Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

TAFSIR SURAT ALHUJUROOT TENTANG PERINTAH MENJAGA PERSATUAN DAN KERUKUNAN

Di Tulis oleh Abu Haitsam Fakhry

KAJIAN NIDA AL-ISLAM

DAFTAR ISI:

  • PENDAHULUAN
  • JANGAN TERGESA MEMVONIS SESAT PERKATAAN SESEORANG:
  • MUDAH MEMVONIS AHLI NERAKA SAMA SAJA DENGAN MEMVONIS ALLAH:
  • KEHORMATAN MUSLIM LEBIH UTAMA UNTUK DI JAGA DARI PADA KEHORMATAN KA'BAH:
  • JANGAN BERBURUK SANGKA, JANGAN MENCARI KESALAHAN ORANG LAIN DAN JANGAN SALING MENGHAJER !.
  • JAGALAH KEHORMATAN ORANG LAIN DAN TUTUPILAH AIBNYA !
  • JANGAN MENCARI-CARI KESALAHAN ORANG LAIN atau MEMATA-MATAINYA:
  • BANYAK SEKALI DALIL YANG MENGHARAMKAN GHIBAH [MENGGUNJING] DAN BETAPA BESARNYA DOSANYA DAN SANGAT MENGERIKAN
  • CARA BERTAUBAT ORANG YANG MENGGHIBAH
  • GHIBAH BERBALUT TAHDZIR DAN NAHYI MUNKAR. HAJER BEDA MANHAJ BERBALUT TASHFIYAH SHUFUF.
  • WAJIB BERSYUKUR HIDUP DITENGAH MAYORITAS KAUM MUSLIMIN

MENJAGA PERSATUAN DAN KERUKUNAN DENGAN CARA MENJAUHI TIGA HAL:

1] PRASANGKA BURUK.

2] MENGGUNJING (GHIBAH).

3] MENCARI-CARI KESALAHAN ORANG LAIN.

DAN WASPADALAH TERHADAP GHIBAH DIKEMAS DENGAN SLOGAN TAHDZIR !

*****

بسم الله الرحمن الرحيم

PENDAHULUAN

Allah SWT brfirman:

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلا تَجَسَّسُوا وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ (12) }

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. [QS. Al-Hujuroot: 12]

Al-Hafidz Ibnu Katsir dalam Tafsirnya 7/377 berkata:

“يَقُولُ ‌تَعَالَى ‌نَاهِيًا ‌عِبَادَهُ ‌الْمُؤْمِنِينَ ‌عَنْ ‌كَثِيرٍ ‌مِنَ ‌الظَّنِّ، ‌وَهُوَ ‌التُّهْمَةُ ‌وَالتَّخَوُّنُ ‌لِلْأَهْلِ ‌وَالْأَقَارِبِ وَالنَّاسِ فِي غَيْرِ مَحَلِّهِ؛ لِأَنَّ بَعْضَ ذَلِكَ يَكُونُ إِثْمًا مَحْضًا، فَلْيُجْتَنَبْ كَثِيرٌ مِنْهُ احْتِيَاطًا ".

"Allah SWT. melarang hamba-hamba-Nya yang beriman dari banyak berprasangka buruk, yakni mencurigai keluarga dan kaum kerabat serta orang lain dengan tuduhan yang buruk yang bukan pada tempatnya. Karena sesungguhnya sebagian dari hal tersebut merupakan hal yang murni dosa, untuk itu hendaklah hal tersebut dijauhi secara keseluruhan sebagai tindakan prefentive".

Allah SWT mengharamkan ghibah [menggunjing]; karena hal ini sangat berkaitan erat dengan harga diri, kehormatan dan nama baik masing-masing individu muslim.

Kehormatan itu termasuk salah satu darurat yang harus di jaga. Urutannya adalah sebagai berikut:

1]- Darurat Menjaga Agama [لدين].

2]- Darurat Menjaga Jiwa [النفس].

3]- Darurat Menjaga Akal [العقل].

4]- Darurat Menjaga Keturunan [النسب].

5]- Darurat Menjaga Harta [المال].

Dan ada sebagian para ulama yang menambahkan: ke [6] – yaitu: Kehormatan [العِرْضُ].

Demi menjaga kehormatan dan nama baik seorang muslim atau muslimah, maka Allah SWT mewajibkan atas orang yang menuduh seseorang berzina untuk menghadirkan 4 saksi yang melihatnya langsung. Jika kurang dari itu, meski kurang satu, maka kesaksiannya tidak akan di terima, dan orang yang menuduhnya terkena hukum cambuk 80 x dan kesaksiannya tidak akan diterima selamanya kecuali jika dia bertobat dan menarik tuduhannya.

Allah SWT berfirman:

{ وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً وَلَا تَقْبَلُوا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَدًا ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ }

“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik". [QS. An-Nuur: 04]

Maka waspadalah dengan ghibah berkemas tahdzir !!!

Dan pada ayat al-Hujuroot berikutnya, Allah SWT berfirman:

{ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ }

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kalian saling kenal-mengenal.

Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kalian disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kalian. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal". [QS. Al-Hujuroot: 13].

Ayat ini mengisyarakan agar umat manusia untuk senantiasa menjalin hubungan baik, rukun dan damai. Apa lagi sesama muslim.

Standar orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang bertaqwa kepadanya. Dan hanya Allah SWT yang tahu akan tingkat ketaqwaan masing-masing orang.

Jangan merasa paling suci atau merasa suci, karena Allah lah yang Maha Tahu siapa saja yang bertaqwa. Namun kita wajib selalu berusaha dan berharap pada-Nya agar menjadi hambanya yang bertaqwa dan paling bertaqwa.

Dan dalam surat an-Najm, Allah SWT berfirman:

{ فَلَا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ ۖ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَىٰ }

“Maka janganlah kalian mengatakan diri kalian suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa. (QS. An-Najm: 32)

JANGAN TERGESA MEMVONIS SESAT PERKATAAN SESEORANG:

Dari Amirul Mu’minin Umar ibnul Khattab radhiyallahu 'anhu, bahwa ia pernah berkata:

“وَلَا تَظُنَنَّ بِكَلِمَةٍ خَرَجَتْ مِنْ أَخِيكَ الْمُسْلِمِ إِلَّا خَيْرًا، وَأَنْتَ تَجِدُ لَهَا فِي الْخَيْرِ مَحْمَلًا ".

"Jangan sekali-kali kamu mempunyai prasangka terhadap suatu kalimat yang keluar dari lisan saudaramu yang mukmin melainkan hanya kebaikan belaka, sedangkan kamu masih mempunyai jalan untuk memahaminya dengan pemahaman yang baik."

[Diriwayatkan oleh Imam Ahmad di Al-Zuhd (Lihat: di Al-Durr Al-Mantsuur (7/565)]

Dan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu, berkata:

(‌مَنْ ‌عَلِمَ ‌مِنْ ‌أَخِيهِ ‌مُرُوَءةً ‌جَمِيلَةً ‌فَلَا ‌يَسْمَعَنَّ ‌فِيهِ ‌مَقَالَاتِ ‌الرِّجَالِ، ولا يَقْبَلُ إلَّا مَا يَرَاهُ بِعَيْنِهِ في أُمُورٍ لا تَحْتَمِلُ تَأْوِيلًا، ومَنْ حَسُنَتْ عَلَانِيَتُهُ فَنَحْنُ لِسَرِيرَتهِ أَرْجَى)

(Barang siapa yang mengetahui saudaranya berkesopanan bagus, maka dia jangan mau mendengarkan perkataan buruk dari orang-orang tentang dia. Dan tidak boleh merima kecuali apa yang dilihatnya dengan kasat mata dalam hal-hal yang tidak memungkinkan pentakwilan.

Dan siapa pun orang nya yang nampak terlihat berprilaku bagus, maka kami akan lebih berharap prilaku yang tersembunya pun akan lebih bagus ".

[Baca: Syarah Shahih Bukori karya Ibnu Baththal 9/261, Tafsiir al-Muwaththa karya Abul Muthrif al-Qonaazi'i 2/747 dan at-Taudhiih karya Ibnu al-Mulaqqin 28/413].

Dari Sa'id bin Al-Musayyib, dia berkata:

"كَتَبَ إِلَيَّ بَعْضُ إِخْوَانِي مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " ‌أَنْ ‌ضَعْ ‌أَمْرَ ‌أَخِيكَ ‌عَلَى ‌أَحْسَنِهِ ‌مَا ‌لَمْ ‌يَأْتِكِ ‌مَا ‌يَغْلِبُكَ، وَلَا تَظُنَّنَّ بِكَلِمَةٍ خَرَجَتْ مِنِ امْرِئٍ مُسْلِمٍ شَرًّا وَأَنْتَ تَجِدُ لَهُ فِي الْخَيْرِ مَحْمَلًا".

(Beberapa ikhwanku dari kalangan para sahabat Rasulullah menulis kepadaku: Perlakukanlah urusan saudaramu dengan cara yang terbaik, selama tidak ada yang datang kepadamu sesuatu yang mendominasi dirimu.

"Jangan sekali-kali kamu mempunyai prasangka terhadap suatu kalimat yang keluar dari lisan saudaramu yang mukmin itu adalah keburukan, sedangkan kamu masih mempunyai jalan untuk memahaminya dengan pemahaman yang baik".

[Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam Syu'ab al-Iiman 10/559 no. 7992. Lihat pula: Tafsir Ad-Durr al-Mantsuur 7/566, Tafsiir al-Aluusi 13/307 dan Nadhrotun Na'iim 8/3211].

Al-Muhallab berkata:

(قد أوجب الله تعالى أن يكون ظنُّ المؤمن بالمؤمن حسنًا أبدًا، إذ يقول: لَوْلا إِذْ سَمِعْتُمُوهُ ظَنَّ الْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بِأَنفُسِهِمْ خَيْرًا وَقَالُوا هَذَا إِفْكٌ مُّبِينٌ (النور: 12). فإذا جعل الله سوء الظَّن بالمؤمنين إفكًا مبينًا، فقد ألزم أن يكون حُسْن الظَّن بهم صدقًا بينًا)

(Allah SWT telah mewajibkan agar prasangka seorang mukmin terhadap orang mukmin lain harus selalu baik, sebagaimana Dia berfirman:

“Mengapa saat kamu mendengar berita bohong itu orang-orang mukminin dan mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata: "Ini adalah suatu berita bohong yang nyata".(QS. An-Nuur: 12).

Maka jika Allah menjadikan prasangka buruk terhadap orang-orang beriman sebagai dusta yang nyata, maka Dia mewajibkan prasangka yang baik terhadap mereka itu sebagai kebenaran yang nyata". [Lihat: Syarah Shahih Bukhori karya Ibnu Baththal 9/261].

Syekh Abd al-Rahman bin Nashir bin Sa’di berkata dalam (الرِّياض النَّاضِرة) (hal. 105-106):

((ومن أعظم المحرمات وأشنع المفاسد إشاعة عثراتهم والقدح فيهم في غلطاتهم، وأقبح من هذا وأقبح: إهدار محاسنهم عند وجود شيء من ذلك، وربما يكون – وهو الواقع كثيراً – أن الغلطات التي صدرت منهم لهم فيها تأويل سائغ ، ولهم اجتهادهم فيه، معذورون والقادح فيهم غير معذور.

وبهذا وأشباهه يظهر لك الفرق بين أهل العلم الناصحين والمنتسبين للعلم من أهل البغي والحسد والمعتدين.

فإن أهل العلم الحقيقي قصدهم التعاون على البر والتقوى، والسعي في إعانة بعضهم بعضاً في كل ما عاد إلى هذا الأمر، وستر عورات المسلمين وعدم إشاعة غلطاتهم والحرص على تنبيههم بكل ممكن من الوسائل النافعة، والذب عن أعراض أهل العلم والدين، و لا ريب أن هذا من أفضل القُرُبات.

ثم لو فرض أن ما أخطأوا أو عثروا ليس لهم تأويل و لا عذر، لم يكن من الحق والإنصاف أن تُهدر المحاسن وتُمحى حقوقهم الواجبة بهذا الشيء اليسير، كما هو دأب أهل البغي والعدوان، فإن هذا ضرره كبير وفساده مستطير، أي عالم لم يخطئ وأي حكيم لم يعثر؟))

Salah satu hal-hal yang diharamkan terbesar dan mafsadah yang paling keji adalah mempublikasikan kekurangan mereka, kecacatan mereka dan kesalahan mereka. Dan ada yang lebih buruk dari ini dan bahkan lebih busuk: yaitu menyia-nyiakan dan tidak menghargai semua kebajikan mereka ketika terjadi adanya hal yang seperti itu.

Maka dengan ini dan yang semisalnya, akan nampak jelas bagi anda: perbedaan antara orang-orang berilmu yang tulus memberi nasihat dan orang-orang yang ngaku-ngaku dirinya sebagai ahli ilmu padahal mereka itu kaum pemecah belah, pendengki, dan melampaui batas.

