Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

KETIKA UMAT ISLAM MENGUASAI PEREKONOMIAN DUNIA & MENGENDALIKAN PASAR GLOBAL. 9 ABAD LAMANYA.

“Pergerakan Perdagangan Umat Islam Yang Memimpin Panggung Perdagangan Dan Ekonomi Dunia Selama Sembilan Abad”.

Salah satu perannya adalah mengajarkan Eropa pembuatan cek dan perdagangan di pasar bebas, lintas negara dan benua."

Di Tulis Abu Haitsam Fakhri

KAJIAN NIDA AL-ISLAM

*******

DAFTAR ISI :

  • PEMBUKAAN :
  • SEJAK AWAL UMAT ISLAM ADALAH MASYARAKAT PEMBISNIS & PEDAGANG
  • KETIKA UMAT ISLAM BERPERAN PENGENDALI PERDAGANGAN INTERNATIONAL
  • BERDAKWAH SAMBIL BERDAGANG atau BERDAGANG SAMBIL BERDAKWAH .
  • "KONSEP DAGANG DAN CARA MENDAPAT KEUNTUNGAN "
  • "MEKANISME DAN METODE" atau "CARA DAN TEKNIK"
  • INOVASI-INOVASI TERUPDATE SYSTEM KEUANGAN & ADMINISTRASI
  • INISIATIF INSTITUSIONAL :
  • "DAFTAR HARGA DAN STANDAR KWALITAS."
  • "STATISTIK YANG TERVERIFIKASI" atau "DATA STATISTIK YANG DAPAT DIPERCAYA"
  • "PENGUASAAN JALUR-JALUR PERDAGANGAN DAN PETA-PETA WILAYAH."
  • ANTARA PELUANG DAN RESIKO DALAM PERDAGANGAN
  • "ARMADA PERDAGANGAN YANG SANGAT BESAR "
  • "HUBUNGAN DAN RELASI YANG KOMPLEK & BERCABANG"
  • PERSAINGAN DAGANG KAUM BORJUIS
  • HUTANG PIUTANG DAN KEMITRAAN DALAM PERDAGANGAN
  • DEMI KEPENTINGAN BISNIS KADANG MEMBUAT SESEORANG TEGA MELAKUKAN PERSEKONGKOLAN JAHAT TERHADAP UMAT
  • "PERAN-PERAN SENSITIF DALAM PERDAGANGAN”
  • PAJAK DAN BEA CUKAI
  • "PAJAK DAN BEA CUKAI YANG TIDAK ADIL “
  • “KEADILAN DALAM PERADILAN PAJAK DAGANG”
  • GLOBALISASI YANG MAJU & PEMBEBASAN PAJAK DAGANG
  • ARABISASI & ISLAMISASI ISTILAH-ISTILAH PERDAGANGAN

===== 

بسم الله الرحمن الرحيم

PEMBUKAAN :

Mungkin kata-kata terbaik untuk pembukaan artikel tentang perjalanan sejarah bisnis perdagangan yang dilakukan umat Islam ini adalah apa yang diungkapkan oleh Sejarawan Amerika , WILL DURRANT, ketika dia merangkum pengalaman perdagangan ini. Ia menyatakan :

"إِنَّهُ فِي الْعَالَمِ الْإِسْلَامِيِّ كَانَتِ الْأَسْوَاقُ تُغَصُّ بِالْمَتَاجِرِ وَالتُّجَّارِ وَالْبَائِعِينَ وَالْمُشْتَرِينَ وَالشُّعَرَاءِ، وَالْقَوَافِلُ تَرْبُطُ الصِّينَ وَالْهِنْدَ بِفَارِسَ وَالشَّامِ وَمِصْرَ…، وَظَلَّتِ التِّجَارَةُ الْإِسْلَامِيَّةُ هِيَ الْمُسَيْطِرَةُ عَلَى بِلَادِ الْبَحْرِ الْمُتَوَسِّطِ إِلَى أَيَّامِ الْحَرْبِ الصَّلِيبِيَّةِ.

وَانْتَزَعَتِ السِّيطَرَةَ عَلَى الْبَحْرِ الْأَحْمَرِ مِنْ بِلَادِ الْحَبَشَةِ، وَتَجَاوَزَتْ بَحْرَ الْخَزَرِ إِلَى مَنْغُولِيَا، وَصَعِدَتْ فِي نَهْرِ الْفِلْغَا.. إِلَى… فِنْلَنْدَا وَإِسْكَنْدِنَافِيَا وَأَلْمَانِيَا حَيْثُ تَرَكَتْ آلاَفًا مِنْ قِطَعِ النُّقُودِ الْإِسْلَامِيَّةِ… وَوَصَلَ هَذَا النَّشَاطُ التِّجَارِيِّ - الَّذِي بَعَثَ الْحَيَاةَ قَوِيَّةً فِي جَمِيعِ أَنْحَاءِ الْبِلَادِ - إِلَى غَايَتِهِ فِي الْقَرْنِ الْعَاشِرِ (= الرَّابِعِ الْهِجْرِيِّ)، أَيِّ فِي الْوَقْتِ الَّذِي تَدَهْوَرَتْ فِيهِ أَحْوَالُ أُورُوبَا إِلَى الدَّرَكِ الْأَسْفَلِ، وَلَمَّا أَنْ اضْمَحَلَتْ هَذِهِ التِّجَارَةُ [بَعْدَ ذَلِكَ بِقُرُونٍ] أَبْقَتْ آثَارَهَا وَاضِحَةً فِي كَثِيرٍ مِنَ اللُّغَاتِ الْأُورُوبِيَّةِ"!!

Bahwa kegiatan bisnis dalam dunia Islam, pasar-pasar penuh dengan para pedagang, penjual, pembeli, penyair, dan kafilah-kafilah yang menghubungkan ke Tiongkok dan India dengan Persia, Suriah, dan Mesir..., dan perdagangan Islam tetap mendominasi kawasan Laut Tengah hingga pada zaman Perang Salib...

Perdagangan menguasai Laut Merah dari wilayah Habasyah, melampaui Laut Kaspia ke Mongolia, dan naik di sungai Volga hingga... Finlandia dan Skandinavia dan Jerman, di mana ribuan koin Islam ditinggalkan... dan kegiatan perdagangan ini - yang menghidupkan kembali kehidupan di seluruh negeri - mencapai puncaknya pada abad kesepuluh (Hijriyah abad keempat), yaitu pada saat keadaan Eropa sedang merosot ke bawah paling dasar, dan meskipun perdagangan umat Islam ini telah menciut [dan telah berlalu beberapa abad] namun jejak-jejaknya tetap terlihat jelas jejaknya dalam banyak bahasa Eropa!!" [Sumber: Al-Jazeera]

*****

SEJAK AWAL UMAT ISLAM ADALAH MASYARAKAT PEMBISNIS & PEDAGANG

Al-Quran turun di Makkah, yang pada saat itu merupakan pusat perdagangan Arab yang paling penting di tengah Semenanjung Arab. Di sana, suku Quraisy mendirikan masyarakat di mana perempuan setara dengan laki-laki dalam perdagangan dan bertransaksi di pasar. 

Syeikh Shalih Ahmad al-'Aliy dalam kitabnya "تَارِيخُ الْعَرَبِ الْقَدِيمِ وَالْبُعْثَةِ النَّبَوِيَّةِ" hal. 131 berkata :

"Orang-orang Mekah terkenal dengan perdagangan-nya , sehingga mereka mengatakan :

"فَمَن لَمْ يَكُن تَاجِرًا لَمْ يَكُن عِنْدَهُم بِشَيْءٍ"

 (Siapa yang bukan pedagang, maka tidak ada apa-apanya di mata mereka).

Dikatakan pula oleh mereka :

"إنَّ تِسْعَةَ أَعْشَارِ الرِّزْقِ فِي التِّجَارَةِ"

 ( Bahwa sembilan per sepuluh [90 %] rezeki ada dalam perdagangan) .

Perdagangan mereka sangat beragam. Beberapa sejarawan telah menyebutkan berbagai jenis perdagangan yang dijalani oleh kaum bangsawan Mekah, diantaranya ada :

Perdagangan beras, biji-bijian, jahit menjahit, tenun, minuman keras, minyak, SENJATA, PEDANG, dan barang-barang mewah.

Perdagangan bukan hanya urusan kaum pria, tetapi juga melibatkan kaum wanita . Salah satu contoh yang paling terkenal adalah Khadijah, istri Nabi (semoga Allah memberkati dia dan keluarganya), dan Hind binti 'Abd al-Muttalib.

Para muhajirin (migran) membawa keahlian dagang mereka ke Madinah, yang kemudian setelah adanya muhajirin, Madinah berubah menjadi pusat perdagangan yang bersaing dengan Mekah, yang sebelumnya Madinah hanya sebuah daerah pertanian.  Di antara muhajirin yang sangat terampil dalam perdagangan, adalah seperti Abdul Rahman bin Awf, yang konon mampu memperoleh emas yang melimpah dari perdagangannya. Padahal mereka datang ke Madinah tanpa harta, namun mereka berhasil mengumpulkan kekayaan besar dalam waktu singkat. Utsman bin Affan bahkan mampu mempersiapkan seribu kendaran unta untuk pasukan perang Tabuk, sedangkan Abdul Rahman bin Awf juga mengumpulkan sejumlah besar kendaran unta.

Sebagian para pedagang Quraisy ini berdagang sendiri secara independen, tanpa menerima saham orang lain , akan tetapi pada umumnya dalam perdagangan luar negeri kebanyakan mereka menampung sejumlah besar saham dari orang-orang.

Contohnya ketika kafilah Quraisy diserang oleh kaum Muslimin pada peristiwa Dzi Qard , seperlimanya saja berjumlah dua puluh ribu kendaran unta , maka dengan demikian total kendaraan unta mereka sekitar seratus ribu unta . Begitu juga dengan Kafilah yang diserang oleh Kaum muslimin di Buwath, yang terdiri dari dua ribu lima ratus unta."[Selesai]

Pusat dari gerakan perdagangan ini adalah serangkaian perjanjian yang ditandatangani oleh Quraisy - melalui pemimpin mereka - dengan raja-raja negara yang berdekatan dengan Semenanjung Arab. Mereka menamai sistem perdagangan ini "Al-Ilaaf" dan menyebut pendiri-pendiri sistem ini sebagai "As'hab Al-Ilaaf". Mereka memiliki kedudukan yang tinggi dalam hati suku Quraisy dan bangsa Arab. Sebuah kutipan dalam Al-Quran mencerminkan sistem perdagangan ini, Allah berfirman:

{لِإِيلَافِ قُرَيْشٍ إِيلَافِهِمْ رِحْلَةَ الشِّتَاءِ وَالصَّيْفِ}

“ Kagumilah kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian [untuk berdagang] pada musim dingin dan musim panas”. (QS. Quraisy : Ayat 1-2).

Imam Abu Abdullah al-Qurthubi (wafat tahun 671 H/1259 M) mengatakan dalam tafsirnya 20/204 "

" أَصْحَابُ ‌الْإِيلَافِ ‌أَرْبَعَةَ ‌إِخْوَةٍ: ‌هَاشِمٌ، ‌وَعَبْدُ ‌شَمْسٍ، ‌وَالْمُطَّلِبُ، ‌وَنَوْفَلٌ، بَنُو عَبْدِ مَنَافٍ. فَأَمَّا هَاشِمٌ فَإِنَّهُ كَانَ يُؤْلِفُ مَلِكَ الشَّامِ، أَيْ أَخَذَ مِنْهُ حَبْلًا وَعَهْدًا يَأْمَنُ بِهِ فِي تِجَارَتِهِ إِلَى الشَّامِ. وَأَخُوهُ عَبْدُ شَمْسٍ كَانَ يُؤْلِفُ إِلَى الْحَبَشَةِ. وَالْمُطَّلِبُ إِلَى الْيَمَنِ. وَنَوْفَلٌ إِلَى فَارِسَ وَمَعْنَى يُؤْلِفُ يُجِيرُ. فَكَانَ هَؤُلَاءِ الْإِخْوَةُ يُسَمَّوْنَ الْمُجِيرِينَ. فَكَانَ تُجَّارُ قُرَيْشٍ يَخْتَلِفُونَ إِلَى الْأَمْصَارِ بِحَبْلِ هؤلاء الاخوة، فلا يتعرض لهم. قال الأزهري: الْإِيلَافُ: شَبَّهَ الْإِجَارَةَ بِالْخَفَارَةِ ، يُقَالُ: آلَفَ يُؤْلِفُ: إِذَا أَجَارَ الْحَمَائِلَ بِالْخَفَارَةِ ".

" Bahwa "Ashhaab Al-Ilaaf" terdiri dari empat bersaudara: Hashim, Abdusy Syams, Al-Muththalib, dan Nawfal, anak-anak Abdul Manaf.

Hashim, kata beliau, memiliki kesepakatan atau aliansi dengan raja Syam, yaitu ia mengambil jaminan dan perjanjian darinya untuk memastikan keamanan dalam perdagangannya ke Syam.

Saudaranya Abd Shams memiliki kesepakatan dengan Habasyah, Al-Muttalib dengan Yaman, dan Nawfal dengan Persia.

Dan arti dari "يُؤْلِفُ" adalah memberikan perlindungan. Oleh karena itu, kelompok 4 saudara ini disebut "Al-Mujīrīn" atau "mereka yang memberikan perlindungan."

Dengan demikian, pedagang Quraisy berlayar ke berbagai tempat dengan bantuan kesepakatan yang dibangun oleh keempat bersaudara ini, dan mereka bebas melintas dan tidak akan ada bahaya yang merintanginya di sana". 

Al-Azhari berkata: "Al-Iilaf" (الإيلاف) menyerupai penyewaan dengan jaminan perlindungan dan keamanan dalam perjalanan yang rawan bahaya. Dikatakan: "Aalafa" (آلَفَ) atau "yu'liu" (يُؤْلِفُ) ketika seseorang menyewa hewan-hewan pengangkut barang dengan penjagaan dan keamanan dalam perjalanan yang rawan bahaya. .[ Kutipan Selesai]  

Nabi Islam, Muhammad - - turut berpartisipasi dalam kegiatan perdagangan ini sebelum beliau diangkat menjadi rasul, bekerja sebagai perwakilan dagang untuk Khadijah bint Khuwaylid (wafat tahun 3 Q.H/619 M), yang kemudian menjadi istrinya. Khadijah adalah "wanita pedagang yang mulia dan memiliki banyak kehormatan serta kekayaan. Ia mengirimnya ke Syam, sehingga dagangannya menjadi seperti dagangan pedagang Quraisy pada umumnya. Dia biasa menyewa seorang pria dan membayar kepadanya dengan persentase dari keuntungan [bagi hasil]," seperti yang diriwayatkan oleh al-Asbahani.

Seperti halnya banyak dari para Sahabat, mereka memiliki pengalaman dalam perdagangan yang mereka lanjutkan setelah memeluk Islam.

Menurut al-Jahidz (wafat tahun 255 H/869 M) dalam risalah-nya 'Al-Utsmaniyyah' , dia mengatakan :

"كان أبو بكر (الصدّيق ت 13هـ/635م).. ذا مال كثير ووجْه (= جاهٍ) عريض وتجارة واسعة"، وكذلك كان عبد الرحمن بن عوف (ت 32هـ/654م) والزبير بن العوام (ت 36هـ/657م) وغيرهما.

Abu Bakr (al-Siddiq, wafat tahun 13 H/635 M) "memiliki kekayaan yang banyak, kedudukan yang mulia, dan bisnis yang luas". Hal yang sama juga ada pada Abdurrahman bin Auf (wafat tahun 32 H/654 M), Zubair bin al-Awwam (wafat tahun 36 H/657 M), dan yang lainnya.

Dulu sebagian dari para Sahabat, pada awal masuk Islam, merasa ragu dan keberatan untuk berdagang selama musim haji. Karena sebelum Islam datang, mereka berkeyakinan bahwa berdagang selama musim haji itu sesuatu yang dilarang. Lalu Allah menghalalkan hal tersebut bagi mereka melalui ayat Al-Quran yang diturunkan.

Imam Ibnu Hajar al-Asqalani (wafat tahun 852 H/1448 M) dalam bukunya 'Kitab al-‘Ujāab' menyatakan :

إن هؤلاء الصحابة "كانوا إذا أفاضوا من عرفات لم يشتغلوا بتجارة.. فأحِلّ لهم ذلك بقوله تعالى: {لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَبْتَغُوا فَضْلًا مِّن رَّبِّكُمْ}…، فأحلّ الله ذلك كله للمؤمنين: أن يعرّجوا على حوائجهم ويبتغوا من فضل ربهم" أيام الحج.

bahwa para Sahabat tersebut "ketika mereka beranjak dari wuquf di Arafah, mereka berkeykinan tidak boleh menyibukkan diri mereka dengan perdagangan. Maka Allah menghalalkan itu bagi mereka dengan firman-Nya:

{Tidak ada dosa atas kalian jika kalian mencari karunia dari Rabb kalian}... maka Allah menghalalkan semua itu bagi orang-orang yang beriman, agar mereka dapat mencari sesuatu yang bisa mencukupi kebutuhan mereka dan mencari karunia dari Rabb mereka" selama hari-hari ibadah haji.

Kemudian, para Tabi’in mengikuti jejak para sahabat, dan dari mereka muncul kelompok para ulama berprofesi sebagai pedagang, seperti Sa'id bin Al-Musayyib (wafat tahun 93 H/712 M) dan Muhammad bin Sirin (wafat tahun 110 H/729 M). Generasi-generasi muslim secara turun temurun mengikuti jejak ini, yang diteladani oleh para ulama mereka, sehingga dikatakan :

"أجمعوا على جواز شد الرحال للتجارة"

"Mereka telah sepakat secara Ijma’ tentang bolehnya syaddur rihaal “bersusah payah bepergian” untuk berdagang"

Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam As-Samhudi (wafat tahun 911 H/1505 M) dalam bukunya 'Wafaa' Al-Wafaa'.

*****

KETIKA UMAT ISLAM BERPERAN PENGENDALI PERDAGANGAN INTERNATIONAL


"Dulu Pasar-pasar dipenuhi oleh para pedagang, penjual, pembeli, dan penyair, sementara kafilah-kafilah dagang umat Islam menghubungkan Tiongkok dan India dengan Persia, Suriah, dan Mesir...

Perdagangan Islam tetap selalu mendominasi wilayah Laut Tengah hingga masa Perang Salib... Mereka merebut kendali atas Laut Merah dari negeri Habasyah, meluas melintasi Laut Kaspia hingga Mongolia, dan naik di Sungai Volga hingga ke Finlandia dan wilayah Skandinavia serta Jerman, di mana mereka meninggalkan ribuan koin Islam...

Aktivitas perdagangan ini, yang memberikan kehidupan yang kuat di seluruh negeri, mencapai puncaknya pada abad kesepuluh Hijriyah (= abad keempat Masehi), pada saat itu keadaan perekonomian di Eropa merosot ke titik terendahnya. Meskipun perdagangan ini meredup [di kemudian hari], jejaknya tetap terlihat dalam banyak bahasa Eropa!!"

"Dalam kata-kata tersebut diatas adalah rangkuman dari perkataan sejarawan peradaban Amerika, Will Durant (wafat 1402 H/1981 M), tentang pengalaman dan keahlian perdagangan dalam peradaban Islam. Ini mencerminkan tingkat organisasi, struktur, dan manajemen otonomi yang tinggi. Hal ini berarti munculnya norma-norma perdagangan yang stabil yang mengatur transaksi pedagang, bahkan entitas-institusional yang mengumpulkan dan membentuk hubungan di antara mereka. Mereka memfasilitasi komunikasi mereka dengan kekuasaan dan wilayah di luar kegiatan perdagangan mereka, serta pengaruh mereka dalam dinamika peristiwa politik di sekitar mereka."

