Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

JANGANLAH ANDA KATAKAN : “RASULULLAH ﷺ MISKIN”.

JANGANLAH ANDA KATAKAN : “RASULULLAH MISKIN”.

Di Tulis oleh Abu Haitsam Fakhri

KAJIAN NIDA AL-ISLAM

====


DAFTAR ISI :

  1. RASULULLAH KAYA, MAKA JANGANLAH ANDA KATAKAN : “BELIAU MISKIN”.
  2. SUMBER-SUMBER KEKAYAAN NABI :
  3. SUMBER PERTAMA: PENDAPATAN BELIAU DARI HASIL BISNIS PERNIAGAAN :
  4. SUMBER KEKAYAAN KEDUA : WARISAN RASULULLAH DARI KEDUA ORANGTUANYA DAN DARI ISTRINYA KHADIJAH RADHIYALLAHU 'ANHA.
  5. SUMBER KEKAYAAN NABI KETIGA : DARI HARTA RAMPASAN PERANG, GHAINMAH DAN HARTA FEI’.
  6. HARTA FAI' MERUPAKAN SUMBER TERBESAR KEKAYAAN NABI .
  7. SEJARAH HARTA FAI’ HAK MILIK NABI   DARI KABILAH YAHUDI BANI NADHÎR
  8. SEJARAH HARTA NABI DARI GHANIMAH PERANG KHAIBAR
  9. SEJARAH HARTA FAI’ HAK MILIK NABI DARI YAHUDI FADAK
  10. MACAM-MACAM NAMA HARTA RAMPASAN PERANG
  11. HARTA RAMPASAN PERTAMA : AL-ANFAAL :
  12. HARTA RAMPASAN KEDUA : GHONIMAH
  13. HARTA RAMPASAN KETIGA : FAI (الفيء )
  14. HARTA RAMPASAN KHUMUS ( ﺍﻟﺨُﻤُﺲُ )
  15. DALIL-DALIL LAIN YANG MENGUATKAN BAHWA RASULULLAH KAYA
  16. PERTAMA : KEMANDIRIAN EKONMI NABI :
  17. KEDUA : NABI ADALAH DERMAWAN YANG TIDAK PERNAH MENOLAK PERMINTAAN
  18. KETIGA : KEDERMAWANAN NABI  TERHADAP PARA MU'ALLAF.
  19. KEEMPAT : HARAM BAGI RASULULLAH DAN KELUARGANYA HARTA SHODAQOH.

====

بسم الله الرحمن الرحيم

------

RASULULLAH KAYA, MAKA JANGANLAH ANDA KATAKAN : “BELIAU MISKIN”.

Dalam “Mashaadiru Amwaali Rasulillah “, Syeikh Idris Ahmad mengutip dari kitab Asy-Syifa fi Huquuq al-Mustafa (2/218) sebuah pernyataan :

" مَنَعَ بَعْضُ فُقَهَاءِ الْأَنْدَلُسِ وَصْفَ رَسُولِ اللَّهِ بِالْفُقْرِ وَاعْتَبَرَهُ إِهَانَةً فِي حَقِّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَحِقُّ عَلَيْهِ الْعُقُوبَةَ وَالتَّعْنِيفَ".

“Sebagian para ulama di Andalusia melarang menggambarkan Rasulullah sebagai orang yang miskin. Dan gambaran tersebut dianggap sebagai bentuk penghinaan terhadap beliau, maka mereka berpendapat bahwa tindakan semacam itu layak atas pelakunya untuk mendapatkan hukuman yang berat serta diperlakukan dengan bengis dan kejam”.

[ Baca : Asy-Syifa fi Huquuq al-Mustafa (2/218)]

Kekayaan dan kecukupan ekonomi Nabi tidak lagi menjadi perbedaan pendapat, meski hanya antara dua orang, karena telah terbukti baik dalam kitab-kitab turots [sejarah peninggalan] khusus tentang sejarah hidup Nabi dan riwayat-riwayat yang dapat dipercaya, juga telah ditegaskan oleh penelitian ilmiah khusus : bahwa Nabi hidup dalam keadaan kaya dan penuh dengan kedermawanan, tidak berlebihan dalam membelanjakan harta dan tidak pula kikir dalam membelanjakannya, melainkan dia hidup sederhana meskipun diberikan kesuksesan dengan dunia.

Rasulullah sendiri bahkan pernah mengatakan tentang dirinya sendiri:

مَا لِي وَمَا لِلدُّنْيَا مَا أَنَا فِي الدُّنْيَا إِلَّا كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا

“Apa urusanku dengan dunia. Aku di dunia ini tidak lain seperti seorang penunggang kendaraan yang berteduh di bawah sebuah pohon, lalu pergi meningalkannya.” 

[HR. Tirmidzi (2377), Ibnu Majah (4109), dan Ahmad (3709). Abu Isa berkata: “Hadits ini hasan shohih”. Di shahihkan al-Albanni dalm Shahih Tirmidzi].

[ Baca : Asy-Syifa fi Huquuq al-Mustafa (2/218) dan juga Mashaadiru Amwaali Rasulillah karya Idris Ahmad].

Salah satu bukti bahwa Rasulullah itu tidak miskin , diantaranya adalah hadits riwayat Muslim dari Anas radhiyallahu ‘anhu , dia bercerita :

مَا سُئِلَ رَسُولُ اللهِ ﷺ عَلَى الإسْلامِ شَيْئًا إلا أعْطَاهُ. قَالَ: فَجَاءَه رَجُلٌ (وفي رواية : أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ النَّبِيَّ -ﷺ- غَنَمًا بَيْنَ جَبَلَيْنِ ) فَأعْطَاهُ غَنمًا بَيْنَ جَبَلَيْنِ، فَرَجَعَ إلَى قَوْمِهِ، فَقَالَ: يَاقَوْمِ، أسْلِمُوا، فَإِنَّ مُحَمَّدًا يُعْطِى عَطَاءً لا يَخْشَى الْفَقر،وإنْ كَانَ الرَّجُلُ لَيُسْلِمُ مَا يُرِيدُ إلا الدُّنْيَا، فَمَا يُسْلِمُ حَتَّى يَكُونَ الإسْلامُ أحبَّ إلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا عَلَيْهَا

Artinya : “Tidaklah Rasulullah diminta sesuatu oleh seseorang –demi agar dia masuk Islam- kecuali Rasulullah memberikannya .

Maka suatu ketika datanglah seseorang meminta kepada Nabi kambing sepenuh lembah diantara dua gunung, maka Nabi pun memberikan kepadanya kambing sepenuh lembah diantara dua gunung tersebut , lalu orang itupun kembali kepada kaumnya dan berkata :

“Wahai kaumku, masuklah kalian ke dalam Islam, sesungguhnya Muhammad telah memberi pemberian tanpa dia takut kemiskinan sama sekali”.

Sungguh jika ada seseorang masuk Islam tujuannya hanyalah untuk mendapat harta duniawi, maka tidaklah ia masuk Islam hingga akhirnya Islam lebih ia cintai daripada dunia dan seisinya” (HR. Muslim no. 4276).

Dan masih banyak dalil yang menunjukkan bahwa Rasulullah kaya dan tidak miskin. Insya Allah akan penulis sebutkan di akhir artikel ini .

*****
SUMBER-SUMBER KEKAYAAN NABI :

Seorang Peneliti, Abdul Fattah As-Samaan telah menelusuri sumber-sumber pendapatan Rasulullah dan membaginya ke dalam sepuluh jenis, sebagai konfirmasi dari firman Allah Ta'ala:

وَوَجَدَكَ عَآئِلًا فَأَغْنَىٰ

“Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan [miskin], lalu Dia membuatmu menjadi kaya”. [QS. Adh-Dhuha : 8]

[Baca : “Ta’amul an-Nabi Ma’a Amwaalihi” hal. 234 dan juga “ Mashaadir Amwaal Rasulillah ” oleh Idris Ahmad].

Fakta Al-Quran ini tercermin dalam berbagai sumber kekayaan Rasulullah , di antaranya:

=====

SUMBER PERTAMA: PENDAPATAN BELIAU DARI HASIL BISNIS PERNIAGAAN :

كَسْبُهُ ﷺ مِنْ مُزَاوَلَةِ التِّجَارَةِ"

Nabi Muhammad memulai karir usahanya dengan menggembala kambing, kemudian beralih ke dunia perdagangan. Diriwayatkan bahwa beliau pernah menemani pamannya, Abu Thalib, dalam perjalanan dagang ke Syam. Dalam perjalanan tersebut, mereka bertemu dengan seorang rahib Nasrani bernama Bahira yang bertanya tentang munculnya seorang nabi dari kalangan Arab pada masa itu. Ketika Bahira melihat lebih dekat kepada Nabi dan berbicara dengannya, ia menyadari bahwa beliaulah Nabi Akhir Zaman yang ditunggu-tunggu, sebagaimana telah diberitakan oleh Nabi Isa ‘alaihis salam. Oleh karena itu, Bahira memperingatkan Abu Thalib agar segera membawa beliau kembali ke Mekah untuk menghindari bahaya dari kaum Yahudi, dan Abu Thalib mengikuti nasihatnya.

Nabi mempelajari dasar-dasar perdagangan sejak dini, kemudian mulai mempraktikkannya. Diriwayatkan bahwa beliau berdagang bersama Sahabatnya, Sa'ib bin Abi Sa'ib al-Makhzumi.

Nabi adalah mitra dagang yang luar biasa, tidak pernah menipu, tidak pernah merugikan mitranya, dan tidak pernah berkhianat.

Salah satu keunggulan dan kepiawaian Nabi dalam berdagang adalah kemampuannya untuk mendapatkan barang-barang dagangan yang dibeli dengan harga murah, namun nilai jualnya sangat tinggi, hingga dengannya bisa mendapatkan keuntungan dua kali lipat. Sebagaiman yang diceritakan oleh Yahya bin Abi Bakr al-‘Amiri al-Haridhi :

"خَرَجَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ مَعَ مِيسَرَةَ غُلَامِ خَدِيجَةَ فِي تِجَارَةٍ لَهَا قَبْلَ أَنْ يَتَزَوَّجَهَا بِشَهْرَيْنِ وَأَرْبَعَةٍ وَعِشْرِينَ يَوْمًا ... وَلَمَّا رَجَعَا بَاعَتْ خَدِيجَةُ مَا قَدِمَا بِهِ فَضَاعَفَتْ، وَلَمَّا أَضْعَفَ الرِّبْحُ أَضْعَفَتْ لَهُ خَدِيجَةُ مَا سَمَّتْ لَهُ مِنَ الأُجْرَةِ وَكَانَتْ أَرْبَعَ بَكَرَاتٍ".

Rasulullah keluar bersama Maysarah, seorang pelayan Khadijah, dalam suatu perjalanan dagang sebelum menikahinya, yaitu dua bulan dan dua puluh empat hari sebelum pernikahan mereka.

Ketika mereka berdua kembali, Khadijah menjual barang dagangan mereka berdua dan keuntungan yang didapatnya dua kali lipat dari sebelumnya. Khadijah juga menambah upah yang telah ditentukan untuk Maysarah, yang terdiri dari empat unta betina.

[Lihat: Bahjat al-Mahafil wa Bughyat al-Amathil oleh Yahya bin Abi Bakr al-‘Amiri al-Haridhi]

Khadijah binti Khuwailid, seorang wanita terpandang dari Bani Asad bin Abdul Uzza, memiliki harta yang ia kelola dengan menyewa orang untuk berdagang atas namanya. Mendengar tentang kejujuran, akhlak mulia, dan keterampilan dagang Rasulullah , Khadijah pun menawarkan beliau untuk berdagang dengan hartanya, dengan imbalan yang lebih besar daripada yang ia berikan kepada orang lain. Nabi menerima tawarannya dan melakukan perjalanan dagang ke Syam, ditemani oleh pelayan Khadijah, Maysarah.

JARAK YANG BIASA DITEMPUH DALAM PERJALANAN BISNIS NABI :

Jarak tempuh perjalanan para pedagang orang-orang Quraisy, biasa menempuh perjalanan yang sangat jauh, perjalanan antar negara dan lintas benua, ke negara-negara di benua Asia, Afrika dan Eropa, termasuk ke Syam dan Irak . Perjalanan kafilah dagang mereka ini dikenal dengan sebutan Elaf Quraisy.

Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam al-Ishobah 8/100-101 berkata :

وَأُسْنِدَ عَنِ الوَاقِدِيِّ، مِنْ حَدِيثِ نَفِيسَةَ أُخْتِ يَعْلَى بْنِ أُمَيَّةَ، قَالَتْ: كَانَتْ خَدِيجَةُ ذَاتَ شَرَفٍ وَجَمَالٍ. فَذَكَرَ قِصَّةَ إِرْسَالِهَا إِلَى النَّبِيِّ ﷺ وَخُرُوجِهِ فِي التِّجَارَةِ لَهَا إِلَى سُوقِ بُصْرَى، بِرِبْحِ ضِعْفِ مَا كَانَ غَيْرُهُ يَرْبَحُ،

Diriwayatkan dari Al-Waqidi, dari hadits Nafisah, saudari Ya'la bin Umayyah, ia berkata:

"Khadijah adalah wanita yang memiliki kehormatan dan kecantikan."

Lalu disebutkan kisah pengiriman Khadijah kepada Nabi , dan perjalanannya dalam berdagang untuk Khadijah ke pasar Busra, dengan keuntungan dua kali lipat dari yang biasanya diperoleh orang lain.

BISNIS PERDAGANGAN-NYA SETELAH DIUTUS MENJADI RASUL

Keterlibatan Rasulullah sangat terkenal dalam dunia perdagangan dengan suku Quraisy sebelum diutus sebagai rasul. Beliau berdagang dengan harta milik Khadijah radhiallahu 'anha, istri dan ibu dari anak-anaknya. Bahkan setelah diutus sebagai rasul, Rasulullah tetap berdagang.

Ibnu Qayyim mengatakan :

"بَاعَ رَسُولُ اللهِ ﷺ وَاشْتَرَى، وَكَانَ شِرَاؤُهُ بَعْدَ أَنْ أَكْرَمَهُ اللهُ تَعَالَى بِرِسَالَتِهِ أَكْثَرَ مِنْ بَيْعِهِ، وَكَذَلِكَ بَعْدَ الْهِجْرَةِ لَا يَكَادُ يُحْفَظُ عَنْهُ الْبَيْعُ إلَّا فِي قَضَايَا يَسِيرَةٍ أَكْثَرُهَا لِغَيْرِهِ، كَبَيْعِهِ الْقَدَحِ وَالْحَلِسِ فِي مَنْ يَزِيدُ، وَبَيْعِهِ يَعْقُوبَ الْمُدَبِّرِ غُلَامِ أَبِي مَذْكُورٍ، وَبَيْعِهِ عَبْدًا أَسْوَدَ بِعَبْدَيْنِ. وَأَمَّا شِرَاؤُهُ فَكَثِيرٌ، وَآجَرَ وَاسْتَأْجَرَ، وَاسْتَئْجَارُهُ أَكْثَرُ مِنْ إِيجَارِهِ، وَإِنَّمَا يُحْفَظُ عَنْهُ أَنَّهُ أَجَّرَ نَفْسَهُ قَبْلَ النُّبُوَّةِ فِي رِعَايَةِ الْغَنَمِ ( "وَآجَرَ نَفْسَهُ مِنْ خَدِيجَةَ فِي سَفَرِهِ بِمَالِهَا إِلَى الشَّامِ")."

