JANGANLAH ANDA KATAKAN : “RASULULLAH ﷺ MISKIN”.
Di Tulis oleh Abu Haitsam Fakhri
KAJIAN NIDA AL-ISLAM
====
DAFTAR ISI :
- RASULULLAH ﷺ KAYA, MAKA JANGANLAH ANDA
KATAKAN : “BELIAU MISKIN”.
- SUMBER-SUMBER KEKAYAAN NABI ﷺ :
- SUMBER PERTAMA: PENDAPATAN BELIAU
ﷺ DARI HASIL BISNIS PERNIAGAAN
:
- SUMBER KEKAYAAN KEDUA : WARISAN
RASULULLAH ﷺ DARI KEDUA ORANGTUANYA DAN DARI ISTRINYA
KHADIJAH RADHIYALLAHU 'ANHA.
- SUMBER KEKAYAAN NABI ﷺ KETIGA : DARI HARTA RAMPASAN
PERANG, GHAINMAH DAN HARTA FEI’.
- HARTA
FAI' MERUPAKAN SUMBER TERBESAR KEKAYAAN NABI ﷺ.
- SEJARAH HARTA FAI’ HAK MILIK
NABI ﷺ DARI
KABILAH YAHUDI BANI NADHÎR
- SEJARAH HARTA NABI ﷺ DARI GHANIMAH PERANG KHAIBAR
- SEJARAH HARTA FAI’ HAK MILIK
NABI ﷺ DARI YAHUDI FADAK
- MACAM-MACAM NAMA HARTA RAMPASAN PERANG
- HARTA RAMPASAN PERTAMA : AL-ANFAAL :
- HARTA RAMPASAN KEDUA : GHONIMAH
- HARTA RAMPASAN KETIGA : FAI
(الفيء )
- HARTA RAMPASAN KHUMUS ( ﺍﻟﺨُﻤُﺲُ )
- DALIL-DALIL
LAIN YANG MENGUATKAN BAHWA RASULULLAH ﷺ KAYA
- PERTAMA
: KEMANDIRIAN EKONMI NABI ﷺ :
- KEDUA : NABI ﷺ ADALAH DERMAWAN YANG TIDAK PERNAH
MENOLAK PERMINTAAN
- KETIGA : KEDERMAWANAN NABI ﷺ TERHADAP PARA MU'ALLAF.
- KEEMPAT : HARAM BAGI RASULULLAH ﷺ DAN KELUARGANYA HARTA SHODAQOH.
====
بسم الله الرحمن الرحيم
------
RASULULLAH ﷺ KAYA, MAKA JANGANLAH ANDA KATAKAN : “BELIAU MISKIN”.
Dalam “Mashaadiru Amwaali Rasulillah ﷺ“, Syeikh Idris Ahmad mengutip dari kitab Asy-Syifa fi Huquuq al-Mustafa
(2/218) sebuah pernyataan :
" مَنَعَ بَعْضُ فُقَهَاءِ الْأَنْدَلُسِ
وَصْفَ رَسُولِ اللَّهِ بِالْفُقْرِ وَاعْتَبَرَهُ إِهَانَةً فِي حَقِّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَحِقُّ عَلَيْهِ الْعُقُوبَةَ وَالتَّعْنِيفَ".
“Sebagian para ulama di Andalusia melarang
menggambarkan Rasulullah ﷺ sebagai orang yang miskin.
Dan gambaran tersebut dianggap sebagai bentuk penghinaan terhadap beliau, maka
mereka berpendapat bahwa tindakan semacam itu layak atas pelakunya untuk
mendapatkan hukuman yang berat serta diperlakukan dengan bengis dan kejam”.
[ Baca : Asy-Syifa fi Huquuq al-Mustafa
(2/218)]
Kekayaan dan kecukupan ekonomi Nabi ﷺ tidak lagi menjadi perbedaan pendapat, meski hanya antara dua
orang, karena telah terbukti baik dalam kitab-kitab turots [sejarah
peninggalan] khusus tentang sejarah hidup Nabi ﷺ dan riwayat-riwayat yang
dapat dipercaya, juga telah ditegaskan oleh penelitian ilmiah khusus : bahwa
Nabi ﷺ hidup dalam keadaan kaya dan penuh dengan kedermawanan, tidak
berlebihan dalam membelanjakan harta dan tidak pula kikir dalam
membelanjakannya, melainkan dia hidup sederhana meskipun diberikan kesuksesan
dengan dunia.
Rasulullah ﷺ sendiri bahkan pernah
mengatakan tentang dirinya sendiri:
مَا لِي وَمَا
لِلدُّنْيَا مَا أَنَا فِي الدُّنْيَا إِلَّا كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ
شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا
“Apa urusanku dengan dunia. Aku di dunia ini
tidak lain seperti seorang penunggang kendaraan yang berteduh di bawah sebuah
pohon, lalu pergi meningalkannya.”
[HR. Tirmidzi (2377), Ibnu Majah (4109), dan
Ahmad (3709). Abu Isa berkata: “Hadits ini hasan shohih”. Di shahihkan
al-Albanni dalm Shahih Tirmidzi].
[ Baca : Asy-Syifa fi Huquuq al-Mustafa
(2/218) dan juga Mashaadiru Amwaali Rasulillah ﷺ karya Idris Ahmad].
Salah satu bukti bahwa Rasulullah ﷺ itu tidak miskin , diantaranya adalah hadits riwayat Muslim dari Anas
radhiyallahu ‘anhu , dia bercerita :
مَا سُئِلَ
رَسُولُ اللهِ ﷺ عَلَى الإسْلامِ شَيْئًا إلا أعْطَاهُ. قَالَ: فَجَاءَه رَجُلٌ
(وفي رواية : أَنَّ
رَجُلًا سَأَلَ النَّبِيَّ -ﷺ- غَنَمًا بَيْنَ جَبَلَيْنِ
) فَأعْطَاهُ غَنمًا بَيْنَ جَبَلَيْنِ،
فَرَجَعَ إلَى قَوْمِهِ، فَقَالَ: يَاقَوْمِ، أسْلِمُوا، فَإِنَّ مُحَمَّدًا
يُعْطِى عَطَاءً لا يَخْشَى الْفَقر،وإنْ كَانَ الرَّجُلُ لَيُسْلِمُ مَا يُرِيدُ
إلا الدُّنْيَا، فَمَا يُسْلِمُ حَتَّى يَكُونَ الإسْلامُ أحبَّ إلَيْهِ مِنَ
الدُّنْيَا وَمَا عَلَيْهَا
Artinya : “Tidaklah Rasulullah ﷺ diminta sesuatu oleh seseorang –demi agar dia masuk Islam- kecuali
Rasulullah ﷺ memberikannya .
Maka suatu ketika datanglah seseorang meminta
kepada Nabi ﷺ kambing sepenuh lembah diantara dua gunung, maka Nabi pun memberikan
kepadanya kambing sepenuh lembah diantara dua gunung tersebut , lalu orang itupun
kembali kepada kaumnya dan berkata :
“Wahai kaumku, masuklah kalian ke dalam
Islam, sesungguhnya Muhammad telah memberi pemberian tanpa dia takut kemiskinan
sama sekali”.
Sungguh jika ada seseorang masuk Islam
tujuannya hanyalah untuk mendapat harta duniawi, maka tidaklah ia masuk Islam
hingga akhirnya Islam lebih ia cintai daripada dunia dan seisinya” (HR. Muslim
no. 4276).
Dan masih banyak dalil yang menunjukkan bahwa
Rasulullah ﷺ kaya dan tidak miskin. Insya Allah akan penulis sebutkan di akhir
artikel ini .
*****
SUMBER-SUMBER KEKAYAAN NABI ﷺ :
Seorang Peneliti, Abdul Fattah As-Samaan
telah menelusuri sumber-sumber pendapatan Rasulullah ﷺ dan membaginya ke dalam sepuluh jenis,
sebagai konfirmasi dari firman Allah Ta'ala:
وَوَجَدَكَ
عَآئِلًا فَأَغْنَىٰ
“Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang
kekurangan [miskin], lalu Dia membuatmu menjadi kaya”. [QS. Adh-Dhuha : 8]
[Baca : “Ta’amul an-Nabi Ma’a Amwaalihi” hal.
234 dan juga “ Mashaadir Amwaal Rasulillah ﷺ” oleh Idris Ahmad].
Fakta Al-Quran ini tercermin dalam berbagai
sumber kekayaan Rasulullah ﷺ, di antaranya:
=====
SUMBER PERTAMA: PENDAPATAN BELIAU ﷺ DARI HASIL BISNIS PERNIAGAAN :
كَسْبُهُ ﷺ
مِنْ مُزَاوَلَةِ التِّجَارَةِ"
Nabi Muhammad ﷺ memulai karir usahanya dengan menggembala kambing, kemudian
beralih ke dunia perdagangan. Diriwayatkan bahwa beliau ﷺ pernah menemani pamannya, Abu Thalib,
dalam perjalanan dagang ke Syam. Dalam perjalanan tersebut, mereka bertemu
dengan seorang rahib Nasrani bernama Bahira yang bertanya tentang munculnya
seorang nabi dari kalangan Arab pada masa itu. Ketika Bahira melihat lebih
dekat kepada Nabi ﷺ dan
berbicara dengannya, ia menyadari bahwa beliaulah Nabi Akhir Zaman yang
ditunggu-tunggu, sebagaimana telah diberitakan oleh Nabi Isa ‘alaihis salam. Oleh
karena itu, Bahira memperingatkan Abu Thalib agar segera membawa beliau kembali
ke Mekah untuk menghindari bahaya dari kaum Yahudi, dan Abu Thalib mengikuti
nasihatnya.
Nabi ﷺ mempelajari
dasar-dasar perdagangan sejak dini, kemudian mulai mempraktikkannya.
Diriwayatkan bahwa beliau berdagang bersama Sahabatnya, Sa'ib bin Abi Sa'ib
al-Makhzumi.
Nabi ﷺ adalah
mitra dagang yang luar biasa, tidak pernah menipu, tidak pernah merugikan
mitranya, dan tidak pernah berkhianat.
Salah satu keunggulan dan kepiawaian Nabi ﷺ dalam berdagang adalah kemampuannya untuk
mendapatkan barang-barang dagangan yang dibeli dengan harga murah, namun nilai
jualnya sangat tinggi, hingga dengannya bisa mendapatkan keuntungan dua kali
lipat. Sebagaiman yang diceritakan oleh Yahya bin Abi Bakr al-‘Amiri al-Haridhi
:
"خَرَجَ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ مَعَ مِيسَرَةَ غُلَامِ خَدِيجَةَ فِي تِجَارَةٍ
لَهَا قَبْلَ أَنْ يَتَزَوَّجَهَا بِشَهْرَيْنِ وَأَرْبَعَةٍ وَعِشْرِينَ يَوْمًا ... وَلَمَّا رَجَعَا بَاعَتْ خَدِيجَةُ مَا
قَدِمَا بِهِ فَضَاعَفَتْ، وَلَمَّا أَضْعَفَ الرِّبْحُ أَضْعَفَتْ لَهُ خَدِيجَةُ
مَا سَمَّتْ لَهُ مِنَ الأُجْرَةِ وَكَانَتْ أَرْبَعَ بَكَرَاتٍ".
Rasulullah ﷺ keluar bersama Maysarah, seorang pelayan Khadijah, dalam suatu
perjalanan dagang sebelum menikahinya, yaitu dua bulan dan dua puluh empat hari
sebelum pernikahan mereka.
Ketika mereka berdua kembali, Khadijah menjual barang
dagangan mereka berdua dan keuntungan yang didapatnya dua kali lipat dari
sebelumnya. Khadijah juga menambah upah yang telah ditentukan untuk Maysarah,
yang terdiri dari empat unta betina.
[Lihat: Bahjat al-Mahafil wa Bughyat al-Amathil oleh
Yahya bin Abi Bakr al-‘Amiri al-Haridhi]
Khadijah binti Khuwailid, seorang wanita terpandang
dari Bani Asad bin Abdul Uzza, memiliki harta yang ia kelola dengan menyewa
orang untuk berdagang atas namanya. Mendengar tentang kejujuran, akhlak mulia,
dan keterampilan dagang Rasulullah ﷺ, Khadijah pun menawarkan beliau untuk berdagang dengan
hartanya, dengan imbalan yang lebih besar daripada yang ia berikan kepada orang
lain. Nabi ﷺ menerima
tawarannya dan melakukan perjalanan dagang ke Syam, ditemani oleh pelayan
Khadijah, Maysarah.