"Perdagangan ini terkait dengan kebijakan dan hukum yang bersumber dari nash-nash syar’i dan maqooshid asy-Syari’ah [tujuan hukum Islam] yang berkaitan dengan pengaturan dan pengukuhan kaidah-kaidah transaksi keuangan masyarakat, dengan perhatian khusus, dengan penjelasan rincian penegakkan syiar-syiar agama Islam.

Dalam hal ini umat Islam telah menyediakan struktur yang efisien dan canggih, serta lingkungan yang adil, bebas, dan mendorong bagi pergerakan perdagangan Islam yang memimpin panggung perdagangan dan ekonomi dunia selama sembilan abad.

Umat Islam telah mengenal perdagangan barter dan perdagangan mata uang [money canger], dan bersamaan dengan perkembangan perdagangan, industri mata uang dan begitu pula rahasia pencetakkannya terus dikembangkan.

Ini mengubah konsep kekayaan , yaitu :

حيث بات رأس المال النقدي وأرصدته يمثلان قوة اقتصادية هائلة

“Di mana dengan adanya modal uang cash [yang berputar] dan simpanannya menjadi dua kekuatan ekonomi yang besar dan dahsyat”.

Maka dengan methode ini bisa memengaruhi jalannya politik, ilmu pengetahuan, dan budaya secara signifikan. Terutama dengan munculnya lembaga amal sosial dan peran yang meningkat dalam mendukung dakwah Islam, gerakan ilmiah, dan pengetahuan.

Ini adalah peran bersejarah yang menegaskan bahwa para pedagang Muslim tidak absen dari dimensi sosial dan fungsional kekayaan.

"Mungkin jaga jarak, bawa-bawa agama serta masalah keilmuan dalam membangun perekonomian dan dunia perdagangan adalah hal yang membuat sejarawan Ibnu Khaldun (wafat 808 H/1406 M) dalam ' kitab 'Muqaddimah' menyerukan hal berikut ini :

" أهمية تحرير العوائق أمام التجارة الدولية محذرا من تدخل السلطة في الاقتصاد، أو أن تتحول إلى منافِس يفسد أجواء المنافسة الحرة بين التجار، وفي نفس الوقت انتبه إلى مضار الاحتكار التجاري والسوقي".

Pentingnya menghapus hambatan-hambatan di depan perdagangan internasional, memperingatkan terhadap campur tangan kekuasaan dalam ekonomi, atau agar tidak berubah menjadi pesaing yang merusak atmosfer persaingan bebas di antara pedagang. Pada saat yang sama, ia menyadari akan dampak negatif dari monopoli perdagangan dan pasar."

Sebenarnya, gerakan perdagangan Islam dan tradisinya telah menjadi dorongan kuat bagi peradaban manusia melalui pertukaran peradaban yang disebarkannya, serta melalui hubungan yang mendalam yang melampaui konflik dan pertentangan, sehingga perjalanan pedagang Umat Islam dan lainnya di seluruh dunia tetap berlanjut - sebagian besar waktu - selama masa konflik dan perang.

Bahasa kepentingan dan pertukaran perdagangan tetap mendominasi dan dihormati oleh semua pihak perdagangan, bahkan di balik sistem pemerintahan yang bersaing. Ini berarti bahwa kelas pedagang mencapai tingkat kemandirian dan pengaruh yang membuatnya mampu menjaga jalannya sendiri, meskipun dalam geografi yang penuh tantangan yang terus berubah dan di atas panggung yang kompleks."

Dan jika kebangkitan Eropa modern, zaman reformasi dan bersinar terkait dengan kelas borjuis perdagangan yang membentuk kibaran bendera-benderanya yang paling jelas pada abad ke-9 Hijriyah/abad ke-15 Masehi; maka dasar yang kokoh bagi pembentukan kelas tersebut sebenarnya telah dipersiapkan -menurut pengakuan orang Eropa sendiri- di atas dasar pengalaman perdagangan International umat Islam. Hal ini terjadi melalui interaksi dengan kaum muslimin dan perjalanan di sepanjang Laut Tengah, serta melalui konfrontasi keras dengan mereka dalam Perang Salib.

Banyak kebiasaan, etika perdagangan, dan metode yang ditransfer dari kaum muslimin dalam kondisi dan era tersebut, termasuk pemanfaatan hukum dan kaidah fiqih mu’amalah syariat Islam dalam pengembangan undang-undang perdagangan yang kemudian dikenal di Eropa setelah itu.

Perdagangan dalam sejarah Islam bukan hanya menjadi bahasa untuk uang, barang, dan jasa, tetapi juga -lebih dari itu- menjadi bahasa iman, taqwa, dan nilai-nilai moral yang tinggi. Al-Quran menggunakan istilah-istilah perdagangan -penjualan dan pembelian- sambil mengajak orang-orang beriman untuk melakukan transaksi keimanan yang menguntungkan guna meraih surga dan keridhaan Allah, dan Al-Quran juga menegaskan dalam Surah Al-Muzzammil ayat 20 tentang orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari karunia Allah dan mereka yang berjuang serta berjihad di jalan Allah.

Seperti halnya perdagangan, juga menjadi bahasa pembangunan, amal usaha sosial, pengayaan pengetahuan, dan penyebaran peradaban. Para pedagang Muslim yang amanah menjadi titik temu antara nilai-nilai moral dan materi, sehingga perdagangan Islam seperti burung yang memiliki dua sayap:

جناح الدعوة وجناح الثروة.

“Sayap dakwah dan sayap kekayaan.

Ungkapan kata-kata ini merangkum secara menyeluruh kontribusi yang diberikan oleh para pedagang Muslim dalam peradaban Islam. Melalui peradaban Islam dalam pengalaman perdagangan umat manusia, dunia saat ini masih mencerminkan bayangan panjang akumulasi pengalaman ekonomi dan perdagangan, yang terbentuk selama ribuan tahun oleh berbagai bangsa, peradaban, wilayah, dan benua.

*******

BERDAKWAH SAMBIL BERDAGANG atau BERDAGANG SAMBIL BERDAKWAH .

Pengaruh Refleksi Budaya dan Peradaban.

Sepanjang sejarah Islam dan di seluruh geografi negara-negara dan wilayahnya; perdagangan para pedagang muslim tidak hanya menjadi aktivitas materi semata, yang berurusan dengan dunia materi [benda] semata, tidak pula hanya untuk mencari keuntungan semata, demi kepentingan pribadi yang sempit.

Perdagangan umat Islam menghindari alam pemikiran yang kosong dari pertimbangan makna-makna keagamaan dan nilai-nilai kemanusiaan. Juga menghindari hal-hal yang bertentangan dengan kebutuhan kepentingan umum dari masyarakat Muslim.

Kafilah-kafilah perdagangan tetap menjadi pilihan yang aman bagi para da’i dalam menyebarkan agama Islam, bagi para pelajar penuntut ilmu dan para ulama, baik untuk mencari atau menyebarkan ilmu dan juga bagi mereka yang melakukan perjalanan ibadah haji dan umroh , seperti yang disebutkan oleh seorang cendekiawan dan penulis, Ibnu Jubair al-Andalusi :

أنه انطلق في رحلته إلى المشرق "في قافلة كبيرة من التجار"، وفي عودته منها اختار "ركوب البحر مع تجار النصارى وفي مراكبهم المعدة لسفر الخريف"!! ويخبرنا خاتمة المؤرخين القاضي ابن خلدون أنه حين قرر مغادرة وطنه تونس إلى مصر سنة 784هـ/1382م سافر في "سفينة لتجار الإسكندرية قد شحنها التجار بأمتعتهم وعروضهم".

“Bahwa ia berangkat dalam perjalanannya ke Timur dalam "sebuah kafilah besar dari para pedagang", dan dalam perjalanannya pulang, ia memilih "menaiki laut bersama pedagang Nasrani dan kapal-kapal mereka yang disiapkan untuk perjalanan musim gugur"!!

Dan Seorang Imam Para Sejarawan, Qadhi Ibnu Khaldun memberitahu kita :

أنه حين قرر مغادرة وطنه تونس إلى مصر سنة 784هـ/1382م سافر في "سفينة لتجار الإسكندرية قد شحنها التجار بأمتعتهم وعروضهم"

“ Bahwa ketika ia memutuskan untuk meninggalkan tanah airnya di Tunisia menuju Mesir pada tahun 784 H/1382 M, ia berlayar dengan "kapal pedagang Aleksandria yang telah mereka muat dengan barang-barang dan pameran dagang mereka".

Kelompok pedagang selalu menampung banyak penulis dan ilmuwan pedagang di dalam barisan mereka, dan karena itu Al-Jahidz mengkritik, dalam artikel-artikelnya, terhadap mereka yang "menghina dunia bisnis dan perdagangan karena kekurangan pendapatan ilmu pengetahuan -yang sedikit mereka peroleh- sehingga mereka berpikir sbb :

أنها تَنْقُصُ من العلم والأدب وتقتطع دونهما وتمنع منهما"!!

“Bahwa bisnis dan perdagangan itu merugikan ilmu dan sastra dan menghalangi dari keduanya".

Kemudian al-Jahidz balik bertanya :

"فأي صنف من العلم لم يبلغ التجار فيه غاية، أو يأخذوا منه بنصيب، أو يكونوا رؤساء أهله وعليتهم؟!".

"Jenis ilmu apa yang tidak pernah dicapai oleh para pedagang ? atau ilmu apa yang tidak diambil sebagiannya oleh mereka , atau ilmu apa yang mereka tidak menjadi pemimpinnya dan ahli di bidangnya?"."

"Dalam mendukung ucapan Al-Jahidz ini, kita temukan dalam biografi tokoh-tokoh Islam sejumlah besar pedagang yang menjadikan penghasilan mereka berasal dari perdagangan kitab-kitab di pasar-pasar para penulis, mereka menghasilkan keuntungan besar dan berkontribusi dalam penyebaran madzhab-madzhab dan pemikirin-pemikiran. Seorang tokoh terkemuka di Yaman, yaitu seorang ulama, pedagang, dan penyair ulung bernama 'Ammarah al-Hakami al-Yamani (wafat 569 H/1173 M), diakui sebagai salah satu tokoh utama di antara para pedagang dan orang-orang kaya, serta dianggap sebagai salah satu ulama terkemuka yang memberikan fatwa dan termasuk dalam kelompok para ahli Sastra. Maka, selamat dan beruntunglah bagi anda !" Demikian menurut Al-Imam Adz-Dzahabi dalam 'Siyar A'lam an-Nubala'.

Salah satu pedagang buku terkenal yang merupakan seorang sastrawan dengan karya-karya yang indah adalah Ya'qub bin 'Abdullah al-Hamawi. Ia mengatakan tentang dirinya sendiri:

"كنتُ في سنة سبع وستمئة (607هـ/1210م) قد توجهت إلى الشام وفي صحبتي كتب من كتب العلم أتَّجِر فيها، وكان في جملتها «كتاب صور الأقاليم» للبَلْخِي (أبو زيد أحمد بن سهل البلخي ت 322هـ/934م) نسخة رائقة مليحة الخط والتصوير، فقلت في نفسي: لو كانت هذه النسخة لمن يجتدي بها بعض الملوك.. لكان حسنا! ثم إنني بعت النسخة من الملك الظاهر غازي بن صلاح الدين (الأيوبي ت 613هـ/1216م).. صاحب حلب"!!

"Pada tahun 607 H (1210 M), saya pergi ke Syam membawa buku-buku ilmu yang saya perdagangkan. Salah satu di antaranya adalah 'Kitab “صور الأقاليم” [gambar letak-letak wilayah]' karya al-Balkhi (Abu Zaid Ahmad bin Sahl al-Balkhi wafat 322 H/934 M) dalam salinan yang bagus dengan tulisan dan ilustrasi yang indah. Saya berpikir dalam hati saya: 'Jika salinan ini dimiliki oleh seorang raja, itu akan menjadi baik!' Kemudian saya menjual salinan tersebut kepada Raja Adz-Dzahir Ghazi bin Salahuddin Al-Ayyubi (wafat 613 H/1216 M), penguasa Aleppo!".

"Sama seperti halnya dengan para pedagang ini, juga orang yang ikut serta dalam perjalanan mereka, termasuk para penceramah dan ulama, mereka disirami ilmu pengetahuan dari kitab-kitab karya tulis warisan Islam yang jumlah kitabnya luar biasa banyaknya, yang berisikan materi yang langka dalam hal ilmu seni perdagangan, ekonomi, dan investasi, serta ilmu pelayaran, geografi, antropologi, akidah-akidah kepercayaan masyarakat, dan adat kebiasaan mereka. Mereka memperkaya kehidupan ilmu pengetahuan dan sastra dengan tambahan yang menarik dari sastra tentang cerita perjalanan dan kisah petualangan; dengan demikian, mereka melengkapi dimensi peradaban dalam catatan sejarah umum Islam.

Belum lagi kontribusi pembangunan besar yang telah diberikan oleh para pedagang dalam pelayanan masyarakat Islam, baik dalam pembiayaan yayasan-yayasan pendidikan dan kesehatan, pembangunan struktur keagamaan seperti masjid dan madrasah, juga perhatian mereka terhadap kelompok-kelompok rentan dalam masyarakat, seperti fakir miskin, yatim piatu, dan janda. Mereka juga berpartisipasi secara finansial dalam menahan agresi asing dan membebaskan tawanan yang berada di tangan musuh."

*****

"KONSEP DAGANG DAN CARA MENDAPAT KEUNTUNGAN ".

Qawa’id wa Fawa’id "قواعد وعوائد"

 Materi kata "تَجَرَ" secara bahasa mengacu pada :

"تقليب المال وتصريفه لطلب النماء"

"Memutar uang dan mengelolanya agar bisa tumbuh berkembang."

Ini menurut Imam Nawawi (tahun 676 H / 1277 M) dalam kitabnya Tahdziib al-Asmaa wa al-Lughaat, dan sesuai dengan pandangan Ibnu Khaldun (tahun 808 H / 1406 M) dalam 'al-Muqoddimah :

أن التجارة "محاولة الكسب بتنمية المال بشراء السلع بالرُّخْص وبيعها بالغلاء"، والمقدار النامي من رأس المال يسمى "ربحا".

“ Bahwa perdagangan diartikan sebagai "usaha untuk mendapatkan keuntungan dengan mengembangkan uang melalui pembelian barang dengan harga murah dan menjualnya dengan harga tinggi". Dan pertumbuhan modal yang dihasilkan disebut sebagai "keuntungan".

Transaksi perdagangan telah beragam dalam aktivitas pertukaran barang dan komoditas. Ibnu Khaldun menjelaskan :

أن الأرباح إنما تتحقق بإحدى وسيلتين: إما أن يخزن التاجر السلعة "ويتحيّن بها حوالة (= تغيُّر) الأسواق من الرخص إلى الغلاء فيعظم ربحه، وإما أن ينقلها إلى بلد آخر تَنْفُق (= تَرُوجُ) فيه تلك السلعة".

Bahwa keuntungan dapat dicapai melalui dua cara:

Pertama, pedagang menyimpan barang dagangan dan menunggu pasar berubah dari murah ke mahal, sehingga keuntungan yang dihasilkan menjadi besar.

Kedua, barang dagangan dipindahkan ke negara lain di mana barang tersebut dapat dijual laku keras dengan harga tinggi”.

Ibnu Khaldun juga menjelaskan hubungan antara keuntungan dan besarnya modal, dia menyatakan :

إن "المال إذا كان كثيرا عظُم الربح [مهما قلّت نسبته] لأن القليل في الكثير كثير".

“Bahwa "keuntungan akan semakin besar jika modal besar [meskipun persentasenya kecil], karena sedikit dalam jumlah banyak itu bisa menjadi banyak.""

"Dalam catatan sejarah aturan pasar yang berlaku saat ini, Ibnu Khaldun menyajikan kumpulan prinsip berharga yang sudah terakumulasi selama berabad-abad dalam kehidupan perdagangan, berdasarkan pengalaman dari aktivitas perdagangan global. Ini didasarkan pada prinsip bahwa pemahaman perdagangan dan seni bisnisnya :

"يرجع إلى العوائد المتقررة بين أهل العمران"

"berakar pada kebiasaan-kebiasaan yang telah tertanam di kalangan masyarakat perkotaan" yakni pusat-pusat perkotaan."

ومن قواعده التجارية -التي يعتمدها خبراء المال والأعمال اليوم- أنه يربط بين الحاجة والعرض والطلب؛ فيقول إن "التاجر البصير بالتجارة لا ينقل من السلع إلا ما تعمّ الحاجة إليه من الغني والفقير والسلطان والسوقة"، ويحذر من نقل السلع التي لا يحتاجها إلا الخاصة في المجتمع، لأنه قد "يتعذر نَفاق (= رواج) سلعته حينئذ بإعواز (= تعذّر) الشراء من ذلك البعض لعارض من العوارض"، فيخسر التاجر فيما استورده.

"Salah satu kaidah dan teori perdagangan yang diadopsi oleh para ahli keuangan dan bisnis saat ini adalah menghubungkan antara kebutuhan, penawaran, dan permintaan.

Dikatakan :

" إن "التاجر البصير بالتجارة لا ينقل من السلع إلا ما تعمّ الحاجة إليه من الغني والفقير والسلطان والسوقة. ويحذر من نقل السلع التي لا يحتاجها إلا الخاصة في المجتمع، لأنه قد "يتعذر نَفاق (= رواج) سلعته حينئذ بإعواز (= تعذّر) الشراء من ذلك البعض لعارض من العوارض"، فيخسر التاجر فيما استورده.

“Bahwa "pedagang yang bijak dalam perdagangan tidak akan mengangkut barang-barang kecuali yang dibutuhkan oleh orang kaya, miskin, penguasa, dan pasar."

Peringatan ditujukan terhadap pengangkutan [pengimporan] barang dagangan yang hanya dibutuhkan oleh segelintir orang dalam masyarakat, karena mungkin sulit untuk memasarkan barang dagangan-nya ketika segelintar orang tersebut mengalami kesulitan untuk membelinya karena adanya alasan tertentu," sehingga dengan demikian si pedagang mengalami kerugian dalam pengimporan barang tersebut."

Sebagaimana halnya, seorang pedagang harus "membawa barang-barang dagangannya dari jenis kwalitas pertengahan," karena barang-barang yang mahal hanya dibeli oleh "orang-orang kaya dan pejabat pemerintah yang elit," sementara sebagian besar, orang-orang akan membeli "barang yang berkwalitas pertengahan dari setiap jenis" pada umumnya.

Ibnu Khaldun juga mencatat :

"ارتفاع أرباح المواد المجلوبة من أماكن بعيدة وبمعدلات خطورة عالية، لأنها "تكون قليلة مُعْوزة (= نادرة) لبعد مكانها أو شدة الغرر في طريقها، فيقلّ حاملوها ويعزّ وجودها، وإذا قلّتْ وعزّتْ غلتْ أثمانُها".

“Bahwa barang-barang yang diimpor dari tempat yang jauh yang memiliki tingkat risiko yang tinggi biasanya melambung keuntungan darinya ; karena barang-barang tersebut adalah barang-barang yang sedikit dan langka karena jarak tempatnya atau kesulitan di perjalanannya, sehingga pengangkutnya menjadi sedikit dan keberadaannya sangat bernilai. Ketika jumlahnya sedikit dan diburu para pembeli, maka harganya naik."

Ibnu Khaldun berpendapat :

أن التجارة تعتمد على حركة البضائع بين الأسواق وتخزينها لحين الحاجة إليها، مشيرا إلى أن الحياة الاقتصادية تزدهر "بالتوسط من ذلك، وسرعة حوالة الأسواق"، محذرا من استدامة الرخص أو الغلاء لأن ذلك يحد من حركة البضائع، وبالتالي فإنه "يُــفسد الربحَ والنماء بطول تلك المدة".

