Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

DAHSYATNYA ADZAB ATAS ORANG YANG MERATAPI MAYIT SAAT ADA KEMATIAN

Ditulis Oleh Abu Haitsam Fakhry

KAJIAN NIDA AL-ISLAM

=========

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

RATAPAN NUDBAH DAN RATAPAN NIYAHAH SAAT KEMATIAN


Salah satu dari dosa besar di sisi Allah adalah mengadakan ratapan Nudbah dan ratapan Niyahah saat kematian.

NUDBAH: Nudbah adalah:

“ذِكْرُ مَحَاسِنِ الْمَيِّتِ بِرَفْعِ الصَّوْتِ وَكَأَنَّ الْمَيِّتَ يَسْمَعُ كَلَامًا مَنْ يُنَدِّبُهُ، كَقَوْلِ وَاجَبَلَهُ وَاكَهْفَاهُ وَاسَنَدَاهُ.. أَيْ يَا سَنَدِي وَنَحْوِ ذَلِكَ".

Menyebut-nyebut kebaikan mayit dengan mengeraskan suara, seolah-olah si mayit itu mendengar perkataan mereka yang mengadakan Nudbah, seperti mengatakan: 'Waa Jabalah [Oh Gunung ku, yakni tulang punggung ku yang kokoh] ,' atau Waa Kahfaah [Oh Goa ku, yakni Tempat berlindungku] 'Waa Sanadaah [Oh Sandaran hidupku] dan sejenisnya.

[Sumber: Artikel النَّدْبُ وَالنِّيَاحَةُ عَلَى الْمَيِّتِ oleh Syeikh Bilaal al-Hallaaq].

Dalam Fataawa Nurun 'Alaa ad-Darb disebutkan:

"فَالنِّيَاحَةُ عَلَى الْمَوْتَى وَالنَّدْبُ وَتِعْدَادُ الْمَحَاسِنِ، وَاظَهْرَاه: انْقَطَعَ ظَهْرَهُ، وَاكَاسِيَاهُ، وَاعَضَدَاهُ، وَوَالِدَاهُ، وَا أبَوَاه، إِلَى الْخَ. هَذَا مَا يَصْلُحُ، الْوَاجِبُ الصَّبْرُ وَالِاحْتِسَابُ، وَالدُّعَاءُ لِلْمَيِّتِ وَالِاسْتِغْفَارُ لَهُ، أَمَّا الْبُكَاءُ فَلَا بَأْسَ، دَمْعُ الْعَيْنِ لَا بَأْسَ، حُزْنُ الْقَلْبِ لَا بَأْسَ."

"Niahat (ratapan kematian) atas orang yang meninggal, serta Nudbah , yaitu menyebutkan keutamaan dan kebaikannya, seperti mengatakan: Waa Dzohrooh [wahai tulang punggungku], Waa Kaasiyaah [wahai pemberi pakaian untukku], Waa 'Adhodaah [wahai pendukungku], Waa Walidaah [wahai kedua orang tuaku], dan sebagainya.

Semuanya ini adalah amalan tidak baik. Yang wajib adalah bersabar dan mengharap pahala, mendoakan yang telah meninggal, dan memohonkan ampunan untuknya. Adapun jika hanya menangis, maka itu tidak masalah. Melelehkan air mata tidak masalah. Kesedihan di dalam hati juga tidak masalah."

Ungkapan-ungkapan Nudbah Jahiliyah ini sarat dengan pengagungan , bahkan ada sebagian darinya terdapat unsur syirik rububiyyah .

Namun jika terbebas dari unsur tersebut dan tanpa berteriak-teriak , maka tidak lah mengapa . Contohnya kata-kata yang diungkapan oleh Fathimah (ra) saat Rosulullah ﷺ wafat . Sebagaimana dalam hadits Anas (ra) dia berkata:

 لَمَّا ثَقُلَ النَّبِيُّ ﷺ جَعَلَ يَتَغَشَّاهُ فَقَالَتْ فَاطِمَةُ عَلَيْهَا السَّلَام وَا كَرْبَ أَبَاهُ فَقَالَ لَهَا لَيْسَ عَلَى أَبِيكِ كَرْبٌ بَعْدَ الْيَوْمِ فَلَمَّا مَاتَ قَالَتْ يَا أَبَتَاهُ أَجَابَ رَبًّا دَعَاهُ يَا أَبَتَاهْ مَنْ جَنَّةُ الْفِرْدَوْسِ مَأْوَاهْ يَا أَبَتَاهْ إِلَى جِبْرِيلَ نَنْعَاهْ فَلَمَّا دُفِنَ قَالَتْ فَاطِمَةُ عَلَيْهَا السَّلَام يَا أَنَسُ أَطَابَتْ أَنْفُسُكُمْ أَنْ تَحْثُوا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ ﷺ التُّرَابَ

Tatkala sakit Nabi ﷺ semakin parah hingga beliau hampir pingsan, Fatimah Alaihas Salam berkata: "Wahai betapa parahnya sakit ayahku!