JARAK YANG BIASA DITEMPUH DALAM PERJALANAN BISNIS NABI
ﷺ :
Jarak tempuh perjalanan para pedagang orang-orang
Quraisy, biasa menempuh perjalanan yang sangat jauh, perjalanan antar negara
dan lintas benua, ke negara-negara di benua Asia, Afrika dan Eropa, termasuk ke
Syam dan Irak . Perjalanan kafilah dagang mereka ini dikenal dengan sebutan
Elaf Quraisy.
Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam al-Ishobah 8/100-101
berkata :
وَأُسْنِدَ عَنِ الوَاقِدِيِّ، مِنْ حَدِيثِ
نَفِيسَةَ أُخْتِ يَعْلَى بْنِ أُمَيَّةَ، قَالَتْ: كَانَتْ خَدِيجَةُ ذَاتَ شَرَفٍ
وَجَمَالٍ. فَذَكَرَ قِصَّةَ إِرْسَالِهَا إِلَى النَّبِيِّ ﷺ وَخُرُوجِهِ فِي التِّجَارَةِ
لَهَا إِلَى سُوقِ بُصْرَى، بِرِبْحِ ضِعْفِ مَا كَانَ غَيْرُهُ يَرْبَحُ،
Diriwayatkan
dari Al-Waqidi, dari hadits Nafisah, saudari Ya'la bin Umayyah, ia berkata:
"Khadijah
adalah wanita yang memiliki kehormatan dan kecantikan."
Lalu
disebutkan kisah pengiriman Khadijah kepada Nabi ﷺ, dan perjalanannya dalam berdagang untuk Khadijah ke pasar
Busra, dengan keuntungan dua kali lipat dari yang biasanya diperoleh orang
lain”.
BISNIS PERDAGANGAN-NYA SETELAH DIUTUS
MENJADI RASUL
Keterlibatan Rasulullah ﷺ sangat terkenal dalam dunia perdagangan dengan suku Quraisy sebelum
diutus sebagai rasul. Beliau berdagang dengan harta milik Khadijah radhiallahu
'anha, istri dan ibu dari anak-anaknya. Bahkan setelah diutus sebagai rasul,
Rasulullah ﷺ tetap berdagang.
Ibnu Qayyim mengatakan :
"بَاعَ رَسُولُ اللهِ ﷺ وَاشْتَرَى، وَكَانَ
شِرَاؤُهُ بَعْدَ أَنْ أَكْرَمَهُ اللهُ تَعَالَى بِرِسَالَتِهِ أَكْثَرَ مِنْ بَيْعِهِ،
وَكَذَلِكَ بَعْدَ الْهِجْرَةِ لَا يَكَادُ يُحْفَظُ عَنْهُ الْبَيْعُ إلَّا فِي قَضَايَا
يَسِيرَةٍ أَكْثَرُهَا لِغَيْرِهِ، كَبَيْعِهِ الْقَدَحِ وَالْحَلِسِ فِي مَنْ يَزِيدُ،
وَبَيْعِهِ يَعْقُوبَ الْمُدَبِّرِ غُلَامِ أَبِي مَذْكُورٍ، وَبَيْعِهِ عَبْدًا أَسْوَدَ
بِعَبْدَيْنِ. وَأَمَّا شِرَاؤُهُ فَكَثِيرٌ، وَآجَرَ وَاسْتَأْجَرَ، وَاسْتَئْجَارُهُ
أَكْثَرُ مِنْ إِيجَارِهِ، وَإِنَّمَا يُحْفَظُ عَنْهُ أَنَّهُ أَجَّرَ نَفْسَهُ قَبْلَ
النُّبُوَّةِ فِي رِعَايَةِ الْغَنَمِ ( "وَآجَرَ نَفْسَهُ مِنْ خَدِيجَةَ فِي
سَفَرِهِ بِمَالِهَا إِلَى الشَّامِ")."
"Rasulullah ﷺ melakukan transaksi jual
beli . Dan pembelian-nya setelah Allah memuliakannya sebagai Rasul lebih banyak
daripada penjualannya. Setelah hijrah, hampir tidak ada catatan sejarah tentang
penjualan-Nya kecuali dalam beberapa perkara yang sederhana, sebagian besar
penjualannya hanya untuk membantu orang lain, seperti penjualan periuk dan
mangkuk dengan cara lelang [muzaayadah], atau penjualan seorang budak yang
bernama Ya’qub, budak mudabbar milik Abu Madzkur. [arti budak mudabbar adalah budak yang dijanjikan oleh majikanya
demikian, ”Jika aku mati, maka engkau merdeka]. Dan juga
transaksi jual beli tukar tambah, yaitu penjualan seorang budak hitam dibayar
dengan dua budak biasa.
Dan adapun
pembeliannya, maka itu lebih banyak . Kemudian usaha dengan cara menyewakan
dirinya sebagai pekerja dan juga beliau menyewa orang lain sebagai pekerja
untuk dirinya . Dan menyewa para pekerja lebih banyak beliau lakukan dari pada
menyewakan dirinya sebagai pekerja.
Disebutkan dalam riwayat yang shahih bahwa
sebelum diangkat sebagai nabi, beliau pernah menyewakan dirinya untuk
menggembalakan ternak. Dan juga Beliau menyewakan dirinya kepada Khadijah untuk
melakukan perjalanan ke Syam dengan membawa barang dagangannya ). [Baca : Zad
al-Ma'ad (1/154)].
"Dan apa yang dihasilkan Rasulullah ﷺ dari perdagangannya, beliau infaqkan untuk kebaikan dan
membantu orang-orang yang membutuhkan. Hal ini sebagaimana yang disampaikan
oleh Khadijah tentang suaminya ﷺ pada saat turunnya wahyu
pertama, ketika beliau menjadi gelisah dan cemas oleh sentuhan wahyu pertama dari
Tuhannya. Maka Khadijah berkata kepadanya :
"كَلَّا وَاللَّهِ مَا يُخْزِيكَ اللَّهُ
أَبَدًا، إِنَّكَ لَتُصِلُّ الرَّحِمَ، وَتَحْمِلُ الْكَلَّ، وَتَكْسِبُ الْمَعْدُومَ،
وَتُقْرِي الضَّيْفَ، وَتُعِينُ عَلَى نَوَائِبِ الْحَقِّ."
' "Tidak. Bergembiralah engkau. Demi
Allah, Allah tidak akan mencelakakanmu selama-lamanya. Sesungguhnya engkau benar-benar
seorang yang senantiasa menyambung silaturahmi, seorang yang jujur
kata-katanya, menolong yang lemah, memberi kepada orang yang tak punya, engkau
juga memuliakan tamu dan membela kebenaran." [HR. Al-Bukhari: 3 dan
Muslim no. 231].
Kelima sifat ini adalah pokok-pokok dari
kebaikan hati dan kedermawanan, yang tidak bisa diperoleh kecuali dengan
kebiasaan berinfaq, baik dengan harta maupun fisik.
Ibnu Hajar berkata:
"(وَصِفَتُهُ بِأُصُولِ مَكَارِمِ الْأَخْلَاقِ
لِأَنَّ الْإِحْسَانَ إِمَّا إِلَى الْأَقْارِبِ أَوْ إِلَى الْأَجَانِبِ وَإِمَّا
بِالْبَدَنِ أَوْ بِالْمَالِ وَإِمَّا عَلَى مَنْ يَسْتَقِلُّ بِأَمْرِهِ أَوْ مَنْ
لَا يَسْتَقِلُّ وَذَلِكَ كُلُّهُ مَجْمُوعٌ فِيمَا وَصَفْتُهُ بِهِ)."
'Ini (sifat-sifat Rasulullah) dijelaskan dengan prinsip-prinsip akhlak mulia karena perbuatan baik dapat ditujukan, baik kepada kerabat maupun orang asing, baik dengan badan maupun harta. Hal ini dapat dilakukan kepada orang yang memiliki otoritas atau kepada mereka yang tidak memiliki otoritas, dan semua itu termasuk dalam apa yang dijelaskan' [Fathul Bari: 1/24]."
=====
SUMBER KEKAYAAN KEDUA:
WARISAN RASULULLAH ﷺ DARI KEDUA ORANGTUANYA DAN DARI ISTRINYA KHADIJAH RADHIYALLAHU
'ANHA.
Disebutkan oleh al-Farraa' dan lainnya bahwa
Nabi ﷺ mewarisi kekayaan yang melimpah dari orangtuanya, serta dari
istrinya Khadijah radhiyallahu ‘anha, sebagian dari kekayaan ini bersifat
wakaf.
Abu Ya'la al-Fara' menyatakan :
"ذَكَرَ الْوَاقِدِيُّ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
ﷺ وَرَثَ مِنْ أَبِيهِ عَبْدِ اللَّهِ أُمَّ أَيْمَنَ الْحَبَشِيَّةِ، وَاسْمُهَا بَرَكَةُ
، خَمْسَةَ أَجْمَالٍ، وَقِطْعَةً مِنْ غَنَمٍ، وَمَوْلَاهُ شَقْرَانَ وَابْنَهُ صَالِحًا،
وَقَدْ شَهِدَ بَدْرًا. وَوَرِثَ مِنْ أُمِّهِ آمِنَةَ بِنْتِ وَهْبٍ دَارَهَا التِّي
وُلِدَ فِيهَا بِمَكَّةَ فِي شَعْبِ بَنِي عَلِيٍّ. وَوَرِثَ مِنْ زَوْجَتِهِ خَدِيجَةَ
بِنْتِ خُوَيْلِدٍ دَارَهَا بِمَكَّةَ بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ خَلْفَ سُوقِ
الْعَطَّارِينَ، وَأَمْوَالًا. وَكَانَ حَكِيمُ بْنُ حَزَامٍ اشْتَرَى لِخَدِيجَةَ
زَيْدَ بْنَ حَارِثَةَ مِنْ سُوقِ عُكَاظَ بِأَرْبَعِمِائَةِ دِرْهَمٍ، فَاسْتَوْهَبَهُ
مِنْهَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ وَأَعْتَقَهُ، وَزَوَّجَهُ أُمَّ أَيْمَنَ، فَوَلَدَتْ مِنْهُ
أُسَامَةَ بَعْدَ النُّبُوَّةِ".
"Al-Waqidi menyebutkan: Rasulullah ﷺ mewarisi dari ayahnya Abdullah seorang budak perempuan bernama
Umm Ayman al-Habashiyyah, yang bernama Barakah, lima ekor unta, sekerumunan
kambing, seorang hamba sahayanya yang bernama Syaqraan dan putranya yang
bernama Saleh, yang turut serta dalam Perang Badr.
Dan dari ibunya Aminah binti Wahb, Rasulullah
ﷺ mewarisi rumah tempat kelahirannya di Makkah, di wilayah Syi'b
Bani 'Ali.
Dan dari istrinya Khadijah binti Khuwaylid,
Rasulullah ﷺ mewarisi rumahnya di Makkah, di antara bukit Safa dan Marwah,
di belakang pasar penjual minyak wangi, serta sejumlah harta.
Hakim bin Hizam membeli Zaid bin Haritsah
dari pasar 'Ukadz dengan harga empat ratus dirham untuk Khadijah, lalu dihibahkan
kepada Rasulullah ﷺ dan memerdekakannya, dan
menikahkannya dengan Umm Ayman. Dari pernikahan ini, Umm Ayman melahirkan
Usamah setelah kenabian." [Baca : Al-Ahkam al-Sultaniyyah: 201].
=====
SUMBER KEKAYAAN NABI ﷺ KETIGA:
DARI HARTA RAMPASAN PERANG, GHAINMAH
DAN HARTA FEI’
Anfāl dan ghanimah [Properti, aset dan
harta lainya hasil rampasan perang] yang diperoleh oleh kaum Muslimin dari hasil
menang perang melawan kaum musyrikin merupakan salah satu sumber kekayaan
Rasulullah ﷺ, di mana beliau berhak menerima 20 % dari hasil rampasan perang
itu.