“Bahwa perdagangan bergantung pada pergerakan barang-barang antara pasar dan penyimpanan mereka hingga diperlukan, menunjukkan bahwa kehidupan ekonomi berkembang "melalui perantaraan itu dan kecepatan sirkulasi pasar." Dia memperingatkan tentang keberlanjutan kenaikan atau penurunan harga karena itu membatasi pergerakan barang, dan lagi pula itu akan berakibat, "merusak keuntungan dan pertumbuhan dalam jangka waktu yang panjang."

Adapun monopoli perdagangan, yang merupakan salah satu masalah perdagangan sepanjang zaman, maka Ibnu Khaldun menjelaskan :

أن المشتهر بين المحنَّكين من ذوي التجارب التجارية أن الاحتكار "مشؤوم وأنه يعود على فائدته بالتلف والخسران". وعموما جرَّم الفقهاء الاحتكار وأجمعوا على "أنه لو احتكر إنسان شيئا ما واضطر الناس إليه -ولم يجدوا غيره- أجبِر على بيعه"، وذلك "دفعا للضرر عن الناس وتعاونا على العيش"

bahwa yang terkenal di kalangan para ahli perdagangan yang berpengalaman adalah bahwa monopoli adalah "pesimis [membawa kesialan] dan mengakibatkan kerugian dan kerusakan pada manfaatnya." Secara umum, para ahli fikih mengharamkan monopoli dan sepakat bahwa "jika seseorang menguasai sesuatu dan masyarakat membutuhkannya - dan mereka tidak menemukan yang lain - dia diwajibkan untuk menjualnya," hal ini dilakukan "untuk menghindari kerugian bagi masyarakat dan berkolaborasi untuk hidup," sesuai dengan apa yang disebutkan dalam 'Encyclopedia Hukum Fiqih of Kuwaiti.'

Adapun konsep pengumpulan barang-barang itu sendiri, penyimpanannya, dan penjualannya dengan harga yang wajar maka dinyatakan oleh Imam Malik bin Anas (w. 179 H / 796 M) dengan mengatakan :

"إن كان ذلك لا يضر بالسوق فلا بأس"

"Jika itu tidak merugikan pasar, maka tidak masalah."

Hal ini mirip dengan hak istimewa komersial saat ini dan terkait dengan tidak merugikan masyarakat secara umum dengan prinsip hak mereka untuk mendapatkan layanan yang diperlukan bagi kehidupan mereka.

Ibnu Khaldun meriwayatkan dari salah satu syeikh pakar dagang sebuah pernyataan yang mencakup teori pokok perdagangan , yaitu :

"اشتراء الرخيص وبيع الغالي"

"Membeli yang murah dan menjual yang mahal."

Ia menggambarkan perilaku pedagang sebenarnya dengan mengatakan :

إن "أهل النَّصَفة (= الإنصاف) قليل، فلا بد من الغش والتطفيف المجحف بالبضائع [عند صنعها]، ومن المطل في الأثمان المجحف بالرّبح" عند بيعها.

“Bahwa "orang yang adil dan bijak (yang berprinsip penuh keadilan) itu sedikit”, oleh karena itu terjadinya penipuan dan penurunan kualitas barang yang tidak adil saat proses pembuatan tidak dapat dihindari. Dan juga ada kecenderungan untuk menetapkan harga yang tidak adil dan bijak hanya demi untuk mendapatkan keuntungan" ketika menjualnya.

Dalam mengacu pada perlakuan yang tidak adil yang kadang-kadang dialami oleh para pedagang, Ibnu Khaldun menyarankan kepada para pedagang untuk bersikap sebagai berikut  :

"أن يكون جريئا على الخصومة بصيرا بالحسبان (= الحساب) شديد المماحكة مقداما على الحُكّام" أي القضاة، وإلا "فلا بد له من جاهٍ يدّرع (= يحتمي) به، يوقع له الهيبة عند الباعة، ويحمل الحكام على إنصافه من معامليه"!!

“agar menjadi berani dalam menghadap persaingan, agar bijaksana dalam pertimbangan, tajam dalam perhitungan, dan tegas dalam berhadapan dengan para hakim." Jika tidak demikian, maka dia harus memiliki wibawa kedudukan yang bisa melindunginya, memberinya otoritas di kalangan penjual, dan membujuk para penguasa untuk memperlakukannya dengan adil dalam urusannya"!

****** 

"MEKANISME DAN METODE" atau "CARA DAN TEKNIK"

Ini adalah contoh-contoh dari prinsip-prinsip perdagangan teoritis yang umum digunakan dalam lingkungan keuangan, yang telah dimasukkan oleh Ibnu Khaldun dalam kitabnya 'Muqaddimah'.

Prinsip-prinsip ini diimplementasikan dan dilengkapi secara praktis melalui berbagai sistem perdagangan yang terbentuk dari berbagai jenis pola interaksi, metode pertukaran, mekanisme persaingan, dan integrasi. Semua ini diperlukan oleh tabiat pergerakan perdagangan antara negara-negara yang jauh untuk memenuhi pasar yang luas dengan berbagai jenis barang.

Sistem-sistem tersebut mencakup berbagai layanan keuangan yang terkait dengan perdagangan dan berbagai jenis pekerja yang bekerja dengan para pedagang dalam kegiatan investasi mereka. Ini termasuk para agen yang bertanggung jawab untuk menyelesaikan transaksi perdagangan di daerah-daerah produksi dan pasokan, serta melakukan kesepakatan dan transfer uang untuk para pedagang mereka, menyediakan barang untuk para pedagang dari tempat produksinya, dan memberikan informasi tentang harga dan kondisi umum di daerah kegiatan perdagangan mereka.

Sebagai imbalan atas aktivitas dan layanan tersebut, maka para agen menerima gaji tetap atau mendapat bagian dari keuntungan yang diperoleh dari transaksi tersebut, yang disebut sebagai "al-Qirodh" atau "al-Mudhorobah". Seperti yang dijelaskan dalam literatur-literatur fikih. Ini adalah ketika seseorang memberikan uang kepada orang lain untuk diperdagangkan, dan keuntungan - jika ada - dibagi antara mereka sesuai dengan persentase yang disepakati.

Al-Jahidz menulis kitab "Risalah al-Wukalaa’" yang isinya menjelaskan tentang realitas dari kelompok ini sebagai bagian dari komponen perdagangan. Dia menjelaskan :

أن الوكيل "والأجير والأمين والوصي في جملة الأمر يَجْرون مجرى واحدا" في طبيعة العمل والأداء، كما أكد أهمية جودة الفراسة في انتقاء الوكلاء وحث مسؤوليهم على منحهم "الأجرة السَّنِية" أي المكافأة المجزية، والعدل معهم في تحميلهم المسؤولية عن التلفيات.

“ Bahwa wakil, pekerja, penjaga dan wali, dalam keseluruhanya, tugas mereka adalah "melakukan fungsi yang sama" dalam sifat pekerjaan dan kinerja. Seperti halnya dia menekankan pula pentingnya kecerdasan dalam memilih wakil dan mendorong para atasan mereka untuk memberi mereka "upah tahunan" atau bonus, serta bersikap adil dengan mereka dalam menetapkan tanggung jawab atas kerugian [kerusakan barang].

Al-Jahidz berpendapat :

أنه إذا اتهم الناسُ الوكلاءَ كلَّهم اختلّت الأحوال "واضطربت التجارات" وبالتالي سيسوء الحال

“ Bahwa jika orang-orang ragu dan curiga pada semua agen, maka keadaan akan menjadi kacau-balau dan "perdagangan akan terganggu," yang pada akhirnya akan merugikan keadaan secara keseluruhan.

Ia juga menegaskan :

أن التجار لو "صاحبوا الجمّالين والمُكَارين (= مُلّاك الدواب المستأجَرة) والملاحين [في البحر] حتى يعاينوا ما نزل بأموالهم" من عقبات في الطريق؛ لأدى ذلك ربما إلى ترك التجار شحن السلع خشية على أموالهم من التلف.

“Bahwa para pedagang seharusnya "menguasai para pemilik kendaraan unta-unta pengangkut, pemilik kereta angkutan, dan para nahkoda kapal laut [di laut] sehingga bisa menyaksikan langsung hambatan-hambatan dalam perjalanan mereka," karena hal ini mungkin mendorong para pedagang untuk meninggalkan pengiriman barang-barang mereka karena takut terjadi kerusakan pada harta-harta mereka.

Adapun para pedagang besar dan tokoh-tokoh yang memiliki posisi tinggi dalam masyarakat, maka biasanya memiliki seorang manajer bisnis yang disebut "al-Qahraman" dan tugasnya disebut "al-Qahramah".

Abu Mansur al-Azharī (w. 370 H / 981 M) dalam kamusnya 'Tahdzīb al-Lughah' menyatakan :

إن "القهرمان هو المسيطر الحفيظ" لما يؤتمن عليه من الأموال والممتلكات.

bahwa "al-Qahraman adalah orang yang memiliki kendali dan menjaga dengan cermat" atas uang dan kekayaan yang dipercayakan padanya.

"Qahramah" adalah jabatan keuangan pada masa dahulu yang dikenal pada masa Sahabat Nabi SAW . Sejarawan Ibnu Sa’ad (w. 230 H / 845 M) memberikan informasi bahwa Abdullah bin Ja'far al-Hashimi (w. 61 H / 680 M) memiliki seorang "Qahraman" yang bertanggung jawab secara langsung untuk melaksanakan perintah keuangannya.

Ibnu Sa’ad menceritakan :

أنه "جلب رجل [تاجر] من أهل البصرة سكّراً إلى المدينة فكَسَد عليه، فذُكِر لعبد الله بن جعفر فأمر ‘قهرمانه‘ أن يشتريه فيدعو الناس إليه فيُنْهِبهم إياه" على سبيل الهدية والتبرع.

“Bahwa saat seorang pedagang membawa gula dari Basrah ke Madinah dan dia menghadapi kesulitan untuk menjualnya, lalu hal tersebut diceritakan kepada Abdullah bin Ja'far , maka dia memerintahkan "qahramannya" untuk membelinya dan kemudian dia mengundang orang-orang untuk datang dan memberikannya kepada mereka sebagai hadiah dan sumbangan”.

Termasuk dari aktivitas perdagangan, adalah adaanya kelompok para calo dan makelar lokal yang bertindak sebagai perantara antara pedagang dan penduduk setempat. Mereka bertanggung jawab untuk menyediakan akomodasi, mempromosikan barang dagangan, dan menerjemahkan komunikasi antara pedagang dan penduduk lokal jika diperlukan. Oleh karena itu, ketika pelancong Benjamin at-Tuthela (w. 569 H / 1173 M) mengunjungi Pulau Qais/Kish di Teluk Arab, ia mencatat :

أن "أغلب سكان الجزيرة دلّالون ووسطاء بين.. الحشد الغفير من التجار".

bahwa "sebagian besar penduduk pulau adalah para makelar dan para calo antara ... kerumunan pedagang yang banyak."

Adapun para pekerja di kapal perdagangan maritim Islam , maka itu terdiri dari "pemilik kapal atau wakilnya," yang seringkali merupakan pedagang itu sendiri, dan kapten, yang disebut "al-Ra'is". Ada juga "al-Kirani," yang berfungsi sebagai "Juru Tulis kapal," yaitu orang yang bertanggung jawab atas administrasi dan keuangan di atas kapal.

******

INOVASI-INOVASI TERUPDATE SYSTEM KEUANGAN & ADMINISTRASI

Sistem perdagangan Islam berpegang teguh pada serangkaian langkah keuangan dan fasilitas administratif yang memastikan kelancaran pergerakan perdagangan antar wilayah; termasuk di dalamnya penerbitan surat transfer keuangan dan الصُّكُوْكُ التَّوثِيْقِيَّة [sertifikat dokumentasi] yang disebut sebagai 'CEK' saat ini.

Ahli orientalis Jerman, Joseph Schacht (w. 1969 H / 1389 M), melihatnya dalam penelitian berjudul "Hukum dan Negara [القَانُوْن والدَّوْلَة]" di dalam buku kolektif 'Warisan Islam  [تُرَاثُ الإسْلامِ]' :

أنها كانت من "أنظمة.. القانون التجاري الإسلامي التي انتقلــت في العصور الوسطى إلى أوروبا عبر البحر الأبيض المتوسط، وقد اندمجت هذه الأنظمة في القانون التجاري المتعارف عليه في التجارة الدولية

Bahwa itu adalah "sistem hukum perdagangan Islam yang pindah ke Eropa pada abad-abad pertengahan melalui Laut Tengah, dan sistem ini telah terintegrasi ke dalam hukum dagang yang diakui dalam perdagangan internasional."

Dan Schacht menegaskan :

أن "الشاهد على ذلك [الانتقال] مصطلحات [مثل لفظ] «Mohatra» المأخوذ من الكلمة العربية «مخاطـرة»..، ولـفظ «Aval» كلمة فرنسية محرفة من كلمة «حوالة» العربية أي تحويـل الديون..، وربما أيـضـا لـفـظ «شـيـك» (Cheque) جاء من الكلمة العربية «صك» أي الوثيقـة المكتوبة".

كانت كتب التحويلات المالية تلك تسمى "السَّفاتِج" واحدتها "سَفْتَجَة"، وهي أن يُقرض التاجر شخصا مالا في بلد على أن يسدده له في بلد آخر، والهدف منها أن يتجنب التاجرُ المقرضُ مخاطرَ الطريق على نقوده إذا حملها معه، ولذا لم يكن التجار مضطرين لحمل الأموال أثناء رحلاتهم التجارية، إذ تؤدي "السفتجة" وظيفة الحوالات المالية بين التجار على نحو ما تقوم به اليوم البنوك وشركات الصرافة المالية.

Bahwa "bukti atas [transisi ini] adalah istilah-istilah [seperti kata] 'Mohatra', yang berasal dari kata Arab 'mukhothoroh' (berisiko), dan kata 'Aval', yang merupakan kata Prancis yang berasal dari kata Arab 'hawwaalah', yang berarti mentransfer utang. Mungkin juga kata 'cheque' (cek) berasal dari kata Arab 'shokk' [صَكّ  jamaknya صُكُوْك], yang berarti dokumen tertulis."

Buku-buku transfer keuangan ini disebut "safatij," [jamak, dari kata tunggal "saftajah]." Ini adalah praktik dimana seorang pedagang memberikan pinjaman uang kepada seseorang di satu negara dengan syarat akan dibayar kembali di negara lain. Tujuannya adalah agar pedagang pemberi pinjaman dapat menghindari risiko membawa uang tunai saat melakukan perjalanan, sehingga pedagang tidak perlu membawa uang tunai selama perjalanan dagang mereka. "Safatij" berfungsi seperti transfer keuangan antar pedagang, mirip dengan peran yang dimainkan oleh bank dan perusahaan pertukaran mata uang hari ini.

Adapun tentang surat-surat hutang [shokk], maka itu disebut "Cek" pada masa itu, yang mencakup dokumen-dokumen hutang dan komitmen keuangan secara umum. Salah satu teks tertua menyebutkan bahwa sahabat Said bin Al-Ash (tahun 59 H/680 M) biasa menulis shokk [surat hutang] untuk dirinya sendiri jika seseorang meminta bantuannya dan saat itu dia tidak memiliki harta. Maka dia akan mengatakan kepada orang yang meminjam darinya: "Tulislah catatan hutangku hingga hari dimudahkan untuk bayar".

Ketika ia meninggal, para peminjam datang dengan surat hutangnya. Dalam koleksinya, ada surat hutang dari seorang pemuda Quraisy yang menyertakan saksi seorang budak yang bernilai dua puluh ribu, sebagaimna disebutkan Baha'ud-Din al-Baghdadi (tahun 562 H/1167 M) dalam "Tadzkirat al-Hamaduniyah".

Dan yang menariknya, pedagang Ibnu Hawqal al-Mawshili (wafat setelah 367 H/978 M) hanya menyebut satu shokk [surat hutang] yang unik bentuknya dalam kitabnya  صُوْرَة الأَرْضِ [gambar peta bumi] yang ditemukan di Audaghast, ibu kota Kerajaan Ghana di Afrika Barat yang sekarang terletak di tenggara Mauritania.

Dan mengenai keanehan Shokk [surat hutang] ini, Ibnu Hawqal menyebutkannya dua kali. Dalam salah satu kesempatan, dia berkata:

"ولقد رأيت بأَوْدَغَسْتْ صكًّا فيه ذكرُ حقٍّ (= دَيْن) لبعضهم على رجل من تجار أَوْدَغَسْتْ -وهو من أهل سجلماسة- باثنين وأربعين ألف دينار (= اليوم 8.5 ملايين دولار أميركي تقريبا)، وما رأيتُ ولا سمعتُ بالمشرق لهذه الحكاية شبها ولا نظيرا! ولقد حكيتها بالعراق وفارس وخراسان فاستُطرفت"

"Saya sungguh benar-benar telah melihat di Audaghast sebuah Shokk [surat hutang] yang mencantumkan utang bagi beberapa orang pada seorang pedagang dari Audaghast, yang berasal dari Sijilmaasa. Utang tersebut mencapai dua puluh empat ribu dinar (sekitar 8,5 juta dolar Amerika pada hari ini). Saya tidak pernah melihat atau mendengar kisah semacam ini di wilayah Mashriq (Timur Tengah), bahkan saya menceritakannya di Irak, Persia, dan Khurasan dan mereka merasa heran karena keanehannya!”

Di halaman lain, dia menyebut nama orang yang berhutang sejumlah uang ini, dengan menyatakan :

إنه "كُتب بدين على محمد بن أبي سعدون (بغدادي مقيم بالمغرب ت بعد 340هـ/951م).. وشهد عليه العدول".

“Bahwa utang ini dicatat atas nama Muhammad bin Abi Sa'dun (seorang warga Baghdad yang tinggal di Maghrib setelah tahun 340 H/951 M) ... dan diakui oleh para saksi yang adil."

Adapun mengenai buku cataan harian yang terkait dengan catatan transaksi perdagangan, maka dikenal sebagai "Al-Ruznamij [الرُوْزنَامِج]" yang merupakan istilah bahasa Persia. Dalam definisinya disebutkan bahwa itu adalah

"كتاب اليوم الذي يُثْبَتُ فيه ما يجري من استخراج أو نفقة"

"Buku harian [di mana] dicatat di dalamnya semua transaksi ekstraksi atau pengeluaran yang terjadi".

Sesuai dengan yang dijelaskan dalam 'Ma'jam Maqalid al-'Uluum fi al-Huduud wal-Rusuum' yang diatributkan kepada Imam Asy-Syuyuti (wafat 911 H/1505 M).

******

INISIATIF INSTITUSIONAL :

Arti dari Pengetahuan institusional, atau memori institusional, adalah pemahaman kolektif dan kemampuan tenaga kerja suatu organisasi. Ketika seorang karyawan berpengalaman meninggalkan suatu organisasi, mereka membawa serta sejumlah besar pengetahuan yang berkontribusi terhadap efektivitas operasional bisnis. Pengetahuan para karyawan ini disebut pengetahuan institusional, dan hilangnya pengetahuan tersebut dapat menimbulkan dampak yang signifikan.

Pentingnya inisisiatif Institusional :

Perkembangan praktik dunia bisnis dan ekspansi pergerakan uang dan barang yang terus meningkat, beserta masalah dan hambatannya, mendorong ke arah lebih banyak regulasi untuk pasar-pasar bisnis dan pola interaksi di dalamnya. Seiring berjalannya waktu dan akumulasi pengalaman, hal ini mengarah pada munculnya norma bisnis yang stabil mengatur transaksi para pedagang. Bahkan, entitas institusional pun muncul untuk mengumpulkan mereka, mengatur hubungan mereka, serta memfasilitasi komunikasi mereka dengan pihak berwenang dan wilayah kegiatan bisnis mereka di luar negeri.

Meskipun gelar "Shahbandar" muncul cukup lambat, yaitu pada abad kedelapan Hijriah/ke-14 Masehi, kita menemukan gelar-gelar serupa yang mengindikasikan adanya tokoh bisnis besar yang dianggap sebagai referensi oleh para pedagang dalam urusan dan perselisihan mereka. Mungkin ada hubungan antara mereka dan otoritas pemerintah di suatu negara atau kota, seperti yang terjadi sejak abad kedelapan Hijriah/ke-14 Masehi.

