Oleh: Kang Fakhri
KAJIAN NIDA AL-ISLAM
DAFTAR ISI:
- PENDAHULUAN
- KRONOLOGI TRAGEDI SYAHIDNYA HUSEIN (RA)
- SEBELUM KEPERGIAN HUSEIN (RA) KE IRAK
- POSISI YAZID BIN MU’WIYAH DALAM PERISTIWA INI
- KEPALA HUSEIN (RA):
- BAGAIMANA SIKAP KITA TERHADAP PERISTIWA KARBALA?
- SIAPAKAH YANG MEMBUNUH HUSAIN (RA)?
*****
بسم الله الرحمن الرحيم
PENDAHULUAN
Kisah tragedi tentang syahidnya Al-Husain adalah salah satu peristiwa paling penting dalam sejarah umat ini. Tidak hanya karena itu adalah kejahatan besar di mana cucu Rasulullah SAW dibunuh secara zalim, tetapi juga karena peristiwa ini menjadi isu terbesar yang diperdagangkan selama ratusan tahun, kadang-kadang karena motif agama, dan sebagian besar karena motif politik. Bahkan beberapa kelompok Abbasiyah yang memanfaatkan peristiwa ini untuk menjatuhkan penguasa Bani Umayyah, kemudian setelah itu kelompok Abbasiyah berperang melawan keturunan Al-Hasan dan Al-Husain yang merupakan sekutu mereka dalam penggulingan kekuasaan Umayyah. Dengan demikian, peristiwa Al-Husain menjadi salah satu isu yang paling sering digunakan oleh para penjajah sejarah untuk memecah belah umat ini, mencemari sejarahnya secara keseluruhan, dan menarik pemuda-pemuda Muslim dengan emosi mereka sehingga akhirnya meragukan prinsip-prinsip agama ini, memanfaatkan banyak ketidaktahuan mereka tentang kenyataan pahit dari peristiwa ini. Oleh karena itu, dalam artikel ini, penulis akan mencoba menceritakan kisah sebenarnya tentang syahidnya pemuda pilihan ahli surga, Al-Husain, semoga Allah meridhainya, tidak hanya untuk memahami aspek-aspek sejarahnya yang penting, tetapi juga untuk membela pahlawan besar kita, Al-Husain, menghadapi penjajah sejarah.
Kisah syahidnya Al-Husain, semoga Allah meridhainya, terkait dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelumnya. Setelah terjadinya fitnah di kalangan umat Muslim antara Ali dan Muawiyah, semoga Allah meridhainya keduanya, dan banyaknya yang mati terbunuh di kalangan umat Islam karena fitnah tersebut, akhirnya kalimat umat Muslim kembali bersatu setelah Amirul Mukminin Al-Hasan, semoga Allah meridhainya, melepaskan kekhalifahannya demi kemashlahatan Muawiyah bin Abi Sufyan, semoga Allah meridhainya. Umat Muslim pun kembali bersatu dan pergerakan penyebaran Islam pun kembali bangkit di berbagai penjuru dunia. Untuk pertama kalinya dalam sejarah perseteruan antara umat Muslim dengan Kekaisaran Romawi, khalifah Muslim mengirimkan pasukan besar untuk menyerang ibu kota Romawi, Konstantinopel, dan tanda-tanda negara Islam mulai muncul dengan jelas di panggung peristiwa.
KRONOLOGI TRAGEDI SYAHIDNYA HUSEIN (RA)
Pada saat itu, Khalifah Muawiyah bin Abi Sufyan mengangkat putranya, Yazid bin Muawiyah, sebagai pewaris tahta. Banyak dari sisa sahabat dan tabi'in memberikan baiat kepada Yazid, namun sebagian lain dari para sahabat menolak untuk memberikan baiat, di antaranya adalah Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas, Al-Husain bin Ali, Abdullah bin Az-Zubair, dan Abdurrahman bin Abu Bakr, semoga Allah meridhainya semuanya.
Ketika Muawiyah (RA) mendekati ajalnya, dia mengirimkan wasiat kepada putranya Yazid, mendesaknya pertama-tama untuk menjaga keamanan di wilayah kaum Muslimin.
Ibnu Katsir, seorang ahli sejarah besar dalam Islam, meriwayatkan isi wasiat tersebut dalam kitabnya "Al-Bidayah wa An-Nihayah" 11/645. Dalam riwayat itu disebutkan:
أَنَّ مُعَاوِيَةَ أَوْصَى خَلِيْفَتَهُ يَزِيْدَ وَقَالَ لَهُ: وَاعْرِفْ شَرَفَ أَهْلِ الْمَدِيْنَةِ وَمَكَّةَ فَإِنَّهُمْ أَصْلُكَ وَعَشِيْرَتُكَ، وَاحْفَظْ لِأَهْلِ الشَّامِ شَرَفَهُمْ، فَإِنَّهُمْ أَنْصَارُكَ وَحُمَاتُكَ وَجُنْدُكَ الَّذِيْنَ بِهِمْ تَصُوْلُ وَتَنْتَصِرُ عَلَى أَعْدَائِكَ، وَتَصِلُ إِلَى أَهْلِ طَاعَتِكَ.
bahwa Muawiyah berpesan kepada khalifahnya yang akan datang, Yazid, dengan kata-kata: "Kenalilah kehormatan penduduk Madinah dan Mekah, karena mereka adalah asalmu dan suku-sukumu. Dan jaga kehormatan penduduk Syam, karena mereka adalah pendukungmu, pelindungmu, dan pasukanmu yang membantumu dalam menghadapi musuh-musuhmu, dan dengan mereka engkau menggapai penduduk yang patuh padamu."
Dan di dalam wasiat itu juga, menurut riwayat Ibnu Katsir [ al-Bidayah 11/392] disebutkan:
أَنَّ مُعَاوِيَةَ أَوْصَى رَجُلَيْنِ أَنْ يُبْلِغَا السَّلَامَ لِيَزِيْدَ، وَأَنْ يَقُوْلاَ لَهُ: تُوْصِي بِأَهْلِ الْحِجَازِ، وَإِنْ سَأَلَهُ أَهْلُ الْعِرَاقِ فِي كُلِّ يَوْمٍ أَنْ يَعْزِلَ عَنْهُمْ عَامِلاً وَيُوَلِّي عَلَيْهِمْ عَامِلاً فَلْيَفْعَلْ، فَعَزَلَ وَاحِدًا أَحَبَّ إِلَيْكَ مِنْ أَنْ يُسِلَّ عَلَيْكَ مَائَةَ أَلْفِ سَيْفٍ، وَأَنْ يَتُوْصَى بِأَهْلِ الشَّامِ، وَأَنْ يَجْعَلَهُمْ أَنْصَارَهُ، وَأَنْ يَعْرِفَ لَهُمْ حَقَّهُمْ.
وَأَضَافَ مُعَاوِيَةُ فِي وَصِيَّتِهِ لِيَزِيْدَ: "وَلَسْتُ أَخَافُ عَلَيْكَ مِنْ قُرَيْشٍ سَوَى ثَلاثَةٍ، الْحُسَيْنِ، وَابْنِ عُمَرَ، وَابْنِ الزُّبَيْرِ، فَأَمَّا ابْنُ عُمَرَ فَقَدْ وَقَدَّتْهُ الْعِبَادَةُ، وَأَمَّا الْحُسَيْنُ فَرَجُلٌ ضَعِيْفٌ وَأَرْجُوْ أَنْ يَكْفِيكَهُ اللهُ تَعَالَى بِمَنْ قَتَلَ أَبَاهُ وَخَذَلَ أَخَاهُ، وَإِنَّ لَهُ رَحِمًا مَاسَةً وَحَقًّا عَظِيْمًا، وَقُرَابَةً مِنْ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَلَا أَظُنُّ أَهْلَ الْعِرَاقِ تَارِكِيْهِ حَتَّى يَخْرُجُوْهُ، فَإِنْ قَدِرْتَ عَلَيْهِ فَاصْفَحْ عَنْهُ فَإِنِّي لَوْ صَاحِبْتُهُ عَفَوْتُ عَنْهُ".
Bahwa Muawiyah mewasiatkan dua orang untuk menyampaikan salam kepada Yazid, dan agar mereka berdua mengatakan kepadanya: 'Berbuat baiklah terhadap penduduk Hijaz, dan jika penduduk Irak meminta untuk mengganti pegawai mereka, maka gantilah pegawai itu dengan pegawai yang lebih baik. Memecat satu orang lebih baik bagimu daripada ratusan pedang terhunus, dan wasiatkanlah baik-baik terhadap penduduk Syam dan jadikan mereka sebagai pendukungmu dan kenalilah hak-hak mereka.'
