“Salah satu perannya adalah mengajarkan
Eropa pembuatan cek dan perdagangan di pasar bebas, lintas negara dan benua."
Di Tulis
Abu Haitsam Fakhri
KAJIAN NIDA
AL-ISLAM
*******
DAFTAR ISI :
- PEMBUKAAN :
- SEJAK AWAL UMAT ISLAM ADALAH MASYARAKAT PEMBISNIS &
PEDAGANG
- KETIKA UMAT ISLAM BERPERAN PENGENDALI PERDAGANGAN INTERNATIONAL
- BERDAKWAH SAMBIL BERDAGANG atau BERDAGANG SAMBIL BERDAKWAH .
- "KONSEP DAGANG DAN CARA MENDAPAT KEUNTUNGAN "
- "MEKANISME DAN METODE" atau "CARA DAN TEKNIK"
- INOVASI-INOVASI TERUPDATE SYSTEM KEUANGAN & ADMINISTRASI
- INISIATIF INSTITUSIONAL :
- "DAFTAR HARGA DAN STANDAR KWALITAS."
- "STATISTIK YANG TERVERIFIKASI" atau "DATA STATISTIK YANG DAPAT DIPERCAYA"
- "PENGUASAAN JALUR-JALUR PERDAGANGAN DAN PETA-PETA WILAYAH."
- ANTARA PELUANG DAN RESIKO DALAM PERDAGANGAN
- "ARMADA PERDAGANGAN YANG SANGAT BESAR "
- "HUBUNGAN DAN RELASI YANG KOMPLEK & BERCABANG"
- PERSAINGAN DAGANG KAUM BORJUIS
- HUTANG PIUTANG DAN KEMITRAAN DALAM PERDAGANGAN
- DEMI KEPENTINGAN BISNIS KADANG MEMBUAT SESEORANG TEGA MELAKUKAN PERSEKONGKOLAN JAHAT TERHADAP UMAT
- "PERAN-PERAN SENSITIF DALAM PERDAGANGAN”
- PAJAK DAN BEA CUKAI
- "PAJAK DAN BEA CUKAI YANG TIDAK ADIL “
- “KEADILAN DALAM PERADILAN PAJAK DAGANG”
- GLOBALISASI YANG MAJU & PEMBEBASAN PAJAK DAGANG
- ARABISASI & ISLAMISASI ISTILAH-ISTILAH PERDAGANGAN
=====
بسم الله الرحمن الرحيم
PEMBUKAAN :
Mungkin kata-kata terbaik untuk pembukaan artikel tentang perjalanan
sejarah bisnis perdagangan yang dilakukan umat
Islam ini adalah apa yang
diungkapkan oleh Sejarawan Amerika , WILL
DURRANT, ketika dia merangkum
pengalaman perdagangan ini. Ia menyatakan :
"إِنَّهُ
فِي الْعَالَمِ الْإِسْلَامِيِّ كَانَتِ الْأَسْوَاقُ تُغَصُّ بِالْمَتَاجِرِ وَالتُّجَّارِ
وَالْبَائِعِينَ وَالْمُشْتَرِينَ وَالشُّعَرَاءِ، وَالْقَوَافِلُ تَرْبُطُ الصِّينَ
وَالْهِنْدَ بِفَارِسَ وَالشَّامِ وَمِصْرَ…، وَظَلَّتِ التِّجَارَةُ الْإِسْلَامِيَّةُ
هِيَ الْمُسَيْطِرَةُ عَلَى بِلَادِ الْبَحْرِ الْمُتَوَسِّطِ إِلَى أَيَّامِ الْحَرْبِ
الصَّلِيبِيَّةِ.
وَانْتَزَعَتِ السِّيطَرَةَ
عَلَى الْبَحْرِ الْأَحْمَرِ مِنْ بِلَادِ الْحَبَشَةِ، وَتَجَاوَزَتْ بَحْرَ الْخَزَرِ
إِلَى مَنْغُولِيَا، وَصَعِدَتْ فِي نَهْرِ الْفِلْغَا.. إِلَى… فِنْلَنْدَا وَإِسْكَنْدِنَافِيَا
وَأَلْمَانِيَا حَيْثُ تَرَكَتْ آلاَفًا مِنْ قِطَعِ النُّقُودِ الْإِسْلَامِيَّةِ…
وَوَصَلَ هَذَا النَّشَاطُ التِّجَارِيِّ - الَّذِي بَعَثَ الْحَيَاةَ قَوِيَّةً فِي
جَمِيعِ أَنْحَاءِ الْبِلَادِ - إِلَى غَايَتِهِ فِي الْقَرْنِ الْعَاشِرِ (= الرَّابِعِ
الْهِجْرِيِّ)، أَيِّ فِي الْوَقْتِ الَّذِي تَدَهْوَرَتْ فِيهِ أَحْوَالُ أُورُوبَا
إِلَى الدَّرَكِ الْأَسْفَلِ، وَلَمَّا أَنْ اضْمَحَلَتْ هَذِهِ التِّجَارَةُ [بَعْدَ
ذَلِكَ بِقُرُونٍ] أَبْقَتْ آثَارَهَا وَاضِحَةً فِي كَثِيرٍ مِنَ اللُّغَاتِ الْأُورُوبِيَّةِ"!!
Bahwa kegiatan bisnis dalam dunia Islam, pasar-pasar penuh
dengan para pedagang, penjual, pembeli, penyair,
dan kafilah-kafilah yang menghubungkan ke Tiongkok
dan India dengan Persia, Suriah, dan Mesir..., dan perdagangan Islam tetap
mendominasi kawasan Laut Tengah hingga pada zaman Perang Salib...
Perdagangan menguasai Laut Merah dari
wilayah Habasyah, melampaui Laut Kaspia ke Mongolia, dan naik di sungai Volga
hingga... Finlandia dan Skandinavia dan Jerman, di mana ribuan koin Islam
ditinggalkan... dan kegiatan perdagangan ini - yang menghidupkan kembali
kehidupan di seluruh negeri - mencapai puncaknya pada abad kesepuluh (Hijriyah
abad keempat), yaitu pada saat keadaan Eropa sedang merosot ke bawah paling dasar, dan meskipun perdagangan umat Islam ini telah menciut [dan telah
berlalu beberapa abad] namun jejak-jejaknya
tetap terlihat jelas jejaknya dalam banyak bahasa Eropa!!" [Sumber: Al-Jazeera]
*****
SEJAK AWAL UMAT ISLAM ADALAH MASYARAKAT
PEMBISNIS & PEDAGANG
Al-Quran turun di Makkah, yang pada
saat itu merupakan pusat perdagangan Arab yang paling penting di tengah
Semenanjung Arab. Di sana, suku Quraisy mendirikan masyarakat di mana perempuan
setara dengan laki-laki dalam perdagangan dan bertransaksi di pasar. Syeikh Shalih Ahmad al-'Aliy dalam kitabnya "تَارِيخُ الْعَرَبِ الْقَدِيمِ وَالْبُعْثَةِ النَّبَوِيَّةِ" hal. 131 berkata :
"Orang-orang Mekah terkenal dengan perdagangan-nya , sehingga mereka mengatakan :
"فَمَن
لَمْ يَكُن تَاجِرًا لَمْ يَكُن عِنْدَهُم بِشَيْءٍ"
(Siapa yang bukan pedagang, maka tidak ada apa-apanya di mata mereka).
Dikatakan pula oleh mereka :
"إنَّ
تِسْعَةَ أَعْشَارِ الرِّزْقِ فِي التِّجَارَةِ"
( Bahwa sembilan per sepuluh [90 %] rezeki ada dalam perdagangan) .
Perdagangan mereka sangat beragam. Beberapa sejarawan telah menyebutkan berbagai jenis perdagangan yang dijalani oleh kaum bangsawan Mekah, diantaranya ada :
Perdagangan beras, biji-bijian, jahit menjahit, tenun, minuman keras, minyak, SENJATA, PEDANG, dan barang-barang mewah.
Perdagangan bukan hanya urusan kaum pria, tetapi juga melibatkan kaum wanita . Salah satu contoh yang paling terkenal adalah Khadijah, istri Nabi (semoga Allah memberkati dia dan keluarganya), dan Hind binti 'Abd al-Muttalib.
Para muhajirin (migran) membawa keahlian dagang mereka ke Madinah, yang kemudian setelah adanya muhajirin, Madinah berubah menjadi pusat perdagangan yang bersaing dengan Mekah, yang sebelumnya Madinah hanya sebuah daerah pertanian. Di antara muhajirin yang sangat terampil dalam perdagangan, adalah seperti Abdul Rahman bin Awf, yang konon mampu memperoleh emas yang melimpah dari perdagangannya. Padahal mereka datang ke Madinah tanpa harta, namun mereka berhasil mengumpulkan kekayaan besar dalam waktu singkat. Utsman bin Affan bahkan mampu mempersiapkan seribu kendaran unta untuk pasukan perang Tabuk, sedangkan Abdul Rahman bin Awf juga mengumpulkan sejumlah besar kendaran unta.
Sebagian para pedagang Quraisy ini berdagang sendiri secara independen, tanpa menerima saham orang lain , akan tetapi pada umumnya dalam perdagangan luar negeri kebanyakan mereka menampung sejumlah besar saham dari orang-orang.
Contohnya ketika kafilah Quraisy diserang oleh kaum Muslimin pada peristiwa Dzi Qard , seperlimanya saja berjumlah dua puluh ribu kendaran unta , maka dengan demikian total kendaraan unta mereka sekitar seratus ribu unta . Begitu juga dengan Kafilah yang diserang oleh Kaum muslimin di Buwath, yang terdiri dari dua ribu lima ratus unta."[Selesai]Pusat dari gerakan perdagangan ini
adalah serangkaian perjanjian yang ditandatangani oleh Quraisy - melalui
pemimpin mereka - dengan raja-raja negara yang berdekatan dengan Semenanjung
Arab. Mereka menamai sistem perdagangan ini "Al-Ilaaf" dan menyebut
pendiri-pendiri sistem ini sebagai "As'hab Al-Ilaaf". Mereka memiliki
kedudukan yang tinggi dalam hati suku Quraisy dan bangsa Arab. Sebuah kutipan
dalam Al-Quran mencerminkan sistem perdagangan ini, Allah berfirman:
{لِإِيلَافِ
قُرَيْشٍ إِيلَافِهِمْ رِحْلَةَ الشِّتَاءِ وَالصَّيْفِ}
“ Kagumilah kebiasaan orang-orang
Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian [untuk berdagang] pada musim dingin
dan musim panas”. (QS. Quraisy : Ayat 1-2).
Imam Abu Abdullah
al-Qurthubi (wafat tahun 671 H/1259 M) mengatakan dalam tafsirnya 20/204
"
"
أَصْحَابُ الْإِيلَافِ أَرْبَعَةَ إِخْوَةٍ: هَاشِمٌ، وَعَبْدُ شَمْسٍ، وَالْمُطَّلِبُ،
وَنَوْفَلٌ، بَنُو عَبْدِ مَنَافٍ. فَأَمَّا هَاشِمٌ فَإِنَّهُ كَانَ يُؤْلِفُ
مَلِكَ الشَّامِ، أَيْ أَخَذَ مِنْهُ حَبْلًا وَعَهْدًا يَأْمَنُ بِهِ فِي
تِجَارَتِهِ إِلَى الشَّامِ. وَأَخُوهُ عَبْدُ شَمْسٍ كَانَ يُؤْلِفُ إِلَى
الْحَبَشَةِ. وَالْمُطَّلِبُ إِلَى الْيَمَنِ. وَنَوْفَلٌ إِلَى فَارِسَ وَمَعْنَى
يُؤْلِفُ يُجِيرُ. فَكَانَ هَؤُلَاءِ الْإِخْوَةُ يُسَمَّوْنَ الْمُجِيرِينَ.
فَكَانَ تُجَّارُ قُرَيْشٍ يَخْتَلِفُونَ إِلَى الْأَمْصَارِ بِحَبْلِ هؤلاء
الاخوة، فلا يتعرض لهم. قال الأزهري: الْإِيلَافُ: شَبَّهَ الْإِجَارَةَ
بِالْخَفَارَةِ ، يُقَالُ: آلَفَ يُؤْلِفُ: إِذَا أَجَارَ الْحَمَائِلَ
بِالْخَفَارَةِ ".
" Bahwa
"Ashhaab Al-Ilaaf" terdiri dari empat bersaudara: Hashim, Abdusy
Syams, Al-Muththalib, dan Nawfal, anak-anak Abdul Manaf.
Hashim, kata beliau, memiliki
kesepakatan atau aliansi dengan raja Syam, yaitu ia mengambil jaminan dan
perjanjian darinya untuk memastikan keamanan dalam perdagangannya ke Syam.
Saudaranya Abd Shams memiliki
kesepakatan dengan Habasyah, Al-Muttalib dengan Yaman, dan Nawfal dengan
Persia.
Dan arti dari "يُؤْلِفُ"
adalah memberikan perlindungan. Oleh karena itu, kelompok 4 saudara ini disebut
"Al-Mujīrīn" atau "mereka yang
memberikan perlindungan."
Dengan demikian, pedagang Quraisy
berlayar ke berbagai tempat dengan bantuan kesepakatan yang dibangun oleh
keempat bersaudara ini, dan mereka bebas melintas dan tidak akan
ada bahaya yang merintanginya di sana".
Al-Azhari berkata: "Al-Iilaf"
(الإيلاف) menyerupai penyewaan dengan jaminan
perlindungan dan keamanan dalam perjalanan yang rawan bahaya. Dikatakan:
"Aalafa" (آلَفَ) atau "yu'liṣu" (يُؤْلِفُ)
ketika seseorang menyewa hewan-hewan pengangkut barang dengan penjagaan dan
keamanan dalam perjalanan yang rawan bahaya. .[ Kutipan
Selesai]
Nabi Islam, Muhammad - ﷺ -
turut berpartisipasi dalam kegiatan perdagangan ini sebelum beliau diangkat
menjadi rasul, bekerja sebagai perwakilan dagang untuk Khadijah bint Khuwaylid
(wafat tahun 3 Q.H/619 M), yang kemudian menjadi istrinya. Khadijah adalah
"wanita pedagang yang mulia dan memiliki banyak kehormatan serta kekayaan.
Ia mengirimnya ke Syam, sehingga dagangannya menjadi seperti dagangan pedagang
Quraisy pada umumnya. Dia biasa menyewa seorang pria dan membayar kepadanya
dengan persentase dari keuntungan [bagi hasil]," seperti yang diriwayatkan
oleh al-Asbahani.
Seperti halnya banyak dari para
Sahabat, mereka memiliki pengalaman dalam perdagangan yang mereka lanjutkan
setelah memeluk Islam.
Menurut al-Jahidz (wafat tahun 255
H/869 M) dalam risalah-nya 'Al-Utsmaniyyah' , dia mengatakan :
"كان
أبو بكر (الصدّيق ت 13هـ/635م).. ذا مال كثير ووجْه (= جاهٍ) عريض وتجارة
واسعة"، وكذلك كان عبد الرحمن بن عوف (ت 32هـ/654م) والزبير بن العوام (ت
36هـ/657م) وغيرهما.
Abu Bakr (al-Siddiq, wafat tahun 13
H/635 M) "memiliki kekayaan yang banyak, kedudukan yang mulia, dan bisnis
yang luas". Hal yang sama juga ada pada Abdurrahman bin Auf (wafat tahun
32 H/654 M), Zubair bin al-Awwam (wafat tahun 36 H/657 M), dan yang lainnya.
Dulu sebagian dari para Sahabat, pada
awal masuk Islam, merasa ragu dan keberatan untuk berdagang selama musim haji.
Karena sebelum Islam datang, mereka berkeyakinan bahwa berdagang selama musim
haji itu sesuatu yang dilarang. Lalu Allah menghalalkan hal tersebut bagi
mereka melalui ayat Al-Quran yang diturunkan.
Imam Ibnu Hajar al-Asqalani (wafat
tahun 852 H/1448 M) dalam bukunya 'Kitab al-‘Ujāab' menyatakan :
إن هؤلاء الصحابة
"كانوا إذا أفاضوا من عرفات لم يشتغلوا بتجارة.. فأحِلّ لهم ذلك بقوله تعالى:
{لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَبْتَغُوا فَضْلًا مِّن رَّبِّكُمْ}…، فأحلّ الله
ذلك كله للمؤمنين: أن يعرّجوا على حوائجهم ويبتغوا من فضل ربهم" أيام الحج.
bahwa para Sahabat tersebut
"ketika mereka beranjak dari wuquf di Arafah, mereka berkeykinan tidak
boleh menyibukkan diri mereka dengan perdagangan. Maka Allah menghalalkan itu
bagi mereka dengan firman-Nya:
{Tidak ada dosa atas kalian jika
kalian mencari karunia dari Rabb kalian}... maka Allah menghalalkan semua
itu bagi orang-orang yang beriman, agar mereka dapat mencari sesuatu yang bisa
mencukupi kebutuhan mereka dan mencari karunia dari Rabb mereka" selama
hari-hari ibadah haji.
Kemudian, para Tabi’in mengikuti
jejak para sahabat, dan dari mereka muncul kelompok para ulama berprofesi
sebagai pedagang, seperti Sa'id bin Al-Musayyib (wafat tahun 93 H/712 M) dan
Muhammad bin Sirin (wafat tahun 110 H/729 M). Generasi-generasi muslim secara
turun temurun mengikuti jejak ini, yang diteladani oleh para ulama mereka,
sehingga dikatakan :
"أجمعوا
على جواز شد الرحال للتجارة"
"Mereka telah sepakat secara
Ijma’ tentang bolehnya syaddur rihaal “bersusah payah bepergian” untuk
berdagang"
Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam
As-Samhudi (wafat tahun 911 H/1505 M) dalam bukunya 'Wafaa' Al-Wafaa'.
*****
KETIKA UMAT ISLAM BERPERAN PENGENDALI PERDAGANGAN INTERNATIONAL
Perdagangan Islam tetap selalu mendominasi
wilayah Laut Tengah hingga masa Perang Salib... Mereka merebut kendali atas Laut
Merah dari negeri Habasyah, meluas melintasi Laut Kaspia hingga Mongolia, dan
naik di Sungai Volga hingga ke Finlandia dan wilayah Skandinavia serta Jerman,
di mana mereka meninggalkan ribuan koin Islam...
Aktivitas perdagangan ini, yang
memberikan kehidupan yang kuat di seluruh negeri, mencapai puncaknya pada abad
kesepuluh Hijriyah (= abad keempat Masehi), pada saat itu keadaan perekonomian
di Eropa merosot ke titik terendahnya. Meskipun perdagangan ini meredup [di
kemudian hari], jejaknya tetap terlihat dalam banyak bahasa Eropa!!"
"Dalam kata-kata tersebut diatas
adalah rangkuman dari perkataan sejarawan peradaban Amerika, Will Durant
(wafat 1402 H/1981 M), tentang pengalaman dan keahlian perdagangan dalam
peradaban Islam. Ini mencerminkan tingkat organisasi, struktur, dan manajemen
otonomi yang tinggi. Hal ini berarti munculnya norma-norma perdagangan yang
stabil yang mengatur transaksi pedagang, bahkan entitas-institusional yang
mengumpulkan dan membentuk hubungan di antara mereka. Mereka memfasilitasi
komunikasi mereka dengan kekuasaan dan wilayah di luar kegiatan perdagangan
mereka, serta pengaruh mereka dalam dinamika peristiwa politik di sekitar
mereka."
"Perdagangan ini terkait dengan
kebijakan dan hukum yang bersumber dari nash-nash syar’i dan maqooshid
asy-Syari’ah [tujuan hukum Islam] yang berkaitan dengan pengaturan dan
pengukuhan kaidah-kaidah transaksi keuangan masyarakat, dengan perhatian khusus,
dengan penjelasan rincian penegakkan syiar-syiar agama Islam.
Dalam hal ini umat Islam telah
menyediakan struktur yang efisien dan canggih, serta lingkungan yang adil,
bebas, dan mendorong bagi pergerakan perdagangan Islam yang memimpin
panggung perdagangan dan ekonomi dunia selama sembilan abad.