Dan yang lebih terdahulu dari yang kita ketahui, dikenal dengan gelar yang menunjukkan bahwa ia menjadi rujukan bagi para pedagang, yaitu "Abu Ahmad ibn Abdul Rahman al-Syiizi al-Maraaghi, Tuan Para Pedagang Azerbaijan." Gelar ini diberikan kepada Ibn Hawqal pada awal abad keempat Hijriah/ke-10 Masehi, dan disebutkan dalam bukunya 'Shurah al-Ardh [Gambar Bumi]'.

Juga, Imam Ibnu al-Jawzi (wafat 597 H/1201 M) menulis biografi pedagang Irak, Ali bin Abi Nasher bin Wada'ah (wafat 479 H/1086 M), dalam karyanya 'Al-Muntadzim'. Ibn al-Jawzi menggambarkannya sebagai berikut :

"أنه "كان يُؤْثَر (= يُعرَف) عنه الخيرُ والأمانة والديانة، وكان رئيسَ التجار بالموصل". ويبدو أنه كانت له أيادٍ بيضاء على المجتمع ففُجع الناس بموته حين "توفي ببغداد وحُملت جنازته إلى الموصل فكان يوما مشهودا"!

"Bahwasannya dia adalah orang yang diakui akan kebaikannya, amanahnya, dan agamanya, serta menjadi pemimpin para pedagang di Moshul." Sepertinya dia memiliki pengaruh positif dalam masyarakat karena kematianya mengejutkan banyak orang, dan saat "ia meninggal di Baghdad, jenazahnya dibawa ke Moshul dan menjadi hari yang diingat oleh banyak orang!"

"Pada abad ketujuh Hijriah/ke-13 Masehi, terdapat seorang pedagang dari Kairo yang dikenal sebagai "Kabir al-Tujjar [saudagar besar] Abu Zaid al-Mashri (wafat setelah 640 H/1242 M)" menurut al-Muqraizi dalam 'Al-Mawa'idz wa al-I'tibar'. Mulai dari abad kedelapan Hijriah/ke-14 Masehi, kita akan menemui institusi "Shahbandar al-Tujjar" yang, dari segi tugas dan tujuan, mirip dengan "serikat pedagang" atau "serikat pekerja" atau "kamar dagang". Bahkan, institusi ini menggabungkan semua fungsi tersebut dalam kerangka yang sama.

Dari penjelasan orientalis Belanda, Reinhart Dozy (wafat 1300 H/1883 M), terlihat bahwa istilah "Shahbandar" merupakan istilah lokal Mesir, dan istilah ini "digunakan di Kairo untuk amil pedagang, pemimpin mereka, dan kepala serikat pedagang." Meskipun tampaknya Dozy berspekulasi tanpa bukti yang jelas, Ibnu Battutah (wafat 779 H/1377 M) dalam perjalanannya menggambarkan Kabir al-Tujjar di kota Calicut, India, sebagai "Amir al-Tujjar di sana adalah Ibrahim Shahbandar dari Bahrain... para pedagang berkumpul padanya dan makan di mejanya."

"Secara umum, tugas Shahbandar adalah memerintah di antara para pedagang dalam semua urusan mereka sesuai dengan tradisi mereka. Tanggung jawab ini melibatkan hubungan dengan orang-orang berpengaruh dan penguasa untuk membela kepentingan pedagang, melawan ketidakadilan dari pihak berwenang yang dapat mencakup pengambilalihan yang tidak adil dan pajak yang merugikan. Selain itu, Shahbandar juga bertanggung jawab untuk memastikan pasokan barang ke pasar sesuai kebutuhan negara.

Seorang sejarawan Mesir yang bernama Al-Jabarti (wafat 1240 H/1824 M) memberikan kita teks berharga yang menjelaskan beberapa kewenangan ini, khususnya yang bersifat yudisial. Dia menyatakan dalam 'Tarikh ‘Aja'ib al-Aatsaar' :

إنه طبقا للمراسيم الرسمية فإن شاهبندر التجار "له الحكم على جميع التجار، وأهل الحرف والمتسببين في قضاياهم وقوانينهم، وله الأمر والنهي فيهم".

bahwa menurut dekrit resmi, Shahbandar para pedagang "memiliki kekuasaan atas semua pedagang, para ahli kerajinan, dan pihak yang terlibat dalam kasus dan undang-undang mereka, dan dia memiliki wewenang untuk memerintah dan melarang mereka."

"Oleh karena itu, bagi mereka yang dipilih untuk tugas ini, di samping memiliki posisi dagang yang tinggi, diharuskan memiliki moralitas yang diterima oleh semua pedagang. Mereka harus "dikenal akan kejujurannya dalam berbicara, agamanya, dan amanahnya di antara rekan-rekan mereka." Ini adalah deskripsi yang diberikan oleh Al-Jabarti untuk Shahbandar al-Tujjar Ahmad bin Ahmad al-Mahruuqi al-Hariiri (wafat 1219 H/1834 M). Deskripsi serupa sebelumnya telah diberikan oleh Ibnu al-Jawzi untuk kepala para pedagang Moshul.

Seperti banyak jabatan di lingkungan perdagangan dan profesional secara umum, posisi "Shahbandar" dapat dipindahkan antara anggota keluarga pedagang yang berpengaruh. Ketika Ahmad al-Mahruqi yang disebutkan sebelumnya meninggal, keluarganya tetap berada di posisi ini.

Al-Jabarti mencatat :

"أنه في سنة 1228هـ/1843م "نودي في الأسواق بأن السيد محمد المحروقي [هو] شاهبندر التجار بمصر، وهو نجل شاهبندر أحمد المحروقي المتقدم ذكْره والذي تسلم المنصب بعد أن تعاقب أخوان تاجران".

“Bahwa pada tahun 1228 H/1843 M "diumumkan di pasar bahwa Sayyid Muhammad al-Mahruqi [adalah] Shahbandar al-Tujjar di Mesir," yang merupakan putra dari Shahbandar Ahmad al-Mahruqi yang disebutkan sebelumnya dan yang mengambil alih posisi setelah dua saudara pedagang saling menggantikan."

******

"DAFTAR HARGA DAN STANDAR KWALITAS."

"Irak, dengan kedudukan sentralnya di dunia Islam secara politis, peradaban, dan geografis, telah menjadi pusat perdagangan global internasional selama berabad-abad. Pedagang datang ke Irak membawa berbagai jenis barang kebutuhan dan barang mewah dari berbagai belahan dunia. Barang-barang ini dikonsumsi atau diangkut dari Irak dalam gerakan re-ekspor ke berbagai wilayah dunia Islam, bahkan hingga ke bagian lain dunia, baik di timur, barat, maupun utara.

Oleh karena itu, geograf Ibnu al-Faqih al-Hamdani (wafat sekitar 365 H/976 M) mencatat:

أن بغداد "جمع الله فيها ما فرقه في غيرها من البلدان من أنواع التجارات وأصناف الصناعات؛ فهي سلة الدنيا وخزانة الأرض"!

bahwa Baghdad adalah tempat di mana "Allah mengumpulkan di dalamnya apa yang dipecah-belahkan di negeri-negeri lain dari berbagai jenis perdagangan dan ragam industri. Kota ini adalah keranjang dunia dan khazanah bumi!"

Dia menambahkan bahwa orang-orang pernah mengatakan :

"ليس بالصين متاع أسرى (= أفخم) ولا أحسن مما يحمله التجار إلى العراق، فأما ما يبقى هناك فرديء لا حسن له"!!

"Tidak ada barang perabotan yang lebih mewah daripada apa yang dibawa oleh pedagang ke Irak dari China. Apa pun yang tersisa di sana tidak ada yang baik!"

Ini menunjukkan kekuatan standar yang diterapkan dalam kualitas produksi barang yang diinginkan untuk diekspor ke ibu kota khilafah Islami."

Dengan keinginan keras untuk senatiasa menjaga nilai standar kualitas tersebut, maka muncul apa yang dapat dijelaskan sebagai "Deskripsi kwalitas barang dagangan"  untuk setiap negara. Ini untuk menjelaskan spesifikasi barang atau produk yang dihargai oleh penduduknya.

Salah satu contohnya adalah Artikel karya al-Jahidz yang berjudul :

التَّبْصِرَةُ بِالتِّجَارَةِ فِي وَصْفِ مَا يُسْتَظْرَفُ فِي الْبِلَادِ مِنَ الْأَمْتِعَةِ الرَّفِيعَةِ وَالْأَعْلَاقِ النَّفِيسَةِ وَالْجَوَاهِرِ الثَّمِينَةِ

Artinya : "Keterangan dalam Perdagangan dalam Deskripsi Barang-Barang Berkwalitas Rendah dan Barang-Barang Berkwalitas Tertinggi (Barang-Barang Langka), Barang-Barang Berharga, dan Permata-Permata yang Berharga yang diakui di Berbagai Negara."

Dalam risalah ini, al-Jahidz mendokumentasikan tanda-tanda kualitas dalam barang. Contohnya :

·         Pakaian dianggap lebih baik jika "lembut dan halus".

·         Permata dianggap semakin baik jika "lebih jernih dan lebih berkilau".

·         Sementara hewan secara umum dianggap lebih baik jika "tubuhnya lebih besar dan lebih patuh."

"Seorang orientalis Rusia Ignatyev Krachkovsky (wafat 1371 H/1951 M) dalam bukunya 'Tarikh al-Adab al-Jughrāfi al-'Arabī' (Sejarah Sastra Geografi Arab), dia menyatakan :

"إن رسالة الجاحظ هذه "تعالج السلع التجارية المختلفة وأسعارها ومزاياها والزائف منها"، بما في ذلك "الذهب والفضة والأحجار الكريمة ثم العطور والطيب والأنسجة والثياب". كما تعدد "أسماء السلع المستوردة من مختلف الأقطار ابتداء من الهند والصين..، والبلاد الشمالية كخوارزم وبلاد الخَزَر وبلاد البلغار"، وما لكل سلعة من مزايا ومواصفات جودة.

فتحت رسالةُ الجاحظ هذه الطريقَ أمام كتب الجغرافيا والرحلات العربية لتودع صفحاتها معطيات هائلة عن أوصاف البضائع الواردة من كل بلد والمصدرة منه؛ وهو ما نجد تغطية واسعة له مثلا في كتب: ‘المسالك والممالك‘ لابن خـُرْداذَبَهْ (ت 280هـ/893م)، و‘البلدان‘ لابن الفقيه الهمداني، و‘المسالك والممالك‘ للإصطخري (ت 346هـ/957م)، و‘صورة الأرض‘ لابن حَوْقَل التاجر؛ و‘أحسن التقاسيم‘ للمقدسي البشاري (ت 380هـ/991م)".

“Bahwa risalah Al-Jahidz ini "mengatasi berbagai macam barang dagangan, harga, keunggulan, dan yang palsu di antaranya," termasuk "emas, perak, batu permata, wewangian, minyak wangi, kain, dan pakaian." Juga mencantumkan "nama-nama barang impor dari berbagai wilayah, mulai dari India dan Cina..., serta negeri-negeri utara seperti Khurasan, Khazaria, dan Bulgaria," beserta keunggulan dan spesifikasi kualitas masing-masing barang.

Risalah Al-Jahidz ini membuka jalan bagi buku-buku geografi dan perjalanan Arab untuk menyajikan data rinci tentang deskripsi barang yang diimpor dan diekspor dari setiap negara.

Hal ini mencakup liputan yang luas, seperti dalam kitab-kitab seperti kitab 'Al-Masālik wal-Mamālik' oleh Ibnu Khurdaadzabah (wafat 280 H/893 M), kitab 'Al-Buldan' oleh Ibnu al-Faqiih al-Hamdaani, kitab 'Al-Masālik wal-Mamālik' oleh al-Isthokhri (wafat 346 H/957 M), kitab 'Shūrah al-Ardh' oleh Ibnu Hawqal, dan kitab 'Ahsan al-Taqāsīm' oleh Al-Muqaddasi al-Basyaari (wafat 380 H/991 M)."

Ini , ditambah lagi dengan perjalanan para penjelajah seperti al-Sīrāfī (wafat setelah 330 H/942 M), Yahudi Benjamin of Tuthaila, Ibnu Jubayr al-Andalusi (wafat 614 H/1217 M), dan Ibnu Bathutah. Semua penjelajah ini ikut terlibat dalam dunia perdagangan secara praktis selama perjalanan mereka, kecuali Ibnu Jubayr.

Kitab-kitab ini juga memberikan informasi melimpah tentang pusat-pusat pertukaran barang, baik dalam produksi maupun konsumsi. Mereka menyajikan statistik yang baik tentang harga barang di tempat tersebut.

Ibnu Hawqal, seorang pedagang penjelajah, berkata :

إن من أهداف كتابه ‘صورة الأرض‘ أن يعرّف بما في "الإقليم من وجوه الأموال والجبايات والأعشار والخراجات، والمسافات فى الطرقات، وما فيه من المَجالب (= المستورَدات) والتجارات".

“Sesungguhnya salah satu tujuan dari bukunya 'Shūrah al-Ardh' [Gambar Peta Bumi] adalah untuk memperkenalkan "wilayah tersebut dengan segala aspek keuangan, pajak, sepuluh persen, upeti, jarak di jalan-jalan, serta barang-barang yang diimpor dan perdagangan di daerah itu."

"Sebagai contoh, menurutnya : kota Jannaba di selatan Faris adalah pusat ekspor untuk pakaian linen mewah. Di sana, diproduksi 'Thuruz' (طُرُزُ = busana resmi) linen untuk pedagang dan sultan tanpa jenis merek yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi pakaian ini terjadi di ibu kota besar seperti Baghdad, Damaskus, dan mungkin juga di Kairo, Fusthath, dan wilayah Timur lainnya."

******

"STATISTIK YANG TERVERIFIKASI" atau "DATA STATISTIK YANG DAPAT DIPERCAYA"

"Pada abad kedelapan Hijriyah/ke-14 Masehi, Ibnu Bathutah mencatatkan untuk kita pusat-pusat pertukaran barang yang mencapai integrasi perdagangan dan ekonomi antar wilayah. Dia menyebutkan :

أن "المعرة مدينة حسنة أكثر شجرها التين والفستق ومنها يحمل إلى مصر والشام"،

“Bahwa "Al-Ma'arrah adalah kota yang indah, penuh dengan pohon ara dan kenari, dan dari sana barang-barang dibawa ke Mesir dan Syam."

Dia juga menyebutkan :

أن ثياب مقديشو "التي لا نظير لها" كانت تُحمل إلى مصر وغيرها، أما الخشب فكان يُجلب من العلائية بجنوب تركيا إلى مصر والشام.

“Bahwa pakaian dari Mogadishu yang "tidak ada tandingannya" diangkut ke Mesir dan tempat lain, sedangkan kayu diimpor dari wilayah Alaiyah di selatan Turki ke Mesir dan Syam."

"Badachsyan, yang kini terletak di Afghanistan, juga merupakan pusat ekspor batu permata seperti lazurit dan yakut Badakhshi. Turki pada masa itu mengekspor kuda dari Anatolia ke India dan Sindhu, dengan jumlah mencapai enam ribu ekor kuda dalam satu kafilah, dan setiap pedagang memiliki antara seratus hingga dua ratus ekor kuda, menurut catatan Ibnu Battuta.

Mengenai tingkat konsumsi beberapa barang, Ibnu al-Faqih al-Hamdhani dalam kitabnya 'Al-Buldan' memberikan informasi tentang konsumsi harian penduduk Iran terhadap bahan bakar, dan peran faktor cuaca dalam fluktuasi tingkat konsumsinya. Dia menyatakan :

إن اليوم إذا كان مشمسا دافئا "يربح أهل همَذان/همَدان إذا كان يوم في الشتاء صافيا له شمس حارة مئة ألف درهم (= اليوم 200 ألف دولار أميركي تقريبا)".

bahwa pada hari yang cerah dan hangat, "penduduk Hamadan akan mendapatkan keuntungan sebesar seratus ribu dirham jika cuaca pada hari musim dingin cerah dengan sinar matahari yang panas (= sekitar 200 ribu dolar AS hari ini)."

Ibnu al-Faqih memberikan informasi :

أن "قدر ما يباع في أسواق بغداد من الجِدَاء (= جمع جَدْي) في عيد الفطر وفي النحر ستمئة ألف جدي"

Bahwa "jumlah yang dijual di pasar-pasar Baghdad dari kambing jantan pada [Hari Raya] Idul Fitri dan pada Hari Raya Qurban mencapai enam ratus ribu ekor kambing jantan!!"

Abu Ubaid al-Bakri (wafat 487 H/1094 M) juga menguraikan situasi perdagangan di kota Audaghost dalam 'Al-Masalik wa al-Mamalik', menyatakan :

إنه "يُشترَى بالمثقال الواحد (= دينار ذهبي: 200 دولار تقريبا) عشرة أكْبُش (= كِباش) وأكثر…؛ وسعرُ القمح عندهم في أكثر الأوقات القنطار (= 150كغ) بستة مثاقيل وكذلك التمر والزبيب".

“Bahwa "sepuluh domba jantan atau lebih dapat dibeli dengan satu mitqal (= dinar emas: sekitar 200 dolar AS), dan harga gandum pada kebanyakan waktu adalah enam misqal per qantar (= 150 kg), begitu pula dengan harga kurma dan kismis."

Terkait dengan perdagangan dan pertukaran, masalah-masalah uang dan jenis-jenisnya yang bervariasi dengan cara yang menakjubkan dari satu wilayah ke wilayah lainnya; Al-Bakri memberi tahu kita :

“Bahwa "pedagang dari Kota Kuku (= Utara Mali) menggunakan garam sebagai uang mereka," sementara dia juga mencatat bahwa penduduk daerah Audaghost yang tidak terlalu jauh dari mereka "berdagang dengan mereka menggunakan timah (= emas mentah) dan mereka tidak memiliki perak!!"

Ibnu Battuta juga menceritakan pengamatan-pengamatannya di Pulau Jawa, Indonesia, dan menyatakan bahwa "penduduknya membeli dan menjual dengan potongan timah, dan dengan emas Cina yang belum dicetak."

Dan tampaknya uang merupakan salah satu alat dalam konflik politik agama yang sedang berkecamuk di tepi Laut Tengah, dianggap sebagai faktor kunci dalam keberhasilan blokade ekonomi terhadap musuh dan lawan. Seorang sejarawan Mesir, Ibnu Taghri Bardii (wafat 874 H/1470 M), mencatat dalam 'Al-Nujūm al-Zāhirah :

"جمع السلطان [السلطان المملوكي بَرْسِبَايْ (ت 841هـ/1437م)] الأمراء والقضاة وكثيرا من أكابر التجار، وتحدث معهم في إبطال المعاملة بالذهب المشخّص (= المصوّر/المجسّد) الذي يقال له ‘الإفرنتي‘، وهو من ضرب (= سكة) الفرنج وعليه شعار كفرهم الذي لا تجيزه الشريعة".

bahwa pada tahun 829 H/1426 M, "Sultan [Sultan Mamluk Barsibay (wafat 841 H/1437 M)] mengumpulkan para pangeran, hakim, dan banyak pedagang terkemuka, dan berbicara dengan mereka untuk menolak transaksi dengan emas yang diukir (= terpahat) yang disebut 'Al-Ifranti', yang berasal dari jenis (= produksi) orang-orang Frank, dengan lambang kekafiran mereka yang tidak diperbolehkan oleh syariat Islam."

Penting untuk dicatat di sini bahwa peristiwa tersebut bersamaan dengan kampanye militer Barsibay di Ciprus untuk merebutnya dari tangan Tentara Salib.

*****

"PENGUASAAN JALUR-JALUR PERDAGANGAN DAN PETA-PETA WILAYAH."