"Rasulullah melakukan transaksi jual beli . Dan pembelian-nya setelah Allah memuliakannya sebagai Rasul lebih banyak daripada penjualannya. Setelah hijrah, hampir tidak ada catatan sejarah tentang penjualan-Nya kecuali dalam beberapa perkara yang sederhana, sebagian besar penjualannya hanya untuk membantu orang lain, seperti penjualan periuk dan mangkuk dengan cara lelang [muzaayadah], atau penjualan seorang budak yang bernama Ya’qub, budak mudabbar milik Abu Madzkur. [arti budak mudabbar adalah budak yang dijanjikan oleh majikanya demikian, ”Jika aku mati, maka engkau merdeka]. Dan juga transaksi jual beli tukar tambah, yaitu penjualan seorang budak hitam dibayar dengan dua budak biasa.

Dan adapun pembeliannya, maka itu lebih banyak . Kemudian usaha dengan cara menyewakan dirinya sebagai pekerja dan juga beliau menyewa orang lain sebagai pekerja untuk dirinya . Dan menyewa para pekerja lebih banyak beliau lakukan dari pada menyewakan dirinya sebagai pekerja.

Disebutkan dalam riwayat yang shahih bahwa sebelum diangkat sebagai nabi, beliau pernah menyewakan dirinya untuk menggembalakan ternak. Dan juga Beliau menyewakan dirinya kepada Khadijah untuk melakukan perjalanan ke Syam dengan membawa barang dagangannya ). [Baca : Zad al-Ma'ad (1/154)].

"Dan apa yang dihasilkan Rasulullah dari perdagangannya, beliau infaqkan untuk kebaikan dan membantu orang-orang yang membutuhkan. Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Khadijah tentang suaminya pada saat turunnya wahyu pertama, ketika beliau menjadi gelisah dan cemas oleh sentuhan wahyu pertama dari Tuhannya. Maka Khadijah berkata kepadanya :

"كَلَّا وَاللَّهِ مَا يُخْزِيكَ اللَّهُ أَبَدًا، إِنَّكَ لَتُصِلُّ الرَّحِمَ، وَتَحْمِلُ الْكَلَّ، وَتَكْسِبُ الْمَعْدُومَ، وَتُقْرِي الضَّيْفَ، وَتُعِينُ عَلَى نَوَائِبِ الْحَقِّ."

' "Tidak. Bergembiralah engkau. Demi Allah, Allah tidak akan mencelakakanmu selama-lamanya. Sesungguhnya engkau benar-benar seorang yang senantiasa menyambung silaturahmi, seorang yang jujur kata-katanya, menolong yang lemah, memberi kepada orang yang tak punya, engkau juga memuliakan tamu dan membela kebenaran."  [HR. Al-Bukhari: 3 dan Muslim no. 231].

Kelima sifat ini adalah pokok-pokok dari kebaikan hati dan kedermawanan, yang tidak bisa diperoleh kecuali dengan kebiasaan berinfaq, baik dengan harta maupun fisik.

Ibnu Hajar berkata:

"(وَصِفَتُهُ بِأُصُولِ مَكَارِمِ الْأَخْلَاقِ لِأَنَّ الْإِحْسَانَ إِمَّا إِلَى الْأَقْارِبِ أَوْ إِلَى الْأَجَانِبِ وَإِمَّا بِالْبَدَنِ أَوْ بِالْمَالِ وَإِمَّا عَلَى مَنْ يَسْتَقِلُّ بِأَمْرِهِ أَوْ مَنْ لَا يَسْتَقِلُّ وَذَلِكَ كُلُّهُ مَجْمُوعٌ فِيمَا وَصَفْتُهُ بِهِ)."

'Ini (sifat-sifat Rasulullah) dijelaskan dengan prinsip-prinsip akhlak mulia karena perbuatan baik dapat ditujukan, baik kepada kerabat maupun orang asing, baik dengan badan maupun harta. Hal ini dapat dilakukan kepada orang yang memiliki otoritas atau kepada mereka yang tidak memiliki otoritas, dan semua itu termasuk dalam apa yang dijelaskan' [Fathul Bari: 1/24]."

=====

SUMBER KEKAYAAN KEDUA:
WARISAN RASULULLAH DARI KEDUA ORANGTUANYA DAN DARI ISTRINYA KHADIJAH RADHIYALLAHU 'ANHA.

Disebutkan oleh al-Farraa' dan lainnya bahwa Nabi mewarisi kekayaan yang melimpah dari orangtuanya, serta dari istrinya Khadijah radhiyallahu ‘anha, sebagian dari kekayaan ini bersifat wakaf.

Abu Ya'la al-Fara' menyatakan :

"ذَكَرَ الْوَاقِدِيُّ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ وَرَثَ مِنْ أَبِيهِ عَبْدِ اللَّهِ أُمَّ أَيْمَنَ الْحَبَشِيَّةِ، وَاسْمُهَا بَرَكَةُ ، خَمْسَةَ أَجْمَالٍ، وَقِطْعَةً مِنْ غَنَمٍ، وَمَوْلَاهُ شَقْرَانَ وَابْنَهُ صَالِحًا، وَقَدْ شَهِدَ بَدْرًا. وَوَرِثَ مِنْ أُمِّهِ آمِنَةَ بِنْتِ وَهْبٍ دَارَهَا التِّي وُلِدَ فِيهَا بِمَكَّةَ فِي شَعْبِ بَنِي عَلِيٍّ. وَوَرِثَ مِنْ زَوْجَتِهِ خَدِيجَةَ بِنْتِ خُوَيْلِدٍ دَارَهَا بِمَكَّةَ بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ خَلْفَ سُوقِ الْعَطَّارِينَ، وَأَمْوَالًا. وَكَانَ حَكِيمُ بْنُ حَزَامٍ اشْتَرَى لِخَدِيجَةَ زَيْدَ بْنَ حَارِثَةَ مِنْ سُوقِ عُكَاظَ بِأَرْبَعِمِائَةِ دِرْهَمٍ، فَاسْتَوْهَبَهُ مِنْهَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ وَأَعْتَقَهُ، وَزَوَّجَهُ أُمَّ أَيْمَنَ، فَوَلَدَتْ مِنْهُ أُسَامَةَ بَعْدَ النُّبُوَّةِ".

"Al-Waqidi menyebutkan: Rasulullah mewarisi dari ayahnya Abdullah seorang budak perempuan bernama Umm Ayman al-Habashiyyah, yang bernama Barakah, lima ekor unta, sekerumunan kambing, seorang hamba sahayanya yang bernama Syaqraan dan putranya yang bernama Saleh, yang turut serta dalam Perang Badr.

Dan dari ibunya Aminah binti Wahb, Rasulullah mewarisi rumah tempat kelahirannya di Makkah, di wilayah Syi'b Bani 'Ali.

Dan dari istrinya Khadijah binti Khuwaylid, Rasulullah mewarisi rumahnya di Makkah, di antara bukit Safa dan Marwah, di belakang pasar penjual minyak wangi, serta sejumlah harta.

Hakim bin Hizam membeli Zaid bin Haritsah dari pasar 'Ukadz dengan harga empat ratus dirham untuk Khadijah, lalu dihibahkan kepada Rasulullah dan memerdekakannya, dan menikahkannya dengan Umm Ayman. Dari pernikahan ini, Umm Ayman melahirkan Usamah setelah kenabian." [Baca : Al-Ahkam al-Sultaniyyah: 201].

=====

SUMBER KEKAYAAN NABI KETIGA:
DARI HARTA RAMPASAN PERANG, GHAINMAH DAN HARTA FEI’

Anfāl dan ghanimah [Properti, aset dan harta lainya hasil rampasan perang] yang diperoleh oleh kaum Muslimin dari hasil menang perang melawan kaum musyrikin merupakan salah satu sumber kekayaan Rasulullah , di mana beliau berhak menerima 20 % dari hasil rampasan perang itu.

Ghanimah [rampasan perang] tidak sama dengan Fai' yang mana Fai’ itu merupakan harta yang diperoleh oleh pasukan kaum muslimin dari orang-orang kafir tanpa pertempuran. Dalam harta Fai ini, Rasulullah berhak untuk mendapatkan seluruhnya. Dan setelah itu beliau berhak membagikannya sesuai dengan apa yang beliau kehendaki.

Allah Ta'ala berfirman:

(وَاعْلَمُوا أَنَّمَا غَنِمْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَأَنَّ لِلَّهِ خُمُسَهُ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ)

" Dan ketahuilah, sesungguhnya segala yang kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan ibnu sabil [orang-orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan]". (Q.S. Al-Anfal: 41).

Dan Allah Ta'ala berfirman:

﴿مَّا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَىٰ رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَىٰ فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ ﴾

“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan”. [QS. Al-Hasyr : 7].

Dalam hadits Abdullah bin Umar disebutkan bahwa Nabi bersabda :

إِنَّ اللَّه جَعَلَ رِزْقِي تَحْت ظِلّ رُمْحِي

Sesungguhnya Allah menjadikan rizkiku di bawah bayang-bayang tombakku 

( "Hadis ini diriwayatkan oleh al-Bukhari dengan secara mu’allaq dengan redaksi tadh’if sebelum hadis nomor (2914), disertai dengan bentuk ringkas. Sementara Imam Ahmad meriwayatkannya dengan sanad yang maushul [terhubung] dalam hadis nomor (5667) dengan lafal hadis tersebut."

Hadits ini di shahihkan oleh al-Albaani dalam Shahih al-Jaami’ no. 2831 dan Syeikh Bin Baaz dalam Majmu’ Fatawa-nya 13/406.

Maksudnya rizki Nabi ada dalam ghanimah, al-Fei’ dan yang semisalnya, hasil dari jihad fii Sabilillah .  

Penghasilan utama beliau ada dalam jihad menaklukkan musuh-musuh Allah swt dan meraih ghanimah dari mereka. Harta rampasan perang merupakan salah satu sumber kekayaan terbesar bagi Rasulullah .

Hadits ini juga menunjukkan akan keutamaan membangun kekuatan pasukan tempur dan senjata perang demi untuk kepentingan jihad, yang dengan itu semua mampu mengalahkan para musuh Islam serta menaklukkan wilayahnya. Dan penghasilan dari harta rampasan perang [ghanimah] adalah sumber rizki yang terbaik. Dan yang termasuk ghanimah adalah lahan, properti, bangunan, kebun, ternak dan harta benda lainnya .  

Al-Hafizh Ibn Hajar mengategorikan jihad fi sabilillah ini sebagai profesi paling mulia untuk dijadikan mata pencaharian melebihi kemuliaan berdagang, bertani, atau keahlian profesi, karena dengan jihad semakin nyata keunggulan Islam dan kemaslahatan umat yang tidak terlalu nyata dengan berdagang, bertani, atau keahlian profesi selain jihad.

Al-Hafidz berkata :

"قُلْتُ وَفَوْقَ ذَلِكَ مِنْ عَمَلِ الْيَدِ مَا يُكْتَسَبُ مِنْ أَمْوَالِ الْكُفَّارِ بِالْجِهَادِ وَهُوَ مَكْسَبُ النَّبِيِّ ﷺ وَأَصْحَابِهِ وَهُوَ أَشْرَفُ الْمَكَاسِبِ لِمَا فِيهِ مِنْ إِعْلَاءِ كَلِمَةِ اللَّهِ تَعَالَى وَخِذْلَانِ كَلِمَةِ أَعْدَائِهِ وَالنَّفْعِ الْأُخْرَوِيِّ".

"Aku katakan : dan di atas semua itu, dari hasil usaha dengan tangan sendiri adalah apa yang diperoleh dari harta milik orang kafir melalui jihad. Ini adalah pendapatan dan para sahabatnya, dan itu adalah hasil usaha yang paling mulia karena didalamnya terdapat meninggikan kalimat Allah Ta'ala dan merendahkan kalimat musuh-musuh-Nya, serta manfaat bagi urusan akhirat." ( Baca : Fathul-Bari 4/304).

******

HARTA FAI' MERUPAKAN SUMBER TERBESAR KEKAYAAN NABI

Contoh dari fai' adalah : properti dan seluruh aset yang ditinggalkan oleh suku [kabilah] Bani Nadhir diusir dari salah satu wilayah di Madinah, Wadi Qura, dan banyak lainnya.

Hasil usaha Nabi di atas tentu saja Nabi sisihkan untuk nafkah keluarganya di samping untuk shadaqah fi sabilillah, sebagaimana dijelaskan oleh ‘Umar ra :

"كَانَتْ أَمْوَالُ بَنِى النَّضِيرِ مِمَّا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِمَّا لَمْ يُوجِفْ عَلَيْهِ الْمُسْلِمُونَ بِخَيْلٍ وَلاَ رِكَابٍ فَكَانَتْ لِلنَّبِىِّ ﷺ خَاصَّةً فَكَانَ يُنْفِقُ عَلَى أَهْلِهِ نَفَقَةَ سَنَةٍ وَمَا بَقِىَ يَجْعَلُهُ فِى الْكُرَاعِ وَالسِّلاَحِ عُدَّةً فِى سَبِيلِ اللَّهِ".

“Harta yang ditinggal suku Bani Nadlir (Yahudi Madinah) adalah termasuk dalam katagori harta fai (harta perang tanpa pertempuran) yang Allah berikan semuanya untuk Rasul-Nya ; karena harta yang tersebut diperoleh tanpa adanya pengerahan kuda dan kendaraan perang lainya dari pihak kaum muslimin (untuk berperang). Maka harta tersebut khusus untuk Nabi . Lalu beliau menjadikannya untuk nafkah satu tahun keluarganya. Sementara sisanya beliau jadikan kendaraan dan senjata untuk perlengkapan perang fi sabilillah.” (Shahih Muslim bab hukmil-fai` no. 4674).

Dalam Sunan Abi Dawud, dari Malik bin Aus radhiyallahu 'anhu disebutkan bahwa Umar pernah berkata :

"Rasulullah memiliki tiga sumber kekayaan utama: Bani Nadhir, Khaybar, dan Fadak."

Dari Malik bin Aus bin Al Hadatsan, ia berkata;

كَانَ فِيمَا احْتَجَّ بِهِ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ كَانَتْ لِرَسُولِ اللَّهِ ﷺ ثَلَاثُ صَفَايَا بَنُو النَّضِيرِ وَخَيْبَرُ وَفَدَكُ فَأَمَّا بَنُو النَّضِيرِ فَكَانَتْ حُبُسًا لِنَوَائِبِهِ وَأَمَّا فَدَكُ فَكَانَتْ حُبُسًا لِأَبْنَاءِ السَّبِيلِ وَأَمَّا خَيْبَرُ فَجَزَّأَهَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ ثَلَاثَةَ أَجْزَاءٍ جُزْأَيْنِ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ وَجُزْءًا نَفَقَةً لِأَهْلِهِ فَمَا فَضُلَ عَنْ نَفَقَةِ أَهْلِهِ جَعَلَهُ بَيْنَ فُقَرَاءِ الْمُهَاجِرِينَ

Diantara yang dijadikan hujjah Umar radliallahu 'anhu adalah bahwa ia mengatakan; Rasulullah memiliki tiga ash-shofiyy [properti dan harta rampasan yang khusus untuknya] yaitu : Bani Nadhir, Khaibar, dan Fadak.

Adapun Kabilah Bani Nadhir, maka aset dan properti mereka dikhususkan untuk keperluan-keperluan beliau .

Dan adapun daerah Fad’ak, maka aset dan properti mereka oleh Nabi dikhususkan untuk para Ibnu Sabiil.