Maka sesungguhnya orang-orang berilmu sejati, mereka berniat bekerja sama dalam kebaikan dan ketakwaan. Dan berjuang untuk saling membantu satu sama lain dalam segala hal yang berhubungan dengan masalah ini, dan untuk menutupi kesalahan kaum muslimin, dan tidak menyebarkan kesalahan mereka, dan bersemangat untuk memperingatkan mereka, dengan segala cara yang bermanfaat, dan membela serta menjaga kehormatan orang-orang yang berilmu dan ahli agama.

Tidak diragukan lagi bahwa ini adalah salah satu ibadah yang terbaik untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Kemudian, jika diasumsikan bahwa kesalahan mereka atau kekeliruan mereka tidak memungkinkan ada takwil dan tidak ada udzur untuk itu, maka bukanlah sikap yang benar dan bijak bagi Anda jika menyia-nyiakan dan tidak menghargai kebaikan-kebaikannya dan menghapus hak mereka hanya karena hal yang kecil dan sepele ini - sebagaimana yang kebiasan dilakukan oleh para kaum pemecah belah dan penebar permusuhan -; dikarenakan ini mudhorotnya besar, dan mafsadahnya akan tersebar luas.

Lalu Ahli Ilmu mana yang tidak pernah membuat kesalahan? Orang bijak mana yang tidak pernah tersandung? [KUTIPAN SELESAI]

[Lihat pula: Multaqo Ahlil Hadits – al-Maktabah asy-Syaamilah al-Haditsah 4/116].

******

MUDAH MEMVONIS AHLI NERAKA SAMA SAJA DENGAN MEMVONIS ALLAH:

Hadits tentang Ahli Ibadah yang masuk Neraka karena tidak bisa menjaga mulut dan hatinya:

Diriwayatkan dari Dhamdham bin Jaus al-Yamami beliau berkata:

Aku masuk ke dalam masjid Rasulullah (SAW), di sana ada seorang lelaki itu tua yang diinai rambutnya, putih giginya. Bersama-samanya adalah seorang anak muda yang tampan wajahnya, lalu lelaki tua itu berkata:

يَا يَمَامِيُّ تَعَالَ ، لاَ تَقُولَنَّ لِرَجُلٍ أَبَدًا: لاَ يَغْفِرُ اللَّهُ لَكَ ، وَاللَّهِ لاَ يُدْخِلُكَ اللَّهُ الْجَنَّةَ أَبَدًا

Wahai Yamami, mari ke sini. Janganlah engkau berkata selama-lamanya kepada seseorang: Allah tidak akan mengampuni engkau, Allah tidak akan memasukkan engkau ke dalam syurga selamanya.

Aku bertanya: Siapakah engkau, semoga Allah merahmati engkau?

Lelaki tua itu menjawab:

Aku adalah Abu Hurairah. Aku pun berkata: Sesungguhnya perkataan seumpama ini biasa seseorang sebutkan kepada sebahagian keluarganya atau pembantunya apabila dia marah.

Abu Hurairah pun berkata: Janganlah engkau menyebutkan perkataan sebegitu. Sesungguhnya Aku mendengar Rasulullah (SAW) bersabda:

“كَانَ رَجُلَانِ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ مُتَوَاخِيَيْنِ ، أَحَدُهُمَا مُجْتَهِدٌ فِي الْعِبَادَةِ ، وَالْآخَرُ مُذْنِبٌ ، فَأَبْصَرَ الْمُجْتَهِدُ الْمُذْنِبَ عَلَى ذَنْبٍ ، فَقَالَ لَهُ: أَقْصِرْ ، فَقَالَ لَهُ: خَلِّنِي وَرَبِّي ، قَالَ: وَكَانَ يُعِيدُ ذَلِكَ عَلَيْهِ ، وَيَقُولُ: خَلِّنِي وَرَبِّي ، حَتَّى وَجَدَهُ يَوْمًا عَلَى ذَنْبٍ ، فَاسْتَعْظَمَهُ ، فَقَالَ: وَيْحَكَ أَقْصِرْ قَالَ: خَلِّنِي وَرَبِّي ، أَبُعِثْتَ عَلَيَّ رَقِيبًا ؟ فَقَالَ: وَاللَّهِ لَا يَغْفِرُ اللَّهُ لَكَ أَبَدًا ، أَوْ قَالَ: لَا يُدْخِلُكَ اللَّهُ الْجَنَّةَ أَبَدًا ، فَبُعِثَ إِلَيْهِمَا مَلَكٌ فَقَبَضَ أَرْوَاحَهُمَا ، فَاجْتَمَعَا عِنْدَهُ جَلَّ وَعَلَا ، فَقَالَ رَبُّنَا لِلْمُجْتَهِدِ: أَكُنْتَ عَالِمًا ؟ أَمْ كُنْتَ قَادِرًا عَلَى مَا فِي يَدِي ؟ أَمْ تَحْظُرُ رَحْمَتِي عَلَى عَبْدِي ؟ اذْهَبْ إِلَى الْجَنَّةِ يُرِيدُ الْمُذْنِبَ وَقَالَ لِلْآخَرِ: اذْهَبُوا بِهِ إِلَى النَّارِ

"Ada dua orang laki-laki dari bani Isra'il yang saling bebeda arah; salah seorang dari mereka suka berbuat dosa sementara yang lain giat dalam beribadah. Orang yang giat dalam beribdah itu selalu melihat saudaranya berbuat dosa hingga ia berkata, "Berhentilah."

Lalu pada suatu hari ia kembali mendapati suadaranya berbuat dosa, ia berkata lagi, "Berhentilah."

Orang yang suka berbuat dosa itu berkata, "Biarkan aku bersama Tuhanku, apakah engkau diutus untuk selalu mengawasiku!"

Ahli ibadah itu berkata, "Demi Allah, sungguh Allah tidak akan mengampunimu, atau tidak akan memasukkanmu ke dalam surga."

Allah kemudian mencabut nyawa keduanya, sehingga keduanya berkumpul di sisi Rabb semesta alam.

Allah kemudian bertanya kepada ahli ibadah: "Apakah kamu lebih tahu dari-Ku? Atau, apakah kamu mampu melakukan apa yang ada dalam kekuasaan-Ku?"

Allah lalu berkata kepada pelaku dosa: "Pergi dan masuklah kamu ke dalam surga dengan rahmat-Ku." Dan berkata kepada ahli ibadah: "Pergilah kamu ke dalam neraka."

Abu Hurairah berkata:

فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَكَلَّمَ بِكَلِمَةٍ أَوْبَقَتْ دُنْيَاهُ وَآخِرَتَهُ

"Demi Dzat yang jiwaku ada dalam tangan-Nya, sungguh ia telah mengucapkan satu ucapan yang mampu merusak dunia dan akhiratnya."

(HR. Abu Daud 4318 Ibnu Hibban 5804 Abdullah bin al-Mubaarok dlm al-Musnad No. 36. Di shahihkan oleh Ibnu Hibban dan Syeikh Muqbil al-wadi’i)

KEHORMATAN MUSLIM LEBIH UTAMA UNTUK DI JAGA DARI PADA KEHORMATAN KA'BAH:

Abdullah ibnu Majah meriwayatkan dengan sanadnya dari Abdullah ibnu Amr r.a. yang mengatakan:

“رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَطُوفُ بِالْكَعْبَةِ وَيَقُولُ: "مَا أَطْيَبَكِ وَأَطْيَبَ رِيحَكِ، مَا أَعْظَمَكِ وَأَعْظَمَ حُرْمَتَكِ. وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لَحُرْمَةُ الْمُؤْمِنِ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ حُرْمَةً مِنْكِ، مَالُهُ وَدَمُهُ، وَأَنْ يُظَنَّ بِهِ إِلَّا خَيْرٌ".

Bahwa ia pernah melihat Nabi Saw. sedang tawaf di ka'bah seraya mengucapkan: 

Alangkah harumnya namamu, dan alangkah harumnya baumu, dan alangkah besarnya namamu, dan alangkah besarnya kesucianmu. Demi Tuhan yang jiwa Muhammad berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya kesucian orang mukmin itu lebih besar di sisi Allah SWT. daripada kesucianmu; harta dan darahnya jangan sampai dituduh yang bukan-bukan melainkan hanya baik belaka.

[Sunan Ibnu Majah No. 3932. Al-Bushairi mengatakan dalam Al-Zawaa'id (3/223):

"هذا إسناد فيه مقال، نصر بن محمد ضعفه أبو حاتم وذكره ابن حبان في الثقات، وباقي رجال الإسناد ثقات"

"Ini adalah sanad yang di dalamnya ada kritikan. Nashr Bin Muhammad diklasifikasikan sebagai perawi yang lemah oleh Abu Hatim. Namun oleh Ibnu Hibbaan disebutkan dalam kitab at-Tsiqoot [kumpulan para perawi yang dipercaya]. Dan sisa para perawinya tsiqoot ".

Ibnu Majah meriwayatkannya melalui jalur ini secara munfarid {tunggal).

Dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu’anhuma: bahwasanya Rasulullah SAW berkhutbah di hari Idul Adha. Beliau bersabda:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَيُّ يَوْمٍ هَذَا؟ قَالُوا: يَوْمٌ حَرَامٌ ، قَالَ: فَأَيُّ بَلَدٍ هَذَا؟ قَالُوا: بَلَدٌ حَرَامٌ ، قَالَ: فَأَيُّ شَهْرٍ هَذَا؟، قَالُوا: شَهْرٌ حَرَامٌ ، قَالَ: فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا، فِي بَلَدِكُمْ هَذَا، فِي شَهْرِكُمْ هَذَا ، فَأَعَادَهَا مِرَارًا

“Wahai manusia, hari apakah ini? Mereka menjawab: “Hari ini hari haram (suci)”.

Nabi bertanya lagi: “Lalu negeri apakah ini?”. Mereka menjawab: “Ini tanah haram (suci)”.

Nabi bertanya lagi: “Lalu bulan apakah ini?”. Mereka menjawab: “Ini bulan suci”.

Beliau bersabda: “Sesungguhnya darah kalian, harta-harta kalian dan kehormatan kalian, adalah haram atas sesama kalian. Sebagaimana haramnya hari kalian ini di negeri kalian ini dan pada bulan kalian ini”.

Beliau mengulang kalimatnya ini berulang-ulang. [HR. Muslim dalam Sahih-nya No. (1218)]

Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah Saw. bersabda: 

المُسْلِمُ أخُو المُسْلِمِ، لا يَظْلِمُهُ، ولا يَخْذُلُهُ، ولا يَحْقِرُهُ. التَّقْوَى هاهُنا. ويُشِيرُ إلى صَدْرِهِ ثَلاثَ مَرَّاتٍ. بحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أنْ يَحْقِرَ أخاهُ المُسْلِمَ. كُلُّ المُسْلِمِ علَى المُسْلِمِ حَرامٌ؛ دَمُهُ، ومالُهُ، وعِرْضُهُ.

Muslim yang satu dengan muslim yang lainnya adalah bersaudara tidak boleh menyakiti, merendahkan, ataupun menghina. Takwa itu ada di sini (Rasulullah menunjuk dadanya), Beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali. Seseorang telah dianggap berbuat jahat apabila ia menghina saudaranya sesama muslim. Muslim yang satu dengan yang Iainnya haram darahnya. hartanya, dan kehormatannya." [HR. Bukhori no. 6064 dan Muslim no. 2564]

Abu Daud meriwayatkannya dengan lafadz:

"كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حرام: ماله وعرضه ودمه، حسب امرىء مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ".

Diharamkan atas orang muslim harta, kehormatan, dan darah orang muslim lainnya. Cukuplah keburukan bagi seseorang bila ia menghina saudara semuslimnya. [Sunan Abu Dawud No. (4882) dan Sunan al-Tirmidzi No. (1927)].

At-Tirmidzi berkata: "Hadits Hasan gharib".

Dari Jarir bin Abdullah Al Bajali radhiallahu’anhu, bahwasanya Nabi SAW bersabda ketika haji Wada:

“اسْتَنْصِتِ النَّاسَ ". فَقَالَ: " لاَ تَرْجِعُوا بَعْدِي كُفَّارًا، يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ ".

“Suruhlah orang-orang untuk diam!”. Lalu beliau bersabda: “janganlah kalian kembali kepada kekufuran, sehingga kalian saling membunuh satu sama lain” (Muttafaqun ‘alahi).

Dari Fadhalah bin Ubaid radhiallahu’anhu, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda ketika haji wada:

“أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِالْمُؤْمِنِ ؟ مَنْ أَمِنَهُ النَّاسُ عَلَى أَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ ، وَالْمُسْلِمُ: مَنْ سَلِمَ النَّاسُ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ ".

“Maukah aku kabarkan kalian tentang ciri seorang mukmin? Yaitu orang yang orang lain merasa aman dari gangguannya terhadap harta dan jiwanya. Dan muslim, adalah orang yang orang lain merasa selamat dari gangguan lisan dan tangannya”.

[HR. Ahmad no. 23967, Tirmidzi no. 1621 dan at-Thabraani no. 14610). Di Shahihkan Ahmad Syaakir 11/190 dan Syu'aib al-Arnauth dalam Takhriij al-Musnad no. 23967].