Ghanimah [rampasan perang] tidak sama dengan Fai'
yang mana Fai’ itu merupakan harta yang diperoleh oleh pasukan kaum muslimin
dari orang-orang kafir tanpa pertempuran. Dalam harta Fai ini, Rasulullah ﷺ berhak untuk mendapatkan seluruhnya. Dan setelah itu beliau ﷺ berhak membagikannya sesuai dengan apa yang beliau kehendaki.
Allah Ta'ala berfirman:
(وَاعْلَمُوا أَنَّمَا غَنِمْتُمْ مِنْ
شَيْءٍ فَأَنَّ لِلَّهِ خُمُسَهُ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى
وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ)
" Dan ketahuilah, sesungguhnya segala
yang kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka seperlima untuk Allah, Rasul,
kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan ibnu sabil [orang-orang
yang kehabisan bekal dalam perjalanan]". (Q.S. Al-Anfal: 41).
Dan Allah Ta'ala berfirman:
﴿مَّا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَىٰ رَسُولِهِ مِنْ
أَهْلِ الْقُرَىٰ فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ
وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ ﴾
“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang
diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk
kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan”. [QS. Al-Hasyr : 7].
Dalam hadits Abdullah bin Umar disebutkan
bahwa Nabi ﷺ bersabda :
إِنَّ اللَّه
جَعَلَ رِزْقِي تَحْت ظِلّ رُمْحِي
Sesungguhnya Allah menjadikan rizkiku di
bawah bayang-bayang tombakku
( "Hadis ini diriwayatkan oleh
al-Bukhari dengan secara mu’allaq dengan redaksi tadh’if sebelum hadis nomor
(2914), disertai dengan bentuk ringkas. Sementara Imam Ahmad meriwayatkannya
dengan sanad yang maushul [terhubung] dalam hadis nomor (5667) dengan lafal
hadis tersebut."
Hadits ini di shahihkan oleh al-Albaani dalam
Shahih al-Jaami’ no. 2831 dan Syeikh Bin Baaz dalam Majmu’ Fatawa-nya 13/406.
Maksudnya rizki Nabi ﷺ ada dalam ghanimah, al-Fei’ dan yang
semisalnya, hasil dari jihad fii Sabilillah .
Penghasilan utama beliau ada dalam jihad
menaklukkan musuh-musuh Allah swt dan meraih ghanimah dari mereka. Harta
rampasan perang merupakan salah satu sumber kekayaan terbesar bagi Rasulullah ﷺ.
Hadits ini juga menunjukkan akan keutamaan
membangun kekuatan pasukan tempur dan senjata perang demi untuk kepentingan
jihad, yang dengan itu semua mampu mengalahkan para musuh Islam serta
menaklukkan wilayahnya. Dan penghasilan dari harta rampasan perang [ghanimah]
adalah sumber rizki yang terbaik. Dan yang termasuk ghanimah adalah lahan,
properti, bangunan, kebun, ternak dan harta benda lainnya .
Al-Hafizh Ibn Hajar mengategorikan jihad fi
sabilillah ini sebagai profesi paling mulia untuk dijadikan mata pencaharian
melebihi kemuliaan berdagang, bertani, atau keahlian profesi, karena dengan
jihad semakin nyata keunggulan Islam dan kemaslahatan umat yang tidak terlalu
nyata dengan berdagang, bertani, atau keahlian profesi selain jihad.
Al-Hafidz berkata :
"قُلْتُ
وَفَوْقَ ذَلِكَ مِنْ عَمَلِ الْيَدِ مَا يُكْتَسَبُ مِنْ أَمْوَالِ الْكُفَّارِ بِالْجِهَادِ
وَهُوَ مَكْسَبُ النَّبِيِّ ﷺ وَأَصْحَابِهِ وَهُوَ أَشْرَفُ الْمَكَاسِبِ لِمَا فِيهِ
مِنْ إِعْلَاءِ كَلِمَةِ اللَّهِ تَعَالَى وَخِذْلَانِ كَلِمَةِ أَعْدَائِهِ وَالنَّفْعِ
الْأُخْرَوِيِّ".
"Aku katakan : dan di atas semua itu,
dari hasil usaha dengan tangan sendiri adalah apa yang diperoleh dari harta
milik orang kafir melalui jihad. Ini adalah pendapatan ﷺ dan para sahabatnya, dan itu
adalah hasil usaha yang paling mulia karena didalamnya terdapat meninggikan
kalimat Allah Ta'ala dan merendahkan kalimat musuh-musuh-Nya, serta manfaat
bagi urusan akhirat." ( Baca : Fathul-Bari 4/304).
******
HARTA FAI' MERUPAKAN SUMBER TERBESAR KEKAYAAN NABI ﷺ
Contoh dari fai' adalah : properti dan seluruh
aset yang ditinggalkan oleh suku [kabilah] Bani Nadhir diusir dari salah satu
wilayah di Madinah, Wadi Qura, dan banyak lainnya.
Hasil usaha Nabi ﷺ di atas
tentu saja Nabi ﷺ sisihkan untuk nafkah keluarganya di samping
untuk shadaqah fi sabilillah, sebagaimana dijelaskan oleh ‘Umar ra :
"كَانَتْ أَمْوَالُ بَنِى النَّضِيرِ
مِمَّا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِمَّا لَمْ يُوجِفْ عَلَيْهِ
الْمُسْلِمُونَ بِخَيْلٍ وَلاَ رِكَابٍ فَكَانَتْ لِلنَّبِىِّ ﷺ خَاصَّةً فَكَانَ
يُنْفِقُ عَلَى أَهْلِهِ نَفَقَةَ سَنَةٍ وَمَا بَقِىَ يَجْعَلُهُ فِى الْكُرَاعِ
وَالسِّلاَحِ عُدَّةً فِى سَبِيلِ اللَّهِ".
“Harta yang ditinggal suku Bani Nadlir
(Yahudi Madinah) adalah termasuk dalam katagori harta fai (harta perang tanpa
pertempuran) yang Allah berikan semuanya untuk Rasul-Nya ; karena harta yang tersebut
diperoleh tanpa adanya pengerahan kuda dan kendaraan perang lainya dari pihak kaum
muslimin (untuk berperang). Maka harta tersebut khusus untuk Nabi ﷺ. Lalu beliau ﷺ menjadikannya untuk nafkah satu tahun
keluarganya. Sementara sisanya beliau jadikan kendaraan dan senjata untuk
perlengkapan perang fi sabilillah.” (Shahih Muslim
bab hukmil-fai` no. 4674).
Dalam Sunan Abi Dawud, dari Malik bin Aus
radhiyallahu 'anhu disebutkan bahwa Umar pernah berkata :
"Rasulullah ﷺ memiliki tiga sumber
kekayaan utama: Bani Nadhir, Khaybar, dan Fadak."
Dari Malik bin Aus bin Al Hadatsan, ia
berkata;
كَانَ فِيمَا
احْتَجَّ بِهِ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ كَانَتْ لِرَسُولِ
اللَّهِ ﷺ ثَلَاثُ صَفَايَا بَنُو النَّضِيرِ وَخَيْبَرُ وَفَدَكُ فَأَمَّا بَنُو
النَّضِيرِ فَكَانَتْ حُبُسًا لِنَوَائِبِهِ وَأَمَّا فَدَكُ فَكَانَتْ حُبُسًا
لِأَبْنَاءِ السَّبِيلِ وَأَمَّا خَيْبَرُ فَجَزَّأَهَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ
ثَلَاثَةَ أَجْزَاءٍ جُزْأَيْنِ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ وَجُزْءًا نَفَقَةً
لِأَهْلِهِ فَمَا فَضُلَ عَنْ نَفَقَةِ أَهْلِهِ جَعَلَهُ بَيْنَ فُقَرَاءِ
الْمُهَاجِرِينَ
Diantara yang dijadikan hujjah Umar
radliallahu 'anhu adalah bahwa ia mengatakan; Rasulullah ﷺ memiliki tiga ash-shofiyy [properti dan harta rampasan yang
khusus untuknya] yaitu : Bani Nadhir, Khaibar, dan Fadak.
Adapun Kabilah Bani Nadhir, maka aset
dan properti mereka dikhususkan untuk keperluan-keperluan beliau ﷺ.
Dan adapun daerah Fad’ak, maka aset
dan properti mereka oleh Nabi ﷺ dikhususkan untuk para Ibnu Sabiil.
Dan adapun wilayah Khaibar maka
Rasulullah ﷺ telah membagi aset dan properti mereka menjadi tiga bagian:
Dua bagian dibagikan diantara kaum muslimin.
Dan satu bagian untuk memberikan
nafkah kepada keluarganya.
Dan yang tersisa dari pemberian nafkah
keluarganya beliau bagikan diantara orang-orang muhajirin yang fakir.
[Diriwayatkan oleh Abu Daud no. 2967 dan
Abdul Haq al-Isybiily dalam al-Ahkaam asy-Syar’iyyah As-Shugraa no. 578].
Al-Farra' menjelaskan peristiwa tersebut
sebagai berikut:
"وقوله: «فَما أَوْجَفْتُمْ عَلَيْهِ مِنْ
خَيْلٍ وَلا رِكابٍ» .
كَانَ النَّبِيُّ
ﷺ قَدْ أَحْرَزَ غَنِيمَةَ بَنِي النَّضِيرِ وَقُرَيْظَةَ وَفَدَكَ، فَقَالَ لَهُ الرُّؤَسَاءُ:
خُذْ صَفِيَّكَ مِنْ هَذِهِ، وَأَفْرَدْنَا بِالرُّبُعِ، فَجَاءَ التَّفْسِيرُ: «إِنَّ
هَذِهِ قُرًى لَمْ يُقَاتِلُوا عَلَيْهَا بِخَيْلٍ، وَلَمْ يَسِيْرُوا إِلَيْهَا عَلَى
الْإِبِلِ إِنَّمَا مَشِيْتُمْ إِلَيْهَا عَلَى أَرْجُلِكُمْ، وَكَانَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ
الْمَدِينَةِ مِيلَانٌ، فَجَعَلَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ لِقَوْمٍ مِنَ
الْمُهَاجِرِينَ، كَانُوا مُحْتَاجِينَ وَشَهِدُوا بَدْرًا، ثُمَّ قَالَ: «مَا أَفَاءَ
اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى».
هَذِهِ الثَّلَاثُ،
فَهُوَ لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ خَالِصٌ.
ثُمَّ قَالَ: «وَلِذِي
الْقُرْبَى». لِقُرُبَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ «وَالْيَتَامَى».
يَتَامَى الْمُسْلِمِينَ عَامَّةً، وَفِيهَا يَتَامَى بَنِي عَبْدِ الْمُطَّلِبِ «وَالْمَسَاكِينِ»
مَسَاكِينَ الْمُسْلِمِينَ لَيْسَ فِيهَا مَسَاكِينُ بَنِي عَبْدِ الْمُطَّلِبِ.
"Dan firman-Nya, 'Maka tidak ada yang
kalian bawa pulang dari pada harta rampasan yang terdiri atas kuda atau
kendaraan' (Al-Hashr: 6).
Nabi ﷺ telah memperoleh tiga harta
ghanimah [ harta rampasan perang] , dari suku Bani Nadhir, Bani Quraizhah, dan
Fadak. Para pemimpin berkata kepadanya, 'Ambillah bagiannya dan sisanya akan
kami bagikan di antara suku-suku.'
Maka dijelaskan : bahwa harta rampasan ini
adalah dari desa-desa yang tidak dihadapi dengan pasukan berkendaran kuda dan
tidak pula unta, melainkan kalian berjalan kaki menuju ke sana. Jarak antara
desa-desa tersebut dan Madinah sekitar satu mil. Rasulullah ﷺ kemudian memberikan sebagian bagian tersebut kepada sekelompok
Muhajirin yang membutuhkan dan telah berpartisipasi dalam Pertempuran Badr.
Lalu beliau berkata :
«مَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ
الْقُرَى»
'Apa yang Allah anugerahkan kepada Rasul-Nya
dari penduduk desa-desa [yang ditaklukan tanpa peperangan], maka itu untuk
Allah dan Rasul-Nya sepenuhnya.'