Nabi ﷺ bersabda kepadanya: "Ayahmu tidak akan sakit parah lagi setelah hari ini".

Dan tatkala Nabi ﷺ telah wafat, Fatimah berkata: 'Yaa Abataah [Wahai ayahku] yang telah memenuhi panggilan Rabbnya: ' Yaa Abataah [Wahai ayahku] yang surga firdaus adalah tempat kembalinya, wahai ayahku yang kepada Jibril 'alaihissalam kami memberitahukan kematiannya.

Dan tatkala telah dikuburkan, Fatimah Alaihis Salam berkata: "Wahai Anas, apakah engkau merasa nyaman menaburi Rasulullah ﷺ dengan tanah?." [HR. Bukhori no. 4103].

NIYAAHAH: Makna Niyaahah adalah:

“الصِّيَاحُ عَلَى الْمَيِّتِ وَالْمُصِيبَةِ عَلَى صُوَرَةِ الْجَزَعِ لِمُصِيبَةِ الْمَوْتِ ".

“Berteriak-teriak sambil menangis atas kematian seseorang dan mengekspresikan kesedihan seperti orang yang kehilangan kesabaran atas kematian".

Dan Nihayah [ratapan] ini diharamkan jika dilakukan secara sengaja, bukan karena terpaksa tidak bisa menahan luapan kesedihan .

[Sumber: Artikel النَّدْبُ وَالنِّيَاحَةُ عَلَى الْمَيِّتِ oleh Syeikh Bilaal al-Hallaaq].

Diantara dalilnya adalah hadits Anas bin Malik (ra) , bahwa Rosulullah ﷺ bersabda:

(( صَوْتَانِ مَلْعُونَانِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ: مِزْمَارٌ عِنْدَ نِعْمَةٍ، وَرَنَّةٌ عِنْدَ مُصِيبَةٍ ))

“Dua suara yang terkutuk di dunia dan akhirat: suara mizmar (alat musik) disaat mendapat nikmat, dan suara (jeritan/ratapan) ketika tertimpa musibah.”

(HR. Bazzaar dalam Musnadnya 2/362 no. 7513 dan Al-Maqdisi dalam Al-Mukhtarah, 6/188/2200 .

DERAJAT HADITS:

Pertama: yang mendhaifkan:

Hadits ini dianggap munkar oleh Ibnu 'Adiy dalam adh-Du'afaa Fil Kaamil 7/299 .

Dan dianggap lemah sekali bahkan paslu oleh Ibnu al-Qaysaraani dalam Dzakiratul Huffaadz 3/1542 ; karena di dalam sanadnya terdapat Muhammad bin Ziyad, dia seorang pemalsu hadits.

Dan dianggap dhaif oleh Syeikh Ibnu Utsaimin dalam Liqoo al-Baab al-Maftuuh , Mushtafa al-'Adawi dan al-Juda'i. [Lihat: Arsyif Multaqaa Ahlil Hadits – al-Maktabah asy-Syamilah al-Haditsiyyah 53/75].

Kedua: Yang menshahihkan:

Namun hadits ini di shahihkan oleh Al-Albaani di Silsisah ash-Shahihah 1/622 ). Al-Albani telah menguatkan hadits ini dengan mengikutsertakan riwayat Isa bin Tuhman (dari perawi-perawi Bukhari), dan dia memperkuatnya dengan saksi dari jalur Muhammad bin Abdurrahman bin Abi Layla (yang sangat lemah dalam hafalannya).

Hadits ini juga telah dinyatakan shahih oleh sebagian para ulama terdahulu:

Yaitu: Ibnu Hjar Al-Haitsami, Al-Mundziri dan Ibnu Hajar al-Haitami dalam al-Zawajir . Mereka berkta:

روَاهُ الْبَزَّارُ وَرِجَالُهُ ثِقَاتٌ"

“Diriwayatkan oleh al-Bazzar dan para perawinya adalah thiqat (tepercaya)".