Umat Islam telah mengenal perdagangan
barter dan perdagangan mata uang [money canger], dan bersamaan dengan
perkembangan perdagangan, industri mata uang dan begitu pula rahasia
pencetakkannya terus dikembangkan.
Ini mengubah konsep kekayaan , yaitu :
حيث بات رأس المال
النقدي وأرصدته يمثلان قوة اقتصادية هائلة
“Di mana dengan adanya modal uang
cash [yang berputar] dan simpanannya menjadi dua kekuatan ekonomi yang besar
dan dahsyat”.
Maka dengan methode ini bisa memengaruhi
jalannya politik, ilmu pengetahuan, dan budaya secara signifikan. Terutama
dengan munculnya lembaga amal sosial dan peran yang meningkat dalam mendukung
dakwah Islam, gerakan ilmiah, dan pengetahuan.
Ini adalah peran bersejarah yang
menegaskan bahwa para pedagang Muslim tidak absen dari dimensi sosial dan
fungsional kekayaan.
"Mungkin jaga jarak, bawa-bawa
agama serta masalah keilmuan dalam membangun perekonomian dan dunia perdagangan
adalah hal yang membuat sejarawan Ibnu Khaldun (wafat 808 H/1406 M) dalam '
kitab 'Muqaddimah' menyerukan hal berikut ini :
"
أهمية تحرير العوائق أمام التجارة الدولية محذرا من تدخل السلطة في الاقتصاد، أو
أن تتحول إلى منافِس يفسد أجواء المنافسة الحرة بين التجار، وفي نفس الوقت انتبه
إلى مضار الاحتكار التجاري والسوقي".
Pentingnya menghapus
hambatan-hambatan di depan perdagangan internasional, memperingatkan terhadap
campur tangan kekuasaan dalam ekonomi, atau agar tidak berubah menjadi pesaing
yang merusak atmosfer persaingan bebas di antara pedagang. Pada saat yang sama,
ia menyadari akan dampak negatif dari monopoli perdagangan dan pasar."
Sebenarnya, gerakan perdagangan Islam
dan tradisinya telah menjadi dorongan kuat bagi peradaban manusia melalui
pertukaran peradaban yang disebarkannya, serta melalui hubungan yang mendalam
yang melampaui konflik dan pertentangan, sehingga perjalanan pedagang Umat
Islam dan lainnya di seluruh dunia tetap berlanjut - sebagian besar waktu -
selama masa konflik dan perang.
Bahasa kepentingan dan pertukaran
perdagangan tetap mendominasi dan dihormati oleh semua pihak perdagangan,
bahkan di balik sistem pemerintahan yang bersaing. Ini berarti bahwa kelas
pedagang mencapai tingkat kemandirian dan pengaruh yang membuatnya mampu
menjaga jalannya sendiri, meskipun dalam geografi yang penuh tantangan yang
terus berubah dan di atas panggung yang kompleks."
Dan jika kebangkitan Eropa modern,
zaman reformasi dan bersinar terkait dengan kelas borjuis perdagangan yang
membentuk kibaran bendera-benderanya yang paling jelas pada abad ke-9
Hijriyah/abad ke-15 Masehi; maka dasar yang kokoh bagi pembentukan kelas
tersebut sebenarnya telah dipersiapkan -menurut pengakuan orang Eropa sendiri-
di atas dasar pengalaman perdagangan International umat Islam. Hal ini terjadi
melalui interaksi dengan kaum muslimin dan perjalanan di sepanjang Laut Tengah,
serta melalui konfrontasi keras dengan mereka dalam Perang Salib.
Banyak kebiasaan, etika perdagangan,
dan metode yang ditransfer dari kaum muslimin dalam kondisi dan era tersebut,
termasuk pemanfaatan hukum dan kaidah fiqih mu’amalah syariat Islam dalam
pengembangan undang-undang perdagangan yang kemudian dikenal di Eropa setelah
itu.
Perdagangan dalam sejarah Islam bukan
hanya menjadi bahasa untuk uang, barang, dan jasa, tetapi juga -lebih dari itu-
menjadi bahasa iman, taqwa, dan nilai-nilai moral yang tinggi. Al-Quran
menggunakan istilah-istilah perdagangan -penjualan dan pembelian- sambil
mengajak orang-orang beriman untuk melakukan transaksi keimanan yang
menguntungkan guna meraih surga dan keridhaan Allah, dan Al-Quran juga
menegaskan dalam Surah Al-Muzzammil ayat 20 tentang orang-orang yang berjalan
di muka bumi mencari karunia Allah dan mereka yang berjuang serta berjihad di
jalan Allah.
Seperti halnya perdagangan, juga
menjadi bahasa pembangunan, amal usaha sosial, pengayaan pengetahuan, dan
penyebaran peradaban. Para pedagang Muslim yang amanah menjadi titik temu
antara nilai-nilai moral dan materi, sehingga perdagangan Islam seperti burung
yang memiliki dua sayap:
جناح الدعوة وجناح
الثروة.
“Sayap dakwah dan sayap kekayaan.
Ungkapan kata-kata ini merangkum secara menyeluruh kontribusi
yang diberikan oleh para pedagang Muslim dalam peradaban Islam. Melalui
peradaban Islam dalam pengalaman perdagangan umat manusia, dunia saat ini masih
mencerminkan bayangan panjang akumulasi pengalaman ekonomi dan perdagangan,
yang terbentuk selama ribuan tahun oleh berbagai bangsa, peradaban, wilayah,
dan benua.
*******
BERDAKWAH SAMBIL BERDAGANG atau BERDAGANG SAMBIL BERDAKWAH .
Sepanjang sejarah Islam dan di
seluruh geografi negara-negara dan wilayahnya; perdagangan para pedagang muslim tidak hanya menjadi aktivitas materi
semata, yang berurusan dengan dunia materi [benda] semata, tidak pula hanya untuk mencari keuntungan semata, demi
kepentingan pribadi yang sempit.
Perdagangan umat Islam menghindari
alam pemikiran yang kosong dari pertimbangan makna-makna keagamaan dan
nilai-nilai kemanusiaan. Juga menghindari hal-hal yang bertentangan dengan kebutuhan kepentingan
umum dari masyarakat Muslim.
Kafilah-kafilah perdagangan tetap
menjadi pilihan yang aman bagi para da’i dalam menyebarkan agama Islam, bagi
para pelajar penuntut ilmu dan
para ulama, baik untuk mencari atau menyebarkan ilmu dan juga bagi mereka yang
melakukan perjalanan ibadah haji dan
umroh , seperti yang disebutkan oleh seorang cendekiawan dan penulis, Ibnu
Jubair al-Andalusi :
أنه انطلق في رحلته
إلى المشرق "في قافلة كبيرة من التجار"، وفي عودته منها اختار
"ركوب البحر مع تجار النصارى وفي مراكبهم المعدة لسفر الخريف"!! ويخبرنا
خاتمة المؤرخين القاضي ابن خلدون أنه حين قرر مغادرة وطنه تونس إلى مصر سنة
784هـ/1382م سافر في "سفينة لتجار الإسكندرية قد شحنها التجار بأمتعتهم
وعروضهم".
“Bahwa ia
berangkat dalam perjalanannya ke Timur dalam "sebuah kafilah besar dari
para pedagang", dan dalam perjalanannya pulang, ia memilih "menaiki
laut bersama pedagang Nasrani dan kapal-kapal mereka yang disiapkan untuk
perjalanan musim gugur"!!
Dan Seorang Imam Para Sejarawan,
Qadhi Ibnu Khaldun memberitahu kita :
أنه حين قرر مغادرة
وطنه تونس إلى مصر سنة 784هـ/1382م سافر في "سفينة لتجار الإسكندرية قد شحنها
التجار بأمتعتهم وعروضهم"
“ Bahwa ketika ia memutuskan untuk
meninggalkan tanah airnya di Tunisia menuju Mesir pada tahun 784 H/1382 M, ia
berlayar dengan "kapal pedagang Aleksandria yang telah mereka muat dengan
barang-barang dan pameran dagang mereka".
Kelompok pedagang selalu menampung
banyak penulis dan ilmuwan pedagang di dalam barisan mereka, dan karena itu
Al-Jahidz mengkritik, dalam artikel-artikelnya, terhadap mereka yang
"menghina dunia bisnis dan perdagangan karena kekurangan pendapatan ilmu
pengetahuan -yang sedikit mereka peroleh- sehingga mereka berpikir sbb :
أنها تَنْقُصُ من
العلم والأدب وتقتطع دونهما وتمنع منهما"!!
“Bahwa bisnis dan perdagangan itu
merugikan ilmu dan sastra dan menghalangi dari keduanya".
Kemudian al-Jahidz balik bertanya :
"فأي
صنف من العلم لم يبلغ التجار فيه غاية، أو يأخذوا منه بنصيب، أو يكونوا رؤساء أهله
وعليتهم؟!".
"Jenis ilmu apa yang tidak
pernah dicapai oleh para pedagang ? atau ilmu apa yang tidak diambil
sebagiannya oleh mereka , atau ilmu apa yang mereka tidak menjadi pemimpinnya
dan ahli di bidangnya?"."
"Dalam mendukung ucapan
Al-Jahidz ini, kita temukan dalam biografi tokoh-tokoh Islam sejumlah besar
pedagang yang menjadikan penghasilan mereka berasal dari perdagangan
kitab-kitab di pasar-pasar para penulis, mereka menghasilkan keuntungan besar
dan berkontribusi dalam penyebaran madzhab-madzhab dan pemikirin-pemikiran.
Seorang tokoh terkemuka di Yaman, yaitu seorang ulama, pedagang, dan penyair
ulung bernama 'Ammarah al-Hakami al-Yamani (wafat 569 H/1173 M), diakui sebagai
salah satu tokoh utama di antara para pedagang dan orang-orang kaya, serta
dianggap sebagai salah satu ulama terkemuka yang memberikan fatwa dan termasuk
dalam kelompok para ahli Sastra. Maka, selamat dan beruntunglah bagi anda
!" Demikian menurut Al-Imam Adz-Dzahabi dalam 'Siyar A'lam an-Nubala'.
Salah satu pedagang buku terkenal
yang merupakan seorang sastrawan dengan karya-karya yang indah adalah Ya'qub
bin 'Abdullah al-Hamawi. Ia mengatakan tentang dirinya sendiri:
"كنتُ
في سنة سبع وستمئة (607هـ/1210م) قد توجهت إلى الشام وفي صحبتي كتب من كتب العلم
أتَّجِر فيها، وكان في جملتها «كتاب صور الأقاليم» للبَلْخِي (أبو زيد أحمد بن سهل
البلخي ت 322هـ/934م) نسخة رائقة مليحة الخط والتصوير، فقلت في نفسي: لو كانت هذه
النسخة لمن يجتدي بها بعض الملوك.. لكان حسنا! ثم إنني بعت النسخة من الملك الظاهر
غازي بن صلاح الدين (الأيوبي ت 613هـ/1216م).. صاحب حلب"!!
"Pada tahun 607 H (1210 M), saya
pergi ke Syam membawa buku-buku ilmu yang saya perdagangkan. Salah satu di
antaranya adalah 'Kitab “صور الأقاليم” [gambar letak-letak wilayah]' karya
al-Balkhi (Abu Zaid Ahmad bin Sahl al-Balkhi wafat 322 H/934 M) dalam salinan
yang bagus dengan tulisan dan ilustrasi yang indah. Saya berpikir dalam hati
saya: 'Jika salinan ini dimiliki oleh seorang raja, itu akan menjadi baik!'
Kemudian saya menjual salinan tersebut kepada Raja Adz-Dzahir Ghazi bin
Salahuddin Al-Ayyubi (wafat 613 H/1216 M), penguasa Aleppo!".
"Sama seperti halnya dengan para pedagang ini, juga orang yang ikut serta dalam
perjalanan mereka, termasuk para penceramah dan ulama, mereka disirami ilmu
pengetahuan dari kitab-kitab karya tulis
warisan Islam yang jumlah kitabnya luar biasa banyaknya, yang berisikan materi yang langka
dalam hal ilmu seni perdagangan, ekonomi, dan
investasi, serta ilmu pelayaran, geografi, antropologi, akidah-akidah kepercayaan masyarakat, dan adat kebiasaan
mereka. Mereka memperkaya kehidupan ilmu pengetahuan dan sastra dengan tambahan
yang menarik dari sastra tentang cerita perjalanan dan kisah petualangan;
dengan demikian, mereka melengkapi dimensi peradaban dalam catatan sejarah umum
Islam.
Belum lagi kontribusi pembangunan
besar yang telah diberikan oleh para pedagang dalam pelayanan masyarakat Islam,
baik dalam pembiayaan yayasan-yayasan pendidikan dan kesehatan, pembangunan
struktur keagamaan seperti masjid dan madrasah, juga perhatian mereka terhadap
kelompok-kelompok rentan dalam masyarakat, seperti fakir miskin, yatim piatu,
dan janda. Mereka juga berpartisipasi secara finansial dalam menahan agresi
asing dan membebaskan tawanan yang berada di tangan musuh."
*****
"KONSEP DAGANG DAN CARA MENDAPAT KEUNTUNGAN ".
Materi kata "تَجَرَ"
secara bahasa mengacu pada :
"تقليب
المال وتصريفه لطلب النماء"
"Memutar uang dan mengelolanya agar
bisa tumbuh berkembang."
Ini menurut Imam Nawawi (tahun 676 H
/ 1277 M) dalam kitabnya Tahdziib al-Asmaa wa al-Lughaat, dan sesuai dengan
pandangan Ibnu Khaldun (tahun 808 H / 1406 M) dalam 'al-Muqoddimah :
أن التجارة
"محاولة الكسب بتنمية المال بشراء السلع بالرُّخْص وبيعها بالغلاء"،
والمقدار النامي من رأس المال يسمى "ربحا".
“ Bahwa perdagangan diartikan sebagai
"usaha untuk mendapatkan keuntungan dengan mengembangkan uang melalui
pembelian barang dengan harga murah dan menjualnya dengan harga tinggi". Dan
pertumbuhan modal yang dihasilkan disebut sebagai "keuntungan".
Transaksi perdagangan telah beragam
dalam aktivitas pertukaran barang dan komoditas. Ibnu Khaldun menjelaskan :
أن الأرباح إنما
تتحقق بإحدى وسيلتين: إما أن يخزن التاجر السلعة "ويتحيّن بها حوالة (=
تغيُّر) الأسواق من الرخص إلى الغلاء فيعظم ربحه، وإما أن ينقلها إلى بلد آخر
تَنْفُق (= تَرُوجُ) فيه تلك السلعة".
Bahwa keuntungan dapat dicapai
melalui dua cara:
Pertama, pedagang
menyimpan barang dagangan dan menunggu pasar berubah dari murah ke mahal,
sehingga keuntungan yang dihasilkan menjadi besar.
Kedua, barang
dagangan dipindahkan ke negara lain di mana barang tersebut dapat dijual laku
keras dengan harga tinggi”.
Ibnu Khaldun juga menjelaskan
hubungan antara keuntungan dan besarnya modal, dia menyatakan :
إن "المال إذا
كان كثيرا عظُم الربح [مهما قلّت نسبته] لأن القليل في الكثير كثير".
“Bahwa "keuntungan akan semakin
besar jika modal besar [meskipun persentasenya kecil], karena sedikit dalam jumlah
banyak itu bisa menjadi banyak.""
"Dalam catatan sejarah aturan
pasar yang berlaku saat ini, Ibnu Khaldun menyajikan kumpulan prinsip berharga
yang sudah terakumulasi selama berabad-abad dalam kehidupan perdagangan,
berdasarkan pengalaman dari aktivitas perdagangan global. Ini didasarkan pada
prinsip bahwa pemahaman perdagangan dan seni bisnisnya :
"يرجع
إلى العوائد المتقررة بين أهل العمران"
"berakar pada
kebiasaan-kebiasaan yang telah tertanam di kalangan masyarakat perkotaan"
yakni pusat-pusat perkotaan."
ومن قواعده
التجارية -التي يعتمدها خبراء المال والأعمال اليوم- أنه يربط بين الحاجة والعرض
والطلب؛ فيقول إن "التاجر البصير بالتجارة لا ينقل من السلع إلا ما تعمّ
الحاجة إليه من الغني والفقير والسلطان والسوقة"، ويحذر من نقل السلع التي لا
يحتاجها إلا الخاصة في المجتمع، لأنه قد "يتعذر نَفاق (= رواج) سلعته حينئذ بإعواز
(= تعذّر) الشراء من ذلك البعض لعارض من العوارض"، فيخسر التاجر فيما استورده.
"Salah satu kaidah dan teori perdagangan
yang diadopsi oleh para ahli keuangan dan bisnis saat ini adalah menghubungkan
antara kebutuhan, penawaran, dan permintaan.
Dikatakan :
"
إن "التاجر
البصير بالتجارة لا ينقل من السلع إلا ما تعمّ الحاجة إليه من الغني والفقير
والسلطان والسوقة.
ويحذر من نقل السلع
التي لا يحتاجها إلا الخاصة في المجتمع، لأنه قد "يتعذر نَفاق (= رواج) سلعته
حينئذ بإعواز (= تعذّر) الشراء من ذلك البعض لعارض من العوارض"، فيخسر التاجر
فيما استورده.
“Bahwa
"pedagang yang bijak dalam perdagangan tidak akan mengangkut barang-barang
kecuali yang dibutuhkan oleh orang kaya, miskin, penguasa, dan pasar."
Peringatan ditujukan terhadap
pengangkutan [pengimporan] barang dagangan yang hanya dibutuhkan oleh segelintir
orang dalam masyarakat, karena mungkin sulit untuk memasarkan barang dagangan-nya
ketika segelintar orang tersebut mengalami kesulitan untuk membelinya karena adanya
alasan tertentu," sehingga dengan demikian si pedagang mengalami kerugian
dalam pengimporan barang tersebut."
Sebagaimana halnya, seorang pedagang
harus "membawa barang-barang dagangannya dari jenis kwalitas
pertengahan," karena barang-barang yang mahal hanya dibeli oleh
"orang-orang kaya dan pejabat pemerintah yang elit," sementara sebagian
besar, orang-orang akan membeli "barang yang berkwalitas pertengahan dari
setiap jenis" pada umumnya.
Ibnu Khaldun juga mencatat :
"ارتفاع
أرباح المواد المجلوبة من أماكن بعيدة وبمعدلات خطورة عالية، لأنها "تكون
قليلة مُعْوزة (= نادرة) لبعد مكانها أو شدة الغرر في طريقها، فيقلّ حاملوها ويعزّ
وجودها، وإذا قلّتْ وعزّتْ غلتْ أثمانُها".
“Bahwa barang-barang yang diimpor
dari tempat yang jauh yang memiliki tingkat risiko yang tinggi biasanya
melambung keuntungan darinya ; karena barang-barang tersebut adalah
barang-barang yang sedikit dan langka karena jarak tempatnya atau kesulitan di
perjalanannya, sehingga pengangkutnya menjadi sedikit dan keberadaannya sangat
bernilai. Ketika jumlahnya sedikit dan diburu para pembeli, maka harganya
naik."
Ibnu Khaldun berpendapat :
أن التجارة تعتمد
على حركة البضائع بين الأسواق وتخزينها لحين الحاجة إليها، مشيرا إلى أن الحياة
الاقتصادية تزدهر "بالتوسط من ذلك، وسرعة حوالة الأسواق"، محذرا من
استدامة الرخص أو الغلاء لأن ذلك يحد من حركة البضائع، وبالتالي فإنه
"يُــفسد الربحَ والنماء بطول تلك المدة".
“Bahwa perdagangan bergantung pada
pergerakan barang-barang antara pasar dan penyimpanan mereka hingga diperlukan,
menunjukkan bahwa kehidupan ekonomi berkembang "melalui perantaraan itu
dan kecepatan sirkulasi pasar." Dia memperingatkan tentang keberlanjutan
kenaikan atau penurunan harga karena itu membatasi pergerakan barang, dan lagi
pula itu akan berakibat, "merusak keuntungan dan pertumbuhan dalam jangka
waktu yang panjang."