Setelah itu, beliau berkata : 'Dan bagi
kerabat dekat.' Artinya, bagi kerabat Rasulullah ﷺ, yaitu anak-anak yatim umat
Islam secara umum, termasuk di dalamnya anak-anak yatim dari Bani Abdul
Muthalib. Dan 'para fakir', yakni fakir miskin umat Islam secara umum, akan
tetapi tidak termasuk fakir miskin dari Bani Abdul Muthalib." (Lihat:
Ma'ani al-Qur'an 3/144).
Dalam tafsir Adhwa al-Bayaan 2/101 di sebutkan :
" وَاعْلَمْ أَنَّ فَيْءَ " بَنِي النَّضِيرِ
" تَدْخُلُ فِيهِ أَمْوَالِ " مُخَيْرِيقَ " رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ،
وَكَانَ يَهُودِيًّا مِنْ " بَنِي قَيْنُقَاعَ " مُقِيمًا فِي بَنِي النَّضِيرِ،
فَلَمَّا خَرَجَ النَّبِيُّ ﷺ إِلَى أُحُدٍ، قَالَ لِلْيَهُودِ: " أَلَا تَنْصُرُونَ
مُحَمَّدًا ﷺ، وَاللَّهِ إِنَّكُمْ لَتَعْلَمُونَ أَنَّ نُصْرَتَهُ حَقٌّ عَلَيْكُمْ
"، فَقَالُوا: الْيَوْمُ يَوْمُ السَّبْتَ، فَقَالَ: لَا سَبْتَ، وَأَخَذَ سَيْفَهُ
وَمَضَى إِلَى النَّبِيِّ ﷺ فَقَاتَلَ حَتَّى أَثْبَتَتْهُ الْجِرَاحَةُ، فَلَمَّا
حَضَرَهُ الْمَوْتُ قَالَ: أَمْوَالِي إِلَى مُحَمَّدٍ ﷺ يَضَعُهَا حَيْثُ شَاءَ، وَكَانَ
لَهُ سَبْعُ حَوَائِطَ بِبَنِي النَّضِيرِ وَهِيَ " الْمِيثَبُ "،
" وَالصَّائِفَةُ "، " وَالدَّلَالُ "، " وَحُسْنَى
"، " وَبَرْقَةُ "، " وَالْأَعْوَافُ "، " وَمَشْرَبَةُ
أُمِّ إِبْرَاهِيمَ ".
"Dan ketahuilah bahwa harta Fei’ suku Yahudi 'Bani
an-Nadhir' termasuk di dalamnya harta 'Mukhayriq' radhiyallahu ‘anhu. Dia
adalah seorang Yahudi dari 'Bani Qaynuqa' yang tinggal di tengah suku Yaudi
'Bani an-Nadhir'.
Ketika Nabi ﷺ pergi ke perang Uhud, dia
berkata kepada orang-orang Yahudi : 'Bukankah kalian mendukung dan membela Muhammad
ﷺ? Demi Allah, kalian tahu bahwa kemenangan-nya adalah hak bagi
kalian.'
Mereka menjawab, 'Hari ini adalah hari
Sabtu.' Lalu dia berkata, 'Bukan, ini bukan hari Sabtu,' dan kemudian mengambil
pedangnya pergi ke Nabi ﷺ, ikut bertempur sampai
luka-lukanya menjadi parah. Ketika ajalnya mau tiba, dia berkata : 'Harta-hartaku
untuk Muhammad ﷺ, semau beliau terserah mau
digunakan untuk apa,.'
Dia memiliki tujuh lahan kebun di daerah suku
'Bani an-Nadhir', yaitu 'Al-Miatsab', 'Ash-Sha'ifah', 'Ad-Dallaal', 'Husna',
'Barqah', 'Al-A'waf', dan 'Masyrabat Ummi Ibrahim'."
Peneliti Abdul Fattah al-Saman menelusuri
harta fai' yang Allah berikan khusus kepada Nabi Muhammad ﷺ . Dan Abdul Fattah menyimpulkan beberapa hal berikut:
1. أَنَّ مَالَ
الْفَيْءِ عَلَى كَثْرَتِهِ يَتَصَرَّفُ بِهِ النَّبِيُّ ﷺ كَيْفَمَا شَاءَ، يَضَعُهُ
فِي أَصْحَابِهِ الْمَذْكُورِينَ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ وَيَخْتَلِفُ مُسْتَحِقُّهُ
عَنْ أَهْلِ الْغَنَائِمِ الَّتِي تُصْرَفُ أَرْبَعَةَ أَخْمَاسِهَا لِلْغُزَاةِ وَالْمُجَاهِدِينَ.
1. Harta Fai’ yang merupakan jumlah kekayaan yang
besar menjadi hak milik Nabi ﷺ yang dikelola sesuai dengan keinginan
beliau. Lalu Nabi ﷺ menyerahkan kepada
sahabat-sahabat yang disebutkan dalam Al-Qur'an, dan mustahiqnya [penerimaannya]
berbeda dengan orang-orang yang mendapatkan bagian dari ghanimah yang dibagikan
(empat per limanya) kepada para pasukan perang dan para mujahidin.
2. أَنَّ النَّبِيَّ
ﷺ أَعْطَى الْعَبَّاسَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَمَّهُ جُزْءًا كَبِيرًا مِنَ الْفَيْءِ
تَحْقِيقًا لِوَعْدِ اللَّهِ إِيَّاهُ بِالتَّعْوِيضِ عَنِ الْمَالِ الَّذِي أُخِذَ
مِنْهُ يَوْمَ بَدْرٍ مُقَابِلَ فِدَاءِ نَفْسِهِ. وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ يُعْطِي
مِنَ الْفَيْءِ كَذَلِكَ لِلْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ بَعْضَهُمْ أَكْثَرَ مِنْ
بَعْضٍ.
2. Nabi ﷺ memberikan sebagian besar
harta dan properti Fai’ kepada Abbas bin Abdul Muttalib sebagai pemenuhan janji
Allah kepada beliau untuk menggantikan harta yang diambil darinya pada perang
Badr sebagai tebusan nyawa. Rasulullah ﷺ juga memberikan sebagian harta Fai’ kepada
para Muhajirin dan Ansar, dengan sebagian di antara mereka menerima lebih
banyak dari yang lain.
3. أَنَّ النَّبِيَّ
ﷺ لَمْ يُخَمِّسْ مَالَ الْفَيْءِ كَمَا يَفْعَلُ فِي الغَنِيْمَةِ الَّتِي يَأْخُذُهَا
الْمُسْلِمُونَ عَنْ طَرِيقِ الْجِهَادِ.
3. Nabi ﷺ tidak membagi seperlima-seperlima
harta dan properti Fai’ seperti yang dilakukan dalam pembagian ghanimah yang
diperoleh oleh umat Islam melalui jihad [perang].
4. أَنَّ النَّبِيَّ
ﷺ لَمْ يَقْسِمْ مَالَ الْفَيْءِ بِالسَّوِيَّةِ لِأَنَّ أَمْرَ صَرْفِهِ إِلَى اجْتِهَادِهِ
ﷺ، لِذَلِكَ لَا يُعَدُّ الْفَيْءُ خَرَاجًا أَوْ زَكَاةً أَوْ جِزْيَةً. [تَعَامُلُ
النَّبِيِّ مَعَ أَمْوَالِهِ: ص 234].
4. Nabi ﷺ tidak membagi harta dan
properti Fai’ secara merata, karena penggunaannya tergantung pada kebijaksanaan
dan inisiatif pribadi beliau ﷺ. Oleh karena itu, harta Fai’
tidak dianggap sebagai zakat, khums, atau jizyah. [Baca : Ta’amul an-Nabi Ma’a
Amwaalihi: Hal. 234].
====
SEJARAH HARTA FAI’ HAK MILIK NABI ﷺ DARI KABILAH YAHUDI BANI
NADHÎR
Al-Hakim meriwayatkan dalam kitab
Al-Mustadrak, nomor 3797, dari Aisyah radhiyallahu 'anha. Aisyah berkata :
كَانَتْ غَزْوَةُ
بَنِي النَّضِيرِ وَهُمْ طَائِفَةٌ مِنَ الْيَهُودِ عَلَى رَأْسِ سِتَّةِ أَشْهُرٍ
مِنْ وَقْعَةِ بَدْرٍ وَكَانَ مَنْزِلُهُمْ وَنَخْلُهُمْ بِنَاحِيَةِ الْمَدِينَةِ،
فَحَاصَرَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ حَتَّى نَزَلُوا عَلَى الْجَلَاءِ، وَعَلَى
أَنَّ لَهُمُ مَا أَقَلَّتِ الْإِبِلُ مِنَ الْأَمْتِعَةِ وَالْأَمْوَالِ إِلَّا الْحَلْقَةَ،
يَعْنِي السِّلَاحَ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ فِيهِمْ {سَبَّحَ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَوَاتِ
وَمَا فِي الْأَرْضِ} إِلَى قَوْلِهِ {لَأَوَّلِ الْحَشْرِ مَا ظَنَنْتُمْ أَنْ يَخْرُجُوا}
[الحشر: 2] فَقَاتَلَهُمُ النَّبِيُّ ﷺ حَتَّى صَالَحَهُمْ عَلَى الْجَلَاءِ، فَأَجْلَاهُمْ
إِلَى الشَّامِ وَكَانُوا مِنْ سِبْطٍ لَمْ يُصِبْهُمْ جَلَاءٌ فِيمَا خَلَا وَكَانَ
اللَّهُ قَدْ كَتَبَ عَلَيْهِمْ ذَلِكَ وَلَوْلَا ذَلِكَ لَعَذَّبَهُمْ فِي الدُّنْيَا
بِالْقَتْلِ وَالسَّبْيِ، وَأَمَّا قَوْلُهُ {لِأَوَّلِ الْحَشْرِ} [الحشر: 2] فَكَانَ
جَلَاؤُهُمْ ذَلِكَ أَوَّلَ حَشْرٍ فِي الدُّنْيَا إِلَى الشَّامِ
"Ghazwah Bani Nadir terjadi setelah enam
bulan dari peristiwa Badr. Bani Nadir adalah kelompok Yahudi yang tinggal di
sekitar kota Madinah. Rasulullah ﷺ mengepung mereka hingga
mereka menyerah dan diizinkan pergi dengan membawa harta kecuali senjata. Allah
menurunkan ayat, 'Maha Suci Allah yang di langit dan di bumi...' [Al-Hashr: 2].
Nabi ﷺ bertempur melawan mereka sampai mereka setuju untuk pergi.
Mereka diusir ke wilayah Syam dan merupakan suku yang tidak pernah diusir
sebelumnya. Hal itu terjadi karena Allah telah menetapkan demikian. Jika tidak,
Allah akan menyiksa mereka dengan kematian atau penangkapan di dunia. Ayat
'Li-awwali al-hashr' [Al-Hashr: 2] merujuk pada pengusiran mereka yang pertama
kali di dunia menuju wilayah Syam.
Al-Hakim berkata :
«هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ الشَّيْخَيْنِ
وَلَمْ يُخَرِّجَاهُ»
“Ini adalah hadits sahih menurut syarat Bukhari dan Muslim,
namun keduanya tidak mengeluarkannya “. Dan disetujui oleh adz-Dzahabi dalam
at-Talkhish 2/252.
Dan telah disahihkan oleh Muhammad al-Barzanjī dalam Shahih dan Dha'if Tafsir al-Ṭabarī 2/156."
TAHUN TERJADINYA PEPERANGAN :
Para Ulama ahli sirah berbeda pendapat
tentang kapan perang Bani Nadhîr berkecamuk. Az-Zuhri rahimahullah [Mukhtashar
Zaad al-Ma’aad ha. 77] menganggap peperangan ini terjadi enam bulan pasca
perang Badar Kubra. Ini berarti peperangan ini terjadi sebelum perang Uhud.
Ulama’ lain berpendapat bahwa peperangan ini terjadi setelah perang Uhud,
tepatnya pada bulan Rabi’ul Awwal, tahun ke-4 hijrah.