Dan adapun wilayah Khaibar maka Rasulullah telah membagi aset dan properti mereka menjadi tiga bagian:

Dua bagian dibagikan diantara kaum muslimin.

Dan satu bagian untuk memberikan nafkah kepada keluarganya.

Dan yang tersisa dari pemberian nafkah keluarganya beliau bagikan diantara orang-orang muhajirin yang fakir.

[Diriwayatkan oleh Abu Daud no. 2967 dan Abdul Haq al-Isybiily dalam al-Ahkaam asy-Syar’iyyah As-Shugraa no. 578].

Al-Farra' menjelaskan peristiwa tersebut sebagai berikut:

"وقوله: «فَما أَوْجَفْتُمْ عَلَيْهِ مِنْ خَيْلٍ وَلا رِكابٍ»  .

كَانَ النَّبِيُّ ﷺ قَدْ أَحْرَزَ غَنِيمَةَ بَنِي النَّضِيرِ وَقُرَيْظَةَ وَفَدَكَ، فَقَالَ لَهُ الرُّؤَسَاءُ: خُذْ صَفِيَّكَ مِنْ هَذِهِ، وَأَفْرَدْنَا بِالرُّبُعِ، فَجَاءَ التَّفْسِيرُ: «إِنَّ هَذِهِ قُرًى لَمْ يُقَاتِلُوا عَلَيْهَا بِخَيْلٍ، وَلَمْ يَسِيْرُوا إِلَيْهَا عَلَى الْإِبِلِ إِنَّمَا مَشِيْتُمْ إِلَيْهَا عَلَى أَرْجُلِكُمْ، وَكَانَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ الْمَدِينَةِ مِيلَانٌ، فَجَعَلَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ لِقَوْمٍ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ، كَانُوا مُحْتَاجِينَ وَشَهِدُوا بَدْرًا، ثُمَّ قَالَ: «مَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى».

هَذِهِ الثَّلَاثُ، فَهُوَ لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ خَالِصٌ.

ثُمَّ قَالَ: «وَلِذِي الْقُرْبَى». لِقُرُبَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ «وَالْيَتَامَى». يَتَامَى الْمُسْلِمِينَ عَامَّةً، وَفِيهَا يَتَامَى بَنِي عَبْدِ الْمُطَّلِبِ «وَالْمَسَاكِينِ» مَسَاكِينَ الْمُسْلِمِينَ لَيْسَ فِيهَا مَسَاكِينُ بَنِي عَبْدِ الْمُطَّلِبِ.

"Dan firman-Nya, 'Maka tidak ada yang kalian bawa pulang dari pada harta rampasan yang terdiri atas kuda atau kendaraan' (Al-Hashr: 6).

Nabi telah memperoleh tiga harta ghanimah [ harta rampasan perang] , dari suku Bani Nadhir, Bani Quraizhah, dan Fadak. Para pemimpin berkata kepadanya, 'Ambillah bagiannya dan sisanya akan kami bagikan di antara suku-suku.'

Maka dijelaskan : bahwa harta rampasan ini adalah dari desa-desa yang tidak dihadapi dengan pasukan berkendaran kuda dan tidak pula unta, melainkan kalian berjalan kaki menuju ke sana. Jarak antara desa-desa tersebut dan Madinah sekitar satu mil. Rasulullah kemudian memberikan sebagian bagian tersebut kepada sekelompok Muhajirin yang membutuhkan dan telah berpartisipasi dalam Pertempuran Badr.

Lalu beliau berkata :

«مَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى»

'Apa yang Allah anugerahkan kepada Rasul-Nya dari penduduk desa-desa [yang ditaklukan tanpa peperangan], maka itu untuk Allah dan Rasul-Nya sepenuhnya.'

Setelah itu, beliau berkata : 'Dan bagi kerabat dekat.' Artinya, bagi kerabat Rasulullah , yaitu anak-anak yatim umat Islam secara umum, termasuk di dalamnya anak-anak yatim dari Bani Abdul Muthalib. Dan 'para fakir', yakni fakir miskin umat Islam secara umum, akan tetapi tidak termasuk fakir miskin dari Bani Abdul Muthalib." (Lihat: Ma'ani al-Qur'an 3/144).

Dalam tafsir Adhwa al-Bayaan 2/101 di sebutkan :

" وَاعْلَمْ أَنَّ فَيْءَ " بَنِي النَّضِيرِ " تَدْخُلُ فِيهِ أَمْوَالِ " مُخَيْرِيقَ " رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، وَكَانَ يَهُودِيًّا مِنْ " بَنِي قَيْنُقَاعَ " مُقِيمًا فِي بَنِي النَّضِيرِ، فَلَمَّا خَرَجَ النَّبِيُّ ﷺ إِلَى أُحُدٍ، قَالَ لِلْيَهُودِ: " ‌أَلَا ‌تَنْصُرُونَ ‌مُحَمَّدًا ‌ﷺ، ‌وَاللَّهِ ‌إِنَّكُمْ ‌لَتَعْلَمُونَ ‌أَنَّ ‌نُصْرَتَهُ ‌حَقٌّ ‌عَلَيْكُمْ "، فَقَالُوا: الْيَوْمُ يَوْمُ السَّبْتَ، فَقَالَ: لَا سَبْتَ، وَأَخَذَ سَيْفَهُ وَمَضَى إِلَى النَّبِيِّ ﷺ فَقَاتَلَ حَتَّى أَثْبَتَتْهُ الْجِرَاحَةُ، فَلَمَّا حَضَرَهُ الْمَوْتُ قَالَ: أَمْوَالِي إِلَى مُحَمَّدٍ ﷺ يَضَعُهَا حَيْثُ شَاءَ، وَكَانَ لَهُ سَبْعُ حَوَائِطَ بِبَنِي النَّضِيرِ وَهِيَ " الْمِيثَبُ "، " وَالصَّائِفَةُ "، " وَالدَّلَالُ "، " وَحُسْنَى "، " وَبَرْقَةُ "، " وَالْأَعْوَافُ "، " وَمَشْرَبَةُ أُمِّ إِبْرَاهِيمَ ".

"Dan ketahuilah bahwa harta Fei’ suku Yahudi 'Bani an-Nadhir' termasuk di dalamnya harta 'Mukhayriq' radhiyallahu ‘anhu. Dia adalah seorang Yahudi dari 'Bani Qaynuqa' yang tinggal di tengah suku Yaudi 'Bani an-Nadhir'.

Ketika Nabi pergi ke perang Uhud, dia berkata kepada orang-orang Yahudi : 'Bukankah kalian mendukung dan membela Muhammad ? Demi Allah, kalian tahu bahwa kemenangan-nya adalah hak bagi kalian.'

Mereka menjawab, 'Hari ini adalah hari Sabtu.' Lalu dia berkata, 'Bukan, ini bukan hari Sabtu,' dan kemudian mengambil pedangnya pergi ke Nabi , ikut bertempur sampai luka-lukanya menjadi parah. Ketika ajalnya mau tiba, dia berkata : 'Harta-hartaku untuk Muhammad , semau beliau terserah mau digunakan untuk apa,.'

Dia memiliki tujuh lahan kebun di daerah suku 'Bani an-Nadhir', yaitu 'Al-Miatsab', 'Ash-Sha'ifah', 'Ad-Dallaal', 'Husna', 'Barqah', 'Al-A'waf', dan 'Masyrabat Ummi Ibrahim'."

Peneliti Abdul Fattah al-Saman menelusuri harta fai' yang Allah berikan khusus kepada Nabi Muhammad . Dan Abdul Fattah menyimpulkan beberapa hal berikut:

1. أَنَّ مَالَ الْفَيْءِ عَلَى كَثْرَتِهِ يَتَصَرَّفُ بِهِ النَّبِيُّ ﷺ كَيْفَمَا شَاءَ، يَضَعُهُ فِي أَصْحَابِهِ الْمَذْكُورِينَ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ وَيَخْتَلِفُ مُسْتَحِقُّهُ عَنْ أَهْلِ الْغَنَائِمِ الَّتِي تُصْرَفُ أَرْبَعَةَ أَخْمَاسِهَا لِلْغُزَاةِ وَالْمُجَاهِدِينَ.

1. Harta Fai’ yang merupakan jumlah kekayaan yang besar menjadi hak milik Nabi yang dikelola sesuai dengan keinginan beliau. Lalu Nabi menyerahkan kepada sahabat-sahabat yang disebutkan dalam Al-Qur'an, dan mustahiqnya [penerimaannya] berbeda dengan orang-orang yang mendapatkan bagian dari ghanimah yang dibagikan (empat per limanya) kepada para pasukan perang dan para mujahidin.

2. أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ أَعْطَى الْعَبَّاسَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَمَّهُ جُزْءًا كَبِيرًا مِنَ الْفَيْءِ تَحْقِيقًا لِوَعْدِ اللَّهِ إِيَّاهُ بِالتَّعْوِيضِ عَنِ الْمَالِ الَّذِي أُخِذَ مِنْهُ يَوْمَ بَدْرٍ مُقَابِلَ فِدَاءِ نَفْسِهِ. وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ يُعْطِي مِنَ الْفَيْءِ كَذَلِكَ لِلْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ بَعْضَهُمْ أَكْثَرَ مِنْ بَعْضٍ.

2. Nabi memberikan sebagian besar harta dan properti Fai’ kepada Abbas bin Abdul Muttalib sebagai pemenuhan janji Allah kepada beliau untuk menggantikan harta yang diambil darinya pada perang Badr sebagai tebusan nyawa. Rasulullah juga memberikan sebagian harta Fai’ kepada para Muhajirin dan Ansar, dengan sebagian di antara mereka menerima lebih banyak dari yang lain.

3. أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ لَمْ يُخَمِّسْ مَالَ الْفَيْءِ كَمَا يَفْعَلُ فِي الغَنِيْمَةِ الَّتِي يَأْخُذُهَا الْمُسْلِمُونَ عَنْ طَرِيقِ الْجِهَادِ.

3. Nabi tidak membagi seperlima-seperlima harta dan properti Fai’ seperti yang dilakukan dalam pembagian ghanimah yang diperoleh oleh umat Islam melalui jihad [perang].

4. أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ لَمْ يَقْسِمْ مَالَ الْفَيْءِ بِالسَّوِيَّةِ لِأَنَّ أَمْرَ صَرْفِهِ إِلَى اجْتِهَادِهِ ﷺ، لِذَلِكَ لَا يُعَدُّ الْفَيْءُ خَرَاجًا أَوْ زَكَاةً أَوْ جِزْيَةً. [تَعَامُلُ النَّبِيِّ مَعَ أَمْوَالِهِ: ص 234].

4. Nabi tidak membagi harta dan properti Fai’ secara merata, karena penggunaannya tergantung pada kebijaksanaan dan inisiatif pribadi beliau . Oleh karena itu, harta Fai’ tidak dianggap sebagai zakat, khums, atau jizyah. [Baca : Ta’amul an-Nabi Ma’a Amwaalihi: Hal. 234].

====

SEJARAH HARTA FAI’ HAK MILIK NABI   DARI KABILAH YAHUDI BANI NADHÎR

Al-Hakim meriwayatkan dalam kitab Al-Mustadrak, nomor 3797, dari Aisyah radhiyallahu 'anha. Aisyah berkata :

كَانَتْ غَزْوَةُ بَنِي النَّضِيرِ وَهُمْ طَائِفَةٌ مِنَ الْيَهُودِ عَلَى رَأْسِ سِتَّةِ أَشْهُرٍ مِنْ وَقْعَةِ بَدْرٍ وَكَانَ مَنْزِلُهُمْ ‌وَنَخْلُهُمْ ‌بِنَاحِيَةِ ‌الْمَدِينَةِ، ‌فَحَاصَرَهُمْ ‌رَسُولُ ‌اللَّهِ ‌ﷺ ‌حَتَّى ‌نَزَلُوا ‌عَلَى ‌الْجَلَاءِ، وَعَلَى أَنَّ لَهُمُ مَا أَقَلَّتِ الْإِبِلُ مِنَ الْأَمْتِعَةِ وَالْأَمْوَالِ إِلَّا الْحَلْقَةَ، يَعْنِي السِّلَاحَ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ فِيهِمْ {سَبَّحَ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ} إِلَى قَوْلِهِ {لَأَوَّلِ الْحَشْرِ مَا ظَنَنْتُمْ أَنْ يَخْرُجُوا} [الحشر: 2] فَقَاتَلَهُمُ النَّبِيُّ ﷺ حَتَّى صَالَحَهُمْ عَلَى الْجَلَاءِ، فَأَجْلَاهُمْ إِلَى الشَّامِ وَكَانُوا مِنْ سِبْطٍ لَمْ يُصِبْهُمْ جَلَاءٌ فِيمَا خَلَا وَكَانَ اللَّهُ قَدْ كَتَبَ عَلَيْهِمْ ذَلِكَ وَلَوْلَا ذَلِكَ لَعَذَّبَهُمْ فِي الدُّنْيَا بِالْقَتْلِ وَالسَّبْيِ، وَأَمَّا قَوْلُهُ {لِأَوَّلِ الْحَشْرِ} [الحشر: 2] فَكَانَ جَلَاؤُهُمْ ذَلِكَ أَوَّلَ حَشْرٍ فِي الدُّنْيَا إِلَى الشَّامِ

"Ghazwah Bani Nadir terjadi setelah enam bulan dari peristiwa Badr. Bani Nadir adalah kelompok Yahudi yang tinggal di sekitar kota Madinah. Rasulullah mengepung mereka hingga mereka menyerah dan diizinkan pergi dengan membawa harta kecuali senjata. Allah menurunkan ayat, 'Maha Suci Allah yang di langit dan di bumi...' [Al-Hashr: 2]. Nabi bertempur melawan mereka sampai mereka setuju untuk pergi. Mereka diusir ke wilayah Syam dan merupakan suku yang tidak pernah diusir sebelumnya. Hal itu terjadi karena Allah telah menetapkan demikian. Jika tidak, Allah akan menyiksa mereka dengan kematian atau penangkapan di dunia. Ayat 'Li-awwali al-hashr' [Al-Hashr: 2] merujuk pada pengusiran mereka yang pertama kali di dunia menuju wilayah Syam.

Al-Hakim berkata :

«هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ الشَّيْخَيْنِ وَلَمْ يُخَرِّجَاهُ»  

“Ini adalah hadits sahih menurut syarat Bukhari dan Muslim, namun keduanya tidak mengeluarkannya “. Dan disetujui oleh adz-Dzahabi dalam at-Talkhish 2/252. 

Dan telah disahihkan oleh Muhammad al-Barzanjī dalam Shahih dan Dha'if Tafsir al-abarī 2/156."

TAHUN TERJADINYA PEPERANGAN :

Para Ulama ahli sirah berbeda pendapat  tentang kapan perang Bani Nadhîr berkecamuk. Az-Zuhri rahimahullah [Mukhtashar Zaad al-Ma’aad ha. 77] menganggap peperangan ini terjadi enam bulan pasca perang Badar Kubra. Ini berarti peperangan ini terjadi sebelum perang Uhud. Ulama’ lain berpendapat bahwa peperangan ini terjadi setelah perang Uhud, tepatnya pada bulan Rabi’ul Awwal, tahun ke-4 hijrah.

SEBAB PEPERANGAN

Para ulama ahli sirah menyebutkan bahwa peperangan ini dipicu oleh tiga sebab :

Pertama :

Percobaan permbunuhan terhadap Rasûlullâh yang di lakukan oleh Bani Nadhîr pasca perang Badar [Baca : Musnad Abdurrazzaaq 5/3590360].