Hal pertama yang dilakukan oleh seorang pedagang -atau wakilnya- adalah mencari permintaan pasar untuk memperdagangkan barang yang dibawa atau mengimpor barang yang diperlukan. Oleh karena itu, titik pertemuan jalur perdagangan laut dan darat - baik yang berskala regional maupun internasional - selalu penuh dengan aktivitas perdagangan yang sibuk sepanjang tahun, mirip dengan simpul transportasi saat ini. Di tempat-tempat ini, berbagai jenis pertukaran perdagangan antara bangsa-bangsa dan wilayah dipromosikan dalam pemandangan global internasional yang terbuka - sesuatu yang mirip dengan globalisasi yang kita kenal hari ini - yang dipimpin oleh pusat produksi dan konsumsi dalam peradaban Islam.

Globalisasi Islam meninggalkan bukti yang cukup "nyata dan meyakinkan mengenai adanya pengaruh mata uang [Islam] di wilayah-wilayah tetangga Dar al-Islam, bahkan hingga ke daerah yang lebih jauh secara geografis. Sebagai contoh, uang logam Inggris meniru dinar Abbasiyah pada tahun 774 M (= 156 H)," yaitu pada masa pemerintahan Khalifah Abbasiyah al-Mansur (wafat 158 H/776 M), seperti yang disebutkan oleh orientalis Inggris kontemporer Michael Allan Cook dalam penelitiannya yang diterbitkan dalam buku "Warisan Islam" mengenai "Pertumbuhan Ekonomi" dalam sejarah Islam.

Cook merujuk pada apa yang sekarang dikenal sebagai dinar Islam untuk Raja Offa Rex dari Mercia (wafat 180 H/796 M), yang diukir dengan kalimat Arab di depannnya ditengahnya:

"لا إله إلا الله وحده لا شريك له"

("Tidak ada Tuhan selain Allah , Maha Tunggal , Tiada sekutu Bagi-Nya)

Dan belakangnya adalah :

"محمـد رسول الله"

("Muhammad utusan Allah")

dalam bahasa Arab yang diselingi dengan kalimat Latin "OFFA REX."

Di bagian bawahnya tertulis dalam bahasa Arab:

"بسم الله ضُرب هذا الدينار سنة سبع وخمسين ومئة"

("Dengan nama Allah, dinar ini dicetak pada tahun seratus lima puluh tujuh").

[Tahun 157 H /775 M].

Dari pertemuan jaringan jalur perdagangan laut di masa lampau - yang berubah dari zaman ke zaman seiring dengan kemakmuran perdagangan di suatu wilayah dan kemunduran di wilayah lainnya - kota-kota di pantai Andalusia dan Barat Islam adalah tempat di mana kapal-kapal perdagangan datang atau berangkat. Kapal-kapal ini menuju ke timur, mencapai Alexandria dan al-Faramaa, kemudian bergerak ke utara menuju pelabuhan-pelabuhan di pesisir Laut Tengah. Sementara Laut Merah dihubungkan dengan pelabuhan utara yang diangkut melalui unta dari al-Faramaa, dengan pelabuhan-pelabuhan utamanya termasuk ‘Aydzab di Mesir, Suakin di Sudan, Jeddah, dan Zaila di Somalia, semuanya mengalir ke pelabuhan Aden di pantai Laut Arab.

Kemudian, jalur transportasi perdagangan laut berkembang dari Aden ke selatan menuju Mogadishu dan kota-kota lain di pesisir timur Afrika seperti Zanzibar dan sekitarnya. Jalur-jalur ini bercabang dari Aden ke timur menuju Dzofaar di Oman dan Jiruun serta Hormuz di Persia. Kemudian, jalur ini melanjutkan ke timur - menuju India dan Cina - hingga ke pelabuhan Balhara di muara Sungai Sind.

Atau kapal-kapal dapat mengambil jalur utara dari Oman melewati Teluk Arab menuju Bashrah di Irak, melalui pelabuhan Siiraf di Persia dan pulau Qais/Kiisy. Pulau ini, yang dijelaskan oleh orientalis Kratchkovsky dalam "Sejarah Sastra Geografi Arab," :

بأنها كانت رغم صغرها "مركزا من مراكز التجارة الخارجية للعالم الإسلامي، يـتجمع فيها ممثلو مختلف الأقطار والشعوب".

“ Meskipun kecil, namun dianggap sebagai "pusat perdagangan luar negeri dunia Islam, tempat perwakilan dari berbagai negara dan suku berkumpul ."

Ibnu Jubair, dalam bukunya yang berjudul "Rihlah" (Perjalanan), menggambarkan pelabuhan Aydhab pada tahun delapan puluhan abad keenam Hijriah/ke-12 Masehi sebagai

"من أحفل مراسي الدنيا" لالتقاء مراكب الهند واليمن ومراكب الحجاج فيها. وكان أهلها يمتلكون مراكب يؤجرونها للحجيج "فيجتمع لهم من ذلك مال كثير".

"salah satu pelabuhan terkaya di dunia" di mana kapal-kapal dari India, Yaman, dan kapal-kapal para jamaah haji bertemu. Penduduknya memiliki kapal-kapal yang mereka sewakan kepada para jamaah haji, dan dari situ mereka mengumpulkan kekayaan yang besar”.

Adapun penduduk Aden, Ibnu Battutah mencatat :

إن التجار "منهم أموال عريضة وربّما يكون لأحدهم المركب العظيم بجميع ما فيه لا يشاركه فيه غيره لسعة ما بين يديه من الأموال"

“bahwa sebagian pedagang di antara mereka memiliki kekayaan yang luas, bahkan salah satu di antara mereka memiliki kapal besar yang tidak ada yang ikut serta dengannya dalam kepemilikannya karena kelapangan keuangannya”. Mereka bangga dan memamerkan hal tersebut.

Ibnu Batthutah juga mendokumentasikan ukuran lima pelabuhan dunia terbesar yang ia lihat selama perjalanannya. Tentang Alexandria, ia mengatakan :

"ولها المرسى العظيم، ولم أر في مراسي الدنيا مثله إلا ما كان من مرسى كولم (كولام Kollam) - وقال يقوط - ببلاد الهند (تقع بولاية كيرالا حاليا)، ومرسى الكفار بسرداق ببلاد الأتراك (= شبه جزيرة القرم)، ومرسى الزيتون (= كانتون أو جوانجزو) ببلاد الصين".

 "Dan pelabuhan besar yang dimilikinya, saya tidak pernah melihat di pelabuhan-pelabuhan dunia yang sebanding kecuali di pelabuhan Kollam – Yaquth berkata - di negara India, (di wilayah Kerala sekarang), pelabuhan Kafar di Sardaq di wilayah Turki (= Semenanjung Krimea), dan pelabuhan Zaytun (= Guangzhou atau Canton) di negeri Cina."

Ibnu Battutah juga mengkonfirmasi pentingnya Aden dalam perdagangan internasional. Ia menyatakan bahwa Aden dianggap sebagai

"مرسى أهل الهند، تأتي إليها المراكب العظيمة.. وتجار الهند ساكنون بها وتجار مصر أيضا".

"pelabuhan penduduk India, tempat kapal-kapal besar tiba... dan pedagang dari India tinggal di sana, begitu juga pedagang Mesir."

******

ANTARA PELUANG DAN RESIKO DALAM PERDAGANGAN

Adapun jalur darat ; maka itu panjang, beragam, dan bercabang-cabang. Dari setiap pelabuhan laut, terdapat banyak jalan darat yang menghubungkannya dengan pusat-pusat perdagangan dalam wilayahnya dan wilayah-wilayah tetangganya. Realitas dari jalur-jalur perdagangan darat ini dapat diringkas dalam peta jalur "Tujjar al-Yahud al-Radzaaniyah" yang menggabungkan antara jalur darat dan laut.

Sejarawan Amerika, Will Durant (wafat 1402 H/1981 M), dalam "Sejarah Peradaban," menggambarkan para pedagang Yahudi ini sebagai berikut :

بأنهم "كانوا هم حلقة الاتصال التجاري بين بلاد المسيحية والإسلام، وبين أوروبا وآسيا، وبين الصقالبة (= الشعوب السلافية بشرقي أوروبا) والدول الغربية؛ وكانوا هم القائمين بمعظم تجارة الرقيق، وكان يعينهم على النجاح في التجارة مهارتُهم في تعلم اللغات".

"Penghubung perdagangan antara negeri-negeri Kristen dan Islam, antara Eropa dan Asia, dan antara bangsa Slavia Timur dan negara-negara Barat. Mereka adalah pelaku utama dalam perdagangan budak, dan keterampilan mereka dalam mempelajari bahasa-bahasa asing sangat membantu kesuksesan mereka."

Durant mengkonfirmasi apa yang sebelumnya dikatakan oleh geografer Muslim, Ibnu Khordadbeh, dalam "Al-Masalik wal-Mamalik,"

أن التجار اليهود كانوا "يتكلمون بالعربية والفارسية والرومية والإفرنجية والأندلسية والصقلبية..، ويسافرون من المشرق إلى المغرب.. -برا وبحرا- [فـ]ـيجلبون من المغرب الخدم والجواري والغلمان".

“ Bahwa para pedagang Yahudi "bisa berbicara dalam bahasa Arab, Persia, Romawi, Frank, Andalusia, dan Slavia... dan mereka bepergian dari Timur ke Barat... -darat dan laut- membawa budak-budak laki-laki, budak-budak perempuan, dan anak buah."

Pedagang-pedagang tersebut biasa berlayar mengarungi lautan, sebagai contoh, berlayar dari Prancis atau Andalusia menuju kota al-Farama di Mesir melalui laut, kemudian melalui darat menuju Laut Merah ke Jeddah, lalu ke India, Sind, dan Cina, kemudian mereka kembali dengan barang dagangan mereka, turun dari Laut Merah ke al-Faramah, dan melanjutkan perjalanan ke Konstantinopel. Atau mereka bisa pergi hingga mencapai Francia (Prancis modern), atau turun di pelabuhan Antakiyah (sekarang di Turki), kemudian mengikuti sungai Efrat ke Moshul dan Basrah, kemudian melanjutkan melalui Teluk Arab ke Oman dan Siiraf, lalu mencapai India, Sind, dan Cina.

Pengaruh penguasaan Salibis Kristen di Laut Tengah, yang dimulai pada akhir abad ke-5 Hijriah/ke-11 Masehi, mengakhiri aktivitas perdagangan laut Tujjar al-Yahud [para pedagang Yahudi] al-Radzaniyah. Namun, aktivitas mereka dalam perdagangan darat tampaknya berlanjut hingga zaman Ibnu Bathuthah, yang menyebutkan dalam kitab ar-Rihlah nya :

أنه لقي أحدهم ببلاد القوقاز، فكلمه بالعربية وأخبره أنه جاء من الأندلس -التي غادرها منذ أربعة أشهر- فـقدم منها في البر ولم يسلك بحرا، وأتى على طريق القسطنطينية العظمى وبلاد الروس وبلاد الجركس (= الشركس)..، وأخبرني التجار المسافرون -الذين لهم المعرفة بذلك- بصحة مقاله".

“ Bahwa ia bertemu dengan salah satunya di wilayah Kaukasus. Orang tersebut berbicara dalam bahasa Arab dan memberi tahu Ibnu Batutah bahwa ia datang dari Andalusia dan "mencapainya melalui darat tanpa menggunakan laut, melalui jalan Konstantinopel, Rusia, dan Circassia (wilayah Cirkassi)... dan para pedagang yang berpengalaman -yang mengetahui hal tersebut- mengonfirmasi kebenaran pernyataannya."

Di Maroko, kota Sijilmasa di selatan menjadi pertemuan kafilah-kafilah dagang dan tempat tinggal bagi pedagang yang datang dari Afrika selatan dan Andalusia utara, bahkan dari timur karena "penduduk Irak menetap di sana," menurut Ibnu Hawqal.

Kota Iiwalatin / Walata, yang terletak di utara timur Mauritania saat ini, juga menjadi pusat perdagangan yang penting untuk perdagangan dengan Gurun Besar, di mana pedagang dari keempat penjuru bertemu, seperti yang diceritakan oleh Ibnu Bathuthah yang mengunjunginya pada tahun 752 H/1351 M.

Pada pertengahan abad ke-3 Hijriah/ke-9 Masehi, ukuran kafilah perdagangan darat mencapai tingkat yang besar, dengan salah satu di antaranya mencakup lima ratus orang tanpa termasuk barang yang mereka bawa, sesuai dengan catatan sejarawan al-Muqraizi (wafat tahun 845 H/1441 M) dalam karyanya 'al-Mawā`id wa al-I`tibār'.

Dengan berkembangnya perdagangan dan perluasan gerakannya dalam beberapa abad berikutnya, ukuran tersebut meningkat secara besar-besaran. Bahkan, Ibnu Khaldun mencatat :

أن قافلة لـتجار المشرق وصلت إلى بلد مالي فــكانت ركابهم اثني عشر ألف راحلة"!!

bahwa seorang yang terkemuka di wilayah Afrika Barat menyatakan bahwa kafilah perdagangan dari "pedagang Timur [mencapai] negara Mali [dan] jumlah penumpang mereka mencapai dua belas ribu pengendara!"

*****

"ARMADA PERDAGANGAN YANG SANGAT BESAR ".

"Hingga abad-abad terakhir dari sejarah perdagangan terdahulu di dunia Islam, kafilah-kafilah perdagangan tetap terdiri dari jumlah kendaran unta yang besar, bahkan Al-Jabarti menceritakan :

"نهب العرب قافلة التجار والحجاج الواصلة من السويس [إلى القاهرة]، وفيها شيء كثير جدا من أموال التجار والحُجاج، ونُهب فيها للتجار خاصة ستة آلاف جمل ما بين قماش وبهار (= التوابل) وبُنّ وأقمشة وبضائع، وذلك خلاف أمتعة الحجاج"!!

bahwa pada tahun 1202 H/1787 M "kaum Arab merampok karavan pedagang dan haji yang tiba dari Suez [ke Kairo], di dalamnya terdapat sejumlah besar harta milik pedagang dan para haji, dan dirampok dari mereka, khususnya para pedagang, enam ribu unta yang berisi kain, rempah-rempah, kopi, kain, dan barang dagangan lainnya, yang berbeda dari harta milik para haji"!!

Armada perdagangan laut juga tidak jauh dari ukuran yang besar pada masa itu; penjelajah Persia Naser Khosrow (wafat 481 H/1088 M) memberitahu kita dalam perjalanannya 'Safarnama' bahwa pulau Tinnis di Mesir "selalu diikat oleh seribu kapal, di antaranya ada yang untuk para pedagang dan banyak juga yang untuk sultan."

Pada zaman Ibnu Batutah, armada perdagangan Mesir memiliki ukuran yang sangat besar. Ibnu Batutah menyatakan tentang Armada Dagang Mesir :

"إن بنيلها من المراكب ستة وثلاثين ألفا للسلطان والرعية، تمرُّ صاعدةً إلى الصعيد ومنحدِرةً إلى الإسكندرية ودمياط بأنواع الخيرات والمرافق" من شتى أصناف البضائع!!

وقد كانت خطوط التجارة تتعرض لمخاطر جمة تقود إلى خسائر فادحة للتجار، رغم ما تبذله الدول من جهود لحماية القوافل التجارية التي كانت جزءا من مسؤوليات ولاة الأقاليم. ويذكر ابن حَوْقَل أن المسالك بين فارس والعراق كانت تحت حماية الولاة بحيث "ضمن الوالي خراج (= جباية) كل ناحية، وألِزم صلاحَ أحوال ناحيته، وتنفيذ (= تمرير) القوافل وحفظ الطرق".

"Berdasarkan penghitungan, jumlah kapal di Nil mencapai tiga puluh enam ribu, yang digunakan oleh sultan dan rakyatnya. Kapal-kapal ini berlayar dari hulu ke daerah tinggi, kemudian turun ke Alexandria dan Dimyaath membawa berbagai jenis kebaikan dan barang dagangan."

Meskipun demikian, jalur perdagangan menghadapi banyak risiko yang menyebabkan kerugian besar bagi para pedagang. Meskipun negara-negara berupaya melindungi kafilah perdagangan yang merupakan bagian dari tanggung jawab penguasa wilayah, namun risiko-risiko tersebut tetap ada. Ibnu Hawqal mencatat bahwa rute antara Persia dan Irak dilindungi oleh gubernur sehingga "gubernur menjamin pembayaran pajak dari setiap wilayah, menegakkan kewajiban setiap wilayah, dan memastikan kelancaran karavan serta menjaga keamanan jalan."

Diantara risiko-risiko tersebut adalah serangan dari geng perampok di darat terhadap kafilah-kafilah dagang dan serangan bajak laut di laut. Seringkali, hilangnya jalur perdagangan disebabkan oleh ketidakstabilan keamanan atau ketidakadilan politik di wilayah-wilayah yang dilewati olehnya. Oleh karena itu, Ibnu Hawqal mencatat :

" تغيير التجار لبعض طرقهم في الشام لتضررهم "باعتراض السلطان عليهم، وبما سرح الروم (= البيزنطيون) بالشام في غير وقت؛ فلجؤوا إلى طريق البادية..، وعن قريب يكفُّ التجارَ فقرُهم وتنقطع سابلتهم (= مسافروهم) وطُرُقهم"!

“Perubahan jalur perdagangan beberapa pedagang di wilayah Syam karena mereka terpengaruh oleh "gangguan dari sultan terhadap mereka dan penarikan mundur Bizantium dari Syam pada waktu yang tidak tepat. Mereka beralih ke jalur di padang pasir... Dalam waktu singkat, kemiskinan menimpa pedagang . Dan jalur serta perjalanan mereka terputus."

Sebagaimana halnya dengan jalur darat, armada perdagangan laut juga tidak terhindar dari tindakan perlindungan terhadap perompakan. Kapal-kapal berlayar di Laut Cina ditemani oleh kapal-kapal lain untuk melindunginya, dan dalam satu kapal bisa terdapat "lima puluh pemanah dan lima puluh pejuang dari Ethiopia." Jika mereka berada di kapal yang "menghadapi perompak India dan kafir-kafir mereka."

Ibnu Batutah juga menyampaikan tentang pengaturan keamanan di pelabuhan dengan memberikan contoh fasilitas pelabuhan di Sur, Lebanon, yang "diawasi oleh penjaga dan pengawas, sehingga tidak ada yang masuk atau keluar tanpa sepengetahuan mereka."

Ibnu Taghri Bardi, sejarawan yang mencatat dalam "An-Nujuum Az-Zahirah", menyebutkan:

"أنه في سنة 844هـ/1439م جهز السلطان المملوكي سيف الدين جَقْمَق (ت 857هـ/1453م) أول حملة عسكرية في عهده، وكان سببها "عَيْث (= إفساد) الفرنج في البحر وأخْذها مراكبَ التجار".

“Bahwa pada tahun 844 H/1439 M, Sultan Mamluk, Saifud-Din Jaqmaq (wafat 857 H/1453 M), mempersiapkan kampanye militer pertamanya. Kampanye tersebut diluncurkan karena "kerusakan yang diakibatkan oleh bangsa Frank di laut dan penangkapan kapal-kapal dagang."

Salah satu cara untuk melawan perompakan ini adalah menerapkan prinsip balasan perlakuan yang sama sebagaimana yang mereka lakukan, dengan tujuan untuk memberikan tekanan kepada raja-raja perompak tersebut agar menghentikan aktivitas agresif mereka.

Sultan Barsibay melakukan hal yang sama pada tahun 827 H/1424 M ketika ia memerintahkan "penahanan terhadap harta milik pedagang Frank di wilayah Syam" setelah mendengar berita bahwa "Frank mengambil dua kapal dari kapal-kapal Muslim - dekat muara Damietta - yang berisi banyak barang dagangan"; seperti yang dicatat oleh Ibnu Taghri Bardi.