SEBAB PEPERANGAN
Para ulama ahli sirah menyebutkan bahwa
peperangan ini dipicu oleh tiga sebab :
Pertama :
Percobaan permbunuhan terhadap Rasûlullâh ﷺ yang di lakukan oleh Bani Nadhîr pasca perang Badar [Baca :
Musnad Abdurrazzaaq 5/3590360].
Kedua :
Rencana orang-orang Yahudi Bani Nadhîr untuk
membunuh Rasûlullâh ﷺ. Pembunuhan ini direncanakan
oleh Bani Nadhîr ketika Rasûlullâh ﷺ beserta beberapa sahabat
berangkat ke Bani Nadhîr untuk meminta mereka ikut menanggung diyat dua orang
Bani Kilâb yang di bunuh oleh Amru bin Umayyah Radhiyallahu anhu. [Lihat
ar-Rahîqul Makhtûm, hlm. 294)]
Ketika Rasûlullâh ﷺ tiba di daerah Bani Nadhîr,
beliau ﷺ mengutarakan tujuan kedatangan beliau ﷺ. Namun orang-orang Yahudi
Bani Nadhîr tidak memenuhi permintaan Rasûlullâh ﷺ. Bukan hanya sebatas menolak
permintaan Rasûlullâh ﷺ, bahkan mereka berniat
membunuh Rasûlullâh ﷺ. Demi mengetahui rencana
jahat mereka ini, beliau ﷺ langsung pulang ke
Madinah dan mempersiapkan pasukan [Baca : As-Sirah, Ibnu Katsîr(3/145)] sebab
ke dua inilah yang memicu perang ini
Ketiga :
Perbuatan bani Nadhîr yang telah memprovokasi
orang-orang kuffar Quraisy agar memerangi Rasûlullâh ﷺ . Sebagaimana dalam riwayat Musa bin Uqbah
rahimahullah . (Baca : ad-Dalâ’il, al-Baihaqi, 3/140 ) dengan sanad yang
dha’if].
PERCOBAAN PEMBUNUHAN TERHADAP
RASÛLULLÂH ﷺ
[Baca : Sirah ibni Hisyâm (2/189-190) dan
Shahih Bukhâri (Bab Hadist Bani Nadhir)].
Ketika Rasûlullâh ﷺ mengutarakan maksud
kedatangan beliau ﷺ ke Bani Nadhîr, yaitu
meminta bantuan untuk membayar diyat pembunuhan , pada awalnya mereka
menyanggupinya. Dan mereka mengatakan :
"نَفْعَلُ يَا أَبَا القَاسِمِ ، اجْلِسْ
حَتَّى نَقْضِيَ حَاجَتَكَ".
“Wahai Abul Qâsim, kami akan memenuhi
permintaan-mu. Silahkan duduk sampai kami bisa memenuhi kebutuhanmu”.
Rasulullah ﷺ duduk di dekat tembok rumah
mereka bersama Abu Bakar, Umar bin Khaththab, Ali bin Abi Thalib dan beberapa
sahabat lainnya [Radhiyallahu anhum].
Sementara di tempat lain orang-orang Bani
Nadhîr berkumpul dan berencana membunuh Rasûlullâh ﷺ. Mereka mengatakan, “Siapa
diantara kalian yang mau menjatuhkan batu ini ke kepala Muhammad sampai pecah
?”
Salah satu dari mereka yang bernama Amru ibnu
Jihasy mengatakan, ”Saya.”
Mendengar rencana ini, Salam ibnu Misykam
berusaha mencegah mereka : ”Jangan kalian lakukan ! Demi Allâh, pasti Allâh
akan memberitahukan rencana kalian ini kepadanya.”
Peringatan Salam bin Misykan ini tidak
diindahkan. Mereka tetap berencana meneruskan niat jahat mereka.
Dalam keadaan seperti ini, Allah Azza wa
Jalla menurunkan wahyu kepada Rasûlullâh ﷺ melalui Malaikat Jibril
Alaihissallam memberitahukan prihal rencana tersebut. Setelah mendapat wahyu
itu, beliau ﷺ segera bangkit tanpa mengucapkan sepatah katapun dan
pulang ke Madinah begitu pula para sahabat. Mereka bertanya tentang apa yang
menyebabkan beliau ﷺ tiba-tiba bangkit dari
tempat beliau dan pulang. Maka Rasûlullâh ﷺ menceritakan niat keji
orang-orang Yahudi yang hendak membunuhnya.
Tidak beberapa lama, Rasûlullâh ﷺ mengutus Muhammad bin Maslamah untuk menyampaikan keputusan
Rasûlullâh ﷺ kepada Bani Nadhîr agar mereka keluar dari Madinah dan
tidak tinggal bersama Rasûlullâh di Madinah. Mereka diberi tenggang waktu
sepuluh hari. Barangsiapa ketahuan masih tinggal di Madinah setelah habis
tempo, maka ia akan diperangi. Lalu, mereka bersiap-siap meninggalkan
Madinah.
[Lihat : Sirah karya Ibnu Hisyâm(2/189),
Zâdul Ma’âd(3/115), ar-Rahîqul Makhtûm(hlm. 295)].
PEMBAGIAN HARTA FAI’ BANI NADHIR OLEH
RASÛLULLÂH ﷺ
Dengan eksodusnya Bani Nadhir dari Madinah,
maka aset harta dan properti yang mereka tinggalkan terhitung sebagai al-fai.
Fai’ adalah Harta yang di dapatkan dari musuh
tanpa melalui pertempuran atau tanpa kontak senjata, seperti harta yang di
tinggalkan orang kafir yang lari karena takut kepada kaum Muslimin sebelum
berperang (al-Wajiz, hlm. 490)
Pembagian harta jenis ini diserahkan sesuai
kebijakan Rasûlullâh ﷺ. Dalam peristiwa ini, beliau
ﷺ lebih banyak memberikannya kepada para sahabat dari kalangan
muhâjirîn, karena mereka lebih butuh bila dibandingkan kaum Anshâr. Hanya dua
dari kalangan Anshar yang Beliau ﷺ beri al-fai ini yaitu Abu
Dujânah Radhiyallahu anhu dan Sahal bin Hanîf Radhiyallahu anhu karena keduanya
sangat miskin.
=====
SEJARAH HARTA NABI ﷺ DARI GHANIMAH PERANG KHAIBAR
Kota Khaybar adalah kota yang terletak
sekitar 150 km dari Madinah. Khaibar adalah sebuah kota yang dipenuhi dengan
benteng-benteng, memiliki sumber air di bawah tanah, dan persediaan makanan
yang mencukupi untuk bertahun-tahun.
Kota ini dihuni oleh komunitas Yahudi,
diantaranya sepuluh ribu pasukan tempur Yahudi, termasuk ribuan pasukan panah
yang sangat mahir dalam memanah.
Khaybar dipenuhi dengan harta kekayaan yang
sangat melimpah . Dan para Yahudi di sana terlibat dalam praktik bisnis ribawi
dengan berbagai macam suku dan negara.
Khaybar merupakan sarang pengkhianatan dan
konspirasi, pusat provokasi militer, dan tempat persiapan untuk perang.
Harus diingat bahwa penduduk Khaybarlah yang
membentuk aliansi pasukan sekutu [ahzaab] melawan umat Islam, memprovokasi
Yahudi Bani Quraizhah untuk melakukan pembelotan dan pengkhianatan terhadap
kaum muslimin . Dan menjalin hubungan dengan kaum munafikin serta suku Ghatafan
dan suku-suku Badui, sementara mereka yahudi Khaibar sendiri telah bersiap
siaga untuk berperang.
Akibat makar Yahudi Khaibar, maka Umat Islam
menghadapi cobaan yang terus-menerus , mereka terpaksa menghadapi pengkhianatan
dari pihak Yahudi, bahkan umat Islam harus mengambil tindakan tegas terhadap
beberapa tokoh mereka seperti Salam bin Abi al-Huqaiq dan Asiir bin Zaaram.
Namun, untuk mengatasi ancaman Yahudi ini,
umat Islam tidak bisa bertindak langsung berhadapan dengan mereka , melainkan
kaum muslimin terlebih dahulu menghadapi musuh yang lebih besar, lebih kuat, dan
lebih berbahaya, yaitu suku Quraysh.
Perang Khaybar ini berbeda dari perang-perang
sebelumnya, karena menjadi perang pertama setelah peristiwa Bani Quraizhah dan
Perjanjian Hudaibiyah. Ini menandakan bahwa dakwah Islam memasuki fase baru
setelah perdamaian Hudaibiyah.
PEMICU PERANG :
Ketika Rasulullah ﷺ merasa aman dari salah satu
dari tiga kekuatan besar pasukan sekutu, yaitu Quraysh, dan setelah sepenuhnya
aman setelah Perjanjian Hudaibiyah, maka beliau berniat untuk menyelesaikan
masalah dengan dua kekuatan pasukan sekutu lainnya, yaitu komunitas Yahudi dan
suku-suku di Najd.
Tujuannya adalah untuk mencapai keamanan dan
perdamaian yang menyeluruh, serta menciptakan ketenangan di wilayah tersebut.
Dengan demikian, umat Islam dapat fokus pada menyebarkan risalah Allah dan
mengajak orang kepada-Nya, setelah terlepas dari konflik berkepanjangan yang
menguras energi.
Yahudi Khaybar, sebagai pusat intrik dan
konspirasi, serta sebagai pusat provokasi militer dan pangkalan persiapan
perang, menjadi sasaran utama untuk diatasi oleh umat Islam. Hal ini dilakukan
dengan tujuan untuk memastikan keamanan dan stabilitas di wilayah tersebut,
sehingga umat Islam dapat membebaskan diri dari konflik berkepanjangan dan
fokus pada tugas-tugas dakwah dan pembangunan damai.
Pertempuran antara kaum Yahudi Khaibar dengan
umat Islam di bawah pimpinan Nabi Muhammad ﷺ ini berakhir dengan
kemenangan bagi umat Islam, di mana Nabi Muhammad ﷺ berhasil memperoleh harta,
senjata, dan dukungan dari suku setempat. Sekitar dua pekan setelahnya,
Rasulullah ﷺ bahkan memimpin ekspedisi militer menuju Khaibar, sebuah daerah
yang dapat dicapai dalam tiga hari perjalanan dari Madinah. Khaibar merupakan
wilayah subur yang menjadi benteng utama bagi komunitas Yahudi di jazirah Arab,
terutama setelah Yahudi di Madinah dikalahkan oleh Rasulullah ﷺ.
------
PENGHIMPUNAN PASUKAN SEKUTU DAN BENTENG PERTAHANAN ADALAH PRODUK YAHUDI SEJAK DULU
ROMAWI PUN TAK PERNAH MAMPU MENJEBOL
BENTENG YAHUDI KHAIBAR
Meskipun kaum Yahudi tidak memiliki kekuatan
yang cukup untuk menghadapi kaum Muslim, namun mereka sangat cerdik. Mereka
berhasil menyatukan musuh-musuh Nabi Muhammad ﷺ dan umat Islam dari berbagai macam suku yang
sangat kuat, sebagaimana yang terjadi dalam Perang Khandaq. Bagi bagi kaum
muslimin di Madinah khususnya ancaman dari komunitas Yahudi dianggap jauh lebih
serius dibandingkan dengan ancaman dari musuh-musuh lainnya ; karena salah satu
kepiawaian Yahudi itu mampu memprovokasi dan mengadu domba serta menciptakan
permusuhun yang berujung pada peperangan. Sebagaimana yang Allah SWT firmankan
:
﴿ كُلَّمَا أَوْقَدُوا نَارًا لِّلْحَرْبِ
أَطْفَأَهَا اللَّهُ ۚ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ فَسَادًا ۚ وَاللَّهُ لَا
يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ﴾
Setiap kali mereka menyalakan api peperangan,
maka Allah memadamkannya. Dan mereka berbuat kerusakan dimuka bumi. Dan Allah
tidak menyukai orang-orang yang membuat kerusakan. [QS. Al-Maidah : 64]
Serta kemampuan orang-orang Yahudi dalam
menciptakan senjata, benteng pertahanan dan system keamanan. Adapun benteng,
maka Allah SWT berfirman :
﴿لَا يُقَاتِلُونَكُمْ جَمِيعًا إِلَّا فِي
قُرًى مُّحَصَّنَةٍ أَوْ مِن وَرَاءِ جُدُرٍ ۚ بَأْسُهُم بَيْنَهُمْ شَدِيدٌ ۚ
تَحْسَبُهُمْ جَمِيعًا وَقُلُوبُهُمْ شَتَّىٰ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَّا
يَعْقِلُونَ﴾
Mereka tidak akan memerangi kalian dalam
keadaan bersatu padu, kecuali dalam kampung-kampung yang berbenteng atau di
balik tembok. Permusuhan antara sesama mereka adalah sangat hebat. Kalian kira
mereka itu bersatu, sedang hati mereka berpecah belah. Yang demikian itu karena
sesungguhnya mereka adalah kaum yang tidak mengerti. [QS. Al-Hasyr: 14]
BENTENG-BENTENG KHAIBAR :
Di Khaibar, ditemukan delapan benteng yang
kuat dan tidak dapat ditembus:
1] Benteng Naa'im: Itu adalah hal pertama
yang diserang umat Islam.