Kedua :

Rencana orang-orang Yahudi Bani Nadhîr untuk membunuh Rasûlullâh . Pembunuhan ini direncanakan oleh Bani Nadhîr ketika Rasûlullâh beserta beberapa sahabat berangkat ke Bani Nadhîr untuk meminta mereka ikut menanggung diyat dua orang Bani Kilâb yang di bunuh oleh Amru bin Umayyah Radhiyallahu anhu. [Lihat ar-Rahîqul Makhtûm, hlm. 294)]

Ketika Rasûlullâh tiba di daerah Bani Nadhîr, beliau mengutarakan tujuan kedatangan beliau . Namun orang-orang Yahudi Bani Nadhîr  tidak memenuhi permintaan Rasûlullâh . Bukan hanya sebatas menolak permintaan Rasûlullâh , bahkan mereka berniat membunuh Rasûlullâh . Demi mengetahui rencana jahat mereka ini, beliau  langsung pulang ke Madinah dan mempersiapkan pasukan [Baca : As-Sirah, Ibnu Katsîr(3/145)] sebab ke dua inilah yang memicu perang ini

Ketiga :

Perbuatan bani Nadhîr yang telah memprovokasi orang-orang kuffar Quraisy agar memerangi Rasûlullâh . Sebagaimana dalam riwayat Musa bin Uqbah rahimahullah . (Baca : ad-Dalâ’il, al-Baihaqi, 3/140 ) dengan sanad yang dha’if].

PERCOBAAN PEMBUNUHAN TERHADAP RASÛLULLÂH

[Baca : Sirah ibni Hisyâm (2/189-190) dan Shahih Bukhâri (Bab Hadist Bani Nadhir)].

Ketika Rasûlullâh mengutarakan maksud kedatangan beliau ke Bani Nadhîr, yaitu meminta bantuan untuk membayar diyat pembunuhan , pada awalnya mereka menyanggupinya. Dan mereka mengatakan :

"نَفْعَلُ يَا أَبَا القَاسِمِ ، اجْلِسْ حَتَّى نَقْضِيَ حَاجَتَكَ".

“Wahai Abul Qâsim, kami akan memenuhi permintaan-mu.  Silahkan duduk sampai kami bisa memenuhi kebutuhanmu”.

Rasulullah duduk di dekat tembok rumah mereka bersama Abu Bakar, Umar bin Khaththab, Ali bin Abi Thalib dan beberapa sahabat lainnya [Radhiyallahu anhum].

Sementara di tempat lain orang-orang Bani Nadhîr berkumpul dan berencana membunuh Rasûlullâh . Mereka mengatakan, “Siapa diantara kalian yang mau menjatuhkan batu ini ke kepala Muhammad sampai pecah ?”

Salah satu dari mereka yang bernama Amru ibnu Jihasy mengatakan, ”Saya.”

Mendengar rencana ini, Salam ibnu Misykam berusaha mencegah mereka : ”Jangan kalian lakukan ! Demi Allâh, pasti Allâh akan memberitahukan rencana kalian ini kepadanya.”

Peringatan Salam bin Misykan ini tidak diindahkan.  Mereka tetap berencana meneruskan niat jahat mereka.

Dalam keadaan seperti ini, Allah Azza wa Jalla menurunkan wahyu kepada Rasûlullâh melalui Malaikat Jibril Alaihissallam memberitahukan prihal rencana tersebut. Setelah mendapat wahyu itu, beliau segera bangkit  tanpa mengucapkan sepatah katapun dan pulang ke Madinah begitu pula para sahabat. Mereka bertanya tentang apa yang menyebabkan beliau tiba-tiba bangkit dari tempat beliau dan pulang. Maka Rasûlullâh menceritakan niat keji orang-orang Yahudi yang hendak membunuhnya.

Tidak beberapa lama, Rasûlullâh mengutus Muhammad bin Maslamah untuk menyampaikan keputusan Rasûlullâh  kepada Bani Nadhîr agar mereka keluar dari Madinah dan tidak tinggal bersama Rasûlullâh di Madinah. Mereka diberi tenggang waktu sepuluh hari. Barangsiapa ketahuan masih tinggal di Madinah setelah habis tempo, maka ia akan  diperangi. Lalu, mereka bersiap-siap meninggalkan Madinah.

[Lihat : Sirah karya Ibnu Hisyâm(2/189), Zâdul Ma’âd(3/115), ar-Rahîqul Makhtûm(hlm. 295)].

PEMBAGIAN HARTA FAI’ BANI NADHIR OLEH RASÛLULLÂH

Dengan eksodusnya Bani Nadhir dari Madinah, maka aset harta dan properti yang mereka tinggalkan terhitung sebagai al-fai.

Fai’ adalah Harta yang di dapatkan dari musuh tanpa melalui pertempuran atau tanpa kontak senjata, seperti harta yang di tinggalkan orang kafir yang lari karena takut kepada kaum Muslimin sebelum berperang (al-Wajiz, hlm. 490)

Pembagian harta jenis ini diserahkan sesuai kebijakan Rasûlullâh . Dalam peristiwa ini, beliau lebih banyak memberikannya kepada para sahabat dari kalangan muhâjirîn, karena mereka lebih butuh bila dibandingkan kaum Anshâr. Hanya dua dari kalangan Anshar yang Beliau beri al-fai ini yaitu Abu Dujânah Radhiyallahu anhu dan Sahal bin Hanîf Radhiyallahu anhu karena keduanya sangat miskin.

=====

SEJARAH HARTA NABI DARI GHANIMAH PERANG KHAIBAR

Kota Khaybar adalah kota yang terletak sekitar 150 km dari Madinah. Khaibar adalah sebuah kota yang dipenuhi dengan benteng-benteng, memiliki sumber air di bawah tanah, dan persediaan makanan yang mencukupi untuk bertahun-tahun.

Kota ini dihuni oleh komunitas Yahudi, diantaranya sepuluh ribu pasukan tempur Yahudi, termasuk ribuan pasukan panah yang sangat mahir dalam memanah.

Khaybar dipenuhi dengan harta kekayaan yang sangat melimpah . Dan para Yahudi di sana terlibat dalam praktik bisnis ribawi dengan berbagai macam suku dan negara.

Khaybar merupakan sarang pengkhianatan dan konspirasi, pusat provokasi militer, dan tempat persiapan untuk perang.

Harus diingat bahwa penduduk Khaybarlah yang membentuk aliansi pasukan sekutu [ahzaab] melawan umat Islam, memprovokasi Yahudi Bani Quraizhah untuk melakukan pembelotan dan pengkhianatan terhadap kaum muslimin . Dan menjalin hubungan dengan kaum munafikin serta suku Ghatafan dan suku-suku Badui, sementara mereka yahudi Khaibar sendiri telah bersiap siaga untuk berperang.

Akibat makar Yahudi Khaibar, maka Umat Islam menghadapi cobaan yang terus-menerus , mereka terpaksa menghadapi pengkhianatan dari pihak Yahudi, bahkan umat Islam harus mengambil tindakan tegas terhadap beberapa tokoh mereka seperti Salam bin Abi al-Huqaiq dan Asiir bin Zaaram.

Namun, untuk mengatasi ancaman Yahudi ini, umat Islam tidak bisa bertindak langsung berhadapan dengan mereka , melainkan kaum muslimin terlebih dahulu menghadapi musuh yang lebih besar, lebih kuat, dan lebih berbahaya, yaitu suku Quraysh.

Perang Khaybar ini berbeda dari perang-perang sebelumnya, karena menjadi perang pertama setelah peristiwa Bani Quraizhah dan Perjanjian Hudaibiyah. Ini menandakan bahwa dakwah Islam memasuki fase baru setelah perdamaian Hudaibiyah.

PEMICU PERANG :

Ketika Rasulullah merasa aman dari salah satu dari tiga kekuatan besar pasukan sekutu, yaitu Quraysh, dan setelah sepenuhnya aman setelah Perjanjian Hudaibiyah, maka beliau berniat untuk menyelesaikan masalah dengan dua kekuatan pasukan sekutu lainnya, yaitu komunitas Yahudi dan suku-suku di Najd.

Tujuannya adalah untuk mencapai keamanan dan perdamaian yang menyeluruh, serta menciptakan ketenangan di wilayah tersebut. Dengan demikian, umat Islam dapat fokus pada menyebarkan risalah Allah dan mengajak orang kepada-Nya, setelah terlepas dari konflik berkepanjangan yang menguras energi.

Yahudi Khaybar, sebagai pusat intrik dan konspirasi, serta sebagai pusat provokasi militer dan pangkalan persiapan perang, menjadi sasaran utama untuk diatasi oleh umat Islam. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memastikan keamanan dan stabilitas di wilayah tersebut, sehingga umat Islam dapat membebaskan diri dari konflik berkepanjangan dan fokus pada tugas-tugas dakwah dan pembangunan damai.

Pertempuran antara kaum Yahudi Khaibar dengan umat Islam di bawah pimpinan Nabi Muhammad ini berakhir dengan kemenangan bagi umat Islam, di mana Nabi Muhammad berhasil memperoleh harta, senjata, dan dukungan dari suku setempat. Sekitar dua pekan setelahnya, Rasulullah bahkan memimpin ekspedisi militer menuju Khaibar, sebuah daerah yang dapat dicapai dalam tiga hari perjalanan dari Madinah. Khaibar merupakan wilayah subur yang menjadi benteng utama bagi komunitas Yahudi di jazirah Arab, terutama setelah Yahudi di Madinah dikalahkan oleh Rasulullah .

------

PENGHIMPUNAN PASUKAN SEKUTU DAN BENTENG PERTAHANAN ADALAH PRODUK YAHUDI SEJAK DULU
ROMAWI PUN TAK PERNAH MAMPU MENJEBOL BENTENG YAHUDI KHAIBAR

Meskipun kaum Yahudi tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk menghadapi kaum Muslim, namun mereka sangat cerdik. Mereka berhasil menyatukan musuh-musuh Nabi Muhammad dan umat Islam dari berbagai macam suku yang sangat kuat, sebagaimana yang terjadi dalam Perang Khandaq. Bagi bagi kaum muslimin di Madinah khususnya ancaman dari komunitas Yahudi dianggap jauh lebih serius dibandingkan dengan ancaman dari musuh-musuh lainnya ; karena salah satu kepiawaian Yahudi itu mampu memprovokasi dan mengadu domba serta menciptakan permusuhun yang berujung pada peperangan. Sebagaimana yang Allah SWT firmankan :

﴿ كُلَّمَا أَوْقَدُوا نَارًا لِّلْحَرْبِ أَطْفَأَهَا اللَّهُ ۚ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ فَسَادًا ۚ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ﴾

Setiap kali mereka menyalakan api peperangan, maka Allah memadamkannya. Dan mereka berbuat kerusakan dimuka bumi. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang membuat kerusakan. [QS. Al-Maidah : 64]

Serta kemampuan orang-orang Yahudi dalam menciptakan senjata, benteng pertahanan dan system keamanan. Adapun benteng, maka Allah SWT berfirman :

﴿لَا يُقَاتِلُونَكُمْ جَمِيعًا إِلَّا فِي قُرًى مُّحَصَّنَةٍ أَوْ مِن وَرَاءِ جُدُرٍ ۚ بَأْسُهُم بَيْنَهُمْ شَدِيدٌ ۚ تَحْسَبُهُمْ جَمِيعًا وَقُلُوبُهُمْ شَتَّىٰ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَّا يَعْقِلُونَ﴾

Mereka tidak akan memerangi kalian dalam keadaan bersatu padu, kecuali dalam kampung-kampung yang berbenteng atau di balik tembok. Permusuhan antara sesama mereka adalah sangat hebat. Kalian kira mereka itu bersatu, sedang hati mereka berpecah belah. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang tidak mengerti. [QS. Al-Hasyr: 14]

BENTENG-BENTENG KHAIBAR :

Di Khaibar, ditemukan delapan benteng yang kuat dan tidak dapat ditembus:

1] Benteng Naa'im: Itu adalah hal pertama yang diserang umat Islam.

2] Benteng Ash-Sho’ab bin Muadz: Ini adalah benteng terbesar yang ditaklukkan oleh umat Islam, dan mereka menemukan persediaan makanan dan peralatan militer di dalamnya, yang sebagian besar mereka perkuat.

3] Benteng Al-Zubair: (Benteng Al-Zubair)

Ketiga benteng ini termasuk benteng terkuat di An-Nathooh [النطاة].

4] Benteng Ubay .

5] Benteng Al-Nizaar (sebagian orang menyebutnya Benteng Al-Bazzaah)

Benteng-benteng ini termasuk dalam benteng Asy-Syaqq . Dan ini merupakan paruh pertama Khaibar karena terbagi menjadi dua bagian, sedangkan paruh kedua adalah tiga benteng lainnya.

6] Benteng Al-Qamoush (Bani Abi Al-Haqiq, dari Yahudi Banu Al-Nadir)

7] Benteng Al-Nathih (Al-Wathih)

8] Benteng As-Salam (Salalin)

Benteng-benteng ini menyerah tanpa terjadi bentrokan, meskipun kuat dan tidak dapat ditembus, serta menyerah atas dasar perdamaian dan evakuasi setelah pengepungan terjadi.

Oleh sebab betapa besarnya bahaya yang ditimbulkan oleh Yahudi Khaibar maka Nabi Muhammad menyerbu ke jantung pertahanan musuh. Suatu pekerjaan yang tak mudah dilakukan.

Pasukan Romawi yang lebih kuat pun tak mampu menaklukkan benteng Khaibar yang memiliki sistem pertahanan berlapis-lapis yang sangat baik. Sallam bin Misykam mengorganisasikan prajurit Yahudi. Perempuan, anak-anak dan harta benda mereka tempatkan di benteng Watih dan benteng Sulaim. Persediaan makanan dikumpulkan di benteng Na’im. Pasukan perang dikonsentrasikan di benteng Natat. Sedangkan Sallam dan para prajurit pilihan maju ke garis depan.

Sallam tewas dalam pertempuran itu. Tapi pertahanan Khaibar belum dapat ditembus. Nabi Muhammad menugaskan Abu Bakar untuk menjadi komandan pasukan. Namun gagal. Demikian pula Umar. Akhirnya kepemimpinan komando diserahkan pada Ali.

Di Khaibar inilah nama Ali menjulang. Keberhasilannya mendobrak pintu gerbang benteng selalu dikisahkan dari abad ke abad. Ali dan pasukannya juga berhasil menjebol pertahanan lawan.

Harith bin Abu Zainab -komandan Yahudi setelah Sallam-pun tewas.

Benteng Na’im jatuh ke tangan pasukan Islam.

Setelah itu benteng demi benteng dikuasai. Seluruhnya melalui pertarungan sengit.

Benteng Qamush kemudian jatuh. Demikian juga benteng Zubair setelah dikepung cukup lama. Semula Yahudi bertahan di benteng tersebut. Namun pasukan Islam memotong saluran air menuju benteng yang memaksa pasukan Yahudi keluar dari tempat perlindungannya dan bertempur langsung.

Benteng Watih dan Sulaim pun jatuh ke tangan pasukan Islam.

Yahudi lalu menyerah. Seluruh benteng diserahkan pada umat Islam.

Namun Nabi Muhammad memerintahkan pasukannya untuk tetap melindungi warga Yahudi dan seluruh kekayaannya, kecuali Kinana bin Rabi’ yang terbukti berbohong saat dimintai keterangan Rasulullah .