Adapun monopoli perdagangan, yang
merupakan salah satu masalah perdagangan sepanjang zaman, maka Ibnu Khaldun menjelaskan
:
أن المشتهر بين
المحنَّكين من ذوي التجارب التجارية أن الاحتكار "مشؤوم وأنه يعود على فائدته
بالتلف والخسران". وعموما جرَّم الفقهاء الاحتكار وأجمعوا على "أنه لو
احتكر إنسان شيئا ما واضطر الناس إليه -ولم يجدوا غيره- أجبِر على بيعه"،
وذلك "دفعا للضرر عن الناس وتعاونا على العيش"
bahwa yang terkenal di kalangan para
ahli perdagangan yang berpengalaman adalah bahwa monopoli adalah "pesimis
[membawa kesialan] dan mengakibatkan kerugian dan kerusakan pada
manfaatnya." Secara umum, para ahli fikih mengharamkan monopoli dan
sepakat bahwa "jika seseorang menguasai sesuatu dan masyarakat
membutuhkannya - dan mereka tidak menemukan yang lain - dia diwajibkan untuk
menjualnya," hal ini dilakukan "untuk menghindari kerugian bagi
masyarakat dan berkolaborasi untuk hidup," sesuai dengan apa yang
disebutkan dalam 'Encyclopedia Hukum Fiqih of Kuwaiti.'
Adapun konsep pengumpulan
barang-barang itu sendiri, penyimpanannya, dan penjualannya dengan harga yang
wajar maka dinyatakan oleh Imam Malik bin Anas (w. 179 H / 796 M) dengan
mengatakan :
"إن كان ذلك لا يضر بالسوق فلا بأس"
"Jika
itu tidak merugikan pasar, maka tidak masalah."
Hal ini mirip dengan hak istimewa
komersial saat ini dan terkait dengan tidak merugikan masyarakat secara umum
dengan prinsip hak mereka untuk mendapatkan layanan yang diperlukan bagi
kehidupan mereka.
Ibnu Khaldun meriwayatkan dari salah
satu syeikh pakar dagang sebuah pernyataan yang mencakup teori pokok perdagangan
, yaitu :
"اشتراء الرخيص وبيع الغالي"
"Membeli
yang murah dan menjual yang mahal."
Ia menggambarkan perilaku pedagang
sebenarnya dengan mengatakan :
إن "أهل
النَّصَفة (= الإنصاف) قليل، فلا بد من الغش والتطفيف المجحف بالبضائع [عند
صنعها]، ومن المطل في الأثمان المجحف بالرّبح" عند بيعها.
“Bahwa "orang yang adil dan
bijak (yang berprinsip penuh keadilan) itu sedikit”, oleh karena itu terjadinya
penipuan dan penurunan kualitas barang yang tidak adil saat proses pembuatan
tidak dapat dihindari. Dan juga ada kecenderungan untuk menetapkan harga yang
tidak adil dan bijak hanya demi untuk mendapatkan keuntungan" ketika
menjualnya.
Dalam mengacu pada perlakuan yang
tidak adil yang kadang-kadang dialami oleh para pedagang, Ibnu Khaldun
menyarankan kepada para pedagang untuk
bersikap sebagai berikut :
"أن
يكون جريئا على الخصومة بصيرا بالحسبان (= الحساب) شديد المماحكة مقداما على
الحُكّام" أي القضاة، وإلا "فلا بد له من جاهٍ يدّرع (= يحتمي) به، يوقع
له الهيبة عند الباعة، ويحمل الحكام على إنصافه من معامليه"!!
“agar menjadi berani dalam menghadap persaingan,
agar bijaksana dalam pertimbangan, tajam dalam perhitungan, dan tegas dalam
berhadapan dengan para hakim." Jika tidak demikian, maka dia harus
memiliki wibawa kedudukan yang bisa melindunginya, memberinya otoritas di
kalangan penjual, dan membujuk para penguasa untuk memperlakukannya dengan adil
dalam urusannya"!
******
"MEKANISME DAN METODE" atau "CARA DAN TEKNIK"
Ini adalah contoh-contoh dari
prinsip-prinsip perdagangan teoritis yang umum digunakan dalam lingkungan
keuangan, yang telah dimasukkan oleh Ibnu Khaldun dalam kitabnya 'Muqaddimah'.
Prinsip-prinsip ini diimplementasikan
dan dilengkapi secara praktis melalui berbagai sistem perdagangan yang
terbentuk dari berbagai jenis pola interaksi, metode pertukaran, mekanisme
persaingan, dan integrasi. Semua ini diperlukan oleh tabiat pergerakan
perdagangan antara negara-negara yang jauh untuk memenuhi pasar yang luas dengan
berbagai jenis barang.
Sistem-sistem tersebut mencakup
berbagai layanan keuangan yang terkait dengan perdagangan dan berbagai jenis
pekerja yang bekerja dengan para pedagang dalam kegiatan investasi mereka. Ini
termasuk para agen yang bertanggung jawab untuk menyelesaikan transaksi
perdagangan di daerah-daerah produksi dan pasokan, serta melakukan kesepakatan
dan transfer uang untuk para pedagang mereka, menyediakan barang untuk para pedagang
dari tempat produksinya, dan memberikan informasi tentang harga dan kondisi
umum di daerah kegiatan perdagangan mereka.
Sebagai imbalan atas aktivitas dan
layanan tersebut, maka para agen menerima gaji tetap atau mendapat bagian dari
keuntungan yang diperoleh dari transaksi tersebut, yang disebut sebagai "al-Qirodh"
atau "al-Mudhorobah". Seperti yang dijelaskan dalam literatur-literatur
fikih. Ini adalah ketika seseorang memberikan uang kepada orang lain untuk
diperdagangkan, dan keuntungan - jika ada - dibagi antara mereka sesuai dengan
persentase yang disepakati.
Al-Jahidz menulis
kitab "Risalah al-Wukalaa’" yang isinya menjelaskan tentang realitas
dari kelompok ini sebagai bagian dari komponen perdagangan. Dia menjelaskan :
أن الوكيل "والأجير
والأمين والوصي في جملة الأمر يَجْرون مجرى واحدا" في طبيعة العمل والأداء،
كما أكد أهمية جودة الفراسة في انتقاء الوكلاء وحث مسؤوليهم على منحهم
"الأجرة السَّنِية" أي المكافأة المجزية، والعدل معهم في تحميلهم
المسؤولية عن التلفيات.
“ Bahwa wakil, pekerja, penjaga dan
wali, dalam keseluruhanya, tugas mereka adalah "melakukan fungsi yang sama" dalam
sifat pekerjaan dan kinerja. Seperti halnya dia menekankan pula pentingnya
kecerdasan dalam memilih wakil dan mendorong para atasan mereka untuk memberi
mereka "upah tahunan" atau bonus, serta bersikap adil dengan mereka
dalam menetapkan tanggung jawab atas kerugian [kerusakan barang].
Al-Jahidz berpendapat :
أنه إذا اتهم
الناسُ الوكلاءَ كلَّهم اختلّت الأحوال "واضطربت التجارات" وبالتالي
سيسوء الحال”
“ Bahwa jika orang-orang ragu dan curiga
pada semua agen, maka keadaan akan menjadi kacau-balau dan "perdagangan
akan terganggu," yang pada akhirnya akan merugikan keadaan secara
keseluruhan.
Ia juga menegaskan :
أن التجار لو
"صاحبوا الجمّالين والمُكَارين (= مُلّاك الدواب المستأجَرة) والملاحين [في
البحر] حتى يعاينوا ما نزل بأموالهم" من عقبات في الطريق؛ لأدى ذلك ربما إلى
ترك التجار شحن السلع خشية على أموالهم من التلف.
“Bahwa para pedagang seharusnya
"menguasai para pemilik kendaraan unta-unta pengangkut, pemilik kereta
angkutan, dan para nahkoda kapal laut [di laut] sehingga bisa menyaksikan
langsung hambatan-hambatan dalam perjalanan mereka," karena hal ini
mungkin mendorong para pedagang untuk meninggalkan pengiriman barang-barang
mereka karena takut terjadi kerusakan pada harta-harta mereka.
Adapun para pedagang besar dan
tokoh-tokoh yang memiliki posisi tinggi dalam masyarakat, maka biasanya
memiliki seorang manajer bisnis yang disebut "al-Qahraman" dan
tugasnya disebut "al-Qahramah".
Abu Mansur al-Azharī (w. 370 H / 981 M) dalam kamusnya
'Tahdzīb
al-Lughah' menyatakan :
إن "القهرمان
هو المسيطر الحفيظ" لما يؤتمن عليه من الأموال والممتلكات.
bahwa "al-Qahraman adalah orang
yang memiliki kendali dan menjaga dengan cermat" atas uang dan kekayaan
yang dipercayakan padanya.
"Qahramah" adalah jabatan
keuangan pada masa dahulu yang dikenal pada masa Sahabat Nabi SAW . Sejarawan
Ibnu Sa’ad (w. 230 H / 845 M) memberikan informasi bahwa Abdullah bin Ja'far
al-Hashimi (w. 61 H / 680 M) memiliki seorang "Qahraman" yang
bertanggung jawab secara langsung untuk melaksanakan perintah keuangannya.
Ibnu Sa’ad menceritakan :
أنه "جلب رجل
[تاجر] من أهل البصرة سكّراً إلى المدينة فكَسَد عليه، فذُكِر لعبد الله بن جعفر
فأمر ‘قهرمانه‘ أن يشتريه فيدعو الناس إليه فيُنْهِبهم إياه" على سبيل الهدية
والتبرع.
“Bahwa saat seorang pedagang membawa
gula dari Basrah ke Madinah dan dia menghadapi kesulitan untuk menjualnya, lalu
hal tersebut diceritakan kepada Abdullah bin Ja'far , maka dia memerintahkan
"qahramannya" untuk membelinya dan kemudian dia mengundang
orang-orang untuk datang dan memberikannya kepada mereka sebagai hadiah dan
sumbangan”.
Termasuk dari aktivitas perdagangan,
adalah adaanya kelompok para calo dan makelar lokal yang bertindak sebagai
perantara antara pedagang dan penduduk setempat. Mereka bertanggung jawab untuk
menyediakan akomodasi, mempromosikan barang dagangan, dan menerjemahkan komunikasi
antara pedagang dan penduduk lokal jika diperlukan. Oleh karena itu, ketika
pelancong Benjamin at-Tuthela (w. 569 H / 1173 M) mengunjungi Pulau
Qais/Kish di Teluk Arab, ia mencatat :
أن "أغلب سكان
الجزيرة دلّالون ووسطاء بين.. الحشد الغفير من التجار".
bahwa "sebagian besar penduduk
pulau adalah para makelar dan para calo antara ... kerumunan pedagang yang
banyak."
Adapun para pekerja di kapal
perdagangan maritim Islam , maka itu terdiri dari "pemilik kapal atau
wakilnya," yang seringkali merupakan pedagang itu sendiri, dan kapten,
yang disebut "al-Ra'is". Ada juga "al-Kirani," yang
berfungsi sebagai "Juru Tulis kapal," yaitu orang yang bertanggung
jawab atas administrasi dan keuangan di atas kapal.
******
INOVASI-INOVASI
TERUPDATE SYSTEM KEUANGAN & ADMINISTRASI
Sistem perdagangan Islam berpegang
teguh pada serangkaian langkah keuangan dan fasilitas administratif yang
memastikan kelancaran pergerakan perdagangan antar wilayah; termasuk di
dalamnya penerbitan surat transfer keuangan dan الصُّكُوْكُ
التَّوثِيْقِيَّة [sertifikat dokumentasi] yang disebut
sebagai 'CEK' saat ini.
Ahli orientalis Jerman, Joseph
Schacht (w. 1969 H / 1389 M), melihatnya dalam penelitian berjudul "Hukum
dan Negara [القَانُوْن والدَّوْلَة]" di dalam buku kolektif 'Warisan
Islam
[تُرَاثُ الإسْلامِ]' :
أنها كانت من
"أنظمة.. القانون التجاري الإسلامي التي انتقلــت في العصور الوسطى إلى
أوروبا عبر البحر الأبيض المتوسط، وقد اندمجت هذه الأنظمة في القانون التجاري
المتعارف عليه في التجارة الدولية
Bahwa itu adalah "sistem hukum
perdagangan Islam yang pindah ke Eropa pada abad-abad pertengahan melalui Laut
Tengah, dan sistem ini telah terintegrasi ke dalam hukum dagang yang diakui
dalam perdagangan internasional."
Dan Schacht menegaskan :
أن "الشاهد
على ذلك [الانتقال] مصطلحات [مثل لفظ] «Mohatra» المأخوذ من الكلمة العربية «مخاطـرة»..، ولـفظ «Aval»
كلمة فرنسية محرفة
من كلمة «حوالة» العربية أي تحويـل الديون..، وربما أيـضـا لـفـظ «شـيـك»
(Cheque) جاء من الكلمة العربية «صك» أي الوثيقـة المكتوبة".
كانت كتب التحويلات
المالية تلك تسمى "السَّفاتِج" واحدتها "سَفْتَجَة"، وهي أن
يُقرض التاجر شخصا مالا في بلد على أن يسدده له في بلد آخر، والهدف منها أن يتجنب
التاجرُ المقرضُ مخاطرَ الطريق على نقوده إذا حملها معه، ولذا لم يكن التجار
مضطرين لحمل الأموال أثناء رحلاتهم التجارية، إذ تؤدي "السفتجة" وظيفة
الحوالات المالية بين التجار على نحو ما تقوم به اليوم البنوك وشركات الصرافة
المالية.
Bahwa "bukti atas [transisi ini]
adalah istilah-istilah [seperti kata] 'Mohatra', yang berasal dari kata
Arab 'mukhothoroh' (berisiko), dan kata 'Aval', yang merupakan
kata Prancis yang berasal dari kata Arab 'hawwaalah', yang berarti
mentransfer utang. Mungkin juga kata 'cheque' (cek) berasal dari kata
Arab 'shokk' [صَكّ jamaknya صُكُوْك], yang berarti
dokumen tertulis."
Buku-buku transfer keuangan ini
disebut "safatij," [jamak, dari kata tunggal "saftajah]."
Ini adalah praktik dimana seorang pedagang memberikan pinjaman uang kepada
seseorang di satu negara dengan syarat akan dibayar kembali di negara lain.
Tujuannya adalah agar pedagang pemberi pinjaman dapat menghindari risiko membawa
uang tunai saat melakukan perjalanan, sehingga pedagang tidak perlu membawa
uang tunai selama perjalanan dagang mereka. "Safatij" berfungsi
seperti transfer keuangan antar pedagang, mirip dengan peran yang dimainkan
oleh bank dan perusahaan pertukaran mata uang hari ini.
Adapun tentang surat-surat hutang
[shokk], maka itu disebut "Cek" pada masa itu, yang
mencakup dokumen-dokumen hutang dan komitmen keuangan secara umum. Salah satu
teks tertua menyebutkan bahwa sahabat Said bin Al-Ash (tahun 59 H/680 M) biasa
menulis shokk [surat hutang] untuk dirinya sendiri jika seseorang meminta
bantuannya dan saat itu dia tidak memiliki harta. Maka dia akan mengatakan
kepada orang yang meminjam darinya: "Tulislah catatan hutangku hingga hari
dimudahkan untuk bayar".
Ketika ia meninggal, para peminjam
datang dengan surat hutangnya. Dalam koleksinya, ada surat hutang dari seorang
pemuda Quraisy yang menyertakan saksi seorang budak yang bernilai dua puluh
ribu, sebagaimna disebutkan Baha'ud-Din al-Baghdadi (tahun 562 H/1167 M) dalam
"Tadzkirat al-Hamaduniyah".
Dan yang menariknya, pedagang Ibnu
Hawqal al-Mawshili (wafat setelah 367 H/978 M) hanya menyebut satu shokk
[surat hutang] yang unik bentuknya dalam kitabnya صُوْرَة الأَرْضِ [gambar
peta bumi] yang ditemukan di Audaghast, ibu kota Kerajaan Ghana di Afrika Barat
yang sekarang terletak di tenggara Mauritania.
Dan mengenai keanehan Shokk [surat
hutang] ini, Ibnu Hawqal menyebutkannya dua kali. Dalam salah satu
kesempatan, dia berkata:
"ولقد
رأيت بأَوْدَغَسْتْ صكًّا فيه ذكرُ حقٍّ (= دَيْن) لبعضهم على رجل من تجار
أَوْدَغَسْتْ -وهو من أهل سجلماسة- باثنين وأربعين ألف دينار (= اليوم 8.5 ملايين
دولار أميركي تقريبا)، وما رأيتُ ولا سمعتُ بالمشرق لهذه الحكاية شبها ولا نظيرا!
ولقد حكيتها بالعراق وفارس وخراسان فاستُطرفت"
"Saya sungguh benar-benar telah melihat di Audaghast sebuah Shokk [surat
hutang] yang mencantumkan utang bagi beberapa orang pada seorang pedagang dari
Audaghast, yang berasal dari Sijilmaasa. Utang tersebut mencapai dua puluh
empat ribu dinar (sekitar 8,5 juta dolar Amerika pada hari ini). Saya tidak
pernah melihat atau mendengar kisah semacam ini di wilayah Mashriq (Timur
Tengah), bahkan saya menceritakannya di Irak, Persia, dan Khurasan dan mereka
merasa heran karena keanehannya!”
Di halaman lain, dia menyebut nama
orang yang berhutang sejumlah uang ini, dengan menyatakan :
إنه "كُتب
بدين على محمد بن أبي سعدون (بغدادي مقيم بالمغرب ت بعد 340هـ/951م).. وشهد عليه
العدول".
“Bahwa utang ini dicatat atas nama
Muhammad bin Abi Sa'dun (seorang warga Baghdad yang tinggal di Maghrib setelah
tahun 340 H/951 M) ... dan diakui oleh para saksi yang adil."
Adapun mengenai buku cataan harian
yang terkait dengan catatan transaksi perdagangan, maka dikenal sebagai "Al-Ruznamij
[الرُوْزنَامِج]" yang merupakan istilah bahasa
Persia. Dalam definisinya disebutkan bahwa itu adalah
"كتاب
اليوم الذي يُثْبَتُ فيه ما يجري من استخراج أو نفقة"
"Buku harian [di mana] dicatat di
dalamnya semua transaksi ekstraksi atau pengeluaran yang terjadi".
Sesuai dengan yang dijelaskan dalam
'Ma'jam Maqalid al-'Uluum fi al-Huduud wal-Rusuum' yang diatributkan kepada
Imam Asy-Syuyuti (wafat 911 H/1505 M).
******
INISIATIF INSTITUSIONAL :
Pentingnya inisisiatif Institusional
:
Perkembangan praktik dunia bisnis dan
ekspansi pergerakan uang dan barang yang terus meningkat, beserta masalah dan
hambatannya, mendorong ke arah lebih banyak regulasi untuk pasar-pasar bisnis
dan pola interaksi di dalamnya. Seiring berjalannya waktu dan akumulasi
pengalaman, hal ini mengarah pada munculnya norma bisnis yang stabil mengatur
transaksi para pedagang. Bahkan, entitas institusional pun muncul untuk
mengumpulkan mereka, mengatur hubungan mereka, serta memfasilitasi komunikasi
mereka dengan pihak berwenang dan wilayah kegiatan bisnis mereka di luar
negeri.
Meskipun gelar
"Shahbandar" muncul cukup lambat, yaitu pada abad kedelapan Hijriah/ke-14
Masehi, kita menemukan gelar-gelar serupa yang mengindikasikan adanya tokoh
bisnis besar yang dianggap sebagai referensi oleh para pedagang dalam urusan
dan perselisihan mereka. Mungkin ada hubungan antara mereka dan otoritas
pemerintah di suatu negara atau kota, seperti yang terjadi sejak abad kedelapan
Hijriah/ke-14 Masehi.
Dan yang lebih terdahulu dari yang
kita ketahui, dikenal dengan gelar yang menunjukkan bahwa ia menjadi rujukan
bagi para pedagang, yaitu "Abu Ahmad ibn Abdul Rahman al-Syiizi
al-Maraaghi, Tuan Para Pedagang Azerbaijan." Gelar ini diberikan
kepada Ibn Hawqal pada awal abad keempat Hijriah/ke-10 Masehi, dan disebutkan
dalam bukunya 'Shurah al-Ardh [Gambar Bumi]'.