Ringkasnya: kelemahan hadits ini dikarenakan kelemahan Syabiib bin Bashar, perawi yang meriwayatkannya dari Anas. Saya telah mengumpulkan pendapat para ulama dalam bidang Jarh dan Ta'diil mengenai Syabiib:

AT-TA'DIIL [Penilaian Perawi baik dan dipercaya]:

  • Yahya bin Ma'in berkata tentangnya: Tsiqah (terpercaya).
  • Ibnu Shahin menyebutnya dalam kitab at-Tsiqoot [tentang para perawi terpercaya].
  • Ibnu Khalfun juga menyebutnya dalam kitab at-Tsiqoot [tentang para perawi terpercaya], sebagiamana yang disebutkan oleh Mughlathay darinya .

AL-JARH [Penilaian Cacat perawi dan tidak dipercaya]:

  • Imam Bukhari mengatakan: Munkar al-hadith (ini adalah salah satu pernyataan penilaian buruk yang paling keras menurutnya).
  • Abu Hatim mengatakan: Lemah dalam meriwayatkan hadits dan haditsnya adalah hadits-hadits para orang-orang yang lanjut usia .
  • Ibnu Hibban menyebutnya dalam kitab "ats-Tsiqaat" dan berkata: Dia sering melakukan kesalahan.
  • Ibnu al-Jauzi menyebutnya dalam kitab adh-Dhu'afaa [tentang para perawi yang lemah].

TARJIH:

Para ulama yang Muta'akhiriin telah mentarjih perbedaan pendapat mengenai Syabiib tersebut dengan pernyataan sbb:

  • Adz-Dzahabi menyebutkan Syabib dalam kitabnya "Al-Mughni fi al-Du'afa" (Kitab yang mencakup semua para perawi Lemah).
  • Ibnu Hajar berkata: Dia Shoduuq [jujur] namun melakukan kesalahan dalam riwayatnya .
  • Al-Haitsami, dalam salah satu pendapatnya tentang Syabib, menyebutkannya sebagai seorang yang terpercaya namun memiliki kelemahan.
  • Al-Manawi berkata: Syabib adalah layyin [seorang yang lemah].
  • Al-Muttaqi al-Hindi berkata: Dia adalah Layyin al-Hadits [seorang yang lemah dalam meriwayatkan hadits].

Selanjutnya, bisa diambil kesimpulan dari uraian diatas , yaitu:

  1. Jumlah perawi yang memberikan penilaian buruk dan cacat lebih banyak daripada yang memberikan penilaian baik.
  2. Para perawi yang memberikan penilaian buruk lebih mengetahui kecacatan dalam sanad daripada para perawi yang memberikan penilaian baik, kecuali Ibnu Ma'in tentunya.
  3. Penilaian buruk tersebut didasarkan pada alasan yang cukup jelas, yaitu seringnya Syabib melakukan kesalahan dalam meriwayatkan hadits, sementara penilaian baik terhadapnya agak kabur.
  4. Para ulama yang lebih terkemudian lebih cenderung menguatkan penilaian buruk terhadap Syabib.

[Lihat: Arsyif Multaqaa Ahlil Hadits – al-Maktabah asy-Syamilah al-Haditsiyyah 53/75].

MAKNA YANG BISA DIAMBIL DARI HADITS ANAS (RA) DIATAS:

Bahwa ratapan saat terjadi musibah kematian , termasuk di dalamnya adalah perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh orang-orang zaman jahiliyah seperti mencakar-cakar, menampar wajah, merobek bagian pakaian yang tebuka dari arah leher hingga ke bawah, menggunduli atau mencabut rambut, mencecerkan rambut, menarik-nari rambut dan berjalan keluar ke tengah-tengah manusia dengan penampilan seperti itu untuk menunjukkan kesedihan, menaburkan tanah atau abu ke kepala, dan sejenisnya untuk mengekspresikan kesedihan, serta berdoa dengan kutukan dan kebinasaan saat terjadi musibah."

Dari 'Abdullah (ra) bahwa Nabi ﷺ bersabda:

“لَيْسَ مِنَّا مَنْ ضَرَبَ الْخُدُودَ وَشَقَّ الْجُيُوبَ وَدَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ ".

