Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

KAFIRKAH SEORANG MUSLIM YANG TIDAK SHALAT ?

Di Tulis oleh Abu Haitsam Fakhri

KAJIAN NIDA AL-ISLAM

بسم الله الرحمن الرحيم

HUKUM ORANG YANG MENINGGALKAN SHALAT KARENA MALAS

Hukum seorang muslim yang meninggalkan shalat fardhu, jika dia meninggalkannya itu karena mengingkari bahwa sholat itu wajib hukumnya; maka dia telah kafir menurut kesepakatan kaum muslimin.

Namun jika dia meninggalkannya itu karena kelalaian atau kemalasan tanpa ada 'udzur syar'i, tapi masih mengimani bahwa shalat 5 waktu itu wajib hukumnya; maka para ulama berbeda pendapat tentang hukum meninggalkan shalat jenis ini: 

Apakah dia itu Kafir dan keluar dari agama Islam atau dia itu hanya seorang Fasiq pelaku dosa besar, tapi tidak keluar dari agama Islam ???.

ADA DUA PENDAPAT, RINGKASNYA:

  1. Pendapat pertama: dia itu tetap muslim, hanya saja dia Fasiq, namun dia tidak keluar dari agama Islam.
  1. Pendapat kedua: dia itu Kafir dan keluar dari agama Islam.

===*****===
KONSEKUENSI PENDAPAT YANG MENGATAKAN: 
ORANG YANG TIDAK SHALAT ITU KAFIR:

Madzhab Hanbali dalam masalah ini berbeda dengan pendapat mayoritas kaum muslimin . Madzhab Hanbali berpendapat bahwa orang yang meninggalkan shalat karena malas; maka dia kafir, keluar dari agama Islam. Maka berlaku baginya hukum orang murtad. Dan konsekwensi bagi orang yang dianggap kafir atau murtad adalah sbb:

  1. Seorang muslim atau muslimah tidak boleh menikah dengan orang yang meninggalkan shalat ; karena tidak boleh menikah dengan orang kafir.
  2. Tidak shah menjadi wali nikah anak perempuannya yang muslimah.
  3. Pernikahannya menjadi Fasakh [batal] dengan sendirinya, jika salah satu pasangannya tidak shalat.
  4. Tidak boleh saling mewarisi.
  5. Tidak diperbolehkan masuk tanah haram Makkah dan Tanah Haram Madinah.
  6. Tidak boleh pergi haji dan umrah.
  7. Mayatnya tidak boleh dimandikan, di kafani dan di shalati.
  8. Tidak boleh di kubur di pemakaman kaum muslimin.
  9. Tidak boleh menerima zakat.
  10. Seorang muslim yang sengaja meinggalkan shalat karena malas ; harus dipenggal lehernya alias dihukum mati ; karena dia telah murtad. Dan dia mati sebagai orang kafir .  

===*****===

RINCIAN MASING-MASING PENDAPAT DAN DALILNYA:

=======

PENDAPAT PERTAMA: 
ORANG TIDAK SHALAT TETAP MUSLIM DAN BUKAN KAFIR

Jumhur [mayoritas para ulama] berpendapat bahwa pelakunya tidak menjadi kafir, selama dia mengakui bahwa shalat 5 waktu itu wajib hukumnya. Bagi yang meninggalaknnya dianggap fasik, dan sebagai pelaku dosa besar.

Ini pendapat madzhab Hanafi, Maliki, Syafii dan riwayat dari Imam Ahmad. Dan ini pilihan Syeikh al-Albaani, Syeikh Rabi' bin Haadi al-Madkholy, Syeikh Muhammad Ismail al-Muqoddam dan Atho bin Abdul Latif bin Ahmad.

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata:

“وَهَذَا هُوَ الْمَشْهُورُ عِنْدَ كَثِيرٍ مِنْ الْفُقَهَاءِ مِنْ أَصْحَابِ أَبِي حَنِيفَةَ وَمَالِكٍ وَالشَّافِعِيِّ، وَهُوَ إحْدَى الرِّوَايَاتِ عَنْ أَحْمَد اخْتَارَهَا ابْنُ بَطَّةَ وَغَيْرُهُ”.

Inilah yang masyhur menurut mayoritas ulama ahli fiqih dari para sahabat Abu Hanifah, Malik dan asy-Syafi'i, dan itu adalah salah satu riwayat dari Ahmad, yang dipilih oleh Ibnu Baththah dan lainnya.” [Majmu’ al-Fatawa (7/610-611)]

Syeikh Robii' bin Hadi al-Madkholi berkata dalam artikel [متعالم مغرور يرمي جمهور أهل السنة]:

“وقول شيخ الإسلام “وغيره” ، أي غير ابن بطة، فأرى أنه يتناول ابن البناء والبربهاري ومسدد الذي نقل عن أحمد عدم التكفير”.

Dan apa yang Syekh al-Islam katakan “dan yang lainnya,” yaitu selain Ibnu Baththah, maka saya melihat bahwa itu mencakup Ibnu al-Bannaa', al-Barbahari, dan Musaddad yang mengutip dari Ahmad: " bahwa dia tidak menganggapnya kafir”.

RIWAYAT IMAM AHMAD:

Perkataan Syeikul Islam Taimiyah yang telah lalu:

وَهُوَ إحْدَى الرِّوَايَاتِ عَنْ أَحْمَد اخْتَارَهَا ابْنُ بَطَّةَ وَغَيْرُهُ”.

“Dan itu [tidak dianggap kafir] adalah salah satu riwayat dari Ahmad, yang dipilih oleh Ibnu Baththah dan lainnya.” [Majmu’ al-Fatawa (7/610-611)]

Riwayat Imam Ahmad tersebut ada dalam “Risalah Musaddad Fi al-I'tiqood ", dan itu dari jalur Ibnu Baththah.

Syeikh Robii' al-Madkholi berkata:

فكلام ابن بطة مأخوذ من كلام الإمام أحمد. وكذا كلام البربهاري، وهما واضحان جداً في عدم التكفير بترك الفرائض، ومنها الصلاة، وأنهما لا يكفران إلا بالشرك، وسلفهما في هذا الإمام أحمد –رحمه الله-.

“Perkataan Ibnu Battah diambil dari perkataan Imam Ahmad. Dan begitu pula kata-kata Al-Barbahari, dan mereka berdua sangat jelas tidak menganggap kafir orang yang meninggalkan hal-hal yang wajib [faraa'idh], termasuk shalat. Dan mereka berdua jelas sekali tidak mengkafirkan kecuali karena kesyirikan, dan pendahulu mereka berdua dalam hal ini adalah Imam Ahmad – rahimahullah –".

Ditambah lagi Karena Ibnu Baththah adalah perawi Rosaa'il Imam Ahmad, seperti dalam “Tabaqat al-Hanbali.”

[rabee.net. https://rabee.net › متعالم-مغرور-يرمي-جمهور-أهل-السنة-وأئ...]

Dan riwayat Imam Ahmad selain dari jalur Ibnu Baththah, juga ada dari jalur lain, diantaranya yaitu sebagai berikut:

Pertama: Jalur Musaddad.

Pernyataan Imam Ahmad dalam Risalahnya kepada Musaddad, dia berkata:

"والإيمان قول وعمل يزيد وينقص: زيادته إذا أحسنت، ونقصانه: إذا أسأت. ويخرج الرجل من الإيمان إلى الإسلام، ولا يخرجه من الإسلام شيء إلا الشرك بالله العظيم، أو يرد فريضة من فرائض الله عز وجل جاحدا بها، فإن تركها كسلا أو تهاونا كان في مشيئة الله، إن شاء عذبه، وإن شاء عفا عنه”.

Dan iman itu adalah perkataan dan perbuatan yang bertambah dan berkurang: bertambah jika kamu berbuat baik, dan berkurangnya: jika kamu berbuat salah. Dan seseorang keluar dari iman ke dalam Islam, dan tidak ada yang mengeluarkannya dari Islam kecuali mempersekutukan Allah Yang Maha Agung, atau menolak salah satu kewajiban-kewajiban dari Allah SWT dengan mengingkari bahwa shalat itu wajib.

Adapun jika dia meninggalkannya karena malas atau lalai, maka dia berada dalam Masyi'ah [kehendak] Allah, jika Dia menghendaki, maka Dia meng-adzabnya, dan jika Dia menghendaki, maka Dia mengampuninya. [Baca: “Tabaqat al-Hanabilah ” (1/343), diterbitkan oleh Dar al-Ma’rifah].

Kedua: Jalur al-Khollal.

Al-Khallal dalam kitabnya “As-Sunnah” (1/588) berkata:

 “أخبرنا محمد بن علي قال: ثنا صالح قال: سألت أبي: ما زيادته ونقصانه؟ قال زيادته العمل، ونقصانه ترك العمل، مثل تركه الصلاة والزكاة والحج، وأداء الفرائض فهذا ينقص ويزيد بالعمل وقال: إن كان قبل زيادته تاما فكيف يزيد التام فكما يزيد كذا ينقص، وقد كان وكيع قال: ترى إيمان الحجاج مثل إيمان أبي بكر وعمر ؟”.

“Muhammad bin Ali memberi tahu kami: Saleh [bin Ahmad] memberi tahu kami, dia berkata: Saya bertanya kepada ayah saya [Imam Ahmad bin Hanbal]: " Apa yang dimaksud dengan bertambah dan berkurang ?”.

Dia mengatakan: Bertambah nya dengan amal, dan berkurangnya adalah dengan meninggalkan amalan, seperti meninggalkan shalat, zakat, haji, dan tidak menunaikan kewajiban-kewajiban. Maka ini bisa berkurang dan bertambah dengan amal.

Dan dia [Imam Ahmad] berkata: Jika sebelum bertambahnya saja dikatakan telah sempurna, lalu bagaimana yang sempurna itu bisa bertambah ?. Sebagaimana ia bertambah maka begitu pula ia juga berkurang.

Dulu Waki’ pernah bertanya: Apakah kamu melihat iman-nya al-Hajjaaj itu sama seperti iman-nya Abu Bakar dan Umar?".

[Sanadnya Shahih. Muhammad bin Ali adalah Tsiqot. Baca: Tadzkirotul Huffaadz No. (614)].

Inilah nas-nas riwayat Imam Ahmad yang menyatakan seseorang tidak kafir dengan meninggalkan amalan-amalan yang fardhu [wajib].

IBNU BATHTHAH:

Ibnu Baththah dalam ( الشرح والإبانة) hal. 124-125 berkata:

“ويخرج الرجل من الإيمان إلى الإسلام، ولا يخرجه من الإسلام إلا الشرك بالله، أو برد فريضة من فرائض الله –عزّ وجل- جاحداً بها، فإن تركها تهاوناً أو كسلاً؛ كان في مشيئة الله عز وجل: إن شاء عذبه، وإن شاء غفر له”.

Dan seseorang keluar dari iman ke dalam Islam, dan tidak ada yang mengeluarkannya dari Islam kecuali menyekutukan Allah [Syirik], atau menolak salah satu dari kewajiban kewajiban Allah – Azza wa Jalla – karena mengingkari bahwa itu wajib.

Jika dia meninggalkannya karena lalai atau malas; maka dia itu dibawah kehendak Allah SWT, Jika Dia menghendaki; Dia akan mengadzabnya. Dan jika Dia menghendaki; Dia akan mengampuni dia.”.

Dan Ibnu Baththah juga berkata:

ولأن الصلاة عمل من أعمال الجوارح فلم يكفر بتركه كسائر الأعمال المفروضة ولأن من أصول أهل السنة أنهم لا يكفرون أحدا من أهل السنة بذنب ولا يخرجونه من الإسلام بعمل بخلاف ما عليه الخوارج وإنما الكفر بالاعتقادات، يكفر....

وتارك الصلاة مع إقراره بالوجوب صحيح الاعتقاد فلا يكفر...

"Dan dikarenakan shalat merupakan satu amal dari amal-amal jawaarih [anggota tubuh], maka seseorang tidak dikafirkan dengan sebab meninggalkannya seperti amal-amal yang diwajibkan lainnya.

Karena termasuk diantara pokok-pokok dasar Ahlus-Sunnah: bahwasannya mereka tidak mengkafirkan seorang pun dari kalangan Ahlus-Sunnah dengan sebab dosa yang mereka lakukan dan tidak pula mengeluarkan mereka dari Islam dengan sebab amal, berbeda halnya dengan Khawaarij. Kekufuran itu hanyalah dengan sebab aqidah [keyakinan] …..

Dan orang yang meninggalkan shalat bersamaan dengan pengakuannya akan kewajibannya adalah orang yang benar keyakinannya, sehingga tidak dianggap kafir" [selesai]. [Di kutip dari Syarah 'Umdatul Fiqh, karya Ibnu Taimiyah hal. 72]

AL-BARBAHAARI:

Al-Barbahaari dalam Syarah as-Sunnah hal. 41 berkata:

“ولا نُخرج أحداً من أهل القبلة من الإسلام حتى يرد آية من كتاب الله عز وجل، أو يرد شيئاً من آثار رسول الله -صلى الله عليه وسلم- أو يصلي لغير الله، أو يذبح لغير الله، فإذا فعل شيئاً من ذلك فقد وجبَ عليك أن تخرجه من الإسلام، وإذا لم يفعل شيئاً من ذلك فهو مؤمن ومسلم بالاسم لا بالحقيقة”.

“Dan kami tidak menganggap seseorang dari ahli kiblat keluar dari Islam sampai ada ayat dari Kitab Allah SWT, atau ada sesuatu dari atsar Rasulullah - SAW - atau dia beribadah shalat kepada selain Allah, atau mempersembahkan kurban sembelihan kepada selain Allah.

Jika dia melakukan salah satu dari itu, maka wajib bagi Anda untuk menganggapnya keluar dari Islam. Dan jika dia tidak melakukan salah satu dari itu, maka dia adalah seorang mukmin dan seorang Muslim dalam nama, bukan dalam hakikat [kenyataan]". [Selesai]

SYEIKH ROBI' BIN HAADI AL-MADKHOLI, TOKOH ULAMA SALAF SEKARANG:

Syeikh Robii' al-Madkholi berkata dalam artikel [متعالم مغرور يرمي جمهور أهل السنة] menyatakan bahwa seoarang muslim yang meninggalkan karena malas, maka dia tetap seorang Muslim, bukan kafir keluar dari Islam.

Beliau mengutip perkataan Imam Muhammad bin Nashr Al-Marwazi dalam kitabnya “Ta'dziim Qodri ash-Sholaat Meninggikan Takdir” (2/ 956-957) setelah dia mengutip dalil orang-orang yang berpendapat "tidak kafir":

قالوا: وفى اتفاق عامة أهل العلم على أن التارك للصلاة حتى خرج وقتها متعمدا، يعيدها قضاء، ما يدل على أنه ليس بكافر، لأن الكافر لا يؤمر بقضاء ما ترك من الصلاة في قول عامة العلماء.

وكان ممن ذهب هذا المذهب من علماء أصحاب الحديث الشافعي - رضي الله عنه- وأصحابه أبو ثور وغيره، وأبو عبيد في موافقيهم.

Mereka berkata: Dan pada umumnya para ulama bersepakat bahwa orang yang dengan sengaja meninggalkan shalat sampai habis waktunya, maka dia wajib mengqadhanya, yang menandakan bahwa dia tidak kafir, karena orang kafir tidak diperintahkan untuk mengqadha apa yang dia tinggalkan dari shalat, sebagaimana dalam pendapat mayoritas para ulama.

Di antara mereka yang bermadzhab seperti ini adalah para ulama hadits, seperti Syafi'i -radhiyallaahu 'anhu - dan para sahabatnya, Abu Tsaur dan lainnya, dan juga Abu Ubaid dipersetujuannya dengan pendapat-pendapat mereka. [Kutipan Selesai]

Lalu al-Marwazi berkata:

1035 - وقد حدثني محمد بن يحيى، قال: حدثنا عبد العزيز بن عبد الله الأويسى، قال: حدثنا إبراهيم بن سعد، عن ابن شهاب أنه سئل عن الرجل يترك الصلاة؟ قال: " إن كان إنما تركها أنه ابتدع دينا غير دين الإسلام قتل، وإن كان إنما هو فاسق ضرب ضربا مبرحا وسجن".

فالزهري وهو من أئمة التابعين لا يُكفر بترك الصلاة إلا الجاحد لها، ومن لم يجحد وجوبها فهو عنده فاسق، ولا يبعد أن له نظراء من التابعين، وما أعتقد أن تلاميذه يخالفونه.

1035 - Muhammad bin Yahya memberi tahu saya, dia berkata: Abdul Aziz bin Abdullah Al-Awaisi memberi tahu kami, dia berkata: Ibrahim bin Saad memberi tahu kami, dari IBNU SYIHAB [AZ-ZUHRY] bahwa dia ditanya tentang pria yang meninggalkan sholat?

Dia menjawab: “Jika dia meninggalkannya karena dia berkehendak menciptakan agama selain agama Islam, maka dia harus dibunuh, namun jika dia seoarang Fasiq pelaku maksiat, maka dia akan harus dipukul dengan pukulan yang keras dan dipenjara.”

Al-Zuhri, yang merupakan salah satu imam dari kalangan para Tabiin, tidak menganggap kafir orang yang meninggalkan shalat kecuali orang yang mengingkari kewajiban hukumnya.

Dan barang siapa yang tidak mengingkari kewajibannya, maka dia adalah orang yang fasiq.

Dan para Tabiin lainnya yang seangkatan az-Zahry tidak akan jauh berbeda dengan pendapatnya, dan saya yakin murid-muridnya tidak akan berbeda dengannya.

Syeikh Robii' al-Madkholy mengomentari perkataan al-Marwazi diatas dengan mengatakan:

فهذه مجموعة من علماء الحديث الزهري والشافعي وأصحابه أبو ثور وغيره وأبو عبيد في موافقيهم، فهذه المجموعة منهم من سبق إسحاق، مثل الإمام الزهري والإمام مالك وأصحابه ومنهم الإمام الشافعي المتوفى سنة (204) وأصحابه، بينما إسحاق كان قد توفي سنة (238)، ومنهم من عاصره كأبي ثور، فهذه المجموعة وغيرهم لا يُكفِّرون تارك الصلاة.

Ini adalah pandangan sejumlah para ulama hadits, Az-Zuhry, asy-Syafi'i dan para sahabatnya, Abu Tsaur dan lainnya, dan juga Abu Ubaid dalam persetujuannya dengan pendapat-pendapat mereka.

Golongan ini di antaranya adalah orang-orang yang mendahului Ishak, seperti Imam Az-Zuhri, Imam Malik dan para sahabatnya, dan di antara mereka adalah Imam Asy-Syafi'i yang wafat pada tahun (204) dan para sahabatnya, sedangkan Ishak telah wafat pada tahun (238) dan para sahabatnya. Dan sebagian dari mereka adalah orang-orang sezaman dengannya seperti Abu Tsaur, maka golongan ini dan sebagian lainnya tidak menghukumi kafir orang-orang yang meninggalkan shalat. [Kutipan Selesai]

SYEKH AL-ALBAANI:

Syeikh al-Albaani rahimahullah berpandangan bahwa seorang muslim yang meninggalkan shalat karena malas, maka dia tetap muslim, bukan kafir keluar dari Islam. Dan beliau berkata:

“فإن تكفير المسلم أمر خطير جداً كما تقدم. وعليهم فقط أن يذكروا بعظمة منزلة الصلاة في الإسلام بما جاء في ذلك في الكتاب والأحاديث النبوية، والآثار السلفية الصحيحة، فإن الحكم قد خرج -مع الأسف- من أيدي العلماء، فهم لذلك لا يستطيعون أن ينفذوا حكم الكفر والقتل في تارك واحد للصلاة؛ بله جمع من التاركين؛ ولو في دولتهم فضلاً عن الدول الإسلامية الأخرى!"

“Mengecap kafir seorang Muslim adalah hal yang sangat berbahaya sekali, seperti yang disebutkan di atas. Dan bagi mereka hanya perlu diperingatkan akan keagungan kedudukan shalat dalam Islam, seperti yang tercantum dalam al-Qur'an, hadits-hadits Nabawi, dan riwayat-riwayat shahih para Salaf.

Sangat disayangkan vonis hukum [kafir bagi yang meninggalkan shalat] telah ditetapkan oleh tangan-tangan para ulama, padahal mereka tidak bisa menerapkan hukuman mati atas seorang muslim yang divonis kafir karena tidak shalat, meski hanya kepada satu orang yang meninggalkan shalat, apalagi kepada sejumlah orang yang meninggalkan shalat; Bahkan meskipun di negara mereka sendiri yang berfatwa kafir, apalagi di negara-negara Islam lainnya!

[Jaami' Turoots al-'Allaamah Al-Albani dalam Fiqh 2/33 dan Hukmu Tariik ash-Sholaat oleh al-Albaani hal. 65-66].

DALIL PENDAPAT PERTAMA: ORANG TIDAK SHALAT KARENA MALAS ITU TETAP MUSLIM DAN TIDAK KAFIR

Berikut adalah dalil-dalil yang digunakan para ulama yang tidak menganggap kafir terhadap orang yang meninggalkan shalat:

DALIL PERTAMA: 

Dari Abu Hurairah radhiyallaahu anhu, bahwa Nabi SAW bersabda:

“إنَّ للإسلامِ صُوىً و منارًا كمنار الطريقِ ، منها: أن تؤمنَ بالله و لا تشركَ به شيئًا و إقامُ الصلاةِ وإيتاءُ الزكاةِ و صومُ رمضانَ وحجُّ البيتِ والأمرُ بالمعروف والنهيُ عن المنكرِ وأن تُسلِّمَ على أهلك إذا دخلْتَ عليهم وأن تسلِّمَ على القومِ إذا مررتَ بهم، فمن ترك من ذلك شيئًا ، فقد ترك سهمًا من الإسلامِ ومن تركهن كلَّهنَّ فقد ولَّى الإسلامَ ظهرَه”.

“Sesungguhnya Islam itu mempunyai tanda dan rambu sebagaimana rambu jalan. Di antaranya adalah engkau beriman kepada Allah, tidak menyekutukannya dengan sesuatu, menegakkan sholat, membayar zakat, shaum bulan Ramadlan, haji ke Baitullah, amar ma’ruf, nahi munkar, mengucapkan salam kepada keluargamu jika kamu masuk ke (tempat) mereka dan mengucapkan salam kepada suatu kaum jika kamu melewati mereka.

Barangsiapa yang meninggalkan satu dari hal itu semua maka sungguh-sungguh ia telah meninggalkan satu bahagian dari (ajaran) Islam.

Dan barangsiapa yang meninggalkan seluruhnya maka Islam itu telah meninggalkan punggung (diri)nya”.

[HR Abu Ubaid al-Qosim bin Salam dalam al-Iimaan no. 14 hal. 59-60, al-Laalakaa'i dalam syarah Ushul al-I'tiqood 5/1005 no. 1688, Ibnu Basyran dalam al-Amaali no. 525 dan al-Hakim 1/21]. [Lihat pula Syarah kitab al-Iimaan Li Abi Ubeid, karya ar-Raajihi 4/2].

Di shahihkan oleh al-Hakim, sesuai Syarat Bukhori dan di setujui oleh Adz-Dzahabi.

Dan di shahihkan pula oleh Syaikh al-Albaniy dalam ash-Shahihah no. 333 dan Shahih al-Jami ash-Shaghir: 2162. Dan dalam Takhriij al-Iimaan Li Abi Ubeid no. 14, al-Albaani berkata: Shahih sesuai syarat al-Bukhori].

Makna ash-Shuwaa:

الصوى علامات من الحجارة توضع على الطريق لتبين مراحل الطريق في السفر

Ash-Shuwaa adalah batu yang diletakkan di jalan untuk menunjukkan tahapan jarak yang telah ditempuh dalam perjalanan

SISI PENDALILAN:

Titik dalil dalam hadits ini adalah bahwa Nabi SAW membuat suar dan tanda-tanda ini dalam Islam, yang terbesar dan tidak diragukan lagi adalah: "Menyembah Allah dan tidak menyekutukan Dia dengan apapun". Dan yang sudah dimaklumi bersama bahwa tauhid adalah syarat sahnya semua cabang iman, jika tauhid hilang, maka semua cabang iman menjadi batal, dan pemiliknya tidak memperoleh manfaat darinya di akhirat.