Muawiyah menambahkan dalam wasiatnya kepada Yazid:
'Aku hanya khawatirkan tiga orang dari kalangan Quraisy, yaitu Al-Husain, Ibnu Umar, dan Ibnu Az-Zubair. Adapun tentang Ibnu Umar, maka ibadah telah membentuknya. Adapun tentang Al-Husain, ia adalah seorang yang lemah dan aku harap Allah akan mencukupimu dengannya dengan orang yang membunuh ayahnya dan mengkhianati saudaranya. Padahal ia memiliki hubungan kekerabatan yang sangat dekat dengan Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Aku tidak berpikir bahwa penduduk Irak akan meninggalkannya sehingga ia keluar dari situ. Jika kamu mampu berlaku baik terhadapnya, maka maafkanlah dia. Aku jika berada di tempatmu pasti akan memaafkannya.'" [Selesai Kutipan dari Ibnu Katsir]
Pada tahun 60 H, ketika Muawiyah bin Abu Sufyan wafat, penduduk Irak mendengar kabar bahwa Husein bin Ali belum berbaiat kepada Yazid bin Muawiyah, maka orang-orang Irak mengirimkan utusan kepada Husein yang membawakan baiat mereka secara tertulis kepadanya:
“Penduduk Irak tidak ingin kalau Yazid bin Muawiyah yang menjadi khalifah, bahkan mereka tidak menginginkan Muawiyah, Utsman, Umar, dan Abu Bakar menjadi khalifah, yang mereka inginkan adalah Ali dan anak keturunannya menjadi pemimpin umat Islam “.
Melalui utusan tersebut sampailah 500 pucuk surat lebih yang menyatakan akan membaiat Husein sebagai khalifah.
Setelah surat itu sampai di Mekah, Husein tidak terburu-buru membenarkan isi surat itu. Ia mengirimkan sepupunya, Muslim bin Aqil, untuk meneliti kebenaran kabar baiat ini. Sesampainya Muslim di Kufah, ia menyaksikan banyak orang yang sangat menginginkan Husein menjadi khalifah. Lalu mereka membaiat Husein melalui perantara Muslim bin Aqil. Baiat itu terjadi di kediaman Hani’ bin Urwah.
Kabar ini akhirnya sampai ke telinga Yazid bin Muawiyah di ibu kota kekhalifahan, Syam, lalu ia mengutus Ubaidullah bin Ziyad menuju Kufah untuk mencegah Husein masuk ke Irak dan meredam pemberontakan penduduk Kufah terhadap otoritas kekhalifahan. Saat Ubaidullah bin Ziyad tiba di Kufah, masalah ini sudah sangat memanas. Ia terus menanyakan perihal ini hingga akhirnya ia mengetahui bahwa kediaman Hani’ bin Urwah adalah sebagai tempat berlangsungnya pembaiatan dan di situ juga Muslim bin Aqil tinggal.
Ubaidullah menemui Hani’ bin Urwah dan menanyakannya tentang gejolak di Kufah. Ubaidullah ingin mendengar sendiri penjelasan langsung dari Hani’ bin Urwah walaupun sebenarnya ia sudah tahu tentang segala kabar yang beredar.
Dengan berani dan penuh tanggung jawab terhadap keluarga Nabi (Muslim bin Aqil adalah keponakan Nabi), Hani’ bin Urwah mengatakan, “Demi Allah, sekiranya (Muslim bin Aqil) bersembunyi di kedua telapak kakiku ini, aku tidak akan memberitahukannya kepadamu!” Ubaidullah lantas memukulnya dan memerintahkan agar ia ditahan.
Mendengar kabar bahwa Ubaidullah memenjarakan Hani’ bin Urwah, Muslim bin Aqil bersama 4000 orang yang membaiatnya mengepung istana Ubaidullah bin Ziyad. Pengepungan itu terjadi di siang hari.
Ubaidullah bin Ziayd merespon ancaman Muslim dengan mengatakan akan mendatangkan sejumlah pasukan dari Syam. Ternyata gertakan Ubaidullah membuat takut Syiah (pembela) Husein ini. Mereka pun berkhianat dan berlari meninggalkan Muslim bin Aqil hingga tersisa 30 orang saja yang bersama Muslim bin Aqil, dan belumlah matahari terbenam hanya tersisa Muslim bin Aqil seorang diri.
Muslim pun ditangkap dan Ubaidullah memerintahkan agar ia dibunuh. Sebelum dieksekusi, Muslim meminta izin untuk mengirim surat kepada Husein, keinginan terakhirnya dikabulkan oleh Ubaidullah bin Ziyad.
Isi surat Muslim kepada Husein adalah:
"ارْجِعْ بِأَهْلِكَ، وَلَا يُغْرِنَّكَ أَهْلُ الْكُوفَةِ، فَإِنَّ أَهْلَ الْكُوفَةِ قَدْ كَذَبُوكَ وَكَذَّبُونِي، وَلَيْسَ لِكَاذِبٍ رَأْيٌ"
“Pergilah, pulanglah kepada keluargamu! Jangan engkau tertipu oleh penduduk Kufah. Sesungguhnya penduduk Kufah telah berkhianat kepadamu dan juga kepadaku. Orang-orang pendusta itu tidak memiliki pandangan (untuk mempertimbangkan masalah)”.
Muslim bin Aqil pun dibunuh, padahal saat itu adalah hari Arafah.
Husein berangkat dari Mekah menuju Kufah di hari tarwiyah. Banyak para sahabat Nabi menasihatinya agar tidak pergi ke Kufah. Di antara yang menasihatinya adalah Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Zubair, Abu Said al-Khudri, Abdullah bin Amr, saudara tiri Husein, Muhammad al-Hanafiyah dll.
Abu Said al-Khudri (ra) mengatakan,
يَا أَبَا عَبْدِ اللَّهِ إِنِّي لَكَ نَاصِحٌ وَإِنِّي عَلَيْكُم مُشَفِّقٌ، قَدْ بَلَغَنِي أَنَّهُ كَاتِبُكُمْ قَوْمٌ مِنْ شِيعَتِكُم بِالْكُوفَةِ يَدْعُونَكَ إِلَى الْخُرُوجِ إِلَيْهِمْ، فَلَا تَخْرُجْ إِلَيْهِمْ فَإِنِّي سَمِعْتُ أَبَاكَ يَقُولُ فِي الْكُوفَةِ: وَاللَّهِ لَقَدْ مَلَلْتُهُمْ وَأَبْغَضْتُهُمْ وَمَلُّونِي وَأَبْغَضُونِي وَمَا يَكُونُ مِنْهُمْ وَفَاءً قَطُّ، وَمَنْ فَازَ بِهِمْ فَازَ بِالسَّهْمِ الْأَخِيبِ، وَاللَّهِ مَا لَهُمْ نِيَّاتٌ وَلَا عَزِمٌ عَلَى أَمْرٍ وَلَا صَبْرٌ عَلَى سَيْفٍ.