"Bukan dari golongan kami siapa yang memukul-mukul pipi, merobek-robek baju dan menyeru dengan seruan jahiliyyah (meratap)". [HR. Bukhori 1214]

Dan dari Abu Burdah bin Abu Musa (ra) , bahwa dia berkata:

 وَجِعَ أَبُو مُوسَى وَجَعًا فَغُشِيَ عَلَيْهِ وَرَأْسُهُ فِي حَجْرِ امْرَأَةٍ مِنْ أَهْلِهِ فَصَاحَتْ امْرَأَةٌ مِنْ أَهْلِهِ فَلَمْ يَسْتَطِعْ أَنْ يَرُدَّ عَلَيْهَا شَيْئًا فَلَمَّا أَفَاقَ قَالَ أَنَا بَرِيءٌ مِمَّا بَرِئَ مِنْهُ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ بَرِئَ مِنْ الصَّالِقَةِ وَالْحَالِقَةِ وَالشَّاقَّةِ

"Abu Musa pernah merasakan sakit hingga jatuh pingsan sementara kepalanya menyandar dalam pangkuan seorang wanita dari keluarganya, wanita itu pun berteriak histeris sementara ia (Abu Musa) tidak bisa melakukan apa-apa (karena pingsan). Ketika sadar, maka [Abu Musa] pun berkata:

'Saya berlepas diri dari tindakan yang mana Rasulullah ﷺ berlepas diri darinya. Sesungguhnya Rasulullah ﷺ berlepas diri dari wanita yang shaaliqah [berteriak-teriak ketika terjadi musibah], dan yang al-haaliqah [memotong-motong rambut], serta asy-Syaaqqah [menyobek-nyobek baju]." [HR. Bukhori no. 1296 dan Muslim no. 104].

Yang dimaksud dengan shaaliqah adalah wanita yang mengangkat suara mereka saat terjadi musibah.

Haaliqah adalah wanita yang mencukur atau mencabut rambut mereka karena terlalu gugup dan takut.

Dan shaaqqah adalah wanita yang merobek kantong atau bajunya sebagai bentuk kemarahan terhadap ketetapan Allah. Ungkapan-ungkapan kata jahiliyah adalah ratapan , sedangkan setiap perkataan yang mengindikasikan kemarahan dan kepanikan terhadap ketetapan Allah juga termasuk dalam kategori ini.'"

Karena kerasnya peringatan dan larangan terhadap perbuatan Niyahah (ratapan) serta Rasulullah ﷺ memasukkannya dalam tradisi orang-orang kafir ; maka dalam hadits Abu Huraurah (ra) Rasulullah ﷺ bersabda:

“ اثْنَتانِ فِى النَّاسِ هُما بِهِمْ كُفْرٌ: الطَّعْنُ فِى النَّسَبِ، وَالنِّياحَةُ عَلَى الْمَيِّتِ "

'Ada dua hal dalam manusia yang keduanya adalah kekufuran bagi mereka , yaitu: mencela keturunan dan niyahah (ratapan).' [HR. Muslim no. 121 – (67)].

Syeikh Bilaal al-Hallaaq berkata:

"وَالمَعْنَى أَنَّ هَاتِينَ الْخِصَلَتَيْنِ عِنْدَ بَعْضِ النَّاسِ مِنْ عَادَاتِ الْكُفَّارِ وَأَخْلَاقِ الْكُفَّرَةِ الْجَاهِلِيَّةِ، وَالنَّدْبُ وَالنَّيَّاحَةُ فِي الْغَالِبِ تَكُونُ فِي النِّسَاءِ لِذَا جَاءَ لِفَظُ الأَحَادِيثِ بِالنِّسَاءِ وَهُوَ مُحَرَّمٌ عَلَى الرِّجَالِ أَيْضًا وَأَحِيَانًا النَّائِحَةُ يَسْتَأْجِرُونَهَا حَتَّى تَنُوحَ وَتَنَادِي عَلَى الْمَيِّتِ وَتَتَكَلَّمُ مَعَ رَفْعِ الصَّوْتِ وَالْعَوِيلِ وَتِلْكَ أَيْضًا أُجْرَةٌ مُحَرَّمَةٌ."