Dalam lafadz riwayat lain:

«...... وَأَنْ تُقِيمَ الصَّلَاةَ، وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ، وَتَصُومَ رَمَضَانَ، وَالْأَمْرُ بِالْمَعْرُوفِ، وَالنَّهْيُ عَنِ الْمُنْكَرِ، وَتَسْلِيمُكَ عَلَى بَنِي آدَمَ إِذَا لَقِيتَهُمْ، فَإِنْ رَدُّوا عَلَيْكَ رَدَّتْ عَلَيْكَ وَعَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ، وَإِنْ لَمْ يَرُدُّوا عَلَيْكَ رَدَّتْ عَلَيْكَ الْمَلَائِكَةُ، وَلَعَنَتْهُمْ أَوْ سَكَتَتْ عَنْهُمْ، وَتَسْلِيمُكَ عَلَى أَهْلِ بَيْتِكَ إِذَا دَخَلْتَ عَلَيْهِمْ، ‌فَمَنِ ‌انْتَقَصَ ‌مِنْهُنَّ ‌شَيْئًا ‌فَهُوَ ‌سَهْمٌ ‌مِنَ ‌الْإِسْلَامِ ‌تَرَكَهُ، وَمَنْ تَرَكَهُنَّ فَقَدْ نَبَذَ الْإِسْلَامَ وَرَاءَ ظَهْرِهِ»

“……….., dan mendirikan shalat, membayar zakat, puasa Ramadhan, Amar Makruf [memerintahkan yang baik] dan Nahyi Munkar [melarang yang jahat], dan memberi salam kepada anak cucu Adam ketika Anda bertemu mereka.

Jika mereka menjawab salam Anda; maka para malaikat menjawab salam Anda dan mereka. Dan jika mereka tidak menjawab salam Anda; maka para malaikat menjawab salam Anda dan mengutuk mereka atau para malaikat tetap diam terharap mereka. Dan ucapan salam Anda pada keluarga di rimah Anda ketika Anda masuk pada mereka.

Barang siapa yang berkurang dari semua itu; maka ada bagian [saham] dari Islam yang dia telah meninggalkannya.

Dan barangsiapa yang meninggalkan seluruhnya; maka dia telah membuang Islam ke belakang punggung-nya” [HR. Al-Marwazi dalam Ta'dziim Qodri ash-Sholaat 1/411 no. 405]

Syeikh al-Albaani berkata:

وقد خرجه المومى إليه تخريجاً جيداً، وتتبع طرقه؛ وبين أن بعضه صحيح الإسناد، ثم بين دلالته الصريحة على عدم خروج تارك الصلاة من الملة. فراجعه وراجع الكتاب كله؛ إن كان عندك شك في المسألة.

Hadits yang diisyaratkan diatas telah di takhrij [oleh 'Atho bin Abdul Latif bin Ahmad dalam kitabnya Fathun Min al-'Aziiz al-Ghoffaar], dan dia telah menelusuri jalur-jalurnya. Dan beliau menjelaskankan bahwa sebagian dari jalur-jalurnya ada yang sanadnya shahih, kemudian beliau menjelaskan secara gamblang indikasi dalilnya: "Bahwa orang yang meninggalkan shalat itu tidak keluar dari agama".

Maka silahkan anda tinjau dan baca seluruh isi kitab ini; Jika Anda masih memiliki keraguan tentang masalah ini".

Dan Syeikh al-Albaani berkesimpulan dengan mengatakan:

“والخلاصة؛ أن حديثنا هذا حديث الشفاعة حديث عظيم، ومن ذلك دلالته القاطعة على أن تارك الصلاة -مع إيمانه بوجوبها- لا يخرج من الملة، وأنه لا يخلد في النار مع الكفرة الفجرة.

ولذلك؛ فإني أرجو مخلصاً كل من وقف على هذا الحديث وغيره مما في معناه أن يتراجع عن تكفير المسلمين التاركين للصلاة مع إيمانهم بها، والموحدين لله تبارك وتعالى؛ فإن تكفير المسلم أمر خطير جداً كما تقدم. وعليهم فقط أن يذكروا بعظمة منزلة الصلاة في الإسلام بما جاء في ذلك في الكتاب والأحاديث النبوية، والآثار السلفية الصحيحة، فإن الحكم قد خرج -مع الأسف- من أيدي العلماء، فهم لذلك لا يستطيعون أن ينفذوا حكم الكفر والقتل في تارك واحد للصلاة؛ بله جمع من التاركين؛ ولو في دولتهم فضلاً عن الدول الإسلامية الأخرى!”.

Kesimpulan; Hadits kami ini, hadits syafaat, adalah hadits yang agung, dan di antaranya adalah dalil yang memastikan bahwa orang yang meninggalkan shalat - selama dia yakin akan kewajibannya - tidak membuatnya keluar dari agama Islam, dan bahwa dia tidak akan kekal di Neraka bersama orang-orang kafir yang tidak bermoral.

Karena itu; Saya dengan tulus dan ikhlas berharap agar setiap orang yang menemukan hadits ini dan yang lainnya yang semakna dengannya untuk menarik kembali fatwanya yang menganggap kafir bagi umat Islam yang meninggalkan shalat padahal mereka masih beriman dengannya, dan mereka masih meng-esakan Allah Tabaaroka wa Ta'aalaa.

Mengecap kafir seorang Muslim adalah hal yang sangat berbahaya, seperti yang disebutkan di atas. Dan bagi mereka hanya perlu diperingatkan akan keagungan kedudukan shalat dalam Islam, seperti yang tercantum dalam al-Qur'an, hadits-hadits Nabawi, dan riwayat-riwayat shahih para Salaf.

Sangat disayangkan vonis hukum [kafir bagi yang meninggalkan shalat] telah ditetapkan oleh tangan-tangan para ulama, padahal mereka tidak bisa menerapkan hukuman mati atas seorang muslim yang divonis kafir karena tidak shalat, meski hanya kepada satu orang yang meninggalkan shalat, apalagi kepada sejumlah orang yang meninggalkan shalat; Bahkan meskipun di negara mereka sendiri yang berfatwa kafir, apalagi di negara-negara Islam lainnya!

[Jaami' Turoots al-'Allaamah Al-Albani dalam Fiqh 2/33 dan Hukmu Tariik ash-Sholaat oleh al-Albaani hal. 65-66].

DALIL KEDUA: 

Dari Aisyah radhiyallaahu 'anha, bahwa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:

“ثَلَاثٌ أَحْلِفُ عَلَيْهِنَّ، لَا يَجْعَلُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ مَنْ لَهُ سَهْمٌ فِي الْإِسْلَامِ كَمَنْ لَا سَهْمَ لَهُ، وَأَسْهُمُ الْإِسْلَامِ ثَلَاثَةٌ: الصَّلَاةُ، وَالصَّوْمُ، وَالزَّكَاةُ، وَلَا يَتَوَلَّى اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَبْدًا فِي الدُّنْيَا فَيُوَلِّيهِ غَيْرَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَلَا يُحِبُّ رَجُلٌ قَوْمًا إِلاَّ جَعَلَهُ اللهُ عزَّ وجلَّ مَعَهُمْ، وَالرَّابِعَةُ لَوْ حَلَفْتُ عَلَيْهَا رَجَوْتُ أَنْ لَا آثَمَ: لَا يَسْتُرُ اللهُ عَبْداً فِي الدُّنْيَا إِلَّا سَتَرَهُ يَوْمَ الْقِيَامَة

“Ada tiga hal yang saya bersumpah terhadap ketiganya:

1) Allah Azza wa Jalla tidak akan menjadikan seseorang yang mempunyai bagian [SAHAM] dalam Islam, seperti orang yang tidak memiliki bagian [saham].

Bagian-bagian [saham-saham] dalam Islam itu ada tiga: shalat, puasa, dan zakat.

2) Tidaklah Allah Azza wa Jalla membela seorang hamba di dunia, lalu di akheratnya Dia menyerahkan kepada selain-Nya untuk membelanya.

3) Tidaklah sekali-sekali seseorang yang mencintai sekelompok orang, melainkan Allah Azza wa Jalla akan menjadikannya bersama mereka.

4) Jika saya bersumpah di atasnya, saya berharap tidak berdosa: Tidaklah sekali-kali Allah Azza wa Jalla menutupi aib seorang hamba di dunia, melainkan Allah juga akan menutup aibnya pada hari kiamat.”

Diriwayatkan oleh Ahmad (25121) dan susunan katanya adalah miliknya, al-Haakim no. 8230, Abu Ya’la (4566), al-Baihaqi dalam Syu'ab al-Iman no. 8436 dan Al-Thahawi dalam ((Syarah Musykil Al-Atsar)) (2185).

Hadits ini dinyatakan Hasan Lighoirihi oleh Syu'aib al-Arna'uth dalam Takhriij al-Musnad no. 25121].

Dan di shahihkan al-Albaani dalam Shahih al-Jaami' no. 3021, Al-Rawdh Al-Nadhiir 2/99, Shahih Al-Targhiib no. 370, 742 dan Ash-Shahiihah no. 1387.

SISI PENDALILAN:

Hadits ini menunjukkan bahwa siapa pun yang datang dengan satu bagian [SAHAM], berapa pun bagiannya, dan meninggalkan semua bagian Islam yang lainnya, hukumnya berbeda dengan hukum orang yang meninggalkan semua bagian Islam dan tidak datang dengan satu pun darinya.

Dalil dalam hadits ini: menunjukkan bahwa orang yang meninggalkan shalat tidak kafir karena shalat itu salah satu dari bagian-bagian [saham-saham] dalam Islam, seperti puasa dan seperti zakat. Kemudian beliau SAW menyatakan bahwa siapa pun yang menunaikan salah satu dari tiga bagian ini maka dia memiliki bagian dalam Islam, dan tidak sama hukumnya dengan orang yang sama sekali tidak melakukan salah satu dari saham-saham itu.

Ini menunjukkan bahwa siapa pun yang hanya membayar zakat - misalnya - namun dia meninggalkan puasa dan shalat, maka ia masih tetap memiliki bagian [saham] dalam Islam. Jika meninggalkan shalat itu dianggap telah keluar dari agama Islam secara total, maka tentunya dia juga sama sekali tidak memilik bagian [saham] dari saham-saham Islam.

Maka sabdanya: " Allah Azza wa Jalla tidak akan menjadikan seseorang yang mempunyai bagian [SAHAM] dalam Islam - yaitu: dari tiga bagian ini - seperti orang yang tidak memiliki bagian [saham] dalam Islam. Bagian-bagian [saham-saham] dalam Islam ada tiga: shalat, puasa, dan zakat".

DALIL KE TIGA: Dari Hudzayfah radhiyallau 'anhu bahwa Nabi SAW bersabda:

“الإِسْلاَمُ ثَمَانِيَةُ أَسْهُمٍ: الإِسْلاَمُ سَهْمٌ، وَالصَّلاَةُ سَهْمٌ، وَالزَّكَاةُ سَهْمٌ، وَالصَّوْمُ سَهْمٌ، وَحَجُّ البَيْتِ سَهْمٌ، وَالأَمْرُ بِالمَعْرُوفِ سَهْمٌ، وَالنَّهْيُ عَنِ المُنْكَرِ سَهْمٌ، وَالجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللهِ سَهْمٌ، وَقَدْ خَابَ مَنْ لاَ سَهْمَ لَهُ”.

Islam memiliki delapan bagian [saham]: Islam satu bagian, shalat satu bagian, zakat satu bagian, haji ke Baitullah satu bagian, puasa satu bagian, amar ma'ruf satu bagian, nahyi munkar satu bagian, dan jihad di jalan Allah adalah satu bagian. Dan betapa telah gagalnya orang yang tidak ada bagian [saham] apa pun baginya. [HR. al-Bazzār dalam al-Musnad (al-Bahru az-Zakhoor no. 2927 dan 2928) dan Abu Daud ath-Thaoyaalisi 1/329 no. 413]. Derajat hadits: Hasan Lighoirihi”.

Al-Haytsami mengatakan dalam “Al-Majma'” 1/38:

“رواه البزار، وفيه يزيد بن عطاء، وثقه أحمد، وضعفه جماعة، وبقية رجاله ثقات. اهـ".

“Diriwayatkan oleh Al-Bazzar, dan di dalamnya ada Yazid bin Athoo'. Dan Ahmad menyatakannya: 'Dapat dipercaya', dan kelompok jemaah menganggapnya lemah, dan perawi lainnya dapat dipercaya".

Digolongkan sebagai hadits hasan lighoirihi oleh al-Albani dengan sanad marfu' kepada Nabi SAW di dalam kitab Shahih al-Targhiib no. (741).

Penulis katakan: Ibnu Rajab berkata dalam Jami' al-'Ulum wa'l-Hikam 1/100:

“وصح من حديث أبي إسحاق، عن صلة بن زفر، عن حذيفة.. وخرجه البزار مرفوعًا، والموقوف أصح". اهـ.

Itu sahih dari hadits Abi Ishaq, dari Shilah bin Zufar, dari Hudzayfah. Dan diriwayatkan oleh al-Bazzar dengan sanad Marfu'. Sementara yang mauquf itu lebih shahih".

Demikian pula Al-Albani, beliau menshahihkan Mauquf, dalam “Shahih Al-Targhiib” (741).

DALIL KEEMPAT: Dari 'Ubaadah ibn as-Saamit (ra) bahwa Rasulullah (SAW) bersabda:

( خَمْسُ صَلَوَاتٍ افْتَرَضَهُنَّ اللَّهُ تَعَالَى ، مَنْ أَحْسَنَ وُضُوءَهُنَّ وَصَلَّاهُنَّ لِوَقْتِهِنَّ ، وَأَتَمَّ رُكُوعَهُنَّ وَخُشُوعَهُنَّ ، كَانَ لَهُ عَلَى اللَّهِ عَهْدٌ أَنْ يَغْفِرَ لَهُ ، وَمَنْ لَمْ يَفْعَلْ ، فَلَيْسَ لَهُ عَلَى اللَّهِ عَهْدٌ ، إِنْ شَاءَ غَفَرَ لَهُ ، وَإِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ )

“Ada lima shalat yang diwajibkan oleh Allah SWT. Siapa pun diantara mereka yang berwudhu dengan bagus dan shalatnya tepat waktu, rukuk dengan sempurna dan khusyu' dengan kerendahan hati, maka baginya akan mendapatkan janji dari Allah bahwa Dia akan mengampuninya.

Dan siapa pun yang tidak melakukannya; dia tidak akan memiliki janji seperti itu dari Allah, maka jika Dia menghendaki; Dia akan mengampuninya. Dan jika Dia menghendaki; Dia akan mengadzabnya.”

[HR. Abu Daud (425), an-Nasaa'i (462) Ibnu Majah (1401) dan Ahmad (22196).

Itu dishahihkan oleh Ibnu Hibban. Dan Al-Haytsami memasukkannya dalam Mawaarid Al-dzom'aan hal. (86), Kitab Shalat (4), Bab Fardhu ash-Shalat (1), Hadits no. (252)

Di shahihkan pula oleh al-Albaani dalam Shahih Sunan Abi Daud no. 425.

SISI PENDALILAN:

Mereka berkata:

“لَوْ كَانَ تاركُ الصَّلاةِ كافراً لمَا دَخَل تحْتَ المَشِيْئَةِ”.

“Jika orang yang tidak shalat itu benar menjadi kafir, maka tentunya dia tidak akan berada di bawah al-Masyii'ah (dibawah kehendak Allah, antara di ampuni atau di adzab )".

Ini menunjukan bahwa orang yang meninggalkan shalat itu masuk dalam katagori masalah orang-orang yang berbuat dosa besar, bukan masalah orang musyrik atau kafir; oleh karena itu Allah SWT berfirman:

{ إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ }

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya". [QS. An-Nisaa: 48].

Maka jika meninggalkan shalat itu adalah kafir, Allah tidak mengampuninya, Adapun dia masuk di bawah kehendak di sini, maka berdasarkan teks hadits ini menunjukkan bahwa dia tidak dianggap kafir yang mengeluarkannya dari Islam.

Namun ada yang membantahnya dengan hadits berikut ini:

Dari Abu Qataadah ibn Rib'i (ra dengan dia) dari Nabi (berkah dan damai Allah besertanya), bahwa dia berkata:

( قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: افْتَرَضْتُ عَلَى أُمَّتِكَ خَمْسَ صَلَوَاتٍ وَعَهِدْتُ عِنْدِي عَهْدًا أَنَّهُ مَنْ حَافَظَ عَلَيْهِنَّ لِوَقْتِهِنَّ أَدْخَلْتُهُ الْجَنَّةَ ، وَمَنْ لَمْ يُحَافِظْ عَلَيْهِنَّ فَلَا عَهْدَ لَهُ عِنْدِي)

“Allah, Azza wa Jalla berfirman:

'Aku telah mewajibkan umatmu shalat lima waktu dan Aku telah membuat perjanjian dengan diri-Ku bahwa siapa pun yang melakukannya secara teratur tepat waktu, maka aku akan memasukkannya ke Surga.

Dan siapa pun yang tidak melakukannya secara teratur, maka dia tidak memiliki perjanjian seperti itu dengan-Ku.'”

[HR. Abu Daud no. 430 dan Ibnu Majah (1403). Digolongkan sebagai hasan oleh Syaikh al-Albaani dalam Shahih Sunan Ibnu Majah no. 1160].

DALIL KE LIMA: 

Dari Ibnu Muhairiz, bahwa seorang laki-laki dari Bani Kinanah yang bernama Al-Makhdajiy mendengar seorang laki-laki di Syam yang bernama Abu Muhammad, mengatakan: “Sesungguhnya sholat witir tu wajib”.

Al-Makhdajiy berkata: ‘Maka aku pergi menemui ‘Ubadah bin Ash-Shomit, lalu aku beritahukan kepadanya, maka ‘Ubadah berkata:

“Abu Muhammad salah. Aku telah mendengar Rosululloh SAW bersabda:

 " خَمسُ صَلَواتٍ كَتَبهنَّ اللهُ على العبادِ، فمن جاء بهنَّ لم يُضَيِّعْ منهنَّ شَيئًا استِخفافًا بحَقِّهنَّ، كان له عند الله عَهدٌ أن يُدخِلَه الجنَّةَ، ومن لم يأتِ بهنَّ فليس له عند اللهِ عَهدٌ؛ إن شاء عَذَّبه، وإن شاء أدخَلَه الجنَّةَ”.

“Allah telah mewajibkan lima sholat kepada manusia.

Barangsiapa melakukannya dengan tidak menyia-nyiakan sesuatupun dari lima sholat itu, karena meremehkan hak-haknya, dia memiliki perjanjian di sisi Allah, bahwa Allah akan memasukannya ke dalam sorga.

Dan barangsiapa tidak melakukannya, maka dia tidak memiliki perjanjian di sisi Allah, jika Allah menghendaki; Dia akan menyiksanya. Dan jika Allah menghendaki; Dia akan memasukannya ke dalam sorga”.

(HR. Abu Daud (1420) dan susunan katanya adalah miliknya, al-Nasa'i (461), Ibnu Majah (1401), Ahmad (22745), Ibnu Hibban (Ta’liqotul Hisan no. 1728) dan al-Baihaqi (2226).

Dishahihkan oleh Ibnu Hibbaan, Syaikh Al-Albani di dalam Shahih Sunan Abi Dawud, no. 1276) dan Syu'aib al-Arna'uth dalam Takhrij Sunan Abi Daud no. 1420]

FAIDAH HADITS:

1] Kewajiban sholat lima waktu sehari semalam.

2] Kewajiban mengagungkan urusan sholat, tidak boleh menyia-nyiakan waktunya, wudhu’nya, rukuknya, sujudnya, dan khusyu’nya.

3] Orang yang mengagungkan urusan sholat memiliki perjanjian di sisi Allah untuk dimasukkan ke dalam sorga.

4] Orang yang tidak menunaikan sholat 5 waktu pantas mendapatkan siksaan. Namun itu terserah kehendak dan hikmah Allah. Jika Allah menghendaki, Dia akan menyiksanya, dan jika Allah menghendaki, Dia akan memasukannya ke dalam sorga.

DALIL KE ENAM: Dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

«أُدْخِلَ رَجُلٌ فِي قَبْرِهِ، فَأَتَاهُ مَلَكَانِ فَقَالَا لَهُ: إِنَّا ضَارِبُوكَ ضَرْبَةً. فَقَالَ لَهُمَا: عَلَامَ تَضْرِبَانِي؟ ! فَضَرَبَاهُ ضَربَةً امْتَلَأَ قَبْرُهُ مِنْهَا نَارًا، فَتَرَكَاهُ حَتَّى أَفَاقَ وَذَهَبَ عَنْهُ الرُّعْبُ، فَقَالَ لَهُمَا: عَلَامَ ضَرَبتُمَانِي؟ ! فَقَالَا: إِنَّكَ صَلَّيْتَ صَلَاةً وَأَنْتَ عَلَى غَيْرِ طُهُورٍ، وَمَرَرْتَ بِرَجُلٍ مَظْلُومٍ وَلَمْ تَنْصُرْهُ»

((Seorang lelaki dimasukkan di dalam kuburnya, kemudian datang dua orang malaikat berkata kepadanya: " Kami akan memukulmu dengan satu pukulan". Lalu lelaki itu bertanya: "Karena apa kamu memukulku?".

Kemudian mereka memukulnya sehingga kuburnya penuh dengan api lalu ditinggalkannya sehingga dia sedar kembali dan hilang dari ketakutannya.

Kemudian dia bertanya kepada mereka: " Karena apa kamu memukulku?".

Mereka pun menjawab: " Sesungguhnya kamu melakukan solat dalam keadaan kamu tidak suci dan kamu melewati orang yang dizalimi tetapi kamu tidak membantunya".))

[Riwayat al-Tabarani dalam al-Kabir (12/ 443/ 13610).

Syeikh Muhammad Ismail al-Muqoddam berkata:

وهذا رواه الطبراني وهو حديث حسن بطرقه

"Ini di riwayatkan ath-Thabranni, dan ini adalah hadits Hasan dengan jalur-jalurnya ". [Baca: Duruus Syeikh Muhammad Ismail al-Muqoddam 36/5].

Namun di dhaifkan oleh Al-Haytsami dalam al-Majma' (12140) dan Al-Albani dalam ( Silsilah al-Da'ifah no. 2188).

Al-Albaani berkata:

"هذا إسنادٌ ضعيفٌ؛ أيوب بن نَهيك، ويحيى بن عبد الله البَابلُتِّيُّ كلاهما ضعيف"

“Ini adalah sanad yang lemah; Ayyub bin Nahik dan Yahya bin Abdullah al-Bablutti keduanya lemah".

DALIL KE TUJUH: Dari Nashr ibn 'Ashim al-Laytsi: dari seorang pria dari kalangan sahabat:

“أَنَّهُ أَتَى النَّبِيَّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – فَأَسْلَمَ عَلَى أَنْ يُصَلِّيَ صَلَاتَيْنِ ، فَقَبِلَ مِنْهُ".

Bahwa dia datang kepada Nabi SAW lalu dia mau masuk Islam tapi dengan syarat bahwa dia hanya mau shalat dua waktu saja; maka Nabi SAW pun menerimanya.

[HR. Ahmad no. 23079, Ibnu Abi Syaibah dalam al-Musnad no. 995 dan al-Bushairi dalam al-Ittihaaf 1/132 no. 117]

al-Bushairi berkata: هَذَا إِسْنَادٌ رِجَالُهُ ثِقَاتٌ [Ini Sanad, para perawinya tsiqoot/dipercaya]

Syu'aib al-Arnauth berkata dalam Takhriij al-Musnad 38/173:

رجاله ثقات رجال الصحيح غير صحابيه

“Para perawinya dipercaya sesuai standar para perawi kitab ash-Shahih, selain dari kedua sahabat”.

Diriwayatkan pula oleh Ahmad dalam versi lain:

عَلَى أَنْ لَا يُصَلِّيَ إلَّا صَلَاةً فَقَبِلَ مِنْهُ

“Asalkan dia tidak shalat kecuali satu kali shalat saja, lalu beliau SAW menerima darinya". [Dikutip dari Neil al-Awthaar karya asy-Syaukaani 7/234 no. 3221].

Syeikh Muhammad Ismail al-Muqoddam berkata:

فالنبي صلى الله عليه وسلم قبل منه الإسلام مع هذا الشرط، فكونه قبل منه الإسلام مع أنه اشترط أنه لا يصلي غير صلاتين يدل على أنه لا يمكن أن يقبل منه شرطاً لا يدخله في الإسلام، فهذا الحديث يدل -أيضاً- على أنه لم يكفر بذلك.

Nabi SAW menerima Islam darinya dengan syarat ini. Maka fakta bahwa dia menerima Islam darinya meskipun dia menetapkan bahwa dia hanya mau shalat dua shalat atau satu shalat, ini menunjukkan bahwa tidak mungkin beliau SAW menerima darinya syarat yang tidak memasukkannya ke dalam Islam. Hadits ini menunjukkan - juga - bahwa dia tidak kafir dalam hal itu. [Baca: Duruus Syeikh Muhammad Ismail al-Muqoddam 36/5].

Sebagai pemerkuat makna hadits di atas adalah sbb:

Diriwayatkan dari [Wahb], ia berkata;

“سَأَلْتُ جَابِرًا عَنْ شَأْنِ ثَقِيفٍ إِذْ بَايَعَتْ قَالَ اشْتَرَطَتْ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ لَا صَدَقَةَ عَلَيْهَا وَلَا جِهَادَ وَأَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدَ ذَلِكَ يَقُولُ سَيَتَصَدَّقُونَ وَيُجَاهِدُونَ إِذَا أَسْلَمُوا”.

aku bertanya kepada [Jabir], mengenai kondisi Tsaqif ketika berbai'at. Ia berkata; mereka mensyaratkan kepada Nabi SAW bahwa tidak ada kewajiban zakat atas mereka dan tidak pula wajib berjihad.

