pada apa-apanya } sejak mereka memeluk agama mereka [SELESAI. تَفْسِيرُ الطَّبَرِيِّ (2/ 515)]

    Dan ini adalah manhaj [metodologi] firqoh-firqoh dan sekte-sekte yang menyelisishi manhaj yang haq.

    Abdul-Haqq al-Baghdadi berkata:

    " وَلَيْسَ فَرِيقٌ مِنْ فِرَقِ المُخَالِفِينَ إِلَّا وَفِيهِمْ تَكْفِيرُ بَعْضِهِمْ لِبَعْضٍ، وَتَبَرُّؤُ بَعْضِهِمْ مِنْ بَعْضٍ؛ كَالْخَوَارِجِ، وَالرَّوَافِضِ، وَالْقَدَرِيَّةِ، حَتَّى اجْتَمَعَ سَبْعَةٌ مِنْهُمْ فِي مَجْلِسٍ وَاحِدٍ، فَافْتَرَقُوا عَنْ تَكْفِيرِ بَعْضِهِمْ لِبَعْضٍ، وَكَانُوا بِمَنْزِلَةِ الْيَهُودِ وَالنَّصَارَى حِينَ كَفَّرُوا بَعْضَهُمْ بَعْضًا حَتَّى قَالَتِ الْيَهُودُ: {لَيْسَتِ النَّصَارَى عَلَى شَيْءٍ وَقَالَتِ النَّصَارَى لَيْسَتِ الْيَهُودُ عَلَى شَيْءٍ}".

    “Dan tidak ada satu sekte pun dari sekte-sekte yang menyelisihi kebenaran kecuali di dalamnya antar sebagian mereka menganggap kafir sekte yang lain. Contohnya seperti kaum Khawarij, Rawafid, dan Qodariyyah, meskipun tujuh sekte dari mereka berkumpul dalam satu majelis, namun mereka tetap bercerai berai saling mengkafir-kan satu sama lain . Mereka kedudukannya sama persis seperti orang-orang Yahudi dan Kristen ketika sebagian mereka saling mengkafirkan sebagian yang lain, sehingga orang-orang Yahudi berkata:

    " لَيْسَتِ النَّصَارَى عَلَى شَيْءٍ وَقَالَتِ النَّصَارَى لَيْسَتِ الْيَهُودُ عَلَى شَيْءٍ ".

    Orang-orang Nasrani tidak pada apa-apanya, dan orang-orang Nasrani mengatakan: Orang-orang Yahudi tidak pada apa-apanya.” [QS. Al-Baqarah: 113]

    [Baca: الفَرْق بين الفِرَق (hal. 219), lihat: التبصير في الدين ; Oleh Abi Al-Muzaffar Al-Isfarayeni (hal. 186)].

    Dan Syeikhul-Islam Ibn Taymiyyah, rahimahullah, menjelaskan bahwa perbedaan pendapat pertama yang menimbulkan perpecahan adalah adanya dua golongan yang berselisih yang saling mencela dan saling menghajer ; Sebagaimana dalam firman-Nya:

    ﴿ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ ﴾

    { Dan orang-orang yang diberi Kitab tidaklah berselisih kecuali setelah datang ilmu kepada mereka, karena rasa dengki di antara mereka sendiri } [Al-Imran: 19].

    [Baca: اقْتِضَاءُ الصِّرَاطِ الْمُسْتَقِيمِ (1/ 148)].

    Dan Syekh Ibnu Utsaimin, rahimahullah, beliau menyebutkan bahwa salah satu manfaat dari ayat ini:

    " أَنَّ اخْتِلَافَ هَـٰؤُلَاءِ لَيْسَ لِقَصْدِ الحقِّ، بَلْ لِقَصْدِ البَغْيِ وَالْعُدْوَانِ بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ، حَتَّى يُضِلِّلَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا، بَلْ يُكَفِّرُ بَعْضُهُمْ بَعْضًا".

    “Perselisihan orang-orang ini bukan untuk tujuan kebenaran, melainkan untuk tujuan kedzaliman dan permusuhan satu sama lain, sehingga sebagian dari mereka saling menyesatkan satu sama lain, malahan mereka saling mengkafirkan”.

    [Baca: تَفْسِيرُ سُورَةِ آلِ عِمْرَانَ (1/ 129)]

    Syeikh Muhammad Al-Amin Al-Syanqiiti menyatakan dalam tafsirnya:

    " وقوله: ﴿ فَتَقَطَّعُوا أَمْرَهُمْ بَيْنَهُمْ زُبُرًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ ﴾ [المؤمنون: 53]، وقوله: ﴿ زُبُرًا ﴾؛ أي: قِطعًا كزُبَرِ الحديد والفضَّة؛ أي: قِطَعِها، وقوله: ﴿ كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ ﴾؛ أي: كل فرقة من هؤلاء الفرق الضالِّين المختلفين المتقطعين دينهم قِطعًا - فرِحون بباطلهم، مطمئنُّون إليه، معتقدون أنه هو الحق".

    Artinya: " Dan firman-Nya: 

    ﴿ فَتَقَطَّعُوا أَمْرَهُمْ بَيْنَهُمْ زُبُرًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ ﴾

    " Kemudian mereka (pengikut-pengikut rasul itu) menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing)". [QS. Al-Mukminun: 53]

    Dan firman-Nya: { زُبُرًا }; yaitu: potongan-potongan seperti perkataan " زُبَرِ الحديد والفضَّة" artinya potongan-potongan besi dan perak.

    Dan firman-Nya: { Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing)}. 

    Yakni: masing-masing firqoh [aliran] sesat yang saling berselisih yang membuat agamanya terpotong-potong, malah mereka merasa bengga dan bersukacita dengan kebatilan mereka, merasa tenang dan tentram pada ajarannya, merasa yakin bahwa itu adalah kebenaran.

    [Baca: أَضْوَاءُ الْبَيَانِ (4/ 247)].

    Oleh karena itu, Syeikhul-Islam Ibnu Taimiyyah, rahimahullah, berkata:

    "وَأَكْثَرُ الاخْتِلَافِ الَّذِي يُؤُولُ إِلَى الأَهْوَاءِ بَيْنَ الأُمَّةِ مِنَ القِسْمِ الأوَّلِ - الَّذِي يُذَمُّ فِيهِ الطَّائِفَتَانِ جَمِيعًا؛ أَي: المَذْكُورُ آنِفًا - وَكَذَلِكَ آلَ إِلَى سَفْكِ الدِّمَاءِ، وَاسْتِبَاحَةِ الأَمْوَالِ، وَالْعَدَاوَةِ وَالبَغْضَاءِ؛ لِأَنَّ إِحْدَى الطَّائِفَتَيْنِ لَا تَعْتَرِفُ لِلْأُخْرَى بِمَا مَعَهَا مِنَ الحقِّ وَلَا تُنْصِفُهَا؛ بَلْ تَزِيدُ عَلَى مَا مَعَ نَفْسِهَا مِنَ الحقِّ زِيَادَاتٍ مِنَ البَاطِلِ، وَالأُخْرَى كَذَلِكَ".

    “Dan sebagian besar perselisihan yang berasal dari hawa nafsu di antara umat sebagaimana dalam kategori pertama [di mana kedua kelompok saling mencela, yaitu: seperti yang disebutkan di atas] dan juga perselisihan yang mengarah pada pertumpahan darah, penghalalan harta lawan, permusuhan dan kebencian, karena salah satu dari dua kelompok tidak mengakui terhadap yang lain dengan apa yang menjadi haknya dan tidak berprilaku adil terhadapnya, bahkan sebaliknya mereka melebih-lebihkan kebenaran yang ada pada sektenya dengan membubuhi kebatilan-kebatilan padanya, dan sekte yang lainnya juga sama demikian.” [Baca: اقْتِضَاءُ الصِّرَاطِ الْمُسْتَقِيمِ (1/ 156)].

    Ibnu al-Qayyim berkata:

    وَهَـٰذَا النَّوْعُ هُوَ الَّذِي وَصَفَ اللَّهُ أَهْلَهُ بِالْبَغْيِ؛ وَهُوَ الَّذِي يُوجِبُ الفُرْقَةَ وَالِاخْتِلَافَ، وَفَسَادَ ذَاتِ الْبَيْنِ، وَيُوقِعُ التَّحَزُّبَ وَالتَّبَايُنَ.

    “Tipe ini adalah tipe yang digambarkan Allah sebagai penindas, tipe yang menimbulkan perpecahan dan perselisihan, dan kerusakan hubungan antar sesama, dan menyebabkan keberpihakan pada golongan masing-masing dan saling menjauh satu sama lain ”.

    [Baca: الصَّوَاعِقُ المُرْسَلَةُ (2/ 514)].

    ===***====

    SEBAB-SEBAB TERJADINYA PERBEDAAN PENDAPAT YANG TERCELA
    DAN HILANGNYA KEOBJEKTIFAN DIANTARA DUA SEKTE YANG BERSELISIH:

    1- Rusaknya niat: Yang mana timbul dari kedzaliman, rasa iri hati, keinginan untuk ditinggikan dan masyhur di muka bumi, dan yang sejenisnya, sehingga masing-masing pihak menjelek-jelekkan pendapat atau perbuatan pihak lain dengan tujuan agar dirinya nampak berbeda dan terkenal lebih hebat.

    2- Ketidaktahuan dan kebodohan dua pihak yang saling berselisih tentang realitas masalah yang mereka sengketakan.

    3- Ketidaktahuan masing-masing pihak tentang kebenaran yang ada pada pihak lain; dalam hukum, atau dalil.

    Biasanya karena masing-masing pihak tidak mau bertabayyun dan tidak mau memahami dalil dan arguemntasi pihak lain dengan hati yang lapang, bahkan sebaliknya berusaha mencari bantahan

    4- Masing-masing pihak menyukai pendapat orang yang sama dengannya dalam hal nasab, madzhab, daerah, persahabatan, dan sejenisnya ; dikarenakan dalam mendukung pendapatnya bisa mengangkat harkat dan martabatnya. Dan betapa banyaknya hal ini terjadi pada anak cucu Adam !? Dan ini adalah kedzaliman dan ketidak adilan.

    Maka dari itu tampak bahwa ketidaktahuan dan ketidakadilan adalah akar dari segala kejahatan. Sebagaimana firman Allah SWT: 

    ﴿ وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا ﴾

    { Dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh } [Al-Ahzab: 72]. [Baca: اقْتِضَاءُ الصِّرَاطِ الْمُسْتَقِيمِ (1/ 156)].