Artinya, kedua perilaku ini merupakan bagian dari kebiasaan orang-orang kafir dan akhlak jahiliyah. Biasanya, niyahah (ratapan) dan perbuatan mencela keturunan ini biasanya banyak dilakukan oleh kaum wanita, oleh karena itu, dalam hadits ini dinyatakan dalam konteks wanita. Namun, perbuatan ini juga dilarang bagi kaum laki-laki.

Dan kadang-kadang ada orang-orang yang menyewa wanita untuk melakukan niyahah (ratapan) dan berteriak-teriak pada mayat, berbicara dengan suara yang keras, melolong, dan semua ini juga merupakan upah yang diharamkan.'"

[Sumber: Artikel النَّدْبُ وَالنِّيَاحَةُ عَلَى الْمَيِّتِ oleh Syeikh Bilaal al-Hallaaq].

ADZAB BAGI WANITA YANG SUKA MERATAPI MAYIT

Adzab Naaihah (perempuan yang suka meratap) jika tidak bertaubat sebelum kematiannya, maka siksaannya di akhirat sangat pedih, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits. Rasulullah ﷺ bersabda:

“النَّائِحَةُ إذَا لَمْ تتُبْ قَبْل مَوْتِهَا تُقَامُ يوْمَ الْقِيامةِ وعَلَيْها سِرْبَالٌ مِنْ قَطِرَانٍ، ودِرْعٌ مِنْ جرَبٍ".

'Naihah (perempuan yang meratap) jika dia tidak bertaubat sebelum kematiannya, akan dibangkitkan di hari Kiamat dengan selimut dari qathiran (bahan seperti Ter/Aspal), dan perisai (baju kurung) dari jarb (kudis / jenis penyakit kulit ). [HR. Muslim no. 934]

Syeikh Bilaal al-Hallaaq berkata:

"أَيْ تَكُوْنُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مُكَسَّوَةً بِالْقَطِرَانِ وَهُوَ هَذَا الَّذِي يُدْهَنُ بِهِ الْبَعِيرُ الْأَجْرَبُ، وَإِذَا كَانَ فِي الْحَرِّ يُحْرِقُ، هَذِهِ تَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَعَلَيْهَا سِرْبَالٌ قَمْصَانٌ مِنْ قَطِرَانٍ وَدِرْعٌ مِنْ جَرَبٍ يَصِيْرُ جُلُوْدُهَا جَرِبًا كَأَنَّهُ دَرْعٌ لَهَا، تَأْتِي جَرْبَاءَ عَلَيْهَا الْقَطِرَانُ، هَذَا يُعَذِّبُهَا عَذَابًا شَدِيْدًا، هَذَا فِي الدُّنْيَا مُؤْلِمًا فَكَيْفَ فِي الْآخِرَةِ."

Artinya, dia akan hadir di hari Kiamat dengan selimut yang terbuat dari qathiran [Ter/Aspal], yang digunakan untuk mengolesi kulit unta yang kena penyakit kudis.

Jika selimut itu dipakai di bawah sinar matahari, maka akan membakarnya . Pada hari itu, wanita peratap ini akan hadir dengan selimut qhatiran yang menutupi tubuhnya dan perisai kulit berkudisan, sehingga kulitnya akan berubah menjadi seperti jarb [kudisan], seolah-olah itu adalah perisai untuknya. Kulit berkudis akan datang dengan kondisi terlapisi qathiran [Ter/Aspal]. Ini akan menyebabkan dia menderita siksaan yang sangat pedih. Jika ini saja sudah begitu menyakitkan di dunia, maka bayangkanlah betapa pedihnya di akhirat.'"

[Sumber: Artikel النَّدْبُ وَالنِّيَاحَةُ عَلَى الْمَيِّتِ oleh Syeikh Bilaal al-Hallaaq].

Syeikh Ibnu Utsaimin berkata:

"السرْبالُ مِثْلُ الدِّرْعِ، الثَّوْبُ السَّابِغُ يُسَمَّى سِرْبَالًا، وَالْقَطْرَانُ مَعْرُوفٌ، هُوَ هَذَا وَيُشْ يُسَمُّونَهُ عِنْدَنَا؟ الزِّفْتُ وَبَعْضُهُمْ قَالَ: إِنَّ الْقَطْرَانَ هُوَ النَّحَاسُ الْمَذَابُ وَالْعَيَاذُ بِاللَّهِ. وَعَلَيْهَا دُرْعٌ مِنْ جَرْبِ الْجَرْبِ مَعْرُوفٌ، مَرَضٌ يَكُونُ فِي الْجِلْدِ، يُؤْرِقُ الْإِنْسَانَ وَرُبَّمَا يُقْتُلُ الْحَيَوَانَ. دُرْعٌ مِنْ جَرْبٍ يَعْنِي مَعْنَاهُ كُلُّ جِلْدِهَا يَكُونُ جَرْبًا، بِمَنْزِلَةِ الدُّرْعِ إِذَا اجْتَمَعَ. وَالْعَيَاذُ بِاللَّهِ، قَطْرَانٌ وَجَرْبٌ، نَسْأَلُ اللَّهَ الْعَافِيَةَ. زَادَ الْبَلَاءُ أَمْ لَا؟ زَادَ الْبَلَاءُ، لِأَنَّهُ يَكُونُ الْجَرْبُ لَوْ يَمَسُّهُ أَدْنَى شَيْءٍ تَأَثَّرَ بِهِ. فَكَيْفَ وَفِيهِ قَطْرَانٌ تَشْتَعِلُ فِيهِ النَّارُ، وَالْعَيَاذُ بِاللَّهِ. هَذَا يَزِدَادُ بِهِ الْبَلَاءُ وَالْأَلَمُ."

"Sirbaal (selimut) seperti perisai, pakaian tebal yang disebut sebagai Sirbaal, sedangkan qathiran (Ter/Aspal) adalah substansi yang dikenal oleh kita sebagai zeft (zat aspal). Sebagian orang-orang berpendapat bahwa qathiran adalah tembaga yang dilebur mendidih , dan kami berlindung kepada Allah dari itu . Di atas perisai tersebut terdapat jarb (kulit yang berpenyakit kudis) yang dikenal sebagai penyakit jarb, yang terjadi pada kulit dan sangat mengganggu manusia. Bahkan, penyakit jarb ini bisa mematikan hewan.

Perisai dari jarb berarti bahwa seluruh kulitnya terkena penyakit jarb [kudis], sehingga mirip dengan perisai. Ini adalah kondisi yang sangat buruk. Maka berlindunglah kepada Allah dari qathiran dan jarb. Kami memohon kepada Allah keselamatan dari penyakit dan malapetaka. Apakah ini menambah penderitaan atau tidak? Ini menambah penderitaan, karena penyakit jarb itu walau hanya bersentuhan dengan sesuatu yang sangat kecil, itu akan sangat mempengaruhi. Bagaimana jika ada qathiran di atasnya yang bisa terbakar dengan mudah? Berlindunglah kepada Allah dari hal ini! . Ini akan meningkatkan penderitaan dan kesakitan."

[Sumber: Syarah Kitab at-Tauhid – 29. Blog: أهل الحديث والأثر]

Dan Rasulullah ﷺ mengambil sumpah dari para wanita pada saat berbai'at (ikatan persetujuan) , diantara isi baiat nya adalah agar mereka tidak melakukan niyahah (ratapan kematian). Sebagaimana dalam hadits Ummu 'Athiyyah, yang mana dia berkata:

"بَايَعْنَا النَّبِيَّ ﷺ ، فَقَرَأَ عَلَيْنَا أَنْ لاَ يُشْرِكْنَ بِاللَّهِ شَيْئًا ، وَنَهَانَا عَنِ النِّيَاحَةِ".

'Kami berbai'at kepada Nabi ﷺ dan beliau membacakan kepada kami ayat: " Bahwa kalian tidak boleh mempersekutukan Allah sedikitpun". Dan beliau melarang kami dari melakukan niyaahah (ratapan kematian).'" [HR. Bukhori no. 4892 & 7215]

Dan dari Asy-syaid ibnu Abi Asy-syaid: dari seorang wanita yang ikut berbai'at, dia berkata:

كَانَ فِيمَا أخَذَ علَيْنَا رَسُولُ اللَّه ﷺ فِي المَعْرُوفِ الَّذِي أخذَ علَيْنَا أنْ لا نَعْصِيَهُ فِيهِ: " أَنْ لا نَخْمِشَ وَجْهًا، ولا نَدْعُوَ وَيْلًا، وَلا نَشُقَّ جَيْبًا، وأنْ لا نَنْثُر شَعْرًا".

'Dalam perjanjian yang Rasulullah ﷺ buat dengan kami tentang perkara yang baik [ma'ruuf] yang dia ambil dari kami, yaitu kami tidak boleh mencakar-cakar wajah, tidak boleh berseru dengan kata 'wail' (celaka), tidak boleh merobek-robek pakaian, dan tidak boleh mencecerkan rambut.'