Perlindungan bagi kaum Yahudi itu tampaknya sengaja diberikan oleh Rasulullah untuk menunjukkan beda perlakuan antara umat dengan kalangan umat Kristen terhadap pihak yang dikalahkan. Biasanya, pasukan Kristen dari kekaisaran Romawi akan menghancurludeskan kelompok Yahudi yang dikalahkannya. Sekarang kaum Yahudi Khaibar diberi kemerdekaan untuk mengatur dirinya sendiri sepanjang mengikuti garis kepemimpinan Nabi Muhammad dalam politik.

Nabi Muhammad sempat tinggal beberapa lama di Khaibar. Beliau bahkan nyaris meninggal lantaran diracun oleh Yahudi . Diriwayatkan bahwa Zainab binti Harits menaruh dendam pada Nabi Muhammad . Sallam, suaminya, tewas dalam pertempuran Khaibar. Zainab lalu mengirim sepotong daging domba untuk Nabi Muhammad . Rasulullah sempat mengigit sedikit daging tersebut, tetapi segera memuntahkannya setelah merasa ada hal yang ganjil. Tidak demikian halnya dengan sahabat rasul, Bisyri bin Bara. Ia meninggal lantaran memakan daging tersebut.

Dari Abu Hurairah, ia berkata :

أهدت لرسولُ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ يهوديَّةٌ بخيبرَ شاةً مَصليَّةً سمَّتْها فأكلَ رسولُ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ منها وأكلَ القومُ فقالَ ارفعوا أيديَكُم فإنَّها أخبرتني أنَّها مسمومةٌ فماتَ بِشرُ بنُ البراءِ بنِ معرورٍ الأنصاريُّ فأرسلَ إلى اليهوديَّةِ ما حملكِ على الَّذي صنعتِ قالت إن كنتَ نبيًّا لم يضرَّكَ الَّذي صنعتُ وإن كنتَ ملِكًا أرحتُ النَّاسَ منكَ فأمرَ بها رسولُ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ فقُتلت ثمَّ قالَ في وجعِهِ الَّذي ماتَ فيهِ مازلتُ أجدُ منَ الأُكْلَةِ الَّتي أكلتُ بخيبرَ فهذا أوانُ قطعَت أبْهَري

Ada seorang wanita Yahudi Khaibar yang memberi hadiah daging guling yang telah dilumuri racun kepada Rasulullah . Beliau dan para sahabatnya lalu makan daging kambing tersebut.

Namun kemudian, beliau bersabda: "Angkatlah tangan kalian (berhenti makan), karena sesungguhnya daging kambing ini telah memberiku kabar bahwa ia telah dibubuhi racun."

Bisyr Ibnul Al Bara bin Ma'rur Al Anshari akhirnya meninggal dunia.

Rasulullah kemudian mengutus utusan kepada wanita Yahudi tersebut. Beliau bertanya: "Apa yang mendorongmu untuk melakukan hal itu?" Wanita itu menjawab, "Jika engkau seorang Nabi, maka apa yang aku lakukan tidak akan membahayakanmu. Namun jika engkau hanya seorang raja, maka dengan begitu aku telah mengistirahatkan manusia darimu."

Rasulullah lantas memerintahkan agar wanita itu dibunuh, maka ia pun dibunuh. Kemudian beliau berkata pada saat sakit yang membawanya kepada kematian:

"Aku masih merasakan apa yang pernah aku makan di Khaibar, dan sekarang adalah waktu terputusnya punggungku (kematianku)."

[HR. Abu Daud no. 4512. Di shahihkan oleh al-Albaani dalam Shahih Abu Daud].

-----

PEMBAGIAN HARTA GHANIMAH KHAIBAR :

Dikarenakan makar dan tipu daya Yahudi Khaibar yang selalu merongrong keamanan umat Islam, diantaranya merekalah yang menghasut suku-suku arab untuk bersatu menggempur Madinah dengan terbentuknya pasukan sekutu yang menyebabkan terjadinya perang Ahzaab [sekutu] atau perang Khandak [parit] , maka dengan alasan itu Nabi Muhammad berkeingin mengusir orang-orang Yahudi dari Khaybar. Namun Mereka berkata : "Wahai Muhammad, biarkan kami tinggal di tanah ini, kami akan memperbaikinya dan mengurusnya. Kami lebih mengerti tentang tanah ini daripada kalian”.

Sementara Nabi Muhammad dan sahabat-sahabatnya tidak memiliki budak yang bisa mengurus tanah itu, maka orang-orang Yahudi terus berusaha membujuk Nabi Muhmmad dan para sahabatnya agar mereka diijinkan untuk tetap tinggal di Kahibar dan mengelola perkebunan Khaibar sebelum kembali ke Madinah.

Lalu Rasulullah pun menyetujuinya dan memberikan Khaybar kepada mereka untuk mengelolanya dengan syarat bahwa mereka hanya berhak mendapatkan separuh hasil dari setiap tanaman dan buah.

Rasulullah merasa cocok untuk menerima mereka, dan Abdullah bin Rawahah diangkat sebagai pengawas atas mereka.

Tanah Khaybar dibagi menjadi tiga puluh enam bagian. Setiap bagian terdiri dari seratus bagian, sehingga total ada tiga ribu enam ratus bagian.

Rasulullah dan umat Islam memperoleh separuhnya, yaitu seribu delapan ratus bagian. Rasulullah memiliki bagian seperti salah satu umat Islam. Setengah sisanya, yaitu seribu delapan ratus bagian, diberikan kepada mereka untuk keperluan mendesak dan kepentingan umat Islam.

Pembagian seribu delapan ratus bagian ini karena tanah tersebut merupakan hadiah dari Allah kepada para sahabat yang ikut terlibat perjanjian Huadibiyah, baik yang hadir maupun yang tidak, mereka berjumlah seribu empat ratus orang dengan dua ratus kuda. Setiap kuda mendapatkan dua bagian, sehingga total seribu delapan ratus bagian.

Sehingga setiap penunggang kuda mendapatkan tiga bagian, dan setiap pejalan kaki mendapatkan satu bagian.

Indikasi dari banyaknya harta rampasan dari Khaybar adalah apa yang disampaikan oleh Bukhari dari Ibnu Umar :

" مَا شَبِعْنَا حَتَّى فَتْحَنَا خَيْبَرَ ".

"Kami tidak pernah kenyang sampai kami menaklukkan Khaybar."

Dan juga dari Aisyah, dia berkata :

"لَمَّا فُتِحَتْ خَيْبَرُ، قُلْنا: الآنَ نَشْبَعُ مِنَ التَّمْرِ".

"Ketika Khaybar ditaklukkan, kami berkata: 'Sekarang kami merasakan kenyang dengan kurma.' [HR. Bukhori no. 4242]

Ibnu Syihab mengatakan: Anas Bin Malik memberitahukan saya :

«أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا فَرَغَ مِنْ قَتْلِ أَهْلِ خَيْبَرَ، فَانْصَرَفَ ‌إِلَى ‌المَدِينَةِ ‌رَدَّ ‌المُهَاجِرُونَ ‌إِلَى ‌الأَنْصَارِ ‌مَنَائِحَهُمُ ‌الَّتِي ‌كَانُوا ‌مَنَحُوهُمْ مِنْ ثِمَارِهِمْ، فَرَدَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى أُمِّهِ عِذَاقَهَا، وَأَعْطَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُمَّ أَيْمَنَ مَكَانَهُنَّ مِنْ حَائِطِهِ»

bahwa ketika Rasulullah selesai dari peperangan Khaibar dan kembali ke Madinah, para Muhajirin mengembalikan pemberian kaum Anshar tersebut yakni kebun pohon buah-buahan yang mereka berikan kepada mereka dari kebun-kebun pohon buahnya. [ Karena saat itu mereka telah mendapatkan harta kekayaan dan lain-lain dari hasil upaya sendiri]. Rasulullah pun mengembalikan kebun kurma yang telah diberikan oleh ibunda Anas. Sebagai gantinya Rasulullah memberikan Ummu Ayman beberapa pohon dari kebun beliau sendiri [ HR. Bukhori no. 4243 dan Muslim no. 1771].

Ibnu Qoyyim dalam Zaad al-Ma’aad berkata :

وَلَمَّا رَجَعَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - ‌إِلَى ‌الْمَدِينَةِ ‌رَدَّ ‌الْمُهَاجِرُونَ ‌إِلَى ‌الْأَنْصَارِ ‌مَنَائِحَهُمُ ‌الَّتِي ‌كَانُوا ‌مَنَحُوهُمْ إِيَّاهَا مِنَ النَّخِيلِ، حِينَ صَارَ لَهُمْ بِخَيْبَرَ مَالٌ وَنَخِيلٌ، فَكَانَتْ أُمُّ سُلَيْمٍ - وَهِيَ أُمُّ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ - أَعْطَتْ رَسُولَ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - عِذَاقًا، فَأَعْطَاهُنَّ أُمَّ أَيْمَنَ مَوْلَاتَهُ، وَهِيَ أُمُّ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ، فَرَدَّ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - عَلَى أُمِّ سُلَيْمٍ عِذَاقَهَا، وَأَعْطَى أُمَّ أَيْمَنَ مَكَانَهُنَّ مِنْ حَائِطِهِ مَكَانَ كُلِّ عَذْقٍ عَشَرَةً "

Ketika Nabi kembali ke Madinah, para Muhajirin mengembalikan kepada Anshar semua pemberian yang telah orang Anshar berikan kepada muhajirin dari pohon kurma setelah mereka mendapatkan harta dan kebun kurma Khaybar."

Ummu Salim, yang juga dikenal sebagai Ummu Anas bin Malik, memberikan tandan pohon kurma kepada Rasulullah . Lalu Rasulullah memberikan tandan tersebut kepada ibu Aiman, budak perempuannya, yang juga dikenal sebagai Ummu Usamah bin Zaid. Kemudian Rasulullah mengembalikan tandan tersebut kepada Ummu Salim dan memberikan gantinya untuk Ummu Aiman dari kebunnya, diganti dengan sepuluh tandan”. [ Zaad al-Ma’aad 3/317].

PENAKLUKAN YAHUDI WADIL QURA :

Khaibar telah ditaklukkan. Maka rombongan pasukan Rasulullah kembali ke Madinah melalui Wadil Qura, wilayah yang dikuasi kelompok Yahudi lainnya. Pasukan Yahudi setempat mencegat rombongan tersebut. Sebagaimana di Khaibar, mereka kemudian ditaklukkan pula.

PENAKLUKAN YAHUDI TAIMA :

Sedangkan Yahudi Taima’ malah mengulurkan tawaran damai tanpa melalui peperangan.

Dengan penaklukan tersebut, Islam di Madinah telah menjadi kekuatan utama di jazirah Arab. Ketenangan masyarakat semakin terwujud. Dengan demikian, Nabi Muhammad dapat lebih berkonsentrasi dalam dakwah membangun moralitas masyarakat.

Kaum Yahudi menyerah dengan syarat membayar pajak dan memberikan tanahnya kepada umat Islam.

=====

SEJARAH HARTA FAI’ HAK MILIK NABI DARI YAHUDI FADAK

Fadak adalah daerah pertanian bersejarah yang terletak di selatan kota Al-Hadār di wilayah Hail , sekitar 250 km dari kota Hail . Fadak ini terkenal dengan pertanian  gandum dan kurma . Daerah ini merupakan salah satu situs arkeologi di wilayah tersebut, karena di dalamnya terdapat Castil, benteng, dan istana batu hitam.

Daerah ini ditinggalkan setelah air dari mata air yang digunakan untuk mengairi berhenti dan mengering. 

Kota ini dihuni oleh orang Amalek sampai raja Irak Nabonidus datang dan memusnahkan mereka, lalu pergi setelah sepuluh tahun. Bangsa Amalek kembali dan mampu menguasai Fadak, kemudian kaum Yahudi Khaybar datang dan menguasai wilayah tersebut. 

Fadak ini adalah salah satu kota bersejarah terpenting di Jazirah Arab.

Orang-orang Yahudi terus tinggal disana sampai tahun ketujuh. Lalu Ali bin Abi Thalib diutus untuk memerangi orang-orang Yahudi Fadak hingga mereka berdamai dengan Rasulullah  atas separuh penghasilan pertanian wilayah Fadak.

Dan dengan itulah dimulai sejarah Islam, dan seluruh tanah dan propertinya adalah menjadi hak milik Rasulullah , karena Fadak ini termasuk wailayah yang ditaklukan tanpa peperangan, tanpa pengerahan pasukan berkuda atau kendaraan perang lainnya .

Abu Bakar Ahmad Al-Jawhari berkata:

وَرَوَى مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ لَمَّا فَرَغَ مِنْ خَيْبَرَ قَذَفَ اللَّهُ الرُّعْبَ فِي قُلُوبِ أَهْلِ فَدَكَ، فَبَعَثُوا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ فَصَالَحُوهُ عَلَى النِّصْفِ مِنْ فَدَكَ، فَقَدِمَتْ عَلَيْهِ رُسُلُهُم بِخَيْبَرٍ أَوْ بِالطَّرِيقِ، أَوْ بَعْدَمَا أَقَامَ بِالْمَدِينَةِ فَقَبِلَ ذَلِكَ مِنْهُمْ، وَكَانَتْ فَدَكُ لِرَسُولِ اللَّهِ خَالِصَةً لَهُ، لَمْ يُوْجِفْ عَلَيْهَا بِخَيْلٍ وَلَا رِكَابٍ. قَالَ: وَقَدْ رُوِيَ أَنَّهُ صَالَحَهُمْ عَلَيْهَا كُلَّهَا.

 Muhammad  bin Ishaq meriwayatkan bahwa ketika Rasulullah selesai dengan Khaybar, Allah melemparkan rasa ketakutan ke dalam hati masyarakat Fadak, maka mereka mengirim utusan kepada Rasulullah dan mengajak berdamai dengannya dan mereka siap menyerahkan separuh penghasilan tanah Fadak kepada Rasulullah .

Para utusan mereka datang kepadanya di Khaybar atau melalui jalan darat, atau setelah beliau tiba di Madinah, dan beliau pun menerimanya dari mereka. Maka Penghasilan dari Fadak adalah murni untuk Rasulullah, karean tidak ditaklukkan dengan pasukan berkuda atau kendaran perang lainnya ke sana. 

Dia berkata : Diriwayatkan pula bahwa beliau berdamai dengan mereka atas semua tanah Fadak.

Fadak menurut pendapat yang benar adalah bahwa Rasulullah menjadikannya sebagai wakaf untuk keperluan diri beliau dan keluarganya . Dan Khalifah pertama yang mendapat petunjuk, Abu Bakr al-Siddiq radhiyallhu ‘anhu, melakukan terhadapnya sebagaimana yang dilakukan Rasulullah terhadapnya, dan begitu pula Para Khalifah yang mendapat petunjuk setelah dia. 

PERHATIAN:

Penulis cukupkan sampai pada Fai’ Yahudi Fadak sebagai contoh sumber pendapatan dan kekayaan Rasulullah dari hasil jihad fii sabiilillah . Di sana masih banyak lagi selain dari yang telah penulis sebutkan diatas , seperti Fai hasil pengepungan dan pengusiran Yahudi Bani Quraidzah yang berkhianat saat perang Khandak . Dan begitu juga dengan pengepungan dan pengusiran Fai’ Yahudi Bani Qainuqo yang berkali-kali mengkhianati kaum muslimin , diantaranya menelanjangi wanita muslimah dan pengeroyokan hingga mati terhadap seorang muslim.