Berikut ini sebuah kisah yang bermanfaat, terutama bagi tukang tahdzir sembarangan:

Muhammad bin Abu Qotlah, Al-Layth bin Saad dan lainnya berkata:

“كَتبَ رَجُلٌ إِلَى ابْنِ عُمَرَ أَنِ اكتُبْ إِلَيَّ بِالعِلمِ كُلِّهِ. فَكَتَبَ إِلَيْهِ: إِنَّ العِلمَ كَثِيْرٌ، وَلَكِنْ إِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ تَلقَى اللهَ خَفِيفَ الظَّهْرِ مِنْ دِمَاءِ النَّاسِ، ‌خَمِيْصَ ‌البَطنِ ‌مِنْ ‌أَمْوَالِهِم، ‌كَافَّ ‌اللِّسَانِ ‌عَنْ ‌أَعْرَاضِهِم، لَازماً لأَمرِ جَمَاعَتِهِم، فَافعَلْ".

Seorang lelaki menulis surat kepada Abdullah bin Umar radhiallahu’anhuma yang berisi: “tuliskanlah untukku sebuah tulisan yang mencakup semua ilmu”.

Maka Ibnu Umar pun menulis sebuah tulisan untuknya yang berisi:

“Sesungguhnya ilmu itu banyak, namun jika engkau mampu untuk bertemu Allah di hari kiamat dalam keadaan menjaga darah kaum Muslimin, menjaga harta mereka, dan menahan lisan dari merusak kehormatan mereka, maka lakukanlah”

[Di riwayatkan Ibnu Asaakiir dalam Tarikh Damasqus 52/256 no. 6196 dengan sanadnya hingga Muhammad bin Abu Qotlah. Dan adz-Dzahabi menyebutkannya dalam Siyar al-A'laam an-Nubalaa' 3/226 dari Al-Layth bin Saad dan lainnya].

Dan Abdullah bin ‘Amr, bahwa Nabi SAW bersabda:

“اَلْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ".

“Orang muslim adalah orang yang dapat menjaga lisan dan tangannya dari mengganggu muslim yang lain.” (HR. Bukhari)

Imam al-Bukhari rahimahullah meriwayatkan dengan sanadnya Dari ‘Ammar, ia berkata:

“ثَلاَثٌ مَنْ جَمَعَهُنَّ فَقَدْ جَمَعَ الإِيمَانَ ، الإِنْصَافُ مِنْ نَفْسِكَ ، وَبَذْلُ السَّلاَمِ لِلْعَالَمِ ، وَالإِنْفَاقُ مِنَ الإِقْتَار ".

“Barang siapa yang telah menunaikan tiga perkara ini atau terkumpul pada dirinya, maka dia telah mengumpulkan Iman: Berlaku adil pada diri sendiri. Menyebarkan kedamaian ke penjuru dunia. Dan berinfak di waktu susah.” (HR, Bukhori)

MULUT BUSUK ADALAH MULUT YANG UCAPANNYA DIBENCI ORANG

“Seburuk-buruk manusia kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah orang yg di tinggalkan oleh manusia karena demi menghindari keburukan mulutnya".

Dari 'Urwah bin Zubair bahwa Aisyah telah mengabarkan kepadanya,

أَنَّهُ اسْتَأْذَنَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ فَقَالَ ائْذَنُوا لَهُ فَبِئْسَ ابْنُ الْعَشِيرَةِ أَوْ بِئْسَ أَخُو الْعَشِيرَةِ فَلَمَّا دَخَلَ أَلَانَ لَهُ الْكَلَامَ فَقُلْتُ لَهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قُلْتَ مَا قُلْتَ ثُمَّ أَلَنْتَ لَهُ فِي الْقَوْلِ فَقَالَ أَيْ عَائِشَةُ إِنَّ شَرَّ النَّاسِ مَنْزِلَةً عِنْدَ اللَّهِ مَنْ تَرَكَهُ أَوْ وَدَعَهُ النَّاسُ اتِّقَاءَ فُحْشِهِ

Seorang lelaki minta izin kepada Nabi -(SAW)-, maka beliau bersabda,

"Izinkanlah dia, sejelek-jeleknya saudara dari seluruh keluarganya atau anak dari seluruh keluarganya."

Setelah orang itu duduk, Nabi -(SAW)- bermuka ceria di hadapannya dan menyambut orang itu.

Setelah lelaki tersebut pergi, Aisyah bertanya kepada beliau: "Wahai Rasulullah, saat engkau melihat lelaki itu, engkau katakan kepadanya begini dan begini. Selanjutnya engkau berseri-seri di hadapannya dan senang kepadanya?

 Rasulullah -(SAW)- menjawab: "Wahai Aisyah, kapan engkau mengenalku sebagai orang yang keji?. Sesungguhnya manusia paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah orang yang ditinggalkan oleh manusia demi menghindari kejahatannya (kejahatan mulutnya dan perbuatannya)."

[HR. Bukhari no. 6131].

Syarah Hadits:

(اتقاء فحشه) أي لأجل قبيح قوله وفعله.

Makna; demi menghindari kejahatannya (yakni kejahatan mulutnya dan perbuatannya." [Baca: at-Taysiir Bi Syarh al-Jaami ash-Shoghiir 1/321 dan as-Siroojul Muniir 2/95].

Dalam lafadz Bukhory no 6032:

(يَا عَائِشَةُ، إِنَّ شَرَّ النَّاسِ عِنْدَ اللَّهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ تَرَكَهُ النَّاسُ اتِّقَاءَ شَرِّهِ)

“Wahai Aisyah, sesungguhnya seburuk-buruk manusia kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah orang yg di tinggalkan oleh manusia karena demi menghindari keburukannya".

Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata:

«قَوْله: (اِتِّقَاء شَرّه) أَيْ قُبْح كَلَامه».

Makna (demi menghindari kebusukannya) maksudnya adalah keburukan perkataannya. [Fathul Baari 10/455. Dan Baca pula: al-Bahrul Muhith ats-Tsajjaaj karya at-Ityuubi al-Luluwi 40/641].

Orang yang dimaksud dalam hadits adalah Uyaynah bin Hishen (عُيَيْنَةُ بْنُ حِصْنٍ), yang sebelumnya pernah mendatangi Nabi SAW dan 'Aisyah r.a. [Lihat Fathul Bari 10/455].

Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata:

“أَخْرَجَهُ سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ عَنْ أَبِي مُعَاوِيَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ إِبْرَاهِيمَ النَّخَعِيِّ قَالَ جَاءَ عُيَيْنَةُ بْنُ حِصْنٍ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعِنْدَهُ عَائِشَةُ فَقَالَ مَنْ هَذِهِ قَالَ أُمُّ الْمُؤْمِنِينَ قَالَ أَلَا أَنْزِلُ لَكَ عَنْ أَجْمَلَ مِنْهَا فَغَضِبَتْ عَائِشَةُ وَقَالَتْ مَنْ هَذَا قَالَ هَذَا أَحْمَقُ وَوَصَلَهُ الطَّبَرَانِيُّ مِنْ حَدِيثِ جَرِيرٍ".

Sa'id bin Manshur meriwayatkan dari Abu Muawiyah dari Al-A'mash dari Ibrahim Al-Nakha'i bahwa ia mengatakan: Uyaynah bin Hishen datang kepada Nabi SAW, dan Aisha bersamanya. Dia berkata, "Siapa ini?" Dia berkata: "Umm al-Mu'minin."

Dia berkata: “Maukah engkau, aku gantikan untuk engkau istri yang lebih cantik darinya?” Aisyah marah dan berkata, “Siapa ini?”. Beliau berkata: " Dia orang dungu ".

Dan ath-Thabrani menyambungkan sanadnya dari hadits jarir. [Lihat Fathul Bari 10/455]

Dan Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata:

“وَقَدْ كَانَ عُيَيْنَةُ ارْتَدَّ فِي زَمَنِ أَبِي بَكْرٍ وَحَارَبَ ثُمَّ رَجَعَ وَأَسْلَمَ وَحَضَرَ بَعْضَ الْفُتُوحِ فِي عَهْدِ عُمَرَ".

“Uyaynah murtad pada masa Abu Bakar dan memeranginya, kemudian kembali dan memeluk Islam serta mengikuti beberapa penaklukan pada masa Umar.” [Lihat Fathul Bari 10/455]

JANGAN BERBURUK SANGKA JANGAN MENCARI KESALAHAN ORANG LAIN DAN JANGAN SALING MENGHAJER !.

Malik r.a. meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: 

"إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ، وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا تَحَسَّسُوا، وَلَا تَنَافَسُوا، وَلَا تَحَاسَدُوا، وَلَا تَبَاغَضُوا، وَلَا تَدَابَرُوا، وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا".

Janganlah kamu mempunyai prasangka buruk, karena sesungguhnya prasangka yang buruk itu adalah berita yang paling dusta; janganlah kamu saling memata-matai, janganlah kamu saling mencari-cari kesalahan, janganlah kamu saling menjatuhkan, janganlah kamu saling mendengki, janganlah kamu saling membenci dan janganlah kamu saling berbuat makar, tetapi jadilah kamu sekalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.

[Al-Muwaththa (2/908), Sahih Al-Bukhari No. (6066) dan Sahih Muslim No. (2563)].

Sufyan ibnu Uyaynah telah meriwayatkan dari Az-Zuhri, dari Anas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: 

"لَا تَقَاطَعُوا، وَلَا تَدَابَرُوا، وَلَا تَبَاغَضُوا، وَلَا تَحَاسَدُوا، وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا، وَلَا يَحِلُّ لِلْمُسْلِمِ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ".

Janganlah kalian saling memutuskan persaudaraan, janganlah kamu saling menjatuhkan, janganlah kamu saling membenci, dan janganlah kamu saling mendengki, tetapi jadilah kamu sekalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Tidak dihalalkan bagi seorang muslim mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari.

[Al-Bukhari dalam al-Adab Bab 57, Muslim dalam al-Birr No. (2559) Hadits 23, 25, 26, Abu Dawud dalam al-Adab Bab 47, dan At-Tirmidzi dalam al-Adab Bab 21 no. (1935)]

Imam Tabrani meriwayatkan dengan sanadnya dari Abdur Rahman ibnu Muhammad ibnu Abur Rijal, dari ayahnya, dari kakeknya Harisah ibnun Nu'man r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. bersabda: 

"ثلاث لازمات لِأُمَّتِي: الطِّيَرَةُ، وَالْحَسَدُ وَسُوءُ الظَّنِّ". فَقَالَ رَجُلٌ: مَا يُذْهِبُهُنَّ يَا رَسُولَ اللَّهِ مِمَّنْ هُنَّ فِيهِ؟ قَالَ: "إِذَا حَسَدْتَ فَاسْتَغْفِرِ اللَّهَ، وَإِذَا ظَنَنْتَ فَلَا تُحَقِّقْ، وَإِذَا تَطَيَّرْتَ فَأمض ".

Ada tiga perkara yang ketiganya memastikan bagi umatku, yaitu tiyarah, dengki, dan buruk prasangka. 

Seorang lelaki bertanya: "Wahai Rasulullah, bagaimanakah cara melenyapkannya bagi seseorang yang ketiga-tiganya ada pada dirinya?"

Rasulullah Saw. Menjawab: " Apabila kamu dengki, mohonlah ampunan kepada Allah; dan apabila kamu buruk prasangka, maka janganlah kamu nyatakan; dan apabila kamu mempunyai tiyarah (pertanda kemalangan), maka teruskanlah niatmu".

[Al-Mujam Al-Kabiir (3/228), Al-Haythami mengatakan dalam Al-Majma' (8/78): “Di dalamnya ada Ismail bin Qais Al-Ansari, dan dia lemah.”]

Abu Daud meriwayatkan dengan sanadnya dari Zaid r.a. yang menceritakan:

أُتِيَ ابْنُ مَسْعُودٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، بِرَجُلٍ ، فَقِيلَ لَهُ: هَذَا فُلَانٌ تَقْطُرُ لِحْيَتُهُ خَمْرًا. فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ: إِنَّا قَدْ نُهِينَا عَنِ التَّجَسُّسِ، وَلَكِنْ إِنْ يَظْهَرْ لَنَا شَيْءٌ نَأْخُذْ بِهِ.

Bahwa sahabat Ibnu Mas'ud r.a. pernah menerima seorang lelaki yang ditangkap, lalu dihadapkan kepadanya, kemudian dikatakan kepada Ibnu Mas'ud: "Ini adalah si Fulan yang jenggotnya meneteskan khamr (yakni dia baru saja minum khamr)."

Maka Ibnu Mas'ud r.a. menjawab: "Sesungguhnya kami dilarang mencari-cari kesalahan orang lain (memata-matainya). Tetapi jika ada bukti yang kelihatan oleh kita, maka kita harus menghukumnya." [Sunan Abi Dawud No. (4890)].

Ibnu Abu Hatim menjelaskan nama lelaki tersebut di dalam riwayatnya, dia adalah Al-Walid ibnu Uqbah ibnu Abu Mu'ith.