Juga, Imam Ibnu al-Jawzi (wafat 597
H/1201 M) menulis biografi pedagang Irak, Ali bin Abi Nasher bin Wada'ah (wafat
479 H/1086 M), dalam karyanya 'Al-Muntadzim'. Ibn al-Jawzi menggambarkannya
sebagai berikut :
"أنه
"كان
يُؤْثَر (= يُعرَف) عنه الخيرُ والأمانة والديانة، وكان رئيسَ التجار
بالموصل". ويبدو أنه كانت له أيادٍ بيضاء على المجتمع ففُجع الناس بموته حين
"توفي ببغداد وحُملت جنازته إلى الموصل فكان يوما مشهودا"!
"Bahwasannya dia adalah orang
yang diakui akan kebaikannya, amanahnya, dan agamanya, serta menjadi pemimpin
para pedagang di Moshul." Sepertinya dia memiliki pengaruh positif dalam
masyarakat karena kematianya mengejutkan banyak orang, dan saat "ia
meninggal di Baghdad, jenazahnya dibawa ke Moshul dan menjadi hari yang diingat
oleh banyak orang!"
"Pada abad ketujuh Hijriah/ke-13
Masehi, terdapat seorang pedagang dari Kairo yang dikenal sebagai "Kabir
al-Tujjar [saudagar besar] Abu Zaid al-Mashri (wafat setelah 640 H/1242
M)" menurut al-Muqraizi dalam 'Al-Mawa'idz wa al-I'tibar'. Mulai
dari abad kedelapan Hijriah/ke-14 Masehi, kita akan menemui institusi
"Shahbandar al-Tujjar" yang, dari segi tugas dan tujuan, mirip dengan
"serikat pedagang" atau "serikat pekerja" atau "kamar
dagang". Bahkan, institusi ini menggabungkan semua fungsi tersebut dalam
kerangka yang sama.
Dari penjelasan orientalis
Belanda, Reinhart Dozy (wafat 1300 H/1883 M), terlihat bahwa istilah "Shahbandar"
merupakan istilah lokal Mesir, dan istilah ini "digunakan di Kairo
untuk amil pedagang, pemimpin mereka, dan kepala serikat pedagang."
Meskipun tampaknya Dozy berspekulasi tanpa bukti yang jelas, Ibnu Battutah (wafat 779 H/1377 M) dalam perjalanannya
menggambarkan Kabir al-Tujjar di kota Calicut, India, sebagai "Amir
al-Tujjar di sana adalah Ibrahim Shahbandar dari Bahrain... para pedagang
berkumpul padanya dan makan di mejanya."
"Secara umum, tugas Shahbandar
adalah memerintah di antara para pedagang dalam semua urusan mereka sesuai
dengan tradisi mereka. Tanggung jawab ini melibatkan hubungan dengan
orang-orang berpengaruh dan penguasa untuk membela kepentingan pedagang,
melawan ketidakadilan dari pihak berwenang yang dapat mencakup pengambilalihan
yang tidak adil dan pajak yang merugikan. Selain itu, Shahbandar juga
bertanggung jawab untuk memastikan pasokan barang ke pasar sesuai kebutuhan
negara.
Seorang sejarawan Mesir yang bernama
Al-Jabarti (wafat 1240 H/1824 M) memberikan kita teks berharga yang
menjelaskan beberapa kewenangan ini, khususnya yang bersifat yudisial. Dia
menyatakan dalam 'Tarikh ‘Aja'ib al-Aatsaar' :
إنه طبقا للمراسيم
الرسمية فإن شاهبندر التجار "له الحكم على جميع التجار، وأهل الحرف
والمتسببين في قضاياهم وقوانينهم، وله الأمر والنهي فيهم".
bahwa menurut dekrit resmi,
Shahbandar para pedagang "memiliki kekuasaan atas semua pedagang, para
ahli kerajinan, dan pihak yang terlibat dalam kasus dan undang-undang mereka,
dan dia memiliki wewenang untuk memerintah dan melarang mereka."
"Oleh karena itu, bagi mereka
yang dipilih untuk tugas ini, di samping memiliki posisi dagang yang tinggi,
diharuskan memiliki moralitas yang diterima oleh semua pedagang. Mereka harus
"dikenal akan kejujurannya dalam berbicara, agamanya, dan amanahnya di antara
rekan-rekan mereka." Ini adalah deskripsi yang diberikan oleh Al-Jabarti
untuk Shahbandar al-Tujjar Ahmad bin Ahmad al-Mahruuqi al-Hariiri (wafat
1219 H/1834 M). Deskripsi serupa sebelumnya telah diberikan oleh Ibnu al-Jawzi untuk kepala para pedagang Moshul.
Seperti banyak jabatan di lingkungan
perdagangan dan profesional secara umum, posisi "Shahbandar" dapat
dipindahkan antara anggota keluarga pedagang yang berpengaruh. Ketika Ahmad
al-Mahruqi yang disebutkan sebelumnya meninggal, keluarganya tetap berada di
posisi ini.
Al-Jabarti mencatat :
"أنه
في سنة 1228هـ/1843م "نودي في الأسواق بأن السيد محمد المحروقي [هو] شاهبندر
التجار بمصر، وهو نجل شاهبندر أحمد المحروقي المتقدم ذكْره والذي تسلم المنصب بعد
أن تعاقب أخوان تاجران".
“Bahwa pada
tahun 1228 H/1843 M "diumumkan di pasar bahwa Sayyid Muhammad al-Mahruqi
[adalah] Shahbandar al-Tujjar di Mesir," yang merupakan putra dari
Shahbandar Ahmad al-Mahruqi yang disebutkan sebelumnya dan yang mengambil alih
posisi setelah dua saudara pedagang saling menggantikan."
******
"DAFTAR HARGA DAN STANDAR KWALITAS."
"Irak, dengan kedudukan
sentralnya di dunia Islam secara politis, peradaban, dan geografis, telah
menjadi pusat perdagangan global internasional selama berabad-abad. Pedagang
datang ke Irak membawa berbagai jenis barang kebutuhan dan barang mewah dari
berbagai belahan dunia. Barang-barang ini dikonsumsi atau diangkut dari Irak
dalam gerakan re-ekspor ke berbagai wilayah dunia Islam, bahkan hingga ke bagian
lain dunia, baik di timur, barat, maupun utara.
Oleh karena itu, geograf Ibnu
al-Faqih al-Hamdani (wafat sekitar 365 H/976 M) mencatat:
أن بغداد "جمع
الله فيها ما فرقه في غيرها من البلدان من أنواع التجارات وأصناف الصناعات؛ فهي
سلة الدنيا وخزانة الأرض"!
bahwa Baghdad adalah tempat di mana
"Allah mengumpulkan di dalamnya apa yang dipecah-belahkan di negeri-negeri
lain dari berbagai jenis perdagangan dan ragam industri. Kota ini adalah
keranjang dunia dan khazanah bumi!"
Dia menambahkan bahwa orang-orang
pernah mengatakan :
"ليس
بالصين متاع أسرى (= أفخم) ولا أحسن مما يحمله التجار إلى العراق، فأما ما يبقى
هناك فرديء لا حسن له"!!
"Tidak ada barang perabotan yang lebih mewah daripada apa yang dibawa
oleh pedagang ke Irak dari China. Apa pun yang tersisa di sana tidak ada yang
baik!"
Ini menunjukkan kekuatan standar yang
diterapkan dalam kualitas produksi barang yang diinginkan untuk diekspor ke ibu
kota khilafah Islami."
Dengan keinginan keras untuk
senatiasa menjaga nilai standar kualitas tersebut, maka muncul apa yang dapat
dijelaskan sebagai "Deskripsi kwalitas barang dagangan" untuk
setiap negara. Ini untuk menjelaskan
spesifikasi barang atau produk yang dihargai oleh penduduknya.
Salah satu contohnya adalah Artikel karya al-Jahidz yang berjudul :
التَّبْصِرَةُ
بِالتِّجَارَةِ فِي وَصْفِ مَا يُسْتَظْرَفُ فِي الْبِلَادِ مِنَ الْأَمْتِعَةِ
الرَّفِيعَةِ وَالْأَعْلَاقِ النَّفِيسَةِ وَالْجَوَاهِرِ الثَّمِينَةِ
Artinya : "Keterangan dalam
Perdagangan dalam Deskripsi Barang-Barang Berkwalitas Rendah dan Barang-Barang
Berkwalitas Tertinggi (Barang-Barang Langka), Barang-Barang Berharga, dan
Permata-Permata yang Berharga yang diakui di Berbagai Negara."
Dalam risalah ini, al-Jahidz
mendokumentasikan tanda-tanda kualitas dalam barang. Contohnya :
·
Pakaian dianggap lebih baik jika
"lembut dan halus".
·
Permata dianggap semakin baik jika "lebih jernih dan
lebih berkilau".
·
Sementara hewan secara umum dianggap lebih baik jika
"tubuhnya lebih besar dan lebih patuh."
"Seorang orientalis Rusia
Ignatyev Krachkovsky (wafat 1371 H/1951 M) dalam bukunya 'Tarikh al-Adab
al-Jughrāfi al-'Arabī' (Sejarah Sastra Geografi Arab), dia
menyatakan :
"إن رسالة الجاحظ هذه "تعالج السلع التجارية المختلفة وأسعارها
ومزاياها والزائف منها"، بما في ذلك "الذهب والفضة والأحجار الكريمة ثم
العطور والطيب والأنسجة والثياب". كما تعدد "أسماء السلع المستوردة من
مختلف الأقطار ابتداء من الهند والصين..، والبلاد الشمالية كخوارزم وبلاد الخَزَر
وبلاد البلغار"، وما لكل سلعة من مزايا ومواصفات جودة.
فتحت رسالةُ الجاحظ
هذه الطريقَ أمام كتب الجغرافيا والرحلات العربية لتودع صفحاتها معطيات هائلة عن
أوصاف البضائع الواردة من كل بلد والمصدرة منه؛ وهو ما نجد تغطية واسعة له مثلا في
كتب: ‘المسالك والممالك‘ لابن خـُرْداذَبَهْ (ت 280هـ/893م)، و‘البلدان‘ لابن
الفقيه الهمداني، و‘المسالك والممالك‘ للإصطخري (ت 346هـ/957م)، و‘صورة الأرض‘
لابن حَوْقَل التاجر؛ و‘أحسن التقاسيم‘ للمقدسي البشاري (ت 380هـ/991م)".
“Bahwa
risalah Al-Jahidz ini "mengatasi berbagai macam barang dagangan, harga,
keunggulan, dan yang palsu di antaranya," termasuk "emas, perak, batu
permata, wewangian, minyak wangi, kain, dan pakaian." Juga mencantumkan
"nama-nama barang impor dari berbagai wilayah, mulai dari India dan
Cina..., serta negeri-negeri utara seperti Khurasan, Khazaria, dan
Bulgaria," beserta keunggulan dan spesifikasi kualitas masing-masing
barang.
Risalah Al-Jahidz ini membuka jalan
bagi buku-buku geografi dan perjalanan Arab untuk menyajikan data rinci tentang
deskripsi barang yang diimpor dan diekspor dari setiap negara.
Hal ini mencakup liputan yang luas,
seperti dalam kitab-kitab seperti kitab 'Al-Masālik wal-Mamālik' oleh Ibnu Khurdaadzabah (wafat 280 H/893 M), kitab
'Al-Buldan' oleh Ibnu al-Faqiih al-Hamdaani, kitab 'Al-Masālik wal-Mamālik' oleh al-Isthokhri (wafat 346
H/957 M), kitab 'Shūrah al-Ardh' oleh Ibnu Hawqal, dan kitab 'Ahsan al-Taqāsīm' oleh Al-Muqaddasi al-Basyaari (wafat 380 H/991
M)."
Ini , ditambah lagi dengan perjalanan
para penjelajah seperti al-Sīrāfī (wafat setelah 330 H/942 M), Yahudi Benjamin of
Tuthaila, Ibnu Jubayr al-Andalusi (wafat 614 H/1217 M), dan Ibnu Bathutah.
Semua penjelajah ini ikut terlibat
dalam dunia perdagangan secara praktis selama
perjalanan mereka, kecuali Ibnu Jubayr.
Kitab-kitab ini juga memberikan
informasi melimpah tentang pusat-pusat pertukaran barang, baik dalam produksi
maupun konsumsi. Mereka menyajikan statistik yang baik tentang harga barang di
tempat tersebut.
Ibnu Hawqal, seorang pedagang
penjelajah, berkata :
إن من أهداف كتابه
‘صورة الأرض‘ أن يعرّف بما في "الإقليم من وجوه الأموال والجبايات والأعشار
والخراجات، والمسافات فى الطرقات، وما فيه من المَجالب (= المستورَدات) والتجارات".
“Sesungguhnya salah satu
tujuan dari bukunya 'Shūrah al-Ardh' [Gambar Peta
Bumi] adalah untuk memperkenalkan "wilayah tersebut dengan segala aspek
keuangan, pajak, sepuluh persen, upeti, jarak di jalan-jalan, serta
barang-barang yang diimpor dan perdagangan di daerah itu."
"Sebagai contoh, menurutnya : “kota
Jannaba di selatan Faris” adalah
pusat ekspor untuk pakaian linen mewah. Di sana, diproduksi 'Thuruz' (طُرُزُ =
busana resmi) linen untuk pedagang dan sultan tanpa jenis merek yang berbeda.
Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi pakaian ini terjadi di ibu kota besar
seperti Baghdad, Damaskus, dan mungkin juga di Kairo, Fusthath, dan wilayah
Timur lainnya."
******
"STATISTIK YANG TERVERIFIKASI" atau "DATA STATISTIK YANG DAPAT DIPERCAYA"
"Pada abad
kedelapan Hijriyah/ke-14 Masehi, Ibnu Bathutah mencatatkan untuk kita
pusat-pusat pertukaran barang yang mencapai integrasi perdagangan dan ekonomi
antar wilayah. Dia menyebutkan :
أن "المعرة
مدينة حسنة أكثر شجرها التين والفستق ومنها يحمل إلى مصر والشام"،
“Bahwa
"Al-Ma'arrah adalah kota yang indah, penuh dengan pohon ara dan kenari,
dan dari sana barang-barang dibawa ke Mesir dan Syam."
Dia juga menyebutkan :
أن ثياب مقديشو
"التي لا نظير لها" كانت تُحمل إلى مصر وغيرها، أما الخشب فكان يُجلب من
العلائية بجنوب تركيا إلى مصر والشام.
“Bahwa
pakaian dari Mogadishu yang "tidak ada tandingannya" diangkut ke
Mesir dan tempat lain, sedangkan kayu diimpor dari wilayah ‘Ala’iyah di
selatan Turki ke Mesir dan Syam."
"Badachsyan, yang kini terletak
di Afghanistan, juga merupakan pusat ekspor batu permata seperti lazurit dan
yakut Badakhshi. Turki pada masa itu mengekspor kuda dari Anatolia ke India dan
Sindhu, dengan jumlah mencapai enam ribu ekor kuda dalam satu kafilah, dan
setiap pedagang memiliki antara seratus hingga dua ratus ekor kuda, menurut
catatan Ibnu Battuta.
Mengenai tingkat konsumsi beberapa
barang, Ibnu al-Faqih al-Hamdhani dalam kitabnya 'Al-Buldan' memberikan
informasi tentang konsumsi harian penduduk Iran terhadap bahan bakar, dan peran
faktor cuaca dalam fluktuasi tingkat konsumsinya. Dia menyatakan :
إن اليوم إذا كان
مشمسا دافئا "يربح أهل همَذان/همَدان إذا كان يوم في الشتاء صافيا له شمس
حارة مئة ألف درهم (= اليوم 200 ألف دولار أميركي تقريبا)".
bahwa pada hari yang cerah dan
hangat, "penduduk Hamadan akan mendapatkan keuntungan sebesar seratus ribu
dirham jika cuaca pada hari musim dingin cerah dengan sinar matahari yang panas
(= sekitar 200 ribu dolar AS hari ini)."
Ibnu al-Faqih memberikan
informasi :
أن "قدر ما يباع في أسواق بغداد
من الجِدَاء (= جمع جَدْي) في عيد الفطر وفي النحر ستمئة ألف جدي"
Bahwa
"jumlah yang dijual di pasar-pasar Baghdad dari kambing jantan pada [Hari
Raya] Idul Fitri dan pada Hari Raya Qurban mencapai enam ratus ribu ekor
kambing jantan!!"
Abu Ubaid al-Bakri (wafat 487
H/1094 M) juga menguraikan situasi perdagangan di kota Audaghost dalam
'Al-Masalik wa al-Mamalik', menyatakan :
إنه "يُشترَى
بالمثقال الواحد (= دينار ذهبي: 200 دولار تقريبا) عشرة أكْبُش (= كِباش) وأكثر…؛
وسعرُ القمح عندهم في أكثر الأوقات القنطار (= 150كغ) بستة مثاقيل وكذلك التمر
والزبيب".
“Bahwa
"sepuluh domba jantan atau lebih dapat dibeli dengan satu mitqal (= dinar
emas: sekitar 200 dolar AS), dan harga gandum pada kebanyakan waktu adalah enam
misqal per qantar (= 150 kg), begitu pula dengan harga kurma dan kismis."
Terkait dengan perdagangan dan
pertukaran, masalah-masalah uang dan jenis-jenisnya yang bervariasi dengan cara
yang menakjubkan dari satu wilayah ke wilayah lainnya; Al-Bakri memberi tahu
kita :
“Bahwa
"pedagang dari Kota Kuku (= Utara Mali) menggunakan garam sebagai uang
mereka," sementara dia juga mencatat bahwa penduduk daerah Audaghost yang
tidak terlalu jauh dari mereka "berdagang dengan mereka menggunakan timah
(= emas mentah) dan mereka tidak memiliki perak!!"
Ibnu Battuta juga menceritakan
pengamatan-pengamatannya di Pulau Jawa, Indonesia, dan menyatakan bahwa
"penduduknya membeli dan menjual dengan potongan timah, dan dengan emas
Cina yang belum dicetak."
Dan tampaknya uang merupakan salah
satu alat dalam konflik politik agama yang sedang berkecamuk di tepi Laut
Tengah, dianggap sebagai faktor kunci dalam keberhasilan blokade ekonomi
terhadap musuh dan lawan. Seorang sejarawan Mesir, Ibnu Taghri Bardii
(wafat 874 H/1470 M), mencatat dalam 'Al-Nujūm al-Zāhirah :
"جمع
السلطان [السلطان المملوكي بَرْسِبَايْ (ت 841هـ/1437م)] الأمراء والقضاة وكثيرا
من أكابر التجار، وتحدث معهم في إبطال المعاملة بالذهب المشخّص (=
المصوّر/المجسّد) الذي يقال له ‘الإفرنتي‘، وهو من ضرب (= سكة) الفرنج وعليه شعار
كفرهم الذي لا تجيزه الشريعة".
bahwa pada tahun 829 H/1426 M,
"Sultan [Sultan Mamluk Barsibay (wafat 841 H/1437 M)] mengumpulkan para
pangeran, hakim, dan banyak pedagang terkemuka, dan berbicara dengan mereka
untuk menolak transaksi dengan emas yang diukir (= terpahat) yang disebut
'Al-Ifranti', yang berasal dari jenis (= produksi) orang-orang Frank, dengan
lambang kekafiran mereka yang tidak diperbolehkan oleh syariat Islam."
Penting untuk dicatat di sini bahwa
peristiwa tersebut bersamaan dengan kampanye militer Barsibay di Ciprus untuk
merebutnya dari tangan Tentara Salib.
*****
"PENGUASAAN JALUR-JALUR PERDAGANGAN DAN PETA-PETA WILAYAH."