******

MACAM-MACAM NAMA HARTA RAMPASAN PERANG

====

HARTA RAMPASAN PERTAMA : AL-ANFAAL :

Secara umum defenisi anfal ( ﺍﻷﻧﻔﺎﻝ ) adalah harta-harta musuh yang diperoleh oleh kaum muslimin baik melalui peperangan maupun tidak. Ibnu Al-‘Araby mengatakan bahwa para ulama telah menyebutkan nama untuk harta rampasan perang dengan tiga nama yaitu anfal, ghanimah dan fai

[Baca : Ibnu Al-‘Araby, Ahkam Al-Qur’an, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyah, 2003), Cet. Ke 3, 2/377.] .

Ada juga yang mendefenisikan anfal dengan harta yang diserahkan oleh orang kafir supaya umat Islam tidak memerangi mereka, seperti juga dengan harta yang diambil tanpa ada ancaman, seperti jizyah, kharaj, ‘ushr, harta orang murtad dan harta orang kafir yang mati atau orang yang tidak punya ahli waris [Baca : Wizarah 7/19]

====

HARTA RAMPASAN KEDUA : GHONIMAH

Adapun defenisi ghanimah secara istilah adalah harta musuh yang diambil dengan cara paksaan dan melalui peperangan [Baca : Hammad, op.cit, hlm. 262.] .

Ulama Hanafiyah menjelaskan bahwa pengambilan dengan cara paksaan tidak terjadi kecuali dengan kekuatan, baik secara hakiki atau dengan dalalah , artinya izin dari Imam [Baca : Al-Kasany, Bada’I Ash-Shana’I. (Kairo: Dar Al-Hadits, 2005), 9/ 394] .

Sedangkan ulama Syafi’iyah mendefenisikan ghanimah yaitu harta yang diambil oleh kaum muslimin dari orang kafir dengan menunggang kuda dan unta

[Baca : Ar-Rafi’I, Al-‘Aziz Syarh Al-Wajiz, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyah, 1997), Cet. Ke I, 7/345.] .

Ar-Rafi’i mengatakan bahwa dalam kitab At-Tahdzib disebutkan bahwa sama saja apakah harta itu diambil dengan cara paksa atau karena mereka kalah dan meninggalkan hartanya [Ibid.] .

-----

MACAM-MACAM GHANIMAH :

Tidak semua harta yang diambil dari orang kafir adalah ghanimah. Ada beberapa macam harta yang masuk dalam kategori ghanimah , yaitu:

PERTAMA : Harta yang bergerak atau dapat dipindahkan ( ﺍﻷﻣﻮﺍﻝ ﺍﻟﻤﻨﻘﻮﻟﺔ ), seperti uang, makanan dan hewan.

Setiap harta yang dapat dipindahkan terhitung sebagai ghanimah jika diambil dari musuh di dar al-harb dengan kekuatan militer.

KEDUA : Tanah atau lahan.

Tanah yang didapatkan melalui peperangan terbagi kepada tiga macam yaitu:

A] Tanah yang diperoleh dengan perang.

Para ulama berbeda pendapat tentang dibagi atau tidaknya tanah ini. Abu Hanifah berpendapat bahwa Imam boleh memilih antara membagikannya atau tetap diolah oleh sipemiliknya dengan membayar kharaj. Imam Malik berpendapat tanah tersebut tidak dibagi, namun menjadi harat waqaf untuk kaum muslimin. Adapun Asy-Syafi’i mengatakan tetap dibagi sebagaimana harta yang dapat dipindahkan. Sedangkan Ahmad setuju dengan pendapat Abu Hanifah dan Malik.

B] Tanah yang ditinggalkan oleh pemiliknya karena takut

Tanah yang seperti ini akan menjadi waqaf, karena bukan ghanimah dan hukumnya adalah hokum fai.

C] Tanah yang diperoleh dengan cara damai antara Imam atau wakilnya dengan musuh.

Tanah ini boleh menjadi milik kaum muslimin dan pemilik tanah sebagai pengolah tanah tersebut dan harus membayar kharaj. Dan boleh juga tanah ini tetap dimiliki oleh pemilik tanah dengan membayar kharaj. Kharaj tersebut statusnya adalah sebagai jizyah, maka ketika pemilik tanah itu masuk Islam maka kewajiban membayar kharaj menjadi gugur.

KETIGA : Harta Hasil Dari Tebusan Tawanan Perang.

Harta Tebusan tawanan perang termasuk ghanimah, karena Nabi telah membagikan tebusan tawanan perang Badr.

Setiap harta yang diperoleh dengan kekuatan militer sama dengan harta yang diperoleh dengan senjata.

Adapun hadiah yang diberikan oleh musuh di dar al-harb [negeri musuh] kepada seorang tentara muslim adalah termasuk ghanimah, karena hal tersebut terjadi disebabkan oleh perasaan takut. Namun jika hadiah diberikan di dar al-Islam [negeri Islam], maka hadiah itu adalah menjadi milik si penerima hadiah.

EMPAT : Salab [سَلَبٌ]

Para ulama telah sepakat bahwa salab termasuk harta yang dikhumus, namun mereka berbeda pendapat tentang salab bagi pembunuhnya. Mayoritas ulama mengatakan tidak dikhumus, mereka berdalil dengan hadits

ﻣَﻦْ ﻗَﺘَﻞَ ﻗَﺘِﻴﻼً ﻟَﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺑَﻴِّﻨَﺔٌ ﻓَﻠَﻪُ ﺳَﻠَﺒُﻪُ

Artinya: “Barang siapa yang membunuh musuhnya, serta memiliki bukti maka salabnya adalah miliknya” (HR. Bukhari)

Dan juga ucapan Umar RA, “Dahulu kami tidak mengkhumus salab” .

LIMA : Nafl [نَفْلٌ]

Para fuqaha’ berbeda pendapat apakah nafl termasuk ghanimah, maka ada yang berpendapat bahwa nafl asalnya adalah ghanimah, 4/5 ghanimah, 1/5 ghanimah atau 5/5 ghanimah.

ENAM : Harta para bughat (pemberontak)

Ulama sepakat bahwa harta para pemberontak tidak termasuk ghanimah, tidak dibagi dan tidak boleh merusaknya. Akan tetapi dikembalikan kepada mereka setelah bertobat.

TUJUH : Harta muslim yang diperoleh kembali setelah dirampas oleh musuh

Jumhur fuqaha’ berpendapat bahwa harta tersebut termasuk ghanimah. Namun demikian, para ulama berbeda pendapat jika ditemukan barang/benda yang diketahui pemiliknya apakah diberikan sebelum atau sesudah pembagian atau dibayar nilainya saja. Fuqaha’ sepakat jika sebelum dibagikan pemilik benda tersebut telah diketahui, maka benda itu dikembalikan kepadanya. Namun jika pemiliknya diketahui setelah pembagian, Hanafiyah dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad menyebutkan bahwa yang diberikan adalah nilai atau harganya yang dibayar oleh orang yang mendapatkannya (orang yang mendapat bagian dari benda tersebut). Sedangkan Malikiyah berpendapat bahwa benda tersebut baik pemilik muslim atau dzimmy tidak boleh dibagi, jika telah terjadi pembagian maka pembagian tersebut tidak sah dan pemiliknya mengambil benda/barang itu. Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa harta/benda tersebut dikembalikan kepada pemiliknya, sedangkan orang yang mendapatkan bagian berupa benda tersebut diberikan ganti dari bagian 5/5 (khumus yang telah dibagi lima), karena tidak mungkin untuk membatalkan pembagian yang telah terlaksanakan.

[ Baca : Wizarah Al-Auqaf wa As-Syu’un Al-Islamiyah, Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah, (Kuwait: Dar Ash-Shofwah, 1994), Cet. Ke I, 31/303-306.]

Adapun Imam Al-Mawardi menjelaskan bahwa ghanimah itu ada empat macam yaitu harta, tanah, tawanan perang ( ﺃﺳﺮﻯ ), dan tawanan anak-anak atau wanita ( ﺍﻟﺴﺒﻲ ). Untuk tawanan perang, para ulama telah sepakat bahwa hal tersebut diserahkan kepada kebijakan – yang memberikan kemaslahatan pada kaum muslimin – Imam atau orang yang diberikan wewenang untuk memimpin jihad apabila tawanan tersebut tetap dalam kekafirannya. Syafi’i menyebutkan kebijakan itu adalah :

1) dibunuh,

2) dijadikan hamba sahaya,

3) ditebus atau pertukaran tawanan

Dan 4) diberikan amnesty.

Sedangkan Malik memberikan kebijakan yaitu dibunuh, dijadikan hamba sahaya dan pertukaran tawanan. Adapun Abu Hanifah mengatakan bahwa kebijakan tersebut hanyalah dibunuh atau dijadikan hamba sahaya [Baca : Al-Mawardi, op.cit, hlm. 166].

Tawanan anak-anak dan wanita tidak boleh dibunuh jika mereka termasuk ahlul kitab. Sedangkan selain ahlul kitab, Syafi’I berpendapat jika menolak masuk Islam maka dibunuh, sedangkan Abu Hanifah berpendapat dijadikan hamba sahaya dan saat dijadikan hamba sahaya, seorang ibu tidak boleh dipisahkan dari anaknya yang masih kecil [[Baca : Al-Mawardi, op.cit, hlm. 171] .

----

PEMBAGIAN GHANIMAH :

----

PERTAMA : Waktu dan tempat pembagian

Rampasan perang dibagikan apabila peperangan telah selesai dengan sempurna. Karena dengan selesainya perang itu baru dapat diketahui jumlah ghanimah yang akan dibagi dan juga supaya para tentara tidak terpengaruh pemikirannya . [Baca : Al-Mawardi, op.cit, hlm. 177]] .

KEDUA : Orang-orang yang berhak mendapatkan bagian

Orang yang berhak mendapatkan ghanimah adalah orang-orang yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

– Benar-benar ikut dalam peperangan.

– Masuk ke dar al-harb dengan niat berperang.

– Laki-laki.

– Muslim.

– Merdeka.

– Berakal dan baligh.

KETIGA : Cara pembagian.

Abdul Qadim Zallum menjelaskan bahwa cara pembagian harta ghanimah diserahkan kepada Imam, sesuai dengan kebutuhan dan kemaslahatan umat Islam. Beliau beralasan dengan pembagian harta ghanimah pada perang Badr dan perang Hunain, QS. Al-Anfal: 1, dan perbuatan-perbuatan Rasul lainnya yang berkaitan dengan pembagian ghanimah

[Baca : Abdul Qadim Zallum, Sistem Keuangan di Negara Khilafah terj. Ahmad. S, dkk, (Bogor: Thariqul Izzah, 2002), Cet. I, hlm. 27-30 . Baca pula : Wizarah op.cit, 31/ 311-312.].

Adapun urutan untuk membagikan harta ghanimah sebagai pedoman oleh Imam adalah sebagai berikut:

– Meberikan salab kepada yang berhak.

– Menyerahkan harta orang muslim atau dzimmy jika pemiliknya diketahui.

– Mengeluarkan biaya ghanimah, seperti upah tukang angkat, upah penjaga dan akuntan.

– Memberikan janji sayembara (ju’l) bagi orang yang berhak. [ Baca : Wizarah op.cit, 31/ 312-314.]

Setelah itu ghanimah dibagi kepada lima bagian. Adapun yang seperlima dibagikan kepada Allah, Rasul, karib kerabat Rasul , anak yatim dan ibn as-sabil. Al-Mawardi menyebutkan pembagian ini yaitu : 1) Rasul dan dipergunakan untuk kemaslahatan kaum muslimin. 2) Keluarga Nabi dari Bani Hasyim dan Bani Muthallib. 3) Anak yatim. 4) Orang miskin. Dan ke 5) Ibnu As-Sabil [Baca : Al-Mawardi, op.cit. hlm. 178.] 

Selanjutnya adalah pembagian bagi kelompok penerima hadiah kecil ( radakh/ ﺭﺿﺦ ), walaupun ada sebagian ulama mendahulukan mereka dari pembagian yang seperlima. Kelompok ini adalah orang-orang yang ikut hadir dalam peperangan, namun tidak mendapatkan bagian ghanimah. Mereka adalah hamba sahaya, wanita, anak-anak, dan orang yang sakit keras. Adapun kafir dzimmi diberikan sesuai dengan sumbangsih mereka dalam peperangan, namun hadiah bagi mereka lebih kecil dari jumlah yang diterima oleh para prajurit muslim. Jika status kelompok ini berubah dalam kondisi perang, seperti anak-anak baligh, hamba sahaya merdeka, kafir menjadi muslim, maka mereka mendapatkan bagian yanh utuh [Baca : Al-Mawardi, op.cit. hlm. 178.] .

Kemudian yang empat perlima dibagikan kepada para pasukan yang berhak menerimanya, yaitu: Jumhur fuqaha’ menetapkan bahwa untuk satu tentara satu bagian, jika membawa kuda maka mendapatkan tiga bagian (satu bagian untuk tentara dan dua bagian untuk kuda).

KEEMPAT : Hal-hal yang berhubungan dengan ghanimah

A. Pemeliharaan ghanimah

Seorang panglima perang wajib menjaga ghanimah, meskipun harus mengeluarkan biaya. Jika penjagaan itu dilakukan oleh tentara, maka ia boleh mengambil upah tanpa menggugurkan bagian ghanimahnya .

B. Mencuri atau mengkorupsi ( ﻏُﻠُﻮْﻝ ) harta ghanimah

Harta yang diambil setelah dikumpulkan adalah tindakan pencurian, dan jika diambil sebelum dikumpulkan adalah tindakan korupsi (ghulul/khianat). Ghulul adalah dosa besar sebagaimana firman Allah SWT :

ﻭَﻣَﻦ ﻳَﻐْﻠُﻞْ ﻳَﺄْﺕِ ﺑِﻤَﺎ ﻏَﻞَّ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ

Artinya: “Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu”. (QS. Ali Imran: 161)

Tidak termasuk ghulul, jika seseorang mengambil dengan sekedarnya apabila panglima perannya adalah orang zalim dan tidak membagi secara syar’i.

C. Hak orang yang tidak ikut dalam peperangan namun mempunyai sumbangsih yang besar untuk kemaslahatan para tentara.

Misalnya adalah utusan, mata-mata atau intelijen, penunjuk jalan, maka mereka ini berhak mendapatkan bagian ghanimah walaupun mereka tidak ikut dalam kancah peperangan. Begitu juga jika panglima membagi pasukan kepada dua kelompok, maka walaupun hanya satu kelompok yang mendapatkan ghanimah namun kelompok lain juga mempunyai hak [Baca : Wizarah op.cit, 31/306] .

====

HARTA RAMPASAN KETIGA : FAI ( الفيء)

1] Pengertian Fai

Adapun fai secara istilah adalah harta-harta yang didapatkan dari musuh dengan cara damai tanpa peperangan, atau setelah berakhir peperangan seperti jizyah, kharaj dan lain sebagainya [Baca : Hammad, op.cit. hlm. 270] .

Harta fai dengan harta ghanimah ada kesamaan dari dua segi dan ada perbedaan dari dua segi pula.

Segi persamaanya adalah:

Pertama : kedua harta itu didapatkan dari kalangan orang kafir. Kedua : penerima bagian seperlima adalah sama.

Adapun segi perbedaannya adalah:

Pertama : harta fai diberikan dengan suka rela, sementara ghanimah dengan paksaan.

Kedua : penggunaan empat perlima bagian dari harta fai berbeda penggunaannya dengan empat perlima bagian dari ghanimah [Baca : Al-Mawardi, op.cit. hlm. 161.] .