Dan Jabir mendengar Nabi SAW setelah itu berkata: "Mereka akan bersedekah dan berjihad apabila mereka masuk Islam."

[HR. Abu Dawud (3025) dan kata-katanya adalah miliknya, Ahmad (14714), Ibnu Abi 'Aashim dalam al-Aahaad no. 1525 dan al-Baihaqi dalam Dalaail an-Nubuwwah 5/306. Di Shahihkan Syu'aib al-Arna'uth dalam Takhrij Abu Daud 4/637 dan oleh al-Albaani dalam Shahih Abu Daud no. 3025].

Dari Anas radhiyallahu 'anhu, dia berkata:

 أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِرَجُلٍ: " أَسْلِمْ !". قَالَ: أَجِدُنِي كَارِهًا. قَالَ: "أَسْلِمْ وَإِنْ كُنْتَ كَارِهًا".

Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda kepada seorang laki-laki: "Masuk Islamlah kamu!" ia menjawab: " Aku masih menemukan pada diri ku rasa benci " Beliau bersabda: "Masuk Islam lah kamu, meskipun kamu masih membencinya."

[HR. Ahmad no. 12061, Al-Bukhari dalam “Al-Adab Al-Mufrad” (1139), Ibnu Majah (3700), Abu Dawud (5203), al-Bazzar ( al-Bahr az-Zakhoor no. 6563), Abu Ya'laa dalam al-Musnad (3879), Ath-Thahawi dalam “Syarah Mushkil Al-Atsar” (3382) dan Al-Baghawi (3307)]

Syu'aib al-Arna'uth dalam Takhriij al-Musnad 19/117 dan Husen Salim Asad dalam Takhrij Musnad Abi Ya'laa 6/471 berkata:

إسناده صحيح على شرط الشيخين

“Sanadnya shahih sesuai syarat Bukhori dan Muslim”.

Dan di shahihkan pula oleh Ibnu Duhaisy dlam al-Ahaadits al-Mukhtaarah 6/32 no. 1988.

DALIL KE DELAPAN: Dari Abu Hurairah bahwa Nabi SAW bersabda:

“إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمْ الصَّلَاةُ ، قَالَ: يَقُولُ رَبُّنَا جَلَّ وَعَزَّ لِمَلَائِكَتِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ: انْظُرُوا فِي صَلَاةِ عَبْدِي أَتَمَّهَا أَمْ نَقَصَهَا فَإِنْ كَانَتْ تَامَّةً كُتِبَتْ لَهُ تَامَّةً وَإِنْ كَانَ انْتَقَصَ مِنْهَا شَيْئًا قَالَ انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ فَإِنْ كَانَ لَهُ تَطَوُّعٌ قَالَ أَتِمُّوا لِعَبْدِي فَرِيضَتَهُ مِنْ تَطَوُّعِهِ ثُمَّ تُؤْخَذُ الْأَعْمَالُ عَلَى ذَاكُمْ

"Sesungguhnya yang pertama kali akan di hisab dari amal perbuatan manusia pada hari kiamat adalah shalatnya, Allah Jalla wa 'Azza berfirman kepada Malaikat - Dan Dia lebih mengetahui (amalan seseorang) -;

"Periksalah shalat hamba-Ku, apakah dia menyempurnakannya atau kurang sempurna? Sekiranya sempurna, maka catatlah baginya dengan sempurna.

Dan jika terdapat kekurangan, Allah berfirman; "Periksalah lagi, apakah hamba-Ku memiliki amalan shalat sunnah?

Jikalau terdapat shalat sunnahnya, Allah berfirman; "Cukupkanlah kekurangan yang ada pada shalat wajib hamba-Ku itu dengan shalat sunnahnya."

Selanjutnya semua amal manusia di hisab dengan cara demikian."

[HR. Ahmad no. 9494, Al-Bukhari dalam “At-Tarikh Al-Kabiir” 34/2, Abu Dawud (864), Al-Hakim 1/262, dan Al-Bayhaqi 2/386.

Al-Hakim berkata: Sanadnya Shahih, tapi Bukhori dan Muslim tidak memasukkannya ". Dan itu di setujui oleh adz-Dzahabi.

Di Shahihkan pula oleh Syu'aib al-Arna'uth dalam Takhriij al-Musnad 15/300.

Syeikh Muhammad Ismail al-Muqoddam berkata:

“وهذا حديث صحيح ثبت عن ستة من الصحابة رضي الله تعالى عنهم”.

“Ini adalah hadits Shahih yang terbukti dari enam sahabat radhiyallahu 'anhum ". [Baca: Duruus Syeikh Muhammad Ismail al-Muqoddam 36/5].

DALIL KE SEMBILAN : Dari Aisyah radhiyallāhu ‘anha berkata, Rasūlullāh SAW bersabda:

الدَّوَاوِينُ عِنْدَ اللَّهِ ثَلاثَةٌ: دِيوَانٌ لا يَعْبَأُ اللَّهُ بِهِ شَيْئًا ، وَدِيوَانٌ لا يَتْرُكُ اللَّهُ مِنْهُ شَيْئًا ، وَدِيوَانٌ لا يَغْفِرُهُ اللَّهُ.

فَأَمَّا الدِّيوَانُ الَّذِي لا يَغْفِرُهُ اللَّهُ فَالشِّرْكُ ، قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ [سورة المائدة: 72].

وَأَمَّا الدِّيوَانُ الَّذِي لا يَعْبَأُ اللَّهُ بِهِ شَيْئًا فَظُلْمُ الْعَبْدِ نَفْسَهُ فِيمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ رَبِّهِ مِنْ صَوْمِ يَوْمٍ تَرَكَهُ أَوْ صَلاةٍ تَرَكَهَا, فَإِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ ذَلِكَ وَيَتَجَاوَزُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ.

وَأَمَّا الدِّيوَانُ الَّذِي لا يَتْرُكُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ مِنْهُ شَيْئًا فَظُلْمُ الْعِبَادِ بَعْضُهُمْ بَعْضًا ، الْقِصَاصُ لا مَحَالَةَ”.

“Catatan di sisi Allāh Subhānahu wa Ta’āla ada 3 (catatan dosa).

⑴ Catatan yang Allāh tidak peduli sama sekali,

⑵ Catatan yang tidak ditinggal Allāh sama sekali dan

⑶ Cacatan dosa yang Allāh tidak akan ampuni.

Catatan yang tidak Allāh ampuni adalah berbuat syirik terhadap Allāh Subhānahu wa Ta’āla, Allāh berfirman:

{ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ }

“Barang siapa yang berbuat syirik kepada Allāh maka Allāh haramkan surga baginya.” (QS Al Maidah: 72)

Adapun catatan dosa yang Allāh tidak mempedulikannya sama sekali yaitu seorang hamba yang mezhalimi dirinya, antara dia dengan Rabbnya, seperti: mininggalkan puasa, dan meninggalkan shalat. Dosa seperti ini Allāh Subhānahu wa Ta’āla akan mengampuninya jika Allāh berkehendak.

Adapun catatan dosa yang Allāh tidak meninggalkan sama sekali yaitu kezhaliman seorang hamba yang dilakukan kepada orang lainnya, tidak jalan keluar kecuali dengan qishos.”

[Diriwayatkan oleh Ahmad (6/240), Ibnu Hibban ( Mawaarid adz-Dzom'an 1/379) dan Ibnu Busyron dalam al-Amaaly no. 1108].

Al-Haitsami berkata dalam Al-Majma' (10/ 348) dan dikaitkan dengan riwayat Ahmad:

وفيه صدقة ابن موسى، وقد ضعفه الجمهور، وقال مسلم بن إبراهيم: حدثنا صدقة بن موسى وكان صدوقا، وبقية رجاله ثقات

“Dan di dalam sanadanya terdapat: Shodaqoh bin Musa, dan Jumhur menganggapnya lemah. Namun Muslim bin Ibrahim berkata: Sadaqah bin Musa memberi tahu kami, dan dia itu seorang yang jujur. Dan perawi lainnya dapat dipercaya".

Di shahihkan oleh As'ad Muhammad ath-Thoyyib dalam Tahqiq Tafsir Ibnu Abi Hatim ar-Raazi 11/296.

Di sebutkan pula dalam: Al-Mantsuur (2/ 170), Ibnu Katsir (2/ 286), Al-Hakim (4/ 575), Ittihaaf (8/ 529), Al-Misykaat (5133), Al-Kanz (10311), Al-Mughni 'An Hamlil Asfaar s (16/4) dan Asfahana (2/2).

SISI PENDALILAN:

Sabdanya: " Adapun catatan dosa yang Allāh tidak mempedulikannya sama sekali yaitu seorang hamba yang mezhalimi dirinya, antara dia dengan Rabbnya, seperti: mininggalkan puasa, dan meninggalkan shalat. Dosa seperti ini Allāh Subhānahu wa Ta’āla akan mengampuninya jika Allāh berkehendak".

Mereka berkata:

فهذا دليل على عدم تكفير المتعمد ترك الصلاة كسلاً.

"Ini adalah dalil bahwa orang yang dengan sengaja meninggalkan shalat karena malas tidak dianggap kafir ". [Baca: Duruus Syeikh Muhammad Ismail al-Muqoddam 36/5].

DALIL KE SEPULUH: Dari Abu Zar radhiyallahu ‘anhu yang menceritakan:

"صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-لَيْلَةً فَقَرَأَ بِآيَةٍ حَتَّى أَصْبَحَ، يَرْكَعُ بِهَا وَيَسْجُدُ بِهَا: {إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ وَإِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ} فَلَمَّا أَصْبَحَ قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا زِلْتَ تَقْرَأُ هَذِهِ الْآيَةَ حَتَّى أَصْبَحْتَ تَرْكَعُ بِهَا وَتَسْجُدُ بِهَا؟ قَالَ: “إِنِّي سَأَلْتُ رَبِّي، عَزَّ وَجَلَّ، الشَّفَاعَةَ لِأُمَّتِي، فَأَعْطَانِيهَا، وَهِيَ نَائِلَةٌ إِنْ شَاءَ اللَّهُ لِمَنْ لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا”.

Bahwa di suatu malam Nabi SAW melakukan shalat, lalu beliau membaca sebuah ayat yang hingga subuh beliau tetap membacanya dalam rukuk dan sujudnya, yaitu firman-Nya:

{ إنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ وَإِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ }

Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau; dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (QS. Al-Maidah: 118)

Ketika waktu subuh Abu Hurairah bertanya: “Wahai Rasulullah, mengapa engkau terus-menerus membaca ayat ini hingga subuh, sedangkan engkau tetap membacanya dalam rukuk dan sujudmu?”

Rasulullah SAW menjawab: " Sesungguhnya aku memohon kepada Rabb-ku akan syafaat bagi umatku, maka Dia memberikannya kepadaku; dan syafaat itu dapat diperoleh —Insya Allah— oleh orang yang tidak pernah mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun (dari kalangan umatku).

[HR. Ahmad no. 21328, Ibn Abi Shaybah 11/497-498, dan Al-Bazzar dalam “al-Musnad” (4061). Di hasankan sanadnya oleh Syu'aib al-Arna'uth dan para pentahqiiq al-Musnad lainnya 35/257].

Dalam LAFADZ RIWAYAT LAIN dalam hadits yang cukup panjang, Abu Dzar berkata:

فَقُلْتُ: بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي، قُمْتَ بِآيَةٍ مِنَ الْقُرْآنِ وَمَعَكَ الْقُرْآنُ، لَوْ فَعَلَ هَذَا بَعْضُنَا لَوَجَدْنَا عَلَيْهِ، قَالَ: “دَعَوْتُ لِأُمَّتِي”. قُلْتُ: فَمَاذَا أَجِبْتَ؟ -أَوْ مَاذَا رُدَّ عَلَيْكَ؟ -قَالَ: “أُجِبْتُ بِالَّذِي لَوِ اطَّلَعَ عَلَيْهِ كَثِيرٌ مِنْهُمْ طلْعة تَرَكُوا الصَّلَاةَ”. قُلْتُ: أَفَلَا أُبَشِّرُ النَّاسَ؟ قَالَ: “بَلَى”. فانطلقتُ مُعْنقًا قَرِيبًا مِنْ قَذْفة بِحَجَرٍ. فَقَالَ عُمَرُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّكَ إِنْ تَبْعَثْ إِلَى النَّاسِ بِهَذَا نَكَلوا عَنِ الْعِبَادَةِ. فَنَادَاهُ أَنِ ارْجِعْ فَرَجَعَ، وَتِلْكَ الْآيَةُ: {إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ وَإِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ}

Maka aku (Abu Zar) bertanya: “Demi ayah dan ibuku, engkau telah membaca suatu ayat dari Al-Qur’an, padahal Al-Qur’an seluruhnya telah ada padamu. Seandainya hal itu dilakukan oleh seseorang dari kalangan kami, niscaya kami akan menjumpainya (mudah melakukannya).”

Nabi SAW bersabda: “Aku berdoa untuk umatku.”

Aku bertanya, “Lalu apakah yang engkau peroleh atau apakah jawaban-Nya kepadamu?”

Rasulullah SAW bersabda: “Aku mendapat jawaban (dari Allah) yang seandainya hal ini diperlihatkan kepada kebanyakan dari mereka sekali lihat, niscaya mereka akan MENINGGALKAN SHALAT”.

Aku bertanya: “Bolehkah aku menyampaikan berita gembira ini kepada orang-orang?”

Nabi SAW bersabda: “Tentu saja boleh.”

Maka aku pergi seraya merunduk sejauh lemparan sebuah batu (untuk mengumumkan kepada orang-orang).

Tetapi Umar berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya jika engkau menyuruh orang ini untuk menyampaikannya kepada orang banyak, niscaya mereka akan enggan melakukan ibadah.”

Maka Nabi SAW memanggilku kembali, lalu aku kembali (tidak jadi mengumumkannya).

Ayat tersebut adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

{إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ وَإِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ}

“Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau; dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (Al-Maidah: 118).

[HR. Ahmad no. 21495 dan al-Bazzaar dalam Musnadnya no. 4062. Di hasankan sanadnya oleh Syu'aib al-Arna'uth dan para pentahqiiq al-Musnad lainnya 35/391]

Dan hadits ini diriwayatkan secara ringkas oleh al-Nasa'i 2/ 177, Ibnu Majah 1/ 429 (1350), dan al-Hakim 1/ 142. Dan al-Hakim menshahihkannya, dan al-Dhahabi setuju dengannya, semuanya dariYahya bin Sa'id dari Quddaamah.

DALIL KE SEBELAS: Dari Hudzaifah bin Yaman radhiyallahu 'anhu bahwa "Rasulullah SAW bersabda:

يدرُسُ الإسلامُ كما يدرُسُ وَشيُ الثَّوبِ حتَّى لا يُدرَى ما صيامٌ، ولا صلاةٌ، ولا نسُكٌ، ولا صدَقةٌ، ولَيُسرى على كتابِ اللَّهِ عزَّ وجلَّ في ليلَةٍ، فلا يبقى في الأرضِ منهُ آيةٌ، وتبقَى طوائفُ منَ النَّاسِ الشَّيخُ الكبيرُ والعجوزُ، يقولونَ: أدرَكْنا آباءَنا على هذِهِ الكلمةِ، لا إلَهَ إلَّا اللَّهُ، فنحنُ نقولُها فقالَ لَهُ صِلةُ: ما تُغني عنهم: لا إلَهَ إلَّا اللَّهُ، وَهُم لا يَدرونَ ما صلاةٌ، ولا صيامٌ، ولا نسُكٌ، ولا صدقةٌ؟ فأعرضَ عنهُ حُذَيْفةُ، ثمَّ ردَّها علَيهِ ثلاثًا، كلَّ ذلِكَ يعرضُ عنهُ حُذَيْفةُ، ثمَّ أقبلَ علَيهِ في الثَّالثةِ، فقالَ: يا صِلةُ، تُنجيهِم منَ النَّار"، ثلاثًا.

"(Ajaran) Islam akan terkikis sebagaimana hiasan baju yang terkikis sehingga tidak di ketahui apa itu puasa, apa itu shalat, apa itu ibadah dan apa itu sedekah, dan akan ditanggalkan Kitabullah di malam hari, sehingga tidak tersisa di muka bumi satu ayat pun. Yang tersisa adalah beberapa kelompok manusia yang telah lanjut usia dan lemah, mereka berkata: 'Kami menemui bapak-bapak kami di atas kalimat 'Tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah', maka kami mengucapkannya."

Shilah berkata kepadanya: "Kalimat LA ILAAHA ILLALLAH tidak cukup bagi mereka, karena mereka tidak tahu apa itu shalat, apa itu puasa, apa itu ibadah dan apa itu sedekah."

Maka Hudzaifah berpaling darinya, namun Shilah terus mengulang pertanyaan itu sampai tiga kali, dan pada kali ketiganya Hudzaifah menghadapnya dan berkata: "Wahai Shilah, [kalimat tauhid] menyelamatkan mereka dari neraka ?." Ia mengucapkannya sebanyak tiga kali.

[HR. Ibnu Majah no. 3289. al-Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam al-Fath 13/19: " Sanadnya Kuat". Dan di Shahihkan al-Albaani dalam Shahih Ibnu Majah no. 3289].

Dalam ad-Duror as-Saniyyah [al-Mausuu'ah al-Hadiitsiyyah] di katakan:

“قال رِبعيُّ بنُ حِراشٍ- الرَّاوي عن حُذيفةَ رَضي اللهُ عنه-: "فقال له صِلَةُ" وصِلةُ هو ابنُ زُفرَ مِن كِبارِ التَّابعين: "ما تُغني عنهم لَا إلهَ إلَّا اللهُ، وهم لا يَدرون ما صَلاةٌ، ولا صيامٌ، ولا نسُكٌ، ولا صدَقةٌ؟"، أي: أيُّ شيءٍ تَنفعُهم كلمةُ التَّوحيدِ وهم لا يَعرِفون أحكامَ الدِّينِ ولا يُطبِّقونها؟ وهذا وكأنَّه يَستَنكِرُ أنْ يَنفَعَهم مجرَّدُ التَّوحيدِ، قال رِبعيٌّ: "فأعرَض عنه حُذيفةُ"، أي: لَم يُجِبْه في استِنْكارِه، "ثمَّ ردَّها عليه ثلاثًا"، أي: أعاد صِلَةُ السُّؤالَ على حُذيفةَ ثلاثَ مرَّاتٍ، "كلَّ ذلك يُعرِضُ عنه حُذيفَةُ، ثمَّ أقبَل عليه في الثَّالثةِ"، أي: أجاب حُذيفَةُ صِلَةَ في المرَّةِ الثَّالثةِ، "فقال: يا صِلَةُ، تُنْجيهم مِن النَّارِ؛ ثلاثًا"، أي: تُنْجيهم كلمةُ التَّوحيدِ مِن النَّارِ، وكرَّرَ ذلك ثلاثَ مرَّاتٍ تأكيدًا. وقد قال عليه الصَّلاةُ والسَّلامُ: "مَن قال: لا إلهَ إلَّا اللهُ دخَل الجنَّةَ"؛ أخرَجه الطَّبرانيُّ".

Rib'iy bin Harash – oerawi dari Hudzayfah - semoga Tuhan meridhoinya- berkata: "Maka Shilah berkata kepadanya " Shilah adalah putra Zufar, salah satu Tabiin Senior:

"Kalimat LA ILAAHA ILLALLAH tidak cukup bagi mereka, karena mereka tidak tahu apa itu shalat, apa itu puasa, apa itu ibadah dan apa itu sedekah."

Yakni, apakah kalimat tauhid bermanfaat bagi mereka jika mereka tidak mengetahui hukum-hukum agama dan tidak mengamalkannya? Dan ini seolah-olah dia mengingkari bahwa hanya dengan meng-esakan Allah saja bisa bermanfaat bagi mereka.

Rib'iy berkata: “Maka Hudzayfah berpaling darinya,” yaitu: dia tidak menjawabnya dalam pengingkarannya, “maka dia [Shilah] mengembalikannya tiga kali,” artinya: dia mengulangi pertanyaan kepada Hudzayfah sebanyak tiga kali. “pada semua pertanyaan itu dia tetap berpaling, lalu Hudzayfah mengahadapnya.” Yaitu: Hudzayfah menjawab Shilah untuk ketiga kalinya, “Dia berkata: Wahai Shilah, ia [La Ilaaha Illallaah] akan menyelamatkan mereka dari Neraka tiga kali,” artinya: Kalimat tauhid akan menyelamatkan mereka dari Neraka, dan dia mengulanginya tiga kali, untuk meyakinkan.

Dan Nabi SAW pernah bersabda:

"مَن قال: لا إلهَ إلَّا اللهُ دخَل الجنَّةَ"

"Barangsiapa mengucapkan Laa Ilaaha Illallah, maka ia masuk Surga". [HR. Ath-Thabarani]".

DALIL KE DUA BELAS: 

Al-Khalal berkata dalam al-Jaami' Li 'Uluumi al-Imam Ahmad: Yahya menceritakan pada kami, Abd al-Wahhab menceritakan pada kami, Hisyam bin Hassaan memberi tahu kami, dari Abdullah bin Abdur- Rahman dari Abu Syumailah – radhiyallahu 'anhu:

أنَّ النَّبِىَّ -صلى اللَّه عليه وسلم- ‌خَرَجَ ‌إلى ‌قُبَاءَ ‌فاسْتَقْبَلَهُ ‌رَهْطٌ ‌من ‌الأنْصارِ ‌يَحْمِلُونَ ‌جِنَازَةً ‌على ‌بَابٍ، فقال النَّبِىُّ -صلى اللَّه عليه وسلم-: "مَا هَذَا؟ " قالوا: مَمْلُوكٌ لآل فُلَانٍ، كان من أمْرِهِ. قال: "أكَانَ يَشْهَدُ أنْ لَا إلهَ إلَّا اللهُ؟ " قالوا: نعم، ولَكِنَّهُ كان وكان. فقال لهم: "أَمَا كَانَ يُصَلِّى؟ " فقالوا: قد كان يُصَلِّى ويَدَعُ. فقال لهم: "ارْجِعُوا بِهِ، فَغَسِّلُوهُ، وكَفِّنُوهُ، وصَلُّوا عَلَيْهِ، وَادْفِنُوهُ، وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ، لَقَدْ كَادَتِ الْمَلَائِكَةُ تَحُولُ بَيْنِى وبَيْنَه"

"Bahwa Nabi SAW pergi ke Quba, dan sekelompok orang Anshar menyambutnya sambil memikul jenazah di pintu.

Lalu Nabi SAW bertanya: Siapa ini? Mereka berkata: "Budak milik keluarga si fulan, ini atas perintahnya. Beliau bertanya: Apakah dia telah bersyahadat bahwa tidak ada Tuhan selain Allah?

Mereka berkata: Ya, tapi dia itu, begini dan begitu. Beliau bertanya kepada mereka: Apakah dia tidak shalat ?

Mereka menjawab: Dia kadang shalat dan kadang meninggalkannya.

Maka beliau berkata kepada mereka: Kalian bawa dia kembali ! lalu mandikan dia, kafani dia, shalati dia, dan kuburkan dia. Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, para malaikat hampir saja menghalangi antara aku dan dia".

[HR. Khollaal dengan sanadnya dalam al-Jaami' Li 'Uluumi al-Imam Ahmad ( al-Mughni 3/357). Di riwayatkan pula oleh Abd al-Razzaq dalam Musannaf 3/539 dan dan al-Tabarani dalam al-Awsat (2/142).

Al-Haytsami berkata dalam Majma’ al-Zawa’id (10/469): " إسناده جيد (Sanadnya Jayyid)”.

Perkataan para shahabat bahwa budak tersebut dulu pernah shalat lalu meninggalkannya sebagai petunjuk bahwa budak tersebut meninggal dalam keadaan meninggalkan shalat. Namun demikian Rasulullah SAW tetap memerintahkan para shahabat agar memperlakukannya sebagai jenazah muslim untuk dimandikan, dikafani, lalu dishalatkan. Ibnu Qudaamah menggunakan ayat ini sebagai dalil tidak kafirnya orang yang meninggakan shalat dengan sebab malas atau peremehan.

DALIL KE TIGA BELAS: Dari Waalan, dia berkata:

انْتَهَيْت إلَى دَارِي فَوَجَدْت شَاةً مَذْبُوحَةً، فَقُلْت مَنْ ذَبَحَهَا؟ قَالُوا: غُلَامُك. قُلْت: وَاَللَّهِ إنَّ غُلَامِي لَا يُصَلِّي، فَقَالَ النِّسْوَةُ: نَحْنُ عَلَّمْنَاهُ، يُسَمِّيَ، فَرَجَعْتُ إلَى ابْنِ مَسْعُودٍ، فَسَأَلْته عَنْ ذَلِكَ، فَأَمَرَنِي بِأَكْلِهَا.