[Ini karena mayoritas orang-orang mengecam perbuatan Al-Walid bin Uqba, dan saat itu Ibnu Masud penanggung jawab perbendaharaan dalam perwalian Al-Walid bin Uqbah pada masa pemerintahan Utsman (RA). Kisah hukuman cambuk pada al-Walid karena dia minum minuman keras, itu masyhur di kitab Sahih Bukhori Dan Muslim. PEN]

JAGALAH KEHORMATAN ORANG LAIN DAN TUTUPILAH AIBNYA !

Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya dari Dukhoin (juru tulis Uqbah) yang menceritakan bahwa ia pernah berkata kepada Uqbah:

“قُلْتُ لِعُقْبَةَ: إِنَّ لَنَا جِيرَانًا يَشْرَبُونَ الْخَمْرَ، وَأَنَا دَاعٍ لَهُمُ الشُّرَطَ فَيَأْخُذُونَهُمْ. قَالَ: لَا تَفْعَلْ، وَلَكِنْ عِظْهُمْ وَتَهَدَّدْهُمْ. قَالَ: فَفَعَلَ فَلَمْ يَنْتَهُوا. قَالَ: فَجَاءَهُ دُخَيْن فَقَالَ: إِنِّي قَدْ نَهَيْتُهُمْ فَلَمْ يَنْتَهُوا، وَإِنِّي دَاعٍ لَهُمُ الشُّرَطَ فَيَأْخُذُونَهُمْ. قَالَ: لَا تَفْعَلْ، وَلَكِنْ عِظْهُمْ وَتَهَدَّدْهُمْ. قَالَ: فَفَعَلَ فَلَمْ يَنْتَهُوا. قَالَ: فَجَاءَهُ دُخَيْنٌ فَقَالَ: إِنِّي قَدْ نَهَيْتُهُمْ فَلَمْ يَنْتَهُوا، وَإِنِّي دَاعٍ لَهُمُ الشُّرَطَ فَتَأْخُذُهُمْ. فَقَالَ لَهُ عُقْبَةُ: وَيْحَكَ لَا تَفْعَلْ، فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "مَنْ سَتَرَ عَوْرَةَ مُؤْمِنٍ فَكَأَنَّمَا اسْتَحْيَا مَوْءُودَةً مِنْ قَبْرِهَا"

"Sesungguhnya kami mempunyai banyak tetangga yang gemar minum khamr, dan aku akan memanggil polisi untuk menangkap mereka."

Uqbah menjawab: "Jangan kamu lakukan itu, tetapi nasihatilah mereka dan ancamlah mereka."

Dukhoin melakukan saran Uqbah, tetapi mereka tidak mau juga berhenti dari minumnya. Akhirnya Dukhoin datang kepada Uqbah dan berkata kepadanya:

"Sesungguhnya telah kularang mereka mengulangi perbuatannya, tetapi mereka tidak juga mau berhenti. Dan sekarang aku akan memanggil polisi susila untuk menangkap mereka."

Maka Uqbah berkata kepada Dukhoin: "Janganlah kamu lakukan hal itu. Celakalah kamu, karena sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:

"مَنْ سَتَرَ عَوْرَةَ مُؤْمِنٍ فَكَأَنَّمَا اسْتَحْيَا مَوْءُودَةً مِنْ قَبْرِهَا".

'Barang siapa yang menutupi aurat orang mukmin, maka seakan-akan (pahalanya) sama dengan orang yang menghidupkan bayi yang dikubur hidup-hidup dari kuburnya'.” [Al-Musnad (4/153) dan Sunan Abi Dawud No. (4892) dan al-Nisa’i dalam Sunan al-Kubra No. (7283)]

Imam Abu Daud dan Imam Nasai meriwayatkannya melalui hadits Al-Lais ibnu Sa'd dengan sanad dan lafaz yang semisal.

Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Rasyid ibnu Sa'd, dari Mu'awiyah r.a. yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Nabi Saw. bersabda:

"إِنَّكَ إِنِ اتَّبَعْتَ عَوْرَاتِ النَّاسِ أَفْسَدْتَهُمْ" أَوْ: "كِدْتَ أَنْ تُفْسِدَهُمْ"

Sesungguhnya bila kamu menelusuri aurat orang lain, berarti kamu rusak mereka atau kamu hampir buat mereka menjadi rusak. [Sunan Abi Dawud No. (4888)].

Abu Darda mengatakan suatu kalimat yang ia dengar dari Mu'awiyah r.a dari Rasulullah Saw.; semoga Allah SWT. menjadikannya bermanfaat.

Imam Abu Daud meriwayatkannya secara munfarid, melalui hadits As-Sauri dengan sanad yang sama.

Abu Daud meriwayatkan dengan sanadnya dari Jubair ibnu Nufair, Kasir ibnu Murrah, Amr ibnul Aswad, Al-Miqdam ibnu Ma'di Kariba dan Abu Umamah r.a. dari Nabi Saw. yang telah bersabda: 

"إِنَّ الْأَمِيرَ إِذَا ابْتَغَى الرِّيبَةَ في الناس، أَفْسَدَهُمْ"

"Sesungguhnya seorang amir itu apabila mencari-cari kesalahan rakyatnya, berarti dia membuat mereka rusak". [Sunan Abi Dawud No. (4889)]

JANGAN MENCARI-CARI KESALAHAN ORANG LAIN atau MEMATA-MATAINYA:

Firman Allah SWT:

{وَلا تَجَسَّسُوا}

Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain". (Al-Hujurat: 12)

Yakni sebagian dari kalian terhadap sebagian yang lain.

Lafaz tajassus [التَّجَسُّسُpada galibnya (umumnya) menunjukkan pengertian negatif (buruk), karena itulah mata-mata dalam bahasa Arabnya disebut Jaasuus [الْجَاسُوسُ].

Adapun mengenai lafaz tahassus [التَّحَسُّسُpada umumnya ditujukan terhadap kebaikan, seperti pengertian yang terdapat di dalam firman Allah SWT. yang menceritakan perihal Nabi Ya'qub yang telah mengatakan kepada putra-putranya:

{يَا بَنِيَّ اذْهَبُوا فَتَحَسَّسُوا مِنْ يُوسُفَ وَأَخِيهِ وَلا تَيْأَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ}

Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya, dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. (Yusuf: 87)

Tetapi adakalanya lafaz ini digunakan untuk pengertian negatif, seperti pengertian yang terdapat di dalam hadits sahih, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

"لَا تَجَسَّسُوا، وَلَا تَحَسَّسُوا، وَلَا تَبَاغَضُوا، وَلَا تَدَابَرُوا، وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا"

Janganlah kalian saling memata-matai dan janganlah pula saling mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah pula saling membenci dan janganlah pula saling menjatuhkan, tetapi jadilah kamu sekalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. [Sahih Al-Bukhari No. (2442)]

Al-Auza'i mengatakan:

التَّجَسُّسُ: الْبَحْثُ عَنِ الشَّيْءِ. وَالتَّحَسُّسُ: الِاسْتِمَاعُ إِلَى حَدِيثِ الْقَوْمِ وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ، أَوْ يَتَسَمَّعُ عَلَى أَبْوَابِهِمْ. وَالتَّدَابُرُ: الصَّرْم

“Bahwa tajassus: ialah mencari-cari kesalahan pihak lain, dan tahassus ialah mencari-cari berita suatu kaum, sedangkan yang bersangkutan tidak mau beritanya itu terdengar atau disadap. Tadabur artinya menjerumuskan atau menjatuhkan atau membuat makar".

Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.

Dari Abu Barzah Al-Aslami yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: 

"يا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يَدْخُلِ الْإِيمَانُ قلبه، لا تغتابوا المسلمين، ولا تتبعوا عوراتهم، فَإِنَّهُ مَنْ يَتْبَعْ عَوْرَاتِهِمْ يَتْبَعِ اللَّهُ عَوْرَتَهُ وَمَنْ يَتْبَعِ اللَّهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ فِي بَيْتِهِ".

Hai orang-orang yang iman dengan lisannya, tetapi iman masih belum meresap ke dalam kalbunya, janganlah kalian menggunjing orang-orang muslim, dan jangan pula kalian menelusuri aurat mereka. Karena barang siapa yang menelusuri aurat mereka, maka Allah akan balas menelusuri auratnya. Dan barang siapa yang ditelusuri auratnya oleh Allah, maka Allah akan mempermalukannya di dalam rumahnya.

[HR. Abu Dawud (4880) dan Ahmad (19776). Di hukumi hasan Shahih oleh al-Albaani dalam Shahih Ab Daud].

Hal yang semisal telah diriwayatkan pula melalui Al-Barra ibnu Azib; untuk itu Al-Hafidz Abu Ya'la mengatakan di dalam kitab musnadnya.

Dari Al-Barra ibnu Azib r.a. yang mengatakan:

“خَطَبَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حتى أَسْمَعَ الْعَوَاتِقَ فِي بُيُوتِهَا -أَوْ قَالَ: فِي خُدُورِهَا-فَقَالَ: "يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ، لَا تَغْتَابُوا الْمُسْلِمِينَ، وَلَا تَتَبَّعُوا عَوْرَاتِهِمْ، فَإِنَّهُ مَنْ يَتْبَعْ عَوْرَةَ أَخِيهِ يَتْبَعِ اللَّهُ عَوْرَتَهُ، وَمَنْ يَتْبَعِ اللَّهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ فِي جَوْفِ بَيْتِهِ"

Bahwa Rasulullah Saw. berkhotbah kepada kami sehingga suara beliau terdengar oleh kaum wanita yang ada di dalam kemahnya atau di dalam rumahnya masing-masing. Beliau Saw. bersabda: 

Hai orang-orang yang beriman dengan lisannya, janganlah kalian menggunjing orang-orang muslim dan jangan pula menelusuri aurat mereka. Karena sesungguhnya barang siapa yang menelusuri aurat saudaranya, maka Allah akan membalas menelusuri auratnya. Dan barang siapa yang auratnya ditelusuri oleh Allah, maka Dia akan mempermalukannya di dalam rumahnya".

[HR. Abu Ya’la (1675), Al-Rouyaani pada ((Musnad)) (305), dan Al-Bayhaqi pada ((Syu'ab al-Iiman)) (11196) dengan sedikit perbedaan. Al-Haiysam dalam al-Majma' 8/96 berkata: Para perawinya dipercaya (tsiqoot)].

Jalur lain dari Nafi', dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: 

"يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يُفْضِ الإيمانُ إِلَى قَلْبِهِ، لَا تَغْتَابُوا الْمُسْلِمِينَ، وَلَا تَتَبَّعُوا عَوْرَاتِهِمْ؛ فَإِنَّهُ مَنْ يَتَّبِعْ عَوْرَاتِ الْمُسْلِمِينَ يَتْبَعِ اللَّهُ عَوْرَتَهُ، وَمَنْ يَتْبَعِ اللَّهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ وَلَوْ فِي جَوْفِ رَحْلِهِ".

قَالَ: وَنَظَرَ ابْنُ عُمَرَ يَوْمًا إِلَى الْكَعْبَةِ فَقَالَ: مَا أَعْظَمَكِ وَأَعْظَمَ حُرْمَتَكِ، وَلَلْمُؤْمِنُ أعظمُ حُرْمَةً عِنْدَ اللَّهِ مِنْكِ

Hai orang-orang yang beriman dengan lisannya, tetapi iman masih belum meresap ke dalam hatinya, janganlah kalian menggunjing orang-orang muslim, dan jangan pula menelusuri aurat mereka (mencari-cari kesalahan mereka). Karena sesungguhnya barang siapa yang gemar menelusuri aurat orang-orang muslim, maka Allah akan menelusuri auratnya. Dan barang siapa yang auratnya telah ditelusuri oleh Allah, maka Allah akan mempermalukannya, sekalipun ia berada di dalam tandunya. 

Dan pada suatu hari Ibnu Umar memandang ke arah Ka'bah, lalu berkata:

"Alangkah besarnya engkau dan alangkah besarnya kehormatanmu, tetapi sesungguhnya orang mukmin itu lebih besar kehormatannya daripada engkau di sisi Allah."

[HR. Al-Tirmidzi (2032) dan lafalnya adalah miliknya, Ibnu Hibban (5763), dan Abu Al-Sheikh dalam ((at-Taubikh Wa At-Tanbiih)) (93). Di shahihkan Ibnu Hibban. Dan Di hasankan oleh at-Turmidzi.

BANYAK SEKALI DALIL YANG MENGHARAMKAN GHIBAH [MENGGUNJING] DAN BETAPA BESARNYA DOSANYA DAN SANGAT MENGERIKAN

Allah SWT berfirman:

{وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا}

“Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain ". (Al-Hujurat: 12)

Ini adalah larangan mempergunjingkan orang lain. Hal ini ditafsirkan oleh Nabi Saw. melalui sabdanya yang mengatakan bahwa ghibah ialah:

"ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ". قِيلَ: أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ؟ قَالَ: "إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ، وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ بَهَتَّهُ".

Kamu gunjingkan saudaramu dengan hal-hal yang tidak disukainya. 