    Dan al-'Allaamah Shalih al-Fawzan berkata:

    "وَالحَاصِلُ: أَنَّ الواجبَ عَلَى المُسْلِمِ تَجَنُّبُ سُنَّةِ الْيَهُودِ وَالنَّصَارَى؛ وَهِيَ الكُفْرُ بِالْحَقِّ إِذَا كَانَ مَعَ مَنْ لَا يُحِبُّهُ، فَلَا يَحْمِلْكَ بُغْضُ الشَّخْصِ عَلَى أَنْ تَرْفُضَ مَا مَعَهُ مِنَ الحقِّ، وَمِثْلُ هَـٰذَا مَا هُوَ مُوْجُودٌ الآنَ: إِذَا كَانَتْ طَائِفَةٌ أَوْ جَمَاعَةٌ تَبْغَضُ أَحَدَ العُلَمَاءِ، فَإِنَّهُمْ يَرْفُضُونَ مَا مَعَهُ مِنَ الحقِّ، فَيَحْمِلُهُمْ بُغْضُهُمْ لِهَـٰذَا العَالِمِ عَلَى أَنْ يَرْفُضُوا مَا مَعَهُ مِنَ الحقِّ، وَأَنْ يُعَتِّمُوا عَلَيْهِ، وَيُزَهِّدُوا فِيهِ، وَيُحَذِّرُوا مِنْ مُؤَلَّفَاتِهِ، وَمِنْ أَشْرِطَتِهِ، وَلَوْ كَانَتْ حَقًّا؛ لِمَاذَا؟! لَا لِشَيْءٍ إِلَّا لِأَنَّهُمْ لَا يُحِبُّونَ هَـٰذَا الشَّخْصَ! 

    وَالواجِبُ عَلَيْكَ أَيُّهَا المُسْلِمُ أَنْ تَقْبَلَ الحقَّ، وَإِن كَانَ مَعَ مَنْ لَا تُحِبُّ، وَلَا تَكُنْ العَدَاوَاتُ الشَّخْصِيَّةُ وَالأَهْوَاءُ النَّفْسِيَّةُ مَانِعَةً مِنْ قَبُولِ الحقِّ".

    “Kesimpulannya adalah: bahwa seorang Muslim wajib menghindari Sunnah orang-orang Yahudi dan Nasrani, yaitu mereka kafir terhadap kebenaran jika itu bersama seseorang yang mereka tidak menyukainya.

    Maka janganlah karena kebencian terhadap seseorang membuatmu menolak kebenaran yang ada padanya.

    Dan itulah yang ada di zaman sekarang: Jika suatu sekte atau golongan membenci salah seorang ulama, maka mereka menolak kebenaran yang ada padanya, sehingga kebencian mereka terhadap ulama tersebut membuat mereka menolak kebenaran yang dimilikinya, dan mengaburkannya, serta menjauhinya, dan mentahdzir [memperingatkan] terhadap tulisan-tulisannya dan kaset-kasetnya, meskipun itu benar. Mengapa?! Bukan apa-apa, kecuali hanya karena mereka tidak menyukai orang ini!

    Wahai Muslim, kamu wajib menerima kebenaran, meskipun dengan seseorang yang tidak kamu sukai, dan permusuhan pribadi serta keinginan psikologis tidak boleh menghalangi untuk menerima kebenaran.” [Baca: شَرْحُ مَسَائِلِ الجَاهِلِيَّة hal. 129-30]

    ===***====

    UMAT ISLAM ADALAH UMAT YANG MENOLAK KHURAFAT DAN TAKHAYUL

    Setelah menyebut kan hal-hal di atas, maka di sini perlu disebutkan suatu Qaidah Syar'iyyah yang menegaskan bahwa kita adalah Umat yang tidak menerima KHURAFAT. Kaidah itu adalah:

    " رَدُّ مَا تَنَازَعَ فِيهِ النَّاسُ مِنَ الأحْكَامِ وَالمَسَائِلِ إِلَى كِتَابِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَسُنَّةِ رَسُولِهِ مُحَمَّدٍ ﷺ ".

    “Mengembalikan apa yang diperselisihkan antar orang-orang tentang hukum dan masalah kepada Kitab Allah SWT, dan Sunnah Rasul-Nya Muhammad .

    Makna Qaidah ini adalah: 

    Wajib bagi orang-orang beriman ketika ada konflik, ketika ada perbedaan pendapat, dan ketika timbul adanya bid'ah ; agar apa yang mereka perselisihkan itu dirujuk dan dikembalikan kepada Kitab Tuhan mereka dan Sunnah Nabi mereka. 

    Maka apa yang hukumi dan disaksikan oleh Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya dalam keabsahannya, maka itu adalah yang hak dan benar. Dan tidak ada setelah kebenaran kecuali kesesatan? 

    Siapa pun yang menolak yang hak ini, maka dia adalah seorang yang taklid yang bodoh, atau seorang fanatik, pengikut hawa nafsu dan ahli maksiat kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, , dia harus siap berhadapan dengan resiko ancaman.

    [Lihat: فَتَاوَى نُورٍ عَلَى الدَّرْب Oleh Bin Baaz, dicatat oleh: Asy-Syuway'ir (3/ 249), Ighotsat Al-Lahfan Min Mashaayid asy-Syaithon (1/ 323), Tafsir Ibnu Katsir (2/ 345)].

    Dalilnya adalah firman Allah SWT:

    ﴿ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ﴾

    Artinya: Maka jika kalian berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kalian beriman kepada Allah dan hari kemudian ". (QS. An-Nisaa: 59)

    Dari Maymun bin Mihran:

    ﴿ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ ﴾ [النساء: 59] قَالَ: "إِلَى كِتَابِهِ، وَإِلَى الرَّسُولِ مَا دَامَ حَيًّا، فَإِذَا قُبِضَ فَإِلَى سُنَّتِهِ."

    { Maka jika kalian berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul} [An-Nisa: 59]. Dia berkata: “Ke kitabnya, dan kepada Rasul selama dia masih hidup, dan ketika beliau telah wafat, maka ke sunnahnya.” [Di riwayatkan oleh Al-Khatib Al-Baghdadi dalam “Al-Faqiih dan Al-Mutafaqqih” (1/375)].

    Ibnu al-Qayyim mengatakan:

    " وَقَدِ اتَّفَقَ السَّلَفُ وَالخَلَفُ عَلَى أَنَّ الرَّدَّ إِلَى اللَّهِ: هُوَ الرَّدُّ إِلَى كِتَابِهِ، وَالرَّدُّ إِلَى الرَّسُولِ: هُوَ الرَّدُّ إِلَيْهِ فِي حَيَاتِهِ، وَالرَّدُّ إِلَى سُنَّتِهِ بَعْدَ وَفَاتِهِ".

    “Para Ulama Salaf dan Kholaf telah sepakat bahwa dikembalikan kepada Allah: adalah dikembalikan kepada kitab-Nya, dan dikembalikan kepada Rasul: adalah dikembalikan kepadanya selama beliau masih hidupnya, dan dikembalikan kepada sunnahnya adalah setelah wafatnya ”. [Baca: الرِّسَالَةُ التَّبُوكِيَّة hal. 43]

    Firman-Nya: { Maka jika kalian berbeda pendapat tentang sesuatu }, kata: { sesuatu } adalah sesuatu yang tidak terbatas dalam konteks kondisional [نَكِرَةٌ فِي سِيَاقِ الشَّرْط] ; Dan itu adalah firman-Nya: { Maka jika kalian berbeda pendapat }.

    Dan " yang tidak terbatas [نَكِرَة] dalam konteks kondisional " adalah salah satu rumusan umum menurut para ahli Tahqiq dari kalangan para ulama ushul ; Sebagaimana yang telah diputuskan pada tempatnya.

    Syeikhul-Islam Ibnu Taimiyyah berkata:

    " وَقَوْلُهُ: ﴿ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ ﴾ شَرْطٌ ‌وَالْفِعْلُ ‌نَكِرَةٌ ‌فِي ‌سِيَاقِ ‌الشَّرْطِ ‌فَأَيُّ ‌شَيْءٍ ‌تَنَازَعُوا ‌فِيهِ ‌رُدُّوهُ ‌إلَى ‌اللَّهِ وَالرَّسُولِ وَلَوْ لَمْ يَكُنْ بَيَانُ اللَّهِ وَالرَّسُولِ فَاصِلًا لِلنِّزَاعِ لَمْ يُؤْمَرُوا بِالرَّدِّ إلَيْهِ ".

    “Dan firman-Nya: { Maka jika kalian berbeda pendapat } adalah syarat [suatu kondisi], dan kata kerjanya adalah tidak terbatas dalam konteks kondisional, maka apa pun yang mereka sengketakan, mereka harus merujuknya kepada Allah dan Rasul . Jika seandainya pernyataan Allah dan Rasul itu bukan sebagai pemisah terhadap perselisihan, maka tentunya mereka tidak diperintahkan untuk merujuk kepadanya ” [Majmu' al-Fatawaa (19/ 174, 175)].

    Dan firman-Nya:

    ﴿ وَمَا اخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِنْ شَيْءٍ فَحُكْمُهُ إِلَى اللَّهِ ﴾

    { Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, maka putusannya (diserahkan) kepada Allah } [QS. Asy-Syuura: 10]

    Yakni: merujuk pada Kitab-Nya, dan pada Sunnah Rasulullah . Maka Apa pun yang Allah dan Rasulullah putuskan adalah kebenaran. Dan apa pun yang bertentangan dengannya adalah bathil. [Baca: تَيْسِيرُ الكَرِيمِ الرَّحْمَن  hal. 753]

    Dan apa yang ditunjukkan oleh masing-masing dari dua ayat yang mulia ini, bahwa apa yang diperselisihkan orang-orang tentang hukum, maka keputusannya dikembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya , sebagaimana yang telah dijelaskan dalam banyak ayat:

    Allah SWT berfirman:

    ﴿ وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا ﴾

    " Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata". [QS. Al-Ahzaab: 36].