Ketika aku tiba di rumahku, aku menemukan seekor domba telah disembelih, lalu aku bertanya: Siapa yang menyembelihnya?

Mereka menjawab: Anakmu.

Aku berkata: Demi Allah, anak laki-lakiku tidak shalat.

Para wanita berkata: Kami mengajarinya untuk baca bismillah [sebelum menyembelih].

Kemudian aku pun merujuk pada Ibnu Mas'ud -radhiyallaahu 'anhu- dan bertanya padanya tentang itu ? Maka dia memerintahkanku untuk memakannya. [Di sebutkan oleh Ibnu Quddaamh dalam al-Mughni 3/355].

Al-Imam Al-Bukhari mengatakan dalam At-Tariikh Al-Kabiir 2/4/185:

"والان الحنفى، سمع ابن مسعود في ذبيحة الصبى قال: لا بأس به”.

"Waalan Al-Hanafi, dia mendengar Ibnu Masoud tentang sembelihan yang dilakukan oleh anak laki-lakinya". Dan dia berkata: " Tidak ada yang salah dengan nya [Waalan]”.

DALIL KE EMPAT BELAS: 

Ad-Daarimi berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Sulaimaan bin Harb: Telah menceritakan kepada kami Hammaad bin Salamah, dari Daawud bin Abi Hind, dari Zuraarah bin Aufaa, dari Tamiim Ad-Daariy, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW:

“إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ الصَّلَاةُ، فَإِنْ وَجَدَ صَلَاتَهُ كَامِلَةً، كُتِبَتْ لَهُ كَامِلَةً، وَإِنْ كَانَ فِيهَا نُقْصَانٌ، قَالَ اللَّهُ تَعَالَى لِمَلَائِكَتِهِ: انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ فَأَكْمِلُوا لَهُ مَا نَقَصَ مِنْ فَرِيضَتِهِ، ثُمَّ الزَّكَاةُ، ثُمَّ الْأَعْمَالُ عَلَى حَسَبِ ذَلِكَ”.

“Sesungguhnya yang pertama kali dihisab dari seorang hamba (pada hari kiamat) adalah shalat. Apabila didapatkan shalatnya sempurna, maka akan ditulis sempurna baginya. Apabila didapatkan padanya kekurangan, maka Allah ta’ala akan berfirman kepada malaikat-Nya: ‘Lihatlah, apakah hamba tersebut mempunyai amalan shalat sunnah. (Jika ada), maka sempurnakanlah baginya yang kurang dari shalat fardlunya. Kemudian akan dihisab tentang zakat, kemudian amal-amal lain yang dihisab seperti itu juga”. [HR. Ad-Daarimiy no. 1395].

Para perawinya dapat dipercaya, tetapi ada perbedaan dalam marfu' dan mawqufnya.

Dan diriwayatkan oleh Ahmad, Hadits no. (16990) dan memiliki syahid-syahid dari hadits Abu Hurairah, dalam Sunan Abu Dawud (864) dan Al-Nasa' i hadits no. (465, 467) dan Ibnu Majah hadits (1426) dan Al-Albani menshahihkannya di dalam semuanya.

Di shahihkan pula oleh Husein ad-Daaraani dalam Tahqiq Sunan ad-Daarimi 2/854 no. 1395.

SISI PENDALILAN:

Ketidaksempurnaan shalat wajib seorang hamba tersebut diantaranya meliputi shalat-shalat wajibnya yang semasa di dunia ia tinggalkan, sehingga tidak sempurna. Seandainya meninggalkan shalat adalah kafir, maka tidak ada faedahnya perintah Allah ta’ala kepada malaikat untuk amalan shalat sunnahnya.

DALIL KE LIMA BELAS: Dari Abu Sa'id al-Khudry radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi SAW bersabda:

وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ بِأَشَدَّ مُنَاشَدَةً لِلَّهِ فِي اسْتِقْصَاءِ الْحَقِّ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ لِلَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لِإِخْوَانِهِمْ الَّذِينَ فِي النَّارِ يَقُولُونَ رَبَّنَا كَانُوا يَصُومُونَ مَعَنَا وَيُصَلُّونَ وَيَحُجُّونَ فَيُقَالُ لَهُمْ أَخْرِجُوا مَنْ عَرَفْتُمْ فَتُحَرَّمُ صُوَرُهُمْ عَلَى النَّارِ فَيُخْرِجُونَ خَلْقًا كَثِيرًا قَدْ أَخَذَتْ النَّارُ إِلَى نِصْفِ سَاقَيْهِ وَإِلَى رُكْبَتَيْهِ ثُمَّ يَقُولُونَ رَبَّنَا مَا بَقِيَ فِيهَا أَحَدٌ مِمَّنْ أَمَرْتَنَا بِهِ فَيَقُولُ ارْجِعُوا فَمَنْ وَجَدْتُمْ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالَ دِينَارٍ مِنْ خَيْرٍ فَأَخْرِجُوهُ فَيُخْرِجُونَ خَلْقًا كَثِيرًا ثُمَّ يَقُولُونَ رَبَّنَا لَمْ نَذَرْ فِيهَا أَحَدًا مِمَّنْ أَمَرْتَنَا ثُمَّ يَقُولُ ارْجِعُوا فَمَنْ وَجَدْتُمْ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالَ نِصْفِ دِينَارٍ مِنْ خَيْرٍ فَأَخْرِجُوهُ فَيُخْرِجُونَ خَلْقًا كَثِيرًا ثُمَّ يَقُولُونَ رَبَّنَا لَمْ نَذَرْ فِيهَا مِمَّنْ أَمَرْتَنَا أَحَدًا ثُمَّ يَقُولُ ارْجِعُوا فَمَنْ وَجَدْتُمْ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ مِنْ خَيْرٍ فَأَخْرِجُوهُ فَيُخْرِجُونَ خَلْقًا كَثِيرًا ثُمَّ يَقُولُونَ رَبَّنَا لَمْ نَذَرْ فِيهَا خَيْرًا وَكَانَ أَبُو سَعِيدٍ الْخُدْرِيُّ يَقُولُ إِنْ لَمْ تُصَدِّقُونِي بِهَذَا الْحَدِيثِ فَاقْرَءُوا إِنْ شِئْتُمْ { إِنَّ اللَّهَ لَا يَظْلِمُ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ وَإِنْ تَكُ حَسَنَةً يُضَاعِفْهَا وَيُؤْتِ مِنْ لَدُنْهُ أَجْرًا عَظِيمًا } فَيَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ شَفَعَتْ الْمَلَائِكَةُ وَشَفَعَ النَّبِيُّونَ وَشَفَعَ الْمُؤْمِنُونَ وَلَمْ يَبْقَ إِلَّا أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ فَيَقْبِضُ قَبْضَةً مِنْ النَّارِ فَيُخْرِجُ مِنْهَا قَوْمًا لَمْ يَعْمَلُوا خَيْرًا قَطُّ قَدْ عَادُوا حُمَمًا فَيُلْقِيهِمْ فِي نَهَرٍ فِي أَفْوَاهِ الْجَنَّةِ يُقَالُ لَهُ نَهَرُ الْحَيَاةِ فَيَخْرُجُونَ كَمَا تَخْرُجُ الْحِبَّةُ فِي حَمِيلِ السَّيْلِ أَلَا تَرَوْنَهَا تَكُونُ إِلَى الْحَجَرِ أَوْ إِلَى الشَّجَرِ مَا يَكُونُ إِلَى الشَّمْسِ أُصَيْفِرُ وَأُخَيْضِرُ وَمَا يَكُونُ مِنْهَا إِلَى الظِّلِّ يَكُونُ أَبْيَضَ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ كَأَنَّكَ كُنْتَ تَرْعَى بِالْبَادِيَةِ قَالَ فَيَخْرُجُونَ كَاللُّؤْلُؤِ فِي رِقَابِهِمْ الْخَوَاتِمُ يَعْرِفُهُمْ أَهْلُ الْجَنَّةِ هَؤُلَاءِ عُتَقَاءُ اللَّهِ الَّذِينَ أَدْخَلَهُمْ اللَّهُ الْجَنَّةَ بِغَيْرِ عَمَلٍ عَمِلُوهُ وَلَا خَيْرٍ قَدَّمُوهُ ثُمَّ يَقُولُ ادْخُلُوا الْجَنَّةَ فَمَا رَأَيْتُمُوهُ فَهُوَ لَكُمْ فَيَقُولُونَ رَبَّنَا أَعْطَيْتَنَا مَا لَمْ تُعْطِ أَحَدًا مِنْ الْعَالَمِينَ فَيَقُولُ لَكُمْ عِنْدِي أَفْضَلُ مِنْ هَذَا فَيَقُولُونَ يَا رَبَّنَا أَيُّ شَيْءٍ أَفْضَلُ مِنْ هَذَا فَيَقُولُ رِضَايَ فَلَا أَسْخَطُ عَلَيْكُمْ بَعْدَهُ أَبَدًا

Demi Dzat yang jiwaku berada ditangan-Nya, tidaklah salah seorang dari kalian yang begitu gigih memohon kepada Allah didalam menuntut al-haq pada hari kiamat untuk saudara-saudaranya yang berada di dalam neraka, maka mereka berseru;

“Wahai rabb kami, mereka selalu berpuasa bersama kami, salat bersama kami, dan berhaji bersama kami.”

Maka dikatakan kepada mereka; “keluarkanlah [dari Nereka] orang-orang yang kalian ketahui [kenal].”

Maka bentuk-bentuk mereka hitam kelam karena terpanggang api neraka, kemudian mereka mengeluarkan begitu banyak orang yang telah di makan neraka sampai pada pertengahan betisnya dan sampai kedua lututnya.

Kemudian mereka berkata; “ wahai rabb kami tidak tersisa lagi seseorang pun yang telah engkau perintahkan kepada kami.”

Kemudian Allah berfirman; “kembalilah kalian, maka barangsiapa yang kalian temukan didalam hatinya kebaikan seberat dinar, maka keluarkanlah dia.”

Mereka pun mengeluarkan jumlah yang begitu banyak, kemudian mereka berkata; “wahai rabb kami, kami tidak meninggalkan di dalamnya seorangpun yang telah Engkau perintahkan kepada kami.”

Kemudian Allah berfirman; “kembalilah kalian, maka barangsiapa yang kalian temukan didalam hatinya kebaikan seberat setengah dinar, maka keluarkanlah dia.”

Maka mereka pun mengeluarkan jumlah yang banyak. Kemudian mereka berkata lagi; “wahai Rabb kami, kami tidak menyisakan di dalamnya seorang pun yang telah Engkau perintahkan kepada kami.”

Kemudian Allah berfirman; “kembalilah kalian, maka siapa saja yang kalian temukan didalam hatinya kebaikan seberat biji jagung, keluarkanlah.”

Maka merekapun kembali mengeluarkan jumlah yang begitu banyak. Kemudian mereka berkata; “wahai Rabb kami, kami tidak menyisakan di dalamnya kebaikan sama sekali.”

Abu Sa'id al Khudri berkata, "Jika kalian tidak mempercayai hadits ini silahkan kalian baca ayat:

(Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar.) (Qs. An Nisa: 40).

Allah lantas berfirman: "Para Malaikat, Nabi dan orang-orang yang beriman telah memberi syafaat, sekarang yang belum memberikan syafaat adalah Dzat Yang Maha Pengasih."

Kemudian Allah menggenggam satu genggaman dari dalam neraka, dari dalam tersebut Allah mengeluarkan suatu kaum yang sama sekali tidak pernah beramal amal kebajikan, dan mereka pun sudah berbentuk seperti arang hitam.

Allah kemudian melemparkan mereka ke dalam sungai di depan surga yang disebut dengan sungai kehidupan. Mereka kemudian keluar dari dalam sungai layaknya biji yang tumbuh di aliran sungai, tidakkah kalian lihat ia tumbuh (merambat) di bebatuan atau pepohonan mengejar (sinar) matahari.

Kemudian mereka (yang tumbuh layaknya biji) ada yang berwarna kekuningan dan kehijauan, sementara yang berada di bawah bayangan akan berwarna putih."

Para sahabat kemudian bertanya, "Seakan-akan baginda sedang menggembala di daerah orang-orang badui?'

Beliau melanjutkan: "Mereka kemudian keluar seperti mutiara, sementara di lutut-lutut mereka terdapat cincin yang bisa diketahui oleh penduduk surga. Dan mereka adalah orang-orang yang Allah merdekakan dan Allah masukkan ke dalam surga tanpa dengan amalan dan kebaikan sama sekali. Allah kemudian berkata:

"Masuklah kalian ke dalam surga. Apa yang kalian lihat maka itu akan kalian miliki."

Mereka pun menjawab, "Wahai Rabb kami, sungguh Engkau telah memberikan kepada kami sesuatu yang belum pernah Engkau berikan kepada seorang pun dari penduduk bumi."

Allah kemudian berkata: "(Bahkan) apa yang telah Kami siapkan untuk kalian lebih baik dari ini semua."

Mereka kembali berkata, "Wahai Rabb, apa yang lebih baik dari ini semua!" Allah menjawab: "Ridla-Ku, selamanya Aku tidak akan pernah murka kepada kalian."

[HR. Bukhori no. 4581 dan Muslim no. 183].

Hadits ini jelas menunjukkan masih ada golongan yang selamat dari kekekalan neraka yang mereka tidak mengerjakan shalat, puasa, dan haji; yaitu kaum yang masih mempunyai keimanan seberat dinar.

DALIL KE ENAM BELAS: Dari 'Ubaadah bin ash-Shoomit radhiyallahu 'anhu bahwa Rasûlullâh SAW bersabda:

مَنْ شَهِدَ أَنْ لَاإِلٰـهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ ، وَأَنَّ مُـحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ ، وَأَنَّ عِيْسَى عَبْدُ اللهِ وَرَسُوْلُهُ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوْحٌ مِنْهُ ، وَالْـجَـنَّـةَ حَـقٌّ ، وَالنَّارَ حَـقٌّ ، أَدْخَلَهُ اللهُ الْـجَنَّـةَ عَلَى مَا كَانَ مِنَ الْعَمَلِ.

Barangsiapa bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allâh saja, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya; dan bahwa ‘Isa adalah hambaAllâh dan Rasul-Nya dan kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam serta ruh dari-Nya; dan bahwa surga adalah benar adanya dan neraka adalah benar adanya; maka Allâh pasti memasukkannya ke dalam surga sesuai amal yang telah diperbuatnya. (HR. Bukhari no. 3435 dan Muslim no. 28 )

DALIL KE TUJUH BELAS : Dari Anas radhiyallaahu 'anhu bahwa Nabi SAW bersabda:

“يَخْرُجُ مِنَ النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَفِى قَلْبِهِ وَزْنُ شَعِيرَةٍ مِنْ خَيْرٍ ، وَيَخْرُجُ مِنَ النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَفِى قَلْبِهِ وَزْنُ بُرَّةٍ مِنْ خَيْرٍ ، وَيَخْرُجُ مِنَ النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَفِى قَلْبِهِ وَزْنُ ذَرَّةٍ مِنْ خَيْرٍ".

"Akan dikeluarkan dari neraka orang yang mengucapkan laa ilaaha illallah dan dalam hatinya ada kebaikan (iman) seberat sya'irah.

Dan akan dikeluarkan dari neraka orang yang mengucapkan laa ilaaha illallah dan dalam hatinya ada kebaikan (iman) seberat burrah.

Dan akan dikeluarkan dari neraka orang yang mengucapkan laa ilaaha illallah dan dalam hatinya ada kebaikan (iman) seberat dzarrah." [HR. Bukhori no. 44 dan Muslim no. 193]

DALIL KE DELAPAN BELAS: 

Al-Khallaal berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Abdullah bin Ahmad, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Zakariyyaa bin Yahyaa, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Ibraahiim bin Sa’d, ia berkata:

“سألتُ ابن شهابٍ عن الرجل يترك الصلاة؟ قال: "إِنْ كان إِنّما يتركها أنه يبتغي ديناً غير الإِسلام قُتل، ‌وإِنْ ‌كان ‌إِنّما ‌هو ‌فاسق ‌من ‌الفُسّاق، ‌ضُرب ‌ضرباً ‌شديداً ‌أو ‌سُجن"

Aku pernah bertanya kepada Ibnu Syihaab (Az-Zuhriy) tentang orang yang meninggalkan shalat. Ia menjawab: “Apabila ia meninggalkan shalat karena menginginkan agama selain Islam, maka dibunuh. Namun apabila ia hanya seorang yang fasiq, maka ia dipukul dengan pukulan yang keras atau dipenjara”

[Diriwayatkan oleh Al-Khallaal dalam Al-Jaami’, hal. 546 no. 1402; sanadnya shahih. Lihat pula Ahkaam Ahli al-Milal wa'l Millah Mina'l Jaami' karya al-Khallaal hal. 482 no. 1409].

DALIL KE SEMBILAN BELAS: 'IJMA AMALY

Ada bentuk ijmaa’ ‘amaliy yang diakui, baik oleh ulama yang tidak mengkafirkannya maupun yang mengkafirkannya. Setelah merajihkan tidak kafirnya orang yang meninggalkan shalat, Ibnu Qudaamah Al-Maqdisiy rahimahullah berkata:

وَلِأَنَّ ذَلِكَ إجْمَاعُ الْمُسْلِمِينَ ، فَإِنَّا لَا نَعْلَمُ فِي عَصْرٍ مِنْ الْأَعْصَارِ أَحَدًا مِنْ تَارِكِي الصَّلَاةِ تُرِكَ تَغْسِيلُهُ ، وَالصَّلَاةُ عَلَيْهِ ، وَدَفْنُهُ فِي مَقَابِر الْمُسْلِمِينَ ، وَلَا مُنِعَ وَرَثَتُهُ مِيرَاثَهُ ، وَلَا مُنِعَ هُوَ مِيرَاثَ مُوَرِّثِهِ ، وَلَا فُرِّقَ بَيْنَ زَوْجَيْنِ لِتَرْكِ الصَّلَاةِ مِنْ أَحَدِهِمَا ؛ مَعَ كَثْرَةِ تَارِكِي الصَّلَاةِ ، وَلَوْ كَانَ كَافِرًا لَثَبَتَتْ هَذِهِ الْأَحْكَامُ كُلُّهَا

“Karena hal tersebut [Yaitu tidak kafirnya orang yang meninggalkan shalat] merupakan ijmaa’ kaum muslimin.

Kami tidak pernah mengetahui sepanjang jaman ada seorangpun dari orang yang meninggalkan shalat yang diprlakukan sperti berikut ini:

*Tidak dimandikan [mayatnya]

*Tidak dishalatkan.

*Tidak dikuburkan di pekuburan kaum muslimin (apabila ia meninggal).

*Ahli warisnya tidak dilarang menerima harta warisannya.

*Dia tidak dihalangi untuk mendapatkan harta warisan dari ahli warisnya.

*Tidak diceraikan antara suami istri dengan sebab salah seorang diantara keduanya meninggalkan shalat – padahal banyak sekali orang yang meninggalkan shalat.

Seandainya statusnya itu kafir, niscaya semua hukum tersebut diberlakukan” [Al-Mughniy, 2/297].

An-Nawawiy rahimahullah berkata:

‌وَلَمْ ‌يَزَلْ ‌الْمُسْلِمُونَ ‌يُوَرِّثُونَ ‌تَارِكَ ‌الصَّلَاةِ ‌وَيُوَرَّثُونَ ‌عَنْهُ ‌وَلَوْ ‌كَانَ ‌كَافِرًا لَمْ يُغْفَرْ لَهُ وَلَمْ يَرِثْ وَلَمْ يُورَثْ

“Kaum muslimin senantiasa mewariskan harta kepada orang yang meninggalkan shalat dan juga mendapatkan harta warisan darinya. Seandainya ia berstatus kafir, niscaya dosa-dosanya tidak diampuni, tidak mewariskan harta, dan tidak pula diwarisi harta” [Al-Majmuu’, 3/17].

KESIMPULAN DALIL PENDAPAT PERTAMA:

Kesimpulan dalilnya orang-orang yang menghukumi: orang yang meninggalkan shalat karena malas tidak kafir”.

Dalil-dalil diatas menunjukkan bahwa meninggalkan shalat - tidak diragukan lagi - adalah salah satu dosa terbesar dari semua dosa besar, tetapi bukanlah kufur akbar yang mengeluarkannya dari agama Islam. Karena kita tidak bisa menyamakan antara orang-orang yang beriman kepada Nabi Muhammad SAW bahwa beliau benar-benar utusan dari Allah, dengan orang-orang yang mendustakannya seperti orang Yahudi atau Kristen.

Disana ada banyak dalil yang menunjukkan bahwa mereka yang melakukan dosa besar tidak akan kekal selamanya di Neraka, dan dalil-dalil itu bisa menguatkan bahwa orang yang meninggalkan shalat akan adzab dengan api neraka dan dia pantas mendapatkannya, insya Allah, akan tetapi dia tidak akan kekal selamanya di dalam api neraka.

Dan oleh karena itu kami juga menemukan bahwa dalil-dalil yang dipakai kelompok lain yang menghukumi kafir orang yang meninggalkan shalat adalah bahwa orang yang meninggalkan shalat akan diadzab di Neraka. Akan tetapi bisa dibantah dengan pertanyaan: Mana dalil yang menunjukkan bahwa dia kekal di dalamnya ? Kami tidak berbeda pendapat dengan mereka bahwa dia akan masuk neraka jika Allah menakdirkan baginya adzab.

Dan di antara dalil-dalil yang mendukung kaidah umum yang berbunyi:

“إنه ليس هناك من الأعمال الصالحة ما إذا ضيعه الإنسان يخلد في النار”.

(( Tidak ada amal kebaikan yang jika disia-siakan seseorang akan membuatnya masuk neraka kekal selama-lamanya)). adalah firman Allah swt:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An Nisa: 48)

Syaikh Abdul Aziz bin Baz berkata tentang ayat ini:

وقد دلت هذه الآية الكريمة على أن جميع الذنوب التي دون الشرك تحت مشيئة الله سبحانه، وهذا هو قول أهل السنة والجماعة، خلافا للخوارج والمعتزلة ومن سلك مسلكهما من أهل البدع

“Ayat yang mulia ini menunjukkan bahwa seluruh dosa selain syirik itu di bawah kehendak Allah Subhaanahu. Ini adalah keyakinan Ahlussunnah wal Jama’ah. Berbeda dengan keyakinan Khawarij dan orang-orang yang mengikuti manhaj Khawarij dari kalangan ahlul bid’ah” (Majmu’ Fatawa Mutanawwi’ah, 10/70).

Allah Ta’ala juga berfirman:

إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ

“Sesungguhnya orang yang berbuat syirik terhadap Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun” (QS. Al Maidah: 72).

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan ayat ini:

“‌أَيْ: ‌فَقَدْ ‌أَوْجَبَ ‌لَهُ ‌النَّارَ، ‌وَحَرَّمَ ‌عَلَيْهِ ‌الْجَنَّةَ، ‌كَمَا ‌قَالَ ‌تَعَالَى: {إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ}".

“Maksudnya, Allah wajibkan mereka (orang yang berbuat syirik) masuk neraka dan Allah haramkan mereka masuk surga. Sebagaimana Allah juga berfirman (yang artinya): Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya” (Tafsir Ibnu Katsir).

Sebagaimana juga dijelaskan dalam hadits dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu, Nabi SAW pernah melewatkan:

الظلمُ ثلاثةٌ ، فظُلمٌ لا يغفرُهُ اللهُ ، وظلمٌ يغفرُهُ ، وظلمٌ لا يتركُهُ ، فأمّا الظلمُ الذي لا يغفرُهُ اللهُ فالشِّركُ ، قال اللهُ: إِنَّ الْشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ ، وأمّا الظلمُ الذي يغفرُهُ اللَّهُ فَظُلْمُ العبادِ أنفسُهمْ فيما بينهُمْ وبينَ ربِّهمْ ، وأمّا الظلمُ الّذي لا يتركُهُ اللهُ فظُلمُ العبادِ بعضُهمْ بعضًا حتى يَدِينَ لبعضِهِمْ من بعضٍ

“Kezaliman ada tiga: kezaliman yang tidak Allah ampuni, kezaliman yang Allah ampuni dan kezaliman yang tidak mungkin dibiarkan oleh Allah.

Adapun kezaliman yang tidak Allah ampuni, itu adalah kesyirikan. Allah berfirman: kesyirikan adalah kezaliman yang paling fatal.

Adapun kezaliman yang Allah ampuni adalah kezaliman seorang hamba pada dirinya sendiri, antara ia dengan Allah.

Adapun kezaliman yang tidak mungkin dibiarkan oleh Allah adalah kezaliman hamba pada orang lain sampai kezaliman tersebut terbayar.”

(HR. Abu Daud Ath Thayalisi [2223], Abu Nu’aim dalam Al Hilyah [6/ 309], dihasankan Al Albani dalam Shahih Al Jami’ no. 3961).