[HR. Abu Dawud (3131), Ath-Thabarani (25/184) (451), dan Al-Bayhaqi (7372) dan susunan kata miliknya. Di Hasankan oleh al-Mundzir dalam At-Targhib 4/270 dan dishahihkan oleh al-Al-Albaani dalam Shahih Abu Daud no. 3131.

Dan Naa'ihah (perempuan yang meratap) itu akan dilaknat, begitu juga orang yang mendengarkannya. Sebagaimana dalam hadits Abu Sa'id Al Khudri (ra) , ia berkata;

“لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ النَّائِحَةَ وَالْمُسْتَمِعَةَ".

“Rasulullah ﷺ melaknat wanita yang meratap dan wanita yang sengaja mendengarnya". [HR. Abu Daud no. 3128

Yakni wanita yang mendengarkannya dengan sengaja mendapat laknat juga karena dia mendengarkan perbuatan dosa atau membantu dalam melakukannya, seperti dia mondar mandir dan bolak balik di belakangnya."

DERAJAT HADITS:

Ibnu al-Mulaqqin dalam al-Badr al-Munir 5/362 mengatakan:

مَرْوِيٌّ بِهَذَا اللَّفْظِ مِنْ طُرُقِ ضَعِيفَةٍ."

"Hadits ini diriwayatkan dengan lafadz yang sama melalui jalur-jalur yang lemah.

Jadi Sanadnya dinilai lemah karena kelemahan Muhammad bin al-Hasan bin 'Athiyyah, yang juga dikenal sebagai Ibnu Sa'd al-'Awfi, dan ayahnya.

Imam al-Bukhari dalam "al-Tarikh al-Kabir" 1/66 mengatakan dalam biografi Muhammad bin al-Hasan bin 'Athiyyah: Haditsnya tidak sahih.

Abu Hatim juga mengatakan dalam kutipan putranya dalam "al-'Ilal" 1/369: Ini adalah hadits munkar, dan Muhammad bin al-Hasan bin 'Atiyyah serta ayahnya, semuanya adalah orang yang lemah dalam hadits".

Demikian pula, al-Mundziri dalam "Mukhtasar al-Sunan": mendhaifkan hadits ini kareana adanya tiga orang ini.

Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad (11622), al-Bukhari dalam "al-Tarikh al-Kabir" 1/66, al-Bayhaqi 4/63, Ibn 'Abd al-Barr dalam "al-Tamhid" 17/281, al-Baghawi dalam "Syarh al-Sunnah" (1536), dan al-Mizzi dalam biografi Hasan bin 'Athiyyah dalam "Tahdhib al-Kamal" melalui sanad yang sama.

Makna laknat dalam hadits ini adalah: bahwa tindakan ini termasuk dalam dosa-dosa besar, yaitu dosa yang dapat membuat pelakunya dilaknat.

Dalam hadits ini, juga ditegaskan bahwa iman seseorang tidak akan sempurna jika dia masih melakukan perbuatan-perbuatan jahiliyah saat menghadapi musibah. Karena Rasulullah ﷺ bersabda:

“لَيْسَ مِنَّا مَنْ شَقَّ الْجُيُوبَ ، وَضَرَبَ الْخُدُودَ ، وَدَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ ".

 ' Bukan bagian dari kami orang yang merobek-robek pakaian, menampar-nampar pipi dan menyeru dengan seruan jahiliyah (ketika ditimpa musibah). ' [HR. Bukhori no. 1294 dan Muslim no. 103]

Semua ini mencerminkan perilaku mereka yang tidak menerima ketetapan Allah Ta'ala, oleh karena itu perbuatan ini tidak baik dan dilarang. Rasulullah ﷺ datang untuk menghapuskan perbuatan-perbuatan jahiliyah yang buruk, sehingga meratap dan seruan-seruan saat berduka merupakan perbuatan yang dilarang dalam agama Allah Ta'ala dan termasuk dosa besar."

Dalam hadits Abu Harairah (ra) disebutkan bahwa Nabi ﷺ bersabda:

تَجِيْءُ النَّائِحَةُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ تَنْبَحُ كَنَبْحِ الْكَلْبِ

“Wanita peratap akan datang di hari kiamat sembari menggonggong seperti anjing.”