Lalu ditanyakan, "Bagaimanakah jika apa yang dipergunjingkan itu ada padanya?"

Rasulullah Saw menjawab: Jika apa yang kamu pergunjingkan itu ada padanya, berarti kamu telah mengumpatnya; dan jika apa yang kamu pergunjingkan itu tidak ada padanya, berarti kamu telah menghasutnya.

[Sunan Abu Dawud No. (4874) dan Sunan al-Tirmidzi No. (1935)].

Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadits ini sahih.

Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Bandar, dari Gundar, dari Syu'bah, dari Al-Ala.

Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Umar r.a., Masruq, Qatadah, Abu Ishaq, dan Mu'awiyah ibnu Qurrah.

Abu Daud meriwayatkan dengan sanadnya dari Aisyah r.a. yang mengatakan:

قُلْتُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: حَسْبُكَ مِنْ صَفِيَّةَ كَذَا وَكَذَا! - قَالَ غَيْرُ مُسَدَّدٍ: تَعْنِي قَصِيرَةً -

فَقَالَ: "لَقَدْ قُلْتِ كَلِمَةً لَوْ مُزِجَتْ بِمَاءِ الْبَحْرِ لَمَزَجَتْهُ". قَالَتْ: وَحَكَيْتُ لَهُ إِنْسَانًا، فَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " مَا أُحِبُّ أَنِّي حَكَيْتُ إِنْسَانًا، وَإِنَّ لِي كَذَا وَكَذَا".

Bahwa ia pernah mengatakan kepada Nabi Saw. perihal keburukan Safiyyah. - Selain Musaddad menyebutkan bahwa Safiyyah itu wanita yang pendek -.

Maka Nabi Saw. bersabda: " Sesungguhnya kamu telah mengucapkan suatu kalimat (yang berdosa); seandainya kalimat itu dilemparkan ke dalam laut, tentulah dia dapat mencemarinya". 

Aisyah r.a. menyebutkan: lalu ia menceritakan perihal seseorang kepada Nabi Saw. Maka Nabi Saw. bersabda: " Aku Tidak Suka bila aku menceritakan perihal seseorang, lalu aku mendapatkan anu dan anu (yakni dosa)". [Sunan Abu Dawud No. (4875) dan Sunan al-Tirmidzi No. (2502, 2503)]

Imam Turmuzi meriwayatkan dengan sanadnya dari Aisyah r.a. dengan sanad yang sama.

Imam Turmuzi mengatakan: " bahwa hadits ini hasan sahih".

Ibnu Jarir meriwayatkan dengan sanadnya dari Hassan ibnul Mukhariq:

“أَنَّ امْرَأَةً دَخَلَتْ عَلَى عَائِشَةَ، فَلَمَّا قَامَتْ لِتَخْرُجَ أَشَارَتْ عائشَةُ بِيَدِهَا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -أَيْ: إِنَّهَا قَصِيرَةٌ- فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "اغْتَبْتِيهَا".

“Bahwa pernah seorang wanita menemui Aisyah r.a. di dalam rumahnya. Ketika wanita itu berdiri dan bangkit hendak keluar, Aisyah r.a. berisyarat kepada Nabi Saw. dengan tangannya yang menunjukkan bahwa wanita itu pendek.

Maka Nabi Saw. bersabda: " Engkau telah menggunjingnya". [Tafsir ath-Thabari (26/87)]

Ghibah atau mengumpat adalah perbuatan yang haram menurut kesepakatan semua ulama, tiada pengecualian kecuali hanya terhadap hal-hal yang telah diyakini kemaslahatannya, seperti dalam hal jarh dan ta'dil (yakni istilah ilmu mustalahul hadits yang menerangkan tentang predikat para perawi seorang demi seorang) serta dalam masalah nasihat.

Allah SWT. menyerupakan pelaku ghibah sebagaimana memakan daging manusia yang telah mati. Hal ini diungkapkan oleh Allah SWT. melalui firman-Nya:

{أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ}

Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. (Al-Hujurat: 12)

Ibnu Katsir berkata dalam Tafsir nya 7/380:

“أيْ كَما تكْرَهُون هذا طبْعا فاكْرَهُوه ذَاكَ شَرْعًا، فَإِنَّ عُقُوبَتَهُ أَشَدُّ مِنْ هَذَا، وَهَذَا مِنَ التَّنْفِيرِ عَنْهَا وَالتَّحْذِيرِ مِنْهَا كَمَا قال صلى الله عليه وسلم فِي الْعَائِدِ فِي هِبَتِهِ: «كَالْكَلْبِ يَقِيءُ ثُمَّ يَرْجِعُ فِي قَيْئِهِ» وَقَدْ قَالَ: «لَيْسَ لَنَا مَثَلُ السَّوْءِ»

“Yakni sebagaimana kamu tidak menyukai hal tersebut secara naluri, maka bencilah perbuatan tersebut demi perintah syara', karena sesungguhnya hukuman yang sebenarnya jauh lebih keras daripada yang digambarkan.

Ungkapan seperti ayat di atas hanyalah untuk menimbulkan rasa antipati terhadap perbuatan tersebut dan sebagai peringatan agar tidak dikerjakan.

Perihalnya sama dengan apa yang dikatakan oleh Rasulullah Saw. sehubungan dengan seseorang yang mencabut kembali hibahnya:

"كَالْكَلْبِ يَقِيءُ ثُمَّ يَرْجِعُ فِي قَيْئِهِ"

"Seperti anjing yang muntah, lalu memakan kembali muntahannya". [Al-Bukhari (2621) dan Muslim (1622)].

Dan sebelum itu beliau Saw. telah bersabda:

"لَيْسَ لَنَا مَثَلُ السَّوْءِ"

“Tiada bagi kami perumpamaan yang buruk". [Bukhari No. (2622)]." [Tafsir Ibnu Katsir 7/380].

Abu Daud meriwayatkan dari Al-Miswar bahwa Nabi Saw bersabda: 

"مَنْ أَكَلَ بِرَجُلٍ مُسْلِمٍ أُكْلَةً فَإِنَّ اللَّهَ يُطْعِمُهُ مِثْلَهَا فِي جَهَنَّمَ ، وَمِنْ كُسى ثَوْبًا بِرَجُلٍ مُسْلِمٍ فَإِنَّ اللَّهَ يَكْسُوهُ مِثْلَهُ فِي جَهَنَّمَ. وَمَنْ قَامَ بِرَجُلٍ مَقَامَ سمعةٍ وَرِيَاءٍ فَإِنَّ اللَّهَ يَقُومُ بِهِ مَقَامَ سُمْعَةٍ وَرِيَاءٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ".

Barang siapa yang memakan (daging) seorang muslim (yakni menggunjingnya) sekali makan (sekali gunjing), maka sesungguhnya Allah akan memberinya makanan yang semisal di dalam neraka Jahanam.

Dan barang siapa yang memakaikan suatu pakaian terhadap seorang muslim (yakni menghalalkan kehormatannya), maka Allah akan memakaikan kepadanya pakaian yang semisal di dalam neraka Jahanam.

Dan barang siapa yang berdiri karena ria dan pamer terhadap seseorang, maka Allah akan memberdirikannya di tempat pamer dan ria kelak di hari kiamat.

[Abu Dawud (4881) dan lafalnya adalah miliknya, dan Ahmad (18011) Di Shahihkan oleh al-Albaani dalam Hidayat ar-Ruwaah no. 4976 dan Shahih Abi Daud no. 4881].

Abu Daud meriwayatkan hadits ini secara munfarid.

Dari Anas ibnu Malik bahwa Rasulullah Saw. bersabda: 

"لَمَّا عُرِج بِي مَرَرْتُ بِقَوْمٍ لَهُمْ أَظْفَارٌ مِنْ نُحَاسٍ، يَخْمُشُونَ وُجُوهَهُمْ وَصُدُورَهُمْ، قُلْتُ: مَنْ هَؤُلَاءِ يَا جِبْرَائِيلُ ؟ قَالَ: هَؤُلَاءِ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ لُحُومَ النَّاسِ، وَيَقَعُونَ فِي أَعْرَاضِهِمْ".

"Ketika aku dinaikkan ke lagit (dimi'rajkan), aku melewati suatu kaum yang kuku mereka terbuat dari tembaga, kuku itu mereka gunakan untuk mencakar muka dan dada mereka. 

Aku lalu bertanya : "Wahai Jibril, siapa mereka itu?" 

Jibril menjawab : "Mereka itu adalah orang-orang yang memakan daging manusia (ghibah) dan merusak kehormatan [nama baik] mereka."

[ HR. Abu Dawud (4878) dan Ahmad (13340). Di Shahihkan al-Albaani dalam Shahih at-Targhib no. 2839].

Ibnu Abu Hatim meriwayatkan dari Abu Sa'id Al-Khudri yang mengatakan bahwa kami pernah berkata:

“قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ حَدِّثْنَا مَا رَأَيْتَ لَيْلَةَ أُسَرِيَ بِكَ؟ قَالَ: ثُمَّ انْطُلِقَ بِي إِلَى خَلْقٍ مِنْ خَلْقِ اللَّهِ كَثِيرٍ، رِجَالٍ وَنِسَاءٍ مُوكَلٌ بِهِمْ رِجَالٌ يَعْمِدُونَ إِلَى عُرْضِ جَنْبِ أحدهم، فيجذون منه الجذة من مثل النعل ثم يضعونه فِيِّ أَحَدِهِمْ. فَيُقَالُ لَهُ كُلْ كَمَا أَكَلْتَ وَهُوَ يَجِدُ مِنْ أَكْلِهِ الْمَوْتَ يَا مُحَمَّدُ لَوْ يَجِدُ الْمَوْتَ وَهُوَ يُكْرَهُ عَلَيْهِ، فَقُلْتُ: يَا جِبْرَائِيلُ مَنْ هَؤُلَاءِ؟ قَالَ: هَؤُلَاءِ الْهَمَّازُونَ واللمازون أَصْحَابُ النَّمِيمَةِ، فَيُقَالُ: أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتاً فَكَرِهْتُمُوهُ وَهُوَ يُكْرَهُ عَلَى أَكْلِ لَحْمِهِ ".

"Wahai Rasulullah, ceritakanlah kepada kami apa yang telah engkau lihat dalam perjalanan Isra (malam)mu."

Maka di antara jawaban beliau Saw. menyebutkan bahwa: 

".... kemudian aku dibawa menuju ke tempat sejumlah makhluk Allah yang banyak terdiri dari kaum laki-laki dan wanita. Mereka diserahkan kepada para malaikat yang berupa kaum laki-laki yang dengan sengaja mencomot daging lambung seseorang dari mereka sekali comot sebesar terompah, kemudian mereka jejalkan daging itu ke mulut seseorang lainnya dari mereka.

Lalu dikatakan kepadanya: "Makanlah ini sebagaimana dahulu kamu makan," sedangkan ia menjumpai daging itu adalah bangkai.

Jibril mengatakan: "Hai Muhammad, tentu saja itu menjijikannya, tetapi dipaksakan kepadanya untuk memakannya."

Aku bertanya: "Hai Jabrail, siapakah mereka itu?"

Jibril menjawab: "Mereka adalah orang-orang yang suka menggunjing dan mencela serta mengadu domba orang-orang lain."

Lalu dikatakan: "Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya."

Dan orang tersebut tidak suka memakannya (tetapi dipaksakan kepadanya). [Tafsir Ibnu Abi Hatim 10/3305 no. 18618]

Abu Daud At-Tayasili meriwayatkan di dalam kitab musnadnya, dari Anas:

“أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ النَّاسَ أَنْ يَصُومُوا يَوْمًا وَلَا يَفْطُرَنَّ أحدٌ حَتَّى آذَنَ لَهُ. فَصَامَ النَّاسُ، فَلَمَّا أَمْسَوْا جَعَلَ الرَّجُلُ يَجِيءُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَقُولُ: ظَلِلْتُ مُنْذُ الْيَوْمِ صَائِمًا، فَائْذَنْ لِي. فَأُفْطِرُ فَيَأْذَنُ لَهُ، وَيَجِيءُ الرَّجُلُ فَيَقُولُ ذَلِكَ، فَيَأْذَنُ لَهُ، حَتَّى جَاءَ رَجُلٌ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنْ فَتَاتَيْنِ مِنْ أَهْلِكَ ظَلَّتَا مُنْذُ الْيَوْمِ صَائِمَتَيْنِ، فَائْذَنْ لَهُمَا فَلْيفطرا فَأَعْرَضَ عَنْهُ، ثُمَّ أَعَادَ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا صَامَتَا، وَكَيْفَ صَامَ مَنْ ظَلَّ يَأْكُلُ لُحُومَ النَّاسِ؟ اذْهَبْ، فَمُرْهُمَا إِنْ كَانَتَا صَائِمَتَيْنِ أَنْ يَسْتَقْيِئَا". فَفَعَلَتَا، فَقَاءَتْ كُلُّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا عَلَقةً علقَةً فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرَهُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَوْ مَاتَتَا وَهُمَا فِيهِمَا لَأَكَلَتْهُمَا النَّارُ"

Bahwa Rasulullah Saw. pernah memerintahkan kepada orang-orang untuk melakukan puasa satu hari, dan tidak boleh ada seorang pun yang berbuka sebelum diizinkan baginya berbuka. Maka orang-orang pun melakukan puasa.