BAGAIMANA DENGAN MAKNA HADITS INI ?

Hadits Jabir bin Abdullah bahwa Nabi SAW bersabda:

"إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ"

“Sesungguhnya (pembatas) antara seseorang dengan kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan shalat.”[HR. Muslim, kitab al-Iman (82).]

Hadits Buraidah bin al-Hushaib al-Aslami rodhiallaahu'anhu bahwa Nabi SAW bersabda:

“اَلْعَهْدُ الَّذِيْ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ، فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ".

“Perjanjian (pembatasan) antara kita dengan mereka adalah shalat, maka barangsiapa yang meninggalkannya berarti dia telah kafir.”

[HR. At-Tirmidzi (2621), Al-Nasa'i (463), Ibnu Majah (1079), dan Ahmad (22987). Di shahihkan oleh syeikh Bin Baaz dalam Majmu' Fataawaa nya 10/312 dan al-Albaani dalam Shahih an-Nasaa'i no. 462].

JAWABANNYA:

Ibnu Quddaamah dalam al-Mughni 3/358 berkata:

“وأمَّا ‌الأحادِيثُ ‌المُتَقَدِّمَةُ - الدالة على كفر تارك الصلاة - ‌فهى ‌على ‌سَبِيلِ ‌التَّغْلِيظِ، والتَّشْبِيهِ له بالكُفَّارِ، لا على الحَقِيقَةِ”.

“Adapun hadits-hadits tersebut di atas – yang menunjukkan kafirnya orang yang meninggalakn shalat -, maka itu demi untuk penekanan dan penyerupaannya dengan orang-orang kafir, bukan pada hakikatnya".

[Lihat pula Fataawaa asy-Syabakah al-Islaamiyyah 11/4350 no. 103984]

As-Sakhoowi dalam al-Fataawaa al-Hadiitsiyyah 2/84 berkata:

“ولكن ، كل هذا إنما يحمل على ظاهره في حق تاركها جاحداً لوجوبها مع كونه ممن نشأ بين المسلمين ؛ لأنه يكون حينئذ كافر مرتداً بإجماع المسلمين. فإن رجع إلى الإسلام ؛ قبل منه ، وإلا قتل. وأما من تركها بلا عذر – بل تكاسلاً مع اعتقاد وجوبها - ؛ فالصحيح المنصوص الذي قطع به الجمهور: أنه لا يكفر”.

“Akan tetapi, semua itu didasarkan pada maknanya yang tampak jelas berkenaan dengan orang yang meninggalkannya dengan mengingkari akan hukum wajibnya shalat, padahal dia termasuk orang yang tumbuh besar di kalangan kaum muslimin, karena dengan demikian maka ia menjadi kafir dan murtad menurut IJMA' kaum muslimin. Jika dia kembali ke Islam, maka diterima darinya, jika tidak maka dia harus dibunuh.

Adapun orang yang meninggalkannya tanpa udzur – melainkan hanya karena kemalasan sambil meyakini bahwa itu wajib – maka nash yang shahih yang dipastikan oleh Jumhur ulama adalah dia tidak menjadi kafir".

TIDAK SEMUA KATA KAFIR ATAU KUFUR BERARTI KELUAR DARI AGAMA ISLAM

Ada sejumlah besar nash di mana perbuatan tertentu digambarkan sebagai kekufuran, namun yang dimaksud kekufuran di dalamnya bukanlah kufur akbar keluar dari agama, melainkan kekufuran dibawah kufur akbar. Ayat-ayat al-Quran dan hadits-haduts nabawi dalam hal ini sangat banyak.

Dan berikut ini hadits-hadits yang kata kafir atau kufur dan yang semakna dengan nya, namun maksud dan tujuannya adalah bukan kafir akbar yang mengeluarkannya dari keimanan dan dari agama Islam, melainkannya tujuannya adalah peringatan keras dan menunjukkan betapa besarnya dosa perbuatan tersebut.

Pertama: Firman Allah SWT:

وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

“Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” [QS. Al-Maidah: 44].

Al Imam Ibnu Abdil Barr (wafat tahun 463H), beliau berkata dalam At Tamhid (5/74):

“وأجمع العلماء على أن الجور في الحكم من الكبائر لمن تعمد ذلك عالما به، رويت في ذلك آثار شديدة عن السلف، وقال الله عز وجل: ﴿ وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ ﴾،﴿ الظَّالِمُونَ ﴾،﴿ الْفَاسِقُونَ ﴾ نزلت في أهل الكتاب، قال حذيفة وابن عباس: وهي عامة فينا؛ قالوا ليس بكفر ينقل عن الملة إذا فعل ذلك رجل من أهل هذه الأمة حتى يكفر بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الآخر روي هذا المعنى عن جماعة من العلماء بتأويل القرآن منهم ابن عباس وطاووس وعطاء”.

“Ulama sepakat bahwa penyimpangan dari hukum Allah termasuk dosa-dosa besar bagi orang yang sengaja melakukannya sedang dia mengetahui kewajiban untuk berhukum kepada hukum Allah, telah diriwayatkan akan hal itu atsar dari para salaf.

Allah telah berfirman yang artinya: “Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” Di ayat sesudahnya “mereka itulah orang-orang yang zalim” dan ayat sesudahnya “mereka itulah orang-orang yang fasik.”

Ayat ini diturunkan terkait dengan Ahli Kitab. Hudzaifah dan Ibnu Abbas berkata: “Ayat ini umum dan mencakup umat kita”. Mereka mengatakan: “Akan tetapi hal itu tidak mengeluarkan pelakunya dari agama apabila seseorang dari umat ini melakukannya hingga dia mengkufuri Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya dan hari kiamat. Penjelasan semisal diriwayatkan dari para ulama’ di antara mereka adalah Ibnu Abbas, Thawus dan Atho'".

Kedua: Firman Allah SWT:

لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

Artinya: Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kamu, dan jika kamu mengkufuri (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. [QS. Ibrahim: 7]

Ketiga: Kata semakna dengan Kafir:

Allah SWT berfirman:

وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا

“Dan barangsiapa membunuh seorang yang beriman dengan sengaja, maka balasannya ialah neraka Jahanam, dia KEKAL di dalamnya. Allah murka kepadanya, dan melaknatnya serta menyediakan azab yang besar baginya". [QS. An-Nisaa': 93]

Syeikh Rabi' al-Madkholi berkata:

وهذا الوعيد الصريح في خلود قاتل النفس متعمداً في النار مع غضب الله عليه ولعنه يلزم من يكفر تارك الصلاة أن يكفره؛ لأن الله حكم عليه بالخلود، ولم يحكم على تارك الصلاة بمثل هذا الحكم.

Ini adalah peringatan yang jelas dan gamblang tentang kekalnya seorang pembunuh dengan sengaja di dalam api Neraka, dengan murka dan kutukan Allah atas dirinya.

Mestinya orang yang mengatakan kafirnya orang yang meninggalkan sholat, juga mengkafirkan orang yang membunuh seorang muslim dengan sengaja; Karena Allah SWT menghukum dia dengan kekal. Akan tetapi Allah tidak menghukumi orang yang meninggalkan doa dengan hukuman seperti itu".

Ditambah lagi dengan firman Allah tentang resiko bagi seorang penghilang nyawa:

{ مِنْ أَجْلِ ذَلِكَ كَتَبْنَا عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا }

"Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya". [QS. Al-Maidah: 32].

Allah SWT tidak mengatakan hal seperti ini terhadap orang yang meninggalkan shalat.

Keempat: dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu dia berkata, Rasulullah SAW bersabda:

« سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوقٌ وَقِتَالُهُ كُفْرٌ »

"Mencela seorang muslim merupakan kefasikan dan memeranginya merupakan kekufuran."

(Muttafaqun 'alaih, diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim)

Ibnul-Qayyim rahimahullah berkata:

"ففرق بين قتاله وسبابه وجعل أحدهما فسوقا لا يكفر به والآخر كفر، ومعلوم أنه إنما أراد الكفر العلمي لا الاعتقادي، وهذا الكفر لا يخرجه من الدائرة الإسلامية والملة بالكلية".

“Dan Nabi SAW membedakan antara memerangi muslim dan mencacinya. Beliau menjadikan salah satu diantara sebagai perbuatan kefasikan, dan yang lain sebagai kekufuran. Dan yang ma’lum bahwasannya yang beliau SAW maksudkan hanyalah kufur ‘amaliy, bukan kufur i’tiqadiy, dan kekufuran ini tidak mengeluarkannya dari agama Islam secara keseluruhan” [Ash-Shalaah, hal. 58].

Tentu saja yang dimaksudkan beliau rahimahullah di sini adalah kufur amaliy yang tidak bertolak-belakang dengan keimanan sehingga tidak dikafirkan.

Kelima: Dari Abu Bakar ash-Shiddiiq radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi SAW bersabda:

« كُفْرٌ بِاللَّهِ ادِّعَاءٌ إِلَى نَسَبٍ لَا يُعْرَفُ وَكُفْرٌ بِاللَّهِ تَبَرُّؤ مِنْ نَسَبٍ وَإِنْ دَقَّ ».

{kekufuran kepada Allah bagi orang yang mengaku-ngaku nasabnya kepada orang yang tidak dikenal, kekufuran kepada Allah bagi orang yang melepaskan diri dari nasabnya, sekalipun yang dinasabkan tersebut remeh}

[HR. Ahmad no. 7019 dan ad-Daarimi no. 2737, al-Bazzar dalam “Musnad” 1/139 (70), dan al-Tabarani dalam “Al-Awsath” 3/167 (2818) dan al-Khollaal dalam as-Sunnah no. 1529]

Diriwayatkan juga oleh Ibnu Majah yang semakna dengannya dengan sanad yang dikatakan hasan shahih oleh Imam al-Albani rahimahullah dalam Shahih al-Jaami' no. 4485

Keenam: Diriwayatkan dari sahabat Abu Dzarr radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَرْمِي رَجُلٌ رَجُلًا بِالفُسُوقِ، وَلاَ يَرْمِيهِ بِالكُفْرِ، إِلَّا ارْتَدَّتْ عَلَيْهِ، إِنْ لَمْ يَكُنْ صَاحِبُهُ كَذَلِكَ

“Janganlah seseorang menuduh orang lain dengan tuduhan fasik dan jangan pula menuduhnya dengan tuduhan kafir, karena tuduhan itu akan kembali kepada dirinya sendiri jika orang lain tersebut tidak sebagaimana yang dia tuduhkan.” (HR. Bukhari no. 6045)

Dari sahabat ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَيُّمَا رَجُلٍ قَالَ لِأَخِيهِ يَا كَافِرُ، فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا

“Siapa saja yang berkata kepada saudaranya, “Wahai kafir!” maka bisa jadi akan kembali kepada salah satu dari keduanya.” (HR. Bukhari no. 6104)

Dalam riwayat Muslim disebutkan,

أَيُّمَا امْرِئٍ قَالَ لِأَخِيهِ: يَا كَافِرُ، فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا، إِنْ كَانَ كَمَا قَالَ، وَإِلَّا رَجَعَتْ عَلَيْهِ

“Apabila seorang laki-laki mengkafirkan saudaranya, maka sungguh salah seorang dari keduanya telah kembali dengan membawa kekufuran tersebut.” (HR. Muslim no. 60)

Dari sahabat Abu Dzarr radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَمَنْ دَعَا رَجُلًا بِالْكُفْرِ، أَوْ قَالَ: عَدُوُّ اللهِ وَلَيْسَ كَذَلِكَ إِلَّا حَارَ عَلَيْهِ

“Apabila seorang laki-laki mengkafirkan saudaranya, maka sungguh salah seorang dari keduanya telah kembali dengan membawa kekufuran tersebut.” (HR. Muslim no. 61)

Ketujuh: Dari [Abu Hurairah] dari Nabi SAW beliau bersabda:

مَنْ أَتَى حَائِضًا أَوْ امْرَأَةً فِي دُبُرِهَا أَوْ كَاهِنًا فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

"Barangsiapa menggauli wanita haid, atau menggauli wanita dari dubur, atau mendatangi dukun maka ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad SAW."

[HR. Abu Dawud (3904), Al-Tirmidzi (135), Al-Nasa’i di ((Al-Sunan Al-Kubra)) (9017), Ibnu Majah (639), dan Ahmed (10167)].

Di Hasankan oleh al-Haafidz Ibnu Hajar dalam Hidaayah ar-Ruwaah 4/294 dan di shahihkan oleh al-Albaani dalam Shahih Abu Daud no. 3904.

Kedelapan: Dari [Zaid bin Khalid Al Juhaini] bahwa Rasulullah SAW bersabda:

قَالَ رَبُّكُمْ: أَصْبَحَ مِنْ عِبَادِي مُؤْمِنٌ بِي وَكَافِرٌ فَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ وَرَحْمَتِهِ فَذَلِكَ مُؤْمِنٌ بِي كَافِرٌ بِالْكَوْكَبِ وَأَمَّا مَنْ قَالَ بِنَوْءِ كَذَا وَكَذَا فَذَلِكَ كَافِرٌ بِي مُؤْمِنٌ بِالْكَوْكَبِ

"Rabb kalian berfirman: 'Di pagi ini ada hamba-hamba Ku yang menjadi Mukmin kepada-Ku dan ada pula yang menjadi kafir.

Orang yang berkata, 'Hujan turun kepada kita karena karunia Allah dan rahmat-Nya', maka dia adalah yang beriman kepada-Ku dan kafir kepada bintang-bintang.

Adapun yang berkata, 'Hujan turun disebabkan bintang ini dan itu', maka dia telah kafir kepada-Ku dan beriman kepada bintang-bintang'." [HR. Bukhori no. 846].

Kesembilan: Dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ حَلَفَ بِغَيْرِ اللَّهِ فَقَدْ كَفَرَ أَوْ أَشْرَكَ

“Barang siapa bersumpah dengan selain Allah, maka dia telah kafir atau berbuat syirik.”

[HR. Abu Dawud (3251), Al-Tirmidzi (1535) dan Ahmad (6072). Dishahihkan oleh as-Suyuthi dalam al-Jaami' ash-Shaghiir no. 8623 dan Al-Albani dalam Ash-Shahihah, no. 2042 dan al-Irwaa' no. 2561]

Kesepuluh: Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah SAW:

“مُدْمِنُ الْخَمْرِ كَعَابِدِ وَثَنٍ "

"Orang yang kecanduan minuman keras [khamr] seperti orang yang menyembah berhala."

[HR. Ibnu Majah no. 3375. Digolongkan sebagai hadits hasan oleh al-Albaani dalam Shahih Ibnu Majah, 2720].

Kesebelas: Dari Abu Syuraih Radhiyallahu Anhu bahwa Nabi SAW bersabda:

وَاللهِ لاَ يُؤْمِنُ، وَاللهِ لاَ يُؤْمِنُ، وَاللهِ لاَ يُؤْمِنُ، قِيْلَ: وَمَنْ يَا رَسُولَ الله؟ قَالَ: الَّذِي لاَ يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَايِقَهُ

”Demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman.” Nabi ditanya, ”Siapakah dia wahai Rasulullah?” Rasulullah bersabda, ”Orang yang tetangganya tidak merasa aman dari kejahatannya.” (HR. Al-Bukhari no. 6016).

Ibnu Baththal menuturkan:

“فِي هَذَا الْحَدِيثِ تَأْكِيدُ حَقِّ الْجَارِ لِقَسَمِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى ذَلِكَ ‌وَتَكْرِيرِهِ ‌الْيَمِينَ ‌ثَلَاثَ ‌مَرَّاتٍ ‌وَفِيهِ ‌نَفْيُ ‌الْإِيمَانِ ‌عَمَّنْ ‌يُؤْذِي ‌جَارَهُ ‌بِالْقَوْلِ أَوِ الْفِعْلِ وَمُرَادُهُ الْإِيمَانُ الْكَامِلُ وَلَا شَكَّ أَنَّ الْعَاصِي غَيْرُ كَامِلِ الْإِيمَانِ”.

”Hadits ini menegaskan betapa besarnya hak bertetangga, karena Nabi SAW memulainya dengan bersumpah yang diulangi sampai tiga kali, dan juga menafikan keimanan seseorang yang menyakiti tetangganya, baik dengan ucapan maupun perbuatan.

Maksud dari tidak beriman di sini adalah iman yang tidak sempurna. Tidak diragukan, bahwa orang yang bermaksiat tidak sempurna imannya.” [Dikutip Ibnu Hajar dalam Fathul Baari 10/444].

Imam An-Nawawi menyebutkan tentang penafian keimanan dalam masalah seperti ini dengan dua jawaban:

"أَحَدُهُمَا أَنَّهُ فِي حَقِّ الْمُسْتَحِلِّ وَالثَّانِي أَنَّ مَعْنَاهُ لَيْسَ مُؤْمِنًا كَامِلًا. وَيُحْتَمِلُ أَنْ يَكُونَ الْمُرَادُ أَنَّهُ لَا يُجَازَى مُجَازَاةَ الْمُؤْمِنِ بِدُخُولِ الْجَنَّةِ مِنْ أَوَّلِ وَهْلَةٍ مَثَلًا أَوْ أَنَّ هَذَا خَرَجَ مَخْرَجَ الزَّجْرِ وَالتَّغْلِيظِ وَظَاهِرُهُ غَيْرُ مُرَادٍ وَاللَّهُ أعلم

Salah satunya adalah : berlaku bagi orang yang menghalalkan perbuatan tersebut. Kedua: maknanya adalah orang yang tidak sempurna imannya.

Dan ada kemungkinan yang dimaksud adalah bahwa orang beriman tidak bisa dibalas dengan masuk surga sejak awal, misalnya, atau ini maksudnya adalah hanya sebatas kecaman dan ancaman keras. Dan kata-kata yang nampak itu bukan yang dimaksud". Wallahu a'lam.

[Dikutip Ibnu Hajar dalam Fathul Baari 10/444].

Kedua belas: Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata; Rasulullah SAW bersabda:

“مَا مِنْ صَاحِبِ ذَهَبٍ وَلَا فِضَّةٍ لَا يُؤَدِّي مِنْهَا حَقَّهَا إِلَّا إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ صُفِّحَتْ لَهُ صَفَائِحُ مِنْ نَارٍ فَأُحْمِيَ عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَيُكْوَى بِهَا جَنْبُهُ وَجَبِينُهُ وَظَهْرُهُ كُلَّمَا بَرَدَتْ أُعِيدَتْ لَهُ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ حَتَّى يُقْضَى بَيْنَ الْعِبَادِ فَيَرَى سَبِيلَهُ إِمَّا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِمَّا إِلَى النَّارِ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَالْإِبِلُ قَالَ وَلَا صَاحِبُ إِبِلٍ لَا يُؤَدِّي مِنْهَا حَقَّهَا وَمِنْ حَقِّهَا حَلَبُهَا يَوْمَ وِرْدِهَا إِلَّا إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ بُطِحَ لَهَا بِقَاعٍ قَرْقَرٍ أَوْفَرَ مَا كَانَتْ لَا يَفْقِدُ مِنْهَا فَصِيلًا وَاحِدًا تَطَؤُهُ بِأَخْفَافِهَا وَتَعَضُّهُ بِأَفْوَاهِهَا كُلَّمَا مَرَّ عَلَيْهِ أُولَاهَا رُدَّ عَلَيْهِ أُخْرَاهَا فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ حَتَّى يُقْضَى بَيْنَ الْعِبَادِ فَيَرَى سَبِيلَهُ إِمَّا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِمَّا إِلَى النَّارِ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَالْبَقَرُ وَالْغَنَمُ قَالَ وَلَا صَاحِبُ بَقَرٍ وَلَا غَنَمٍ لَا يُؤَدِّي مِنْهَا حَقَّهَا إِلَّا إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ بُطِحَ لَهَا بِقَاعٍ قَرْقَرٍ لَا يَفْقِدُ مِنْهَا شَيْئًا لَيْسَ فِيهَا عَقْصَاءُ وَلَا جَلْحَاءُ وَلَا عَضْبَاءُ تَنْطَحُهُ بِقُرُونِهَا وَتَطَؤُهُ بِأَظْلَافِهَا كُلَّمَا مَرَّ عَلَيْهِ أُولَاهَا رُدَّ عَلَيْهِ أُخْرَاهَا فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ حَتَّى يُقْضَى بَيْنَ الْعِبَادِ فَيَرَى سَبِيلَهُ إِمَّا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِمَّا إِلَى النَّارِ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَالْخَيْلُ قَالَ الْخَيْلُ ثَلَاثَةٌ هِيَ لِرَجُلٍ وِزْرٌ وَهِيَ لِرَجُلٍ سِتْرٌ وَهِيَ لِرَجُلٍ أَجْرٌ فَأَمَّا الَّتِي هِيَ لَهُ وِزْرٌ فَرَجُلٌ رَبَطَهَا رِيَاءً وَفَخْرًا وَنِوَاءً عَلَى أَهْلِ الْإِسْلَامِ فَهِيَ لَهُ وِزْرٌ وَأَمَّا الَّتِي هِيَ لَهُ سِتْرٌ فَرَجُلٌ رَبَطَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ لَمْ يَنْسَ حَقَّ اللَّهِ فِي ظُهُورِهَا وَلَا رِقَابِهَا فَهِيَ لَهُ سِتْرٌ وَأَمَّا الَّتِي هِيَ لَهُ أَجْرٌ فَرَجُلٌ رَبَطَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ لِأَهْلِ الْإِسْلَامِ فِي مَرْجٍ وَرَوْضَةٍ فَمَا أَكَلَتْ مِنْ ذَلِكَ الْمَرْجِ أَوْ الرَّوْضَةِ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا كُتِبَ لَهُ عَدَدَ مَا أَكَلَتْ حَسَنَاتٌ وَكُتِبَ لَهُ عَدَدَ أَرْوَاثِهَا وَأَبْوَالِهَا حَسَنَاتٌ وَلَا تَقْطَعُ طِوَلَهَا فَاسْتَنَّتْ شَرَفًا أَوْ شَرَفَيْنِ إِلَّا كَتَبَ اللَّهُ لَهُ عَدَدَ آثَارِهَا وَأَرْوَاثِهَا حَسَنَاتٍ وَلَا مَرَّ بِهَا صَاحِبُهَا عَلَى نَهْرٍ فَشَرِبَتْ مِنْهُ وَلَا يُرِيدُ أَنْ يَسْقِيَهَا إِلَّا كَتَبَ اللَّهُ لَهُ عَدَدَ مَا شَرِبَتْ حَسَنَاتٍ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَالْحُمُرُ قَالَ مَا أُنْزِلَ عَلَيَّ فِي الْحُمُرِ شَيْءٌ إِلَّا هَذِهِ الْآيَةَ الْفَاذَّةُ الْجَامِعَةُ { فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ }

"Siapa yang mempunyai emas dan perak, tetapi dia tidak membayar zakatnya, maka di hari kiamat akan dibuatkan untuknya seterika api yang dinyalakan di dalam neraka, lalu diseterikakan ke perut, dahi dan punggungnya. Setiap seterika itu dingin, maka akan dipanaskan kembali lalu diseterikakan pula padanya setiap hari -sehari setara lima puluh tahun (di dunia) - hingga perkaranya diputuskan. Setelah itu, barulah ia melihat jalannya keluar, adakalanya ke surga dan adakalanya ke neraka."

Kemudian ditanyakan kepada beliau, "Wahai Rasulullah, lantas bagaimana dengan unta?"

Beliau menjawab: "Begitu pula unta, jika pemiliknya tidak membayarkan zakatnya. Diantara zakatnya adalah membayar shadaqah dengan susu yang diperah darinya pada hari ketika ia mendatangi air untuk meminumnya. Maka pada hari kiamat kelak, orang itu akan ditelentangkan di tempat yang rata agar diinjak-injak oleh unta-unta yang paling besar dan gemuk-gemuk, serta anak-anaknya yang paling kecil. Semuanya menginjak-injak dengan kukunya serta menggigit dengan giginya yang tajam. Setiap yang pertama lewat, datang pula yang lain menginjak-injaknya. Demikianlah hal itu berlangsung setiap hari hingga perkaranya selesai diadili. Satu hari di sana sama dengan lima puluh ribu tahun di dunia. Setelah itu, barulah ia dapat melihat jalannya keluar, mungkin ke surga dan mungkin pula ke neraka."

Kemudian ditanyakan kembali pada beliau: "Wahai Rasulullah, lantas bagaimana dengan sapi dan kambing?"

Beliau menjawab: "Ya, tidak ketinggalan pula pemilik sapi dan kambing yang tidak membayar zakatnya. Niscaya pada hari kiamat kelak, dia akan ditelentangkan di suatu tempat yang rata, supaya diinjak-injak oleh sapi dan kambing itu dengan kukunya yang tajam dan juga menanduknya dengan tanduk-tanduknya, baik kambing tersebut bengkok tanduknya atau tidak bertanduk ataupun pecah tanduknya. Bila yang pertama telah lewat, maka akan diikuti pula oleh yang kedua dan seterusnya, hingga perkaranya selesai diputuskan. Satu hari di dunia sama dengan lima puluh ribu tahun di dunia. Setelah itu, ia baru bisa melihat jalannya keluar, apakah dia ke surga ataukah ke neraka."