    Ibnu Al-Qayyim berkata:

    " فَإِنَّمَا ‌مَنَعَهُمْ ‌مِنْ ‌الْخِيَرَةِ ‌عِنْدَ ‌حُكْمِهِ ‌وَحُكْمِ ‌رَسُولِهِ، لَا عِنْدَ آرَاءِ الرِّجَالِ وَأَقْيِسَتِهِمْ وَظُنُونِهِمْ، وَقَدْ أَمَرَ - سُبْحَانَهُ - رَسُولَهُ بِاتِّبَاعِ مَا أَوْحَاهُ إلَيْهِ خَاصَّةً وَقَالَ: {إِنْ أَتَّبِعُ إِلا مَا يُوحَى إِلَيَّ} [الأنعام: 50] ، وَقَالَ: {وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ} [المائدة: 49] ، وَقَالَ - تَعَالَى -: {أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ} [الشورى: 21] ، قَالُوا: فَدَلَّ هَذَا النَّصُّ عَلَى أَنَّ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ مِنْ الدِّينِ فَهُوَ شَرْعُ غَيْرِهِ الْبَاطِلِ.

    قَالُوا: وَقَدْ أَخْبَرَ النَّبِيُّ - ﷺ - عَنْ رَبِّهِ - تَبَارَكَ وَتَعَالَى - أَنَّ كُلَّ مَا سَكَتَ عَنْ إيجَابِهِ أَوْ تَحْرِيمِهِ فَهُوَ عَفْوٌ عَفَا عَنْهُ لِعِبَادِهِ، يُبَاحُ إبَاحَةُ الْعَفْوِ؛ فَلَا يَجُوزُ تَحْرِيمُهُ وَلَا إيجَابُهُ "

    “Adapun Dia melarang mereka punya pilihan lain, yaitu ketika Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan sebuah hukum, bukan ketika orang-orang punya pendapat, meng-analogi-kan hukum dan mengira-ngira [berasumsi]".

    Dan Allah SWT memerintahkan Rasulnya untuk mengikuti apa yang Dia wahyukan kepadanya secara khusus dan Allah berfirman:

    {إِنْ أَتَّبِعُ إِلا مَا يُوحَى إِلَيَّ}

    { Tidaklah sekali-kali aku mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku } [QS. Al-An'am: 50].

    Dan Dia berfirman:

    {وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ اَهْوَاۤءَهُمْ}

    {Dan hendaklah engkau memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka}. [QS. Al-Maidah: 49] 

    Dan Dia berfirman:

    {أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ}

    "Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?". [QS. Asy-Syuuroo: 21].

    Mereka berkata: Ayat ini menunjukkan bahwa apa yang dilarang Allah dalam agama adalah bukan syariat Allah dan itu baathil.

    Mereka berkata: Nabi  mengkhabarkan dari Tuhannya -Tabaaroka wa Ta'aala - bahwa segala sesuatu yang Dia diam tentang kewajiban hukumnya atau keharaman hukumnya ; maka itu sesuatu yang dimaafkan hukumnya bagi para hambanya, dimubahkan karena dimaafkan. Maka tidak boleh mengharamkannya atau mewajibkannya”. [إعلام الموقعين (1/ 184)].

    Asy-Syanqiithi berkata:

    " فَإِنَّهُ يَدُلُّ عَلَى أَنَّ أَمْرَ اللَّهِ وَأَمْرَ رَسُولِهِ، مَانِعٌ مِنَ الاخْتِيَارِ، مُوجِبٌ لِلِامتِثَالِ".

    “Ini menunjukkan bahwa perintah Allah dan perintah Rasul-Nya melarang seseorang memilih hukum yang lain, dan mewajibkan seseorang untuk mematuhinya ”. [أَضْوَاءُ الْبَيَانِ (5/ 559)].

    Ibnu al-Qayyim menjabarkan perkataan tersebut dalam memperjelas makna ayat ini dengan mengatakan:

    " ‌فَقَطَعَ ‌سُبْحَانَهُ ‌وَتَعَالَى ‌التَّخْيِيرَ ‌بَعْدَ ‌أَمْرِهِ ‌وَأَمْرِ ‌رَسُولِهِ، ‌فَلَيْسَ ‌لِمُؤْمِنٍ ‌أَنْ ‌يَخْتَارَ ‌شَيْئًا ‌بَعْدَ ‌أَمْرِهِ ﷺ، بَلْ إِذَا أَمَرَ فَأَمْرُهُ حَتْمٌ، وَإِنَّمَا الْخِيَرَةُ فِي قَوْلِ غَيْرِهِ إِذَا خَفِيَ أَمْرُهُ وَكَانَ ذَلِكَ الْغَيْرُ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ بِهِ وَبِسُنَّتِهِ، فَبِهَذِهِ الشُّرُوطِ يَكُونُ قَوْلُ غَيْرِهِ سَائِغَ الِاتِّبَاعِ، لَا وَاجِبَ الِاتِّبَاعِ، فَلَا يَجِبُ عَلَى أَحَدٍ اتِّبَاعُ قَوْلِ أَحَدٍ سِوَاهُ، بَلْ غَايَتُهُ أَنَّهُ يَسُوغُ لَهُ اتِّبَاعُهُ، وَلَوْ تَرَكَ الْأَخْذَ بِقَوْلِ غَيْرِهِ لَمْ يَكُنْ عَاصِيًا لِلَّهِ وَرَسُولِهِ. فَأَيْنَ هَذَا مِمَّنْ يَجِبُ عَلَى جَمِيعِ الْمُكَلَّفِينَ اتِّبَاعُهُ، وَيَحْرُمُ عَلَيْهِمْ مُخَالَفَتُهُ، وَيَجِبُ عَلَيْهِمْ تَرْكُ كُلِّ قَوْلٍ لِقَوْلِهِ؟ فَلَا حُكْمَ لِأَحَدٍ مَعَهُ، وَلَا قَوْلَ لِأَحَدٍ مَعَهُ، كَمَا لَا تَشْرِيعَ لِأَحَدٍ مَعَهُ، وَكُلُّ مَنْ سِوَاهُ، فَإِنَّمَا يَجِبُ اتِّبَاعُهُ عَلَى قَوْلِهِ إِذَا أَمَرَ بِمَا أَمَرَ بِهِ، وَنَهَى عَمَّا نَهَى عَنْهُ، فَكَانَ مُبَلِّغًا مَحْضًا وَمُخْبِرًا لَا مُنْشِئًا وَمُؤَسِّسًا، فَمَنْ أَنْشَأَ أَقْوَالًا وَأَسَّسَ قَوَاعِدَ بِحَسَبِ فَهْمِهِ وَتَأْوِيلِهِ لَمْ يَجِبْ عَلَى الْأُمَّةِ اتِّبَاعُهَا، وَلَا التَّحَاكُمُ إِلَيْهَا حَتَّى تُعْرَضَ عَلَى مَا جَاءَ بِهِ الرَّسُولُ، فَإِنْ طَابَقَتْهُ وَوَافَقَتْهُ وَشُهِدَ لَهَا بِالصِّحَّةِ قُبِلَتْ حِينَئِذٍ، وَإِنْ خَالَفَتْهُ وَجَبَ رَدُّهَا وَاطِّرَاحُهَا، فَإِنْ لَمْ يَتَبَيَّنْ فِيهَا أَحَدُ الْأَمْرَيْنِ جُعِلَتْ مَوْقُوفَةً، وَكَانَ أَحْسَنُ أَحْوَالِهَا أَنْ يَجُوزَ الْحُكْمُ وَالْإِفْتَاءُ بِهَا وَتَرْكُهُ، وَأَمَّا أَنَّهُ يَجِبُ وَيَتَعَيَّنُ فَكَلَّا وَلَمَّا ".

    “Maka Allah SWT memutuskan tidak ada pilihan setelah ada perintah dari-Nya dan perintah Rasul-Nya. Maka tidak boleh bagi seorang mukmin untuk memilih sesuatu yang lain setelah ada perintah Rasulullah , bahkan jika beliau  memerintahkan sesuatu, maka perintahnya wajib di laksanakan.

    Adapun yang boleh ada pilihan itu adalah dalam hal pendapat orang lain yang perkaranya masih samar dan belum jelas, dan orang tersebut dari kalangan ahli ilmu al-Quran dan Sunnah Rasul-Nya, maka dengan syarat-syarat ini pendapat orang lain tsb hanya boleh diikuti, tapi tidak wajib.

    Dengan demikian: tidak diwajibkan atas seseorang untuk mengikuti pendapat orang lain, namun paling tidak, seseorang itu boleh mengikutinya. Dan jika dia meninggalkan pendapat orang lain ; maka dia tidak dianggap melakukan maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.

    Maka dari manakah ini dasarnya ? Jika ada orang yang mewajibkan semua orang yang mukallaf untuk mengikuti pendapatnya, dan melarang mereka untuk menyelisihinya, dan mewajibkan mereka untuk meninggalkan setiap pendapat orang lain demi untuk mengikuti pendapatnya?!

    Tidak ada hukum bagi siapa pun dengannya, dan tidak ada perkataan bagi siapa pun dengannya, sama seperti halnya tidak ada syariat bagi siapa pun dengannya.

    Adapun yang wajib diikuti adalah perkataan Nabi  ketika beliau memerintahkan apa yang Allah perintahkan, dan melarang apa yang Allah larang.

    Jadi beliau  murni hanya menyampaikan dan mengkhabarkan, bukan pencipta syariat dan pendiri pondasinya.

    Maka siapa saja yang menciptakan pendapat dan meletakkan pondasi berdasrkan pemahaman dan penafsirannya, maka tidak wajib bagi umat untuk mengikutinya, dan tidak pula berhukum dengannya, sampai mereka mencocokkannya dengan apa yang dibawa oleh Rasululullah . Jika sesuai dan cocok dengannya serta terbukti keshahihannya, maka saat itu bisa diterima.

    Namun jika menyelisihinya, maka harus ditolak dan dibuang. Jika salah satu dari kedua hal tersebut masih belum jelas di dalamnya, maka dihentikan.

    Dan sikap yang paling baik adalah boleh menentukan hukum dan mengeluarkan fatwa dengannya, namun boleh pula meninggalkannya. Adapun bahwa itu adalah wajib dan harus, maka itu tidak dan sama sekali tidak ". [زاد المعاد (1/ 40)].