Ketika petang harinya seseorang datan'g kepada Rasulullah Saw., lalu berkata: " Ya Rasulullah SAW, telah sejak pagi hari saya puasa, maka izinkanlah bagiku untuk berbuka".

Kemudian dia diizinkan untuk berbuka. Dan datang lagi lelaki lainnya yang juga meminta izin untuk berbuka, lalu diizinkan baginya berbuka.

Kemudian datanglah seorang lelaki melaporkan: "Wahai Rasulullah ada dua remaja perempuan dari dari kalangan keluargamu sejak pagi melakukan puasa, maka berilah izin kepada keduanya untuk berbuka".

Tetapi Rasulullah Saw. berpaling darinya, lalu lelaki itu mengulang, lagi laporannya. Akhirnya Rasulullah Saw. bersabda: Keduanya tidak puasa, bagaimanakah dikatakan berpuasa seseorang yang terus-menerus memakan daging orang lain. Pergilah dan katakan pada keduanya, bahwa jika keduanya puasa hendaklah keduanya muntah.” 

Lalu keduanya melakukan apa yang diperintahkan oleh Nabi Saw. Ketika keduanya muntah, ternyata keduanya mengeluarkan darah kental. Lelaki itu datang kepada Nabi Saw. dan melaporkan apa yang telah terjadi, maka Nabi Saw. bersabda: 

Seandainya keduanya mati, sedangkan kedua darah kental itu masih ada dalam rongga perut keduanya, tentulah keduanya akan dibakar oleh api neraka.

[Musnad Al-Thayalisi No. (2107)]. Ibnu Katsir berkata: Sanad hadits di dhaif, sedangkan matannya garib. [Tafsir Ibnu Katsir 7/382].

Al-Hafidz Al-Baihaqi meriwayatkan dengan sanadnya dari Ubaid maula Rasulullah Saw:

أَنَّ امْرَأَتَيْنِ صَامَتَا عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَنَّ رَجُلًا أَتَى رَسُولَ اللَّهِ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ هَاهُنَا امْرَأَتَيْنِ صَامَتَا، وَإِنَّهُمَا كَادَتَا تَمُوتَانِ مِنَ الْعَطَشِ -أرَاهُ قَالَ: بِالْهَاجِرَةِ-فَأَعْرَضَ عَنْهُ -أَوْ: سَكَتَ عَنْهُ-فَقَالَ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، إِنَّهُمَا -وَاللَّهِ قَدْ مَاتَتَا أَوْ كَادَتَا تَمُوتَانِ. فَقَالَ: ادْعُهُمَا. فَجَاءَتَا، قال: فجيء بِقَدَحٍ -أَوْ عُسّ-فَقَالَ لِإِحْدَاهُمَا: " قِيئِي" فَقَاءَتْ مِنْ قَيْحٍ وَدَمٍ وَصَدِيدٍ حَتَّى قَاءَتْ نِصْفَ الْقَدَحِ. ثُمَّ قَالَ لِلْأُخْرَى: قِيئِي فَقَاءَتْ قَيْحًا وَدَمًا وَصَدِيدًا وَلَحْمًا وَدَمًا عَبِيطًا وَغَيْرَهُ حَتَّى مَلَأَتِ الْقَدَحَ. فَقَالَ: إِنَّ هَاتَيْنِ صَامَتَا عَمَّا أَحَلَّ اللَّهُ لَهُمَا، وَأَفْطَرَتَا عَلَى مَا حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِمَا، جَلَسَتْ إِحْدَاهُمَا إِلَى الْأُخْرَى فَجَعَلَتَا تَأْكُلَانِ لُحُومَ النَّاسِ.

Bahwa di masa Rasulullah Saw. pernah ada dua orang wanita puasa, lalu seorang lelaki datang kepada Rasulullah Saw. melaporkan:

"Wahai Rasulullah, di sini ada dua orang wanita yang puasa, tetapi keduanya hampir saja mati karena kehausan," [Perawi mengatakan: bahwa ia merasa yakin penyebabnya adalah karena teriknya matahari di tengah hari].

Rasulullah Saw. berpaling darinya atau diam tidak menjawab. Lelaki itu kembali berkata, "Wahai Nabi Allah, demi Allah, sesungguhnya keduanya sekarat atau hampir saja sekarat."

Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Panggillah keduanya,"

Lalu keduanya datang. Maka didatangkanlah sebuah wadah atau mangkuk, dan Nabi Saw. berkata kepada salah seorang wanita itu, "Muntahlah!"

Wanita itu mengeluarkan muntahan darah dan nanah sehingga memenuhi separo wadah itu. Kemudian Nabi Saw. berkata kepada wanita lainnya, "Muntahlah!"

Lalu wanita itu memuntahkan nanah, darah, muntahan darah kental, dan lainnya hingga wadah itu penuh.

Kemudian Nabi Saw. bersabda: " Sesungguhnya kedua wanita ini puasa dari apa yang dihalalkan oleh Allah bagi keduanya, tetapi keduanya tidak puasa dari apa yang diharamkan oleh Allah atas keduanya; salah seorang dari keduanya mendatangi yang lain, lalu keduanya memakan daging orang lain (menggunjingnya). [Lihat Tafsir Ibnu Katsir 7/382].

Di riwayatkan pula oleh Imam Ahmad dalam Al-Musnad (5/431) dan diriwayatkan pula oleh Ibnu Abi Al-Dunya dalam Silam No. (171) melalui Yazid Bin Harun dari Suleiman Al-Taymi di dalamnya.

Kemudian Imam Ahmad meriwayatkannya dengan sanadnya dari Sa'd maula Rasulullah Saw.,

أَنَّهُمْ أُمِرُوا بِصِيَامٍ، فَجَاءَ رَجُلٌ فِي نِصْفِ النَّهَارِ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فُلَانَةُ وَفُلَانَةُ قَدْ بَلَغَتَا الْجَهْدَ. فَأَعْرَضَ عَنْهُ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا، ثُمَّ قَالَ: "ادْعُهُمَا". فَجَاءَ بعُس -أَوْ: قَدَح-فَقَالَ لِإِحْدَاهُمَا: "قِيئِي"، فَقَاءَتْ لَحْمًا وَدَمًا عَبِيطًا وَقَيْحًا، وَقَالَ لِلْأُخْرَى مِثْلَ ذَلِكَ، فَقَالَ: "إِنَّ هَاتَيْنِ صَامَتَا عَمَّا أَحَلَّ اللَّهُ لَهُمَا، وَأَفْطَرَتَا عَلَى مَا حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِمَا، أَتَتْ إِحْدَاهُمَا لِلْأُخْرَى فَلَمْ تَزَالَا تَأْكُلَانِ لُحُومَ النَّاسِ حَتَّى امْتَلَأَتْ أجوافهما قَيْحًا".

Bahwa mereka diperintahkan untuk puasa, lalu di tengah hari datanglah seorang lelaki dan berkata: "Wahai Rasulullah, Fulanah dan Fulanah telah payah sekali," tetapi Nabi Saw. berpaling darinya. Hal ini berlangsung sebanyak dua atau tiga kali.

Pada akhirnya Rasulullah Saw. bersabda, "Panggilah keduanya." Maka Nabi Saw. datang membawa panci atau wadah, dan berkata kepada salah seorang dari kedua wanita itu, "Muntahlah."

Wanita itu memuntahkan daging, darah kental, dan muntahan.

Lalu Nabi Saw. berkata kepada wanita yang lainnya, "Muntahlah." Maka wanita itu memuntahkan hal yang sama.

Kemudian Rasulullah Saw. bersabda: " Sesungguhnya kedua wanita ini puasa dari apa yang dihalalkan oleh Allah bagi keduanya, tetapi keduanya tidak puasa dari apa yang diharamkan oleh Allah bagi keduanya. Salah seorang dari keduanya mendatangi yang lain, lalu keduanya terus-menerus memakan daging orang lain (menggunjingnya) hingga perut keduanya penuh dengan nanah".

[Lihat Tafsir Ibnu Katsir 7/382. Di riwayatkan pula oleh Imam Ahmad dalam Al-Musnad (5/431)]

Ibnu Katsir berkata: " Imam Baihaqi mengatakan bahwa demikianlah bunyi teks yang diriwayatkan dari Sa'd. Tetapi yang pertama (yaitu Ubaid) adalah yang paling sahih".

Al-Hafidz Abu Ya'la meriwayatkan dengan sanadnya dari salah seorang anak Abu Hurairah:

أَنَّ مَاعِزًا جَاءَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي قَدْ زَنَيْتُ فَأَعْرَضَ عَنْهُ -قَالَهَا أَرْبَعًا-فَلَمَّا كَانَ فِي الْخَامِسَةِ قَالَ: "زَنَيْتَ"؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: "وَتَدْرِي مَا الزِّنَا؟ " قَالَ: نَعَمْ، أَتَيْتُ مِنْهَا حَرَامًا مَا يَأْتِي الرَّجُلُ مِنَ امْرَأَتِهِ حَلَالًا. قَالَ: "مَا تُرِيدُ إِلَى هَذَا الْقَوْلِ؟ " قَالَ: أُرِيدُ أَنْ تُطَهِّرَنِي. قَالَ: فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَدْخَلْتَ ذَلِكَ مِنْكَ فِي ذَلِكَ مِنْهَا كَمَا يَغِيبُ المِيل فِي الْمُكْحُلَةِ والرِّشاء فِي الْبِئْرِ؟ ". قَالَ: نَعَمْ، يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ: فَأَمَرَ بِرَجْمِهِ فَرُجِمَ، فَسَمِعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلَيْنِ يَقُولُ أَحَدَهُمَا لِصَاحِبِهِ: أَلَمْ تَرَ إِلَى هَذَا الَّذِي سَتَرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فَلَمْ تَدَعْهُ نَفْسُهُ حَتَّى رُجمَ رَجْمَ الْكَلْبِ. ثُمَّ سَارَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى مَرّ بِجِيفَةِ حِمَارٍ فَقَالَ: أَيْنَ فُلَانٌ وَفُلَانٌ؟ انْزِلَا فَكُلَا مِنْ جِيفَةِ هَذَا الْحِمَارِ" قَالَا غَفَرَ اللَّهُ لَكَ يَا رَسُولَ، اللَّهِ وَهَلْ يُؤكل هَذَا؟ قَالَ: "فَمَا نِلْتُمَا مِنْ أَخِيكُمَا آنفا أشد أكلا من، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، إِنَّهُ الْآنَ لَفِي أَنْهَارِ الْجَنَّةِ يَنْغَمِسُ فِيهَا".

"Bahwa Ma'iz datang kepada Rasulullah Saw., lalu berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah berzina."

Rasulullah Saw. berpaling darinya hingga Ma'iz mengulangi ucapannya sebanyak empat kali, dan pada yang kelima kalinya Rasulullah Saw. balik bertanya, "Kamu benar telah zina?"

Ma'iz menjawab, "Ya."

Rasulullah Saw. bertanya, "Tahukah kamu apakah zina itu?" Ma'iz menjawab, "Ya, aku lakukan terhadapnya perbuatan yang haram, sebagaimana layaknya seorang suami mendatangi istrinya yang halal."

Rasulullah Saw. bertanya, "Apakah yang engkau maksudkan dengan pengakuanmu ini?" 

Ma'iz menjawab: "Aku bermaksud agar engkau menyucikan diriku (dari dosa zina)."

Maka Rasulullah Saw. bertanya: "Apakah engkau memasukkan itumu ke dalam itunya dia, sebagaimana batang celak dimasukkan ke dalam wadah celak dan sebagaimana timba dimasukkan ke dalam sumur?" 

Ma'iz menjawab: "Ya, wahai Rasulullah."

Maka Rasulullah Saw. memerintahkan agar Ma'iz dihukum rajam, lalu Ma'iz dirajam. Kemudian Nabi Saw. mendengar dua orang lelaki berkata. Salah seorang darinya berkata kepada yang lain (temannya):

"Tidakkah engkau saksikan orang yang telah ditutupi oleh Allah, tetapi dia tidak membiarkan dirinya hingga harus dirajam seperti anjing dirajam?"

Kemudian Nabi Saw berjalan hingga melalui bangkai keledai, lalu beliau Saw bersabda: "Dimanakah si Fulan dan si Fulan? Suruhlah keduanya turun dan memakan bangkai keledai ini."

Keduanya menjawab, "Semoga Allah mengampunimu, ya Rasulullah, apakah bangkai ini dapat dimakan?"

Nabi Saw. menjawab: Apa yang kamu berdua katakan tentang saudaramu tadi jauh lebih menjijikkan daripada bangkai keledai ini rasanya. Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan­Nya, sesungguhnya dia sekarang benar-benar berada di sungai-sungai surga menyelam di dalamnya.