Kemudian ditanyakan lagi kepada beliau: "Jika kuda bagaimana ya Rasulullah?"

Beliau menjawab: "Kuda itu ada tiga macam, yaitu:

(Pertama), yang bisa mendatangkan dosa.

(Kedua) sebagai penghalang

Dan (ketiga) yang bisa mendatangkan pahala.

Sedangkan kuda yang mendatangkan dosa adalah apabila orang memeliharanya karena riya`, untuk kemegahan dan kebanggaan serta untuk memerangi Islam. Maka kuda bagi orang itu menjadi sumber dosa.

(Kedua), kuda sebagai penghalang, yaitu kuda yang dipersiapkan untuk jihad di jalan Allah, kemudian pemiliknya tidak lupa akan hak Allah dengan cara memeliharanya dan mempergunakannya untuk berjihad, maka kuda bagi orang itu adalah sebagai pelindung baginya.

(Ketiga), kuda sebagai ladang pahala. Yaitu kuda yang dipersiapkan untuk berjihad di jalan Allah dan membela kepentingan umat Islam di ladang-ladang penggembalaan mereka. Maka apa-apa yang dimakan kuda itu di ladang tersebut, dituliskan bagi pemilik kebun kebajikan sebanyak apa yang dimakan kuda tersebut dan dituliskan pula kebajikan sebanyak kotoran dan air kencing yang dikeluarkan kuda tersebut. Bila tali kuda itu terputus, kemudian kuda itu lari jauh, maka dituliskan untuk pemiliknya kebajikan sebanyak jejak dan tahi kuda itu. Setiap kuda itu melewati sungai, lalu ia minum tanpa sengaja atau diberi minum oleh pemiliknya, maka Allah akan menuliskan kebajikan bagi pemiliknya sebanyak air yang diminum kudanya itu."

Setelah itu, ditanyakan lagi kepada beliau, "Bagaimana kalau himar (keledai) wahai Rasulullah?"

Beliau menjawab: "Allah tiada menurunkan wahyu apa-apa kepadaku mengenai himar, selain ayat yang pendek tetapi mencakup yaitu:

{ فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ }

'Barangsiapa yang mengerjakan kebajikan sebesar zarrah (biji sawi), niscaya ia akan melihat (pahala) nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan keburukan seberat zarrah, niscaya ia akan melihat pula balasannya.'"

[HR. Muslim no. 1647].

Syeikh Rabi' al-Madkholi berkata:

فهذا الوعيد الشديد لمانعي الزكاة، وأشد منه الوعيد لتارك الصلاة. بل هو أشد عذاباً وأنكى، كما دلَّ على ذلك أحاديث الشفاعة نفسها.

“Maka ini adalah peringatan yang keras bagi mereka yang enggan membayar zakat. Dan peringatannya ini lebih keras dari pada peringatan terhadap orang yang meninggalkan shalat. Bahkan, itu adalah adzab yang lebih dahsyat dan lebih parah, sebagaimana yang terdapat dalam hadits-hadits syafaat itu sendiri".

=====*****=====

PENDAPAT KEDUA: 
ORANG TIDAK SHALAT ADALAH KAFIR DAN KELUAR DARI ISLAM

Ini adalah mazhab Hanbali, dan salah satu wajh dalam madzhab Syafi'i, dan salah satu qaul dalam madzhab Maliki, dan sekelompok para ulama salaf, dan itu adalah madzhab mayoritas ulama ahli hadits, dan pendapat Ibnu Taymiyyah dan Ibnu al-Qayyim. Dan pilihan Ibnu Utsaymiin, Syeikh Bin Baaz dan Fatwa al-Lajnah ad-Daaimah.

Referensi: ((Al-Inshaaf)) (1/286), ((Al-Majmuu)) oleh Al-Nawawi (14/3), ((Hashiyat al-Adawi)) (1/102), ((al-Istidzkaar)) (2/150), ((Ta'dziim Qodri ash-Shalat)) oleh Al-Marwazi (2/936), ((al-Fataawaa al-Kubroo )) Ibnu Taimiyah (24/2), ((Ash-Sholaat wa Ahkaamu Taarikihaa)) (hal. 64), ((Majmu' Fataawaa wa Rosaa'il Ibni 'Utsaymiin)) (12/51).

Imam Muhammad bin Nashr al-Marwazi (semoga Allah merahmatinya) mengatakan:

( سمعت إسحاق يقول: قد صح عن رسول الله صلى الله عليه وسلم أن تارك الصلاة كافر ، وكذلك كان رأى أهل العلم من لدن النبي صلى الله عليه وسلم إلى يومنا هذا أن تارك الصلاة عمدا من غير عذر حتى يذهب وقتها كافر. وذهاب الوقت أن يؤخر الظهر إلى غروب الشمس والمغرب إلى طلوع الفجر.) انتهى

“Saya mendengar Ishaaq mengatakan: Diriwayatkan dalam sebuah hadits shahih dari Rasulullah (SAW) bahwa orang yang tidak shalat adalah kafir. Demikian pula pandangan para ulama dari zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai sekarang, bahwa orang yang sengaja tidak shalat tanpa udzur, sampai waktu shalatnya habis, menjadi kafir.

Hingga berakhirnya waktu seperti menunda Dzuhur hingga matahari terbenam atau menunda Maghrib hingga terbit fajar". [Akhir kutipan dari Ta'zeem Qadr al-Salaah (2/929)].

Ibnu Hazm (ra dengan dia) mengatakan:

“روينا عن عمر بن الخطاب رضي الله عنه ، ومعاذ بن جبل ، وابن ‏مسعود ، وجماعة من الصحابة رضي الله عنهم،‎‏ وعن ابن المبارك ، وأحمد بن حنبل ، ‏وإسحاق بن راهويه رحمة الله عليهم ، وعن تمام سبعة عشر رجلا من الصحابة ، رضي الله عنهم ، أن من ترك صلاة فرضٍ عامدا ذاكرا حتى يخرج وقتها ، فإنه كافر ‏ومرتد ، وبهذا يقول عبد الله بن الماجشون صاحب مالك ، وبه يقول عبد الملك بن حبيب ‏الأندلسي وغيره".

Kami telah meriwayatkan dari 'Umar bin al-Khattaab, Mu'aadz bin Jabal, Ibnu Mas'ud, sejumlah Sahabat (radhiyallaahu 'anhum). Dan dari Ibnu al-Mubaarak, Ahmad ibn Hanbal, Ishaaq ibn Raahawayh (semoga Allah merahmati mereka) dan dari Sahabat lainnya (semoga Allah meridhoi mereka), total tujuh belas:

Bahwa orang yang sengaja dan sadar tidak mengerjakan shalat wajib sampai waktunya habis; maka dia itu menjadi kafir dan murtad.

Ini adalah pendapat 'Abdullaah bin al-Maajishoon, sahabat Maalik, dan 'Abd al-Malik ibn Habiib al-Andaluusi dan lainnya. [Akhir kutipan dari al-Fashel fi'l-Milal wa'l-Ahwa' wa'l-Nihal (3/128)].

Dan dikitab lain, Ibnu Hazm berkata:

"وقد جاء عن عمر ، وعبد الرحمن بن عوف ، ومعاذ بن جبل ، وأبي هريرة ، وغيرهم من الصحابة رضي الله عنهم أن من ترك صلاة فرض واحدة متعمدا حتى يخرج وقتها فهو كافر مرتد”.

Diriwayatkan dari 'Umar, 'Abdur-Rahmaan ibn 'Auf, Mu'aadz bin Jabal, Abu Hurairah dan lainnya dari kalangan para Sahabat (semoga Allah meridhoi mereka):

Bahwa barangsiapa dengan sengaja tidak mengerjakan shalat wajib satu kali pun, sampai habis waktunya, maka ia kafir dan murtad. [Akhir kutipan dari al-Muhalla (2/15)].

Fatwa berdasarkan pendapat ini telah dikeluarkan oleh al-Lajnah ad-Daaimah, di bawah kepemimpinan Syekh 'Abd al-'Aziz ibn Baaz (semoga Allah merahmatinya). [Fataawa al-Lajnah al-Daa'imah (6/40, 50)].

FATWA SYEIKH BIN BAAZ.

Syeikh Bin Baaz rahimahullah berkata:

"الصواب أن من ترك الصلاة فهو كافر وإن كان غير جاحد لها، هذا هو القول المختار والمرجح عند المحققين من أهل العلم".

“Pendapat yang benar adalah bahwa siapa pun yang meninggalkan shalat adalah kafir, meskipun ia tidak mengingkari kewajibannya". Ini adalah pandangan yang dipilih dan ditarjih menurut para peneliti dari para ahli ilmu ".

[Sumber: Nur 'ala Ad-Darb ( حكم تارك الصلاة عمداً تساهلاً وحكم تكفيره )]

FATWA AL-LAJNAH AD-DAIMAH SAUDI ARABIA:

Pertanyaan pertama Fatwa No. (18164)

“قرأت في أحد الكتب عن (حكم تارك الصلاة) أنه كافر لا يتزوج من المسلمين، ولا يدفن في قبور المسلمين، ولا يصلى عليه عند الموت. فهل إذا كان هذا الإنسان في غفلة عن الطاعة وعصيان لله مؤقتا، يكون مثل أي إنسان عاص في بعض الجوانب الدينية الأخرى؟”.

Saya membaca di salah satu buku tentang (hukum orang yang meninggalkan shalat) bahwa dia adalah kafir yang tidak boleh menikah dengan orang Islam, tidak dimakamkan di kuburan orang Islam, dan tidak dishalati pada saat kematian.

Jika orang ini lalai dari ketaatan dan untuk sementara waktu tidak menaati Tuhan, apakah dia akan seperti orang yang tidak taat lainnya dalam beberapa aspek agama lainnya?

JAWABAN:

تارك الصلاة متعمدا كافر على الصحيح من قولي العلماء، ولو لم يجحد وجوبها. أما إن كان يجحد وجوبها فهو كافر بإجماع المسلمين، لقوله صلى الله عليه وسلم: " بين العبد وبين الكفر والشرك ترك الصلاة". رواه مسلم. وقوله صلى الله عليه وسلم: " العهد الذي بيننا وبينهم الصلاة فمن تركها فقد كفر " (خرجه الإمام أحمد وأهل السنن الأربع بإسناد صحيح)، وقال تعالى عن أهل النار: { مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَر.قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ} الآيات. وبالله التوفيق، وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم.

Orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja adalah kafir menurut pendapat yang benar dari dua pendapat para ulama, meskipun ia tidak mengingkari kewajibannya.

Adapun jika ia mengingkari kewajibannya, maka ia kafir menurut IJMA' [kesepakatan] kaum muslimin, karena sabdanya SAW: “Antara hamba dan kekafiran dan kemusyrikan adalah meninggalkan shalat (HR. Muslim)

Dan Sabdanya SAW: "Perjanjian antara kami dan mereka adalah shalat, dan siapa pun yang meninggalkannya maka dia telah kafir." (Imam Ahmad dan orang-orang dari empat Penulis Sunan meriwayatkannya dengan sanad yang shahih )

Allah SWT berfirman tentang penghuni Neraka: { "Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?". Mereka menjawab: “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat}[QS. al-Muddatstsir: 42-43].

وبالله التوفيق، وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم.

Lajnah Tetap Riset Ilmiah dan Iftaa

Anggota: Bakr Abu Zaid

Anggota: Saleh Al-Fawzan.

Anggota: Abdullah bin Ghadian

Wakil Ketua: Abdulaziz Al-Sheikh

Ketua: Abdulaziz bin Abdullah bin Baz

FATWA SYEIKH IBNU 'UTSAIMIN

Bahwa orang yang meninggalkan sholat adalah kafir dan berlaku padanya hukum murtad.

Syeikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata:

“Setelah jelas bahwa orang yang meninggalkan shalat itu kafir, maka berlakulah hukum-hukum orang murtad. Lagi pula, tidak disebutkan dalam nash-nash bahwa orang yang meninggalkan shalat itu Mukmin, atau masuk surga, atau selamat dari neraka, dan sebagainya, yang memalingkan kita dari vonis kafir terhadap orang yang meninggalkan shalat menjadi vonis kufur nikmat atau kufur yang tidak menyebabkan kekafiran.

Di antara hukum-hukum murtad yang berlaku terhadap orang yang meninggalkan shalat:

Pertama:

Ia tidak sah menikah. Jika terjadi akad nikah maka nikahnya batal dan isterinya tidak halal baginya. Hal ini berdasarkan firman Allah subhanahu wata'ala tentang para wanita yang berhijrah.

{ فَاِنْ عَلِمْتُمُوْهُنَّ مُؤْمِنٰتٍ فَلَا تَرْجِعُوْهُنَّ اِلَى الْكُفَّارِۗ لَا هُنَّ حِلٌّ لَّهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّوْنَ لَهُنَّۗ }

“Maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu mengembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal bagi mereka.” (Al-Mumtahanah: 10).

Kedua:

Jika ia meninggalkan shalat setelah akad nikah, maka pernikahannya menjadi gugur sehingga isterinya tidak lagi halal baginya. Hal ini juga berdasarkan ayat yang telah disebutkan tadi. Dan menurut rincian para ahlul ilmi, bahwa hukum ini berlaku baik setelah bercampur maupun belum.

Ketiga:

Orang yang tidak melaksanakan shalat, jika ia menyembelih hewan, maka daging hewan sembelihannya tidak halal dimakan, karena daging itu menjadi haram. Padahal, sembelihan orang Yahudi dan Nasrani dihalalkan bagi kita untuk memakannya. Ini berarti -na'udzu billah- sembelihan orang yang tidak shalat itu lebih buruk daripada sembelihan orang Yahudi dan Nasrani.

Keempat:

Ia tidak boleh memasuki Makkah atau batas-batas kesuciannya berdasarkan firman Allah subhanahu wata'ala,

{ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ فَلَا يَقْرَبُوا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هَٰذَا ۚ وَإِنْ خِفْتُمْ عَيْلَةً فَسَوْفَ يُغْنِيكُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ إِنْ شَاءَ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ حَكِيمٌ}.

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidil Haram sesudah tahun ini. Dan jika kamu khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberikan kekayaan kepadamu dari karuniaNya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (At-Taubah: 28).

Kelima:

Jika ada kerabatnya yang meninggal, maka ia tidak boleh ikut serta dalam warisan. Misalnya, ada seseorang meninggal dunia dengan meninggalkan seorang anak yang tidak shalat. Orang yang meninggal itu seorang muslim yang shalat, sedangkan si anak itu tidak shalat, di samping itu ada juga sepupunya. Siapa yang berhak mengembalikannya? Tentu saja sepupunya, adapun anaknya tidak ikut mendapat warisan, hal ini berdasarkan sabda Nabi SAW dalam hadits Usamah,

لاَ يَرِثُ الْمُسْلِمُ الْكَافِرَ وَلاَ الْكَافِرُ الْمُسْلِمَ

“Seorang Muslim tidak menyelesaikan yang kafir dan seorang kafir tidak menyelesaikan orang Muslim.” (Muttafaq 'Alaih: al-Bukhari (6764) dan Muslim (1614)).

Juga berdasarkan sabda Nabi SAW:

ألْحِقُوا الْفَرَائِضَ بِأَهْلِهَا فَمَا بَقِيَ فَهُوَ لأَوْلَى رَجُلٍ ذَكَرٍ

“Bagikan harta warisan kepada para ahlinya, adapun sisanya adalah untuk laki-laki yang paling berhak.”[HR. Al-Bukhari (6732) dan Muslim (1615)].

Hal ini pun berlaku untuk semua warisan.

Keenam:

Jika ia meninggal, maka mayatnya tidak dimandikan, tidak dikafani, tidak dishalatkan dan tidak dikubur di pekuburan kaum Muslimin.

Lalu, apa yang harus kita lakukan? Kita keluarkan mayatnya ke padang pasir, lalu dibuatkan lobang, kemudian kita kubur langsung dengan pakaiannya, karena mayat itu tidak terhormat.

Berdasarkan ini, tidak boleh seseorang yang ditinggal mati oleh orang yang ia ketahui tidak shalat, untuk mempersilahkan kaum Muslimin menyalatinya.

Ketujuh:

Bahwa pada hari kiamat nanti ia akan berkumpul bersama Firaun, Haman, Qarun, Ubay bin Khalaf dan para pemimpin kaum kafir -na'udzu billah-, dan ia tidak akan masuk surga. Kemudian, dia tidak dapat memohonkan rahmat dan ampunan baginya, karena dia seorang kafir yang tidak berhak mendapatkannya, hal ini berdasarkan firman Allah subhanahu wata'ala:

{ مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَىٰ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ }

“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman meminta ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahannam.” (At-Taubah: 113).

Jadi saudara-saudaraku, masalah ini sangat berbahaya, namun sayangnya, masih ada orang yang menganggap remeh masalah ini, di antaranya adalah dengan menempatkan orang yang tidak shalat di rumahnya, padahal tidak boleh.

Wallahu a'lam. Semoga shalawat dan salam senantisa dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.

[SUMBER: Risalah Shifat Shalatin Nabi, hal. 29-30, karya Ibnu Utsaimin].

Namun pada kesempatan lain Syeikh Ibnu Utsaimin mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa orang yang tidak shalat itu tidak menjadi kafir kecuali jika dia secara total tidak shalat sama sekali atau selamanya.

Beliau ditanya tentang orang yang kadang-kadang shalat dan kadang-kadang tidak shalat di lain waktu. Apakah dia kafir?

Dia menjawab:

“الذي يظهر لي أنه لا يكفر إلا بالترك المطلق بحيث لا يصلي أبداً ، وأما من يصلي أحيانا فإنه لا يكفر لقول الرسول صلى الله عليه وسلم: ( بين الرجل وبين الشرك والكفر ترك الصلاة ) ولم يقل ترك صلاة ، بل قال: " ترك الصلاة " ، وهذا يقتضي أن يكون الترك المطلق ، وكذلك قال: ( العهد الذي بيننا وبينهم الصلاة فمن تركها ـ أي الصلاة ـ فقد كفر ) وبناء على هذا نقول: إن الذي يصلي أحيانا ويدع أحيانا ليس بكافر "

Yang nampak dzahir pada saya adalah bahwa dia tidak kafir kecuali dia tidak shalat sama sekali. Adapun orang yang shalat kadang-kadang, maka dia tidak kafir karena Rasulullah (SAW) mengatakan:

( بين الرجل وبين الشرك والكفر ترك الصلاة )

"Di antara manusia dan kufur dan syirik ada berdiri dia meninggalkan shalat." Beliau SAW tidak mengatakan “meninggalkan shalat” ( ترك صَلاةٍ yakni tanpa alif laam) melainkan beliau mengatakan “meninggalkan shalat” (تَرْكُ الصَّلاة yakni dengan alif laam). Ini berarti tidak shalat sama sekali.

Demikian pula Rasulullah SAW bersabda:

( العهد الذي بيننا وبينهم الصلاة فمن تركها ـ أي الصلاة ـ فقد كفر )

“Perjanjian yang membedakan antara kami dan mereka adalah doa; siapa yang tidak shalat adalah kafir.”

Berdasarkan ini kami katakan: Orang yang kadang-kadang shalat dan kadang-kadang tidak shalat bukanlah kafir". [Akhir kutipan dari Majmu' Fataawa Ibn 'Utsaimin (12/55)].

Tetapi Syeikh Ibnu Utsaimin pernah ditanya pula tentang orang yang hanya shalat Jum'at saja dan dia menjawab:

“Dia hanya shalat Jum'at? Mengapa dia hanya shalat Jum'at?"

Penanya berkata: Itu adalah kebiasaannya.

Syeikh menjawab:

“عادة ؟ إذاً: هذا الرجل لا أعتقد أن صلاته عبادة, ولهذا يصلي الجمعة عادة لأنه يلبس ويتزين ويتطيب ويذهب, وإن كنت أنا أرى أنه لا يكفر إلا من ترك الصلاة نهائياً أشك في إسلام هذا الرجل, لأن هذا الرجل إنما اتخذ صلاة الجمعة عيداً فقط ؛ يتجمل ويذهب للناس وهو متطيب ومتجمل فقط, فأنا أشك في كون هذا باقياً على الإسلام. أما على ما رآه شيخنا عبد العزيز فهو كافر, وانتهى أمره "

Kebiasaanya ???? Jika itu adalah kebiasaannya maka pria ini saya tidak yakin bahwa shalatnya adalah ibadah. Oleh karena itu dia shalat Jum'at sudah menjadi kebiasan; karena dia berpakaian dan membuat dirinya terlihat bagus dan memakai minyak wangi dan pergi.

Dan meskipun saya berpandangan bahwa seseorang tidak menjadi kafir kecuali orang yang tidak shalat sama sekali, namun saya akan tetap meragukan keislaman orang ini, karena dia menjadikan shalat Jum'at sebagai kegiatan rutin [Ied/festival] saja, dia hanya ingin berdandan dan berpakaian rapi pergi menemui orang-orang. Saya ragu apakah dia masih Muslim. Menurut pendapat Syekh kita 'Abd al-'Aziz dia adalah seorang kafir. Dan selesai perkaranya. [Kutipan akhir dari Liqa' al-Baab il-Maftooh].

===*****====

DALIL PENDAPAT KEDUA : YANG MENGHUKUMI KAFIR ORANG YANG TIDAK SHALAT :

DALIL PERTAMA: Firman Allah Ta'aalaa:

فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ ۗ وَنُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudara kalian seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui. [QS. At Taubah:11].

Mereka berkata: Allah SWT menetapkan tiga syarat untuk menjalin persaudaraan antara kita dan orang musyrik: Pertama: bahwa mereka bertobat dari kemusyrikan. Kedua: mendirikan shalat. Ketiga: menunaikan zakat.

Tetapi jika mereka bertobat dari kemusyrikan namun dia tidak melaksanakan shalat dan tidak membayar zakat, maka mereka bukanlah saudara kita, dan ukhuwah agama tidak ditiadakan kecuali dengan sesuatu yang mengeluarkannya dari agama.

BANTAHAN:

Mereka yang berpendapat tidak kafir bertanya: Jika mereka bertaubat dari syirik dan mendirikan shalat namun mereka tidak membayar zakat, apakah mereka kafir? Apakah ukhuwah Islam terputus karena masalah ini?

Mereka menjawab: Tidak; Sebagaimana kami memiliki dalil bahwa orang yang meninggalkan zakat tidak menjadi kafir, yaitu dinyatakan dalam ancaman kepada orang yang meninggalkan zakat:

مَا مِنْ صَاحِبِ ذَهَبٍ وَلَا فِضَّةٍ لَا يُؤَدِّي مِنْهَا حَقَّهَا إِلَّا إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ صُفِّحَتْ لَهُ صَفَائِحُ مِنْ نَارٍ فَأُحْمِيَ عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَيُكْوَى بِهَا جَنْبُهُ وَجَبِينُهُ وَظَهْرُهُ.... " إلى آخره ، حتى قال: " فَيَرَى سَبِيلَهُ إِمَّا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِمَّا إِلَى النَّارِ”.

"Barang siapa yang mempunyai emas dan perak, tetapi dia tidak membayar zakatnya, maka di hari kiamat akan dibuatkan untuknya seterika api yang dinyalakan di dalam neraka, lalu diseterikakan ke perut, dahi dan punggungnya.... dst "

Hingga pada sabdanya: " Setelah itu, barulah ia melihat jalannya keluar, adakalanya ke surga dan adakalanya ke neraka."

Hadits ini menunjukkan bahwa orang yang meninggalkan zakat tidak menjadi kafir hanya dengan meninggalkannya. Begitu pula orang yang meninggalkan shalat karena malas.

DALIL KE DUA: Allah SWT berfirman:

{ فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيّاً * إِلاَّ مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحاً فَأُوْلَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلا يُظْلَمُونَ شَيْئاً }

“Kemudian datanglah setelah mereka pengganti yang mengabaikan shalat dan mengikuti keinginannya, maka mereka kelak akan tersesat. Kecuali orang yang bertobat, beriman dan mengerjakan kebajikan, maka mereka itu akan masuk surga dan tidak didzalimi (dirugikan) sedikit pun ". [QS. Maryam: 59 – 60].

Mereka berkata: " Firmannya: " Kecuali orang yang bertobat dan beriman" Ini menunjukkan bahwa ketika mereka melalaikan shalat dan mengikuti hawa nafsu, mereka bukanlah orang beriman. Karena ayat tersebut mengatakan: (Kecuali bagi orang-orang yang bertaubat dan beriman), maka hal ini menandakan bahwa orang yang meninggalkan shalat bukanlah seorang yang beriman. Karena pertobatannya terkait dengan iman".