    Dan Allah SWT berfirman:

    ﴿ وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا ﴾

    " Apa yang Rasul bawa kepada kalian, maka terimalah. Dan apa yang dia larang atas kalian, maka tinggalkanlah". [QS. Al-Hasyr: 7]

    Dan Allah SWT berfirman:

    ﴿ فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا ﴾

    " Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya". [QS. An-Nisaa: 65]

    Dan Allah SWT berfirman:

    ﴿ إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ ﴾

    " Hanya ucapan orang-orang mukmin, yang apabila mereka diajak kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul memutuskan (perkara) di antara mereka, mereka berkata, “Kami mendengar, dan kami taat.” Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung". [QS. An-Nuur: 5]

    Dan ayat-ayat lainya.

    =====

    DUA PRINSIP DASAR UTAMA UNTUK MENOLAK BID'AH DAN KHURAFAT

    Selain Qaidah diatas, kami memiliki dua prinsip dasar yang agung, yaitu sbb:

    ------

    PRINSIP DASAR PERTAMA:

    Menjelaskan prinsip-prinsip dasar terpenting untuk mengahadapi ahlul bidaa' dan al-Ahwaa' yang menyelisihi al-Kitab dan as-Sunnah. Yaitu mereka harus merujuk kepada keduanya ketika mereka berbeda pendapat: Dalam Qaidah sebelumnya, Allah memerintahkan agar orang-orang yang berselisih tentang hukum dan masalah agama untuk merujuk kepada Kitab Allah SWT, dan Sunnah Rasul-Nya Muhammad . Allah SWT berfirman:

    ﴿ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ ﴾

    “Maka jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya)”. [An-Nisa: 59]. 

    Oleh sebab itu Ibnu al-Qayyim berkata:

    "وَلَمْ يَقُلْ: ( إلَى قِيَاسَاتِكُمْ وَآرَائِكُمْ ) ‌وَلَمْ ‌يَجْعَلْ ‌اللَّهُ ‌أَرَاءَ ‌الرِّجَالِ ‌وَأَقْيِسَتَهَا ‌حَاكِمَةً ‌بَيْنَ ‌الْأُمَّةِ ‌أَبَدًا ".

    “Dan Allah tidak mengatakan: (kepada analogi kalian dan pendapat kalian ), dan Allah sama sekali tidak pernah menjadikan pendapat manusia dan analogi mereka sebagai sebagai pemutus hukum di antara Umat ”. [إعلام الموقعين (1/ 184)].

    Dalam menjelaskan prinsip-prinsip dasar yang harus diikuti, Syeikhul-Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan:

    " ‌الْكِتَابُ ‌وَالسُّنَّةُ ‌وَالْإِجْمَاعُ ‌وَبِإِزَائِهِ ‌لِقَوْمٍ ‌آخَرِينَ ‌الْمَنَامَاتُ ‌وَالْإِسْرَائِيلِيَاتُ ‌وَالْحِكَايَاتُ. وَذَلِكَ أَنَّ الْحَقَّ الَّذِي لَا بَاطِلَ فِيهِ هُوَ مَا جَاءَتْ بِهِ الرُّسُلُ عَنْ اللَّهِ ".

    “Al-Kitab, as-Sunnah dan al-Ijma. Dan lawannya yang ada pada kaum lain adalah cerita-cerita mimpi, kisah-kisah Israiliyaat, dan dongeng-dongeng khurafat.

    Hal itu karena kebenaran yang tidak ada kebatilannya adalah apa yang dibawa oleh para Rasul dari Allah ". [Majmu' al-Fataawaa: 19/5]

    Asy-Syanqiiti mengatakan dalam mengkonfirmasi prinsip dasar ini:

    "وَقَدْ أَمَرَنَا اللَّهُ بِرَدِّ مَا تَنَازَعْنَا فِيهِ إِلَيْهِ وَإِلَى رَسُولِهِ ﷺ، فَلَمْ يُبِحْ لَنَا قَطُّ أَنْ نَرُدَّ ذَلِكَ إِلَى رَأْيٍ، وَلَا قِيَاسٍ، وَلَا تَقْلِيدِ إِمَامٍ، وَلَا مَنَامٍ، وَلَا كُشُوفٍ، وَلَا إِلْهَامٍ، وَلَا حَدِيثِ قَلْبٍ، وَلَا اسْتِحْسَانٍ، وَلَا مَعْقُولٍ، وَلَا شَرِيعَةِ الدِّيْوَانِ، وَلَا سِيَاسَةِ المُلُوكِ، وَلَا عَوَائِدُ النَّاسِ الَّتِي لَيْسَ عَلَى شَرَائِعِ المُرْسَلِينَ أَضَرُّ مِنْهَا؛ فَكُلُّ هَـٰذِهِ طَوَاغِيتٌ! مَنْ تَحَاكَمَ إِلَيْهَا أَوْ دَعَا مُنَازِعَهُ إِلَى التَّحَاكُمِ إِلَيْهَا، فَقَدْ حَاكَمَ إِلَى الطَّاغُوتِ".

    “Dan Allah telah memerintahkan kita untuk mengembalikan apa yang kita perselisihkan kepada-Nya dan Rasul-Nya . Maka Dia tidak pernah mengizinkan kita untuk merujuk itu pada pendapat, atau pada analogi, atau taklid pada seorang imam, atau mimpi, atau kasyaf [penyingkapan tabir ghaib], atau ilham, atau bisikan hati, al-ihtisaan [menganggap baik], ma'quul [kelogisan atau rasional], tidak juga pada hukum dewan pengadilan, tidak juga pada politik raja, tidak juga pada adat istiadat rakyat yang tidak berbahaya bagi syariat para Rasul ; maka semua ini adalah berhukum pada Thaghuut !". [أَضْوَاءُ الْبَيَانِ (4/ 206)]

    Berikut ini penulis sebutkan perkataan Jabir radhiyallahu 'anhu ketika mengamati dan memperhatikan tata cara ibadah Haji Nabi  dalam hadits yang sangat panjang. Diantaranya: Jabir berkata:

    إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ مَكَثَ تِسْعَ سِنِينَ لَمْ يَحُجَّ ثُمَّ أَذَّنَ فِي النَّاسِ فِي الْعَاشِرَةِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ حَاجٌّ فَقَدِمَ الْمَدِينَةَ بَشَرٌ كَثِيرٌ كُلُّهُمْ يَلْتَمِسُ أَنْ يَأْتَمَّ بِرَسُولِ اللَّهِ ﷺ وَيَعْمَلَ مِثْلَ عَمَلِهِ فَخَرَجْنَا مَعَهُ حَتَّى أَتَيْنَا ذَا الْحُلَيْفَةِ.... فَصَلَّى رَسُولُ اللَّهِ ﷺ فِي الْمَسْجِدِ ثُمَّ رَكِبَ الْقَصْوَاءَ.

    حَتَّى إِذَا اسْتَوَتْ بِهِ نَاقَتُهُ عَلَى الْبَيْدَاءِ نَظَرْتُ إِلَى مَدِّ بَصَرِي بَيْنَ يَدَيْهِ مِنْ رَاكِبٍ وَمَاشٍ وَعَنْ يَمِينِهِ مِثْلَ ذَلِكَ وَعَنْ يَسَارِهِ مِثْلَ ذَلِكَ وَمِنْ خَلْفِهِ مِثْلَ ذَلِكَ وَرَسُولُ اللَّهِ ﷺ بَيْنَ أَظْهُرِنَا وَعَلَيْهِ يَنْزِلُ الْقُرْآنُ وَهُوَ يَعْرِفُ تَأْوِيلَهُ وَمَا عَمِلَ بِهِ مِنْ شَيْءٍ عَمِلْنَا بِهِ فَأَهَلَّ بِالتَّوْحِيدِ ".

    Sembilan tahun lamanya beliau menetap di Madinah, namun beliau belum haji. Kemudian beliau memberitahukan bahwa tahun kesepuluh beliau akan naik haji. Karena itu, berbondong-bondonglah orang datang ke Madinah, hendak ikut bersama-sama Rasulullah  untuk beramal seperti amalan beliau. Lalu kami berangkat bersama-sama dengan beliau. Ketika sampai di Dzulhulaifah...... Rasulullah  shalat dua raka'at di masjid Dzulhulaifah, kemudian beliau naiki untanya yang bernama Qashwa.

    Setelah sampai di Baida` kulihat sekelilingku, alangkah banyaknya orang yang mengiringi beliau, yang berkendaraan dan yang berjalan kaki, di kanan-kiri dan di belakang beliau. Ketika itu turun Al Qur`an (wahyu), dimana Rasulullah  mengerti maksudnya, yaitu sebagaimana petunjuk amal yang harus kami amalkan......". [HR. Muslim no. 2173].

    Syeikh al-Albani, rahimahullah, mengomentari kata-kata Jabir radhiyallahu 'anhu dengan mengatakan:

    "فِيهِ إِشَارَةٌ لَطِيفَةٌ إِلَى أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ هُوَ الَّذِي يُبَيِّنُ لِلصَّحَابَةِ مَا نَزَلَ عَلَيْهِ مِنَ الْقُرْآنِ، وَأَنَّهُ هُوَ وَحْدَهُ الَّذِي يَعْرِفُ تَأْوِيلَهُ وَتَفْسِيرَهُ حَقَّ الْمَعْرِفَةِ، وَأَنَّ غَيْرَهُ - حَتَّى مِنَ الصَّحَابَةِ - لَا يُمْكِنُهُ الاستغناءُ عَنْ بَيَانِهِ ﷺ؛ وَلِذَٰلِكَ كَانَ الصَّحَابَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ فِي هَذِهِ الحُجَّةِ - كَغَيْرِهَا مِنَ العِبَادَاتِ - يَتْبَعُونَ خُطَاهُ؛ فَمَا عَمِلَ بِهِ مِنْ شَيْءٍ عَمِلُوا بِهِ، فِيهِ رَدٌّ ظَاهِرٌ عَلَى فَرِيقَيْنِ مِنَ النَّاسِ:

    أ- الصُّوفِيَّةُ الَّذِينَ يَسْتَغْنِي أَحَدُهُمْ عَنْ سُنَّةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ وَهَدْيِهِ وَبَيَانِهِ بِمَا يَزْعُمُونَهُ مِنَ الْعِلْمِ اللَّدُنِّيِّ، يُرْمَزُ إِلَيْهِ بَعْضُهُمْ بِقَوْلِهِ: "حَدَّثَنِي قَلْبِي عَنْ رَبِّي"؛ بَلْ زَعَمَ الشَّعْرَانِيُّ فِي "الطَّبَقَاتِ الكُبْرَى" أَنَّ أَحَدَ شُيُوخِهِ (المَجْذُوبِينَ) وَالَّذِينَ يَرْضَى هُوَ عَنْهُمْ، كَانَ يَقْرَأُ قُرْآنًا غَيْرَ قُرْآنِنَا، وَيَهْدِي ثَوَابَ تِلَاوَتِهِ لِأَمْوَاتِ المُسْلِمِينَ.