[Musnad Abi Ya’la (6/524) dan diriwayatkan oleh Al-Bayhaqi dalam Al-Sunan Al-Kubra (8/227) melalui Amr Bin Al-Dahhak dengan itu; Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Al-Sunan No. (4429) melalui Ad-Dahhak].

Ibnu Katsir 7/383 berkata: " Sanad hadits sahih".

Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya dari Jabir ibnu Abdullah r.a. yang menceritakan:

كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَارْتَفَعَتْ رِيحُ جِيفَةٍ مُنْتِنَةٍ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَتَدْرُونَ مَا هَذِهِ الرِّيحُ؟ هَذِهِ رِيحُ الَّذِينَ يَغْتَابُونَ الْمُؤْمِنِينَ"

“Bahwa ketika kami bersama Nabi Saw., lalu terciumlah oleh kami bau bangkai yang sangat busuk. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Tahukah kalian, bau apakah ini? Ini adalah bau orang-orang yang suka menggunjing orang lain."

[Al-Musnad (3/351). Al-Haytsami berkata dalam Al-Majma’ (8/91): Para perawinya dapat dipercaya].

Jalur lain.

Abdu ibnu Humaid meriwayatkan dengan sanadnya dari Jabir ibnu Abdullah r.a. yang mengatakan:

كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ فَهَاجَتْ رِيحُ مُنْتِنَةٌ ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ نَفَرًا مِنَ الْمُنَافِقِينَ اغْتَابُوا نَاسًا مِنَ الْمُسْلِمِينَ، فَلِذَلِكَ بُعِثَتْ هَذِهِ الرِّيحُ" وَرُبَّمَا قَالَ: "فَلِذَلِكَ هَاجَتْ هَذِهِ الرِّيحُ"

bahwa ketika kami bersama Nabi Saw. dalam suatu perjalanan, tiba-tiba terciumlah bau yang sangat busuk. Maka Nabi Saw. bersabda: Sesungguhnya sejumlah orang-orang munafik telah menggunjing seseorang dari kaum muslim, maka hal tersebutlah yang menimbulkan bau yang sangat busuk ini. Dan barangkali beliau Saw. bersabda: Karena itulah maka tercium bau yang sangat busuk ini. [al-Muntakhob No. (1026)]

As-Saddi berkata:

“Sehubungan dengan firman Allah SWT.: 

{أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا}

Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? (Al-Hujurat: 12)

Ia menduga bahwa Salman r.a. ketika berjalan bersama dua orang sahabat Nabi Saw. dalam suatu perjalanan sebagai pelayan keduanya dan meringankan beban keduanya dengan imbalan mendapat makan dari keduanya.

Pada suatu hari ketika semua orang telah berangkat, sedangkan Salman tidak ikut berangkat bersama mereka melainkan tertidur, lalu kedua temannya itu menggunjingnya. Kemudian keduanya mencari Salman, tetapi tidak menemukannya. Akhirnya kedua teman Salman membuat kemah dan keduanya mengatakan seraya menggerutu:

"Tiada yang dikehendaki oleh Salman atau budak ini selain dari yang enaknya saja, yaitu datang tinggal makan dan kemah sudah dipasang."

Ketika Salman datang, keduanya mengutus Salman kepada Rasulullah Saw. untuk meminta lauk pauk. Maka Salman pun berangkat hingga datang kepada Rasulullah Saw. seraya membawa wadah lauk pauk.

Lalu Salman berkata: "Wahai Rasulullah, teman-temanku telah menyuruhku untuk meminta lauk pauk kepada engkau, jika engkau mempunyainya."

Rasulullah Saw. bersabda: 

"مَا يَصْنَعُ أَصْحَابُكَ بالأدْم؟ قَدِ ائْتَدَمُوا"

Apakah yang dilakukan oleh teman-temanmu dengan lauk pauk, bukankah mereka telah memperoleh lauk pauk? 

Maka Salman kembali kepada kedua temannya dan menceritakan kepada mereka apa yang telah dikatakan oleh Rasulullah Saw. Kemudian keduanya berangkat hingga sampai ke tempat Rasulullah Saw., lalu berkata:

“لَا وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ، مَا أَصَبْنَا طَعَامًا مُنْذُ نَزَلْنَا ".

"Demi Tuhan yang telah mengutusmu dengan hak, kami belum makan sejak pertama kali kami istirahat."

Rasulullah Saw. bersabda:

"إِنَّكُمَا قَدِ ائْتَدَمْتُمَا بِسَلْمَانَ بِقَوْلِكُمَا"

"Sesungguhnya kamu berdua telah mendapat lauk pauk dari Salman karena gunjinganmu (terhadapnya)".

Lalu turunlah firman Allah SWT: Sukakah seseorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? (Al-Hujurat: 12)

Sesungguhnya Salman saat itu sedang tidur. [Lihat Tafsir Ibnu Katsir 7/384].

Al-Hafidz Ad-Diya Al-Maqdisi telah meriwayatkan di dalam kitab Al-Mukhtar-nya dengan sanadnya dari Anas ibnu Malik r.a. yang telah menceritakan:

كَانَتِ الْعَرَبُ تَخْدِمُ بَعْضُهَا بَعْضًا فِي الْأَسْفَارِ، وَكَانَ مَعَ أَبِي بكر وعمر ما رَجُلٌ يَخْدِمُهُمَا، فَنَامَا فَاسْتَيْقَظَا وَلَمْ يُهَيِّئْ لَهُمَا طعاما، فقالا إن هذا لنؤوم، فَأَيْقَظَاهُ، فَقَالَا لَهُ: ائْتِ رَسُولَ اللَّهِ فَقُلْ لَهُ: إِنَّ أَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ يُقْرِئَانِكَ السَّلَامَ، وَيَسْتَأْدِمَانِكَ.

فَقَالَ: "إِنَّهُمَا قَدِ ائْتَدَمَا" فَجَاءَا فَقَالَا يَا رَسُولَ اللَّهِ، بِأَيِّ شَيْءٍ ائْتَدَمْنَا؟ فَقَالَ: "بِلَحْمِ أَخِيكُمَا، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، إِنِّي لَأَرَى لَحْمَهُ بَيْنَ ثَنَايَاكُمَا". فَقَالَا اسْتَغْفِرْ لَنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ فَقَالَ: "مُرَاه فَلْيَسْتَغْفِرْ لَكُمَا"

Bahwa dahulu sebagian orang-orang Arab biasa melayani sebagian yang lainnya dalam perjalanan. Dan tersebutlah Abu Bakar dan Umar r.a. membawa serta seorang lelaki yang melayani keduanya. Lalu keduanya tidur dan bangun, tetapi ternyata lelaki itu tidak menyediakan makanan untuk mereka berdua.

Lalu keduanya mengatakan bahwa sesungguhnya orang ini (yakni pelayan keduanya) suka tidur.

Dan keduanya membangunkan pelayannya itu dan mengatakan kepadanya: "Pergilah kepada Rasulullah Saw. dan katakan kepada beliau bahwa Abu Bakar dan Umar mengirimkan salam untuknya dan keduanya meminta lauk pauk dari beliau."

Ketika pelayan itu sampai di tempat Nabi Saw., maka beliau Saw. bersabda, "Sesungguhnya mereka berdua telah beroleh lauk pauk." 

Maka Abu Bakar dan Umar datang menghadap kepada Rasulullah Saw. dan bertanya, "Wahai Rasulullah, lauk pauk apakah yang telah kami peroleh?"

Maka Rasulullah Saw. menjawab: Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya aku melihat dagingnya (pesuruhmu itu) berada di dalam lambungmu. 

Keduanya berkata, "Wahai Rasulullah, mohonkanlah ampunan bagi kami."

Rasulullah Saw. bersabda: Perintahkanlah kepada lelaki itu (pelayanmu) untuk memohonkan ampun bagi kamu berdua. [al-Mukhtaarah karya al-Maqdisy No. (1697)].

Al-Hafidz Abu Ya'la meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah Saw.' bersabda: 

"مَنْ أَكَلَ مِنْ لَحْمِ أَخِيهِ فِي الدُّنْيَا، قُرِّب لَهُ لَحْمُهُ فِي الْآخِرَةِ، فَيُقَالُ لَهُ: كُلْهُ مَيْتًا كَمَا أَكَلْتَهُ حَيًّا. قَالَ: فَيَأْكُلُهُ ويَكْلَح وَيَصِيحُ".

Barang siapa yang memakan daging saudaranya sewaktu di dunia (yakni menggunjingnya), maka disuguhkan kepadanya daging saudaranya itu kelak di akhirat, lalu dikatakan kepadanya, -Makanlah ini dalam keadaan mati sebagaimana engkau memakannya dalam keadaan hidup.”

Abu Hurairah mengatakan, bahwa lalu dia memakannya, sekalipun dengan rasa jijik seraya menjerit.

Ibnu Katsir berkata: " Hadits ini garib sekali".

Al-Tabarani meriwayatkan dalam Al-Mu'jam Al-Awsath No. (4961) “Majma' Al-Bahrain” melalui Muhammad Bin Salamah dari Muhammad Bin Ishaq dengannya, dan dia berkata: Tidak ada yang meriwayatkan dari Ibnu Ishaq kecuali Muhammad Bin Salamah.

Al-Haytsami berkata dalam Al-Majma' (8/92):

"فيه ابن إسحاق وهو مدلس ومن لم أعرفه"

“Di dalamnya ada Ibn Ishaq, dan dia seorang mudallis dan seseorang yang tidak saya kenal.”

PAHALA BAGI PEMBELA ORANG YANG DIGUNJING [DI RUSAK NAMA BAIKNYA]:

Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya dari Sahl ibnu Mu'az ibnu Anas Al-Juhani dari ayahnya, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: 

"مَنْ حَمَى مُؤْمِنًا مِنْ مُنَافِقٍ يَعِيبُهُ، بَعَثَ اللَّهُ إِلَيْهِ مَلَكًا يَحْمِي لَحْمَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ نَارِ جَهَنَّمَ. وَمَنْ رَمَى مُؤْمِنًا بِشَيْءٍ يُرِيدُ شَيْنَهُ، حَبَسَهُ اللَّهُ عَلَى جِسْرِ جَهَنَّمَ حَتَّى يَخْرُجَ مِمَّا قَالَ".

Barang siapa yang membela seorang mukmin dari orang munafik yang menggunjingnya, maka Allah mengirimkan malaikat kepadanya untuk melindungi dagingnya kelak di hari kiamat dari api neraka Jahanam.

Dan barang siapa yang menuduh seorang mukmin dengan tuduhan yang ia maksudkan mencacinya, maka Allah menahannya di jembatan neraka Jahanam hingga ia mencabut kembali apa yang dituduhkannya itu.

[Al-Musnad (3/441) dan Sunan Abi Dawud No. (4883)]. Di nilai HASAN oleh al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Hidayat ar-Ruwaah 4/452 dan juga oleh al-Albaani dalam Shahih Abu Daud no. 4883.

Abu Daud meriwayatkan dengan sanadnya dari Jabir ibnu Abdullah dan Abu Talhah ibnu Sahl Al-Ansanri mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: 

"ما من امرىء يَخْذُلُ امْرَأً مُسْلِمًا فِي مَوْضِعٍ تُنْتَهَكُ فِيهِ حُرْمَتُهُ وَيُنْتَقَصُ فِيهِ مِنْ عِرْضِهِ، إِلَّا خَذَلَهُ اللَّهُ فِي مَوَاطِنَ يُحِبُّ فِيهَا نُصْرَتَهُ. وَمَا مِنَ امْرِئٍ يَنْصُرُ امْرَأً مُسْلِمًا فِي مَوْضِعٍ يُنْتَقَصُ فِيهِ مِنْ عِرْضِهِ، وَيُنْتَهَكُ فِيهِ مِنْ حُرْمَتِهِ ، إِلَّا نَصَرَهُ اللَّهُ فِي مَوَاطِنَ يُحِبُّ فِيهَا نُصْرَتَهُ".

"Tidaklah seseorang menghina seorang muslim di suatu tempat yang menyebabkan kehormatannya dilecehkan dan harga dirinya direndahkan, melainkan Allah SWT. akan balas menghinanya di tempat-tempat yang ia sangat memerlukan pertolongan-Nya.

Dan tidaklah seseorang membela seorang muslim di suatu tempat yang menyebabkan harga diri dan kehormatannya direndahkan, melainkan Allah akan menolongnya di tempat-tempat yang ia sangat memerlukan pertolongan-Nya.

[Sunan Abi Dawud No. (4884)] Di nilai dhaif oleh al-Albaani dalam Dha'if at-Targhiib no. 1553 dan 1700]

Imam Abu Daud meriwayatkan hadits ini secara munfarid (tunggal)

Salah Seorang ulama berkata:

يقول تعالى ناهيا عباده المؤمنين عن كثير من الظن ، وهو التهمة والتخون والتحذير للأهل والأقارب والناس في غير محله; لأن بعض ذلك يكون إثما محضا

“Allah SWT berfirman, melarang hamba-hamba-Nya yang beriman dari banyak prasangka, yaitu tuduhan, pengkhianatan dan tahdzir terhadap keluarga, kerabat, dan orang-orang dengan cara yang bukan pada tempat. Karena sebagian darinya adalah murni perbuatan dosa".