Muhammad Saddam mengemukakan Negara mempuyai otoritas penuh dalam mengatur harta fai, maka kita dapat menyebutnya sebagai pendapatan penuh Negara, karena keuntungan dari pendapatan fai dibagi rata untuk kepentingan bersama dari seluruh populasi, maka Al-Ghazaly mendefenisikannya sebagai amwal al-mashalih yaitu pendapatn untuk kesejahteraan rakyat [Baca : Muhammad Saddam, Ekonomi Islam Sistem Ekonomi Menurut Islam, ter. Hary Kurniawan, (Jakarta: Taramedia, 2002), hlm. 51.] .

1] Sumber-Sumber Fai

Harta fai bersumber dari beberapa jalan, yaitu:

a. Tanah dan harta yang tidak bergerak lainnya seperti rumah.

b. Harta yang bisa dipindahkan.

c. Kharaj

d. Jizyah

e. Ushur ahl adz-dzimmah

f. Harta yang diperoleh oleh kaum muslimin dari musuh untuk berdamai.

g. Harta orang murtad jika terbunuh atau mati

h. Harta kafir dzimmy jika mati dan tidak punya ahli waris.

i. Tanah-tanah ghanimah artinya tanah-tanah pertanian bagi yang berpendapat bahwa tanah tersebut tidak dibagi.

[Baca : Wizarah Al-Auqaf wa As-Syu’un Al-Islamiyah, Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah, (Kuwait: Dar Ash-Shofwah, 1995), Cet. I, Juz. 32/229-230].

3] Cara Pembagian Fai

Dalam pembagian harta fai para fuqaha’ berbeda pendapat.

Ulama Hanafiyah dan Malikiyah serta Asy-Syafi’i dalam qaul al-qadim dan juga Ahmad dalam salah satu riwayat berpendapat bahwa harta fai itu tidak dikhumus, bahkan semuanya diserahkan kepada Rasulullah dan orang yang telah disebut dalam firman Allah QS. Al-Hasyr: 7-10. Karena dalam ayat tersebut Allah SWT tidak menyebutkan jumlah seperti seperlima.

Ibnu Al-Mundzir berkata, “Kami tidak menghafal (pendapat) dari seorang pun sebelum Asy-Syafi’i tentang adanya khumus pada harta fai sebagaimana pada ghanimah” [Ibid. hlm. 230.].

Imam Abu Hanifah juga berpendapat bahwa tidak khumus dalam fai [Al-Mawardi, op.cit. hlm. 161] .

Asy-Syafi’i dalam qaul al-jadid , Muhammad Asy-Syaibany dan salah satu riwayat Ahmad menerangkan bahwa dalam fai ada khumus [Baca : Wizarah, op.cit, 32/ 231] .

Al-Mawardi juga berpendapat bahwa ada khumus pada harta fai, karena nash Al-Quran tentang khumus dari harta fai akan mencegah terjadinya pertentangan. Kemudian beliau merincikan pembagian tersebut sebagai berikut [Baca : Al-Mawardi, op.cit. hlm. 162-165].

A. Seperlima dibagikan kepada:

– Rasulullah ketika masih hidup, untuk dipergunakan bagi kebutuhan beliau, keluarga dan kaum muslimin. Namun setelah beliau wafat, para ulama berbeda pendapat. Ada yang berpendapat bahwa bagian tersebut jatuh ke ahli waris beliau. Abu Tsaur berpendapat bahwa bagian tersebut jadi milik Kepala Negara. Abu Hanifah berpendapat, bagian ini menjadi hilang. Asy-Syafi’i berpendapat, bagian ini dipergunakan untuk kepentingan kaum muslimin.

– Keluarga dan kerabat Nabi SAW. Abu Hanifah mengatakan bahwa bagian ini telah ditiadakan, sedangkan menurut Asy-Syafi’i bagian ini tetap ada dan diberikan kepada Bani Hasyim dan Bani Muthallib.

– Anak-anak yatim

– Orang miskin

– Ibn as-sabil

B. Untuk bagian empat perlima diserahkan kepada Rasulullah ketika beliau masih hidup, namun ketika beliau telah wafat maka ulama berbeda pendapat yaitu:

– Diberikan khusus untuk tentara.

– Dipergunakan untuk keperluan dan kepentingan kaum muslimin.

Abdul Qadim Zallum juga mengemukakan bahwa harta fai tersebut disimpan di Baitul Mal dan dibelanjakan untuk mewujudkan kemaslahatan kaum muslimin serta memelihara urusan-urusan mereka. Ini dilakukan menurut pertimbangan Khalifah dan diyakini bahwa didalamnya sungguh-sungguh terdapat kemaslahatan kaum muslimin [Baca : Zallum, op.cit, hlm. 33-34] .

Imam Bukhari meriwayatkan dalam bab Khumus :

bahwasanya Utsman, Abdurrahman bin ‘Auf, Zubair dan Sa’ad bin Abi Waqash meminta izin kepada Umar untuk memasuki rumah kediaman Umar, dan Umar mengizinkannya. Kemudian mereka duduk dengan tenang. Lalu datang Ali dan Abbas yang juga meminta izin masuk, dan Umar mengizinkan mereka berdua. Ali dan Abbas pun masuk, memberi salam lalu duduk.

Abbas berkata: ‘Wahai Amirul Mukminin berikanlah keputusan antara aku dan orang ini (‘Ali ra)!. Kedua orang ini tengah berselisih dalam hal fai’ yang diberikan Allah kepada Rasulullah dari harta bani Nadlir– .’

Mendengar hal itu, Utsman dan sahabatnya berkata: ‘Wahai Amirul Mukminin, buatlah keputusan diantara mereka berdua agar satu sama lain bisa merasa puas.’

Berkatalah Umar: ‘Kusampaikan kepada kalian dan bersumpahlah kalian dengan nama Allah yang dengan izin-Nya berdiri langit dan bumi. Apakah kalian mengetahui bahwa Rasulullah saw. telah berkata, “Segala sesuatu yang kami tinggalkan tidak diwariskan tetapi menjadi shadaqah’, dan yang Rasulullah maksudkan itu adalah beliau sendiri’ .

Berkatalah mereka semua, “Memang benar beliau telah bersabda seperti itu.’

Maka Umar berpaling kepada Ali dan Abbas seraya berkata, “ Bersumpahlah kalian berdua dengan nama Allah, tahukah kalian berdua bahwa Rasulullah telah bersabda seperti itu?’

Mereka berdua menjawab, “Memang benar beliau telah bersabda seperti itu.”

Berkatalah Umar, “‘Maka akan kukabarkan kepada kalian tentang hal ini, yaitu bahwa Allah Swt telah mengkhususkan fai ini kepada RasulNya dan tidak diberikan kepada seorang pun selain beliau”.’

Kemudian Umar membacakan ayat:

“Dan apa saja harta rampasan (fai) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) mereka” – sampai firman Allah – “Sesungguhnya Allah Maha Kuasa terhadap segala sesuatu”.

Hal ini menunjukan bahwa fai ini benar-benar menjadi milik Rasulullah saw. Dan demi Allah, harta tersebut dihindarkan dari kalian, tidak diwariskan kepada kalian. Akan tetapi beliau telah memberikan sebagian dari harta tersebut kepada kalian dan membagikannya di antara kalian, sedangkan sisanya oleh Rasulullah dibelanjakan sebagian untuk keperluan keluarganya selama setahun dan sisanya dijadikan oleh beliau tetap menjadi harta milik Allah. Rasulullah telah melakukan hal tersebut selama hidupnya. Bersumpahlah dengan nama Allah, apakah kalian mengetahui hal itu?’

Mereka semua menjawab, ‘Ya.’ Selanjutnya Umar berkata:

‘Kemudian Allah mewafatkan Nab-Nya saw, dan saat itu Abu Bakar berkata, ‘Aku adalah pengganti Rasulullah saw.’

Maka Abubakar menahan harta tersebut dan kemudian melakukan tindakan seperti yang telah dilakukan oleh Rasulullah saw. Dan Allah mengetahui bahwa dia (Abu Bakar) dalam mengelola harta tersebut sungguh berada dalam sifat yang benar, baik, mengikuti petunjuk serta mengikuti yang hak.

Kemudian Allah mewafatkan Abubakar dan akulah yang menjadi pengganti Abubakar. Akupun menahan harta tersebut selama dua tahun dari masa pemerintahanku. Aku memperlakukan harta tersebut sesuai dengan apa yang telah dilakukan Rasulullah dan Abubakar. Selain itu Allah mengetahui bahwa aku dalam mengelola harta tersebut berada dalam kebenaran, kebaikan, mengikuti petunjuk dan kebenaran.” (HR. Imam Bukhari).

Atas dasar itu, harta fai’ yang diperoleh kaum Muslim merupakan milik Allah, seperti halnya kharaj dan jizyah . Harta semacam ini disimpan di Baitul Maal dan dibelanjakan untuk mewujudkan kemaslahatan kaum Muslim serta memelihara urusan-urusan mereka, berdasarkan keputusan atau ijtihad seorang Khalifah .

=====

HARTA RAMPASAN KHUMUS ( ﺍﻟﺨُﻤُﺲُ )

1] Pengertian Khumus

Khumus secara bahasa bermakna satu bagian dari yang lima atau seperlima. Defenisi istilah adalah sama dengan definisi bahasa.

2] Harta-Harta yang dikhumus

A. GHANIMAH :

Fuqaha’ berbeda pendapat dalam hal membagikan seperlima ghanimah kepada lima pendapat :

1) Syafi’iyah dan Hanabilah, dibagikan kepada lima kelompok yaitu

Pertama, Allah dan Rasul-Nya, Kedua, Bani Hasyim dan Bani Muthallib, Ketiga, Anak Yatim, Keempat, Orang miskin dan Kelima, Ibn As-Sabil.

2) Hanafiyah, dibagikan kepada tiga kelompok saja, yaitu, Pertama, Anak Yatim, Kedua, Fakir miskin, Ketiga, Ibn As-Sabil.

3) Malikiyah, tidak dibagikan tetapi Imam meletakkannya di Baitul Mal atau digunakan untuk kemaslahatan kaum muslimin dan bisa juga diberikan kepada keluarga Nabi dan yang lainnya. Jadi, khumus diserahkan kepada ijtihad Imam, sebagaimana yang telah diamalkan oleh Khalifah Ar-Rasyidin.

4) Dibagikan kepada enam kelompok, dengan memisahkan bagian Allah dan Rasul-Nya. Bagian untuk Allah diberikan kepada hamba-hamba-Nya yang membutuhkan.

5) Abu ‘Aliyah berpendapat bahwa setelah ghaniah dibagi lima, dan yang seperlima diambil oleh Imam. Dari yang seperlima itu Imam mengambil untuk biaya pemeliharaan Ka’bah, kemudian setelah itu sisanya baru dibagikan kepada lima kelompok. Maka yang dijadikan untuk Ka’bah tersebut adalah bagian Allah SWT.

B. FAI'

C. SALAB

Untuk fai dan salab telah dijelaskan bahwa para ulama berbeda pendapat dalam hal tersebut.

KESIMPULAN :

Rasulullah telah berhasil menciptakan stabilitas ekonomi Negara Islam pada masanya. Sehingga Negara Islam memiliki izzah yang tinggi dihadapan seluruh Negara-negara lain. Namun keberhasilan Rasulullah adalah dibawah bimbingan Allah SWT. Di antara sumber pendapatan Negara pada waktu itu adalah ghanimah dan fai.

******

DALIL-DALIL LAIN YANG MENGUATKAN BAHWA RASULULLAH KAYA

====

PERTAMA : KEMANDIRIAN EKONMI NABI :

Saat Nabi hendak hijrah dari Mekkah ke Madinah. Beliau menolak bantuan fasilitas dari Abu Bakar ash-Shiddiiq radhiyallahu ‘anhu .

Dalam hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha disebutkan : ketika Rasulullah telah tiba waktunya untuk berangkat Hijrah ke Madinah , maka beliau mendatangi rumah Abu Bakar ash-Shiddiiq. Aisyah berkata :

قالَ: فإنِّي قدْ أُذِنَ لي في الخُرُوجِ، قالَ: فَالصُّحْبَةُ بأَبِي أنْتَ وأُمِّي يا رَسولَ اللَّهِ؟ قالَ: نَعَمْ. قالَ: فَخُذْ -بأَبِي أنْتَ يا رَسولَ اللَّهِ- إحْدَى رَاحِلَتَيَّ هَاتَيْنِ، قالَ النَّبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم: بالثَّمَنِ.

Baliau berkata : "Sesungguhnya telah diizinkan bagiku untuk keluar berhijrah ." Abu Bakar berkata, "Apakah boleh aku menemanimu, wahai Rasulullah, ku tebus engkau dengan ayahku dan ibuku?"

Rasulullah menjawab, "Ya."

Abu Bakar berkata : "Maka, ambillah -ku tebus engkau dengan ayahku, wahai Rasulullah- salah satu dari dua kendaraanku ini."

Rasulullah menjawab : "Dengan harga yang wajar." [HR. Bukhori no. 5807].

SYARAH HADITS :

فأخبره النَّبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم أنَّه قَدْ أُذِنَ له في الخُروجِ مِن مَكَّةَ إلى المَدينةِ، وعلى الفَورِ طَلَب أبو بكرٍ رَضِيَ اللهُ عنه صُحْبَتَه في طريقِ الهِجرةِ، فوافقه النَّبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم على صُحبتِه، فأراد أبو بكرٍ رَضِيَ اللهُ عنه أن يعطيَ النَّبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم إحدى راحلَتَيه، وهي النَّاقةُ التي يسافَرُ عليها. فقالَ النَّبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم: آخُذُها بالثَّمَنِ، أي: يشتريها بقيمتها.

Lalu, Rasulullah memberitahu Abu Bakar radhiyallahu 'anhu bahwa dia telah diizinkan untuk berangkat hijrah dari Makkah menuju Madinah. Dengan segera, Abu Bakar radhiyallahu 'anhu meminta untuk menemani beliau dalam perjalanan hijrah. Maka Rasulullah menyetujui permintaannya untuk menemani beliau. Abu Bakar radhiyallahu 'anhu kemudian berniat untuk memberikan salah satu kendaraannya kepada Rasulullah , yaitu unta yang biasa digunakan dalam perjalanan. Namun Rasulullah berkata : "Aku akan membelinya darimu dengan harga yang wajar," artinya, beliau akan membeli unta tersebut dengan nilai yang standar”.

Dan juga Rosulullah menolak tawaran dari Suraqah bin Malik yang berupa bantuan finansial dan kebutuhan lainnya untuk bekal perjalanan hijrah ke Madinah .

Suraqah berkata :

إنَّ قَوْمَكَ قدْ جَعَلُوا فِيكَ الدِّيَةَ، وأَخْبَرْتُهُمْ أخْبارَ ما يُرِيدُ النَّاسُ بهِمْ، وعَرَضْتُ عليهمُ الزَّادَ والمَتاعَ، فَلَمْ يَرْزَآنِي ولَمْ يَسْأَلانِي، إلَّا أنْ قالَ: أخْفِ عَنَّا. فَسَأَلْتُهُ أنْ يَكْتُبَ لي كِتابَ أمْنٍ، فأمَرَ عامِرَ بنَ فُهَيْرَةَ، فَكَتَبَ في رُقْعَةٍ مِن أدِيمٍ، ثُمَّ مَضَى رَسولُ اللَّهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ.

“Sesungguhnya kaummu telah menetapkan diyat [sayembara 100 ekor unta] bagi yang berhasil menangkap dirimu”.