    ب- طَائِفَةٌ يُسَمُّونَ أَنْفُسَهُمْ بـ "القُرْآنِيِّين" وَالْقُرْآنُ مِنْهُمْ بَرِيءٌ، يَزْعُمُونَ أَنْ لَا حَاجَةَ بِهِمْ لِفَهْمِ الْقُرْآنِ إِلَى سُنَّةِ النَّبِيِّ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ، وَيَكْفِي فِي ذَلِكَ المَعْرِفَةُ بِاللُّغَةِ العَرَبِيَّةِ وَآدَابِهَا، مَعَ أَنَّ هَٰذَا لَمْ يَكْفِ جَابِرًا وَأَصْحَابَهُ كَمَا عَرَفْتَ، لَا سِيَّمَا وَهُمْ عَرَبٌ أَقْحَاحٌ، نَزَلَ الْقُرْآنُ بِلُغَتِهِمْ، بَيْنَمَا هَذِهِ الطَّائِفَةُ كُلُّهُمْ أَوْ جُلُّهُمْ مِنَ الأعَاجِمِ، وَكَانَ مِنْ نَتِيجَةِ زَعْمِهِمْ المذكُورِ أَنْ خَرَجُوا عَنْ الإسلامِ وَجَاءُوا بِدِينٍ جَدِيدٍ؛ فَصَلَاتُهُمْ غَيْرُ صَلَاتِنَا، وَحَجُّهُمْ غَيْرُ حَجِّنَا، وَصَوْمُهُمْ غَيْرُ صَوْمِنَا، وَلَا أَدْرِي لَعَلَّ تَوْحِيدَهُمْ غَيْرُ تَوْحِيدِنَا، وَقَدْ نَبَغَ هَؤُلَاءِ فِي الهِنْدِ، ثُمَّ سَرَتْ فِتْنَتُهُمْ إِلَى مِصْرَ وَسُورِيَا، وَكُنْتُ قَرَأْتُ لَهُمْ كِتَابًا بِاسْمِ "الدِّينِ" لَيْسَ عَلَيْهِ اسمُ مُؤَلِّفِهِ، مَنْ قَرَأَهُ عَرَفَ مِنْهُ ضَلَالَهُمْ وَخُرُوجَهُمْ مِنَ الدِّينِ، كَفَى اللَّهُ المُسْلِمِينَ شَرَّ الفَرِيقَيْنِ.

     “Di dalamnya ada isyarat yang bagus bahwa Nabi  adalah orang yang menjelaskan kepada para Sahabat apa yang diwahyukan kepadanya dari Al-Qur'an, dan bahwa dia sendirilah yang mengetahui takwil [interpretasi] dan tafsirnya dengan pengetahuan yang benar, dan bahwa orang lain selain - bahkan di antara para Sahabat - tidak dapat melakukannya tanpa penjelasan beliau .

    Oleh karena itu, para sahabat - semoga Allah meridhoi mereka- dalam ibadah haji ini sama seperti ibadah lainnya, merka mengikuti jejak beliau . Apa pun yang beliau  amalkan sehubungan dengan sesuatu ; maka mereka pun ikut mengamalkannya.

    Maka dalam hadits Jabir diatas terdapat bantahan yang nyata terhadap dua golongan berikut ini:

    A- Kelompok Shufiyah, salah satu aliran dari kelompok ini ada yang mencukupkan dirinya untuk tidak mengambil Sunnah Nabi , petunjuknya dan penjelasannya. Karena mereka mengklaim bahwa dirinya mampu menguasai ILMU LADUNI.

    Sebagian dari mereka mengisyaratkannya dengan mengatakan: "Hatiku berbicara kepadaku dari Tuhanku”. Bahkan, Asy-Sya'rooni mengklaim sebagaimana yang disebutkan dalam "Al -Tabaqat Al-Kubra " bahwa salah satu syekhnya ( yang majdzuub ) dan yang dia merasa senang dan ridho dengan mereka, syeikh nya itu biasa membaca Al-Qur'an selain Al-Qur'an kami, dan dia menghadiahkan pahala bacaannya untuk orang-orang Muslim yang telah meninggal.

    B- Sebuah kelompok yang menyebut diri mereka “ Qur'anis / kelompok al-Qu'ran ”. Padahal Al-Qur'an sama sekali tidak ada kaitannya dengan mereka. Mereka mengklaim bahwa mereka tidak perlu memahami Al-Qur'an dengan Sunnah Nabi . Dan mereka merasa cukup untuk itu dengan menguasai pengetahuan tentang bahasa Arab dan adabnya, padahal sahabat Jabir dan para sahabat lainnya tidak merasa cukup dengannya seperti yang anda ketahui, bahkan mereka adalah orang-orang Arab asli dan murni. Al-Qur'an diturunkan dalam bahasa mereka.

    Sementara kelompok ini, semuanya atau kebanyakan dari mereka adalah non-Arab, dan sebagai akibat dan hasil dari klaim mereka yang disebutkan di atas, mereka keluar dari agama Islam dan datang dengan menghadirkan agama baru. Shalat mereka berbeda dengan shalat kita, haji mereka berbeda dengan haji kita, dan puasa mereka berbeda dengan puasa kita.

    Dan saya tidak tahu mungkin tauhid mereka berbeda dengan tauhid kita. Dan kelompok ini lahir di India, lalu ajaran sesat mereka menyebar ke Mesir dan Suriah.

    Dan saya membaca sebuah buku milik mereka berjudul “Agama” yang tidak ada nama pengarangnya. Siapa pun yang membacanya mengetahui darinya akan kesesatan mereka, dan keluarnya mereka dari agama Islam. Semoga Allah menyelamatkan umat Islam dari keburukan dan kejahatan dua firqoh ini ”. [حُجَّةُ النَّبِيِّ ﷺ hal. 53]

    Dan Imam Al-Qurthubi, rahimahullah, mengungkapkan kepada kita ungkapan paling akurat tentang prinsip-prinsip dasar orang Kristen yang kepadanya mereka merujuk ketika mereka berselisih, yaitu merujuk pada takhayyul dan khurafat. Di mana al-Qurthubi berkata:

    اعْلَمْ أَيُّهَا العَاقِلُ - وَفَّقَكَ اللَّهُ - أَنَّ النَّصَارَى أَضْعَفُ النَّاسِ عُقُولًا، وَأَقَلُّهُمْ فِطْنَةً وَتَحْصِيلًا؛ فَهُمْ لِذَٰلِكَ يَعْتَقِدُونَ فِي اللَّهِ المُحَالَاتِ، وَيَنْكِرُونَ الضَّرُورِيَّاتِ، وَيَسْتَنِدُونَ فِي أَحْكَامِهِمْ إِلَى الخُرَافَاتِ؛ فَتَارَةً يُسْنِدُونَ قَضَايَاهُمْ إِلَى مَنَامَةٍ رَأَوْهَا، أَوْ خُرَافَةٍ سَمِعُوهَا وَمَا وَعَوْهَا، وَأُخْرَى تَحَكَّمُ فِيهِمْ مُتَقَسِّسٌ جَاهِلٌ بِمَحْضِ الجَهْلِ وَالْهَوَى وَالأَبَاطِيلِ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَسْتَدِلَّ عَلَى جَوَازِ شَيْءٍ مِمَّا يُرِيدُ أَنْ يَفْعَلَ مِنَ الأَفَاعِيلِ؛ لَا بِتَوْرَاةٍ وَلَا بِإِنْجِيلٍ، بَلْ قَدْ يُعْرِضُ عَنْ نُصُوصِ الكِتَابَيْنِ، وَيَتَأَوَّلُهُمَا تَأْوِيلَ مَنْسَلِخٍ عَنْ المِلَّتَيْنِ، وَرُبَّمَا تَنْزِلُ بِهِمْ عِظَامُ النَّوَازِلِ، فَيَجْتَمِعُونَ لَهَا فِي المحَافِلِ، فَيَتَحَكَّمُونَ بِأَهْوَائِهِمْ، وَيَقُولُونَ فِيهَا بِآرَائِهِمْ، فِيحِلُّونَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ، وَيُحَرِّمُونَ مَا أَحَلَّ اللَّهُ.

    "Ketahuilah, hai orang berakal - semoga Allah memberimu taufiq - bahwa orang-orang Kristen adalah orang yang paling lemah akalnya, dan paling tidak bijaksana dan tidak terpelajar. Oleh karena itu, mereka berkeyakinan tentang Allah hal-hal yang tidak masuk akal, dan mengingkari hal-hal yang rasional secara pasti, dan menyandarkan hukum-hukum mereka pada hal-hal khurafat. Maka kadang-kadang mereka menyandarkan hukum-hukum masalah mereka pada mimpi yang mereka lihat, atau khurafat yang mereka dengar dan mereka tidak memahaminya. Dan kadang-kadang (pendeta) yang bodoh menetapkan hukum pada mereka berdasarkan murni kebodohan, hawa nafsu dan kebatilan belaka, tanpa berdalil dengan sesuatu yang diperbolehkan atau tidaknya untuk melakukan apa pun yang dia inginkan. Tidak berdalil dengan Taurat dan tidak pula dengan Injiil.

    Bahkan sebaliknya, dia mungkin berpaling dari makna nash dua kitab tersebut, menafsirkannya dalam interpretasi yang terasing dari dari dua agama [Yahudi dan Kristen]. Dan mungkin tulang bencana alam akan menimpa mereka, dan mereka akan berkumpul untuk itu dalam majlis-majelis, lalu mereka akan menentukan hukum berdasarkan keinginan mereka dan berdasarkan pendapatnya, maka mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah, dan mereka mengharamkan apa yang dihalalkan Allah".