CARA BERTAUBAT ORANG YANG MENGGHIBAH

Firman Allah SWT.:

{وَاتَّقُوا اللَّهَ. إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ}

"Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. (Al-Hujurat: 12)

Al-Hafidz Ibnu Katsir berkata:

"قالَ الْجُمْهُورُ مِنَ الْعُلَمَاءِ: طَرِيقُ الْمُغْتَابِ لِلنَّاسِ فِي تَوْبَتِهِ أَنْ يُقلع عَنْ ذَلِكَ، وَيَعْزِمَ عَلَى أَلَّا يَعُودَ. وَهَلْ يُشْتَرَطُ النَّدَمُ عَلَى مَا فَاتَ؟ فِيهِ نِزَاعٌ، وَأَنْ يَتَحَلَّلَ مِنَ الَّذِي اغْتَابَهُ. وَقَالَ آخَرُونَ: لَا يُشْتَرَطُ أَنْ يَتَحَّلَلَهُ فَإِنَّهُ إِذَا أَعْلَمَهُ بِذَلِكَ رُبَّمَا تَأَذَّى أَشَدَّ مِمَّا إِذَا لَمْ يَعْلَمْ بِمَا كَانَ مِنْهُ، فَطَرِيقُهُ إِذًا أَنْ يُثْنِيَ عَلَيْهِ بِمَا فِيهِ فِي الْمَجَالِسِ الَّتِي كَانَ يَذُمُّهُ فِيهَا، وَأَنْ يَرُدَّ عَنْهُ الْغَيْبَةَ بِحَسْبِهِ وَطَاقَتِهِ، فَتَكُونَ تِلْكَ بِتِلْكَ".

“Jumhur ulama mengatakan bahwa cara bertobat dari menggunjing orang lain ialah hendaknya yang bersangkutan bertekad untuk tidak mengulangi lagi perbuatannya. Akan tetapi, apakah disyaratkan menyesali perbuatannya yang telah lalu itu?

Masalahnya masih diperselisihkan.

Dan hendaknya pelakunya meminta maaf kepada orang yang digunjingnya.

Ulama lainnya mengatakan: bahwa tidak disyaratkan meminta maaf dari orang yang digunjingnya, karena apabila dia memberitahu kepadanya apa yang telah ia lakukan terhadapnya, barangkali hatinya lebih sakit daripada seandainya tidak diberi tahu.

Dan cara yang terbaik ialah hendaknya pelakunya membersihkan nama orang yang digunjingnya di tempat yang tadinya dia mencelanya dan berbalik memujinya.

Dan hendaknya ia membela orang yang pernah digunjingnya itu dengan segala kemampuan sebagai pelunasan dari apa yang dilakukan terhadapnya sebelum itu. [Tafsir Ibnu Katsir 7/385]

GHIBAH BERBALUT TAHDZIR DAN NAHYI MUNKAR.HAJER BEDA MANHAJ BERBALUT TASHFIYAH SHUFUF.

Sebelum melangkah, kita yakinkan bahwa apa yang akan kita lakukan itu benar adanya bukan balutan atau kesalah kaprahan. Jangan sampai manhaj Ahlut Tafriiq wal 'Adaawah di kemas dengan Ahlus Sunnah wal Jamaah.

Manhaj Khawarij adalah pelajaran sangat penting bagi kita umat Islam. Manhaj Khawarij wajib kita waspadai, jangan sampai merasuki kita semua atau merasuki sebagian dari kita semua.

Orang yang paling dzalim adalah orang yang berdutsa mengatas namakan Allah, seperti halnya mengemas kemungkaran dengan kemasan syar'i.

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ ٱفْتَرَىٰ عَلَى ٱللَّهِ كَذِبًا ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ يُعْرَضُونَ عَلَىٰ رَبِّهِمْ وَيَقُولُ ٱلْأَشْهَٰدُ هَٰٓؤُلَآءِ ٱلَّذِينَ كَذَبُوا۟ عَلَىٰ رَبِّهِمْ ۚ أَلَا لَعْنَةُ ٱللَّهِ عَلَى ٱلظَّٰلِمِينَ

Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah? Mereka itu akan dihadapkan kepada Tuhan mereka, dan para saksi akan berkata: "Orang-orang inilah yang telah berdusta terhadap Tuhan mereka". Ingatlah, kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zalim [QS. Hud: 18].

Dalam hal ini contoh nya adalah sbb:

1] Minuman keras di kemas dengan nama lain agar nampak baik dan halal.

2] Memecah belah dan menghalalkan darah kaum muslimin dikemas dengan slogan menegakkan khilafah dan hukum Allah, dengan berteriak: " Tidak Hukum kecuali Hukum Allah ".

3] Ghibah [menggunjing] dikemas dengan Tahdzir dan Nahi Munkar.

4] Tajassus [nyari-nyari kesalahan orang lain] dikemas dengan Membersihkan Barisan Kelompoknya Dari Pemahaman Sesat [تَصْفِيَةُ الصُّفُوْف].

5] Hajer muslim lain yang tidak semanhaj, Saling memutuskan persaudaraan [تَقَاطَعُوا], saling membelakangi [تَدَابَرُوا], saling membenci [تَبَاغَضُوا] dan saling mendengki [تَحَاسَدُوا] DIKEMAS dengan Nahyi Munkar, Hajer Ahlul Bid'ah dan Ahlul Ahwaa.

6] Menggelari muslim lain yang tidak menerapkan Manhaj Hajer, Tahdzir dan Tashfiyatush-Shufuuf dengan gelar HIZBI. Padahal hakikat manhaj ini adalah manhaj Tafriiq [pemecah belah].

Imam Bukhari telah menyebutkan dalam kitab Shahih-nya dalam Bab:

[بَابُ: مَا جَاءَ فِيمَنْ يَسْتَحِلُّ الْخَمْرَ، وَيُسَمِّيهِ بِغَيْرِ اسْمِهِ]

Bab: Apa-Apa yang Datang Seputar Orang yang Menghalalkan Khamr dan MENGGANTINYA dengan NAMA LAIN.

Kemudian beliau membawakan hadits sebagai berikut dengan sanad nya:

Dari ‘Abdurrahman bin Ghunm Al-Asy’ary ia berkata: Telah menceritakan kepadaku Abu ‘Aamir atau Abu Malik Al-Asy’ary: – demi Allah dia ia tidak mendustaiku – bahwa ia telah mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: 

"‏ لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الْحِرَ وَالْحَرِيرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ، وَلَيَنْزِلَنَّ أَقْوَامٌ إِلَى جَنْبِ عَلَمٍ يَرُوحُ عَلَيْهِمْ بِسَارِحَةٍ لَهُمْ، يَأْتِيهِمْ ـ يَعْنِي الْفَقِيرَ ـ لِحَاجَةٍ فَيَقُولُوا ارْجِعْ إِلَيْنَا غَدًا‏.‏ فَيُبَيِّتُهُمُ اللَّهُ وَيَضَعُ الْعَلَمَ، وَيَمْسَخُ آخَرِينَ قِرَدَةً وَخَنَازِيرَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ ‏"‏‏

“Akan ada di kalangan umatku suatu kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamr, alat musik (al-ma’aazif).

Dan sungguh akan ada beberapa kaum akan mendatangi tempat yang terletak di dekat gunung tinggi. Lalu mereka didatangi orang yang berjalan kaki untuk suatu keperluan.

Lantas mereka berkata: “Kembalilah besok !”. 

Maka pada malam harinya, Allah menimpakan gunung tersebut kepada mereka dan sebagian yang lain dikutuk menjadi kera dan babi hingga hari kiamat”. [HR. Al-Bukhari no. 5268].

Dan Allah SWT berfirman:

اَلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَلَمْ يَلْبِسُوْٓا اِيْمَانَهُمْ بِظُلْمٍ اُولٰۤىِٕكَ لَهُمُ الْاَمْنُ وَهُمْ مُّهْتَدُوْنَ ࣖ

“Orang-orang yang beriman dan mereka tidak mencampuradukkan [membalut] iman mereka dengan kedzaliamn, mereka itulah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mereka mendapat petunjuk. [QS. al-'An'aam: 82]

Syekh Abd al-Rahman bin Nashir bin Sa’di berkata dalam (الرِّياض النَّاضِرة) (hal. 105-106):

((ومن أعظم المحرمات وأشنع المفاسد إشاعة عثراتهم والقدح فيهم في غلطاتهم، وأقبح من هذا وأقبح: إهدار محاسنهم عند وجود شيء من ذلك، وربما يكون – وهو الواقع كثيراً – أن الغلطات التي صدرت منهم لهم فيها تأويل سائغ ، ولهم اجتهادهم فيه، معذورون والقادح فيهم غير معذور.

وبهذا وأشباهه يظهر لك الفرق بين أهل العلم الناصحين والمنتسبين للعلم من أهل البغي والحسد والمعتدين.

فإن أهل العلم الحقيقي قصدهم التعاون على البر والتقوى، والسعي في إعانة بعضهم بعضاً في كل ما عاد إلى هذا الأمر، وستر عورات المسلمين وعدم إشاعة غلطاتهم والحرص على تنبيههم بكل ممكن من الوسائل النافعة، والذب عن أعراض أهل العلم والدين، و لا ريب أن هذا من أفضل القُرُبات.

ثم لو فرض أن ما أخطأوا أو عثروا ليس لهم تأويل و لا عذر، لم يكن من الحق والإنصاف أن تُهدر المحاسن وتُمحى حقوقهم الواجبة بهذا الشيء اليسير، كما هو دأب أهل البغي والعدوان، فإن هذا ضرره كبير وفساده مستطير، أي عالم لم يخطئ وأي حكيم لم يعثر؟))

Salah satu hal-hal yang diharamkan terbesar dan mafsadah yang paling keji adalah mempublikasikan kekurangan mereka, kecacatan mereka dan kesalahan mereka. Dan ada yang lebih buruk dari ini dan bahkan lebih busuk: yaitu menyia-nyiakan dan tidak menghargai semua kebajikan mereka ketika terjadi adanya hal yang seperti itu.

Maka dengan ini dan yang semisalnya, akan nampak jelas bagi anda: perbedaan antara orang-orang berilmu yang tulus memberi nasihat dan orang-orang yang ngaku-ngaku dirinya sebagai ahli ilmu padahal mereka itu kaum pemecah belah, pendengki, dan melampaui batas.

Maka sesungguhnya orang-orang berilmu sejati, mereka berniat bekerja sama dalam kebaikan dan ketakwaan. Dan berjuang untuk saling membantu satu sama lain dalam segala hal yang berhubungan dengan masalah ini, dan untuk menutupi kesalahan kaum muslimin, dan tidak menyebarkan kesalahan mereka, dan bersemangat untuk memperingatkan mereka, dengan segala cara yang bermanfaat, dan membela serta menjaga kehormatan orang-orang yang berilmu dan ahli agama.

Tidak diragukan lagi bahwa ini adalah salah satu ibadah yang terbaik untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Kemudian, jika diasumsikan bahwa kesalahan mereka atau kekeliruan mereka tidak memungkinkan ada takwil dan tidak ada udzur untuk itu, maka bukanlah sikap yang benar dan bijak bagi Anda jika menyia-nyiakan dan tidak menghargai kebaikan-kebaikannya dan menghapus hak mereka hanya karena hal yang kecil dan sepele ini - sebagaimana yang kebiasan dilakukan oleh para kaum pemecah belah dan penebar permusuhan -; dikarenakan ini mudhorotnya besar, dan mafsadahnya akan tersebar luas.

Lalu Ahli Ilmu mana yang tidak pernah membuat kesalahan? Orang bijak mana yang tidak pernah tersandung? [KUTIPAN SELESAI]

[Lihat pula: Multaqo Ahlil Hadits – al-Maktabah asy-Syaamilah al-Haditsah 4/116].

WAJIB BERSYUKUR HIDUP DITENGAH MAYORITAS KAUM MUSLIMIN

Allah SWT berfirman:

﴿ وَاذْكُرُوْٓا اِذْ اَنْتُمْ قَلِيْلٌ مُّسْتَضْعَفُوْنَ فِى الْاَرْضِ تَخَافُوْنَ اَنْ يَّتَخَطَّفَكُمُ النَّاسُ فَاٰوٰىكُمْ وَاَيَّدَكُمْ بِنَصْرِهٖ وَرَزَقَكُمْ مِّنَ الطَّيِّبٰتِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ ﴾

“Dan ingatlah ketika kalian (para Muhajirin) masih (berjumlah) sedikit, lagi tertindas di bumi (Mekah), dan kalian takut orang-orang (Mekah) akan menculik kalian, maka Dia memberi kalian tempat menetap (Madinah) dan dijadikan-Nya kalian kuat dengan pertolongan-Nya dan diberi-Nya kalian rezeki yang baik agar kalian bersyukur". (QS. Al-Anfal: 26)




Posting Komentar

0 Komentar