“Sesungguhnya aku adalah seorang penasihat untukmu, dan aku sangat menyayangimu. Telah sampai berita bahwa orang-orang yang mengaku sebagai Syiahmu (pembelamu) di Kufah menulis surat kepadamu. Mereka mengajakmu untuk bergabung bersama mereka, janganlah engkau pergi bergabung bersama mereka karena aku mendengar ayahmu –Ali bin Abi Thalib- mengatakan tentang penduduk Kufah:
‘Demi Allah, aku bosan dan benci kepada mereka, demikian juga mereka bosan dan benci kepadaku. Mereka tidak memiliki sikap memenuhi janji sedikit pun. Niat dan kesungguhan mereka tidak ada dalam suatu permasalahan (mudah berubah pen.). Mereka juga bukan orang-orang yang sabar ketika menghadapi pedang (penakut pen.)’. [Arsyif Multaqo Ahlil Hadits – al-Maktabah asy-Syaamilah al-Haditsah 196/867]
Abdullah bin Zubair (ra) berkata kepada Husain (ra):
"أَيْنَ تَذْهَبُ؟! تَذْهَبُ إِلَى قَوْمٍ قَتَلُوا أَبَاكَ وَطَعَنُوا أَخَاكَ لَا تَذْهَبُ"
"Ke mana engkau pergi? Engkau akan pergi kepada suatu kaum yang telah membunuh ayahmu dan menusuk saudaramu. Jangan pergi!" Namun Husain tidak mau kecuali untuk keluar. [Arsyif Multaqo Ahlil Hadits – al-Maktabah asy-Syaamilah al-Haditsah 196/866]
Imam Asy-Sya'bi berkata:
كَانَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ بِمَكَّةَ فَبَلَغَهُ أَنَّ الْحُسَيْنَ قَدْ تَوَجَّهَ إِلَى الْعِرَاقِ فَلَحَقَهُ عَلَى مُسَيَّرَةِ ثَلَاثِ لَيَالٍ فَقَالَ: أَيْنَ تُرِيدُ؟ قَالَ: الْعِرَاقَ، وَأَخْرَجَ لَهُ الْكُتُبَ الَّتِي أُرْسِلَتْ مِنَ الْعِرَاقِ يُعْلِنُونَ أَنَّهُم مَعَهُ وَقَالَ: هَذِهِ كُتُبُهُمْ وَبُيِّعَتْهُمْ، قَالَ ابْنُ عُمَرَ: " إِنِّي مُحَدِّثُكَ حَدِيثًا، إِنَّ جِبْرِيلَ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَخَيَّرَهُ بَيْنَ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ فَاخْتَارَ الْآخِرَةَ وَلَمْ يُرِدِ الدُّنْيَا وَإِنَّكَ بِضْعَةٌ مِنْهَا، وَاللَّهُ لَا يَلِيهَا أَحَدٌ مِنْكُمْ أَبَدًا، وَمَا صَرَفَهَا اللَّهُ عَنْكُمْ إِلَّا لِلَّذِي هُوَ خَيْرٌ لَكُمْ، فَأَبَى أَنْ يَرْجِعَ فَاعْتَنَقَهُ ابْنُ عُمَرَ وَبَكَى وَقَالَ: "أُسْتُودِعُكَ اللَّهَ مِنْ قَتِيلٍ".
Ibnu Umar (semoga Allah meridhainya) berada di Makkah ketika dia mendapatkan kabar bahwa Husain telah menuju ke Irak. Maka dia mengejarnya selama tiga malam perjalanan. Ketika sampai, dia bertanya, "Kemana engkau pergi?"
Husain menjawab, "Ke Irak." Lalu Husein memperlihatkan kepadanya surat-surat yang telah dikirim dari Irak yang menyatakan dukungan mereka terhadap dirinya. Dia berkata: "Inilah surat-surat dan bukti kesetiaan mereka."
Abdullah bin Umar (ra) berkata: “Aku hendak menyampaikan kepadamu beberapa kalimat. Sesungguhnya Jibril datang kepada Nabi (SAW). Kemudian memberikan dua pilihan kepada beliau antara dunia dan akhirat, maka beliau memilih akhirat dan tidak mengiginkan dunia. Engkau adalah darah dagingnya, demi Allah tidaklah Allah memberikan atau menghindarkan kalian (ahlul bait) dari suatu hal, kecuali hal itu adalah yang terbaik untuk kalian”.
Husein tetap enggan membatalkan keberangkatannya. Abdullah bin Umar pun menangis dan memeluknya, lalu mengatakan: “Aku titipkan engkau kepada Allah dari pembunuhan”. [Arsyif Multaqo Ahlil Hadits – al-Maktabah asy-Syaamilah al-Haditsah 196/867]
Setelah meneruskan keberangkatannya, datanglah kabar kepada Husein tentang tewasnya Muslim bin Aqil.
Husein pun sadar bahwa keputusannya ke Irak keliru, dan ia hendak pulang menuju Mekah atau Madinah, namun anak-anak Muslim mengatakan,
“Janganlah engkau pulang, sampai kita menuntut hukum atas terbunuhnya ayah kami”.
Karena menghormati Muslim dan berempati terhadap anak-anaknya, Husein akhirnya tetap berangkat menuju Kufah dengan tujuan menuntut hukuman bagi pembunuh Muslim.
Bersamaan dengan itu Ubaidullah bin Ziyad telah mengutus al-Hurru bin Yazid at-Tamimi dengan membawa 1000 pasukan untuk menghadang Husein agar tidak memasuki Kufah.
Bertemulah al-Hurru dengan Husein di Qadisiyah, ia mencoba menghalangi Husein agar tidak masuk ke Kufah. Husein mengatakan,
“Celakalah ibumu, menjauhlah dariku”.
Al-Hurru menjawab: “Demi Allah, kalau saja yang mengatakan itu adalah orang selainmu akan aku balas dengan menghinanya dan menghina ibunya, tapi apa yang akan aku katakan kepadamu, ibumu adalah wanita yang paling mulia, radhiallahu ‘anha”.
Saat Husein menginjakkan kakinya di daerah Karbala, tibalah 4000 pasukan lainnya yang dikirim oleh Ubaidullah bin Ziyad dengan pimpinan pasukan Umar bin Saad.
Husein mengatakan: “Apa nama tempat ini?”
Orang-orang menjawab: “Ini adalah daerah Karbala.”
Kemudian Husein menanggapi: “Karbun (musibah) dan balaa’ (bencana).”
Melihat pasukan dalam jumlah yang sangat besar, Husein (ra) menyadari tidak ada peluang baginya. Lalu ia mengatakan:
“Aku ada dua alternatif pilihan,
(1) kalian mengawal (menjamin keamananku) pulang atau
(2) kalian biarkan aku pergi menghadap Yazid di Syam.
Sementara al-Hafidz Ibnu Katsir dalam al-Bidayah (9/242) menyebutkan bahwa al-Husein menawarkan tiga alternatif:
وَطَلَبَ مِنْهُمْ الحُسَيْنُ إحدَى ثَلاثٍ، إمَّا أَنْ يَدْعُوهُ يَرْجِعُ مِنْ حَيْثُ جَاءَ، وَإِمَّا أَنْ يَذْهَبَ إِلَى ثُغْرٍ مِنَ الثُّغُورِ فَيُقَاتِلَ فِيهِ، أَوْ يَتْرُكُوهُ حَتَّى يَذْهَبَ إِلَى يَزِيدَ بْنِ مُعَاوِيَّةَ فَيَضَعُّ يَدَهُ فِي يَدِهِ، فَيَحْكُمَ فِيهِ بِمَا شَاءَ".
“al-Husein meminta untuk dirinya salah satu dari tiga alternatif:
(1) mereka membiarkannya pulang ke tempat asal.
(2) membiarkannya pergi ke perbatasan antara negeri Islam dan Negeri Kafir harbi untuk berjihad.
(3) atau membiarkan dirinya menghadap Yazid bin Mu’awiyah, maka dia berbaiat kepadanya, lalu silahkan dia memvonis hukum pada dirinya sesuai yang ia kehendaki “.
Umar bin Saad menjawab: Engkau pergi menghadap Yazid, tapi sebelumnya engkau akan menghadap Ubaidullah bin Ziyad terlebih dahulu.
Akan tetapi permintan Hussein ditolak, dan pada akhirnya mereka bersikeras agar Hussain menyerahkan dirinya kepada Ubaidullah bin Ziyad, dan dia harus ridho dengan aturan Ubaidullah bin Ziyad sesuai dengan apa yang dia inginkan, sehingga pahlawan Islam yang agung Hussein bin Ali menolak untuk diatur-atur nasibnya oleh mereka, dan orang-orang dari Bani Hasyim tidak mengenal makna tawanan sebelum Islam datang.
Maka Al-Hussein berkata:
"لَا وَاللهِ لَا أَنزِلُ عَلَى حُكْمِ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ زِيَادٍ أَبَدًا".
"Tidak, demi Allah, saya tidak mau mengikuti aturan Ubaidullah bin Ziyad."
Dan jumlah mereka yang bersama Husein adalah tujuh puluh dua pasukan berkuda , sementara pasukan yang bersama Ibnu Ziyad jumlahnya lima ribu, dan ketika kedua pasukan berdiri berhadapan, Husain berkata kepada pasukan Ibnu Ziyad::
"رَاجِعُوا أَنفُسَكُمْ وَحَاسِبُوهَا، هَلْ يَصِلُحُ لَكُمْ قِتَالُ مِثْلِي؟ وَأَنَا ابْنُ بِنْتِ نَبِيِّكُمْ، وَلَيْسَ عَلَى وَجْهِ الْأَرْضِ ابْنُ بِنْتِ نَبِيٍّ غَيْرِي، وَقَدْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِي وَلِأَخِي: "هَذَانِ سَيِّدَا شَبَابِ أَهْلِ الْجَنَّةِ"."