Globalisasi Islam meninggalkan bukti
yang cukup "nyata dan meyakinkan mengenai adanya pengaruh mata uang
[Islam] di wilayah-wilayah tetangga Dar al-Islam, bahkan hingga ke daerah yang
lebih jauh secara geografis. Sebagai contoh, uang logam Inggris meniru dinar
Abbasiyah pada tahun 774 M (= 156 H)," yaitu pada masa pemerintahan
Khalifah Abbasiyah al-Mansur (wafat 158 H/776 M), seperti yang disebutkan oleh
orientalis Inggris kontemporer Michael Allan Cook dalam penelitiannya
yang diterbitkan dalam buku "Warisan Islam" mengenai "Pertumbuhan
Ekonomi" dalam sejarah Islam.
Cook merujuk
pada apa yang sekarang dikenal sebagai dinar Islam untuk Raja Offa Rex dari
Mercia (wafat 180 H/796 M), yang diukir dengan kalimat Arab di depannnya ditengahnya:
"لا إله إلا الله وحده لا شريك له"
("Tidak
ada Tuhan selain Allah , Maha Tunggal , Tiada sekutu Bagi-Nya)
Dan belakangnya adalah :
"محمـد رسول الله"
("Muhammad
utusan Allah")
dalam bahasa Arab yang diselingi
dengan kalimat Latin "OFFA REX."
Di bagian bawahnya tertulis dalam
bahasa Arab:
"بسم الله ضُرب هذا الدينار سنة سبع وخمسين ومئة"
("Dengan
nama Allah, dinar ini dicetak pada tahun seratus lima puluh tujuh").
[Tahun 157
H /775 M].
Dari pertemuan jaringan jalur
perdagangan laut di masa lampau - yang berubah dari zaman ke zaman seiring
dengan kemakmuran perdagangan di suatu wilayah dan kemunduran di wilayah
lainnya - kota-kota di pantai Andalusia dan Barat Islam adalah tempat di mana
kapal-kapal perdagangan datang atau berangkat. Kapal-kapal ini menuju ke timur,
mencapai Alexandria dan al-Faramaa, kemudian bergerak ke utara menuju
pelabuhan-pelabuhan di pesisir Laut Tengah. Sementara Laut Merah dihubungkan
dengan pelabuhan utara yang diangkut melalui unta dari al-Faramaa, dengan
pelabuhan-pelabuhan utamanya termasuk ‘Aydzab di Mesir, Suakin di Sudan,
Jeddah, dan Zaila di Somalia, semuanya mengalir ke pelabuhan Aden di pantai
Laut Arab.
Kemudian, jalur transportasi
perdagangan laut berkembang dari Aden ke selatan menuju Mogadishu dan kota-kota
lain di pesisir timur Afrika seperti Zanzibar dan sekitarnya. Jalur-jalur ini
bercabang dari Aden ke timur menuju Dzofaar di Oman dan Jiruun serta Hormuz di
Persia. Kemudian, jalur ini melanjutkan ke timur - menuju India dan Cina -
hingga ke pelabuhan Balhara di muara Sungai Sind.
Atau kapal-kapal dapat mengambil
jalur utara dari Oman melewati Teluk Arab menuju Bashrah di Irak, melalui
pelabuhan Siiraf di Persia dan pulau Qais/Kiisy. Pulau ini, yang dijelaskan
oleh orientalis Kratchkovsky dalam "Sejarah Sastra Geografi Arab," :
بأنها كانت رغم
صغرها "مركزا من مراكز التجارة الخارجية للعالم الإسلامي، يـتجمع فيها ممثلو
مختلف الأقطار والشعوب".
“ Meskipun kecil, namun dianggap
sebagai "pusat perdagangan luar negeri dunia Islam, tempat perwakilan dari
berbagai negara dan suku berkumpul ."
Ibnu Jubair, dalam bukunya yang
berjudul "Rihlah" (Perjalanan), menggambarkan pelabuhan Aydhab pada
tahun delapan puluhan abad keenam Hijriah/ke-12 Masehi sebagai
"من
أحفل مراسي الدنيا" لالتقاء مراكب الهند واليمن ومراكب الحجاج فيها. وكان
أهلها يمتلكون مراكب يؤجرونها للحجيج "فيجتمع لهم من ذلك مال كثير".
"salah satu pelabuhan terkaya di
dunia" di mana kapal-kapal dari India, Yaman, dan kapal-kapal para jamaah
haji bertemu. Penduduknya memiliki kapal-kapal yang mereka sewakan kepada para
jamaah haji, dan dari situ mereka mengumpulkan kekayaan yang besar”.
Adapun penduduk Aden, Ibnu Battutah
mencatat :
إن التجار
"منهم أموال عريضة وربّما يكون لأحدهم المركب العظيم بجميع ما فيه لا يشاركه
فيه غيره لسعة ما بين يديه من الأموال"
“bahwa sebagian pedagang di antara
mereka memiliki kekayaan yang luas, bahkan salah satu di antara mereka memiliki
kapal besar yang tidak ada yang ikut serta dengannya dalam kepemilikannya
karena kelapangan keuangannya”. Mereka bangga dan memamerkan hal tersebut.
Ibnu Batthutah juga mendokumentasikan
ukuran lima pelabuhan dunia terbesar yang ia lihat selama perjalanannya.
Tentang Alexandria, ia mengatakan :
"ولها
المرسى العظيم، ولم أر في مراسي الدنيا مثله إلا ما كان من مرسى كولم (كولام Kollam) - وقال يقوط - ببلاد الهند (تقع بولاية كيرالا حاليا)، ومرسى الكفار بسرداق ببلاد
الأتراك (= شبه جزيرة القرم)، ومرسى الزيتون (= كانتون أو جوانجزو) ببلاد الصين".
"Dan pelabuhan besar yang dimilikinya,
saya tidak pernah melihat di pelabuhan-pelabuhan dunia yang sebanding kecuali
di pelabuhan Kollam – Yaquth berkata - di negara India, (di wilayah Kerala sekarang), pelabuhan Kafar di Sardaq di wilayah Turki (=
Semenanjung Krimea), dan pelabuhan Zaytun (= Guangzhou atau Canton) di negeri Cina."
Ibnu Battutah juga mengkonfirmasi
pentingnya Aden dalam perdagangan internasional. Ia menyatakan bahwa Aden
dianggap sebagai
"مرسى
أهل الهند، تأتي إليها المراكب العظيمة.. وتجار الهند ساكنون بها وتجار مصر أيضا".
"pelabuhan penduduk India,
tempat kapal-kapal besar tiba... dan pedagang dari India tinggal di sana,
begitu juga pedagang Mesir."
******
ANTARA PELUANG DAN RESIKO DALAM PERDAGANGAN
Adapun jalur darat ; maka itu panjang, beragam, dan bercabang-cabang. Dari
setiap pelabuhan laut, terdapat banyak jalan darat yang menghubungkannya dengan
pusat-pusat perdagangan dalam wilayahnya dan wilayah-wilayah tetangganya.
Realitas dari jalur-jalur perdagangan darat ini dapat diringkas dalam peta
jalur "Tujjar al-Yahud al-Radzaaniyah" yang menggabungkan antara
jalur darat dan laut.
Sejarawan Amerika, Will Durant (wafat
1402 H/1981 M), dalam "Sejarah Peradaban," menggambarkan para
pedagang Yahudi ini sebagai berikut :
بأنهم "كانوا
هم حلقة الاتصال التجاري بين بلاد المسيحية والإسلام، وبين أوروبا وآسيا، وبين
الصقالبة (= الشعوب السلافية بشرقي أوروبا) والدول الغربية؛ وكانوا هم القائمين
بمعظم تجارة الرقيق، وكان يعينهم على النجاح في التجارة مهارتُهم في تعلم اللغات".
"Penghubung perdagangan antara negeri-negeri Kristen dan
Islam, antara Eropa dan Asia, dan antara bangsa Slavia Timur dan negara-negara
Barat. Mereka adalah pelaku utama dalam perdagangan budak, dan keterampilan
mereka dalam mempelajari bahasa-bahasa asing sangat membantu kesuksesan
mereka."
Durant mengkonfirmasi apa yang sebelumnya dikatakan oleh geografer
Muslim, Ibnu Khordadbeh, dalam "Al-Masalik wal-Mamalik,"
أن التجار اليهود
كانوا "يتكلمون بالعربية والفارسية والرومية والإفرنجية والأندلسية
والصقلبية..، ويسافرون من المشرق إلى المغرب.. -برا وبحرا- [فـ]ـيجلبون من المغرب
الخدم والجواري والغلمان".
“ Bahwa para pedagang Yahudi "bisa berbicara dalam bahasa Arab, Persia, Romawi,
Frank, Andalusia, dan Slavia... dan mereka bepergian dari Timur ke Barat...
-darat dan laut- membawa budak-budak laki-laki, budak-budak perempuan, dan anak
buah."
Pedagang-pedagang tersebut biasa berlayar mengarungi lautan, sebagai
contoh, berlayar dari Prancis atau Andalusia menuju kota al-Farama di Mesir
melalui laut, kemudian melalui darat menuju Laut Merah ke Jeddah, lalu ke
India, Sind, dan Cina, kemudian mereka kembali dengan barang dagangan mereka,
turun dari Laut Merah ke al-Faramah, dan
melanjutkan perjalanan ke Konstantinopel. Atau mereka bisa pergi hingga
mencapai Francia (Prancis modern), atau turun di pelabuhan Antakiyah (sekarang
di Turki), kemudian mengikuti sungai Efrat ke Moshul dan Basrah, kemudian
melanjutkan melalui Teluk Arab ke Oman dan Siiraf, lalu mencapai India, Sind,
dan Cina.
Pengaruh penguasaan Salibis Kristen
di Laut Tengah, yang dimulai pada akhir abad ke-5 Hijriah/ke-11 Masehi,
mengakhiri aktivitas perdagangan laut Tujjar al-Yahud [para pedagang Yahudi]
al-Radzaniyah. Namun, aktivitas mereka dalam perdagangan darat tampaknya
berlanjut hingga zaman Ibnu Bathuthah, yang menyebutkan dalam kitab ar-Rihlah
nya :
أنه لقي أحدهم
ببلاد القوقاز، فكلمه بالعربية وأخبره أنه جاء من الأندلس -التي غادرها منذ أربعة
أشهر- فـقدم منها في البر ولم يسلك بحرا، وأتى على طريق القسطنطينية العظمى وبلاد
الروس وبلاد الجركس (= الشركس)..، وأخبرني التجار المسافرون -الذين لهم المعرفة
بذلك- بصحة مقاله".
“ Bahwa ia bertemu dengan salah
satunya di wilayah Kaukasus. Orang tersebut berbicara dalam bahasa Arab dan
memberi tahu Ibnu Batutah bahwa ia datang dari Andalusia dan "mencapainya
melalui darat tanpa menggunakan laut, melalui jalan Konstantinopel, Rusia, dan
Circassia (wilayah Cirkassi)... dan para pedagang yang berpengalaman -yang
mengetahui hal tersebut- mengonfirmasi kebenaran pernyataannya."
Di Maroko, kota Sijilmasa di selatan
menjadi pertemuan kafilah-kafilah dagang dan tempat tinggal bagi pedagang yang
datang dari Afrika selatan dan Andalusia utara, bahkan dari timur karena
"penduduk Irak menetap di sana," menurut Ibnu Hawqal.
Kota Iiwalatin / Walata,
yang terletak di utara timur Mauritania saat ini, juga menjadi pusat
perdagangan yang penting untuk perdagangan dengan Gurun Besar, di mana pedagang
dari keempat penjuru bertemu, seperti yang diceritakan oleh Ibnu Bathuthah yang
mengunjunginya pada tahun 752 H/1351 M.
Pada pertengahan abad ke-3
Hijriah/ke-9 Masehi, ukuran kafilah perdagangan darat mencapai tingkat yang
besar, dengan salah satu di antaranya mencakup lima ratus orang tanpa termasuk
barang yang mereka bawa, sesuai dengan catatan sejarawan al-Muqraizi (wafat
tahun 845 H/1441 M) dalam karyanya 'al-Mawā`idẓ wa al-I`tibār'.
Dengan berkembangnya perdagangan dan
perluasan gerakannya dalam beberapa abad berikutnya, ukuran tersebut meningkat
secara besar-besaran. Bahkan, Ibnu Khaldun mencatat :
أن قافلة لـتجار
المشرق وصلت إلى بلد مالي فــكانت ركابهم اثني عشر ألف راحلة"!!
bahwa seorang yang terkemuka di
wilayah Afrika Barat menyatakan bahwa kafilah perdagangan dari "pedagang
Timur [mencapai] negara Mali [dan] jumlah penumpang mereka mencapai dua belas
ribu pengendara!"
*****
"ARMADA PERDAGANGAN YANG SANGAT BESAR ".
"Hingga abad-abad terakhir dari
sejarah perdagangan terdahulu di dunia Islam, kafilah-kafilah perdagangan tetap
terdiri dari jumlah kendaran unta yang besar, bahkan Al-Jabarti menceritakan :
"نهب
العرب قافلة التجار والحجاج الواصلة من السويس [إلى القاهرة]، وفيها شيء كثير جدا
من أموال التجار والحُجاج، ونُهب فيها للتجار خاصة ستة آلاف جمل ما بين قماش وبهار
(= التوابل) وبُنّ وأقمشة وبضائع، وذلك خلاف أمتعة الحجاج"!!
bahwa pada tahun 1202 H/1787 M
"kaum Arab merampok karavan pedagang dan haji yang tiba dari Suez [ke
Kairo], di dalamnya terdapat sejumlah besar harta milik pedagang dan para haji,
dan dirampok dari mereka, khususnya para pedagang, enam ribu unta yang berisi
kain, rempah-rempah, kopi, kain, dan barang dagangan lainnya, yang berbeda dari
harta milik para haji"!!
Armada perdagangan laut juga tidak
jauh dari ukuran yang besar pada masa itu; penjelajah Persia Naser Khosrow
(wafat 481 H/1088 M) memberitahu kita dalam perjalanannya 'Safarnama' bahwa
pulau Tinnis di Mesir "selalu diikat oleh seribu kapal, di antaranya ada
yang untuk para pedagang dan banyak juga yang untuk sultan."
Pada zaman Ibnu Batutah, armada
perdagangan Mesir memiliki ukuran yang sangat besar. Ibnu Batutah menyatakan
tentang Armada Dagang Mesir :
"إن
بنيلها من المراكب ستة وثلاثين ألفا للسلطان والرعية، تمرُّ صاعدةً إلى الصعيد
ومنحدِرةً إلى الإسكندرية ودمياط بأنواع الخيرات والمرافق" من شتى أصناف
البضائع!!
وقد كانت خطوط
التجارة تتعرض لمخاطر جمة تقود إلى خسائر فادحة للتجار، رغم ما تبذله الدول من
جهود لحماية القوافل التجارية التي كانت جزءا من مسؤوليات ولاة الأقاليم. ويذكر
ابن حَوْقَل أن المسالك بين فارس والعراق كانت تحت حماية الولاة بحيث "ضمن
الوالي خراج (= جباية) كل ناحية، وألِزم صلاحَ أحوال ناحيته، وتنفيذ (= تمرير)
القوافل وحفظ الطرق".
"Berdasarkan penghitungan,
jumlah kapal di Nil mencapai tiga puluh enam ribu, yang digunakan oleh sultan
dan rakyatnya. Kapal-kapal ini berlayar dari hulu ke daerah tinggi, kemudian
turun ke Alexandria dan Dimyaath membawa berbagai jenis kebaikan dan barang
dagangan."
Meskipun demikian, jalur perdagangan
menghadapi banyak risiko yang menyebabkan kerugian besar bagi para pedagang.
Meskipun negara-negara berupaya melindungi kafilah perdagangan yang merupakan
bagian dari tanggung jawab penguasa wilayah, namun risiko-risiko tersebut tetap
ada. Ibnu Hawqal mencatat bahwa rute antara Persia dan Irak dilindungi oleh
gubernur sehingga "gubernur menjamin pembayaran pajak dari setiap wilayah,
menegakkan kewajiban setiap wilayah, dan memastikan kelancaran karavan serta
menjaga keamanan jalan."
Diantara risiko-risiko tersebut
adalah serangan dari geng perampok di darat terhadap kafilah-kafilah dagang dan
serangan bajak laut di laut. Seringkali, hilangnya jalur perdagangan disebabkan
oleh ketidakstabilan keamanan atau ketidakadilan politik di wilayah-wilayah
yang dilewati olehnya. Oleh karena itu, Ibnu Hawqal mencatat :
"
تغيير التجار لبعض طرقهم في الشام لتضررهم "باعتراض السلطان عليهم، وبما سرح
الروم (= البيزنطيون) بالشام في غير وقت؛ فلجؤوا إلى طريق البادية..، وعن قريب
يكفُّ التجارَ فقرُهم وتنقطع سابلتهم (= مسافروهم) وطُرُقهم"!
“Perubahan
jalur perdagangan beberapa pedagang di wilayah Syam karena mereka terpengaruh
oleh "gangguan dari sultan terhadap mereka dan penarikan mundur Bizantium
dari Syam pada waktu yang tidak tepat. Mereka beralih ke jalur di padang
pasir... Dalam waktu singkat, kemiskinan menimpa pedagang . Dan jalur serta perjalanan
mereka terputus."
Sebagaimana halnya dengan jalur
darat, armada perdagangan laut juga tidak terhindar dari tindakan perlindungan
terhadap perompakan. Kapal-kapal berlayar di Laut Cina ditemani oleh
kapal-kapal lain untuk melindunginya, dan dalam satu kapal bisa terdapat
"lima puluh pemanah dan lima puluh pejuang dari Ethiopia." Jika
mereka berada di kapal yang "menghadapi perompak India dan kafir-kafir
mereka."
Ibnu Batutah juga menyampaikan
tentang pengaturan keamanan di pelabuhan dengan memberikan contoh fasilitas
pelabuhan di Sur, Lebanon, yang "diawasi oleh penjaga dan pengawas,
sehingga tidak ada yang masuk atau keluar tanpa sepengetahuan mereka."
Ibnu Taghri Bardi, sejarawan yang
mencatat dalam "An-Nujuum Az-Zahirah", menyebutkan:
"أنه
في سنة 844هـ/1439م جهز السلطان المملوكي سيف الدين جَقْمَق (ت 857هـ/1453م) أول
حملة عسكرية في عهده، وكان سببها "عَيْث (= إفساد) الفرنج في البحر وأخْذها
مراكبَ التجار".
“Bahwa pada
tahun 844 H/1439 M, Sultan Mamluk, Saifud-Din Jaqmaq (wafat 857 H/1453 M),
mempersiapkan kampanye militer pertamanya. Kampanye tersebut diluncurkan karena
"kerusakan yang diakibatkan oleh bangsa Frank di laut dan penangkapan
kapal-kapal dagang."
Salah satu cara untuk melawan
perompakan ini adalah menerapkan prinsip balasan perlakuan yang sama sebagaimana yang mereka lakukan, dengan tujuan untuk memberikan tekanan kepada raja-raja
perompak tersebut agar menghentikan aktivitas agresif mereka.
Sultan Barsibay melakukan hal yang
sama pada tahun 827 H/1424 M ketika ia memerintahkan "penahanan terhadap
harta milik pedagang Frank di wilayah Syam" setelah mendengar berita bahwa
"Frank mengambil dua kapal dari kapal-kapal Muslim - dekat muara Damietta
- yang berisi banyak barang dagangan"; seperti yang dicatat oleh Ibnu
Taghri Bardi.
Pergerakan perdagangan diiringi oleh
sejumlah layanan dan fasilitas yang memungkinkan pedagang menjalankan aktivitas
mereka dengan lancar dan aman setelah mencapai tujuan mereka tanpa diserang
oleh perompak atau terganggu oleh gangguan di jalan. Salah satu layanan
tersebut melibatkan fasilitas penginapan dan kenyamanan, serta gudang
penyimpanan barang, yang paling masyhur disebut
sebagai "funduq" atau khonah (artinya hotel atau penginapan).