BANTAHAN: Bahwa firman Allah Ta'aala:

(kecuali orang-orang yang bertobat dan beriman) artinya: jika dia bertobat dan terus menerus serta tetap teguh dalam imannya. Seperti dalam firman Allah Ta'aala:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ

{Hai orang-orang yang beriman, berimanlah kepada Allah dan Rasul-Nya} [An-Nisa: 136]

Yakni: "Jagalah iman kalian secara terus menerus. Karena khithobnya dengan sifat Iman; maka arti dari firman-Nya: (kecuali bagi orang-orang yang bertaubat dan beriman), yaitu: Dia beriman dengan penuh keimanan pada permulaan ibadah shalatnya.

Gugurnya dalil dan batalnya kemungkinan bahwa maksud firman Allah Ta'aala: (kecuali bagi orang-orang yang bertaubat dan beriman) adalah masuk ke pondasi awal keimanan, dan bahwa dia menjadi seorang musyrik dengan meninggalkan shalat maka itu tidak cukup hanya dengan kata “kecuali orang-orang yang bertaubat” saja.

Karena bertobat itu bisa mencakup dari kekafiran dan juga dari perbuatan dosa, akan tetapi Allah tidak hanya dengannya, Dia tidak saja hanya mengatakan: (Bertobatlah), sebagaimana yang Allah firmankan tentang orang-orang kafir:

فَإِنْ يَتُوبُوا يَكُ خَيْرًا لَهُمْ

{Jika mereka bertobat, itu akan lebih baik bagi mereka} [Pertobatan: 74]

Dan Dia tidak berfirman: " Jika mereka bertobat dan beriman", padahal Allah SWT menyebutkan tentang orang-orang munafik yang kemudian menjadi kafir setelah masuk Islam, maka tobatnya orang kafir adalah dengan imannya. Dan Nabi SAW berkata kepada seorang pria yang bertanya kepada beliau:

“يَا رَسُولَ اللَّهِ أُقَاتِلُ أَوْ أُسْلِمُ قَالَ أَسْلِمْ ثُمَّ قَاتِلْ فَأَسْلَمَ ثُمَّ قَاتَلَ فَقُتِلَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَمِلَ قَلِيلًا وَأُجِرَ كَثِيرً”.

“Ya Rosulullah, Apakah aku berperang atau masuk Islam lebih dulu?"

Maka Beliau bersabda: "Masuk Islamlah dulu lalu berperang lah !".

Maka laki-laki itu masuk Islam lalu berperang hingga terbunuh. Kemudian Rasulullah SAW bersabda: "Orang ini amalnya sedikit namun diberi pahala yang banyak". [HR. Bukhori no. 2597].

Dalam hadits ini Nabi SAW tidak mengatakan kepadanya: Bertobatlah dan masuk Islamlah !. Atau: bertobatlah dan beriman lah, lalu berperanglah. Tapi beliau hanya berkata: (masuk Islamlah! ).

Dan dalam hadits Mu'adz bin Jabal, Nabi SAW bersabda kepada Mu'ad ketika mengutusnya ke Yaman:

إِنَّكَ سَتَأْتِي قَوْمًا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ فَإِذَا جِئْتَهُمْ فَادْعُهُمْ إِلَى أَنْ يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ...”.

"Engkau akan mendatangi kaum ahli kitab, Apabilah telah sampai kepada mereka maka serulah mereka untuk bersaksi bahwa tidak Tuhan yang berhak untuk disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya......" [HR. Bukhori no. 4000].

Nabi SAW tidak mengatakan: " Sampai mereka bertobat”.

Dan Nabi SAW berkata kepada Heraclius: " أَسْلِمْ تَسْلَم" (Islamlah ! Anda Selamat "."

Dan Allah swt berfirman, tentang orang tua yang menegur anaknya:

{ وَيْلَكَ آمِنْ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ }

{ "Celaka kamu, berimanlah! Sesungguhnya janji Allah adalah benar"} [QS. Al-Ahqaf: 17].

Dalil yang bisa diambil dari semua ini adalah bahwa yang dimaksud dengan kata “berimanlah” adalah: " Masuklah dalam kesempurnaan iman !".

Dan kami menafsirkan kata (Berimanlah ! ) dari makna yang sebenarnya - yaitu masuk ke dalam dasar iman - ke makna kiasan [majaazi] - yaitu kelengkapan dan kesempurnaan iman – Qarinah-nya, maka makna firman nya:

اِلَّا مَنْ تَابَ وَاٰمَنَ

(kecuali bagi orang-orang yang bertaubat dan beriman)

Artinya: " iman yang sempurna".

Dan qarinah yang membuat kita membelokkan makna kata “berimanlah” dari arti sebenarnya adalah dalil yang menunjukkan bahwa orang yang meninggalkan shalat karena malas itu bukanlah seorang kafir yang keluar dari agama, dan ini tidak dimaksudkan sebagai dasar iman, melainkan sebagai kesempurnaan iman.

DALIL KE TGA: Hadits Jabir bin Abdullah bahwa Nabi SAW bersabda:

"إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ"


“Sesungguhnya (pembatas) antara seseorang dengan kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan shalat.”[HR. Muslim, kitab al-Iman (82).]

BANTAHAN: Ibnu Quddaamah dalam al-Mughni 3/358 berkata:

“وأمَّا ‌الأحادِيثُ ‌المُتَقَدِّمَةُ - الدالة على كفر تارك الصلاة - ‌فهى ‌على ‌سَبِيلِ ‌التَّغْلِيظِ، والتَّشْبِيهِ له بالكُفَّارِ، لا على الحَقِيقَةِ”.

“Adapun hadits-hadits tersebut di atas – yang menunjukkan kafirnya orang yang meninggalakn shalat -, maka itu demi untuk penekanan dan penyerupaannya dengan orang-orang kafir, bukan pada hakikatnya".

[Lihat pula Fataawaa asy-Syabakah al-Islaamiyyah 11/4350 no. 103984]

As-Sakhoowi dalam al-Fataawaa al-Hadiitsiyyah 2/84 berkata:

“ولكن ، كل هذا إنما يحمل على ظاهره في حق تاركها جاحداً لوجوبها مع كونه ممن نشأ بين المسلمين ؛ لأنه يكون حينئذ كافر مرتداً بإجماع المسلمين. فإن رجع إلى الإسلام ؛ قبل منه ، وإلا قتل. وأما من تركها بلا عذر – بل تكاسلاً مع اعتقاد وجوبها - ؛ فالصحيح المنصوص الذي قطع به الجمهور: أنه لا يكفر”.

“Akan tetapi, semua itu didasarkan pada maknanya yang tampak jelas berkenaan dengan orang yang meninggalkannya dengan mengingkari akan hukum wajibnya shalat, padahal dia termasuk orang yang tumbuh besar di kalangan kaum muslimin, karena dengan demikian maka ia menjadi kafir dan murtad menurut IJMA' kaum muslimin. Jika dia kembali ke Islam, maka diterima darinya, jika tidak maka dia harus dibunuh.

Adapun orang yang meninggalkannya tanpa udzur – melainkan hanya karena kemalasan sambil meyakini bahwa itu wajib – maka nash yang shahih yang dipastikan oleh Jumhur ulama adalah dia tidak menjadi kafir".

Tidak semua kata KAFIR atau KUFUR dalam al-Quran dan As-Sunnah bermakna keluar dari agama Islam. Ada sejumlah besar nash di mana perbuatan tertentu digambarkan sebagai kekufuran, namun yang dimaksud kekufuran di dalamnya bukanlah kufur akbar keluar dari agama, melainkan kekufuran dibawah kufur akbar. Ayat-ayat al-Quran dan hadits-hadits nabawi dalam hal ini sangat banyak, sebagaimana yang telah penulis sebutkan di atas.

DALIL KE EMPAT: Hadits Buraidah bin al-Hushaib al-Aslami rodhiallaahu'anhu bahwa Nabi SAW bersabda:

“اَلْعَهْدُ الَّذِيْ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ، فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ".

“Perjanjian (pembatasan) antara kita dengan mereka adalah shalat, maka barangsiapa yang meninggalkannya berarti dia telah kafir.”

[HR. At-Tirmidzi (2621), Al-Nasa'i (463), Ibnu Majah (1079), dan Ahmad (22987). Di shahihkan oleh syeikh Bin Baaz dalam Majmu' Fataawaa nya 10/312 dan al-Albaani dalam Shahih an-Nasaa'i no. 462].

DALIL KE LIMA: Buraiah bin Hushaib Al-Aslamy radhiallahu anhu, dia berkata, Rasulullah SAW bersabda:

(( مَنْ تَرَكَ صَلَاةَ الْعَصْرِ ، فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُه ))

"Siapa yang meninggalkan shalat Ashar, maka amalnya akan gugur." [HR. Bukhari no. 553].

Sedangkan Imam Ahmad meriwayatkan dalam musnadnya, no. 27492, dari Abu Darda radhiallahu anhu, dia berkata, Rasulullah SAW bersabda:

(( مَنْ تَرَكَ صَلَاةَ الْعَصْرِ مُتَعَمِّدًا ، حَتَّى تَفُوتَهُ ، فَقَدْ أُحْبِطَ عَمَلُهُ))

"Siapa yang meninggalkan shalat Ashar dengan sengaja hingga habis waktunya, maka amalnya akan gugur."

(Dianggap Shahih Lighoirihi oleh Syu'aib al-Arna'uth dan para pentahqiq al-Musnad 45/484, namun dinyatakan shahih oleh Al-Albany rahimahullah dalam Shahih Targhib dan Tarhib 8/797 no. 21073)

Ibnu Rajab dalam Fathul Baari 4/308 berkata:

“وأبو قلابة لم يسمع من أبي الدرداء. ورواه أبان بن أبي عياش - وهو متروك -، عن أبي قلابة، عن أم الدرداء، عن النبي - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ –”.

“Dan Abu Qilabah tidak mendengar hadits dari Abu Darda. Diriwayatkan oleh Abaan bin Abi Ayyash - dan dia itu matruk [ditinggalkan para ahli hadits] - dari Abu Qilabah, dari Umm Al-Darda, dari Nabi - SAW –".

PARA ULAMA BERBEDA PENDAPAT : 
tentang ancaman yang terdapat dalam hadits tentang orang yang meninggalkan shalat Ashar, apakah dipahami berdasarkan dzahirnya atau tidak?

Ada banyak pendapat. Diantaranya adalah sbb:

Perndapat pertama:

Dipahami secara dzahir. Maka orang yang meninggalkan sekali shalat Ashar dengan sengaja hingga keluar waktu, dianggap kafir.

Inilah pendapat Ishaq bin Rahawaih, dan menjadi pendapat yang dipilih oleh ulama yang datang belakangan, seperti Syekh Bin Baz dan Syeikh Ibnu 'Utsaimiin rahimahumullah.

[Lihat: Fatwa Bin Baaz dalam Nurun 'Alaa ad-Darb dan Syarah Riyadh as-Shalihin oleh Ibnu 'Utsaimiin (5/58-59)].

Dan dalil bahwa orang yang gugur amalnya itu adalah orang kafir: Firman Allah SWT:

{ وَمَنْ يَكْفُرْ بِالإِيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ }

“Barangsiapa yang kafir sesudah beriman maka gugurlah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi". [QS. Al-Maidah: 5].

Dan firman Allah SWT:

{وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُوْلَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَأُوْلَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ}

“Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka merekalah yang sia-sia -sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya". [QS. Al-Baqarah: 5].

Bantahan:

Ada ayat dan hadits yang menunjukkan bahwa makna gugur nya amal itu tidak mesti kafir keluar dari Islam. Contohnya sbb:

Firman Allah SWT:

﴿ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلَا تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ ﴾

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian meninggikan suara kalian melebihi suara Nabi, dan janganlah kalian berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kalian terhadap sebagian yang lain, supaya tidak gugur (pahala) amalan kalian, sedangkan kalian tidak menyadari". [QS. Al-Hujuroot: 2]

Dari Anas bin Malik bahwa dia berkata:

أَنَّهُ قَالَ لَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الآيَةُ ‏{‏ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لاَ تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ‏}‏ إِلَى آخِرِ الآيَةِ جَلَسَ ثَابِتُ بْنُ قَيْسٍ فِي بَيْتِهِ وَقَالَ أَنَا مِنْ أَهْلِ النَّارِ ‏.‏ وَاحْتَبَسَ عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَسَأَلَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم سَعْدَ بْنَ مُعَاذٍ فَقَالَ ‏"‏ يَا أَبَا عَمْرٍو مَا شَأْنُ ثَابِتٍ أَشْتَكَى ‏"‏ ‏.‏ قَالَ سَعْدٌ إِنَّهُ لَجَارِي وَمَا عَلِمْتُ لَهُ بِشَكْوَى ‏.‏ قَالَ فَأَتَاهُ سَعْدٌ فَذَكَرَ لَهُ قَوْلَ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ ثَابِتٌ أُنْزِلَتْ هَذِهِ الآيَةُ وَلَقَدْ عَلِمْتُمْ أَنِّي مِنْ أَرْفَعِكُمْ صَوْتًا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَأَنَا مِنْ أَهْلِ النَّارِ ‏.‏ فَذَكَرَ ذَلِكَ سَعْدٌ لِلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ‏"‏ بَلْ هُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ ‏"‏

"Ketika ayat berikut ini diturunkan:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلَا تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak GUGUR (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari“. (QS. Al-Hujurat: 2).

Tsabit bin Qais yang sedang duduk di rumahnya dan berkata: "Aku ini termasuk dari ahli Neraka!".

Lalu ia selalu menghindar dari Nabi SAW sehingga Nabi SAW menanyakan itu kepada Sa'ad bin Mu'adz.

Beliau bertanya: "Wahai Abu Amru, bagaimanakah keadaan Tsabit? Apakah dia sakit? '

Sa'ad menjawab, "Keadaannya seperti biasa dan aku tidak mendengar berita yang menyatakan dia sakit."

Anas berkata: 'Lalu Sa'ad pun mengunjunginya dan memberitahu kepadanya tentang pembicaraannya dengan Rasulullah SAW.

Tsabit berkata: 'Ayat ini diturunkan, sedangkan kamu semua mengetahui bahwa aku adalah orang yang paling keras bersuara, melebihi suara Rasulullah SAW. Kalau begitu aku ini termasuk dari ahli Neraka.'

Maka Sa'ad menceritakan hal itu kepada Rasulullah SAW. Rasulullah SAW pun bersabda: "Bahkan ia termasuk dari kalangan ahli Surga." ( HR. Muslim No. 119 dan 170 ).

Dari Anas bin Malik radliallahu 'anhu:

“أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ افْتَقَدَ ثَابِتَ بْنَ قَيْسٍ فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَا أَعْلَمُ لَكَ عِلْمَهُ فَأَتَاهُ فَوَجَدَهُ جَالِسًا فِي بَيْتِهِ مُنَكِّسًا رَأْسَهُ فَقَالَ لَهُ مَا شَأْنُكَ فَقَالَ شَرٌّ كَانَ يَرْفَعُ صَوْتَهُ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ فَأَتَى الرَّجُلُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرَهُ أَنَّهُ قَالَ كَذَا وَكَذَا فَقَالَ مُوسَى فَرَجَعَ إِلَيْهِ الْمَرَّةَ الْآخِرَةَ بِبِشَارَةٍ عَظِيمَةٍ فَقَالَ اذْهَبْ إِلَيْهِ فَقُلْ لَهُ إِنَّكَ لَسْتَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ وَلَكِنَّكَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ”.

Bahwa Nabi SAW mencari Tsabit bin Qais, lalu seseorang berkata; “Ya Rasulullah, Aku tahu keberadaan dia”.

Lalu dia mendatanginya dan ditemuinya sedang duduk di rumahnya dalam keadaan menundukan kepalanya.

Orang itu berkata kepadanya; “Ada apa denganmu?”

Tsabit menjawab; “ Sungguh jelek ia ( maksudnya Tsabit sendiri ), ia telah mengangkat suaranya melebihi suara Nabi SAW, sungguh telah GUGUR amal perbuatannya dan dia termasuk penghuni neraka “.

Maka orang itu menemui Nabi SAW dan mengabarkan berita keadaannya bahwa ia berkata begini dan begitu.

Musa berkata: -kemudian orang itu kembali kepadanya dengan membawa kabar gembira yang besar.-

Nabi SAW berkata kepadanya; “ Pergilah kepada Tsabit dan katakan kepadanya bahwa ia bukan penghuni neraka, tapi ia penghuni surga “. (HR. Bukhori no. 4468 dan 4846)

Pendapat kedua:

Ancaman yang terdapat dalam masalah shalat Ashar, tidak dipahami secara dzahir.

Syu'aib al-Arna'uth dan para pentahqiq Musnad Imam Ahmad 45/484 berkata:

اختلف في تأويله على أقوال كثيرة، وأقرب هذه التأويلات قول من قال: إن ذلك خرج مخرج الزجر الشديد، وظاهره غير مراد، كقوله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لا يَزْنِي الزَّانِي وهو مُؤْمِنٌ" وكقوله: "مَنْ غَشَّنَا فَليْسَ مِنَّا".

Ada perbedaan pendapat mengenai penafsirannya, ada banyak pendapat, dan yang paling mendekati kebenaran dari tafsir ini adalah perkataan orang-orang yang mengatakan: hadits ini disabdakan dalam kontek teguran yang keras, dan maknanya yang tampak tidak dimaksudkan. Sama Seperti sabdanya SAW: "Tidak lah pezina itu berzina sementara dia beriman". Dan seperti sabdanya: "Barangsiapa menipu kami, maka dia bukan salah satu dari golongan kami." Lihat "Fath Al-Bari" 2/32-33". [Kutipan Selesai]

Di antara mereka yang ada berpendapat bahwa yang gugur adalah shalat itu sendiri. Siapa yang tidak shalat Ashar hingga habis waktunya, maka dia tidak mendapatkan pahala orang yang shalat pada waktunya. Maka yang dimaksud dengan amal yang gugur dalam hadits ini adalah shalat. Dalam hal ini ada yang memberi alasan sebagai berikut:

وخص العصر لأنها مظنة التأخير بالتعب من شغل النهار؛ ولأن فوتها أقبح من فوت غيرها؛ لكونها الصلاة الوسطى المخصوصة بالأمر بالمحافظة عليها في قوله تعالى: { حافظوا على الصلوات والصلاة الوسطى } [البقرة: 238] والعقوبة المترتبة على ذلك حبوط عمل من تركها، ببطلان ثوابه

Pengkhususan shalat Ashar dalam hadist karena berada pada waktu yang berkemungkinan akan tertunda dalam melaksanakannya disebabkan karena kelelahan seseorang dari pekerjaan disiang harinya. Dan karena lolos-nya shalat ashar itu lebih buruk dari pada kehilangan yang lain; Karena shalat al-wushto itu khusus untuk perintah menjaganya [memeliharanya] dalam firman-Nya: {Jagalah shalat-shalat dan shalat al-Wushto} [QS. Al-Baqarah: 238]. Konsekuensi-nya adalah gugurnya amal seseorang yang meninggalkannya, dengan batalnya pahalanya".

Ibnu Bathaal rahimahullah berkata:

“باب: من ترك العصر ، وفيه: بُرَيْدَةَ: أنه قَالَ فِي يَوْمٍ ذِي غَيْمٍ: ( بَكِّرُوا بِصَلاةِ الْعَصْرِ ، فَإِنَّ نَّبِيَّ الله قَالَ: مَنْ تَرَكَ صَلاةَ الْعَصْرِ ، فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ ). قال المهلب: معناه من تركها مضيعًا لها ، متهاونًا بفضل وقتها مع قدرته على أدائها ، فحبط عمله فى الصلاة خاصة ، أى لا يحصل على أجر المصلى فى وقتها ، ولا يكون له عمل ترفعه الملائكة".

"Bab: orang yang meninggalkan shalat Ashar." Di dalamnya terdapat perawi bernama Buraidah, dia berkata pada hari yang mendung: "Segeralah shalat Ashar, karena Nabi SAW bersabda: "Siapa yang meninggalkan shalat Ashar, maka gugurlah amalnya".

Al-Mihlab berkata: "Maknanya adalah bahwa siapa yang menyia-nyiakannya, dan menganggap remeh keutamaan waktunya, padahal dia mampu melaksanakannya, maka gugurlah amalnya dalam shalat tersebut secara khusus, maksudnya bahwa dia tidak mendapatkan pahala orang yang shalat pada waktunya dan dia tidak memiliki amal yang diangkat malaikat". [Lihat: Syarh Shahih Bukhari, karya Ibnu Bathaal, 2/176)].

Ibnu Hajar rahimahullah menyebutkan pendapat yang banyak tentang penafsiran makna hadits ini saat menjelaskan hadits tersebut. Beliau rahimahullah berkata:

“وَتَمَسَّكَ بِظَاهِرِ الْحَدِيثِ أَيْضًا الْحَنَابِلَةُ ، وَمَنْ قَالَ بِقَوْلِهِمْ مِنْ أَنَّ تَارِكَ الصَّلَاةِ يَكْفُرُ ، وَأَمَّا الْجُمْهُورُ فَتَأَوَّلُوا الْحَدِيثَ ، فَافْتَرَقُوا فِي تَأْوِيلِهِ فِرَقًا.

فَمِنْهُمْ مَنْ أَوَّلَ سَبَبَ التَّرْكِ ، وَمِنْهُمْ مَنْ أَوَّلَ الْحَبَطَ ، وَمِنْهُمْ مَنْ أَوَّلَ الْعَمَلَ فَقِيلَ: الْمُرَادُ مَنْ تَرَكَهَا جَاحِدًا لِوُجُوبِهَا ، وَقِيلَ الْمُرَادُ مَنْ تَرَكَهَا مُتَكَاسِلًا ، لَكِنْ خَرَجَ الْوَعِيدُ مَخْرَجَ الزَّجْرِ الشَّدِيدِ وَظَاهِرُهُ غَيْرُ مُرَادٍ ، كَقَوْلِهِ "لَا يَزْنِي الزَّانِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ " ، وَقِيلَ الْمُرَادُ بِالْحَبَطِ نُقْصَانُ الْعَمَلِ فِي ذَلِكَ الْوَقْتِ الَّذِي تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى اللَّهِ ، فَكَأَنَّ الْمُرَادَ بِالْعَمَلِ الصَّلَاةُ خَاصَّةً ، أَيْ لَا يَحْصُلُ عَلَى أَجْرِ مَنْ صَلَّى الْعَصْرَ وَلَا يَرْتَفِعُ لَهُ عَمَلُهَا حِينَئِذٍ ، وَقِيلَ الْمُرَادُ بِالْعَمَلِ فِي الْحَدِيثِ عَمَلُ الدُّنْيَا الَّذِي يُسَبِّبُ الِاشْتِغَالَ بِهِ تَرْكُ الصَّلَاةِ ، بِمَعْنَى أَنَّهُ لَا يَنْتَفِعُ بِهِ وَلَا يَتَمَتَّعُ ، وَأَقْرَبُ هَذِهِ التَّأْوِيلَاتِ قَوْلُ مَنْ قَالَ: إِنَّ ذَلِكَ خَرَجَ مَخْرَجَ الزَّجْرِ الشَّدِيدِ وَظَاهِرُهُ غَيْرُ مُرَادٍ ، وَاَللَّهُ أَعْلَمُ".

"Ulama kalangan mazhab Hanbali berpedoman dengan dzahir hadits serta mereka yang berpendapat seperti pendapat mereka, yaitu bahwa orang yang meninggalkan shalat, maka hukumnya kafir.

Adapun jumhur ulama menafsirkan makna hadits tersebut, dan mereka berbeda pendapat dalam menafsirkannya kepada beberapa pendapat.

Pertama: di antara mereka ada yang menafsirkan kata تَرَكَ [sebab meninggalkannya].

Kedua: di antara mereka ada yang menafsirkan maksud kata-kata حَبِطَ [gugur].

Ketiga: di antara mereka ada yang menafsirkan kata عَمَلُهُ [amalnya].

Maka berdasarkan tiga diatas: Ada yang berpendapat bahwa yang dimaksud adalah siapa yang meninggalkannya dalam keadaan mengingkari kewajibannya.

Ada yang berpendapat bahwa yang dimaksud adalah siapa yang meninggalkannya karena malas. Akan tetapi ancaman ini di fahami sebagai peringatan keras, adapun makna dzahirnya maka itu bukan yang dimaksud, sebagaimana sebdanya SAW: "Tidaklah seorang pezina itu berbuat zina sedangkan dia beriman."

Ada yang berpendapat bahwa yang dimaksud gugurnya amal adalah berkurangnya amal dalam waktu itu.

Ada juga yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan amal dalam hadits tersebut adalah amal dunia yang kesibukannya terhadapnya menyebabkan seseorang meninggalkan shalat, maksudnya adalah bahwa kesibukannya tidak dapat dia manfaatkan dan tidak dapat dia nikmati.