2] Benteng Ash-Sho’ab bin Muadz: Ini adalah
benteng terbesar yang ditaklukkan oleh umat Islam, dan mereka menemukan
persediaan makanan dan peralatan militer di dalamnya, yang sebagian besar
mereka perkuat.
3] Benteng Al-Zubair: (Benteng Al-Zubair)
Ketiga benteng ini termasuk benteng terkuat
di An-Nathooh [النطاة].
4] Benteng Ubay .
5] Benteng Al-Nizaar (sebagian orang
menyebutnya Benteng Al-Bazzaah)
Benteng-benteng ini termasuk dalam benteng Asy-Syaqq
. Dan ini merupakan paruh pertama Khaibar karena terbagi menjadi dua bagian,
sedangkan paruh kedua adalah tiga benteng lainnya.
6] Benteng Al-Qamoush (Bani Abi Al-Haqiq,
dari Yahudi Banu Al-Nadir)
7] Benteng Al-Nathih (Al-Wathih)
8] Benteng As-Salam (Salalin)
Benteng-benteng ini menyerah tanpa terjadi
bentrokan, meskipun kuat dan tidak dapat ditembus, serta menyerah atas dasar
perdamaian dan evakuasi setelah pengepungan terjadi.
Oleh sebab betapa besarnya bahaya yang ditimbulkan
oleh Yahudi Khaibar maka Nabi Muhammad ﷺ menyerbu ke jantung
pertahanan musuh. Suatu pekerjaan yang tak mudah dilakukan.
Pasukan Romawi yang lebih kuat pun tak mampu
menaklukkan benteng Khaibar yang memiliki sistem pertahanan
berlapis-lapis yang sangat baik. Sallam bin Misykam mengorganisasikan prajurit
Yahudi. Perempuan, anak-anak dan harta benda mereka tempatkan di benteng
Watih dan benteng Sulaim. Persediaan makanan dikumpulkan di benteng
Na’im. Pasukan perang dikonsentrasikan di benteng Natat. Sedangkan
Sallam dan para prajurit pilihan maju ke garis depan.
Sallam tewas dalam pertempuran itu. Tapi
pertahanan Khaibar belum dapat ditembus. Nabi Muhammad ﷺ menugaskan Abu Bakar untuk
menjadi komandan pasukan. Namun gagal. Demikian pula Umar. Akhirnya
kepemimpinan komando diserahkan pada Ali.
Di Khaibar inilah nama Ali menjulang.
Keberhasilannya mendobrak pintu gerbang benteng selalu dikisahkan dari abad ke
abad. Ali dan pasukannya juga berhasil menjebol pertahanan lawan.
Harith bin Abu Zainab -komandan Yahudi
setelah Sallam-pun tewas.
Benteng Na’im jatuh ke tangan pasukan Islam.
Setelah itu benteng demi benteng dikuasai.
Seluruhnya melalui pertarungan sengit.
Benteng Qamush kemudian jatuh. Demikian juga benteng
Zubair setelah dikepung cukup lama. Semula Yahudi bertahan di benteng
tersebut. Namun pasukan Islam memotong saluran air menuju benteng yang memaksa
pasukan Yahudi keluar dari tempat perlindungannya dan bertempur langsung.
Benteng Watih dan Sulaim pun jatuh ke tangan pasukan Islam.
Yahudi lalu menyerah. Seluruh benteng
diserahkan pada umat Islam.
Namun Nabi Muhammad ﷺ memerintahkan pasukannya
untuk tetap melindungi warga Yahudi dan seluruh kekayaannya, kecuali Kinana bin
Rabi’ yang terbukti berbohong saat dimintai keterangan Rasulullah ﷺ.
Perlindungan bagi kaum Yahudi itu tampaknya
sengaja diberikan oleh Rasulullah untuk menunjukkan beda perlakuan antara umat
dengan kalangan umat Kristen terhadap pihak yang dikalahkan. Biasanya, pasukan
Kristen dari kekaisaran Romawi akan menghancurludeskan kelompok Yahudi yang
dikalahkannya. Sekarang kaum Yahudi Khaibar diberi kemerdekaan untuk mengatur
dirinya sendiri sepanjang mengikuti garis kepemimpinan Nabi Muhammad ﷺ dalam politik.
Nabi Muhammad ﷺ sempat tinggal beberapa lama
di Khaibar. Beliau ﷺ bahkan nyaris meninggal
lantaran diracun oleh Yahudi . Diriwayatkan bahwa Zainab binti Harits menaruh
dendam pada Nabi Muhammad ﷺ. Sallam, suaminya, tewas
dalam pertempuran Khaibar. Zainab lalu mengirim sepotong daging domba untuk
Nabi Muhammad ﷺ. Rasulullah sempat mengigit
sedikit daging tersebut, tetapi segera memuntahkannya setelah merasa ada hal
yang ganjil. Tidak demikian halnya dengan sahabat rasul, Bisyri bin Bara. Ia
meninggal lantaran memakan daging tersebut.
Dari Abu Hurairah, ia berkata :
أهدت لرسولُ
اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ يهوديَّةٌ بخيبرَ شاةً مَصليَّةً سمَّتْها
فأكلَ رسولُ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ منها وأكلَ القومُ فقالَ ارفعوا
أيديَكُم فإنَّها أخبرتني أنَّها مسمومةٌ فماتَ بِشرُ بنُ البراءِ بنِ معرورٍ
الأنصاريُّ فأرسلَ إلى اليهوديَّةِ ما حملكِ على الَّذي صنعتِ قالت إن كنتَ نبيًّا
لم يضرَّكَ الَّذي صنعتُ وإن كنتَ ملِكًا أرحتُ النَّاسَ منكَ فأمرَ بها رسولُ
اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ فقُتلت ثمَّ قالَ في وجعِهِ الَّذي ماتَ فيهِ
مازلتُ أجدُ منَ الأُكْلَةِ الَّتي أكلتُ بخيبرَ فهذا أوانُ قطعَت أبْهَري
Ada seorang wanita Yahudi Khaibar yang
memberi hadiah daging guling yang telah dilumuri racun kepada Rasulullah ﷺ. Beliau dan para sahabatnya lalu makan daging kambing tersebut.
Namun kemudian, beliau bersabda:
"Angkatlah tangan kalian (berhenti makan), karena sesungguhnya daging
kambing ini telah memberiku kabar bahwa ia telah dibubuhi racun."
Bisyr Ibnul Al Bara bin Ma'rur Al Anshari
akhirnya meninggal dunia.
Rasulullah kemudian mengutus utusan kepada
wanita Yahudi tersebut. Beliau bertanya: "Apa yang mendorongmu untuk
melakukan hal itu?" Wanita itu menjawab, "Jika engkau seorang Nabi,
maka apa yang aku lakukan tidak akan membahayakanmu. Namun jika engkau hanya
seorang raja, maka dengan begitu aku telah mengistirahatkan manusia
darimu."
Rasulullah ﷺ lantas memerintahkan agar
wanita itu dibunuh, maka ia pun dibunuh. Kemudian beliau berkata pada saat sakit
yang membawanya kepada kematian:
"Aku masih merasakan apa yang pernah aku
makan di Khaibar, dan sekarang adalah waktu terputusnya punggungku
(kematianku)."
[HR. Abu Daud no. 4512. Di shahihkan oleh
al-Albaani dalam Shahih Abu Daud].
-----
PEMBAGIAN HARTA GHANIMAH KHAIBAR :
Dikarenakan makar dan tipu daya Yahudi
Khaibar yang selalu merongrong keamanan umat Islam, diantaranya merekalah yang menghasut
suku-suku arab untuk bersatu menggempur Madinah dengan terbentuknya pasukan
sekutu yang menyebabkan terjadinya perang Ahzaab [sekutu] atau perang Khandak
[parit] , maka dengan alasan itu Nabi Muhammad berkeingin mengusir orang-orang
Yahudi dari Khaybar. Namun Mereka berkata : "Wahai Muhammad, biarkan kami
tinggal di tanah ini, kami akan memperbaikinya dan mengurusnya. Kami lebih
mengerti tentang tanah ini daripada kalian”.
Sementara Nabi Muhammad dan
sahabat-sahabatnya tidak memiliki budak yang bisa mengurus tanah itu, maka orang-orang
Yahudi terus berusaha membujuk Nabi Muhmmad ﷺ dan para sahabatnya agar mereka diijinkan
untuk tetap tinggal di Kahibar dan mengelola perkebunan Khaibar sebelum kembali
ke Madinah.
Lalu Rasulullah ﷺ pun menyetujuinya dan memberikan Khaybar
kepada mereka untuk mengelolanya dengan syarat bahwa mereka hanya berhak
mendapatkan separuh hasil dari setiap tanaman dan buah.
Rasulullah ﷺ merasa cocok untuk menerima mereka, dan
Abdullah bin Rawahah diangkat sebagai pengawas atas mereka.
Tanah Khaybar dibagi menjadi tiga puluh enam
bagian. Setiap bagian terdiri dari seratus bagian, sehingga total ada tiga ribu
enam ratus bagian.
Rasulullah ﷺ dan umat Islam memperoleh separuhnya, yaitu
seribu delapan ratus bagian. Rasulullah ﷺ memiliki bagian seperti salah satu umat
Islam. Setengah sisanya, yaitu seribu delapan ratus bagian, diberikan kepada
mereka untuk keperluan mendesak dan kepentingan umat Islam.
Pembagian seribu delapan ratus bagian ini
karena tanah tersebut merupakan hadiah dari Allah kepada para sahabat yang ikut
terlibat perjanjian Huadibiyah, baik yang hadir maupun yang tidak, mereka
berjumlah seribu empat ratus orang dengan dua ratus kuda. Setiap kuda
mendapatkan dua bagian, sehingga total seribu delapan ratus bagian.
Sehingga setiap penunggang kuda mendapatkan
tiga bagian, dan setiap pejalan kaki mendapatkan satu bagian.
Indikasi dari banyaknya harta rampasan dari
Khaybar adalah apa yang disampaikan oleh Bukhari dari Ibnu Umar :
" مَا شَبِعْنَا
حَتَّى فَتْحَنَا خَيْبَرَ ".
"Kami tidak pernah kenyang sampai kami
menaklukkan Khaybar."
Dan juga dari Aisyah, dia berkata :
"لَمَّا فُتِحَتْ خَيْبَرُ، قُلْنا:
الآنَ نَشْبَعُ مِنَ التَّمْرِ".