*****
"HUBUNGAN DAN RELASI YANG KOMPLEK & BERCABANG"
"Perdagangan bukanlah profesi
dari kalangan elit masyarakat, meskipun tetap menjadi tangga untuk bergabung
dengan lapisan tersebut bagi setiap pedagang yang diberkati keberuntungan dalam
kesuksesan usahanya. Oleh karena itu, 'orang-orang yang berkuasa bersiap untuk
menjalankan profesi ini' karena pedagang biasanya menghadapi berbagai kesulitan
dan kondisi yang mendorong mereka untuk melakukan tindakan yang bertentangan
dengan etika 'kejujuran yang umumnya dijaga oleh raja dan bangsawan'. Bahkan,
seorang pedagang bisa terpaksa meninggalkan integritas untuk tunduk pada
'ketidakjujuran, tipu daya, dan sumpah palsu', sehingga lebih mempengaruhi
psikologinya; seperti yang diuraikan oleh Ibn Khaldun.
Di sisi lain, Al-Jahidz membela para
pedagang dan profesi mereka dalam 'Surat Pilihan Perdagangan dibandingkan
dengan Pekerjaan Sultan.' Dia berpandaangan :
أن منتقصيهم
"يعترفون بفضيلة التجار ويتمنون حالهم..، ويعلمون أنهم أودع الناس بدنا،
وأهنؤهم عيشا، وآمنهم سِرْبا"، فهم مستقلون بعيشهم "لا تلحقهم الذلة في
مكاسبهم ولا يستعبدهم الضَّرَع (= الخضوع) لمعاملاتهم".
“Bahwa para pengkritik "mengakui
keutamaan para pedagang dan menginginkan kondisi mereka... mereka tahu bahwa
pedagang telah mempercayakan orang dengan harta, menghormati kehidupan mereka,
dan memberikan keamanan kepada mereka sebagai teman." Mereka hidup secara
mandiri "tanpa merendahkan martabat mereka dalam mendapatkan keuntungan,
dan mereka tidak diperbudak oleh ketergantungan pada transaksi mereka."
Para pedagang kadang-kadang memiliki
tempat tinggal di wilayah tertentu, seperti yang terjadi pada para pedagang Baghdad sebagaimana yang disebutkan oleh Ibn Hawqal :
أن "أعمر بقعة
بها اليوم الكرخ.. [فإن] معظم مساكن التجار هناك".
“Bahwa
"sebuah daerah yang sekarang dikenal sebagai Al-Karkh... mayoritas tempat
tinggal para pedagang berada di sana."
Beberapa suku atau penduduk kota
tertentu mungkin terkenal dengan keahlian perdagangan dan perjalanan mereka;
Ibn al-Faqih al-Hamdani menyatakan :
أن "أبعد
الناس نُجْعة (= سفرا) في الكسب [التجاري] بصري وحِمْيَري، ومن دخل فَرْغانة
القصوى (= بأوزبكستان) والسوس الأقصى (= ببلاد المغرب) فلا بد أن يرى فيهما بصريا
أو حِمْيَريا"!!
“Bahwa
"orang-orang yang paling jauh dalam perjalanan [perdagangan] untuk
penghasilan di Basrah dan Himyar, dan siapa pun yang memasuki Farghana yang
terjauh (di Uzbekistan) dan Sus al-Aqsa (di wilayah Maghrib) pasti akan melihat
penghasilan mereka di Basrah atau Himyar!"
Secara sosial, beberapa kelompok
pedagang mungkin memiliki gelar khusus. Misalnya, orang Mesir menyebut pedagang
rempah-rempah dan rempah-rempah sebagai "al-Karimiyah" atau
"al-Karim/al-Akaarim," yang menurut al-Muqraizi mencirikan kekuatan
pusat keuangan mereka, katanya:
"وكانت
تجار الكارم بمصر.. في عدة وافرة ولهم أموال عظيمة"
"Pedagang al-Karm di Mesir...
berjumlah banyak dan memiliki kekayaan yang besar."
Pedagang permata di India juga
disebut sebagai " Saahah, dan kata tunggalnya disebut Sah, mereka mirip
dengan al-Akarim di daerah Mesir"; seperti yang dijelaskan oleh Ibn
Battuta.
Demikian pula, pedagang besar mungkin
memiliki gelar pribadi yang menentukan tingkat kekayaan mereka, seperti halnya
dengan gelar-gelar untuk orang kaya saat ini seperti milyuner dan miliarder.
Oleh karena itu, pedagang besar mungkin disebut sebagai "al-Khawajah"
dan "al-Khawajki" di beberapa wilayah, terutama jika mereka adalah pedagang
asing yang aktif dalam perdagangan antar negara yang berjauhan. Beberapa dari
mereka, seperti pemilik gelar "al-Khawajki," secara resmi diakui
dengan sekelompok gelar khusus dalam surat-menyurat yang mereka terima dari
pihak berwenang negara yang berurusan secara komersial, sesuai yang disebutkan
oleh al-Qalqasyandi (w. 821 H / 1418 M) dalam kitabnya 'al-A`syaa [الأعشى].'
Pada tingkat resmi, gerakan
pertukaran perdagangan yang besar dalam lingkaran dunia Islam, dan juga antara
dunia Islam dengan dunia lainnya menghasilkan munculnya golongan pedagang kaya.
Kekayaan mereka membawa mereka ke tingkat pengakuan dari penguasa tertinggi,
seperti khalifah dan raja-raja besar, bahkan mampu mendanai proyek-proyek
penguasa-penguasa ini dan mendukung anggaran negara mereka pada saat adanya
ketidakcukupan dana di Bait al-Maal, lembaga keuangan negara pada saat itu.
Salah satu tokoh kaya terkenal adalah
pedagang dari Baghdad, al-Husayn bin Abdullah bin al-Jashshaas (w. 315 H / 927
M), yang dikatakan : dia menjadi
kaya melalui hubungannya yang erat dengan istana Khalifah Abbasiyah.
Kekayaannya semakin bertambah dengan mendapatkan hak istimewa untuk menyuplai
permata dan batu mulia untuk keluarga Ahmad bin Thulun (w. 270 H / 884 M) yang
mendirikan dinasti Thulun di Mesir.
Adz-Dzahabi (w.
748 H / 1347 M) dalam "Tarikh al-Islam" menceritakan :
أنه باع نساء
العائلة الطولونية الحاكمة مرة جواهر "فربح في يوم بضعة وتسعين ألف
دينار" (= اليوم 20 مليون دولار أميركي تقريبا)!! ثم أهلته علاقته تلك
بالبلاطين العباسي والطولوني للإشراف على إتمام زواج ابنة أمير مصر "قطر
الندى" من الخليفة العباسي المعتضد بالله (ت 289هـ/902م) سنة 282هـ/895م،
وإيصالها إليه في عاصمة الخلافة بغداد محملة بجهاز وهدايا تفوق الوصف في أسطوريتها!!
bahwa dia menjual perhiasan kepada
wanita keluarga penguasa Thulun satu kali dan mendapatkan keuntungan sekitar
sembilan puluh ribu dinar pada saat itu, setara dengan sekitar 20 juta dolar
Amerika hari ini! Hubungannya dengan istana Abbasiyah dan Thulun kemudian
memungkinkannya untuk mengawasi pernikahan putri Amir Mesir "Qatar
al-Nada" dengan Khalifah Abbasiyah al-Mu'tadid bi'llah (w. 289 H / 902 M)
pada tahun 282 H / 895 M, serta mengirimkannya ke Baghdad dengan membawa hadiah
dan peralatan yang luar biasa.
******
PERSAINGAN DAGANG KAUM BORJUIS
Khalifah Al-Muqtadir Billah (tahun 320 H/922 M) pernah memutuskan untuk menyita tanpa alasan seorang pedagang bernama Ibnu al-Jashshas pada tahun 296 H/909 M hanya karena dia mendukung saingannya, yaitu Pangeran Abbasiyah Abdullah ibn al-Mu'taz (tahun 296 H/909 M), dalam persaingan untuk menjadi khalifah.
Ketika pasukan Al-Muqtadir merebut
kekuasaan dari pemerintahan Ibnu al-Mu'taz
pada hari pertama khilafahnya tahun 296 H/309 M, Ibnu al-Mu'taz melarikan diri dari istananya dan bersembunyi
di "Dar Ibnu al-Jashshas, dan ia
menyelinap ke sana. Pelayan Ibnu al-Jashshas memberi
tahu keberadaan Ibnu al-Mu'taz dan segera ditangkap, kemudian dibunuh seketika itu juga ," seperti yang dijelaskan oleh Al-Khathib al-Baghdadi (tahun 463 H/1071 M) dalam "Tarikh
Baghdad."
Ibnu al-Jashshas sendiri ditangkap,
dihinakan, dan "mereka mengambil darinya sejumlah uang enam belas juta dinar" (sekitar 3,2
miliar dolar Amerika pada hari ini), seperti yang disebutkan oleh Ibnu al-Jawzi (tahun 597 H/1201 M) dalam "Al-Muntadzim."
Setelah penyitaan tersebut, sisa kekayaannya adalah "seribu juta
dinar" (sekitar 200 juta dolar Amerika), menurut Qadhi Al-Muhsin al-Tanukhi (tahun 384 H/994 M) dalam
"Nashwat al-Muhadara."
Salah satu dari orang kaya yang
disebutkan adalah Abu Abdullah al-Qumi al-Misri (tahun 399 H/1010 M), yang
dikatakan oleh Ibn Katsir (tahun
774 H/1372 M) dalam "Al-Bidaya wal-Nihayah" :
"إنه
كان ذا مال جزيل جدا، فـاشتملت تركته على أزيد من ألف ألف دينار (= اليوم 200
مليون دولار تقريبا) من سائر أنواع الأموال، وكانت وفاته بأرض الحجاز".
“Bahwa dia
adalah sebagai "pemilik kekayaan yang sangat besar, warisannya
mencakup lebih dari seribu juta dinar (sekitar 200 juta dolar Amerika pada hari
ini) dari berbagai jenis harta, dan kematiannya terjadi di tanah Hijaz."
Juga, ia merinci tentang kekayaan pedagang Mubarak al-Anmati (tahun 419
H/1029 M) yang meninggal di Mesir dan "mewariskan tiga ratus ribu
dinar" (sekitar enam puluh juta dolar Amerika pada hari ini).
Dimulai dari abad keenam
Hijriah/ke-12 Masehi; di Mesir - pada masa kekuasaan Daulah Fathimiyah hingga
sebelum Kesultanan Utsmaniyah menguasainya - muncul kelompok pedagang
rempah-rempah yang disebut "Al-Karamiyah", yang mewakili kelas
borjuis yang sangat berpengaruh.
Kegiatan Al-Karamiyah membuka babak
baru dalam sejarah kemajuan permodalan Mesir dan
sumber daya keuangan dari perdagangan. Jika modal pedagang Muslim
atau Dzimmi (Non Muslim Sebangsa) di Mesir sebelum era Al-Karamiyah
berkisar antara sepuluh ribu hingga tiga puluh ribu dinar (= sekitar 2-6
juta dolar AS hari ini), maka meningkat hingga mencapai satu juta
dinar atau lebih (= sekitar 200 juta dolar AS hari ini)"; sesuai
dengan yang disampaikan dalam buku 'Ringkasan Ensiklopedia Islam' yang
diterbitkan oleh Muassasah Belanda Brill.
Hubungan pedagang dengan negara
bersifat kompleks dan bervariasi antara kerja sama dan konflik; negara mengenal
konsep yang mirip dengan konsep "pendapatan umum" yang dikenal di
negara-negara modern saat ini, dengan seringkali menggunakan mekanisme
kemitraan keuangan antara lembaga-lembaga negara dan kelompok pedagang besar.
Oleh karena itu, menjadi wajar secara
politis untuk tidak memberhentikan para ahli akuntansi, meskipun terjadi
pelanggaran dan korupsi keuangan dan administratif dari pihak mereka. Hal ini
dilakukan "agar martabat para akuntan tetap bersama dengan para pedagang. Dan para pedagang bisa
meminjam dana dari para
akuntan jika terjadi keadaan darurat (= defisit anggaran), dan ketika seorang
akuntan dipecat dan digantikan oleh orang lain. Dan ketika para pedagang sudah tidak lagi berurusan
dengan para akuntan, maka
keputusan ada ditangan Khalifah dikarenakan berkaitan dengan adanya defisit keuangan pemerintah.
Dalam buku
'Tuhfat al-Umaroo’'' karya Abu al-Ḥasan al-Ṣhoobi' (wafat 488 H/1095 M), disebutkan :
أن الوزير العباسي
علي بن عيسى بن الجراح (ت 335هـ/946م) كان "إذا حلَّ [صرْفُ] المال وليس له
وجهٌ (= مورد) استسلف من التجار على سفاتج وردت من الأطراف لم تحلَّ" آجالها
على أصحابها من دافعي الضرائب والعائدات الحكومية، ويعطي للتجار على ذلك أرباحا
سنوية وافرة.
bahwa menteri Abbasiyah, Ali bin Isa
bin al-Jurāḥ (wafat 335
H/946 M), jika keuangan negara kehabisan sumber dan tidak ada pendapatan yang
dapat digunakan, ia meminjam dari para pedagang dengan mengeluarkan surat utang
[Saftajah] yang jatuh tempo kepada pihak yang membayar pajak dan pendapatan
pemerintah. Sebagai imbalannya, para pedagang diberi keuntungan tahunan yang
cukup besar”.
Ibnu Khaldun menyebutkan :
أن أحد أمراء
الدولة الحفصية بتونس "استقرض من تجار بجاية مالا أنفقه في إقامة أبهة
الملك"
bahwa salah satu pangeran Kesultanan
Hafshiyah di Tunisia "meminjam uang dari pedagang di Béjaïa untuk
membiayai kemegahan raja."
Sebaliknya, dukungan seorang pedagang
kepada sultan dapat mengakibatkannya mendapatkan jabatan pemerintahan atau
kepemimpinan daerah; Ibn Battuta memberi tahu kita :
أن سلطان الهند
"أقطع ملك التجار مدينة كِنْباية ووعده أن يوليه الوزارة".
“Bahwa Sultan India "memberikan
penguasaan kota Kanbayah kepada raja pedagang dan berjanji akan memberinya
jabatan menteri."
Hubungan antara pedagang dan sultan
dapat memiliki karakter kemitraan atau agensi perdagangan; Ibn Battuta
menceritakan :
"أنه
-في زمانه- تعرّف بالهند على تاجر عراقي يسمى أبا الحسن العبادي كان "يتّجر
بمال السلطان ويشتري له الأسلحة والأمتعة بالعراق وخراسان".
“Bahwa pada zamannya di India, ia
bertemu dengan seorang pedagang Irak bernama Abu al-Ḥasan al-'Abbadi yang "berdagang
dengan uang sultan dan membeli senjata dan barang-barang dari Irak dan Khurasan
untuknya."
Mungkin Sultan juga menjual kepada
pedagang sebagian dari aset keuangan cadangan negara untuk menutupi pengeluaran
keuangan mereka, dan salah satu contoh paling aneh yang disebutkan oleh Ibnu Khaldun - dalam catatan sejarahnya - adalah :
“Sultan dari
Negara Mali, Jata bin Mansa Mūsā (wafat 775 H/1373 M), yang "menjual batu emas yang
ada di gudang amunisi ayah mereka, sebuah batu yang beratnya dua puluh kantung
(= 3 ton), yang diambil dari tempat pertambangan tanpa pengolahan industri atau
penyaringan dengan api. Mereka melihatnya sebagai bagian dari persenjataan dan
barang-barang langka. Sultan Jata, penguasa yang boros ini, menawarkannya
kepada para pedagang Mesir yang datang ke negerinya dan membelinya darinya
dengan harga yang sangat murah!"
*****
HUTANG PIUTANG DAN KEMITRAAN DALAM PERDAGANGAN
Para sultan negara-negara Islam tidak
hanya mengandalkan peminjaman dari para pedagang Muslim, tetapi mereka juga
mencari pinjaman dari pedagang Eropa yang tinggal di dalamnya untuk keperluan
perdagangan, setidaknya sejak masa pemerintahan negara Mamluk. Hal ini dapat
dibandingkan -dalam konteks keterkaitan antara utang negara dan tanggung jawab
sultan-sultan pada masa lalu- dengan hutang luar negeri yang diandalkan oleh
negara-negara saat ini.
Salah satu contoh yang dijelaskan
oleh al-Muqraizi -dalam kitab 'al-Suluuk'
dalam konteks peristiwa tahun 711 H/1311 M- adalah :
أن السلطان
المملوكي الناصر قلاوون (ت 741هـ/1340م) "اشترى [بالدَّيْن] من الفرنج جواهر
وغيرها فبلغ ثمنها ستة عشر ألف دينار"، وأنه أحالهم في سداد ثمنها -إذا حلّ
أجله- على وزيره كريم الدين أكرم عبد الكريم (ت بعد 721هـ/1321م)، وحين عجز الوزير
عن السداد نصحه أحد مستشاريه بـ"الاقتراض من تجار الكارم [لسداد] بقية
المبلغ"، فتمت تسوية القرض بـ"مقاصة ديون" بين أحد تجار البهارات
المسلمين وتجار الفرنجة.
Bahwa Sultan Mamluk al-Nasir Qalawun
(wafat 741 H/1340 M) "membeli [dengan utang] permata dan barang berharga
dari orang-orang Franka dengan harga enam belas ribu dinar," dan kemudian
mengalihkan pembayaran utang tersebut, jika jatuh tempo, kepada Menterinya,
Karimud-Din Akram Abdul Karim (wafat setelah 721 H/1321 M). Ketika sang menteri
tidak mampu melunasi utang, salah satu penasihatnya menyarankannya untuk
"meminjam dari pedagang al-Kaarim [untuk melunasi] sisa pembayaran,"
dan akhirnya utang diselesaikan dengan "pertukaran utang" antara salah
satu para pedagang rempah-rempah Muslim dan para pedagang Eropa [Frank].
*****
DEMI KEPENTINGAN BISNIS KADANG MEMBUAT SESEORANG TEGA
MELAKUKAN PERSEKONGKOLAN JAHAT TERHADAP UMAT
Fakta sejarah menunjukkan bahwa
keterkaitan antara penguasa keuangan dan penguasa kekuasaan tidak
selalu memerlukan persamaan agama atau kewarganegaraan. Selain
itu, keterkaitan ini tidak terbatas pada bidang keuangan semata, tetapi
kadang-kadang melibatkan ranah aktivitas politik yang luas, dengan ambisi
perluasan, peran mata-mata, dan konspirasi di tingkat regional dan
internasional."
Sejarawan Mesir, Ibnu Taghri Bardi,
dalam 'al-Nujuum al-Zahira', memberikan kita rincian yang sangat jelas dari
suatu cerita yang sangat menggambarkan apa yang dimaksud di sini.
Cerita ini melibatkan seorang
pengusaha muslim dari Tabriz
- yang kini berada di utara Iran - bernama Khawajah Nurud-Din Ali al-Tabrizi
al-Ajami (wafat 832 H/1429 M) :
"
كان من التجار
المقيمين بمصر، وهيأت له علاقاته التجارية الإقليمية ربط علاقات وثيقة مع مملكة
الحبشة المسيحية لأنه كان أولا "يتقرب إلى الحطي (= لقب رسمي للملك) ملك
الحبشة [أبرم بن داود (ت بعد 832هـ/1429م)] بالتُّحَف..، [ثم] صار يصنع له
الصُّلْبان من الذهب المرصَّع بالفصوص الثمينة"
“Khawajah al-Tabrizi ini, Ia adalah seorang pedagang yang
tinggal di Mesir dan mengembangkan hubungan perdagangannya dengan membentuk
hubungan yang erat dengan Kerajaan Habasyah yang beragama Kristen.
Awalnya, ia mendekati "al-Hithi" ( الحطي = gelar resmi untuk raja Habasyah) dari Habasyah, Abrahah ibnu Dawud (wafat setelah 832 H/1429 M), dengan
"hadiah-hadiah... [kemudian] mulai membuat salib emas yang dihiasi dengan
permata berharga."
Hubungan si Pedagang Khawajah Tabrizi ini
dengan raja Habasyah "menghasilkan keuntungan besar yang berlipat ganda
baginya." Kemudian, ia terlibat dalam perdagangan senjata dan mulai
membeli senjata mahal seperti helm prajurit, pedang
besar, dan perisai besar... dengan harga tertinggi dan membawanya ke
Habasyah."
Ini memungkinkannya untuk meyakinkan raja Habasyah bahwa dia mampu menaklukkan Mesir dan
menggabungkannya ke dalam kerajaannya, dengan janji membawa dukungan militer
dari kerajaan Eropa di Laut Tengah untuk proyek berbahaya ini.