    [Baca: الإعلام بما في دين النصارى من الفساد والأوهام hal. 393]

    Syeikhul-Islam Ibnu Taimiyyah berkata:

    " ‌وَالنَّصَارَى ‌يُصَدِّقُونَ ‌بِمُحَالَاتِ ‌الْعُقُولِ ‌وَالشَّرَائِعِ ; ‌كَمَا ‌صَدَّقُوا ‌بِالتَّثْلِيثِ ‌وَالِاتِّحَادِ ‌وَنَحْوِهِمَا ‌مِنَ ‌الْمُمْتَنِعَاتِ ".

    “Dan orang-orang Kristen percaya pada hal-hal yang mustahil menurut akal dan syariat, sama seperti halnya mereka percaya pada trinitas dan penyatuan dan sejenisnya dari hal-hal yang abstain”. [Baca: الجواب الصحيح لمن بدل دين المسيح 2/265].

    ------

    PRINSIP DASAR KEDUA:

    Tidak ada yang maksum [terjaga dari kesalahan] kecuali Rasulullah  dan adapun selainnya maka kadang salah dan kadang benar. Dalil prinsip dasar ini adalah:

    ﴿ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ ﴾

    “Maka jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya)”. [QS. An-Nisaa: 59].

    Dan dalam hal itu Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan:

    " ‌فَأَمَرَ ‌اللَّهُ ‌الْمُؤْمِنِينَ ‌عِنْدَ ‌التَّنَازُعِ ‌بِالرَّدِّ ‌إِلَى ‌اللَّهِ ‌وَالرَّسُولِ، وَلَوْ كَانَ لِلنَّاسِ مَعْصُومٌ غَيْرُ الرَّسُولِ - ﷺ - لَأَمَرَهُمْ بِالرَّدِّ إِلَيْهِ ، فَدَلَّ الْقُرْآنُ عَلَى أَنَّهُ لَا مَعْصُومَ إِلَّا الرَّسُولُ - ﷺ - ".

    Allah SWT memerintahkan orang-orang beriman ketika mereka berselisih agar merujuk kepada Allah dan Rasul. Dan jika seandainya benar bahwa orang-orang itu maksum selain Rasulullah , maka Dia tidak akan memerintahkan mereka untuk merujuk kepada-Nya, oleh karena itu Al-Qur'an menunjukkan bahwa tidak ada yang maksum kecuali Rasulullah .” [مِنْهَاجُ السُّنَّةِ النَّبَوِيَّة (3/381)].

    Ini juga ditunjukkan oleh kata-kata Nabi  kepada Abu Bakar Al-Siddiq, semoga Allah meridhoinya, dalam takwil mimpi:

    " أَصَبْتَ بَعْضًا وَأَخْطَأْتَ بَعْضًا ".

    ((Engkau benar sebagian dan salah sebagian!))

    Lengkapnya hadits: Dari Ibnu Abbas radliallahu 'anhuma, dia bercerita:

    أَنَّ رَجُلًا أَتَى رَسُولَ اللَّهِ ﷺ فَقَالَ إِنِّي رَأَيْتُ اللَّيْلَةَ فِي الْمَنَامِ ظُلَّةً تَنْطُفُ السَّمْنَ وَالْعَسَلَ فَأَرَى النَّاسَ يَتَكَفَّفُونَ مِنْهَا فَالْمُسْتَكْثِرُ وَالْمُسْتَقِلُّ وَإِذَا سَبَبٌ وَاصِلٌ مِنْ الْأَرْضِ إِلَى السَّمَاءِ فَأَرَاكَ أَخَذْتَ بِهِ فَعَلَوْتَ ثُمَّ أَخَذَ بِهِ رَجُلٌ آخَرُ فَعَلَا بِهِ ثُمَّ أَخَذَ بِهِ رَجُلٌ آخَرُ فَعَلَا بِهِ ثُمَّ أَخَذَ بِهِ رَجُلٌ آخَرُ فَانْقَطَعَ ثُمَّ وُصِلَ.

    فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ يَا رَسُولَ اللَّهِ بِأَبِي أَنْتَ وَاللَّهِ لَتَدَعَنِّي فَأَعْبُرَهَا. فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: اعْبُرْهَا.

    قَالَ: أَمَّا الظُّلَّةُ فَالْإِسْلَامُ وَأَمَّا الَّذِي يَنْطُفُ مِنْ الْعَسَلِ وَالسَّمْنِ فَالْقُرْآنُ حَلَاوَتُهُ تَنْطُفُ فَالْمُسْتَكْثِرُ مِنْ الْقُرْآنِ وَالْمُسْتَقِلُّ وَأَمَّا السَّبَبُ الْوَاصِلُ مِنْ السَّمَاءِ إِلَى الْأَرْضِ فَالْحَقُّ الَّذِي أَنْتَ عَلَيْهِ تَأْخُذُ بِهِ فَيُعْلِيكَ اللَّهُ ثُمَّ يَأْخُذُ بِهِ رَجُلٌ مِنْ بَعْدِكَ فَيَعْلُو بِهِ ثُمَّ يَأْخُذُ بِهِ رَجُلٌ آخَرُ فَيَعْلُو بِهِ ثُمَّ يَأْخُذُهُ رَجُلٌ آخَرُ فَيَنْقَطِعُ بِهِ ثُمَّ يُوَصَّلُ لَهُ فَيَعْلُو بِهِ فَأَخْبِرْنِي يَا رَسُولَ اللَّهِ بِأَبِي أَنْتَ أَصَبْتُ أَمْ أَخْطَأْتُ ؟

    قَالَ النَّبِيُّ ﷺ: أَصَبْتَ بَعْضًا وَأَخْطَأْتَ بَعْضًا.

    قَالَ: فَوَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَتُحَدِّثَنِّي بِالَّذِي أَخْطَأْتُ.

    قَالَ: لَا تُقْسِمْ.

    Ada seorang laki-laki mendatangi Rasulullah  mengatakan:

    '"Tadi malam aku bermimpi melihat segumpal awan yang meneteskan minyak samin dan madu, lantas kulihat orang banyak memintanya, ada yang meminta banyak dan ada yang meminta sedikit, tiba-tiba ada tali yang menghubungkan antara langit dan bumi, kulihat engkau memegangnya kemudian engkau naik, kemudian ada orang lain memegangnya dan ia pergunakan untuk naik, kemudian ada orang yag mengambilnya dan dipergunakannya untuk naik namun tali terputus, kemudian tali tersambung".

    Maka berkatalah Abu Bakar: Wahai Rasulullah, aku rela mengorbankan bapak ibuku demi baginda, demi Allah izinkanlah aku mentakwilkan mimpi itu.

    Lalu beliau bersabda: "Silahkan Takwilkanlah! "

    Maka Abu Bakar berkata ;

    'Adapun awan, itulah Islam, adapun madu dan minyak samin yang menetes, itulah Alquran, karena alqur'an manisnya menetes, maka silahkan ada yang memperbanyak atau mempersedikit, adapun tali yang menghubungkan langit dan bumi adalah kebenaran yang engkau pegang teguh sekarang ini, yang karenanya Allah meninggikan kedudukanmu, kemudian ada seseorang sepeninggalmu mengambilnya dan ia pun menjadi tinggi kedudukannya, lantas ada orang lain yang mengambilnya dan terputus, kemudian tali itu tersambung kembali sehingga ia menjadi tinggi kedudukannya karenanya, maka beritahulah aku ya Rasulullah, ayah dan ibuku sebagai tebusanmu, apakah takwil saya benar ataukah salah? '

    Nabi  menjawab: "Engkau benar sebagian dan salah sebagian"

    Abu Bakar mengatakan; 'Demi Allah ya Rasulullah, tolong beritahukanlah kepadaku takwilku yang salah! '

    Nabi  menjawab: "Janganlah engkau bersumpah!". [HR. Bukhori no. 6524 dan Muslim no. 4214]

    Syeikhul-Islam Ibnu Taimiyyah berkata:

    "وَصَلَاحِ الرَّجُلِ وَفَضْلِهِ وَدِينِهِ وَزُهْدِهِ وَوَرَعِهِ وَكَرَامَاتِهِ كَثِيرٌ جِدًّا ‌فَلَيْسَ ‌مِنْ ‌شَرْطِ ‌وَلِيِّ ‌اللَّهِ ‌أَنْ ‌يَكُونَ ‌مَعْصُومًا ‌مِنْ ‌الْخَطَأِ ‌وَالْغَلَطِ؛ ‌بَلْ ‌وَلَا ‌مِنْ ‌الذُّنُوبِ وَأَفْضَلُ أَوْلِيَاءِ اللَّهِ بَعْدَ الرُّسُلِ أَبُو بَكْرٍ الصِّدِّيق - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - وَقَدْ ثَبَتَ عَنْ النَّبِيِّ ﷺ أَنَّهُ قَالَ: لَهُ لَمَّا عَبَرَ الرُّؤْيَا: (( أَصَبْت بَعْضًا وَأَخْطَأْت بَعْضًا))".

    "Kebaikan dan keutamaan seseorang, agamanya, kezuhudannya, kewaroo'annya, dan kemuliannya sangat banyak. Bukanlah syarat sebagai waliyullaah bahwa dia maksum [terjaga] dari kesalahan dan kekeliruan, bahkan tidak pula dari dosa. Dan wali Allah yang terbaik setelah para rasul adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq, semoga Allah meridhoi dia. Dan telah ada keterang yang valid bahwa Nabi  pernah berkata kepadanya ketika dia menafsirkan mimpi: ((Anda benar sebagian, dan ada yang salah sebgian ))”. [Majmu' al-Fataawaa 10/693].

    Oleh karena itu, imam Ahl al-Sunnah wa'l-Jama'ah, Imam Ahmad ibn Hanbal, rahimahullah, biasa mengatakan:

    " إِنَّهُ لَا مَعْصُومَ إِلَّا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ وَالْأَنْبِيَاءُ مِنْ قَبْلِهِ، وَسَائِرُ الأُمَّةِ يَجُوزُ عَلَيْهِمُ الخَطَأُ"

    “Tidak ada yang maksum kecuali Rasulullah  dan para nabi sebelum dia. Adapun selainnya dari seluruh umat, maka mungkin mereka melakukan kesalahan.”

    [Baca: اعْتِقَادُ الإِمَامِ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ - رِوَايَةُ أَبِي بَكْرٍ الخَلَّال hal. 123]

    Hanya Rawaafidh [Syiah Raafidhah] saja yang tidak setuju dengan itu semua. Syeikhul-Islam Ibnu Taimiyyah berkata:

    " ‌فَإِنَّ ‌أَهْلَ ‌السُّنَّةِ ‌عِنْدَهُمْ ‌لَا ‌مَعْصُومَ ‌إِلَّا ‌النَّبِيُّ ‌ﷺ. ‌وَالشِّيعَةُ ‌يَقُولُونَ: لَا مَعْصُومَ غَيْرُ النَّبِيِّ ﷺ وَالْإِمَامِ".