“Cobalah kalian introspeksi pada diri kalian dan coba kalian pertimbangkanlah lagi ! apakah cocok dan baik bagi kalian untuk memerangi orang seperti aku? Dan aku adalah putra dari putri Nabi-kalian, dan tidak ada di muka bumi seorang putra dari putri Nabi selain aku, dan Rasulullah (SAW) berkata kepadaku dan saudaraku:
هذَان سَيِّدًا شَبابِ أهلِ الجَنَّةِ
“Dua anak ini pimpinan para pemuda ahli surga “.
Beliau (ra) menganjurkan mereka agar meninggalkan Ubaidullah bin Ziyad dan bergabung dengannya.
Maka dari mereka bergabung lah dengannya 30 pasukan, diantara nya: AL-HURR BIN YAZID AT-TAMIMY, yang sebelumnya dia itu panglima perang garda terdepan dari pasukan nya Ubaidullah bin Yazid. Maka ada yang protes kepada al-Hurr bin Yazid at-Tamimy: Bukankah engkau datang bersama kami sebagai panglima perang garda depan pasukan, dan sekarang kamu bergabung dengan al-Husein?
Maka al-Hurr bin Yazid menjawab:
وَيْحَكَمْ! وَاللَّهِ إِنِّي أُخِيرُ نَفْسِي بَيْنَ الْجَنَّةِ وَالنَّارِ، وَاللَّهِ لَا أَخْتَارُ عَلَى الْجَنَّةِ وَلَوْ قُطِعَتْ وَأُحْرِقَتْ.
“Celaka lah kamu, demi Allah aku dihadapkan untuk diriku pilihan antara syurga dan neraka. Dan demi Allah aku memilih syurga, meskipun aku harus dipotong-potong atau di bakar “.
Setelah itu al-Husein sholat Dzuhur dan Ashar di hari Kamis. Beliau sholat bersama sama dengan dua pasukan, pasukan Ubaidullah bin Ziyad dan pasukan al-Husein. Dan beliau berkata: Dari kalian imam, dan dari kami imam. lalu mereka berkata: tidak, akan tetapi kami sholat dibelakangmu sebagai imam “. Maka mereka sholat bermakmum di belakang al-Husein sholat Dzuhur dan Ashar.
Maka ketika sudah dekat waktu sholat Maghrib, tiba-tiba mereka pasukan Ubaidullah bergerak dengan pasukan berkudanya ke arah al-Husein. Lalu Husein pun setelah melihat mereka langsung memegang pedangnya, dan beliau baru saja tertidur sebentar, maka beliau bertanya: “ Apa ini? “.
Mereka menjawab: “ Mereka datang “.
Lalu beliau berkata: “Pergilah temuin mereka, coba tanyakan kepada mereka ada perlu apa!?“.
Maka dua puluh pasukan berkuda, diantaranya: al-Abbaas bin ‘Ali bin Abi Thoolib saudara al-Husein, pergi menemui mereka dan menanyakan tujuannya. Mereka menjawab: “ Tinggal pilih, menyerah dan mengikuti keputusan hukum Ubaidullah bin Ziyad atau berperang?
Maka pasukan al-Husen berkata: “ Nanti kami sampaikan kepada Abu Abdillah (al-Husein) “, lalu mereka pun menyampaikan kabar tsb kepadanya.
Al-Husein berkata: “ Sampaikan kepada mereka, kasih kami kesempatan untuk malam ini, nanti besok pagi akan kami kabarkan keputusannya, malam ini aku mau sholat menghadap Rabbku, karena aku lebih suka sholat dulu mengahdap Rabbku tabaaroka wata’aala “. Maka beliau di malam harinya sholat menghadap Rabbnya, memohon ampunan dan berdoa kepada Allah swt, Dia dan orang-orang yang bersamanya (radhiyallaahu 'anhum ).
Dan di pagi Hari Juma’t berkecamuklah perang diantara dua pasukan, karena al-Husein (ra) menolak untuk di jadikan tawanan oleh Ubaidullah bin Ziyad.
Dua pasukan ini sangat tidak berimbang [ 73 + 30 pasukan melawan 5000 pasukan ]. Maka pasukan al-Husein melihat tidak mungkin bisa mengalahkan pasukan lawan, pada akhirnya mereka memutuskan bahwa satu-satunya harapan adalah mati terbunuh di hadapan al-Husein bin Ali bin Abi Thaalib, maka mereka pun tumbang satu persatu di hadapannya, hingga tidak ada yang tersisa kecuali al-Husein bin Ali. Dan saat itu putra beliau Ali bin al-Husein sedang sakit. Saat itu siang terasa panjang dan Husein pun masih exist.
Tidak ada seorangpun yang berani menyerangnya, mereka mundur untuk menghidari terjadinya pembunuhan terhadap al-Husein. Orang-orang Kufah merasa takut dan segan untuk membunuhnya, masih tersisa sedikit rasa hormat mereka kepada darah keluarga Nabi Muhammad (SAW).
Kondisi seperti ini terus berlangsung sehingga datanglah salah seorang yang mujrim [penjahat], namanya Syamr bin Dzil Jausyan ( شَمْرُ بنُ ذِي الجَوْشَنْ ), lalu dia teriak sambil memanggil manggil manusia: “ celaka lah kalian, Semoga kalian kehilangan ibu kalian, kalian kepung dia, bunuhlah “, maka orang-orang pun berdatangan dan mengepung al-Husein bin Ali, maka terjadilah pertempuran diantara meraka, satu persatu dari pasukan musuh tumbang dan mati, beliau bertarung seperti binatang buas, akan tetapi jumlah lawan yang terlalu banyak telah melumpuhkan keberaniannya.
Lalu Syamr bin Dzi al-Jausyan berteriak: “ Celaka lah kalian, apalagi yang kalian tunggu?? Majuuu ! “ maka mereka pun maju dan berhasil membunuh al-Husein (ra). Dan orang yang langsung membunuh al-Husein adalah Sinaan bin Anas an-Nakho’i ( سَنَانُ بنُ أنسِ النَّخْعِيُّ ) dan dia pula yang memenggal kepala beliau. Tapi ada yang mengatakan: Syamr “.
Yang perlu pembaca ketauhi Ubaidullah bin Ziyad, Amr bin Dzi al-Jausyan, dan Sinan bin Anas adalah pembela Ali (Syiah nya Ali) di Perang Shiffin.
Ini adalah sebuah kisah pilu yang sangat menyedihkan, celaka dan terhinalah orang-orang yang turut serta dalam pembunuhan Husein dan ahlul bait yang bersamanya. Bagi mereka kemurkaan dari Allah. Semoga Allah merahmati dan meridhai Husein dan orang-orang yang tewas bersamanya.
Di antara ahlul bait yang terbunuh bersama Husein adalah:
– Anak-anak Ali bin Abi Thalib: Abu Bakar, Muhammad, Utsman, Ja’far, dan Abbas.
– Anak-anak Husein bin Ali: Ali al-Akbar dan Abdullah.
– Anak-anak Hasan bin Ali: Abu Bakar, Abdullah, Qosim.
– Anak-anak Aqil bin Abi Thalib: Ja’far, Abdullah, Abdurrahman, dan Abdullah bin Muslim bin Aqil.
– Anak-anak dari Abdullah bin Ja’far bin Abi Thalib: ‘Aun dan Muhammad.
Dari Ummu Salamah bawasanya Jibril datang kepada Nabi (SAW) “…Jibril bertanya: “Apakah engkau mencintai Husein wahai Muhammad?”
Nabi menjawab, “Tentu”
Jibril melanjutkan, “Sesungguhnya umatmu akan membunuhnya. Kalau engkau mau, akan aku tunjukkan tempat dimana ia akan terbunuh.”
Kemudian Nabi diperlihatkan tempat tersebut, sebuah tempat yang dinamakan Karbala. (HR. Ahmad dalam Fadhailu ash-Shahabah, ia mengatakan hadis ini hasan).
Adapun berita-berita bahwa langit menurunkan hujan darah, dinding-dinding berdarah, batu yang diangkat lalu di bawahnya terdapat darah, dll. karena sedih dengan tewasnya Husein, berita-berita ini tidak bersumber dari rujukan yang shahih.
[ Lihat: Taarikh ath-Thobari 4/313 dan sesudahnya, Al-Bidaayah wa'n-Nihaayah (11/651) dan Siyar A'laam an-Nubala' (4/370)]
SEBELUM KEPERGIAN HUSEIN (RA) KE IRAK.
Banyak sahabat Nabi yang berusaha mencegahnya dan melarangnya berangkat ke Irak. Husein pun menyadari hal itu dan ia sempat hendak pulang, namun anak-anak Muslim bin Aqil memintanya mengambil sikap atas terbunuhnya ayah mereka. Husein dengan penuh tanggung jawab tidak lari dari permasalahan ini. Dari peristiwa ini tampaklah kezaliman dan kesombongan orang-orang Kufah (Syiah-nya Husein) terhadap ahlul bait Nabi ‘alaihumu ash-shalatu wa salam.