Dan aku pun siap memberi tahu mereka apa yang orang-orang [Rasulullah dan Abu Bakar] inginkan terhadap mereka. Serta aku menawarkan kepada mereka bekal dan barang-barang yang diperlukan, namun mereka berdua sama sekali tidak mengaharapkan pemberian apa pun dariku dan tidak juga meminta kepadaku, kecuali beliau berkata : "Tolong jaga kerahasiaan kami."

 Kemudian aku meminta mereka untuk menuliskan surat jaminan keamanan bagi diriku. Maka Amir bin Fuhairah diperintahkan untuk menulisnya pada selembar kertas dari kulit domba, kemudian Rasulullah pun melanjutkan perjalanan hijrahnya. [HR. Bukhori no. 3906].

KEDUA : NABI ADALAH DERMAWAN YANG TIDAK PERNAH MENOLAK PERMINTAAN

Dari Abu Sa'id Al Khudriy radliallahu 'anhu , dia berkata :

" إِنَّ نَاسًا مِنْ الْأَنْصَارِ سَأَلُوا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَعْطَاهُمْ ثُمَّ سَأَلُوهُ فَأَعْطَاهُمْ ثُمَّ سَأَلُوهُ فَأَعْطَاهُمْ حَتَّى نَفِدَ مَا عِنْدَهُ فَقَالَ مَا يَكُونُ عِنْدِي مِنْ خَيْرٍ فَلَنْ أَدَّخِرَهُ عَنْكُمْ وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللَّهُ وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللَّهُ وَمَنْ يَتَصَبَّرْ يُصَبِّرْهُ اللَّهُ وَمَا أُعْطِيَ أَحَدٌ عَطَاءً خَيْرًا وَأَوْسَعَ مِنْ الصَّبْرِ ".

bahwa ada beberapa orang dari kalangan Anshar meminta (pemberian shodaqah) kepada Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam, maka Beliau memberi. Kemudian mereka meminta kembali, lalu Beliau memberi. Kemudian mereka meminta kembali lalu Beliau memberi lagi hingga habis apa yang ada pada Beliau.

Kemudian Beliau bersabda: "Apa-apa yang ada padaku dari kebaikan (harta) sekali-kali tidaklah aku akan meyembunyikannya dari kalian semua. Namun barangsiapa yang menahan (menjaga diri dari meminta-minta), maka Allah akan menjaganya dan barangsiapa yang meminta kecukupan maka Allah akan mencukupkannya dan barangsiapa yang mensabar-sabarkan dirinya maka Allah akan memberinya kesabaran. Dan tidak ada suatu pemberian yang diberikan kepada seseorang yang lebih baik dan lebih luas daripada (diberikan) kesabaran". [HR. Bukhari no. 1469]

Dari Hakim bin Hizam radhiyallahu ‘anhu , dia berkata:

سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَعْطَانِي ثُمَّ سَأَلْتُهُ فَأَعْطَانِي ثُمَّ سَأَلْتُهُ فَأَعْطَانِي ثُمَّ قَالَ يَا حَكِيمُ إِنَّ هَذَا الْمَالَ خَضِرَةٌ حُلْوَةٌ فَمَنْ أَخَذَهُ بِسَخَاوَةِ نَفْسٍ بُورِكَ لَهُ فِيهِ وَمَنْ أَخَذَهُ بِإِشْرَافِ نَفْسٍ لَمْ يُبَارَكْ لَهُ فِيهِ كَالَّذِي يَأْكُلُ وَلَا يَشْبَعُ الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنْ الْيَدِ السُّفْلَى قَالَ حَكِيمٌ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ لَا أَرْزَأُ أَحَدًا بَعْدَكَ شَيْئًا حَتَّى أُفَارِقَ الدُّنْيَا فَكَانَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَدْعُو حَكِيمًا إِلَى الْعَطَاءِ فَيَأْبَى أَنْ يَقْبَلَهُ مِنْهُ ثُمَّ إِنَّ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ دَعَاهُ لِيُعْطِيَهُ فَأَبَى أَنْ يَقْبَلَ مِنْهُ شَيْئًا فَقَالَ عُمَرُ إِنِّي أُشْهِدُكُمْ يَا مَعْشَرَ الْمُسْلِمِينَ عَلَى حَكِيمٍ أَنِّي أَعْرِضُ عَلَيْهِ حَقَّهُ مِنْ هَذَا الْفَيْءِ فَيَأْبَى أَنْ يَأْخُذَهُ فَلَمْ يَرْزَأْ حَكِيمٌ أَحَدًا مِنْ النَّاسِ بَعْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى تُوُفِّيَ

“Aku meminta kepada Rasulullah SAW, maka beliau pun memberiku, kemudian aku memintanya lagi, maka beliau pun memberiku lagi, kemudian aku pun memintanya lagi, maka beliau pun memberiku lagi.

Kemudian beliau berkata :

“Ya Hakim, sesungguhnya harta ini hijau lagi manis, barangsiapa yang mengambilnya dengan murah hati (penuh qona’ah ), maka baginya keberkahan di dalamnya.

Dan barangsiapa yang mengambilnya penuh dengan ketamakan, maka dia tidak mendapat keberkahan di dalamnya, seperti orang makan yang tidak pernah kenyang, dan tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah.”

Hakim pun berkata : " Wahai Rasulullah, demi Dzat yang mengutusmu dengan membawa yang haq, aku tidak akan menerima pemberian seseorang dalam bentuk apapun setelah dari engkau ini hingga aku meninggalkan dunia".

Maka saat Abu Bakar menjadi kholifah dan memanggil Hakim untuk mengambil bagian (dari baitul mal), dia menolak untuk menerimanya.

Kemudian pada masa Umar, beliau memanggilnya untuk memberikan bagiannya, maka dia pun menolaknya.

Maka Umar berkata : " Wahai para kaum muslimin sungguh aku sudah menawarkan padanya (hakim) haknya dari harta Fei’ ini (harta dari Negara orang kafir yang ditaklukkan tanpa peperangan), maka dia menolak untuk menerimanya, dan Hakim tidak akan menerima apapun dari manusia setelah Rasulullah wafat. (HR. Bukhori no. 1379 dan Muslim no. 1717)

Dari Sahal bin Sa’ad As-Saa’idy radliallahu 'anhu :

أَنَّ امْرَأَةً جَاءَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِبُرْدَةٍ مَنْسُوجَةٍ فِيهَا حَاشِيَتُهَا أَتَدْرُونَ مَا الْبُرْدَةُ قَالُوا الشَّمْلَةُ قَالَ نَعَمْ قَالَتْ نَسَجْتُهَا بِيَدِي فَجِئْتُ لِأَكْسُوَكَهَا فَأَخَذَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُحْتَاجًا إِلَيْهَا فَخَرَجَ إِلَيْنَا وَإِنَّهَا إِزَارُهُ فَحَسَّنَهَا فُلَانٌ فَقَالَ اكْسُنِيهَا مَا أَحْسَنَهَا قَالَ الْقَوْمُ مَا أَحْسَنْتَ لَبِسَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُحْتَاجًا إِلَيْهَا ثُمَّ سَأَلْتَهُ وَعَلِمْتَ أَنَّهُ لَا يَرُدُّ قَالَ إِنِّي وَاللَّهِ مَا سَأَلْتُهُ لِأَلْبَسَهُ إِنَّمَا سَأَلْتُهُ لِتَكُونَ كَفَنِي قَالَ سَهْلٌ فَكَانَتْ كَفَنَهُ

“Bahwa ada seorang wanita mendatangi Nabi dengan membawa burdah yang pinggirnya berjahit.

(Sahal) berkata; "Tahukah kamu apa yang dimaksud dengan burdah?" Mereka menjawab: "Bukankah itu kain selimut?" Dia berkata: "Ya benar".

Wanita itu berkata: "Aku menjahitnya dengan tanganku sendiri, dan aku datang untuk memakaikannya kepada anda".

Maka Nabi mengambilnya karena Beliau memerlukannya. Kemudian Beliau menemui kami dengan mengenakan kain tersebut.

Diantara kami ada seseorang yang tertarik dengan kain tersebut lalu berkata: "Kenakanlah pakaian ini pada ku, alangkah bagusnya kain ini".

Orang-orang berkata, kepada orang itu: "Baguskah apa yang anda lakukan ? Nabi baru saja memakainya dalam keadaan membutuhkannya, lalu kamu memintanya padahal kamu tahu bahwa Beliau tidak akan menolak (permintaan orang).

Orang itu menjawab: "Demi Allah, sungguh aku tidak memintanya untuk aku pakai. Sesungguhnya aku memintanya untuk aku jadikan sebagai kain kafanku".

Sahal berkata: "Akhirnya memang kain itu yang jadi kain kafannya".

KETIGA : KEDERMAWANAN NABI TERHADAP PARA MU’ALLAF

Para Muallaf yang pertama kali Rosulullah kasih bagian dari harta rampasan perang (الغنائم) adalah Abu Sufyan bin Harb 40 Uqiyah perak ( 4.760 gram )  dan 100 ekor unta .

Lalu Abu Sufyan berkata : Buat Anakku Yaziid ? Beliau berkata : “ Kasih lagi dia 40 Uqiyah perak ( 4.760 gram )  dan 100 ekor unta” .

Lalu Abu Sufyan berkata lagi : “ Anakku Muawiyah ?” Beliau berkata: “ Kasih lagi dia 40 Uqiyah perak ( 4.760 gram )  dan 100 ekor unta”,

Dan beliau memberi Hakim bin Hizam 100 ekor unta, lalu dia meminta 100 ekor lagi dan beliau pun memberinya .

Dan beliau memberi Al-Nadhar bin Al-Harith bin Kelda 100 ekor unta,

Dan memberi Al-‘Alaa bin Harithah Al-Tsaqofi 50 ekor unta ,

Dan memberi Al-Abbas bin Mirdas 40 ekor unta , lalu dia melantun Syair maka beliau menggenapinya menjadi100 ekor unta .

Lalu beliau menyuruh Zaid bin Thabit untung menghitung sisa harta rampasan perang dan menghitung jumlah orang , lalu membagikannya kepada mereka , pembagiannya seperti berikut ini : untuk setiap pasukan yang berjalan kaki adalah 4 unta dan 40 domba. Jika dia seorang pasukan berkuda , dia mendapat 12 ekor unta dan 120 domba .

( Lihat : “زاد المعاد” (3/408) dan “الرحيق المختوم  (426).

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu , dia bercerita :

مَا سُئِلَ رَسُولُ اللهِ ﷺ عَلَى الإسْلامِ شَيْئًا إلا أعْطَاهُ. قَالَ: فَجَاءَه رَجُلٌ (وفي رواية : أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ النَّبِيَّ -ﷺ- غَنَمًا بَيْنَ جَبَلَيْنِ ) فَأعْطَاهُ غَنمًا بَيْنَ جَبَلَيْنِ، فَرَجَعَ إلَى قَوْمِهِ، فَقَالَ: يَاقَوْمِ، أسْلِمُوا، فَإِنَّ مُحَمَّدًا يُعْطِى عَطَاءً لا يَخْشَى الْفَقر،وإنْ كَانَ الرَّجُلُ لَيُسْلِمُ مَا يُرِيدُ إلا الدُّنْيَا، فَمَا يُسْلِمُ حَتَّى يَكُونَ الإسْلامُ أحبَّ إلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا عَلَيْهَا

Artinya : “Tidaklah Rasulullah diminta sesuatu oleh seseorang –demi agar dia masuk Islam- kecuali Rasulullah memberikannya .

Maka suatu ketika datanglah seseorang meminta kepada Nabi kambing sepenuh lembah diantara dua gunung, maka Nabi pun memberikan kepadanya kambing sepenuh lembah diantara dua gunung tersebut , lalu orang itupun kembali kepada kaumnya dan berkata :

“Wahai kaumku, masuklah kalian ke dalam Islam, sesungguhnya Muhammad telah memberi pemberian tanpa dia takut kemiskinan sama sekali”.

Sungguh jika ada seseorang masuk Islam tujuannya hanyalah untuk mendapat harta duniawi, maka tidaklah ia masuk Islam hingga akhirnya Islam lebih ia cintai daripada dunia dan seisinya” (HR. Muslim no. 4276).

KEEMPAT : HARAM BAGI RASULULLAH DAN KELUARGANYA HARTA SHODAQOH

Dari Abdul Muthalib bin Rabi'ah bin al-Harith, ia berkata: Rasulullah bersabda:

إِنَّ الصَّدَقَةَ لَا تَنْبَغِي لِآلِ مُحَمَّدٍ، إِنَّمَا هِيَ أَوْسَاخُ النَّاسِ.

"Sedekah tidak layak bagi keluarga Muhammad, sesungguhnya itu hanyalah kotoran manusia."

Dalam riwayat lain:

وَإِنَّهَا لَا تَحِلُّ لِمُحَمَّدٍ وَلَا آلِ مُحَمَّدٍ.

"Sedekah tidak halal bagi Muhammad dan keluarga Muhammad." (HR. Muslim no. 1072)

Dari Jubair bin Muth'im radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:

مَشَيْتُ أَنَا وَعُثْمَانُ بْنُ عَفَّانَ إِلَى النَّبِيِّ ﷺ فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أُعْطِيتَ بَنِي الْمُطَلِّبِ مِنْ خُمُسِ خَيْبَرَ وَتَرَكْتَنَا، وَنَحْنُ وَهُمْ بِمَنْزِلَةٍ وَاحِدَةٍ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: إِنَّمَا بَنُو الْمُطَلِّبِ وَبَنُو هَاشِمٍ شَيْءٌ وَاحِدٌ.

Aku dan Utsman bin Affan pergi menemui Nabi , lalu kami berkata : "Wahai Rasulullah, engkau memberikan bagian kepada Bani Muthalib dari khumus Khaybar dan meninggalkan kami, padahal kami dan mereka memiliki posisi yang sama."

Rasulullah bersabda: "Bani Muthalib dan Bani Hasyim adalah satu kesatuan." (HR. Bukhari no. 3140)

Dari Abu Rafi' radhiyallahu ‘anhu :

أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ بَعَثَ رَجُلًا عَلَى الصَّدَقَةِ مِنْ بَنِي مَخْزُومٍ، فَقَالَ لِأَبِي رَافِعٍ: اصْحَبْنِي، فَإِنَّكَ تُصِيبُ مِنْهَا، فَقَالَ: لَا، حَتَّى آتِيَ النَّبِيَّ ﷺ فَأَسْأَلَهُ، فَأَتَاهُ فَسَأَلَهُ، فَقَالَ: مَوْلَى الْقَوْمِ مِنْ أَنْفُسِهِمْ، وَإِنَّا لَا تَحِلُّ لَنَا الصَّدَقَةُ.

bahwa Nabi mengutus seorang pria untuk mengumpulkan sedekah dari Bani Makhzum. Pria itu berkata kepada Abu Rafi': "Ayo bergabung denganku, karena kamu akan mendapatkan bagian darinya."

Abu Rafi' menjawab, "Tidak, sampai aku datang kepada Nabi dan bertanya kepadanya." Kemudian ia mendatangi Nabi dan bertanya kepadanya. Rasulullah menjawab : "Mereka adalah pemimpin bagi kaumnya, dan sesungguhnya sedekah tidak halal bagi kita."

(HR. Ahmad, Nasaa’i no. 2611, Ibnu Khuzaimah, dan Ibnu Hibban) di shahihkan oleh al-Albaani dalam Shahih al-Jaami’ no. 2281.

 


Posting Komentar

0 Komentar