Rencana invasi ini adalah sebagai berikut : Raja Habasyah [bergerak]
dari Habasyah melalui darat dengan pasukannya [menuju Mesir]. Sementara raja-raja Frank / Eropa [bergerak]
di laut dengan pasukannya pada waktu tertentu menuju pantai Islam."
Visi al-Hithi (Raja
Habasyah) dan Si Pedagang at-Tabrizi ini dituangkan dalam
sebuah surat resmi , lalu diantarkan oleh at-Tabrizi ini kepada
raja-raja Eropa, dengan melintasi negeri Mesir , lalu melewati Maroko, kemudian dia menyampaikan surat al-Hithi ini
kepada mereka disertai dengan
dialog-dialog secara lisan. Dia mengajak
mereka untuk bersekutu dengan al-Hithi dalam melenyapkan negeri Islam dan para penduduknya, dan memotivasi mereka untuk itu, yang kemudian disambut oleh
sebagian besar dari mereka."
"Si Pedagang Khawajah
at-Tabriizi ini kembali dari misinya yang penuh intrik tipu daya dengan keberhasilan yang gemilang. Di
perjalanan menuju Habasyah, ia melewati Aleksandria , di mana rencana
persekongkolannya terungkap ketika salah satu pembantunya dari kalangan umat Islam yang ikut serta dengannya dalam perjalanannya, mengungkapkan rincian rencana jahatnya kepada otoritas Mamluk. Maka kapalnya dikepung dan semua yang ada di dalamnya... dirampas... menuju
Kairo," di mana dia diadili dan dihukum mati dengan cara "lehernya dipenggal di depan publik"!
Kisah Si Pedagang dari Tabriz ini hanyalah satu contoh lagi dari
infiltrasi keamanan yang dilakukan oleh mata-mata negara melalui
pedagang-pedagangnya.
Pada masa lalu, Khalifah Abbasiyah
al-Mansur (wafat tahun 158 H/776 M) memerintahkan ketika membangun Baghdad
untuk mengusir para pedagang
dari tembok-tembok perbatasannya. Ini
diketahui oleh para ahli bahwa para pedagang
adalah utusan lintas batas, mereka memata-matai [salah satu di antara mereka]
untuk mengetahui berita dan mengetahui apa yang diinginkannya serta menghindar
tanpa diketahui orang lain", sesuai
dengan informasi Yaqut al-Hamawi (wafat tahun 626
H/1229 M) dalam 'Mu'jam al-Buldan'.
Berikut ini penulis
kutip pula dari kitab an-Nujum az-Zaahirah 14/324 Nash Tentang proses hukuman
mati bagi Si Pedagang tersebut :
"ذكر قتلة الخواجا نور الدين على
التبريزى العجمى المتوجه برسالة الحطى ملك الحبشة إلى ملوك الفرنج و لمّا كان يوم
الثلاثاء رابع عشرين جمادى الأولى من سنة اثنتين و ثلاثين و ثمانمائة استدعى
السلطان قضاة الشرع الشريف إلى بين يديه فاجتمعوا، و ندب السلطان قاضى القضاة شمس
الدين محمدا البساطىّ المالكى للكشف عن أمره و إمضاء حكم اللّه فيه، و كان
التّبريزى مسجونا فى سجن السلطان، فنقله القاضى من سجن السلطان إلى سجنه، و ادّعى
عليه بالكفر و بأمور شنيعة، و قامت عليه بينة معتبرة بذلك، فحكم بإراقة دمه، فشهّر
فى يوم الأربعاء خامس عشرين جمادى الأولى المذكورة على جمل بالقاهرة و مصر و بولاق،
و نودى عليه: هذا جزاء من يجلب السلاح إلى بلاد العدوّ، و يلعب بالدّينين، و صار و
هو راكب الجمل يتشاهد و يقرأ القرآن و يشهد الناس أنه باق على دين الإسلام، و
الخلق صحبته أفواجا، و من الناس من يبكى لبكائه، و هم العامة الجهلة، و الذي أقوله
فى حقه: إنه كان زنديقا ضالاّ مستخفّا بدين الإسلام، و لا زالوا به إلى أن وصلوا
إلى بين القصرين فأنزل عن الجمل و أقعد تحت شبّاك المدرسة الصالحية و ضربت عنقه فى
الملإ من الخلائق التى لا يعلم عددها إلا اللّه تعالى - فنسأل اللّه السلامة فى
الدين، و الموت على الإسلام".
Teks tersebut
merinci suatu peristiwa atau pengadilan terkait seorang individu bernama
Khawaja Nur al-Din al-Tabrizi al-Ajami. Berikut terjemahannya ke dalam bahasa
Indonesia:
Mengingat rencana
pembantaian Khawaja Nurud-Din al-Tabrizi al-Ajami, yang mengantarkan surat al-Hithi
Raja Habasyah kepada raja-raja Frank [Eropa]. Pada hari Selasa, 14 - Jumada
al-Awwal - tahun 832 H, Sultan memanggil para hakim Syariah yang mulia ke
hadapannya, dan mereka berkumpul. Sultan menunjuk hakim agung Shamsud-Din
Muhammad al-Basaathi al-Maliki untuk menyelidiki kasusnya dan menerapkan hukum
Allah di dalamnya.
Si Pedagang Al-Tabrizi
ini dipenjarakan di penjara Sultan, lalu hakim memindahkannya dari penjara
Sultan ke penjaranya sendiri. Dia menuduhnya telah murtad dan melakukan perbuatan-perbuatan
keji, dan bukti yang signifikan diperlihatkan terhadapnya. Putusan hukumnya adalah
hukum mati .
Maka Pada hari
Rabu, 15 Jumada al-Awwal, sebagaimana yang telah disebutkan, dia diarak di atas
unta di Kairo, Mesir, dan Bulak.
Dinyatakan
tentangnya:
'Ini adalah
ganjaran bagi mereka yang membawa senjata ke negeri musuh, mempermainkan dua agama”.
Dia [at-Tabrizi]
terus berpura-pura bersyahadat , sambil naik unta, membaca Al-Quran, dan
bersaksi kepada orang-orang bahwa dirinya masih tetap teguh dalam agama Islam.
Dan para pengikutnya
pun datang bergerombol.' Beberapa orang dari pengikutnya menangis mendengar
tangisannya, dan mereka adalah orang-orang awam yang bodoh.
Apa yang saya
katakan tentangnya adalah: dia adalah seorang sesat murtad, mengolok-olok agama
Islam.
Mereka para
pengikutnya terus dengannya sampai mereka mencapai antara dua istana.
Dia turun dari
unta dan duduk di bawah jendela Sekolah Salhiya. Lehernya dipenggal di depan
kerumunan manusia yang jumlahnya sangat banyak dan hanya Allah yang tahu berapa
jumlahnya .
Kami memohon
kepada Allah untuk keselamatan dalam agama dan mati dalam keadaan beragama Islam."**
******
"PERAN-PERAN SENSITIF DALAM PERDAGANGAN”.
Oleh karena itu, para pedagang adalah
salah satu opsi diplomatik yang sering digunakan oleh para sultan sebagai
"channel jalur belakang" untuk memperoleh informasi tentang
negara-negara lain atau untuk menugaskan mereka pada tugas-tugas diplomatik
yang sensitif di pemerintahan-pemerintahan tersebut.
Sejarawan sistem pemerintahan, Abu
al-Abbas al-Qalqasyandi, memberitahu kita -dalam bukunya 'Al-A’syaa [الأعشى]-
:
"أنه
جرت عوائد السلاطين على أن "التجار يؤتمنون.. على أخبار الممالك وأحوالها،
فلا يخبرون عن مملكة بمملكة أخرى إلا بما فيه السداد"
Bahwa sultan-sultan menggantungkan
harapan mereka pada fakta bahwa "para pedagang harus diamanahkan... dengan berita tentang kerajaan-kerajaan dan keadaannya, dan mereka tidak boleh memberitahukan satu kerajaan kepada kerajaan
lain kecuali yang mereka yakini aman dan baik ."
Mungkin ketakutan akan adanya penyusupan mata-mata dalam pakaian para
pedagang -sebuah tema yang sering diulang dalam catatan sejarah dan lainnya-
menyebabkan beberapa negara menerapkan tindakan keamanan untuk mengatasi hal
tersebut. Ibnu Battutah menyatakan :
"
إن معبر قطيا بين مصر والشام لم يمكن يسمح للتجار بالعبور منه لمصر أو للشام إلا
"ببراءة" (= تأشيرة/جواز) من بلد المغادرة، وذلك حفظا للأموال وخوفا
"من جواسيس العراقيين"، والمقصود بذلك جواسيس أعداء المماليك من ملوك
المغول ".
“Bahwa di lintasan Qattaya antara
Mesir dan Syam, para pedagang tidak diizinkan untuk melewati perbatasan ke
Mesir atau Syam kecuali dengan "ijazah" (= visa/paspor) dari negara
keberangkatan mereka, sebagai langkah untuk melindungi kekayaan dan ketakutan
"dari mata-mata Irak," yang merujuk kepada mata-mata musuh Mamluk
dari kerajaan Mongol”.
Diketahui bahwa Perang Mongol yang
brutal -yang mengakibatkan kehancuran Khilafah Abbasiyah di Baghdad- salah satu
penyebabnya adalah insiden pembunuhan pedagang Mongol di kota Atarar [أترار],
yang kini terletak di Kazakhstan. Hal ini terjadi setelah raja Kesultanan
Khwarazm mencurigai bahwa mereka adalah mata-mata bukan pedagang biasa.
Imam Tajud-Din al-Subki (wafat 771
H/1369 M) mengomentari dampak tragisnya dalam kitabnya 'Tabaqat asy-Syafi'iyyah
':
"فيا
لها فعلة ما كان أقبحها! أجرت بكل قطرة من دمائهم سيلا من دماء المسلمين"!!.
"Aksi ini, betapa buruknya!
Setiap tetes darah mereka mengalirkan sungai darah umat Islam yang tak
terhitung jumlahnya!"
"Jika
hubungan kerjasama saling memberikan pelayanan, baik secara positif maupun negatif,
antara pedagang dan penguasa itu adalah
salah satu aspek mencolok dari sejarah perdagangan kita, maka terkadang
kita menyaksikan episode konfrontasi antara keduanya yang berujung pada bencana
bagi para pedagang, dengan aset mereka yang padat dan cair disita, seperti yang
kita lihat dalam kisah pedagang Baghdad, yang bernama Ibnu al-Jashshaash.
Salah satu contoh perampasan harta dan pengambil
alihan yang paling aneh adalah terhadap
harta pedagang yang terjadi di
Yaman pada masa pemerintahan al-Mas'ud ibnu al-Kamil al-Ayyubi (wafat 626
H/1229 M). Raja ini menyita barang-barang para pedagang dengan tipu daya yang
disusunnya untuk menjebak mereka, dengan berpura-pura bahwa ia akan mendampingi
mereka pergi ke Mesir untuk melindungi mereka dari pajak para Sultan Mesir,
para sepupunya. Dengan cara ini, ia memanggil para
pedagang dari Aden dari berbagai wilayah, sesuai dengan kisah yang diceritakan
oleh Sibth ibnu al-Jawzi (wafat 654 H/1256 M) dalam 'Mir’aat al-Zaman [مرآة الزمان]' , yaitu sbb :
"من
أراد صحبة السلطان إلى الديار المصرية فليتجهز، فجاء التجار [القادمين] من الهند
بأموال الدنيا والأقمشة والجواهر..، فلما تكاملت المراكب بزبيد جمع التجار"
وصادرها منهم، فبلغ مجموع ما أخذه حمولة "خمسمئة مركب..، [فيها] مئة قنطار (=
15 طنا) عنبر وعود ومسك، ومئة ألف ثوب، ومئة ألف صندوق أموال وجواهر"!!
"Barang siapa yang ingin
menemani Sultan ke tanah Mesir, hendaklah bersiap-siap!."
Maka para
pedagang [yang datang] dari India membawa harta dunia, kain, dan permata...
Setelah kapal-kapal berkumpul di Zabiid, lalu Sultan
menyita barang-barang mereka. Jumlah total barang yang dirampasnya adalah termasuk
muatan dari "lima ratus kapal... di dalamnya seratus qinthar (emas15
ton) minyak wangi ambar, kayu gaharu, dan minyak wangi misik, seratus ribu
kain, dan seratus ribu kotak berisi uang dan permata!!”.
*****
PAJAK DAN BEA CUKAI
Adapun Pajak dan
bea cukai, yang merupakan senjata kuat kekuasaan dalam hubungannya dengan para
pedagang, maka selalu dianggap baik untuk dihapuskan
ketika disertai dengan keadilan dalam pemerintahan. Karena, seperti yang
dikatakan oleh Ibnu Khaldun :
"تعود
إلى البياعات (= البضائع) بالغلاء، لأن السوقة والتجار كلهم يحتسبون على سلعهم
وبضائعهم جميع ما ينفقونه حتى في مؤنة أنفسهم، فيكون المكس (= الضريبة) لذلك داخلا
في قيم المبيعات وأثمانها".
"Karena peningkatan pajak itu
akan berdampak pada mahalnya barang dagangan. Karena itu, pedagang dan penjual
secara umum menghitung semua pengeluaran, bahkan termasuk kebutuhan pribadi
mereka, sehingga pajak menjadi bagian dari nilai penjualan dan harga
barang."
Oleh karena itu, pelancong Yahudi
Benjamin dari Tuthela dari Al-Andalus, dalam perjalanannya, memuji kondisi
pedagang di Irak pada masa Khalifah Abbasi al-Mustanjid Billaah (wafat 566
H/1170 M) :
"
الذي "كان عهده كله خيرا وبركة، واستعادت الخلافة العباسية رونقها ومجدها
نوعا، فازدادت ثروة البلاد وامتلأت خزائنها بالأموال وازدهرت تجارة بغداد وعاد
إليها عمرانها، وشمل عدل الخليفة وحلمه جميع رعاياه" من كل الأديان".
Pada masa tersebut, "seluruh
pemerintahan penuh dengan kebaikan dan berkah, dan kekhalifahan Abbasiyah
mengembalikan pesonanya dan kegemilangannya dalam berbagai aspek. Kekayaan
negeri meningkat, dan khazanahnya penuh dengan kekayaan. Perdagangan di Baghdad
berkembang, kota pulih, dan keadilan khalifah dan visinya melibatkan semua
rakyatnya, tanpa memandang perbedaan agama-agama."
*****
"PAJAK DAN BEA CUKAI YANG TIDAK ADIL “.
Selama periode yang sama, penjelajah
Ibnu Jubair memuji Salahuddin al-Ayyubi (589 H/1193 M) karena dia menghapus
pajak yang sarat kedzaliman, di mana "di negeri-negeri seperti Mesir dan
lainnya, ada pajak atas setiap jual beli.., maka Sultan ini menghapuskan semua
praktik terkutuk ini dan membentangkan keadilan serta menebarkan
keamanan."
Meskipun Salahuddin menghapuskan
pajak, akan tetapi cara pemungutan zakat dari para pedagang yang melintas tetap
masih buruk karena tanpa memperhatikan HAUL [tepung tahun] dalam kekayaan
mereka. Ibnu Jubair menyatakan bahwa Salahuddin benar-benar tidak tahu tentang
pelanggaran ini. Ibnu Jubair menganggapnya bahwa ini sebagai "hasil dari
tindakan" pejabat, karena jika Salahuddin mengetahui, maka ia pasti akan
menghapusnya karena "itu akan merugikan keadilan dan kebaikan".
Sebagai mana halnya dia juga menghapuskan al-Maks [upeti] dan menegakkan
keadilan."
Ibnu Taghri Bardi, dalam 'Al-Nujum
al-Zahira', mencatat :
أنه في سنة
710هـ/1310م أصدر السلطان الناصر قلاوون مرسوما "بإبطال ما أبطل من جهات
المكس وغيره..، فسُرَّ الناسُ بذلك قاطبة سرورا عظيما، وضج العالم بالدعاء للسلطان
بسائر الأقطار، حتى شكر ذلك ملوك الفرنج"!!
“Bahwa pada tahun 710 H/1310 M,
Sultan al-Nasir mengeluarkan dekrit untuk "membatalkan apa ia batalkan
terhadap jalur al-Maks [upeti] dan lainnya.., membuat orang-orang merasa sangat
senang, dan doa bagi Sultan bergema di seluruh dunia, sehingga raja-raja
Frankish [Eropa] pun bersyukur atas itu!"
Adapun hambatan-hambatan bea cukai
memiliki fungsi inspeksi keamanan dan keuangan sekaligus. Ibnu Battuta
menggambarkan penyeberangan Qathya antara Mesir dan Syam, menyatakan bahwa ada
struktur administratif dengan kantor, ada saksi-saksi dan para jurutulis. Dan
bahwa "zakat diambil dari para pedagang, barang dagangan mereka diperiksa,
dan penyelidikan terhadap mereka sangat mendalam [teliti]."
Salah satu metode pemeriksaan yang
keras terhadap para pedagang di pusat-pusat bea cukai di Mesir adalah dengan
memasukkan tongkat-tongkat tajam ke dalam wadah barang dagangan untuk
mengungkapkan barang tersembunyi dan menerapkan tarif pajak. Ibnu Jubair
menyebut tongkat-tongkat ini sebagai "al-Masall ["المَسالّ]"
(jamak: al-Misallah [مِسَلّة]: jarum besar) yang terkutuk."
Beberapa titik lintas perdagangan
memastikan adanya prosedur pemeriksaan bea cukai yang sangat akurat dan
teratur. Beberapa di antaranya memiliki gudang penyimpanan untuk menyimpan
barang hilang para pedagang hingga mereka mengambilnya kembali. Misalnya,
penjelajah Benjamin dari Tuthela mencatat :
أنه في ميناء
خولان/كولام (Kollam) جنوب غربي الهند كان من المألوف أن "يصدر أمان السلطان
للتجار، فيتركون بضاعتهم في العراء لا خوف عليها ولا حاجة بهم إلى من يحرسها. وفي
سوق البلد حانوت كبير فيه مأمور (= موظَّف) موكَّل بجمع المفقودات".
bahwa di pelabuhan Khowlaam [Kollam]
di barat daya India, "Sultan menyediakan perlindungan bagi para pedagang,
sehingga mereka dapat meninggalkan barang dagangan mereka di tempat terbuka
tanpa takut atau tanpa membutuhkan penjagaan. Di pasar kota terdapat toko besar
yang di dalamnya ada seorang pegawai yang bertugas mengumpulkan barang-barang
yang hilang."
Ibnu Battutah menceritakan tentang
hambatan-hambatan bea cukai di India dan pajak yang diambil dari barang-barang
di sana. Dia mencatat :
"أن
جبايتها من التجارة بميناء بلهرا الهندي "ستون لكا" أي ستة ملايين دينار
ذهبي".
“Bahwa
pungutan dari perdagangan di pelabuhan Balhara [بلهرا]
India adalah "sebanyak enam lakaa," yakni 6 juta Dinar emas”. Yang setara
dengan lebih dari 1,2 miliar dolar Amerika saat ini.
******
“KEADILAN DALAM PERADILAN PAJAK BARANG DAGANGAN”.
Kadang-kadang negara mengambil
keputusan pajak yang tidak adil terhadap para pedagang, dan kemudian keputusan
tersebut dibawa ke ranah hukum pengadilan
untuk dibatalkan. Imam Syamsuddin al-Sakhawi (wafat 902 H/1496 M) mencatat
dalam 'Al-Jawahir wal-Durar':
أن الإمام ابن حجر
العسقلاني أصر على رفع الظلم عن التجار، فعقد مجلسا لإعفائهم من جباية الزكاة وذلك
لأنهم يؤدون للسلطنة ضرائب أضعاف الزكاة "وهم مأمونون على ما تحت أيديهم من
الزكاة".
“Bahwa Imam Ibnu Hajar al-Asqalani
bersikeras untuk menghapuskan ketidakadilan terhadap para pedagang. Beliau
mengadakan pertemuan untuk membebaskan mereka dari kewajiban zakat karena
mereka sudah membayar kepada pemerintah pajak yang jauh lebih tinggi daripada
zakat, dan mereka harus diamankan dari bayar zakat yang ada ditangan
mereka."