Pergerakan perdagangan diiringi oleh sejumlah layanan dan fasilitas yang memungkinkan pedagang menjalankan aktivitas mereka dengan lancar dan aman setelah mencapai tujuan mereka tanpa diserang oleh perompak atau terganggu oleh gangguan di jalan. Salah satu layanan tersebut melibatkan fasilitas penginapan dan kenyamanan, serta gudang penyimpanan barang, yang paling masyhur disebut sebagai "funduq" atau khonah (artinya hotel atau penginapan).

*****

"HUBUNGAN DAN RELASI YANG KOMPLEK & BERCABANG"

"Perdagangan bukanlah profesi dari kalangan elit masyarakat, meskipun tetap menjadi tangga untuk bergabung dengan lapisan tersebut bagi setiap pedagang yang diberkati keberuntungan dalam kesuksesan usahanya. Oleh karena itu, 'orang-orang yang berkuasa bersiap untuk menjalankan profesi ini' karena pedagang biasanya menghadapi berbagai kesulitan dan kondisi yang mendorong mereka untuk melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika 'kejujuran yang umumnya dijaga oleh raja dan bangsawan'. Bahkan, seorang pedagang bisa terpaksa meninggalkan integritas untuk tunduk pada 'ketidakjujuran, tipu daya, dan sumpah palsu', sehingga lebih mempengaruhi psikologinya; seperti yang diuraikan oleh Ibn Khaldun.

Di sisi lain, Al-Jahidz membela para pedagang dan profesi mereka dalam 'Surat Pilihan Perdagangan dibandingkan dengan Pekerjaan Sultan.' Dia berpandaangan :

أن منتقصيهم "يعترفون بفضيلة التجار ويتمنون حالهم..، ويعلمون أنهم أودع الناس بدنا، وأهنؤهم عيشا، وآمنهم سِرْبا"، فهم مستقلون بعيشهم "لا تلحقهم الذلة في مكاسبهم ولا يستعبدهم الضَّرَع (= الخضوع) لمعاملاتهم".

“Bahwa para pengkritik "mengakui keutamaan para pedagang dan menginginkan kondisi mereka... mereka tahu bahwa pedagang telah mempercayakan orang dengan harta, menghormati kehidupan mereka, dan memberikan keamanan kepada mereka sebagai teman." Mereka hidup secara mandiri "tanpa merendahkan martabat mereka dalam mendapatkan keuntungan, dan mereka tidak diperbudak oleh ketergantungan pada transaksi mereka."

Para pedagang kadang-kadang memiliki tempat tinggal di wilayah tertentu, seperti yang terjadi pada para pedagang Baghdad sebagaimana yang disebutkan oleh Ibn Hawqal :

أن "أعمر بقعة بها اليوم الكرخ.. [فإن] معظم مساكن التجار هناك".

“Bahwa "sebuah daerah yang sekarang dikenal sebagai Al-Karkh... mayoritas tempat tinggal para pedagang berada di sana."

Beberapa suku atau penduduk kota tertentu mungkin terkenal dengan keahlian perdagangan dan perjalanan mereka; Ibn al-Faqih al-Hamdani menyatakan :

أن "أبعد الناس نُجْعة (= سفرا) في الكسب [التجاري] بصري وحِمْيَري، ومن دخل فَرْغانة القصوى (= بأوزبكستان) والسوس الأقصى (= ببلاد المغرب) فلا بد أن يرى فيهما بصريا أو حِمْيَريا"!!

“Bahwa "orang-orang yang paling jauh dalam perjalanan [perdagangan] untuk penghasilan di Basrah dan Himyar, dan siapa pun yang memasuki Farghana yang terjauh (di Uzbekistan) dan Sus al-Aqsa (di wilayah Maghrib) pasti akan melihat penghasilan mereka di Basrah atau Himyar!"

Secara sosial, beberapa kelompok pedagang mungkin memiliki gelar khusus. Misalnya, orang Mesir menyebut pedagang rempah-rempah dan rempah-rempah sebagai "al-Karimiyah" atau "al-Karim/al-Akaarim," yang menurut al-Muqraizi mencirikan kekuatan pusat keuangan mereka, katanya:

"وكانت تجار الكارم بمصر.. في عدة وافرة ولهم أموال عظيمة"

"Pedagang al-Karm di Mesir... berjumlah banyak dan memiliki kekayaan yang besar."

Pedagang permata di India juga disebut sebagai " Saahah, dan kata tunggalnya disebut Sah, mereka mirip dengan al-Akarim di daerah Mesir"; seperti yang dijelaskan oleh Ibn Battuta.

Demikian pula, pedagang besar mungkin memiliki gelar pribadi yang menentukan tingkat kekayaan mereka, seperti halnya dengan gelar-gelar untuk orang kaya saat ini seperti milyuner dan miliarder. Oleh karena itu, pedagang besar mungkin disebut sebagai "al-Khawajah" dan "al-Khawajki" di beberapa wilayah, terutama jika mereka adalah pedagang asing yang aktif dalam perdagangan antar negara yang berjauhan. Beberapa dari mereka, seperti pemilik gelar "al-Khawajki," secara resmi diakui dengan sekelompok gelar khusus dalam surat-menyurat yang mereka terima dari pihak berwenang negara yang berurusan secara komersial, sesuai yang disebutkan oleh al-Qalqasyandi (w. 821 H / 1418 M) dalam kitabnya 'al-A`syaa [الأعشى].'

Pada tingkat resmi, gerakan pertukaran perdagangan yang besar dalam lingkaran dunia Islam, dan juga antara dunia Islam dengan dunia lainnya menghasilkan munculnya golongan pedagang kaya. Kekayaan mereka membawa mereka ke tingkat pengakuan dari penguasa tertinggi, seperti khalifah dan raja-raja besar, bahkan mampu mendanai proyek-proyek penguasa-penguasa ini dan mendukung anggaran negara mereka pada saat adanya ketidakcukupan dana di Bait al-Maal, lembaga keuangan negara pada saat itu.

Salah satu tokoh kaya terkenal adalah pedagang dari Baghdad, al-Husayn bin Abdullah bin al-Jashshaas (w. 315 H / 927 M), yang dikatakan : dia menjadi kaya melalui hubungannya yang erat dengan istana Khalifah Abbasiyah. Kekayaannya semakin bertambah dengan mendapatkan hak istimewa untuk menyuplai permata dan batu mulia untuk keluarga Ahmad bin Thulun (w. 270 H / 884 M) yang mendirikan dinasti Thulun di Mesir.

Adz-Dzahabi (w. 748 H / 1347 M) dalam "Tarikh al-Islam" menceritakan :

أنه باع نساء العائلة الطولونية الحاكمة مرة جواهر "فربح في يوم بضعة وتسعين ألف دينار" (= اليوم 20 مليون دولار أميركي تقريبا)!! ثم أهلته علاقته تلك بالبلاطين العباسي والطولوني للإشراف على إتمام زواج ابنة أمير مصر "قطر الندى" من الخليفة العباسي المعتضد بالله (ت 289هـ/902م) سنة 282هـ/895م، وإيصالها إليه في عاصمة الخلافة بغداد محملة بجهاز وهدايا تفوق الوصف في أسطوريتها!!

bahwa dia menjual perhiasan kepada wanita keluarga penguasa Thulun satu kali dan mendapatkan keuntungan sekitar sembilan puluh ribu dinar pada saat itu, setara dengan sekitar 20 juta dolar Amerika hari ini! Hubungannya dengan istana Abbasiyah dan Thulun kemudian memungkinkannya untuk mengawasi pernikahan putri Amir Mesir "Qatar al-Nada" dengan Khalifah Abbasiyah al-Mu'tadid bi'llah (w. 289 H / 902 M) pada tahun 282 H / 895 M, serta mengirimkannya ke Baghdad dengan membawa hadiah dan peralatan yang luar biasa.

******

PERSAINGAN DAGANG KAUM BORJUIS

Khalifah Al-Muqtadir Billah (tahun 320 H/922 M) pernah memutuskan untuk menyita tanpa alasan seorang pedagang bernama Ibnu al-Jashshas pada tahun 296 H/909 M hanya karena dia mendukung saingannya, yaitu Pangeran Abbasiyah Abdullah ibn al-Mu'taz (tahun 296 H/909 M), dalam persaingan untuk menjadi khalifah.

Ketika pasukan Al-Muqtadir merebut kekuasaan dari pemerintahan Ibnu al-Mu'taz pada hari pertama khilafahnya tahun 296 H/309 M, Ibnu al-Mu'taz melarikan diri dari istananya dan bersembunyi di "Dar Ibnu al-Jashshas, dan ia menyelinap ke sana. Pelayan Ibnu al-Jashshas memberi tahu keberadaan Ibnu al-Mu'taz dan segera ditangkap, kemudian dibunuh seketika itu juga ," seperti yang dijelaskan oleh Al-Khathib al-Baghdadi (tahun 463 H/1071 M) dalam "Tarikh Baghdad."

Ibnu al-Jashshas sendiri ditangkap, dihinakan, dan "mereka mengambil darinya sejumlah uang enam belas juta dinar" (sekitar 3,2 miliar dolar Amerika pada hari ini), seperti yang disebutkan oleh Ibnu al-Jawzi (tahun 597 H/1201 M) dalam "Al-Muntadzim." Setelah penyitaan tersebut, sisa kekayaannya adalah "seribu juta dinar" (sekitar 200 juta dolar Amerika), menurut Qadhi Al-Muhsin al-Tanukhi (tahun 384 H/994 M) dalam "Nashwat al-Muhadara."

Salah satu dari orang kaya yang disebutkan adalah Abu Abdullah al-Qumi al-Misri (tahun 399 H/1010 M), yang dikatakan oleh Ibn Katsir (tahun 774 H/1372 M) dalam "Al-Bidaya wal-Nihayah" :

"إنه كان ذا مال جزيل جدا، فـاشتملت تركته على أزيد من ألف ألف دينار (= اليوم 200 مليون دولار تقريبا) من سائر أنواع الأموال، وكانت وفاته بأرض الحجاز".

“Bahwa dia adalah sebagai "pemilik kekayaan yang sangat besar, warisannya mencakup lebih dari seribu juta dinar (sekitar 200 juta dolar Amerika pada hari ini) dari berbagai jenis harta, dan kematiannya terjadi di tanah Hijaz."

Juga, ia merinci tentang kekayaan pedagang Mubarak al-Anmati (tahun 419 H/1029 M) yang meninggal di Mesir dan "mewariskan tiga ratus ribu dinar" (sekitar enam puluh juta dolar Amerika pada hari ini).

Dimulai dari abad keenam Hijriah/ke-12 Masehi; di Mesir - pada masa kekuasaan Daulah Fathimiyah hingga sebelum Kesultanan Utsmaniyah menguasainya - muncul kelompok pedagang rempah-rempah yang disebut "Al-Karamiyah", yang mewakili kelas borjuis yang sangat berpengaruh.

Kegiatan Al-Karamiyah membuka babak baru dalam sejarah kemajuan permodalan Mesir dan sumber daya keuangan dari perdagangan. Jika modal pedagang Muslim atau Dzimmi (Non Muslim Sebangsa) di Mesir sebelum era Al-Karamiyah berkisar antara sepuluh ribu hingga tiga puluh ribu dinar (= sekitar 2-6 juta dolar AS hari ini), maka meningkat hingga mencapai satu juta dinar atau lebih (= sekitar 200 juta dolar AS hari ini)"; sesuai dengan yang disampaikan dalam buku 'Ringkasan Ensiklopedia Islam' yang diterbitkan oleh Muassasah Belanda Brill.

Hubungan pedagang dengan negara bersifat kompleks dan bervariasi antara kerja sama dan konflik; negara mengenal konsep yang mirip dengan konsep "pendapatan umum" yang dikenal di negara-negara modern saat ini, dengan seringkali menggunakan mekanisme kemitraan keuangan antara lembaga-lembaga negara dan kelompok pedagang besar.

Oleh karena itu, menjadi wajar secara politis untuk tidak memberhentikan para ahli akuntansi, meskipun terjadi pelanggaran dan korupsi keuangan dan administratif dari pihak mereka. Hal ini dilakukan "agar martabat para akuntan tetap bersama dengan para pedagang. Dan para pedagang bisa meminjam dana dari para akuntan jika terjadi keadaan darurat (= defisit anggaran), dan ketika seorang akuntan dipecat dan digantikan oleh orang lain. Dan ketika para pedagang sudah tidak lagi berurusan dengan para akuntan, maka keputusan ada ditangan Khalifah dikarenakan berkaitan dengan adanya defisit keuangan pemerintah.

Dalam buku 'Tuhfat al-Umaroo’'' karya Abu al-asan al-hoobi' (wafat 488 H/1095 M), disebutkan :

أن الوزير العباسي علي بن عيسى بن الجراح (ت 335هـ/946م) كان "إذا حلَّ [صرْفُ] المال وليس له وجهٌ (= مورد) استسلف من التجار على سفاتج وردت من الأطراف لم تحلَّ" آجالها على أصحابها من دافعي الضرائب والعائدات الحكومية، ويعطي للتجار على ذلك أرباحا سنوية وافرة.

bahwa menteri Abbasiyah, Ali bin Isa bin al-Jurāḥ (wafat 335 H/946 M), jika keuangan negara kehabisan sumber dan tidak ada pendapatan yang dapat digunakan, ia meminjam dari para pedagang dengan mengeluarkan surat utang [Saftajah] yang jatuh tempo kepada pihak yang membayar pajak dan pendapatan pemerintah. Sebagai imbalannya, para pedagang diberi keuntungan tahunan yang cukup besar”.

Ibnu Khaldun menyebutkan :

أن أحد أمراء الدولة الحفصية بتونس "استقرض من تجار بجاية مالا أنفقه في إقامة أبهة الملك"

bahwa salah satu pangeran Kesultanan Hafshiyah di Tunisia "meminjam uang dari pedagang di Béjaïa untuk membiayai kemegahan raja."

Sebaliknya, dukungan seorang pedagang kepada sultan dapat mengakibatkannya mendapatkan jabatan pemerintahan atau kepemimpinan daerah; Ibn Battuta memberi tahu kita :

أن سلطان الهند "أقطع ملك التجار مدينة كِنْباية ووعده أن يوليه الوزارة".

“Bahwa Sultan India "memberikan penguasaan kota Kanbayah kepada raja pedagang dan berjanji akan memberinya jabatan menteri."

Hubungan antara pedagang dan sultan dapat memiliki karakter kemitraan atau agensi perdagangan; Ibn Battuta menceritakan :

"أنه -في زمانه- تعرّف بالهند على تاجر عراقي يسمى أبا الحسن العبادي كان "يتّجر بمال السلطان ويشتري له الأسلحة والأمتعة بالعراق وخراسان".

“Bahwa pada zamannya di India, ia bertemu dengan seorang pedagang Irak bernama Abu al-asan al-'Abbadi yang "berdagang dengan uang sultan dan membeli senjata dan barang-barang dari Irak dan Khurasan untuknya."

Mungkin Sultan juga menjual kepada pedagang sebagian dari aset keuangan cadangan negara untuk menutupi pengeluaran keuangan mereka, dan salah satu contoh paling aneh yang disebutkan oleh Ibnu Khaldun - dalam catatan sejarahnya - adalah :

Sultan dari Negara Mali, Jata bin Mansa Mūsā (wafat 775 H/1373 M), yang "menjual batu emas yang ada di gudang amunisi ayah mereka, sebuah batu yang beratnya dua puluh kantung (= 3 ton), yang diambil dari tempat pertambangan tanpa pengolahan industri atau penyaringan dengan api. Mereka melihatnya sebagai bagian dari persenjataan dan barang-barang langka. Sultan Jata, penguasa yang boros ini, menawarkannya kepada para pedagang Mesir yang datang ke negerinya dan membelinya darinya dengan harga yang sangat murah!"

*****

HUTANG PIUTANG DAN KEMITRAAN DALAM PERDAGANGAN

Para sultan negara-negara Islam tidak hanya mengandalkan peminjaman dari para pedagang Muslim, tetapi mereka juga mencari pinjaman dari pedagang Eropa yang tinggal di dalamnya untuk keperluan perdagangan, setidaknya sejak masa pemerintahan negara Mamluk. Hal ini dapat dibandingkan -dalam konteks keterkaitan antara utang negara dan tanggung jawab sultan-sultan pada masa lalu- dengan hutang luar negeri yang diandalkan oleh negara-negara saat ini.

Salah satu contoh yang dijelaskan oleh al-Muqraizi -dalam kitab 'al-Suluuk' dalam konteks peristiwa tahun 711 H/1311 M- adalah :

أن السلطان المملوكي الناصر قلاوون (ت 741هـ/1340م) "اشترى [بالدَّيْن] من الفرنج جواهر وغيرها فبلغ ثمنها ستة عشر ألف دينار"، وأنه أحالهم في سداد ثمنها -إذا حلّ أجله- على وزيره كريم الدين أكرم عبد الكريم (ت بعد 721هـ/1321م)، وحين عجز الوزير عن السداد نصحه أحد مستشاريه بـ"الاقتراض من تجار الكارم [لسداد] بقية المبلغ"، فتمت تسوية القرض بـ"مقاصة ديون" بين أحد تجار البهارات المسلمين وتجار الفرنجة.

Bahwa Sultan Mamluk al-Nasir Qalawun (wafat 741 H/1340 M) "membeli [dengan utang] permata dan barang berharga dari orang-orang Franka dengan harga enam belas ribu dinar," dan kemudian mengalihkan pembayaran utang tersebut, jika jatuh tempo, kepada Menterinya, Karimud-Din Akram Abdul Karim (wafat setelah 721 H/1321 M). Ketika sang menteri tidak mampu melunasi utang, salah satu penasihatnya menyarankannya untuk "meminjam dari pedagang al-Kaarim [untuk melunasi] sisa pembayaran," dan akhirnya utang diselesaikan dengan "pertukaran utang" antara salah satu para pedagang rempah-rempah Muslim dan para pedagang Eropa [Frank].

*****

DEMI KEPENTINGAN BISNIS KADANG MEMBUAT SESEORANG TEGA
MELAKUKAN PERSEKONGKOLAN JAHAT TERHADAP UMAT

Fakta sejarah menunjukkan bahwa keterkaitan antara penguasa keuangan dan penguasa kekuasaan tidak selalu memerlukan persamaan agama atau kewarganegaraan. Selain itu, keterkaitan ini tidak terbatas pada bidang keuangan semata, tetapi kadang-kadang melibatkan ranah aktivitas politik yang luas, dengan ambisi perluasan, peran mata-mata, dan konspirasi di tingkat regional dan internasional."

Sejarawan Mesir, Ibnu Taghri Bardi, dalam 'al-Nujuum al-Zahira', memberikan kita rincian yang sangat jelas dari suatu cerita yang sangat menggambarkan apa yang dimaksud di sini.

Cerita ini melibatkan seorang pengusaha muslim dari Tabriz - yang kini berada di utara Iran - bernama Khawajah Nurud-Din Ali al-Tabrizi al-Ajami (wafat 832 H/1429 M) :

" كان من التجار المقيمين بمصر، وهيأت له علاقاته التجارية الإقليمية ربط علاقات وثيقة مع مملكة الحبشة المسيحية لأنه كان أولا "يتقرب إلى الحطي (= لقب رسمي للملك) ملك الحبشة [أبرم بن داود (ت بعد 832هـ/1429م)] بالتُّحَف..، [ثم] صار يصنع له الصُّلْبان من الذهب المرصَّع بالفصوص الثمينة"

Khawajah al-Tabrizi ini, Ia adalah seorang pedagang yang tinggal di Mesir dan mengembangkan hubungan perdagangannya dengan membentuk hubungan yang erat dengan Kerajaan Habasyah yang beragama Kristen. Awalnya, ia mendekati "al-Hithi" ( الحطي  = gelar resmi untuk raja Habasyah) dari Habasyah, Abrahah ibnu Dawud (wafat setelah 832 H/1429 M), dengan "hadiah-hadiah... [kemudian] mulai membuat salib emas yang dihiasi dengan permata berharga."