"Ketika Khaybar ditaklukkan, kami
berkata: 'Sekarang kami merasakan kenyang dengan kurma.' [HR. Bukhori no. 4242]
Ibnu Syihab mengatakan: Anas Bin Malik
memberitahukan saya :
«أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
لَمَّا فَرَغَ مِنْ قَتْلِ أَهْلِ خَيْبَرَ، فَانْصَرَفَ إِلَى المَدِينَةِ رَدَّ
المُهَاجِرُونَ إِلَى الأَنْصَارِ مَنَائِحَهُمُ الَّتِي كَانُوا مَنَحُوهُمْ
مِنْ ثِمَارِهِمْ، فَرَدَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى أُمِّهِ
عِذَاقَهَا، وَأَعْطَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُمَّ أَيْمَنَ
مَكَانَهُنَّ مِنْ حَائِطِهِ»
bahwa ketika Rasulullah ﷺ selesai dari peperangan Khaibar dan kembali ke Madinah, para
Muhajirin mengembalikan pemberian kaum Anshar tersebut yakni kebun pohon buah-buahan
yang mereka berikan kepada mereka dari kebun-kebun pohon buahnya. [ Karena saat
itu mereka telah mendapatkan harta kekayaan dan lain-lain dari hasil upaya
sendiri]. Rasulullah ﷺ pun mengembalikan kebun
kurma yang telah diberikan oleh ibunda Anas. Sebagai gantinya Rasulullah ﷺ memberikan Ummu Ayman beberapa pohon dari kebun beliau sendiri
[ HR. Bukhori no. 4243 dan Muslim no. 1771].
Ibnu Qoyyim dalam Zaad al-Ma’aad berkata :
وَلَمَّا رَجَعَ
رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - إِلَى الْمَدِينَةِ رَدَّ
الْمُهَاجِرُونَ إِلَى الْأَنْصَارِ مَنَائِحَهُمُ الَّتِي كَانُوا مَنَحُوهُمْ
إِيَّاهَا مِنَ النَّخِيلِ، حِينَ صَارَ لَهُمْ بِخَيْبَرَ مَالٌ وَنَخِيلٌ، فَكَانَتْ
أُمُّ سُلَيْمٍ - وَهِيَ أُمُّ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ - أَعْطَتْ رَسُولَ اللَّهِ - صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - عِذَاقًا، فَأَعْطَاهُنَّ أُمَّ أَيْمَنَ مَوْلَاتَهُ،
وَهِيَ أُمُّ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ، فَرَدَّ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ - عَلَى أُمِّ سُلَيْمٍ عِذَاقَهَا، وَأَعْطَى أُمَّ أَيْمَنَ مَكَانَهُنَّ
مِنْ حَائِطِهِ مَكَانَ كُلِّ عَذْقٍ عَشَرَةً "
Ketika Nabi kembali ke Madinah, para
Muhajirin mengembalikan kepada Anshar semua pemberian yang telah orang Anshar
berikan kepada muhajirin dari pohon kurma setelah mereka mendapatkan harta dan
kebun kurma Khaybar."
Ummu Salim, yang juga dikenal sebagai Ummu
Anas bin Malik, memberikan tandan pohon kurma kepada Rasulullah ﷺ. Lalu Rasulullah memberikan tandan tersebut kepada ibu Aiman,
budak perempuannya, yang juga dikenal sebagai Ummu Usamah bin Zaid. Kemudian
Rasulullah ﷺ mengembalikan tandan tersebut kepada Ummu Salim dan memberikan gantinya
untuk Ummu Aiman dari kebunnya, diganti dengan sepuluh tandan”. [ Zaad
al-Ma’aad 3/317].
PENAKLUKAN YAHUDI WADIL QURA :
Khaibar telah ditaklukkan. Maka rombongan
pasukan Rasulullah ﷺ kembali ke Madinah melalui
Wadil Qura, wilayah yang dikuasi kelompok Yahudi lainnya. Pasukan Yahudi
setempat mencegat rombongan tersebut. Sebagaimana di Khaibar, mereka kemudian
ditaklukkan pula.
PENAKLUKAN YAHUDI TAIMA :
Sedangkan Yahudi Taima’ malah mengulurkan
tawaran damai tanpa melalui peperangan.
Dengan penaklukan tersebut, Islam di Madinah
telah menjadi kekuatan utama di jazirah Arab. Ketenangan masyarakat semakin
terwujud. Dengan demikian, Nabi Muhammad ﷺ dapat lebih berkonsentrasi
dalam dakwah membangun moralitas masyarakat.
Kaum Yahudi menyerah dengan syarat membayar
pajak dan memberikan tanahnya kepada umat Islam.
=====
SEJARAH HARTA FAI’ HAK MILIK NABI ﷺ DARI YAHUDI FADAK
Fadak adalah daerah pertanian bersejarah
yang terletak di selatan kota Al-Hadār di wilayah Hail , sekitar 250 km
dari kota Hail . Fadak ini terkenal dengan pertanian gandum dan kurma . Daerah ini merupakan salah
satu situs arkeologi di wilayah tersebut, karena di dalamnya terdapat Castil,
benteng, dan istana batu hitam.
Daerah ini ditinggalkan setelah air dari mata
air yang digunakan untuk mengairi berhenti dan mengering.
Kota ini dihuni oleh orang Amalek sampai raja
Irak Nabonidus datang dan memusnahkan mereka, lalu pergi setelah
sepuluh tahun. Bangsa Amalek kembali dan mampu menguasai Fadak, kemudian
kaum Yahudi Khaybar datang dan menguasai wilayah tersebut.
Fadak ini adalah salah satu kota bersejarah
terpenting di Jazirah Arab.
Orang-orang Yahudi terus tinggal disana
sampai tahun ketujuh. Lalu Ali bin Abi Thalib diutus untuk memerangi orang-orang
Yahudi Fadak hingga mereka berdamai dengan Rasulullah ﷺ atas separuh penghasilan pertanian wilayah Fadak.
Dan dengan itulah dimulai sejarah Islam, dan seluruh
tanah dan propertinya adalah menjadi hak milik Rasulullah ﷺ, karena Fadak ini termasuk wailayah yang ditaklukan tanpa
peperangan, tanpa pengerahan pasukan berkuda atau kendaraan perang lainnya .
Abu Bakar Ahmad Al-Jawhari berkata:
وَرَوَى مُحَمَّدُ
بْنُ إِسْحَاقَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ لَمَّا فَرَغَ مِنْ خَيْبَرَ قَذَفَ اللَّهُ
الرُّعْبَ فِي قُلُوبِ أَهْلِ فَدَكَ، فَبَعَثُوا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ فَصَالَحُوهُ
عَلَى النِّصْفِ مِنْ فَدَكَ، فَقَدِمَتْ عَلَيْهِ رُسُلُهُم بِخَيْبَرٍ أَوْ بِالطَّرِيقِ،
أَوْ بَعْدَمَا أَقَامَ بِالْمَدِينَةِ فَقَبِلَ ذَلِكَ مِنْهُمْ، وَكَانَتْ فَدَكُ
لِرَسُولِ اللَّهِ خَالِصَةً لَهُ، لَمْ يُوْجِفْ عَلَيْهَا بِخَيْلٍ وَلَا رِكَابٍ.
قَالَ: وَقَدْ رُوِيَ أَنَّهُ صَالَحَهُمْ عَلَيْهَا كُلَّهَا.
Muhammad
bin Ishaq meriwayatkan bahwa ketika
Rasulullah ﷺ selesai dengan Khaybar, Allah melemparkan rasa ketakutan ke dalam hati
masyarakat Fadak, maka mereka mengirim utusan kepada Rasulullah dan mengajak berdamai
dengannya dan mereka siap menyerahkan separuh penghasilan tanah Fadak kepada
Rasulullah ﷺ .
Para utusan mereka datang kepadanya di
Khaybar atau melalui jalan darat, atau setelah beliau tiba di Madinah, dan beliau
pun menerimanya dari mereka. Maka Penghasilan dari Fadak adalah murni untuk
Rasulullah, karean tidak ditaklukkan dengan pasukan berkuda atau kendaran
perang lainnya ke sana.
Dia berkata : Diriwayatkan pula bahwa beliau
berdamai dengan mereka atas semua tanah Fadak.
Fadak menurut pendapat yang benar adalah
bahwa Rasulullah ﷺ menjadikannya sebagai wakaf untuk keperluan
diri beliau dan keluarganya . Dan Khalifah pertama yang mendapat petunjuk, Abu
Bakr al-Siddiq radhiyallhu ‘anhu, melakukan terhadapnya sebagaimana yang
dilakukan Rasulullah terhadapnya, dan begitu pula Para Khalifah yang mendapat
petunjuk setelah dia.
PERHATIAN:
Penulis cukupkan sampai pada Fai’ Yahudi
Fadak sebagai contoh sumber pendapatan dan kekayaan Rasulullah ﷺ dari hasil jihad fii sabiilillah . Di sana masih banyak lagi
selain dari yang telah penulis sebutkan diatas , seperti Fai hasil pengepungan
dan pengusiran Yahudi Bani Quraidzah yang berkhianat saat perang Khandak . Dan
begitu juga dengan pengepungan dan pengusiran Fai’ Yahudi Bani Qainuqo yang berkali-kali
mengkhianati kaum muslimin , diantaranya menelanjangi wanita muslimah dan
pengeroyokan hingga mati terhadap seorang muslim.
******
MACAM-MACAM NAMA HARTA RAMPASAN PERANG
====
HARTA RAMPASAN PERTAMA : AL-ANFAAL :
Secara umum defenisi anfal ( ﺍﻷﻧﻔﺎﻝ ) adalah harta-harta musuh yang diperoleh oleh kaum muslimin
baik melalui peperangan maupun tidak. Ibnu Al-‘Araby mengatakan bahwa para
ulama telah menyebutkan nama untuk harta rampasan perang dengan tiga nama yaitu
anfal, ghanimah dan fai
[Baca : Ibnu Al-‘Araby, Ahkam Al-Qur’an, (Beirut:
Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyah, 2003), Cet. Ke 3, 2/377.] .
Ada juga yang mendefenisikan anfal dengan
harta yang diserahkan oleh orang kafir supaya umat Islam tidak memerangi
mereka, seperti juga dengan harta yang diambil tanpa ada ancaman, seperti
jizyah, kharaj, ‘ushr, harta orang murtad dan harta orang kafir yang mati atau
orang yang tidak punya ahli waris [Baca : Wizarah 7/19]
====
HARTA RAMPASAN KEDUA : GHONIMAH
Adapun defenisi ghanimah secara istilah
adalah harta musuh yang diambil dengan cara paksaan dan melalui
peperangan [Baca : Hammad, op.cit, hlm. 262.] .
Ulama Hanafiyah menjelaskan bahwa pengambilan
dengan cara paksaan tidak terjadi kecuali dengan kekuatan, baik secara hakiki
atau dengan dalalah , artinya izin dari Imam [Baca : Al-Kasany, Bada’I
Ash-Shana’I. (Kairo: Dar Al-Hadits, 2005), 9/ 394] .
Sedangkan ulama Syafi’iyah mendefenisikan
ghanimah yaitu harta yang diambil oleh kaum muslimin dari orang kafir dengan
menunggang kuda dan unta
[Baca : Ar-Rafi’I, Al-‘Aziz Syarh Al-Wajiz, (Beirut:
Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyah, 1997), Cet. Ke I, 7/345.] .
Ar-Rafi’i mengatakan bahwa dalam kitab At-Tahdzib
disebutkan bahwa sama saja apakah harta itu diambil dengan cara paksa atau
karena mereka kalah dan meninggalkan hartanya [Ibid.] .
-----
MACAM-MACAM GHANIMAH :
Tidak semua harta yang diambil dari orang
kafir adalah ghanimah. Ada beberapa macam harta yang masuk dalam kategori
ghanimah , yaitu:
PERTAMA : Harta yang bergerak atau dapat
dipindahkan ( ﺍﻷﻣﻮﺍﻝ
ﺍﻟﻤﻨﻘﻮﻟﺔ ),
seperti uang, makanan dan hewan.
Setiap harta yang dapat dipindahkan terhitung
sebagai ghanimah jika diambil dari musuh di dar al-harb dengan kekuatan
militer.
KEDUA : Tanah atau lahan.
Tanah yang didapatkan melalui peperangan
terbagi kepada tiga macam yaitu:
A] Tanah yang diperoleh dengan perang.
Para ulama berbeda pendapat tentang dibagi
atau tidaknya tanah ini. Abu Hanifah berpendapat bahwa Imam boleh memilih
antara membagikannya atau tetap diolah oleh sipemiliknya dengan membayar
kharaj. Imam Malik berpendapat tanah tersebut tidak dibagi, namun menjadi harat
waqaf untuk kaum muslimin. Adapun Asy-Syafi’i mengatakan tetap dibagi
sebagaimana harta yang dapat dipindahkan. Sedangkan Ahmad setuju dengan
pendapat Abu Hanifah dan Malik.