[Disebutkan al-Mundziri dalam at-Targhib 4/351 no. 13.

Ibnu Hajar al-Haitsami dalam al-Majma' 3/14 berkata:

“فِيهِ سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ الْيَمَامِيُّ، وَهُوَ ضَعِيفٌ."

Di dalam sanadnya terdapat Sulaiman bin Daud al-Yamaami , dan dia itu dhaif ".

Adapun jika hanya menangis atas kematian seseorang tanpa mengiringinya dengan ratapan dan seruan dukacita ; maka itu tidaklah dilarang.

Namun, jika seseorang menangis sambil mengucapkan kata-kata yang mengutuk Allah, maka ini termasuk dalam kufur secara lisan, bahkan jika itu terjadi dalam kondisi kesedihan yang mendalam.

Contoh dari pernyataan semacam ini adalah ketika beberapa orang mengatakan dalam situasi musibah: 'Allah telah berlaku zalim dengan kematian fulan'

Atau dalam ungkapan kekecewaan: 'Mengapa Engkau telah mengambilnya, ya Allah?' .

Dan contoh lainnya adalah mengumpat malaikat maut Izra'il 'alaihis salam atau perkataan sejenisnya.

Dalam kasus seperti ini, kesedihan yang mendalam tidak menjadi alasan, melainkan wajib bagi mereka yang mengucapkan kata-kata kufur semacam ini untuk bertaubat kepada Allah dengan mengucapkan dua kalimat syahadat sebagai upaya kembali ke dalam Islam."

[Sumber: Artikel النَّدْبُ وَالنِّيَاحَةُ عَلَى الْمَيِّتِ oleh Syeikh Bilaal al-Hallaaq].

Dan adapun menyebutkan kebaikan-kebaikan yang terkait dengan mayat tanpa melibatkan ratapan atau tangisan, maka tidaklah dilarang. Ini adalah cara untuk memuji mayat dan menyebutkan kebaikan-kebaikan yang telah ia lakukan. Hal ini tidak dilarang, seperti mengatakan bahwa ia adalah orang yang bertakwa, berpuasa, berinteraksi dengan baik, dan memerintahkan kebaikan. Ini adalah cara untuk mendorong tindakan baik dan mengikuti ajaran Nabi Muhammad ﷺ yang mengatakan:

اذْكُرُوا مَحَاسِنَ مَوْتَاكُمْ وَكُفُّوا عَنْ مَسَاوِيهِمْ

"Sebutlah kebaikan-kebaikan mereka dan tahan diri lah dari menyebut kejelekan-kejelekan mereka!."

Artinya, sebutkanlah kebaikan-kebaikan mereka dan janganlah menyebutkan kejelekan-kejelekan mereka .

DERAJAT HADITS:

Al-Lajnah ad-Daimah Lil Iftaa - Saudi Arabia - berkata:

"وَقَدْ رَوَى أَبِي دَاوُدَ وَالتِّرْمِذِيُّ وَالْحَاكِمُ وَالْبَيْهَقِيُّ عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنِ النَّبِيِّ ﷺ قَالَ: اذْكُرُوا مَحَاسِنَ مَوْتَاكُمْ، وَكُفُّوا عَنْ مُسَاوَيهِمْ، لَكِنَّهُ غَيْرُ صَحِيحٍ؛ لِأَنَّ فِي سَنَدِهِ عِمْرَانُ بْنُ أَنَسِ الْمَكِّيُّ، قَالَ فِيهِ الْبُخَارِيُّ: مُنْكَرُ الْحَدِيثِ، وَقَالَ الْعَقِيلِيُّ: لَا يُتَابَعُ عَلَى حَدِيثِهِ".

Abu Daud, At-Tirmidzi, Al-Hakim, dan Al-Baihaqi meriwayatkan dari Ibnu Umar (ra) bahwa Nabi ﷺ bersabda: "Sebutlah kebaikan-kebaikan mereka (mayat) dan tinggalkanlah kejelekan-kejelekan mereka." Namun, hadits ini tidak shahih, karena dalam sanadnya terdapat 'Imran bin Anas Al-Maki. Al-Bukhari berkata tentangnya: "Hadits ini dikategorikan sebagai munkar (lemah)," dan Al-Uqaili berkata: "Tidak ada mutaba'ah [penguat] pada haditsnya."

Posting Komentar

0 Komentar