    “Bagi Ahlus-Sunnah menurut nya: tidak ada yang makshum [terjaga dari kesalahan] kecuali Nabi . Sementara Syiah mengatakan: Tidak ada yang makshum kecuali Nabi  dan Imam Syiah ”. [مِنْهَاجُ السُّنَّةِ النَّبَوِيَّة  (7/83)].

    Syeikhul-Islam Ibnu Taimiyyah berkata:

    " ‌وَالْمَقْصُودُ ‌بِهَذَا ‌الْأَصْلِ ‌أَنَّ ‌مَنْ ‌نُصِبَ ‌إمَامًا ‌فَأَوْجَبَ ‌طَاعَتَهُ ‌مُطْلَقًا ‌اعْتِقَادًا ‌أَوْ ‌حَالًا فَقَدْ ضَلَّ فِي ذَلِكَ كَأَئِمَّةِ الضَّلَالِ الرَّافِضَةِ الْإِمَامِيَّةِ حَيْثُ جَعَلُوا فِي كُلِّ وَقْتٍ إمَامًا مَعْصُومًا تَجِبُ طَاعَتُهُ فَإِنَّهُ لَا مَعْصُومَ بَعْدَ الرَّسُولِ وَلَا تَجِبُ طَاعَةُ أَحَدٍ بَعْدَهُ فِي كُلِّ شَيْءٍ وَاَلَّذِينَ عَيَّنُوهُمْ مِنْ أَهْلِ الْبَيْتِ مِنْهُمْ مَنْ كَانَ خَلِيفَةً رَاشِدًا تَجِبُ طَاعَتُهُ كَطَاعَةِ الْخُلَفَاءِ قَبْلَهُ وَهُوَ عَلِيٌّ. وَمِنْهُمْ أَئِمَّةٌ فِي الْعِلْمِ وَالدِّينِ يَجِبُ لَهُمْ مَا يَجِبُ لِنُظَرَائِهِمْ مِنْ أَئِمَّةِ الْعِلْمِ وَالدِّينِ كَعَلِيِّ بْنِ الْحُسَيْنِ. وَأَبِي جَعْفَرٍ الْبَاقِرِ؛ وَجَعْفَرِ ابْنِ مُحَمَّدٍ الصَّادِقِ. وَمِنْهُمْ دُونَ ذَلِكَ".

    “Yang dimaksud dengan prinsip dasar ini adalah barang siapa mengangkat seorang imam dan mewajibkan untuk menaatinya secara mutlak, dalam keyakinan atau kondisi, maka dia telah tersesat dalam hal itu - seperti halnya para imam Syi'ah Raafidhah Imamiyyah, di mana mereka menjadikan imam yang maksum yang wajib ditaati setiap saat - karena tidak ada imam yang maksum setelah Rasul , dan tidak wajib menaati siapa pun setelah beliau  dalam segala hal.

    Dan para imam dari kalangan Ahlul- Bayt yang mereka tunjuk, maka di antara mereka ada juga yang khalifah roosyidah [yang mendapat petunjuk] yang harus dipatuhi sebagaimana para khalifah sebelumnya yang harus ditaati, dan dia adalah Ali bin Abu Tholib. Dan di antara mereka ada juga sebagai para imam dalam ilmu dan agama, yang wajib bagi mereka sebagaimana apa yang wajib pula bagi rekan-rekan yang sepadan dengan nya dari kalangan para imam dalam ilmu dan agama. Seperti Ali bin Al-Hussein, Abu Jaafar Al-Baqir, dan Jaafar bin Muhammad Al-Sadiq, dan diantara mereka ada yang kurang dari itu". [Majmu' al-Fataaawaa 19/69]

    Ini adalah khurafat besar, dan salah satu bencana yang mengancam Umat ini!

    Syeikh Sa'id Umar Ghozi dalam artikelnya "أُمَّةٌ لَا تَقْبَلُ الخُرَافَة" berkata:

    فَإِذَا نَظَرْنَا إِلَى حَالِ الأُمَّةِ الآنَ، وَجَدْنَا أَنَّ كَثِيرًا مِنَ الأُمُورِ المُتَنَازَعِ فِيهَا عِندَ طَوَائِفٍ وَجَمَاعَاتٍ مِنْ هَذِهِ الأُمَّةِ - ضَعُفَ الرَّدُّ فِيهَا إِلَى الكِتَابِ وَالسُّنَّةِ، وَقَوِيَ الرَّدُّ فِيهَا إِلَى الجَهْلِ وَالهَوَى وَالمَنَامَاتِ، وَالخُرَافَاتِ وَالإِسْرَائِيلِيَّاتِ، وَآرَاءِ الرِّجَالِ وَالمُكَاشَفَاتِ، وَنَحْوِ ذَلِكَ، الَّتِي هِيَ أَهَمُّ طُرُقٍ وَوُسَائِلَ انتشارِ الخُرَافَاتِ وَالهَذِيَانَاتِ وَالأَكَاذِيبِ البَاطِلَةِ.

    " Jika kita perhatikan keadaan umat sekarang, kita menemukan banyak masalah-masalah yang diperdebatkan di antara sekte, aliran dan golongan dari umat ini – yang mana mereka lemah untuk mengembalikannya kepada al-Qur'an dan as-Sunnah, namun mereka kuat dalam merujuk kepada kebodohan, hawa nafsu, mimpi, khurafat, israiliyyat, pendapat para tokoh, ilmu kasyaf [menyingkap tabir ghaib] dan lain sebagainya, yang mana itu adalah merupakan metode terpenting, dan sarana utama dalam penyebaran khurafat, delusi, dan kebohongan yang bathil ".

    =====

    SEBAGAI CONTOH: 
    KHURAFAT KEYAKINAN AL-HULUL WAL ITTIHAD
    [الحُلُوْلُ وَالاِتِّحَادُ]

    Sebagai contoh keyakinan khurafat yang menimpa umat ini, adalah: Konsep Al-Hulul wal Ittihad [الحُلُوْلُ وَالاِتِّحَادُ] yaitu:

    "Keyakinan bahwa semua yang ada pada hakikatnya adalah satu dan segala sesuatu yang kita lihat di alam semesta ini tidak lain merupakan perwujudan/penampakan Zat Ilahi - Azza wa Jalla - maha suci Allah SWT dari segala keyakinan kotor mereka-. Singkatnya bahwa Allah menempati makhluk-Nya dan Dia menyatu dengan makhluk-Nya ".

    Konsep ini dikenal dalam ilmu tarekat dengan istilah Wihdatul Wujud, yaitu bahwa Allah -Azza wa Jalla - menyatu dengan sebagian hamba-hambanya yang sudah mencapai tingkat tertentu, seperti tingkat makrifat dan hakikat atau merekalah yang menyatu dengan Allah Azza wa Jalla. Dan yang di kenal pula dengan istilah kejawen " LIR KADIO KERIS MELEBU NING WERONGKONE " atau " MANUNGGALING KAWULA ING GUSTI ". Sehingga sebagian mereka ada yang mengatakan bahwa Fir'aun berada di syurga yang paling tinggi karena dia menyatakan dirinya sebagai Tuhan atau Tistisan Tuhan. Dalam Al-Qur'an Allah Azza wa Jalla berfirman tentang ucapan Fir'aun:

    ( فَقَالَ أَنَارَبُّكُم ُالأعْلَى)

    " Maka dia ( Fir'aun ) berkata: Aku adalah Rabb ( Tuhan ) kalian yang Maha Tinggi " ( QS. An-Nazi'at: 23 ).

    Imam Besar faham aqidah Wihdatul Wujud ini adalah Ibnu ‘Arabi Al Hatimi Ath Thai (Nama lengkapnya adalah Abu Bakr Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad bin Ahmad Ath Thai Al Hatimi Al Mursi Ibnu ‘Arabi, yang wafat pada tahun 638 H dan dikuburkan di Damaskus. (Lihat Siar Al A’lam An Nubala’ tulisan Imam Adz Dzahabi 16/354)

    Dalam kitabnya Al Futuhat Al Makkiyah (seperti yang dinukilkan oleh DR. Taqiyuddin Al Hilali dalam kitabnya Al Hadiyyatul Haadiyah hal. 43) Ibnu ‘Arabi menyatakan keyakinan kufur ini dengan ucapannya: Hamba adalah tuhan dan tuhan adalah hamba duhai gerangan, siapakah yang diberi tugas (melaksanakan syariat)? Jika kau katakan: hamba, maka dia adalah tuhan Atau kau katakan: tuhan, maka mana mungkin tuhan diberi tugas?!

    Dan Ibnu ‘Arabi dalam kitabnya yang lain Fushushul Hikam (hal.192) dia ngelindur: “Sesungguhnya orang-orang yang menyembah anak sapi, tidak lain yang mereka sembah kecuali Allah.”

    Meskipun demikian, para pengusung faham Wihdatul Wujud ini malah memberikan gelar-gelar kehormatan yang tinggi kepada Ibnu ‘Arabi, seperti gelar Al ‘Arif Billah (orang yang mengenal Allah SWT dengan sebenarnya), Al Quthb Al Akbar (pemimpin para wali yang paling agung), Al Misk Al Adzfar (minyak kesturi yang paling harum), dan Al Kibrit Al Ahmar (Permata yang merah berkilau), padahal orang ini terang-terangan memproklamirkan keyakinan Wihdatul Wujud dan keyakinan-keyakinan kufur dan rusak lainnya, seperti pujian dia terhadap Firaun dan keyakinannya bahwa Firaun mati di atas keimanan, celaan dia terhadap Nabi Harun u yang mengingkari kaumnya yang menyembah anak sapi -yang semua ini jelas-jelas bertentangan dengan nash Al-Quran-, dan keyakinan dia bahwa kafirnya orang-orang Nasrani adalah karena mereka hanya mengkhususkan Nabi ‘Isa ‘alaihi salam sebagai Tuhan, yang kalau seandainya mereka tidak mengkhususkannya maka mereka tidak dikafirkan.