Hubungan si Pedagang Khawajah Tabrizi ini dengan raja Habasyah "menghasilkan keuntungan besar yang berlipat ganda baginya." Kemudian, ia terlibat dalam perdagangan senjata dan mulai membeli senjata mahal seperti helm prajurit, pedang besar, dan perisai besar... dengan harga tertinggi dan membawanya ke Habasyah."

Ini memungkinkannya untuk meyakinkan raja Habasyah bahwa dia mampu menaklukkan Mesir dan menggabungkannya ke dalam kerajaannya, dengan janji membawa dukungan militer dari kerajaan Eropa di Laut Tengah untuk proyek berbahaya ini.

Rencana invasi ini adalah sebagai berikut : Raja Habasyah [bergerak] dari Habasyah melalui darat dengan pasukannya [menuju Mesir]. Sementara raja-raja Frank / Eropa [bergerak] di laut dengan pasukannya pada waktu tertentu menuju pantai Islam."

Visi al-Hithi (Raja Habasyah) dan Si Pedagang at-Tabrizi ini dituangkan dalam sebuah surat resmi , lalu diantarkan oleh at-Tabrizi ini kepada raja-raja Eropa, dengan melintasi negeri Mesir , lalu melewati Maroko, kemudian dia menyampaikan surat al-Hithi ini kepada mereka disertai dengan dialog-dialog secara lisan. Dia mengajak mereka untuk bersekutu dengan al-Hithi dalam melenyapkan negeri Islam dan para penduduknya, dan memotivasi mereka untuk itu, yang kemudian disambut oleh sebagian besar dari mereka."

"Si Pedagang Khawajah at-Tabriizi ini kembali dari misinya yang penuh intrik tipu daya dengan keberhasilan yang gemilang. Di perjalanan menuju Habasyah, ia melewati Aleksandria , di mana rencana persekongkolannya terungkap ketika salah satu pembantunya dari kalangan umat Islam yang ikut serta dengannya dalam perjalanannya, mengungkapkan rincian rencana jahatnya kepada otoritas Mamluk. Maka kapalnya dikepung dan semua yang ada di dalamnya... dirampas... menuju Kairo," di mana dia diadili dan dihukum mati dengan cara "lehernya dipenggal di depan publik"!

Kisah Si Pedagang dari Tabriz ini hanyalah satu contoh lagi dari infiltrasi keamanan yang dilakukan oleh mata-mata negara melalui pedagang-pedagangnya.

Pada masa lalu, Khalifah Abbasiyah al-Mansur (wafat tahun 158 H/776 M) memerintahkan ketika membangun Baghdad untuk mengusir para pedagang dari tembok-tembok perbatasannya. Ini diketahui oleh para ahli bahwa para pedagang adalah utusan lintas batas, mereka memata-matai [salah satu di antara mereka] untuk mengetahui berita dan mengetahui apa yang diinginkannya serta menghindar tanpa diketahui orang lain", sesuai dengan informasi Yaqut al-Hamawi (wafat tahun 626 H/1229 M) dalam 'Mu'jam al-Buldan'.

Berikut ini penulis kutip pula dari kitab an-Nujum az-Zaahirah 14/324 Nash Tentang proses hukuman mati bagi Si Pedagang tersebut :

"ذكر قتلة الخواجا نور الدين على التبريزى العجمى المتوجه برسالة الحطى ملك الحبشة إلى ملوك الفرنج و لمّا كان يوم الثلاثاء رابع عشرين جمادى الأولى من سنة اثنتين و ثلاثين و ثمانمائة استدعى السلطان قضاة الشرع الشريف إلى بين يديه فاجتمعوا، و ندب السلطان قاضى القضاة شمس الدين محمدا البساطىّ‌ المالكى للكشف عن أمره و إمضاء حكم اللّه فيه، و كان التّبريزى مسجونا فى سجن السلطان، فنقله القاضى من سجن السلطان إلى سجنه، و ادّعى عليه بالكفر و بأمور شنيعة، و قامت عليه بينة معتبرة بذلك، فحكم بإراقة دمه، فشهّر فى يوم الأربعاء خامس عشرين جمادى الأولى المذكورة على جمل بالقاهرة و مصر و بولاق، و نودى عليه: هذا جزاء من يجلب السلاح إلى بلاد العدوّ، و يلعب بالدّينين، و صار و هو راكب الجمل يتشاهد و يقرأ القرآن و يشهد الناس أنه باق على دين الإسلام، و الخلق صحبته أفواجا، و من الناس من يبكى لبكائه، و هم العامة الجهلة، و الذي أقوله فى حقه: إنه كان زنديقا ضالاّ مستخفّا بدين الإسلام، و لا زالوا به إلى أن وصلوا إلى بين القصرين فأنزل عن الجمل و أقعد تحت شبّاك المدرسة الصالحية و ضربت عنقه فى الملإ من الخلائق التى لا يعلم عددها إلا اللّه تعالى - فنسأل اللّه السلامة فى الدين، و الموت على الإسلام".

Teks tersebut merinci suatu peristiwa atau pengadilan terkait seorang individu bernama Khawaja Nur al-Din al-Tabrizi al-Ajami. Berikut terjemahannya ke dalam bahasa Indonesia:

Mengingat rencana pembantaian Khawaja Nurud-Din al-Tabrizi al-Ajami, yang mengantarkan surat al-Hithi Raja Habasyah kepada raja-raja Frank [Eropa]. Pada hari Selasa, 14 - Jumada al-Awwal - tahun 832 H, Sultan memanggil para hakim Syariah yang mulia ke hadapannya, dan mereka berkumpul. Sultan menunjuk hakim agung Shamsud-Din Muhammad al-Basaathi al-Maliki untuk menyelidiki kasusnya dan menerapkan hukum Allah di dalamnya.

Si Pedagang Al-Tabrizi ini dipenjarakan di penjara Sultan, lalu hakim memindahkannya dari penjara Sultan ke penjaranya sendiri. Dia menuduhnya telah murtad dan melakukan perbuatan-perbuatan keji, dan bukti yang signifikan diperlihatkan terhadapnya. Putusan hukumnya adalah hukum mati .

Maka Pada hari Rabu, 15 Jumada al-Awwal, sebagaimana yang telah disebutkan, dia diarak di atas unta di Kairo, Mesir, dan Bulak.

Dinyatakan tentangnya:

'Ini adalah ganjaran bagi mereka yang membawa senjata ke negeri musuh, mempermainkan dua agama”.

Dia [at-Tabrizi] terus berpura-pura bersyahadat , sambil naik unta, membaca Al-Quran, dan bersaksi kepada orang-orang bahwa dirinya masih tetap teguh dalam agama Islam.

Dan para pengikutnya pun datang bergerombol.' Beberapa orang dari pengikutnya menangis mendengar tangisannya, dan mereka adalah orang-orang awam yang bodoh.

Apa yang saya katakan tentangnya adalah: dia adalah seorang sesat murtad, mengolok-olok agama Islam.

Mereka para pengikutnya terus dengannya sampai mereka mencapai antara dua istana.

Dia turun dari unta dan duduk di bawah jendela Sekolah Salhiya. Lehernya dipenggal di depan kerumunan manusia yang jumlahnya sangat banyak dan hanya Allah yang tahu berapa jumlahnya .

Kami memohon kepada Allah untuk keselamatan dalam agama dan mati dalam keadaan beragama Islam."**

******

"PERAN-PERAN SENSITIF DALAM PERDAGANGAN”.

Oleh karena itu, para pedagang adalah salah satu opsi diplomatik yang sering digunakan oleh para sultan sebagai "channel jalur belakang" untuk memperoleh informasi tentang negara-negara lain atau untuk menugaskan mereka pada tugas-tugas diplomatik yang sensitif di pemerintahan-pemerintahan tersebut.

Sejarawan sistem pemerintahan, Abu al-Abbas al-Qalqasyandi, memberitahu kita -dalam bukunya 'Al-A’syaa [الأعشى]- :

"أنه جرت عوائد السلاطين على أن "التجار يؤتمنون.. على أخبار الممالك وأحوالها، فلا يخبرون عن مملكة بمملكة أخرى إلا بما فيه السداد"

Bahwa sultan-sultan menggantungkan harapan mereka pada fakta bahwa "para pedagang harus diamanahkan... dengan berita tentang kerajaan-kerajaan dan keadaannya, dan mereka tidak boleh memberitahukan satu kerajaan kepada kerajaan lain kecuali yang mereka yakini aman dan baik ."

Mungkin ketakutan akan adanya penyusupan mata-mata dalam pakaian para pedagang -sebuah tema yang sering diulang dalam catatan sejarah dan lainnya- menyebabkan beberapa negara menerapkan tindakan keamanan untuk mengatasi hal tersebut. Ibnu Battutah menyatakan :

" إن معبر قطيا بين مصر والشام لم يمكن يسمح للتجار بالعبور منه لمصر أو للشام إلا "ببراءة" (= تأشيرة/جواز) من بلد المغادرة، وذلك حفظا للأموال وخوفا "من جواسيس العراقيين"، والمقصود بذلك جواسيس أعداء المماليك من ملوك المغول ".

“Bahwa di lintasan Qattaya antara Mesir dan Syam, para pedagang tidak diizinkan untuk melewati perbatasan ke Mesir atau Syam kecuali dengan "ijazah" (= visa/paspor) dari negara keberangkatan mereka, sebagai langkah untuk melindungi kekayaan dan ketakutan "dari mata-mata Irak," yang merujuk kepada mata-mata musuh Mamluk dari kerajaan Mongol”.

Diketahui bahwa Perang Mongol yang brutal -yang mengakibatkan kehancuran Khilafah Abbasiyah di Baghdad- salah satu penyebabnya adalah insiden pembunuhan pedagang Mongol di kota Atarar [أترار], yang kini terletak di Kazakhstan. Hal ini terjadi setelah raja Kesultanan Khwarazm mencurigai bahwa mereka adalah mata-mata bukan pedagang biasa.

Imam Tajud-Din al-Subki (wafat 771 H/1369 M) mengomentari dampak tragisnya dalam kitabnya 'Tabaqat asy-Syafi'iyyah ':

"فيا لها فعلة ما كان أقبحها! أجرت بكل قطرة من دمائهم سيلا من دماء المسلمين"!!.

"Aksi ini, betapa buruknya! Setiap tetes darah mereka mengalirkan sungai darah umat Islam yang tak terhitung jumlahnya!"

"Jika hubungan kerjasama saling memberikan pelayanan, baik secara positif maupun negatif, antara pedagang dan penguasa itu adalah salah satu aspek mencolok dari sejarah perdagangan kita, maka terkadang kita menyaksikan episode konfrontasi antara keduanya yang berujung pada bencana bagi para pedagang, dengan aset mereka yang padat dan cair disita, seperti yang kita lihat dalam kisah pedagang Baghdad, yang bernama Ibnu al-Jashshaash.

Salah satu contoh perampasan harta dan pengambil alihan yang paling aneh adalah terhadap harta pedagang yang terjadi di Yaman pada masa pemerintahan al-Mas'ud ibnu al-Kamil al-Ayyubi (wafat 626 H/1229 M). Raja ini menyita barang-barang para pedagang dengan tipu daya yang disusunnya untuk menjebak mereka, dengan berpura-pura bahwa ia akan mendampingi mereka pergi ke Mesir untuk melindungi mereka dari pajak para Sultan Mesir, para sepupunya. Dengan cara ini, ia memanggil para pedagang dari Aden dari berbagai wilayah, sesuai dengan kisah yang diceritakan oleh Sibth ibnu al-Jawzi (wafat 654 H/1256 M) dalam 'Mir’aat al-Zaman [مرآة الزمان]' , yaitu sbb :

"من أراد صحبة السلطان إلى الديار المصرية فليتجهز، فجاء التجار [القادمين] من الهند بأموال الدنيا والأقمشة والجواهر..، فلما تكاملت المراكب بزبيد جمع التجار" وصادرها منهم، فبلغ مجموع ما أخذه حمولة "خمسمئة مركب..، [فيها] مئة قنطار (= 15 طنا) عنبر وعود ومسك، ومئة ألف ثوب، ومئة ألف صندوق أموال وجواهر"!!

"Barang siapa yang ingin menemani Sultan ke tanah Mesir, hendaklah bersiap-siap!."

Maka para pedagang [yang datang] dari India membawa harta dunia, kain, dan permata... Setelah kapal-kapal berkumpul di Zabiid, lalu Sultan menyita barang-barang mereka. Jumlah total barang yang dirampasnya adalah termasuk muatan dari "lima ratus kapal... di dalamnya seratus qinthar (emas15 ton) minyak wangi ambar, kayu gaharu, dan minyak wangi misik, seratus ribu kain, dan seratus ribu kotak berisi uang dan permata!!”.

*****

PAJAK DAN BEA CUKAI

Adapun Pajak dan bea cukai, yang merupakan senjata kuat kekuasaan dalam hubungannya dengan para pedagang, maka selalu dianggap baik untuk dihapuskan ketika disertai dengan keadilan dalam pemerintahan. Karena, seperti yang dikatakan oleh Ibnu Khaldun :

"تعود إلى البياعات (= البضائع) بالغلاء، لأن السوقة والتجار كلهم يحتسبون على سلعهم وبضائعهم جميع ما ينفقونه حتى في مؤنة أنفسهم، فيكون المكس (= الضريبة) لذلك داخلا في قيم المبيعات وأثمانها".

"Karena peningkatan pajak itu akan berdampak pada mahalnya barang dagangan. Karena itu, pedagang dan penjual secara umum menghitung semua pengeluaran, bahkan termasuk kebutuhan pribadi mereka, sehingga pajak menjadi bagian dari nilai penjualan dan harga barang."

Oleh karena itu, pelancong Yahudi Benjamin dari Tuthela dari Al-Andalus, dalam perjalanannya, memuji kondisi pedagang di Irak pada masa Khalifah Abbasi al-Mustanjid Billaah (wafat 566 H/1170 M) :

" الذي "كان عهده كله خيرا وبركة، واستعادت الخلافة العباسية رونقها ومجدها نوعا، فازدادت ثروة البلاد وامتلأت خزائنها بالأموال وازدهرت تجارة بغداد وعاد إليها عمرانها، وشمل عدل الخليفة وحلمه جميع رعاياه" من كل الأديان".

Pada masa tersebut, "seluruh pemerintahan penuh dengan kebaikan dan berkah, dan kekhalifahan Abbasiyah mengembalikan pesonanya dan kegemilangannya dalam berbagai aspek. Kekayaan negeri meningkat, dan khazanahnya penuh dengan kekayaan. Perdagangan di Baghdad berkembang, kota pulih, dan keadilan khalifah dan visinya melibatkan semua rakyatnya, tanpa memandang perbedaan agama-agama."

 

*****

"PAJAK DAN BEA CUKAI YANG TIDAK ADIL “.

Selama periode yang sama, penjelajah Ibnu Jubair memuji Salahuddin al-Ayyubi (589 H/1193 M) karena dia menghapus pajak yang sarat kedzaliman, di mana "di negeri-negeri seperti Mesir dan lainnya, ada pajak atas setiap jual beli.., maka Sultan ini menghapuskan semua praktik terkutuk ini dan membentangkan keadilan serta menebarkan keamanan."

Meskipun Salahuddin menghapuskan pajak, akan tetapi cara pemungutan zakat dari para pedagang yang melintas tetap masih buruk karena tanpa memperhatikan HAUL [tepung tahun] dalam kekayaan mereka. Ibnu Jubair menyatakan bahwa Salahuddin benar-benar tidak tahu tentang pelanggaran ini. Ibnu Jubair menganggapnya bahwa ini sebagai "hasil dari tindakan" pejabat, karena jika Salahuddin mengetahui, maka ia pasti akan menghapusnya karena "itu akan merugikan keadilan dan kebaikan". Sebagai mana halnya dia juga menghapuskan al-Maks [upeti] dan menegakkan keadilan."

Ibnu Taghri Bardi, dalam 'Al-Nujum al-Zahira', mencatat :

أنه في سنة 710هـ/1310م أصدر السلطان الناصر قلاوون مرسوما "بإبطال ما أبطل من جهات المكس وغيره..، فسُرَّ الناسُ بذلك قاطبة سرورا عظيما، وضج العالم بالدعاء للسلطان بسائر الأقطار، حتى شكر ذلك ملوك الفرنج"!!

“Bahwa pada tahun 710 H/1310 M, Sultan al-Nasir mengeluarkan dekrit untuk "membatalkan apa ia batalkan terhadap jalur al-Maks [upeti] dan lainnya.., membuat orang-orang merasa sangat senang, dan doa bagi Sultan bergema di seluruh dunia, sehingga raja-raja Frankish [Eropa] pun bersyukur atas itu!"

Adapun hambatan-hambatan bea cukai memiliki fungsi inspeksi keamanan dan keuangan sekaligus. Ibnu Battuta menggambarkan penyeberangan Qathya antara Mesir dan Syam, menyatakan bahwa ada struktur administratif dengan kantor, ada saksi-saksi dan para jurutulis. Dan bahwa "zakat diambil dari para pedagang, barang dagangan mereka diperiksa, dan penyelidikan terhadap mereka sangat mendalam [teliti]."

Salah satu metode pemeriksaan yang keras terhadap para pedagang di pusat-pusat bea cukai di Mesir adalah dengan memasukkan tongkat-tongkat tajam ke dalam wadah barang dagangan untuk mengungkapkan barang tersembunyi dan menerapkan tarif pajak. Ibnu Jubair menyebut tongkat-tongkat ini sebagai "al-Masall ["المَسالّ]" (jamak: al-Misallah [مِسَلّة]: jarum besar) yang terkutuk."

Beberapa titik lintas perdagangan memastikan adanya prosedur pemeriksaan bea cukai yang sangat akurat dan teratur. Beberapa di antaranya memiliki gudang penyimpanan untuk menyimpan barang hilang para pedagang hingga mereka mengambilnya kembali. Misalnya, penjelajah Benjamin dari Tuthela mencatat :

أنه في ميناء خولان/كولام (Kollam)  جنوب غربي الهند كان من المألوف أن "يصدر أمان السلطان للتجار، فيتركون بضاعتهم في العراء لا خوف عليها ولا حاجة بهم إلى من يحرسها. وفي سوق البلد حانوت كبير فيه مأمور (= موظَّف) موكَّل بجمع المفقودات".

bahwa di pelabuhan Khowlaam [Kollam] di barat daya India, "Sultan menyediakan perlindungan bagi para pedagang, sehingga mereka dapat meninggalkan barang dagangan mereka di tempat terbuka tanpa takut atau tanpa membutuhkan penjagaan. Di pasar kota terdapat toko besar yang di dalamnya ada seorang pegawai yang bertugas mengumpulkan barang-barang yang hilang."

Ibnu Battutah menceritakan tentang hambatan-hambatan bea cukai di India dan pajak yang diambil dari barang-barang di sana. Dia mencatat :

"أن جبايتها من التجارة بميناء بلهرا الهندي "ستون لكا" أي ستة ملايين دينار ذهبي".

“Bahwa pungutan dari perdagangan di pelabuhan Balhara [بلهرا] India adalah "sebanyak enam lakaa," yakni 6 juta Dinar emas”. Yang setara dengan lebih dari 1,2 miliar dolar Amerika saat ini.

******

“KEADILAN DALAM PERADILAN PAJAK BARANG DAGANGAN”.

Kadang-kadang negara mengambil keputusan pajak yang tidak adil terhadap para pedagang, dan kemudian keputusan tersebut dibawa ke ranah hukum pengadilan untuk dibatalkan. Imam Syamsuddin al-Sakhawi (wafat 902 H/1496 M) mencatat dalam 'Al-Jawahir wal-Durar':

أن الإمام ابن حجر العسقلاني أصر على رفع الظلم عن التجار، فعقد مجلسا لإعفائهم من جباية الزكاة وذلك لأنهم يؤدون للسلطنة ضرائب أضعاف الزكاة "وهم مأمونون على ما تحت أيديهم من الزكاة".