Sekiranya Husein ‘(RA) menuruti nasihat para sahabat tentu tidak terjadi peristiwa ini, akan tetapi Allah telah menetapkan takdirnya.
Terbunuhnya Husein ini tentu saja tidak sebesar peristiwa terbunuhnya para Nabi, semisal dipenggalnya kepala Nabi Yahya oleh seorang raja, karena calon istri raja tersebut meminta kepala Nabi Yahya bin Zakariya sebagai mahar pernikahan. Demikian juga dibunuhnya Nabi Zakariya oleh Bani Israil, dan nabi-nabi lainnya. Demikian juga dengan terbunuhnya Hamzah, Umar dan Utsman.
Semua kejadian itu lebih besar dibanding dengan peristiwa dibunuhnya Husein (RA).
POSISI YAZID BIN MU’WIYAH DALAM PERISTIWA INI
Pendapat yang terkenal dan masyhur adalah bahwa Yazid ibn Mu'aawiyah tidak mengeluarkan perintah untuk membunuh al-Husain (RA) dan tidak menyetujuinya. Bahkan dia mengutuk Ibnu Ziyaad karena membunuhnya, dan dia menghormati keluarga al-Husain yang telah bersamanya selama perjalanannya itu, dan selama perjalanan mereka kembali ke Madinah. Dia tidak menawan mereka.
Jadi dalam permasalahan ini, Yazid sama sekali tidak turut campur. Aku mengakatakan hal ini bukan untuk membela Yazid tetapi hanya untuk mendudukan permasalahan yang sebenarnya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan:
“Yazid bin Muawiyah tidak memerintahkan untuk membunuh Husein. Ini adalah kesepatakan para ahli sejarah. Yazid hanya memerintahkan Ubaidullah bin Ziyad agar mencegah Husein untuk memasuki wilayah Irak. Ketika Yazid mendengar tewasnya Husein, Yazid pun terkejut dan menangis.
Setelah itu Yazid memuliakan keluarga Husein dan mengamankan anggota keluarga yang tersisa sampai ke daerah mereka.
Adapun riwayat yang menyatakan bahwa Yazid merendahkan perempuan-perempuan ahlul bait lalu membawa mereka ke Syam, ini adalah riwayat yang batil.
Bani Umayyah (keluarga Yazid) selalu memuliakan Bani Hasyim (keluarga Rasulullah).
Sebelumnya Yazid telah mengirim surat kepada Husein ketika di Mekah, ternyata saat surat itu tiba Husein telah berangkat menuju Irak. Surat itu berisikan syair dari Yazid untuk melunakkan hati Husein agar tidak berangkat ke Irak dan Yazid juga menyatakan kedekatan kekerabatan mereka. Bibi Yazid, Ummu Habibah adalah istri Rasulullah dan kakek (Jawa: mbah buyut) Yazid dan Husein adalah saudara kembar.
Syekh al-Islam Ibnu Taymiyah (semoga Allah merahmatinya) berkata:
“وُلِدَ يَزِيدَ بْنَ مُعَاوِيَةَ فِي خِلَافَةِ عُثْمَانَ بْنِ عفان رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، وَلَمْ يكن مِنْ الْمَشْهُورِينَ بِالدِّينِ وَالصَّلَاحِ ، وَكَانَ مِنْ شُبَّانِ الْمُسْلِمِينَ، وَتَوَلَّى بَعْدَ أَبِيهِ عَلَى كَرَاهَةٍ مِنْ بَعْضِ الْمُسْلِمِينَ ، وَرِضًا مِنْ بَعْضِهِمْ ، وَكَانَ فِيهِ شَجَاعَةٌ وَكَرَمٌ ، وَلَمْ يَكُنْ مُظْهِرًا لِلْفَوَاحِشِ كَمَا يَحْكِي عَنْهُ خُصُومُهُ ،
وَجَرَتْ فِي إمَارَتِهِ أُمُورٌ عَظِيمَةٌ: - أَحَدُهَا مَقْتَلُ الْحُسَيْنِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ.
وَهُوَ لَمْ يَأْمُرْ بِقَتْلِ الْحُسَيْنِ ، وَلَا أَظْهَرَ الْفَرَحَ بِقَتْلِهِ ؛ وَلَا نَكَّتَ بِالْقَضِيبِ عَلَى ثَنَايَاهُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، وَلَا حَمَلَ رَأْسَ الْحُسَيْنِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ إلَى الشَّامِ ، لَكِنْ أَمَرَ بِمَنْعِ الْحُسَيْنِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، وَبِدَفْعِهِ عَنْ الْأَمْرِ ، وَلَوْ كَانَ بِقِتَالِهِ ".
Yazid ibn Mu'aawiyah lahir pada masa kekhalifahan 'Utsman ibn 'Affaan (RA) dan bukan salah satu dari mereka yang terkenal dengan komitmen dan kesalehan agama. Dia adalah salah satu pemuda Muslim, dan dia menjadi khalifah setelah kematian ayahnya meskipun ada keberatan dari beberapa Muslim dan dengan persetujuan yang lain. Dia seorang pemberani dan murah hati, dan dia tidak secara terbuka melakukan perbuatan maksiat seperti yang dikatakan lawan-lawannya tentang dia.
Pada masa pemerintahannya terjadi beberapa peristiwa penting, salah satunya adalah pembunuhan al-Husain (RA).
Dia tidak mengeluarkan perintah agar al-Husain dibunuh, dan dia tidak mengungkapkan kegembiraan atas pembunuhannya, dan dia tidak menyodok gigi al-Husain (RA) dengan tongkat atau membawa kepala al-Husain ke Suriah. Tapi dia mengeluarkan perintah agar al-Husain (RA) dilawan dan usahanya untuk menjadi khalifah harus dihalangi, bahkan jika itu berarti memerangi dia". [ Akhiri kutipan. Majmu' al-Fataawa (3/410)]
Diriwayatkan bahwa setelah itu dia menyesali pembunuhan al-Husain dan dia biasa berkata:
ثُمَّ يَقُولُ: لَعَنَ اللَّهُ ابْنَ مَرْجَانَةَ [ يعني: عبيد الله بن زياد] فَإِنَّهُ أَخْرَجَهُ وَاضْطَرَّهُ ، وَقَدْ كَانَ سَأَلَهُ أَنْ يُخَلِّيَ سَبِيلَهُ ، أَوْ يَأْتِيَنِي ، أَوْ يَكُونَ بِثَغْرٍ مِنْ ثُغُورِ الْمُسْلِمِينَ حَتَّى يَتَوَفَّاهُ اللَّهُ تَ عَالَى، فَلَمْ يَفْعَلْ، وَأَبَى عَلَيْهِ ، وَقَتَلَهُ ، فَبَغَّضَنِي بِقَتْلِهِ إِلَى الْمُسْلِمِينَ ، وَزَرَعَ لِي فِي قُلُوبِهِمُ الْعَدَاوَةَ ، فَأَبْغَضَنِي الْبَرُّ وَالْفَاجِرُ ، بِمَا اسْتَعْظَمَ النَّاسُ مِنْ قَتْلِي حُسَيْنًا، مَا لِي وَلِابْنِ مَرْجَانَةَ، لَعَنَهُ اللَّهُ ، وَغَضِبَ عَلَيْهِ”
"وَمَا كَانَ عَلَيَّ لَوِ احْتَمَلْتُ الْأَذَى ، وَأَنْزَلْتُهُ فِي دَارِي ، وَحَكَّمْتُهُ فِيمَا يُرِيدُهُ ، وَإِنْ كَانَ عَلَيَّ فِي ذَلِكَ وَكَفٌ وَوَهْنٌ فِي سُلْطَانِي ؛ حِفْظًا لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَرِعَايَةً لِحَقِّهِ وَقَرَابَتِهِ
"Mestinya tidak terjadi sesuatu yang membuat diri saya menangung rasa sakit dan membiarkannya datang ke rumah saya, dan mestinya saya biarkan dia mendapatkan apa yang dia inginkan, bahkan jika yang menyebabkan melemahnya kekuatan dan otoritas saya, demi Rasulullah (SAW) dan dalam menunjukkan rasa hormat kepadanya dan kepada anggota rumah tangganya?