Penafsiran yang paling dekat pada kebenaran adalah pendapat yang berkata bahwa hadits tersebut untuk menggambarkan ancaman berat, adapun makna yang dzahir, maka itu bukan yang dimaksud. Wallahua'lam". (Fathul Bari, 2/32).

DALIL KE ENAM: Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu:

(( أنَّ النبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم كان إذا غزَا بِنا قومًا، لم يكُن يَغزو بنا حتى يُصبِحَ ويَنظُرَ، فإنْ سمِعَ أذانًا كفَّ عنهم، وإنْ لم يَسمعْ أذانًا أغارَ عليهم ))

“Bahwa Nabi SAW jika memerangi suaku kaum bersama kami, maka beliau tidak menyerang kaum tersebut hingga datangnya waktu shubuh (menunggu). Jika mendengar suara adzan, beliau mengurungkannya. Namun bila tidak terdengar suara adzan maka beliau menyerangnya." [HR. Bukhori no. 575]

DALIL KE ENAM: Dari Abu Darda radhiyallahu 'anhu, dia berkata:

(( أَوْصَانِي خَلِيلِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ لا تُشْرِكْ بِاللَّهِ شَيْئًا وَإِنْ قُطِّعْتَ وَحُرِّقْتَ، وَلا تَتْرُكْ صَلاةً مَكْتُوبَةً مُتَعَمِّدًا، فَمَنْ تَرَكَهَا مُتَعَمِّدًا فَقَدْ بَرِئَتْ مِنْهُ الذِّمَّةُ، وَلا تَشْرَبْ الْخَمْرَ فَإِنَّهَا مِفْتَاحُ كُلِّ شَرٍّ)).

"Kekasihku – SAW - telah mewasiatkan kepadaku agar tidak menyekutukan Allah dengan sesuatupun, meski kamu harus disembelih dan dibakar, janganlah kamu meninggalkan shalat wajib dengan sengaja, barangsiapa meninggalkannya dengan sengaja maka telah lepas dari tanggungan (Allah). Dan janganlah kamu meminum khamer [minuman keras], sebab khamar itu merupakan kunci semua kejahatan."

[HR. Ibnu Majah no. 4024]

Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata: “Ada kelemahan dalam sanadnya.” [Talkhis al-Habiir” (2/148)].

Dinyatakan sebagai hasan oleh al-Albani dalam “Shahih Ibnu Majah” dan dishahihkan dalam Shahih al-Jaami' no. 7339.

Dan lihat pula: “Mukhtashar Al-Hafiz Al-Dzahabi terhadap Al-Mustdarak Abi Abdullah Al-Hakim” karya Ibnu Al-Mulaqqin (5/2405-2409), di Hashiyat [footnote[oleh Muhaqqiq [peniliti], di mana dia menelusuri jalur-jalurnya, lalu dia menshahihkanya dengan jalur-jalur tersebut.

DALIL KE TUJUH: Dari 'Ubaadah bin Ash-Shoomit radhiyallahu 'anhu, dia berkata:

(لَا تُشْرِكُوا بِاللَّهِ شَيْئًا وَإِنْ قُطِّعْتُمْ ، أَوْ حُرِّقْتُمْ ، أَوْ صُلِّبْتُمْ ، وَلَا تَتْرُكُوا الصَّلَاةَ مُتَعَمِّدِينَ ، فَمَنْ تَرَكَهَا مُتَعَمِّدًا فَقَدْ خَرَجَ مِنَ الْمِلَّةِ، وَلَا تَقْرَبُوا الْخَمْرَ فَإِنَّهَا رَأْسُ الْخَطَايَا )

"Rosulullah – SAW - telah mewasiatkan kepada kami agar kalian tidak menyekutukan Allah dengan sesuatupun, meski kalian harus disembelih atau kalian dibakar atau kalian di salib. Dan janganlah kalian meninggalkan shalat wajib dengan sengaja, maka barangsiapa meninggalkannya dengan sengaja maka telah keluar dari Agama. Dan janganlah kalian mendekati khamer [minuman keras], sebab khamar itu merupakan kunci semua kejahatan."

Ini adalah sanad yang lemah. Yazid bin Qawdzar: statusnya tidak diketahui [مجهول الحال]. Al-Bukhari menyebutkannya dalam “at-Taariikh” (8/353) dan Ibnu Abi Hatim dalam “al-Jarh wa'l-Ta'diil” (9 /284) dan mereka tidak menyebutkan jarh atau ta'dhil di dalamnya.

Dan perawi yang bernama Salamah bin Shuraih. Maka Adz-Dzahabi berkata dalam “Al-Mizan” (2/190): “Dia tidak dikenal ”. Dan Al-Hafiz setuju dengannya dalam “Al-Lisan” (3/69).

Hadits tersebut digolongkan sebagai dha'if oleh Syekh Al-Albani dalam Dha'iif al-Targhiib wa'l-Tarhiib (300) dan "as-Silsilah adh-Dha'iifah" "6037".

DALIL KE DELAPAN: Dari Ummu Aimaan radhiyallahu 'anha, nahwa Nabi SAW bersabda:

(( لا تَتْرُكْ الصَّلاةَ مُتَعَمِّدًا، فَإِنَّهُ مَنْ تَرَكَ الصَّلاةَ مُتَعَمِّدًا فَقَدْ بَرِئَتْ مِنْهُ ذِمَّةُ اللَّهِ وَرَسُولِهِ ))

((Janganlah kamu meninggalkan shalat dengan sengaja, karena barangsiapa meninggalkan shalat dengan sengaja, maka tanggungan Allah dan Rasul-Nya telah terputus darinya)) [HR. Ahmad no. 27364]

Syu'aib al-Arna'uth dan para pentahqiq al-Musnad 45/357 berkata:

إسناده ضعيف لانقطاعه، مكحول -وهو الشامي- لم يسمع من أمِّ أيمن، فيما ذكر البيهقي 7/304، والمِزِّي في "تهذيب الكمال" (في ترجمة مكحول الشامي) والحافظ في "أطراف المسند" 9/372. وبقية رجال الإسناد ثقات

“Sanadnya lemah karena terputusnya Makhul - yang dia itu adalah asy-Syaami - tidak mendengar dari Umm Ayman, sebagaimana disebutkan oleh al-Bayhaqi 7/304, dan al-Mizzi dalam Tahdziib al-Kamal (dalam biografi Makhul asy-Syami) dan al-Hafidz di Athroof al-Musnad 9/372. Dan para perawi lainnya dapat dipercaya".

Hal yang sama dikatakan pula oleh Ibnu Abdil Haadi dalam Tanqiih at-Tahqiiq 2/615 no.1349, dan oleh al-Haitsami dalam Majma' az-Zawaaid 1/295 no. 1633.

DALIL KE SEMBILAN: 

Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Umar Rodhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi SAW mengingatkan tentang shalat pada suatu hari, kemudian bersabda:

“مَنْ حَافَظَ عَلَيْهَا كَانَتْ لَهُ نُورًا، وَبُرْهَانًا، وَنَجَاةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ لَمْ يُحَافِظْ عَلَيْهَا لَمْ يَكُنْ لَهُ نُورٌ، وَلَا بُرْهَانٌ، وَلَا نَجَاةٌ ، وَكَانَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ قَارُونَ، وَفِرْعَوْنَ، وَهَامَانَ، وَأُبَيِّ بْنِ خَلَفٍ".

“Barang siapa yang menjaga sholat maka dia akan mendapatkan cahaya, petunjuk dan keselamatan pada hari qiyamat. Sedangkan siapa saja yang tidak menjaga sholat, dia tidak akan mendapatkan cahaya, petunjuk dan keselamatan. Dan pada hari kiamat nanti, dia akan dikumpulkan bersama dengan Qorun, Fir’aun, Haman, dan Ubay bin Kholaf.” (HR. Ahmad (6576), Ibnu Hibban (1467), dan al-Tabarani (14/127) (14746) dengan sedikit perbedaan].

Di Shahihkan oleh al-'Iraaqi dalam Thorhu at-Tatsriib 2/147. Dan al-Hakami berkata dalam Ma'aarij al-Qobuul 2/626: " رجال أحمد ثقات / para perawi Ahmad dipercaya ".

Sebagian para Ulama berkata tentang hadits ini:

“إنما يحشر مع هؤلاء الأربعة لأنه إن اشتغل عن الصلاة برئاسته وملكه حشر مع فرعون ملك مصر الذي ادعى الربوبية، وإن اشتغل عن الصلاة بوزارته حشر مع هامان وزير فرعون، وإن اشتغل عن الصلاة بأمواله فإنه يحشر مع قارون صاحب الأموال من بني إسرائيل، وإن اشتغل عن الصلاة بتجارته وشهواته ووظائفه حشر مع أبي بن خلف، فهذا يدل على كفر تارك الصلاة”.

Adapun kenapa orang yang lalai shalat itu dikumpulkan dengan empat orang tersebut; Karena jika dia lalai dari shalat karena sibuk dengan kepemimpinannya dan kerajaannya, maka dia akan dikumpulkan dengan Fir'aun, raja Mesir, yang mengaku dirinya sebagai tuhan.

Dan jika dia teralihkan dari sholat karena jabatannya sebagai abdi para penguasa, maka dia akan dikumpulkan dengan Haman, menteri Fir'aun, dan jika dia teralihkan dari sholat karena disibukkan dengan hartanya, maka dia akan dikumpulkan dengan Qarun, pemilik harta yang melimpah dari kalangan Bani Israel. Dan jika dia meninggalkan dari sholat karena sibuk dengan perdagangan, hawa nafsu, dan jabatannnya, maka dia akan dikumpulkan dengan Ubayy ibn Khalaf, maka ini semua menunjukkan kekafiran orang yang meninggalkan sholat". [Baca: Syarah Aqidah as-Salaaf karya ar-Raajihi 10/3].

DALIL KE SEPULUH: Dari 'Auf bin Malik radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah SAW bersabda:

خِيارُ أئمَّتِكم الذين تُحبُّونهم ويُحبُّونكم، ويُصلُّونَ عليكم وتُصلُّون عليهم، وشِرارُ أئمَّتِكم الذين تُبغِضونهم ويُبغِضونكم، وتَلْعَنونهم ويَلْعَنونكم، قيل: يا رسولَ الله، أفلا نُنابِذُهم بالسَّيفِ؟ قال: لا، ما أقاموا فيكم الصَّلاة. وَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْ وُلَاتِكُمْ شَيْئًا تَكْرَهُونَهُ فَاكْرَهُوا عَمَلَهُ وَلَا تَنْزِعُوا يَدًا مِنْ طَاعَةٍ

"Sebaik-baik pemimpin kalian adalah mereka mencintai kalian dan kalian mencintai mereka, mereka mendo'akan kalian dan kalian mendo'akan mereka. Dan sejelek-jelek pemimpin kalian adalah mereka yang membenci kalian dan kalian membenci mereka, mereka mengutuk kalian dan kalian mengutuk mereka."

Beliau ditanya, "Wahai Rasulullah, tidakkah kita memerangi mereka?"

Maka beliau bersabda: "Tidak, selagi mereka mendirikan SHALAT bersama kalian. Jika kalian melihat dari pemimpin kalian sesuatu yang tidak baik maka bencilah tindakannya, dan janganlah kalian melepas dari ketaatan kepada mereka." [HR. Muslim no. 3447].

DALIL KE SEBELAS: Dari Ubadah bin ash-Shoomit radhiyallahu 'anhu, dia berkata:

دعانا النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم فبَايعْناه، فقال فيمَا أَخَذَ علينا: أنْ بايَعْنا على السَّمعِ والطاعةِ في مَنشطِنا ومَكْرَهِنا، وعُسرِنا ويُسرِنا، وأَثَرةٍ علينا، وأنْ لا نُنازِعَ الأمرَ أهلَه، إلَّا أنْ تَرَوْا كُفرًا بَواحًا، عِندَكم مِن اللهِ فيه بُرهانٌ

Nabi SAW memanggil kami sehingga kami berbaiat kepada beliau.' Ubadah melanjutkan; diantara janji yang beliau ambil dari kami adalah: agar kami berbaiat kepada beliau untuk senantiasa mendengar dan ta'at, saat giat mapun malas, dan saat kesulitan maupun kesusahan, lebih mementingkan urusan bersama, serta agar kami tidak mencabut urusan dari ahlinya kecuali jika kalian melihat kekufuran yang terang-terangan, yang pada kalian mempunyai alasan [burhan] yang jelas dari Allah.' [HR. Bukhori no. 6532 dan Muslim no. 3427].

DALIL KE DUA BELAS: Ijma' Para Sahabat.

Dalil yang menunjukkan adanya Ijma' [konsensus] adalah sebagai berikut:

Pertama: dari Al-Miswar bin Makhramah:

أنَّه دخَلَ مع ابنِ عبَّاس رَضِيَ اللهُ عَنْهما على عُمرَ رَضِيَ اللهُ عَنْه حين طُعِن، فقال ابنُ عبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهما: (يا أميرَ المؤمنين، الصَّلاةَ! فقال: أجَلْ! إنَّه لا حَظَّ في الإسلامِ لِمَنْ أضاعَ الصَّلاةَ)

Bahwa dia masuk bersama Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma kepada Umar radhiyallahu ‘anhu, ketika beliau habis ditikam. Ibnu Abbaas berkata: (Wahai Amirul Mukminin, shalatlah! Beliau menjawab: Baik ! Tidak ada keberuntungan dalam Islam bagi orang yang menyia-nyiakan shalat).

[HR. Malik dalam ((Al-Muwatta)) (1/39), dan Ibnu Sa`d dalam ((Al-Tabaqat Al-Kubra)) (4092), dan Al-Khalal dalam ((Al-Sunnah) ) (1388), dan Al-Tabrani dalam ((Al-Mu`jam Al-Awshat)) (8181)].

Al-Haytsami berkata dalam ((Majma` Al-Zawa`id)) (1/300): Para perawinya para perawi kitab hadits Shahih ".

Dan dishahihkan sanadnya sesuai dengan syarat Bukhori dan Muslim oleh Syeikh Al-Albani dalam ((Irwa 'Al-Ghalil)) (1/225)

Ibnu al-Qoyyim berkata:

إنَّ عُمرَ رَضِيَ اللهُ عَنْه قدْ قال هذا بمَحضَرٍ مِن الصَّحابةِ، ولم يُنكِروه عليه؛ فصار إجماعًا منهم

“Umar radhiyallahu ‘anhu mengatakan ini di hadapan para Sahabat, dan mereka tidak menyangkalnya. Maka ini menjadi Ijma' [konsensus] dari mereka".

((Baca: Ash-Sholat Wa Hukmu Taarikihaa )) oleh Ibnu al-Qayyim (hal. 33)]

Kedua: Abdullah bin Syaqiq Al-'Uqaili berkata:

 (كان أصحابُ محمَّدٍ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم لا يَرَونَ شيئًا من الأعمالِ تَرْكُه كفرٌ غيرَ الصَّلاةِ)

(Para sahabat Muhammad SAW tidak menganggap ada amalan yang jika ditinggalkan sebagai kekufuran selain Shalat ).

Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi (2622), Al-Marwazi dalam ((Ta'dziim Qodri ash-Sholat)) (948), Al-Khalal dalam ((as-Sunnah)) (1378), dan Al-Hakim (12) dengan sedikit perbedaan.

Sanadnya di shahihkan oleh al-Nawawi di ((al-Khulashah)) (1/245), al-Iraqi di ((Tharh at-Tatsriib)) (2/146), al-Sakhawi di ((al- Ajwibah al-Murdhiyyah)) (2/819), dan Ibn Baz di ((Majmu` al-Fatawa )) (8/16).

Al-Albani menshahihkan hadits ini dalam ((Shahih Sunan Al-Tirmidzi)) (2622).

Asy-Syaukani berkata:

هذه الصِّيغة تدلُّ على أنَّ الصحابة اجتَمَعوا على هذه المقالة؛ لأنَّ قوله: (كان أصحابُ رسولِ الله) جمْعٌ مُضاف، وهو مِن المُشْعِرات بذلك

“Shighot [Rumusan kata ini] menunjukkan bahwa para sahabat menyetujui perkataan ini. Karena sabdanya: (Para Sahabat Rasulullah) adalah jamak penyandaran, dan dia adalah salah satu yang menunjukkan pada nya ". [Neil al-Awthaar 1/343].

Ketiga: Telah dikutip ijma para Sahabat tentang hal ini: oleh Ishaq Ibnu Rahawayh, Ibnu al-Qayyim, dan al-Syawkani.

Muhammad bin Nashr Al-Marwazi berkata:

(قال أبو عبد الله: سمعتُ إسحاق، يقول: قَدْ صَحَّ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ: أَنَّ تَارِكَ الصَّلاةِ كَافِرٌ، وَكَذَلِكَ كَانَ رَأْيُ أَهْلِ الْعِلْمِ مِنْ لَدُنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ إِلَى يَوْمِنَا هَذَا: أَنَّ تَارِكَ الصَّلاةِ عَمْدًا مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ حَتَّى يَذْهَبَ وَقْتُهَا كَافِرٌ).

(Abu Abdullah berkata: Saya mendengar Ishaq mengatakan: Telah ada keshahihan dari Rasulullah bahwa orang yang meninggalkan shalat adalah kafir.

Demikian pula pendapat para ahli Illmu dari zaman Nabi SAW sampai hari ini, bahwa orang yang dengan sengaja meninggalkan shalat tanpa udzur hingga lewat waktunya adalah kafir). [Baca: Ta'dziim Qodri ash-Sholaat 2/229].

Ibnu al-Qayyim berkata:

(وأمَّا إجماعُ الصَّحابة؛ فقال ابنُ زنجويه: حدَّثَنا عمرُ بن الربيع، حدَّثَنا يحيى بن أيُّوبَ، عن يونس، عن ابن شهاب، قال: حدَّثَني عُبيدُ الله بن عبد الله بن عتبة، أنَّ عبد الله بن عباس أَخبَره أنَّه جاءَ عُمرَ بن الخطَّاب حين طُعِن في المسجد، قال: فاحتملتُه أنا ورهطٌ كانوا معي في المسجد حتى أدخلناه بيته. قال: فأمَرَ عبدَ الرحمن بن عوف أن يُصلِّي بالناس. قال: فلمَّا دخلنا على عُمر بيتَه غُشِي عليه من الموتِ فلم يزلْ في غشيته حتى أسفر، ثم أفاق، فقال: هلْ صلَّى الناس؟ قال: فقلنا: نعم، فقال: لا إسلامَ لِمَن ترَك الصلاة، وفي سياق آخَرَ: لا حظَّ في الإسلام لمن ترَكَ الصلاة, ثم دعا بوَضوء فتوضَّأ وصلَّى... "وذكر القصة". فقال هذا بمحضَرٍ من الصحابة ولم يُنكروه عليه).

(Adapun ijma para sahabat, Ibnu Zanjaweh berkata: Umar bin al-Rabii memberitahu kami, Yahya bin Ayyub memberitahu kami, dari Yunus, dari Ibnu Syihab, dia berkata: Ubaidullah bin Abdullah bin Utbah mengatakan kepada saya bahwa Abdullah bin Abbas mengkabarkan kepadanya bahwa dia datang ke Umar bin Al-Khattab ketika dia ditusuk di masjid.

Dia berkata: Maka saya dan sekelompok pria yang bersama saya di masjid menggotongnya sampai kami membawanya ke rumahnya. Dia berkata: Kemudian dia memerintahkan Abd al-Rahman ibn Auf untuk mengimami shalat dengan orang-orang.

Dia berkata: Ketika kami memasuki rumah Umar, dia pingsan karena menghadapi kematian, dan dia tetap dalam keadaan pingsan hingga waktu menjelang shubuh, kemudian dia sadar, dan dia berkata: Apakah orang-orang sudah shalat ?

Dia berkata: Maka kami pun menjawab: Ya.

Dia [Umar] berkata: " Tidak ada Islam bagi orang yang meninggalkan shalat".

Dan dalam redaksi riwayat lain: " Tidak ada keberuntungan dalam Islam bagi orang yang meninggalkan shalat".

Kemudian dia [Umar] minta diambikan air wudhu, lalu dia berwudhu dan shalat... ". Lalu dia menyebutkan kisahnya sampai selesai."

Umar mengatakan ini di hadapan para Sahabat, dan mereka tidak ada yang menyangkalnya. ((Ash-Sholaat Wa Hukmu Taarikiha)) oleh Ibnu al-Qoyyim (hal. 53).

Asy-Syawkaani berkata:

 ("وعن عبد الله بن شَقيق العُقَيلي، قال: كان أصحابُ رسول الله صلَّى اللهُ عليه وسلَّم لا يرون شيئًا من الأعمالِ تركُه كفرٌ غير الصلاة؛ رواه الترمذي"، الحديث رواه الحاكمُ وصحَّحه على شرطهما، وذكره الحافظُ في التلخيص، ولم يتكلَّمْ عنه، والظاهر من الصِّيغة أنَّ هذه المقالة اجتمع عليها الصحابة؛ لأنَّ قوله: "كان أصحابُ رسول الله" جمْع مضاف، وهو من المُشعِرات بذلك).

Abdullah bin Syaqiq Al-'Uqaili berkata: (Para sahabat Muhammad SAW tidak menganggap ada amalan yang jika ditinggalkan sebagai kekufuran selain Shalat ).

Diriwayatkan oleh al-Tirmidzi.” Hadits tersebut diriwayatkan oleh al-Hakim dan dishahihkan sesuai syarat Bukhori dan Muslim. Dan al-Hafidz menyebutkannya dalam al-Talkhiis, namun dia tidak membicarakannya.

Dan yang dzahir: " Shighot [Rumusan kata ini] menunjukkan bahwa para sahabat menyetujui perkataan ini. Karena sabdanya: (Para Sahabat Rasulullah) adalah jamak penyandaran, dan dia adalah salah satu yang menunjukkan pada nya ". [Neil al-Awthaar 1/343].

BANTAHAN TERHADAP ADANYA IJMA':

Bagaimana dapat dikatakan ijmaa’ berdasarkan perkataan Ishaaq sementara Az-Zuhriy – tokoh atbaa’ut-taabi’iin yang hidup sebelumnya – menyatakan hal sebaliknya sebagaimana yang telah sebutkan diatas.

Bahkan Ibnul-Mundzir Rahimahullah saat mengumpulkan ijmaa’-ijmaa’ para ulama dalam berbagai permasalahan agama, dia menyatakan:

“لَمْ أَجِدْ فيْهِمَا إجْمَاعاً”.

“Aku tidak mendapati adanya ijmaa’ dalam dua permasalahan tersebut (yaitu hukum pelaku sihir laki-laki dan wanita, serta hukum orang meninggalkan shalat)” [Kitab al-Ijmaa’, hal. 179].

Bahkan ada bentuk ijmaa’ ‘amaliy yang diakui, baik oleh ulama yang tidak mengkafirkannya maupun ulama yang mengkafirkannya. Setelah merajihkan tidak kafirnya orang yang meninggalkan shalat, Ibnu Qudaamah Al-Maqdisiy rahimahullah berkata:

وَلِأَنَّ ذَلِكَ إجْمَاعُ الْمُسْلِمِينَ ، فَإِنَّا لَا نَعْلَمُ فِي عَصْرٍ مِنْ الْأَعْصَارِ أَحَدًا مِنْ تَارِكِي الصَّلَاةِ تُرِكَ تَغْسِيلُهُ ، وَالصَّلَاةُ عَلَيْهِ ، وَدَفْنُهُ فِي مَقَابِر الْمُسْلِمِينَ ، وَلَا مُنِعَ وَرَثَتُهُ مِيرَاثَهُ ، وَلَا مُنِعَ هُوَ مِيرَاثَ مُوَرِّثِهِ ، وَلَا فُرِّقَ بَيْنَ زَوْجَيْنِ لِتَرْكِ الصَّلَاةِ مِنْ أَحَدِهِمَا ؛ مَعَ كَثْرَةِ تَارِكِي الصَّلَاةِ ، وَلَوْ كَانَ كَافِرًا لَثَبَتَتْ هَذِهِ الْأَحْكَامُ كُلُّهَا


“Karena hal tersebut [Yaitu tidak kafirnya orang yang meninggalkan shalat] merupakan ijmaa’ kaum muslimin.

Kami tidak mengetahui sepanjang jaman ada seorangpun dari orang yang meninggalkan shalat:

*Tidak dimandikan [mayatnya]

*Tidak dishalatkan.

*Tidak dikuburkan di pekuburan kaum muslimin (apabila ia meninggal).

Dan tidak ada seorang pun dari kami yang melarang Ahli warisnya menerima harta warisannya. Dan tidak ada yang menghalanginya untuk mendapatkan harta warisan dari ahli warisnya. Dan tidak ada yag menganggap cerai antara suami istri dengan sebab salah seorang diantara keduanya meninggalkan shalat – padahal banyak sekali orang yang meninggalkan shalat.

Seandainya statusnya kafir, niscaya semua hukum tersebut diberlakukan”.

[Al-Mughniy, 2/297].

Posting Komentar

0 Komentar