"Imam dan qodhi Syafi'i juga
menekan penguasa agar melepaskan pembayaran zakat dari para petani, karena
sebagian besar dari mereka adalah para petani keluarga penguasa dan para
pangeran. Posisi ini didukung oleh para qodhi Maliki dan Hanbali. Krisis
terhadap para pedagang dan yang lainnya ini akhirnya mereda karena penguasa
mundur dari keputusan mereka di bawah tekanan ulama-ulama ini. Keberadaan
sultan atau amir dalam rombongan pedagang juga dapat melindungi mereka dari
pungutan dan pajak, seperti yang terlihat dalam kisah Raja al-Mas'ud al-Ayyubi
dengan para pedagang di Aden, meskipun akhirnya dia mengkhianati mereka."
"Salah satu bentuk dukungan
pemerintah terhadap pedagang dikenal dengan ' التواقيع السلطانية [Tanda
tangan kesultanan]' yang menunjukkan pengaruh penguasa politik. Sultan Mamluk
al-Zahir Baybars al-Bunduqdari (wafat 676 H/1277 M) berhasil mendukung para
pedagang melalui tanda tangan ini. Tanda tangan ini mencakup pembebasan pajak
dan bea cukai yang diberikan kepada para pedagang dan berlaku di seluruh
negara, bahkan mungkin di negara-negara tetangga berdasarkan perjanjian antara
pemerintah untuk pembebasan bea cukai yang saling menguntungkan."
Qutbud-Din al-Yunini (wafat 726
H/1326 M), dalam kitab 'Dzeil Mir’aat az-Zaman', menceritakan :
أن بيبرس عُرف بـتواقيعه
التي في أيدي التجار المترددين إلى بلاد القَفْجاق (= اليوم بروسيا) بإعفائهم من
[رسوم] الصادر والوارد، ويعمل بها حيث حلوا من مملكة بيت بَركَة (= عائلة مغولية)
ومَنْكُوتَمُر وبلاد فارس وكرمان".
Bahwa Baybars dikenal dengan tanda
tangannya yang di tangan para pedagang yang datang ke wilayah Qafjaaq (= Rusia
sekarang) dengan memberikan mereka pembebasan dari bea cukai ekspor dan impor.
Aturan ini berlaku ketika mereka datang dari Kerajaan Bait Barkah (= keluarga
Mongol) serta Mankutamur, dan wilayah Persia dan Karman."
Dalam penerapan pembebasan tersebut
yang menjamin kebebasan pergerakan perdagangan, Baybars menyelamatkan
sekelompok pedagang asing dari wilayah Timur Islam yang sedang menuju ke Mesir.
Mereka ditahan oleh salah satu penguasa di selatan Anatolia yang mendekati
salah satu sultan Mongol yang menjadi musuh Mamluk. Baybars menulis kepadanya:
"إن..
تعرضــت لهم في شيء يساوي درهماً واحداً أخذتك عوضه..، فأطلَقَهم" مع ما معهم
من البضاعة!
"Jika mereka diganggu dalam hal
apa pun yang setara dengan satu dirham, aku akan mengambil gantinya darimu...
Maka lepaskan mereka" bersama dengan barang dagangan mereka!”.
Praktik penggunaan tekanan politik
melalui kepentingan perdagangan merupakan senjata ekonomi yang efektif dalam
permainan keseimbangan kekuatan internasional. Ketika Muslim di Shaqlia [صقلية]
mengalami pembantaian yang mengerikan, Baybars mengirim pesan kepada Raja
Shaqlia memberinya pilihan untuk menghentikan penindasan, mengusir Muslim ke
wilayah Islam, memberi mereka kebebasan tinggal, atau menghadapi ancaman.
Baybars mengancam :
"إن
جرى على أحد منهم (= المسلمين) أذى قَتلتُ.. كل من تحت يدي من أسرى الفرنج، ومن في
بلادي من تجارهم"، فتراجع الصقليون عما عزموا عليه".
"Jika salah satu dari mereka
(Muslim) dianiaya, aku akan membunuh setiap tawanan Frank yang ada di bawah
kekuasaanku, dan para pedagang mereka di negeriku." Akibatnya, orang-orang
Sisilia mengubah rencana mereka.
Seperti halnya adanya hukuman
terhadap para pedagang saat melalui pelabuhan tertentu; salah satu contohnya
adalah apa yang diceritakan oleh al-Maqrizi dalam bukunya 'Al-Suluk'. Yaitu :
Karena pelabuhan Jeddah menjadi lebih ramai perdagangannya daripada pelabuhan
Aden, maka terjadi penyalahgunaan wewenang oleh pejabat negara Mamluk di
Jeddah. Sebagai respons terhadap ini, para pedagang mulai menghindari pelabuhan
Jeddah dan kembali ke Aden. Pada tahun 838 H/1434 M, Sultan Barsbay
mengeluarkan dekrit yang menyatakan :
"أن
من اشترى بضاعة من عدن وجاء بها إلى جدة -إن كان من الشاميين أو المصريين-.. يضاعف
عليه العُشُر (= الضريبة) بعُشريْن، وإن كان من أهل اليمن أن تؤخذ بضاعته بأسرها"!!
“Bahwa "barang yang dibeli dari
Aden dan diimpor ke Jeddah - jika pembeli berasal dari wilayah Syam atau Mesir
- pajaknya akan dilipatgandakan dua puluh kali lipat, dan jika pembeli berasal
dari wilayah Yaman, semua barang dagangannya akan disita!!"
*****
GLOBALISASI YANG MAJU & PEMBEBASAN PAJAK DAGANG
Selain dari sistem peradilan yang
umumnya dapat mengurangi ketidakadilan pajak dan bea cukai, maka peradaban Islam mengenal sistem zona bebas
di mana kegiatan perdagangan terbebas dari pajak, memperkuat pergerakan
perdagangan baik secara internal maupun global.
Kota al-Hajj Tarkhan, misalnya,
dibebaskan dari pajak oleh penguasa Asia Tengah pada abad ke-8 H/14 M. Bahkan,
nama kota tersebut mengindikasikan pembebasan ini, karena menurut Ibnu Battutah
, dia mengatakan :
"معنى
ترخان..: الموضع المحرّر من المغارم"
"Arti Tarkhan adalah tempat yang
dibebaskan dari utang."
Kaisar Mongol Genghis Khan (wafat 624
H/1227 M) merangkum pandangan penguasa negara terhadap perdagangan
internasional dan dampaknya pada hubungan politik dan pembangunan ekonomi. Dia
berkata kepada sultan Khwarizmi yang membatasi perdagangan negaranya dengan
Mongol:
"إن
التجار هم عمارة البلاد، وهم الذين يحملون التحف والنفائس للملوك، وما ينبغي أن
تمنعهم ولا أنا أيضا أمنع تجارنا عنك، بل ينبغي لنا أن تكون كلمتنا واحدة لتعمر
الأقاليم".
"Pedagang adalah pembangun
negara, mereka yang membawa barang-barang mewah dan harta karun untuk raja, dan
seharusnya tidak ada yang melarang mereka. Saya juga tidak akan melarang
pedagang kami untuk berhubungan denganmu, tetapi seharusnya kata-kata kita
bersatu untuk membangun wilayah-wilayah."
Selama sejarah Islam, hubungan
internasional telah diwarnai oleh hubungan perdagangan. Meskipun terjadi perang
salib yang sengit, perdagangan antara Umat Islam dan para Tentara Salib tidak
pernah terputus bahkan selama perang berlangsung.
Dalam konteks tersebut, Seorang
Pengembara, Ibnu Jubayr, yang mengunjungi wilayah tersebut pada waktu itu, dia
berkata :
"ومن
أعجب ما يُحَدَّث به أن نيران الفتنة تشتعل بين الفئتين مسلمين ونصارى، وربما
يلتقي الجمعان ويقع المصافُّ (= المواجهة) ورفاق (= القوافل) المسلمين والنصارى
تختلف (= تتبادل) بينهم"، ورغم ذلك "لا تُعترض الرعايا ولا التجار
فالأمن لا يفارقهم في جميع الأحوال سلما أو حربا"!!
"Salah satu hal yang menarik
perhatian adalah terjadinya gejolak api perselisihan antara dua kelompok, yaitu
Umat Islam dan Umat Nasrani. Terkadang, kedua kelompok tersebut bertemu dan
terjadi konfrontasi, namun warga sipil dan para pedagang tidak terganggu,
karena keamanan selalu menyertai mereka dalam segala keadaan, baik dalam
kondisi damai maupun perang."
Bahkan, sejarawan Barat mengaitkan
kebangkitan perdagangan Eropa itu berawal dengan kelompok pedagang Kristen yang
menetap di Emirat Salib yang terbentuk -melalui Perang Salib- di pantai
Syam selama dua abad penuh (690-491 H/1291-1098 M).
Orientalis Bernard Lewis (wafat
1439 H/2018 M) dalam penelitian berjudul "Politik dan Perang," yang
diterbitkan dalam buku kolektif 'Warisan Islam [تراث الإسلام],'
mengkonfirmasi:
أنه "أثناء
الحروب الصليبية استقر التجار الأوروبيون -وخصوصا الإيطاليين منهـم- فـي مـرافـئ
الـشـام تحت الحكم اللاتيني، وهناك شكلوا جماعات منظمة تخضع لـرؤسـائـهم وتحكمها
قوانينهم. ولم يترتب على استعادة المسلمين لهذه المرافئ إنهاء نشاطات التجار
الأوروبيين، بل على العكس كان الحكام المسلمون حريصين على تشجيع هذه التجارة لأنها
كانت مصدر فائدة لهم ولمن يعمل بها"؛ وفقا للمستشرقين المحررين لكتاب ‘تراث
الإسلام‘.
“Bahwa "selama Perang Salib,
pedagang Eropa, terutama yang berasal dari Italia, menetap di pelabuhan-pelabuhan
Syam di bawah pemerintahan Latin. Di sana, mereka membentuk kelompok
terorganisir yang tunduk pada pemimpin mereka dan diatur oleh hukum mereka
sendiri. Setelah Umat Islam merebut kembali pelabuhan-pelabuhan ini, maka itu
tidak berarti berakhirnya aktivitas pedagang Eropa. Sebaliknya, penguasa Muslim
berkeinginan untuk mendorong perdagangan ini ; karena merupakan sumber keuntungan bagi mereka dan juga
bagi mereka yang terlibat di dalamnya," seperti yang diungkapkan oleh
orientalis yang menyusun buku 'Warisan Islam [تراث الإسلام].'
Dengan demikian, setelah pembersihan
keberadaan Salibis di Syam, kepemimpinan Islam melanjutkan tradisi perdagangan
internasional -seperti yang terjadi sebelum dan sesudah keberadaan Salibis- di
bawah kebebasan perdagangan yang sepenuhnya menjamin kepentingan semua pihak
yang mendapat manfaat darinya. Tidak lama setelah itu, muncul penjajahan [
kolonial / pendudukan ] para pedagang perdagangan Eropa bahkan di Mesir dan di
tempat lain yang sebelumnya tidak pernah tunduk pada kekuasaan Salibis.
Persiapan yang dilakukan dengan kolonial-kolonial perdagangan Eropa dilihat
oleh para ulama Muslim sebagai salah satu bentuk dari "akad aman"
tradisional, dan pedagang yang tinggal di sana dianggap sebagai
"mushtamin" (orang yang diberi perlindungan), menurut Lewis.
Penerapan perjanjian aman perdagangan
meningkat selama masa Kesultanan Mamluk, sesuai dengan "sistem
konsul" yang, menurut al-Muqraizi, diterapkan setidaknya sejak akhir abad
kedelapan H/ke-14 M. Dia menyatakan dalam bukunya 'Al-Suluk' :
إنه في أحد
النزاعات مع الفرنجة سنة 783هـ/1381م أمر السلطان صلاح الدين حاجي بن الأشرف شعبان
(ت بعد 792هـ/1390م) بإخراج تجارهم "وقناصلهم وكانوا نحو خمسين بالإسكندرية
مقيمين".
“Bahwa selama salah satu konflik
dengan orang Eropa pada tahun 783 H/1381 M, Sultan Salahuddin Haji ibn
al-Asyraf Sya'ban (wafat setelah 792 H/1390 M) memerintahkan pengusiran
pedagang mereka "dan konsul mereka, yang berjumlah sekitar lima puluh,
yang tinggal di Alexandria."
Dengan berlakunya perjanjian aman
perdagangan ini -yang diberikan oleh Sultan Muslim- maka pedagang Eropa
memiliki hak "untuk berdagang dan tinggal di kerajaannya tanpa mengalami
hambatan.., dan negara-negara Eropa mendapatkan banyak perjanjian semacam ini
dari penguasa Turki, Mesir, dan negara-negara Islam lainnya di Laut Tengah.
Pada era Utsmaniyah, hak istimewa ini dikenal sebagai "Keistimewaan Asing
(الامـتـيـازات الأجنبيـة)" atau "Capitulation,"
seperti yang dijelaskan oleh Lewis.
*****
ARABISASI & ISLAMISASI ISTILAH-ISTILAH PERDAGANGAN.
Bahkan, pergerakan perdagangan yang
luas telah menyebarkan bahasa Arab bahkan di masyarakat non-Arab, bahkan
non-Muslim, di Eropa, Asia, dan Afrika, karena bahasa Arab adalah bahasa
perdagangan internasional. Sejumlah besar kata-kata Arab meresap ke dalam bahasa-bahasa
dunia, dan pertukaran perdagangan berkontribusi pada peng-arab-an secara
sukarela bagi berbagai bangsa dan wilayah.
Seorang pedagang bernama Ibnu Hawqal
mengatakan:
"فأما
لسان أهل أذربيجان وأكثر أهل أرمينية فالفارسية تجمعهم، والعربية بينهم مستعملة،
وقلّ من بها ممن يتكلم بالفارسية لا يفهم بالعربية ويُفصح بها من التجار"!
وينص على أن "لسان أهل المنصورة والملتان (كلتاهما بباكستان اليوم) ونواحيها
العربية والسندية"!!
"Adapun bahasa penduduk
Azerbaijan dan sebagian besar penduduk Armenia, maka bahasa Persia menyatukan
mereka, namun bahasa Arab banyak digunakan di antara mereka, sedangkan sedikit
orang berbicara dalam bahasa Persia yang tidak memahami bahasa Arab dan
menggunakan bahasa Arab untuk berkomunikasi dalam urusan perdagangan!"
Dia juga menyatakan :
“أن "لسان أهل المنصورة والملتان (كلتاهما بباكستان اليوم) ونواحيها
العربية والسندية"!!
bahwa "bahasa penduduk Mansura
dan Multan (keduanya di Pakistan saat ini) dan sekitarnya adalah bahasa Arab
dan bahasa Sindhi"!
Selain penyebaran bahasa Arab di
lingkungan tersebut, agama Islam juga menyebar ke pelosok dunia dan wilayah
terpencil melalui tangan-tangan pedagang yang jujur, yang menarik banyak bangsa
ke agama Islam , agama para pedagang muslim . Selain itu, kafilah perdagangan,
sepanjang berbagai abad, membawa banyak da'i Muslim dan sufi yang menetap di
daerah-daerah tersebut, menyebarkan Islam di antara penduduknya dan menetap di
sana untuk mengajarkan hukum-hukum agama mereka."
"Oleh karena itu, seorang
sejarawan antropologis asal Inggris, Iwan Mirdin Leuwis (wafat 1435 H/2014 M), dalam penelitiannya yang
berjudul : "الحدود القصوى للإسلام في أفريقيا وآسيا"[Batas-Batas
Islam di Afrika dan Asia], yang diterbitkan dalam buku kolektif 'Warisan
Islam', menyatakan :
"إن
ارتباط الإسلام بالتجارة كان هو السبب الرئيسي لدخول هذا العدد الكبير من شعوب..
القارة [الأفريقية] في الإسلام".
bahwa "hubungan Islam dengan
perdagangan adalah alasan utama bagi banyak suku di benua [Afrika] ini untuk
memeluk Islam".
Mirdin Lewis menambahkan bahwa
"pada awal masuknya Islam ke Sudan Barat (= Afrika Barat), penghargaan
yang lebih besar seharusnya diberikan kepada suku-suku Berber yang membawa unta
mereka dalam karavan perdagangan besar yang melintasi padang pasir, dan di
timur laut, orang Somalia dari suku Badui berperan serupa sebagai pedagang
karavan".
Ia menegaskan bahwa penyebaran Islam
di Asia Tengah dan utara terjadi melalui "sejumlah besar penjelajah dan
utusan Muslim yang menembus Asia dalam, dalam skala yang lebih sempit,
pedagang, dervis (= sufi), dan pengkhotbah (= da'i) Muslim yang melakukan
perjalanan ke padang pasir" di Asia."
Adapun pada wilayah Asia Tenggara,
maka Mirdin Leuwis juga menyebutkan :
أنه "جـاء
الإسـلام.. في أعقاب التجارة وانتشر على جناحـيـهـا"، وهو ما يعني "أن
لانتشار الإسلام في أنحاء إندونيسيا جانبا تجاريا كان سابقا علـى الجانب السياسي
الذي اكتسبه من جراء تفاقم الاستعمار الأوروبي إلى حد بعيد"!!
“ Bahwa "Islam datang.. ikut di
belakang perdagangan dan menyebar pada kedua sayapnya," yang berarti
"penyebaran Islam di berbagai wilayah Indonesia memiliki aspek
perdagangan yang lebih dominan daripada aspek politik yang diperolehnya sebagai
akibat dari memburuknya kolonialisme [penjajahan] oleh negara-negara Eropa
hingga tingkat yang signifikan"!!
Mungkin yang terbaik untuk diakhiri
dalam perjalanan sejarah bisnis perdagangan yang dialkukan umat Islam ini
adalah dengan kata-kata yang diungkapkan oleh sejarawan Will Durant ketika
merangkum pengalaman perdagangan ini. Ia menyatakan :
"إنه
في العالم الإسلامي كانت "الأسواق تغص بالمتاجر والتجار والبائعين والمشترين
والشعراء، والقوافل تربط الصين والهند بفارس والشام ومصر…، وظلت التجارة الإسلامية
هي المسيطرة على بلاد البحر المتوسط إلى أيام الحروب الصليبية.
وانتزعت السيطرة
على البحر الأحمر من بلاد الحبشة، وتجاوزت بحر الخزر إلى منغوليا، وصعدت في نهر
الفلغا.. إلى… فنلندا وإسكندنافيا وألمانيا حيث تركت آلافا من قطع النقود
الإسلامية… ووصل هذا النشاط التجاري -الذي بعث الحياة قوية في جميع أنحاء البلاد-
إلى غايته في القرن العاشر (= الرابع الهجري)، أي في الوقت الذي تدهورت فيه أحوال
أوروبا إلى الدرك الأسفل، ولما أن اضمحلت هذه التجارة [بعد ذلك بقرون] أبقت آثارها
واضحة في كثير من اللغات الأوروبية"!!.
“
Bahwa dalam dunia Islam, "pasar-pasar penuh dengan pedagang, penjual,
pembeli, penyair, dan kafilah-kafilah yang menghubungkan Tiongkok dan India
dengan Persia, Suriah, dan Mesir..., dan perdagangan Islam tetap mendominasi
kawasan Laut Tengah hingga pada zaman Perang Salib...
Perdagangan menguasai Laut Merah dari
wilayah Habasyah, melampaui Laut Kaspia ke Mongolia, dan naik di sungai Volga
hingga... Finlandia dan Skandinavia dan Jerman, di mana ribuan koin Islam
ditinggalkan... dan kegiatan perdagangan ini - yang menghidupkan kembali
kehidupan di seluruh negeri - mencapai puncaknya pada abad kesepuluh (Hijriyah
abad keempat), yaitu pada saat keadaan Eropa sedang merosot, dan meskipun
perdagangan ini [telah berlalu beberapa
abad] namun jejak-jejaknya tetap terlihat jelas
dalam banyak bahasa Eropa!!"
Sumber: Al-Jazeera
0 Komentar