Kemudian dia juga berkata:
“لَعَنَ اللَّهُ ابْنَ مَرْجَانَةَ [ يعني: عبيد الله بن زياد] فَإِنَّهُ أَخْرَجَهُ وَاضْطَرَّهُ ، وَقَدْ كَانَ سَأَلَهُ أَنْ يُخَلِّيَ سَبِيلَهُ ، أَوْ يَأْتِيَنِي ، أَوْ يَكُونَ بِثَغْرٍ مِنْ ثُغُورِ الْمُسْلِمِينَ حَتَّى يَتَوَفَّاهُ اللَّهُ تَعَالَى، فَلَمْ يَفْعَلْ، وَأَبَى عَلَيْهِ ، وَقَتَلَهُ ، فَبَغَّضَنِي بِقَتْلِهِ إِلَى الْمُسْلِمِينَ ، وَزَرَعَ لِي فِي قُلُوبِهِمُ الْعَدَاوَةَ ، فَأَبْغَضَنِي الْبَرُّ وَالْفَاجِرُ ، بِمَا اسْتَعْظَمَ النَّاسُ مِنْ قَتْلِي حُسَيْنًا، مَا لِي وَلِابْنِ مَرْجَانَةَ، لَعَنَهُ اللَّهُ ، وَغَضِبَ عَلَيْهِ".
Semoga Allah mengutuk Ibn Marjaanah [yaitu, 'Ubaidullah ibn Ziyaad], karena dia menyerangnya dan memaksanya untuk berperang, ketika dia memintanya untuk melepaskannya dan membiarkan dia datang kepadaku, atau untuk pergi dan menjaga salah satu perbatasan kaum muslimin sampai Allah Ta'ala mencabut nyawanya. Tapi dia tidak melakukan itu, dan dia menolak untuk membiarkan dia melakukan (salah satu dari hal-hal itu), dan dia menolaknya dan membunuhnya.
Dan dengan membunuhnya maka dia telah membuat saya dibenci kaum muslimin dan dia telah menanamkan permusuhan di hati mereka terhadap saya. Maka orang yang baik dan orang yang ahli maksiat pun semuanya membeciku ; karena anggapan orang-orang tentang betapa serius nya aku membunuh Husain. Seandainya saja saya tidak pernah berhubungan dengan Ibnu Marjaanah, semoga Allah melaknatnya dan murka kepadanya. [Al-Bidaayah wa'n-Nihaayah (11/651); Siyar A'laam an-Nubala' (4/370)]
Ibnu Katsir (semoga Allah mengasihani dia) berkata:
“يَزِيدُ بْنُ مُعَاوِيَةَ: أَكْثَرُ مَا نُقِمَ عَلَيْهِ فِي عَمَلِهِ شُرْبُ الْخَمْرِ ، وَإِتْيَانُ بَعْضِ الْفَوَاحِشِ ، فَأَمَّا قَتْلُ الْحُسَيْنِ فَإِنَّهُ ـ كَمَا قَالَ جَدُّهُ أَبُو سُفْيَانَ يَوْمَ أُحُدٍ ـ لَمْ يَأْمُرْ بِذَلِكَ ، وَلَمْ يَسُؤْهُ.
وَقَدْ قَدَّمْنَا أَنَّهُ قَالَ: لَوْ كُنْتُ ، أَنَا لَمْ أَفْعَلْ مَعَهُ مَا فَعَلَهُ ابْنُ مَرْجَانَةَ ؛ يَعْنِي عُبَيْدَ اللَّهِ بْنَ زِيَادٍ. وَقَالَ لِلرُّسُلِ الَّذِينَ جَاءُوا بِرَأْسِهِ: قَدْ كَانَ يَكْفِيكُمْ مِنَ الطَّاعَةِ دُونَ هَذَا ، وَلَمْ يُعْطِهِمْ شَيْئًا، وَأَكْرَمَ آلَ بَيْتِ الْحُسَيْنِ ، وَرَدَّ عَلَيْهِمْ جَمِيعَ مَا فُقِدَ لَهُمْ ، وَأَضْعَافَهُ ، وَرَدَّهُمْ إِلَى الْمَدِينَةِ فِي تَجَمُّلٍ وَأُبَّهَةٍ عَظِيمَةٍ ، وَقَدْ نَاحَ أَهْلُهُ فِي مَنْزِلِهِ عَلَى الْحُسَيْنِ مَعَ آلِهِ ـ حِينَ كَانُوا عِنْدَهُمْ ـ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ".
Yazid ibn Mu'aawiyah: perbuatan terburuknya yang mungkin dikritik adalah minum khamr [minuman keras] dan melakukan beberapa perbuatan yang memalukan. Adapun pembunuhan al-Husain, dia - seperti yang dikatakan kakeknya Abu Sufyan pada hari Uhud [tentang mutilasi Hamzah (RA) dan orang lain yang terbunuh selama pertempuran] - tidak mengeluarkan perintah untuk itu, juga tidak membuatnya kesal.
Kita telah melihat di atas bahwa dia berkata: Jika itu aku, aku tidak akan melakukan padanya apa yang dilakukan oleh Ibnu Marjaanah – yang berarti 'Ubaidullah ibn Ziyaad.
Dan dia berkata kepada para utusan yang membawa kepala al-Husain kepadanya: " Sudah cukup ketaatan kalian tanpa harus melakukan ini ".
Dia tidak memberi mereka hadiah apapun, dan dia menghormati anggota keluarga al-Husain dan mengembalikan kepada mereka semua yang telah diambil dari mereka, dan berkali-kali lipat dilebihi. Dan dia mengirim mereka kembali ke Madinah dengan cara yang sangat bermartabat dan terhormat. Keluarganya di rumahnya berkabung untuk al-Husain bersama keluarga al-Husain – yang menginap bersama mereka – selama tiga hari. [ Akhiri kutipan.: Lihat: Al-Bidaayah wa'n-Nihaayah (11/650)
Ini bukan pembelaan terhadap Yazid atau memihaknya. Pandangan moderat tentang dia adalah bahwa dia berada di bawah aturan yang sama dengan penguasa buruk dan tidak adil lainnya, jadi dia tidak dianggap sebagai sekutu atau tidak pula sebagai musuh, dan dia tidak dicintai atau tidak dicerca.
Syekh al-Islam Ibnu Taymiyah (semoga Allah merahmatinya) berkata:
“وَلِهَذَا كَانَ الَّذِي عَلَيْهِ مُعْتَقَدُ أَهْلِ السُّنَّةِ وَأَئِمَّةِ الْأُمَّةِ: أَنَّهُ لَا يُسَبُّ وَلَا يُحَبُّ ، قَالَ صَالِحُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ: قُلْت لِأَبِي: إنَّ قَوْمًا يَقُولُونَ: إنَّهُمْ يُحِبُّونَ يَزِيدَ ، قَالَ: يَا بُنَيَّ وَهَلْ يُحِبُّ يَزِيدَ أَحَدٌ يُؤْمِنُ بِاَللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ؟. فَقُلْت: يَا أَبَتِ فَلِمَاذَا لَا تلعنه؟ قَالَ: يَا بُنَيَّ وَمَتَى رَأَيْت أَبَاك يَلْعَنُ أَحَدًا؟ ".
Oleh karena itu pandangan orang-orang yang mengikuti keyakinan Ahlussunnah dan para ulama terkemuka ummat adalah bahwa dia tidak harus dicela dan tidak harus dicintai.
Shalih bin Ahmad bin Hanbal berkata: Aku berkata kepada ayahku: Ada sebagian orang-orang mengatakan bahwa mereka mencintai Yazid.
Dia berkata: Wahai anakku, apakah orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir akan mencintai Yazid?
Aku berkata: Wahai ayahku, mengapa engkau tidak mengutuknya?
Dia berkata: Wahai anakku, kapan kamu pernah melihat ayahmu mengutuk seseorang? [Akhiri kutipan. Lihat: Majmu' al-Fataawa (3/4 12)]
Dan Ibnu Taimiyah juga berkata:
“وَقَالَ أَبُو مُحَمَّدٍ المقدسي لَمَّا سُئِلَ عَنْ يَزِيد. َفِيمَا بَلَغَنِي ـ: لَا يُسَبُّ وَلَا يُحَبّ ، وَبَلَغَنِي أَيْضًا أَنَّ جَدَّنَا أَبَا عَبْدِ اللَّهِ ابْنَ تَيْمِيَّة سُئِلَ عَنْ يَزِيدَ ، فَقَالَ: لَا تنقصْ وَلَا تَزِدْ. وَهَذَا أَعْدَلُ الْأَقْوَالِ فِيهِ وَفِي أَمْثَالِهِ وَأَحْسَنِهَا”
Abu Muhammad al-Maqdisi berkata, ketika ditanya tentang Yazid – menurut apa yang saya dengar: Dia tidak layak untuk dicerca atau tidak layak untuk dicintai. Saya juga mendengar bahwa kakek kami Abu 'Abdullah ibn Taimiyah ditanya tentang Yazid dan dia berkata: Jangan mengurangi dan jangan melebihi ".