    Beberapa Contoh Penyimpangan dan Kesesatan Aqidah WihdatulWujud yang menunjukkan besarnya penyimpangan ajaran ini dan sangat jauhnya ajaran ini dari petunjuk Al-Quran dan As Sunnah

    -----.

    Contoh Pertama:

    Ibnu Al Faridh yang wafat pada tahun 632 H, tokoh besar sufi sesat yang menganut paham Wihdatul Wujud dan meyakini bahwa seorang hamba bisa menjadi Tuhan, bahkan -yang lebih kotor lagi- dia menggambarkan sifat-sifat Tuhannya seperti sifat-sifat wanita, sampai-sampai dia menganggap bahwa Tuhannya telah menampakkan diri di hadapan Nabi Adam ‘alaihi salam dalam bentuk Hawwa (istri Nabi Adam u)?!

    Untuk lebih jelas silakan merujuk pada kitab Hadzihi Hiya Ash Shufiyyah (hal. 24-33), tulisan Syaikh Abdurrahman al Wakil yang menukil ucapan-ucapan kufur Ibnu Al Faridh ini.

    -----

    Contoh Kedua:

    Ibnu ‘Arabi dalam kitabnya Fushushul Hikam yang berisi segudang kesesatan dan kekufuran. Dalam kitabnya ini dia mengatakan bahwa Rasullah  lah yang memberikan padanya kitab ini, dan beliau r berkata kepadanya: “Bawalah dan sebarkanlah kitab ini pada manusia agar mereka mengambil manfaat darinya”, kemudian Ibnu ‘Arabi berkata: “Maka aku pun (segera) mewujudkan keinginan (Rasulullah ) itu seperti yang beliau  tentukan padaku tidak lebih dan tidak kurang.”Kemudian Ibnu ‘Arabi berkata:

    "(Kitab ini) dari Allah, maka dengarkanlah ! dan kepada Allah kembalilah !"

    (Baca: Fushushul Hikam, dengan perantaraan kitab Hadzihi Hiya Ash Shufiyyah hal. 19).

    ------

    Contoh Ketiga:

    At Tilmisani, seorang tokoh besar tasawuf yang sesat, ketika dikatakan padanya bahwa kitab rujukan mereka Fushushul Hikam bertentangan dengan Al-Quran, dia malah menjawab: “Seluruh isi Al-Quran adalah kesyirikan, dan sesungguhnya Tauhid hanya ada pada ucapan kami.” 

    Maka dikatakan lagi kepadanya: “Kalau kalian mengatakan bahwa seluruh yang ada (di alam semesta) adalah satu (esa), mengapa seorang istri halal untuk disetubuhi, sedangkan saudara wanita haram (disetubuhi)?” 

    Maka dia menjawab: “Menurut kami semuanya (istri dan saudara wanita) halal (untuk disetubuhi), akan tetapi orang-orang yang terhalang dari penyaksian keesaan seluruh alam mengatakan bahwa saudara wanita haram (disetubuhi), maka kami pun ikut-ikut mengatakan haram.”(Dinukil oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, lihat Majmu’ul Fatawa 13/186).

    -----

    Contoh Keempat:

    Abu Yazid Al Busthami, yang pernah berkata: “Aku heran terhadap orang yang telah mengenal Allah, mengapa dia tetap beribadah kepada-Nya?!” (Dinukil oleh Abu Nu’aim Al Ashbahani dalam kitabnya Hilyatul Auliya’ 10/37).

    Dia juga berkata: “Sungguh aku telah menghimpun amalan ibadah seluruh penghuni tujuh langit dan tujuh bumi, kemudian aku masukkan ke dalam bantal dan aku letakkan di bawah pipiku.” (Hilyatul Auliya’ 10/35-36).

    -----

    Contoh Kelima:

    Asy Sya’rani, seorang tokoh besar faham wihdatul wujud yang telah menulis sebuah kitab yang berjudul Ath Thabaqat Al Kubra, yang memuat biografi tokoh-tokoh ahli tasawuf dan kisah-kisah (kotor) yang dianggap oleh orang-orang ahli tasawuf sebagai tanda kewalian. Di antaranya kisah seorang wali yang bernama Ibrahim Al ‘Uryan, orang ini bila naik mimbar dan berceramah selalu dalam keadaan telanjang bulat!? (Lihat At Thabaqat Al Kubra 2/124).

    ------

    Contoh Keenam:

    Kisah tentang seorang (wali Setan) yang bernama Syaikh Al Wuhaisyi yang bertempat tinggal di rumah pelacuran, yang mana setiap ada orang yang selesai berbuat zina, dan hendak meninggalkan tempat tersebut, dia berkata kepadanya: “Tunggulah sebentar hingga aku selesai memberikan syafaat untukmu sebelum engkau meninggalkan tempat ini!?” 

    Dan diantara kisah tentang orang ini: bahwa setiap kali ada seorang pemuka agama setempat sedang menunggang keledai, dia memerintahkannya untuk segera turun, lalu berkata kepadanya: “Peganglah kepala keledaimu, agar aku dapat melampiaskan birahiku padanya!?” (Lihat At Thabaqat Al Kubra 2/129-130).

    -----

    Contoh Ketujuh:

    Abu Hamid Al Ghazali, seorang yang termasuk tokoh-tokoh ahli tasawuf yang paling besar dan tenar, di dalam kitabnya Ihya ‘Ulumud Din ketika dia membicarakan tingkatan-tingkatan dalam tauhid, dia mengatakan: 

    “Dalam Tauhid ada empat tingkatan: …

    Tingkatan yang kedua: Dengan membenarkan makna lafadz di dalam hati sebagaimana yang dilakukan oleh umumnya kaum muslimin, dan ini adalah keyakinannya orang-orang awam?!

    Tingkatan yang ketiga: Mempersaksikan makna tersebut dengan jalan Al Kasyf (penyingkapan tabir) melalui perantaraan cahaya Al Haq (Allah SWT ) dan ini adalah tingkatan Al Muqarrabin, yaitu dengan seseorang melihat banyaknya makhluk (di alam semesta), akan tetapi dia melihat semuanya bersumber dari Zat Yang Maha Tunggal lagi Maha Perkasa.

    Dan tingkatan yang keempat: Dengan tidak menyaksikan di alam semesta ini kecuali satu zat yang esa, dan ini merupakan penyaksian para Shiddiqin, dan diistilahkan oleh orang ahli tasawuf dengan sebutan: Al Fana’ Fit Tauhid (telah melebur dalam tauhid/pengesaan) karena dia tidak melihat kecuali satu, bahkan dia tidak melihat dirinya sendiri…

    Dan inilah puncak tertinggi dalam tauhid [menurutnya]. Jika anda bertanya bagaimana mungkin seseorang tidak melihat kecuali hanya satu saja, padahal dia melihat langit, bumi dan semua benda-benda yang benar-benar nyata, dan itu banyak sekali? dan bagaimana sesuatu yang banyak menjadi hanya satu?

    Ketahuilah bahwa ini adalah puncak ilmu Mukasyafat (tersingkapnya tabir-tabir ) (- maksudnya adalah tabir khurafat yang bersumber dari cerita para ahli Tasawuf yang datang dari bisikan jiwa dan perasaan mereka, yang sama sekali tidak berdasarkan Al-Quran dan As Sunnah, -pen- ), dan rahasia-rahasia ilmu ini tidak boleh ditulis dalam sebuah kitab, karena orang-orang yang telah mencapai tingkatan Ma’rifah berkata bahwa membocorkan rahasia ketuhanan adalah kekafiran. Sebagaimana seorang manusia dikatakan banyak bila anda melihat rohnya, jasad, sendi-sendi, urat-urat, tulang belulang dan isi perutnya, padahal dari sudut pandang lain dikatakan dia adalah satu manusia.” (Lihat kitab Ihya ‘Ulumud Din 4/241-242).

    Al-Ghazali juga berkata: “Pandangan terhadap tauhid jenis pertama, yaitu pandangan tauhid yang murni, dengan pandangan ini, Anda pasti akan dikenalkan bahwa Dialah yang bersyukur dan disyukuri, dan Dialah yang mencintai dan dicintai, ini adalah pandangan orang yang meyakini bahwa tidaklah ada di alam semesta ini melainkan Dia (Allah SWT).” (Ibid 4/83).

    Setelah pembahasan di atas, maka jelaslah bagi kita semua bahwa khurafat, termasuk faham wihdatul wujud adalah faham sesat yang menyimpang sangat jauh dari petunjuk Al-Quran dan As Sunnah.

    Jika timbul pertanyaan: “Kalau begitu usaha apa yang harus kita lakukan dalam upaya untuk menyucikan jiwa dan hati kita?” 

    Maka jawabannya adalah sederhana sekali, yaitu: Pelajari dan amalkan syariat islam ini lahir dan batin, maka dengan itulah jiwa dan hati kita akan bersih karena di antara tugas utama yang dibawa para Rasul adalah menyucikan jiwa dan hati manusia dengan mengajarkan kepada mereka syariat Allah SWT, sebagaimana firman Allah:

    { لَقَدْ مَنَّ اللّهُ عَلَى الْمُؤمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولاً مِّنْ أَنفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُواْ مِن قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُّبِينٍ }

    “Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab dan Al Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Ali ‘Imran: 164)

    Maka orang yang paling banyak memahami dan mengamalkan petunjuk Al-Quran dan As Sunnah dengan baik dan benar, maka dialah orang yang paling bersih dan suci hati dan jiwanya dan dialah orang yang paling bertakwa kepada Allah ‘azza wa jalla, karena semua orang berilmu sepakat mengatakan bahwa:

     “Penghalang utama yang menghalangi seorang manusia untuk dekat kepada Allah ‘azza wa jalla adalah (kekotoran) jiwanya.” (Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ibnul Qayyim dalam kitabnya Igatsatul Lahafan dan Al Fawa’id).

    Setelah presentasi ini, maka menjadi jelas pula bagi kami bahwa kami adalah umat yang menolak dan tidak menerima khurafat, mitos dan takhayul, akan tetapi apa yang telah menimpa pada umat ini maka itu adalah karena ketidakmampuan dan kelalaian kami, dan kami tidak perlu menjelaskan kenapa kami tidak mampu dan kenapa kami lalai ? Dan hanya kepada Allah SWT kami mengadu.

    وَصَلَّى اللَّهُ عَلَى نَبِينَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ

     

    Posting Komentar

    0 Komentar