“Bahwa Imam Ibnu Hajar al-Asqalani bersikeras untuk menghapuskan ketidakadilan terhadap para pedagang. Beliau mengadakan pertemuan untuk membebaskan mereka dari kewajiban zakat karena mereka sudah membayar kepada pemerintah pajak yang jauh lebih tinggi daripada zakat, dan mereka harus diamankan dari bayar zakat yang ada ditangan mereka."

"Imam dan qodhi Syafi'i juga menekan penguasa agar melepaskan pembayaran zakat dari para petani, karena sebagian besar dari mereka adalah para petani keluarga penguasa dan para pangeran. Posisi ini didukung oleh para qodhi Maliki dan Hanbali. Krisis terhadap para pedagang dan yang lainnya ini akhirnya mereda karena penguasa mundur dari keputusan mereka di bawah tekanan ulama-ulama ini. Keberadaan sultan atau amir dalam rombongan pedagang juga dapat melindungi mereka dari pungutan dan pajak, seperti yang terlihat dalam kisah Raja al-Mas'ud al-Ayyubi dengan para pedagang di Aden, meskipun akhirnya dia mengkhianati mereka."

"Salah satu bentuk dukungan pemerintah terhadap pedagang dikenal dengan ' التواقيع السلطانية  [Tanda tangan kesultanan]' yang menunjukkan pengaruh penguasa politik. Sultan Mamluk al-Zahir Baybars al-Bunduqdari (wafat 676 H/1277 M) berhasil mendukung para pedagang melalui tanda tangan ini. Tanda tangan ini mencakup pembebasan pajak dan bea cukai yang diberikan kepada para pedagang dan berlaku di seluruh negara, bahkan mungkin di negara-negara tetangga berdasarkan perjanjian antara pemerintah untuk pembebasan bea cukai yang saling menguntungkan."

Qutbud-Din al-Yunini (wafat 726 H/1326 M), dalam kitab 'Dzeil Mir’aat az-Zaman', menceritakan :

أن بيبرس عُرف بـتواقيعه التي في أيدي التجار المترددين إلى بلاد القَفْجاق (= اليوم بروسيا) بإعفائهم من [رسوم] الصادر والوارد، ويعمل بها حيث حلوا من مملكة بيت بَركَة (= عائلة مغولية) ومَنْكُوتَمُر وبلاد فارس وكرمان".

Bahwa Baybars dikenal dengan tanda tangannya yang di tangan para pedagang yang datang ke wilayah Qafjaaq (= Rusia sekarang) dengan memberikan mereka pembebasan dari bea cukai ekspor dan impor. Aturan ini berlaku ketika mereka datang dari Kerajaan Bait Barkah (= keluarga Mongol) serta Mankutamur, dan wilayah Persia dan Karman."

Dalam penerapan pembebasan tersebut yang menjamin kebebasan pergerakan perdagangan, Baybars menyelamatkan sekelompok pedagang asing dari wilayah Timur Islam yang sedang menuju ke Mesir. Mereka ditahan oleh salah satu penguasa di selatan Anatolia yang mendekati salah satu sultan Mongol yang menjadi musuh Mamluk. Baybars menulis kepadanya:

"إن.. تعرضــت لهم في شيء يساوي درهماً واحداً أخذتك عوضه..، فأطلَقَهم" مع ما معهم من البضاعة!

"Jika mereka diganggu dalam hal apa pun yang setara dengan satu dirham, aku akan mengambil gantinya darimu... Maka lepaskan mereka" bersama dengan barang dagangan mereka!”.

Praktik penggunaan tekanan politik melalui kepentingan perdagangan merupakan senjata ekonomi yang efektif dalam permainan keseimbangan kekuatan internasional. Ketika Muslim di Shaqlia [صقلية] mengalami pembantaian yang mengerikan, Baybars mengirim pesan kepada Raja Shaqlia memberinya pilihan untuk menghentikan penindasan, mengusir Muslim ke wilayah Islam, memberi mereka kebebasan tinggal, atau menghadapi ancaman. Baybars mengancam :

"إن جرى على أحد منهم (= المسلمين) أذى قَتلتُ.. كل من تحت يدي من أسرى الفرنج، ومن في بلادي من تجارهم"، فتراجع الصقليون عما عزموا عليه".

"Jika salah satu dari mereka (Muslim) dianiaya, aku akan membunuh setiap tawanan Frank yang ada di bawah kekuasaanku, dan para pedagang mereka di negeriku." Akibatnya, orang-orang Sisilia mengubah rencana mereka.

Seperti halnya adanya hukuman terhadap para pedagang saat melalui pelabuhan tertentu; salah satu contohnya adalah apa yang diceritakan oleh al-Maqrizi dalam bukunya 'Al-Suluk'. Yaitu : Karena pelabuhan Jeddah menjadi lebih ramai perdagangannya daripada pelabuhan Aden, maka terjadi penyalahgunaan wewenang oleh pejabat negara Mamluk di Jeddah. Sebagai respons terhadap ini, para pedagang mulai menghindari pelabuhan Jeddah dan kembali ke Aden. Pada tahun 838 H/1434 M, Sultan Barsbay mengeluarkan dekrit yang menyatakan :

"أن من اشترى بضاعة من عدن وجاء بها إلى جدة -إن كان من الشاميين أو المصريين-.. يضاعف عليه العُشُر (= الضريبة) بعُشريْن، وإن كان من أهل اليمن أن تؤخذ بضاعته بأسرها"!!

“Bahwa "barang yang dibeli dari Aden dan diimpor ke Jeddah - jika pembeli berasal dari wilayah Syam atau Mesir - pajaknya akan dilipatgandakan dua puluh kali lipat, dan jika pembeli berasal dari wilayah Yaman, semua barang dagangannya akan disita!!"

*****

GLOBALISASI YANG MAJU & PEMBEBASAN PAJAK DAGANG

Selain dari sistem peradilan yang umumnya dapat mengurangi ketidakadilan pajak dan bea cukai, maka peradaban Islam mengenal sistem zona bebas di mana kegiatan perdagangan terbebas dari pajak, memperkuat pergerakan perdagangan baik secara internal maupun global.

Kota al-Hajj Tarkhan, misalnya, dibebaskan dari pajak oleh penguasa Asia Tengah pada abad ke-8 H/14 M. Bahkan, nama kota tersebut mengindikasikan pembebasan ini, karena menurut Ibnu Battutah , dia mengatakan :

"معنى ترخان..: الموضع المحرّر من المغارم"

"Arti Tarkhan adalah tempat yang dibebaskan dari utang."

Kaisar Mongol Genghis Khan (wafat 624 H/1227 M) merangkum pandangan penguasa negara terhadap perdagangan internasional dan dampaknya pada hubungan politik dan pembangunan ekonomi. Dia berkata kepada sultan Khwarizmi yang membatasi perdagangan negaranya dengan Mongol:

"إن التجار هم عمارة البلاد، وهم الذين يحملون التحف والنفائس للملوك، وما ينبغي أن تمنعهم ولا أنا أيضا أمنع تجارنا عنك، بل ينبغي لنا أن تكون كلمتنا واحدة لتعمر الأقاليم".

"Pedagang adalah pembangun negara, mereka yang membawa barang-barang mewah dan harta karun untuk raja, dan seharusnya tidak ada yang melarang mereka. Saya juga tidak akan melarang pedagang kami untuk berhubungan denganmu, tetapi seharusnya kata-kata kita bersatu untuk membangun wilayah-wilayah."

Selama sejarah Islam, hubungan internasional telah diwarnai oleh hubungan perdagangan. Meskipun terjadi perang salib yang sengit, perdagangan antara Umat Islam dan para Tentara Salib tidak pernah terputus bahkan selama perang berlangsung.

Dalam konteks tersebut, Seorang Pengembara, Ibnu Jubayr, yang mengunjungi wilayah tersebut pada waktu itu, dia berkata :

"ومن أعجب ما يُحَدَّث به أن نيران الفتنة تشتعل بين الفئتين مسلمين ونصارى، وربما يلتقي الجمعان ويقع المصافُّ (= المواجهة) ورفاق (= القوافل) المسلمين والنصارى تختلف (= تتبادل) بينهم"، ورغم ذلك "لا تُعترض الرعايا ولا التجار فالأمن لا يفارقهم في جميع الأحوال سلما أو حربا"!!

"Salah satu hal yang menarik perhatian adalah terjadinya gejolak api perselisihan antara dua kelompok, yaitu Umat Islam dan Umat Nasrani. Terkadang, kedua kelompok tersebut bertemu dan terjadi konfrontasi, namun warga sipil dan para pedagang tidak terganggu, karena keamanan selalu menyertai mereka dalam segala keadaan, baik dalam kondisi damai maupun perang."

Bahkan, sejarawan Barat mengaitkan kebangkitan perdagangan Eropa itu berawal dengan kelompok pedagang Kristen yang menetap di Emirat Salib yang terbentuk -melalui Perang Salib- di pantai Syam selama dua abad penuh (690-491 H/1291-1098 M).

Orientalis Bernard Lewis (wafat 1439 H/2018 M) dalam penelitian berjudul "Politik dan Perang," yang diterbitkan dalam buku kolektif 'Warisan Islam [تراث الإسلام],' mengkonfirmasi:

أنه "أثناء الحروب الصليبية استقر التجار الأوروبيون -وخصوصا الإيطاليين منهـم- فـي مـرافـئ الـشـام تحت الحكم اللاتيني، وهناك شكلوا جماعات منظمة تخضع لـرؤسـائـهم وتحكمها قوانينهم. ولم يترتب على استعادة المسلمين لهذه المرافئ إنهاء نشاطات التجار الأوروبيين، بل على العكس كان الحكام المسلمون حريصين على تشجيع هذه التجارة لأنها كانت مصدر فائدة لهم ولمن يعمل بها"؛ وفقا للمستشرقين المحررين لكتاب ‘تراث الإسلام‘.

“Bahwa "selama Perang Salib, pedagang Eropa, terutama yang berasal dari Italia, menetap di pelabuhan-pelabuhan Syam di bawah pemerintahan Latin. Di sana, mereka membentuk kelompok terorganisir yang tunduk pada pemimpin mereka dan diatur oleh hukum mereka sendiri. Setelah Umat Islam merebut kembali pelabuhan-pelabuhan ini, maka itu tidak berarti berakhirnya aktivitas pedagang Eropa. Sebaliknya, penguasa Muslim berkeinginan untuk mendorong perdagangan ini ; karena merupakan sumber keuntungan bagi mereka dan juga bagi mereka yang terlibat di dalamnya," seperti yang diungkapkan oleh orientalis yang menyusun buku 'Warisan Islam [تراث الإسلام].'

Dengan demikian, setelah pembersihan keberadaan Salibis di Syam, kepemimpinan Islam melanjutkan tradisi perdagangan internasional -seperti yang terjadi sebelum dan sesudah keberadaan Salibis- di bawah kebebasan perdagangan yang sepenuhnya menjamin kepentingan semua pihak yang mendapat manfaat darinya. Tidak lama setelah itu, muncul penjajahan [ kolonial / pendudukan ] para pedagang perdagangan Eropa bahkan di Mesir dan di tempat lain yang sebelumnya tidak pernah tunduk pada kekuasaan Salibis. Persiapan yang dilakukan dengan kolonial-kolonial perdagangan Eropa dilihat oleh para ulama Muslim sebagai salah satu bentuk dari "akad aman" tradisional, dan pedagang yang tinggal di sana dianggap sebagai "mushtamin" (orang yang diberi perlindungan), menurut Lewis.

Penerapan perjanjian aman perdagangan meningkat selama masa Kesultanan Mamluk, sesuai dengan "sistem konsul" yang, menurut al-Muqraizi, diterapkan setidaknya sejak akhir abad kedelapan H/ke-14 M. Dia menyatakan dalam bukunya 'Al-Suluk' :

إنه في أحد النزاعات مع الفرنجة سنة 783هـ/1381م أمر السلطان صلاح الدين حاجي بن الأشرف شعبان (ت بعد 792هـ/1390م) بإخراج تجارهم "وقناصلهم وكانوا نحو خمسين بالإسكندرية مقيمين".

“Bahwa selama salah satu konflik dengan orang Eropa pada tahun 783 H/1381 M, Sultan Salahuddin Haji ibn al-Asyraf Sya'ban (wafat setelah 792 H/1390 M) memerintahkan pengusiran pedagang mereka "dan konsul mereka, yang berjumlah sekitar lima puluh, yang tinggal di Alexandria."

Dengan berlakunya perjanjian aman perdagangan ini -yang diberikan oleh Sultan Muslim- maka pedagang Eropa memiliki hak "untuk berdagang dan tinggal di kerajaannya tanpa mengalami hambatan.., dan negara-negara Eropa mendapatkan banyak perjanjian semacam ini dari penguasa Turki, Mesir, dan negara-negara Islam lainnya di Laut Tengah. Pada era Utsmaniyah, hak istimewa ini dikenal sebagai "Keistimewaan Asing (الامـتـيـازات الأجنبيـة)" atau "Capitulation," seperti yang dijelaskan oleh Lewis.

*****

ARABISASI & ISLAMISASI ISTILAH-ISTILAH PERDAGANGAN.

Bahkan, pergerakan perdagangan yang luas telah menyebarkan bahasa Arab bahkan di masyarakat non-Arab, bahkan non-Muslim, di Eropa, Asia, dan Afrika, karena bahasa Arab adalah bahasa perdagangan internasional. Sejumlah besar kata-kata Arab meresap ke dalam bahasa-bahasa dunia, dan pertukaran perdagangan berkontribusi pada peng-arab-an secara sukarela bagi berbagai bangsa dan wilayah.

Seorang pedagang bernama Ibnu Hawqal mengatakan:

"فأما لسان أهل أذربيجان وأكثر أهل أرمينية فالفارسية تجمعهم، والعربية بينهم مستعملة، وقلّ من بها ممن يتكلم بالفارسية لا يفهم بالعربية ويُفصح بها من التجار"! وينص على أن "لسان أهل المنصورة والملتان (كلتاهما بباكستان اليوم) ونواحيها العربية والسندية"!!

"Adapun bahasa penduduk Azerbaijan dan sebagian besar penduduk Armenia, maka bahasa Persia menyatukan mereka, namun bahasa Arab banyak digunakan di antara mereka, sedangkan sedikit orang berbicara dalam bahasa Persia yang tidak memahami bahasa Arab dan menggunakan bahasa Arab untuk berkomunikasi dalam urusan perdagangan!"

Dia juga menyatakan :

أن "لسان أهل المنصورة والملتان (كلتاهما بباكستان اليوم) ونواحيها العربية والسندية"!!

bahwa "bahasa penduduk Mansura dan Multan (keduanya di Pakistan saat ini) dan sekitarnya adalah bahasa Arab dan bahasa Sindhi"!

Selain penyebaran bahasa Arab di lingkungan tersebut, agama Islam juga menyebar ke pelosok dunia dan wilayah terpencil melalui tangan-tangan pedagang yang jujur, yang menarik banyak bangsa ke agama Islam , agama para pedagang muslim . Selain itu, kafilah perdagangan, sepanjang berbagai abad, membawa banyak da'i Muslim dan sufi yang menetap di daerah-daerah tersebut, menyebarkan Islam di antara penduduknya dan menetap di sana untuk mengajarkan hukum-hukum agama mereka."

"Oleh karena itu, seorang sejarawan antropologis asal Inggris, Iwan Mirdin Leuwis (wafat 1435 H/2014 M), dalam penelitiannya yang berjudul : "الحدود القصوى للإسلام في أفريقيا وآسيا"[Batas-Batas Islam di Afrika dan Asia], yang diterbitkan dalam buku kolektif 'Warisan Islam', menyatakan :

"إن ارتباط الإسلام بالتجارة كان هو السبب الرئيسي لدخول هذا العدد الكبير من شعوب.. القارة [الأفريقية] في الإسلام".

bahwa "hubungan Islam dengan perdagangan adalah alasan utama bagi banyak suku di benua [Afrika] ini untuk memeluk Islam".

Mirdin Lewis menambahkan bahwa "pada awal masuknya Islam ke Sudan Barat (= Afrika Barat), penghargaan yang lebih besar seharusnya diberikan kepada suku-suku Berber yang membawa unta mereka dalam karavan perdagangan besar yang melintasi padang pasir, dan di timur laut, orang Somalia dari suku Badui berperan serupa sebagai pedagang karavan".

Ia menegaskan bahwa penyebaran Islam di Asia Tengah dan utara terjadi melalui "sejumlah besar penjelajah dan utusan Muslim yang menembus Asia dalam, dalam skala yang lebih sempit, pedagang, dervis (= sufi), dan pengkhotbah (= da'i) Muslim yang melakukan perjalanan ke padang pasir" di Asia."

Adapun pada wilayah Asia Tenggara, maka Mirdin Leuwis juga menyebutkan :

أنه "جـاء الإسـلام.. في أعقاب التجارة وانتشر على جناحـيـهـا"، وهو ما يعني "أن لانتشار الإسلام في أنحاء إندونيسيا جانبا تجاريا كان سابقا علـى الجانب السياسي الذي اكتسبه من جراء تفاقم الاستعمار الأوروبي إلى حد بعيد"!!

“ Bahwa "Islam datang.. ikut di belakang perdagangan dan menyebar pada kedua sayapnya," yang berarti "penyebaran Islam di berbagai wilayah Indonesia memiliki aspek perdagangan yang lebih dominan daripada aspek politik yang diperolehnya sebagai akibat dari memburuknya kolonialisme [penjajahan] oleh negara-negara Eropa hingga tingkat yang signifikan"!!

Mungkin yang terbaik untuk diakhiri dalam perjalanan sejarah bisnis perdagangan yang dialkukan umat Islam ini adalah dengan kata-kata yang diungkapkan oleh sejarawan Will Durant ketika merangkum pengalaman perdagangan ini. Ia menyatakan :

"إنه في العالم الإسلامي كانت "الأسواق تغص بالمتاجر والتجار والبائعين والمشترين والشعراء، والقوافل تربط الصين والهند بفارس والشام ومصر…، وظلت التجارة الإسلامية هي المسيطرة على بلاد البحر المتوسط إلى أيام الحروب الصليبية.

وانتزعت السيطرة على البحر الأحمر من بلاد الحبشة، وتجاوزت بحر الخزر إلى منغوليا، وصعدت في نهر الفلغا.. إلى… فنلندا وإسكندنافيا وألمانيا حيث تركت آلافا من قطع النقود الإسلامية… ووصل هذا النشاط التجاري -الذي بعث الحياة قوية في جميع أنحاء البلاد- إلى غايته في القرن العاشر (= الرابع الهجري)، أي في الوقت الذي تدهورت فيه أحوال أوروبا إلى الدرك الأسفل، ولما أن اضمحلت هذه التجارة [بعد ذلك بقرون] أبقت آثارها واضحة في كثير من اللغات الأوروبية"!!.

“ Bahwa dalam dunia Islam, "pasar-pasar penuh dengan pedagang, penjual, pembeli, penyair, dan kafilah-kafilah yang menghubungkan Tiongkok dan India dengan Persia, Suriah, dan Mesir..., dan perdagangan Islam tetap mendominasi kawasan Laut Tengah hingga pada zaman Perang Salib...

Perdagangan menguasai Laut Merah dari wilayah Habasyah, melampaui Laut Kaspia ke Mongolia, dan naik di sungai Volga hingga... Finlandia dan Skandinavia dan Jerman, di mana ribuan koin Islam ditinggalkan... dan kegiatan perdagangan ini - yang menghidupkan kembali kehidupan di seluruh negeri - mencapai puncaknya pada abad kesepuluh (Hijriyah abad keempat), yaitu pada saat keadaan Eropa sedang merosot, dan meskipun perdagangan ini [telah berlalu beberapa abad] namun jejak-jejaknya tetap terlihat jelas dalam banyak bahasa Eropa!!"

Sumber: Al-Jazeera

 

  

Posting Komentar

0 Komentar