Ini adalah pendapat yang paling adil dan terbaik tentang dia dan orang lain seperti dia. [Akhiri kutipan. Lihat Majmu' al-Fataawa (4/483)].
KEPALA HUSEIN (RA):
Belum ada riwayat dan bukti yang sahih menyatakan bahwa kepala Husain dikirimkan kepada Yazid di Syam.
Yang benar adalah bahwa Husain tewas di Karbala dan kepalanya dibawa ke Ubaidullah bin Ziyad di Kufah. Tidak diketahui dimana makamnya dan makam kepalanya.
Dari Anas bin Malik radliallahu 'anhu berkata:
أُتِيَ عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ زِيَادٍ بِرَأْسِ الْحُسَيْنِ عَلَيْهِ السَّلَام فَجُعِلَ فِي طَسْتٍ فَجَعَلَ يَنْكُتُ وَقَالَ فِي حُسْنِهِ شَيْئًا فَقَالَ أَنَسٌ كَانَ أَشْبَهَهُمْ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ مَخْضُوبًا بِالْوَسْمَةِ
"Kepala Al-Husain (alaihissalām) dibawa ke 'Ubaidullah bin Ziyad dan dimasukkan ke dalam nampan, dan kemudian Ibnu Ziyad mengotak-atik dengan tongkat di hidung dan mulut kepala Al-Husain dan berkata sesuatu tentang ketampanannya.”
Anas kemudian berkata: " Al Husain adalah orang yang paling mirip dengan Rasulullah (SAW) diantara mereka (ahlul bait)." Anas menambahkan: “Rambutnya (yaitu Al-Husain) diwarnai dengan Wasma (yaitu sejenis tanaman yang digunakan sebagai pewarna). [HR. Bukhori no. 3748].
Dalam riwayat lain, beliau berkata:
(ارْفَعْ قَضِيْبَكَ فَقَدْ رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَلْثُمُ حَيْثُ تَضَعُ قَضِيْبَكَ فَانْقَبَض)
"Angkatlah tongkatmu, karena aku telah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mencium tempat di mana engkau meletakkan tongkatmu, lalu dia menggegamnya dengan erat." Riwayat ini diriwayatkan oleh Al-Bazzar dan Ath-Thabrani dalam kitab Al-Fath (7/96).
Adapun kisah bahwa Langit menurunkan hujan darah, dan setiap batu atau benda yang diangkat terdapat darah di bawahnya, atau setiap kali ada hewan yang disembelih, semuanya berubah menjadi darah. Maka semua cerita ini hanya untuk membangkitkan rasa emosional tanpa memiliki dasar riwayat yang sahih.
Balasan bagi Ubaidillah bin Ziyad sesuai dengan perbuatan:
al-Tirmidzi dan Ya'qub bin Sufyan meriwayatakan:
لَمَّا قُتِلَ عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ زِيَادٍ عَلَى يَدِ الْأَشْتَرِ النَّخْعِيِّ، جُيِءَ بِرَأْسِهِ. فَنُصِبَ فِي الْمَسْجِدِ، فَإِذَا حِيَّةٌ قَدْ جَاءَتْ تَخْلُلُ حَتَّى دَخَلَتْ فِي مَنْخَرِ ابْنِ زِيَادٍ وَخَرَجَتْ مِنْ فَمِهِ، وَدَخَلَتْ فِي فَمِهِ وَخَرَجَتْ مِنْ مَنْخَرِهِ ثَلَاثًا.
Ketika Ubaidullah bin Ziyad tewas dibunuh oleh Asytar al-Nakho'i, kepala Ubaidullah dibawa ke hadapan mereka. Kepala tersebut diletakkan di masjid, dan tiba-tiba seekor ular datang dan melilit kepala Ubaidullah, masuk melalui hidungnya dan keluar dari mulutnya, kemudian masuk lagi melalui mulutnya dan keluar dari hidungnya, ini terjadi sebanyak tiga kali."
[[Arsyif Multaqo Ahlil Hadits – al-Maktabah asy-Syaamilah al-Haditsah 142/103]
BAGAIMANA SIKAP KITA TERHADAP PERISTIWA KARBALA?
Syekh al-Islam Ibn Taimiyyah:
مَنْ قَتَلَ الْحُسَيْنَ أَوْ أَعَانَ عَلَى قَتْلِهِ أَوْ رَضِيَ بِذَلِكَ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ، لَا يَقْبَلُ اللَّهُ مِنْهُ صِرَفًا وَلَا عَدْلًا.
“Siapapun yang membunuh Hussain atau membantu dalam membunuhnya atau menerima itu, maka baginya kutukan Allah, para malaikat dan semua orang, Allah swt tidak akan menerima taubat dan tebusannya.” [Majmu' al-Fataawaa 4/487]
Namun demikian Tidak diperbolehkan bagi umat Islam, apabila disebutkan tentang kematian Husein, maka ia meratap dengan memukul-mukul pipi atau merobek-robek pakaian, atau bentuk ratapan yang semisalnya.
Nabi (SAW) bersabda,
“Bukan termasuk golongan kami, orang-orang yang menampar-nampar pipi dan merobek saku bajunya.” (HR. Bukhari).
Seorang muslim yang baik, apabila mendengar musibah ini hendaknya ia mengatakan sebuah kalimat yang Allah tuntunkan dalam firman-Nya:
الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُواْ إِنَّا لِلّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعونَ
“Orang-orang yang apabila mereka ditimpa musibah, mereka mengtakan sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya lah kami akan kembali.” (QS. Al-Baqarah: 155)
Tidak pernah diriwayatkan bahwa Ali bin Husein atau putranya Muhammad, atau Ja’far ash-Shadiq atau Musa bin Ja’far (ra), para imam dari kalangan ahlul bait maupun selain mereka pernah memukul-mukul pipi mereka, atau merobek-robek pakaian atau berteriak-teriak, dalam rangka meratapi kematian Husein.
Tirulah mereka kalau engkau tidak bisa serupa dengan mereka, karena meniru orang-orang yang mulia itu adalah kemuliaan.
Tidak seperti orang-orang yang mengaku Syiah (pembela) Husein, Syiahnya ahlul bait Nabi pada hari ini, mereka merusak anggota tubuh, memukul kepala dan tubuh dengan pedang dan rantai, mereka katakan kami bangga menyucurkan darah bersama Husein.
Demi Allah, sekiranya mereka berada pada hari dimana Husein terbunuh mereka akan turut serta dalam kelompok pembunuh Husein karena mereka adalah orang-orang yang selalu berhianat.
Dan yang perlu kaum muslimin ketahui, bahwa Ubaidullah bin Ziyad dan Amr bin Dzi Al Jausyan merupakan pembela (syi’ah) Ali pada peristiwa perang Shiffin.
Maka apabila hari ini kita menyaksikan orang-orang Syi’ah memperingati terbunuhnya Al Husein dalam perayaan Asy-Syura dengan meratapi kesedihan atas peristiwa itu, sungguh adalah sebuah kedustaan. Mereka layaknya para pendahulu mereka, masyarakat Kufah yang telah mengkhianati Ali bin Abu Thalib juga Al Husein, hingga menyebabkan keduanya terbunuh.
SIAPAKAH YANG MEMBUNUH HUSAIN (RA)?
Ya, pertanyaan penting di sini adalah: Siapakah yang membunuh Husain? Apakah dari kalangan Ahlus Sunnah? Atau dari kalangan Muawiyah? Atau dari Yazid bin Muawiyah? Atau dari siapa?
Yang mengejutkan adalah bahwa kita menemukan banyak kitab Syiah yang menyatakan dan mengakui bahwa para pengikut Husain-lah yang membunuh Husain. Seperti yang dikatakan oleh Sayyid Muhsin al-Amin:
بَايَعَ الْحُسَيْنَ عِشْرُوْنَ أَلْفًا مِنْ أَهْلِ الْعِرَاقِ، غَدَرُوْا بِهِ وَخَرَجُوْا عَلَيْهِ وَبُيِعَتْهُ فِيْ أَعْنَاقِهِمْ وَقُتِلُوْهُ.
"Dua puluh ribu orang dari penduduk Irak telah berbaiat kepada Husain, namun mereka mengkhianatinya, memberontak melawannya, dan berpaling darinya. Mereka menjual baiat kepada Husain di leher-leher mereka dan membunuhnya." (A'yan al-Shi'ah 34:1 [Kitab Syi'ah]).
Pada saat yang menyedihkan, Husain menyeru mereka sebelum mereka membunuhnya,
أَلَمْ تَكْتُبُوْا إِلَى أَنَّ قَدْ أَيْنَعَتِ الثَّمَارُ، وَأَنَّمَا تَقْدَمُ عَلَى جَنْدٍ مَّجْنُوْدَةٍ؟ تَبًا لَّكُمْ أَيُّهَا الْجَمَاعَةُ حِيْنَ عَلَيْكُمُ اسْتِصْرَخْتُمُوْنَا وَالْهِيْنَ، فَشَحِذْتُمْ عَلَيْنَا سَيْفًا كَانَ بِأَيْدِيْنَا، وَحَشَّشْتُمْ نَارًا أَضْرَمْنَاهَا عَلَى عَدُوِّكُمْ وَعَدُوِّنَا، فَأَصْبَحْتُمْ أَلْبَاً أَوْلِيَائِكُمْ وَسَحَقًا، وَيَدًا عَلَى أَعْدَائِكُمْ. اِسْتَسْرَعْتُمْ إِلَى بَيْعَتِنَا كَطِيْرَةِ الذُّبَابِ، وَتَهَافَتْتُمْ إِلَيْنَا كَتَهَافَتِ الْفُرَاشِ ثُمَّ نَقَضْتُمُوْهَا سُفْهًا، بَعْدًا لِّطَوَّاغِيْتِ هَذِهِ الْأُمَّةِ.
"Bukankah kalian telah menulis surat kepada saya bahwa tanah ini subur dan sesuai untuk panen? Lalu mengapa kalian datang kepada kami dengan pasukan yang telah diatur dengan rapi? Celakalah kalian, wahai sekumpulan orang, ketika kalian menyerang dan menaklukkan kami dengan mudah. Kalian menajamkan pedang kami yang sebenarnya ada di tangan kami, dan kalian menyalakan api yang kami gunakan untuk melawan kalian dan musuh kami. Kalian dengan cepat berbaiat kepada kami seperti lalat yang mendekat pada makanan, kemudian dengan seenaknya kalian membatalkannya, menjadi jauh dari setia terhadap pemimpin agama ini." (Al-Ihtijaj oleh al-Tabarsi [Kitab Syi'ah]).
Kemudian al-Hurr bin Yazid, salah satu sahabat Husain, berdiri di Karbala dan berbicara kepada mereka:
أَدْعُوتُمْ هَذَا الْعَبْدَ الصَّالِحَ، حَتَّى إِذَا جَاءَكُمْ أَسْلَمْتُمُوْهُ، ثُمَّ عَدَوْتُمْ عَلَيْهِ لِتَقْتُلُوْهُ فَصَارَ كَالْأَسِيْرِ فِيْ أَيْدِيْكُمْ؟ لَا سَقَاكُمُ اللَّهُ يَوْمَ الظَّمَأِ.
"Kalian telah memanggil hamba yang saleh ini, namun setelah dia datang kepada kalian dan menyerahkan dirinya, kalian justru mengkhianatinya dan ingin membunuhnya sehingga dia menjadi tawanan di tangan kalian. Semoga Allah tidak memberikan kalian minuman pada hari kehausan [hari kiamat]."
(Sumber dari kitab-kitab Syiah: Al-Irshad oleh al-Mufid 234, I'lam al-Wara bi A'lam al-Huda 242).
Dan di sini, Husain berdoa keburukan atas para pengikutnya, dia berkata:
"اللَّهُمَّ إِنْ مَتَّعْتَهُمْ إِلَى حِينٍ فَفَرِّقْهُمْ فَرْقًا (أَيْ شِيعًا وَأَحْزَابًا) وَاجْعَلْهُمْ طَرَائِقَ قَدًّا، وَلَا تَرْضَ الْوُلَاةَ عَنْهُمْ أَبَدًا، فَإِنَّهُمْ دَعَوْنَا لِينْصُرُونَا، ثُمَّ عَدُوَّا عَلَيْنَا فَقَتَلُونَا"
"Ya Allah, jika Engkau memberi mereka kesenangan sementara, maka setelah ini jadikan mereka berpecah belah menjadi berbagai golongan (yaitu syiah-syiah dan kelompok-kelompok lainnya) dan jadikanlah mereka golongan-golongan yang bengkok. Janganlah para penguasa pernah ridha terhadap mereka. Sungguh, mereka telah mengundang kami dan mereka berjanji untuk membantu kami, namun kemudian mereka berbalik dan membunuh kami"
(Sumber dari kitab-kitab Syiah: Al-Irsyad oleh Al-Mufid 241, I'lam al-Wara oleh At-Thabarsi 949, Kasyf al-Ghummah 18:2,38).
Sejarawan Syiah, Al-Ya'qubi, dalam kitab sejarahnya menyebutkan:
أَنَّهُ لَمَّا دَخَلَ عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ الْكُوفَةَ رَأَى نِسَاءَهَا يَبْكِينَ وَيَصْرُخُونَ فَقَالَ: "هَؤُلَاءِ يَبْكِينَ عَلَيْنَا فَمَنْ قَتَلَنَا؟" أَيْ مَنْ قَتَلَنَا غَيْرَهُمْ
"Bahwa ketika Ali bin Husain masuk ke Kufah, ia melihat wanita-wanita di sana menangis dan berteriak. Maka dia bertanya, "Mengapa mereka menangis karena kami? Emangnya siapa yang telah membunuh kami selain mereka?" (Tarikh al-Ya'qubi 235:1 [Kitab Syi'ah]).
Ketika Hasan berdamai dengan Muawiyah dan menyerahkan kekuasaan, para pengikut Husain yang membunuh dan berkhianat kepadanya berteriak:
"يَا أَهْلَ الْكُوفَةِ: ذَهَلَتْ نَفْسِي عَنْكُمْ لِثَلَاثٍ: مُقْتَلِكُمْ لأَبِي، وَسَلْبِكُمْ ثَقْلِي، وَطَعْنِكُمْ فِي بَطْنِي وَإِنِّي قَدْ بَايَعْتُ مُعَاوِيَّةَ فَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا، فَطَعَنَهُ رَجُلٌ مِنْ بَنِي أَسَدٍ فِي فَخِذِهِ فَشَقَّهُ حَتَّى بَلَغَ الْعَظْمَ".
"Hai penduduk Kufah, sesungguhnya jiwaku tercengang karena tiga hal yang kalian lakukan: membunuh ayahku, merampas hak berat badanku, dan menusuk perutku. Aku telah berbaiat kepada Muawiyah, maka dengarkan dan taatilah dia." Kemudian, seorang dari Bani Asad menusuk pahanya hingga menusuk tulangnya.
(Sumber dari kitab-kitab Syiah: Kasyf al-Ghummah 54, Al-Irsyad oleh Al-Mufid 19, Al-Fushul al-Muhimmah 162, Muruj al-Dhahab oleh Al-Mas'udi 431:1).
Kitab-kitab yang barusan penulis sebutkan itu adalah kitab-kitab Syiah dengan nomor halamannya yang dengan jelas menunjukkan bahwa mereka yang mengklaim mengasihi Husain dan mendukungnya adalah mereka sendiri yang membunuhnya kemudian menangis di atasnya dan berpura-pura berduka, dan mereka terus berjalan dalam prosesi pemakamannya dari hari dia dibunuh hingga saat ini.
Jika tangisan ini benar-benar mencerminkan cinta kepada Ahlul Bait, mengapa mereka tidak lebih layak menangis untuk Hamzah, paman Nabi Muhammad saw, yang dibunuh dengan kekejaman yang tidak kalah dengan apa yang terjadi pada Husain radhiyallahu 'anhu?
Di mana kemurahan hati mereka dalam mengenang kematian Hamzah sehingga mereka tidak mengadakan prosesi berkala untuk meratapinya, memukul wajah mereka, merobek pakaian mereka, dan memukul diri mereka dengan pedang dan pisau?
Bukankah Hamzah juga merupakan seorang dari Ahlul Bait Nabi SAW? Bahkan, mengapa mereka tidak meratapi kematian Nabi Muhammad SAW? Karena kesedihan atas kematian beliau jauh melebihi segala sesuatu yang lain? Ataukah Husain lebih unggul daripada kakeknya, sehingga dia menikahi putri dari Kisra [Khusrow], penguasa Persia?"
0 Komentar