B] Tanah yang ditinggalkan oleh pemiliknya
karena takut
Tanah yang seperti ini akan menjadi waqaf,
karena bukan ghanimah dan hukumnya adalah hokum fai.
C] Tanah yang diperoleh dengan cara damai
antara Imam atau wakilnya dengan musuh.
Tanah ini boleh menjadi milik kaum muslimin dan
pemilik tanah sebagai pengolah tanah tersebut dan harus membayar kharaj. Dan
boleh juga tanah ini tetap dimiliki oleh pemilik tanah dengan membayar kharaj.
Kharaj tersebut statusnya adalah sebagai jizyah, maka ketika pemilik tanah itu
masuk Islam maka kewajiban membayar kharaj menjadi gugur.
KETIGA : Harta Hasil Dari Tebusan Tawanan
Perang.
Harta Tebusan tawanan perang termasuk
ghanimah, karena Nabi ﷺ telah membagikan tebusan tawanan perang Badr.
Setiap harta yang diperoleh dengan kekuatan
militer sama dengan harta yang diperoleh dengan senjata.
Adapun hadiah yang diberikan oleh musuh di
dar al-harb [negeri musuh] kepada seorang tentara muslim adalah termasuk
ghanimah, karena hal tersebut terjadi disebabkan oleh perasaan takut. Namun
jika hadiah diberikan di dar al-Islam [negeri Islam], maka hadiah itu adalah
menjadi milik si penerima hadiah.
EMPAT : Salab [سَلَبٌ]
Para ulama telah sepakat bahwa salab termasuk
harta yang dikhumus, namun mereka berbeda pendapat tentang salab bagi
pembunuhnya. Mayoritas ulama mengatakan tidak dikhumus, mereka berdalil dengan
hadits
ﻣَﻦْ ﻗَﺘَﻞَ
ﻗَﺘِﻴﻼً ﻟَﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺑَﻴِّﻨَﺔٌ ﻓَﻠَﻪُ ﺳَﻠَﺒُﻪُ
Artinya: “Barang siapa yang membunuh
musuhnya, serta memiliki bukti maka salabnya adalah miliknya” (HR.
Bukhari)
Dan juga ucapan Umar RA, “Dahulu kami tidak
mengkhumus salab” .
LIMA : Nafl [نَفْلٌ]
Para fuqaha’ berbeda pendapat apakah nafl
termasuk ghanimah, maka ada yang berpendapat bahwa nafl asalnya adalah
ghanimah, 4/5 ghanimah, 1/5 ghanimah atau 5/5 ghanimah.
ENAM : Harta para bughat (pemberontak)
Ulama sepakat bahwa harta para pemberontak
tidak termasuk ghanimah, tidak dibagi dan tidak boleh merusaknya. Akan tetapi
dikembalikan kepada mereka setelah bertobat.
TUJUH : Harta muslim yang diperoleh kembali
setelah dirampas oleh musuh
Jumhur fuqaha’ berpendapat bahwa harta
tersebut termasuk ghanimah. Namun demikian, para ulama berbeda pendapat jika
ditemukan barang/benda yang diketahui pemiliknya apakah diberikan sebelum atau
sesudah pembagian atau dibayar nilainya saja. Fuqaha’ sepakat jika sebelum
dibagikan pemilik benda tersebut telah diketahui, maka benda itu dikembalikan
kepadanya. Namun jika pemiliknya diketahui setelah pembagian, Hanafiyah dan
salah satu riwayat dari Imam Ahmad menyebutkan bahwa yang diberikan adalah
nilai atau harganya yang dibayar oleh orang yang mendapatkannya (orang yang
mendapat bagian dari benda tersebut). Sedangkan Malikiyah berpendapat bahwa
benda tersebut baik pemilik muslim atau dzimmy tidak boleh dibagi, jika telah
terjadi pembagian maka pembagian tersebut tidak sah dan pemiliknya mengambil
benda/barang itu. Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa harta/benda tersebut
dikembalikan kepada pemiliknya, sedangkan orang yang mendapatkan bagian berupa
benda tersebut diberikan ganti dari bagian 5/5 (khumus yang telah dibagi lima),
karena tidak mungkin untuk membatalkan pembagian yang telah terlaksanakan.
[ Baca : Wizarah Al-Auqaf wa As-Syu’un
Al-Islamiyah, Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah, (Kuwait: Dar Ash-Shofwah, 1994), Cet. Ke
I, 31/303-306.]
Adapun Imam Al-Mawardi menjelaskan bahwa
ghanimah itu ada empat macam yaitu harta, tanah, tawanan perang ( ﺃﺳﺮﻯ ), dan tawanan anak-anak atau wanita ( ﺍﻟﺴﺒﻲ ). Untuk tawanan perang,
para ulama telah sepakat bahwa hal tersebut diserahkan kepada kebijakan – yang
memberikan kemaslahatan pada kaum muslimin – Imam atau orang yang diberikan
wewenang untuk memimpin jihad apabila tawanan tersebut tetap dalam
kekafirannya. Syafi’i menyebutkan kebijakan itu adalah :
1) dibunuh,
2) dijadikan hamba sahaya,
3) ditebus atau pertukaran tawanan
Dan 4) diberikan amnesty.
Sedangkan Malik memberikan kebijakan yaitu
dibunuh, dijadikan hamba sahaya dan pertukaran tawanan. Adapun Abu Hanifah
mengatakan bahwa kebijakan tersebut hanyalah dibunuh atau dijadikan hamba
sahaya [Baca : Al-Mawardi, op.cit, hlm. 166].
Tawanan anak-anak dan wanita tidak boleh
dibunuh jika mereka termasuk ahlul kitab. Sedangkan selain ahlul kitab, Syafi’I
berpendapat jika menolak masuk Islam maka dibunuh, sedangkan Abu Hanifah
berpendapat dijadikan hamba sahaya dan saat dijadikan hamba sahaya, seorang ibu
tidak boleh dipisahkan dari anaknya yang masih kecil [[Baca : Al-Mawardi,
op.cit, hlm. 171] .
----
PEMBAGIAN GHANIMAH :
----
PERTAMA : Waktu dan tempat pembagian
Rampasan perang dibagikan apabila peperangan
telah selesai dengan sempurna. Karena dengan selesainya perang itu baru dapat
diketahui jumlah ghanimah yang akan dibagi dan juga supaya para tentara tidak
terpengaruh pemikirannya . [Baca : Al-Mawardi, op.cit, hlm. 177]] .
KEDUA : Orang-orang yang berhak
mendapatkan bagian
Orang yang berhak mendapatkan ghanimah adalah
orang-orang yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
– Benar-benar ikut dalam peperangan.
– Masuk ke dar al-harb dengan niat berperang.
– Laki-laki.
– Muslim.
– Merdeka.
– Berakal dan baligh.
KETIGA : Cara pembagian.
Abdul Qadim Zallum menjelaskan bahwa cara
pembagian harta ghanimah diserahkan kepada Imam, sesuai dengan kebutuhan dan
kemaslahatan umat Islam. Beliau beralasan dengan pembagian harta ghanimah pada
perang Badr dan perang Hunain, QS. Al-Anfal: 1, dan perbuatan-perbuatan Rasul ﷺ lainnya yang berkaitan dengan pembagian ghanimah
[Baca : Abdul Qadim Zallum, Sistem Keuangan
di Negara Khilafah terj. Ahmad. S, dkk, (Bogor: Thariqul Izzah, 2002), Cet. I,
hlm. 27-30 . Baca pula : Wizarah op.cit, 31/ 311-312.].
Adapun urutan untuk membagikan harta ghanimah
sebagai pedoman oleh Imam adalah sebagai berikut:
– Meberikan salab kepada yang berhak.
– Menyerahkan harta orang muslim atau dzimmy
jika pemiliknya diketahui.
– Mengeluarkan biaya ghanimah, seperti upah
tukang angkat, upah penjaga dan akuntan.
– Memberikan janji sayembara (ju’l) bagi
orang yang berhak. [ Baca : Wizarah op.cit, 31/ 312-314.]
Setelah itu ghanimah dibagi kepada lima
bagian. Adapun yang seperlima dibagikan kepada Allah, Rasul, karib kerabat
Rasul ﷺ, anak yatim dan ibn as-sabil. Al-Mawardi menyebutkan pembagian ini
yaitu : 1) Rasul dan dipergunakan untuk kemaslahatan kaum muslimin. 2) Keluarga
Nabi ﷺ dari Bani Hasyim dan Bani Muthallib. 3) Anak yatim. 4) Orang miskin. Dan
ke 5) Ibnu As-Sabil [Baca : Al-Mawardi, op.cit. hlm. 178.]
Selanjutnya adalah pembagian bagi kelompok penerima
hadiah kecil ( radakh/ ﺭﺿﺦ ), walaupun ada sebagian
ulama mendahulukan mereka dari pembagian yang seperlima. Kelompok ini adalah
orang-orang yang ikut hadir dalam peperangan, namun tidak mendapatkan bagian
ghanimah. Mereka adalah hamba sahaya, wanita, anak-anak, dan orang yang sakit
keras. Adapun kafir dzimmi diberikan sesuai dengan sumbangsih mereka dalam
peperangan, namun hadiah bagi mereka lebih kecil dari jumlah yang diterima oleh
para prajurit muslim. Jika status kelompok ini berubah dalam kondisi perang,
seperti anak-anak baligh, hamba sahaya merdeka, kafir menjadi muslim, maka
mereka mendapatkan bagian yanh utuh [Baca : Al-Mawardi, op.cit. hlm. 178.] .
Kemudian yang empat perlima dibagikan kepada
para pasukan yang berhak menerimanya, yaitu: Jumhur fuqaha’ menetapkan bahwa
untuk satu tentara satu bagian, jika membawa kuda maka mendapatkan tiga bagian
(satu bagian untuk tentara dan dua bagian untuk kuda).
KEEMPAT : Hal-hal yang berhubungan
dengan ghanimah
A. Pemeliharaan ghanimah
Seorang panglima perang wajib menjaga
ghanimah, meskipun harus mengeluarkan biaya. Jika penjagaan itu dilakukan oleh
tentara, maka ia boleh mengambil upah tanpa menggugurkan bagian ghanimahnya .
B. Mencuri atau mengkorupsi ( ﻏُﻠُﻮْﻝ ) harta ghanimah
Harta yang diambil setelah dikumpulkan adalah
tindakan pencurian, dan jika diambil sebelum dikumpulkan adalah tindakan
korupsi (ghulul/khianat). Ghulul adalah dosa besar sebagaimana firman Allah SWT
:
ﻭَﻣَﻦ ﻳَﻐْﻠُﻞْ
ﻳَﺄْﺕِ ﺑِﻤَﺎ ﻏَﻞَّ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ
Artinya: “Barangsiapa yang berkhianat dalam
urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa
yang dikhianatkannya itu”. (QS. Ali Imran: 161)
Tidak termasuk ghulul, jika seseorang
mengambil dengan sekedarnya apabila panglima perannya adalah orang zalim dan
tidak membagi secara syar’i.
C. Hak orang yang tidak ikut dalam peperangan namun mempunyai sumbangsih
yang besar untuk kemaslahatan para tentara.
Misalnya adalah utusan, mata-mata atau
intelijen, penunjuk jalan, maka mereka ini berhak mendapatkan bagian ghanimah
walaupun mereka tidak ikut dalam kancah peperangan. Begitu juga jika panglima
membagi pasukan kepada dua kelompok, maka walaupun hanya satu kelompok yang
mendapatkan ghanimah namun kelompok lain juga mempunyai hak [Baca : Wizarah op.cit,
31/306] .
====
HARTA RAMPASAN KETIGA : FAI ( الفيء)
1] Pengertian Fai
Adapun fai secara istilah adalah harta-harta
yang didapatkan dari musuh dengan cara damai tanpa peperangan, atau setelah
berakhir peperangan seperti jizyah, kharaj dan lain sebagainya [Baca : Hammad,
op.cit. hlm. 270] .
Harta fai dengan harta ghanimah ada kesamaan
dari dua segi dan ada perbedaan dari dua segi pula.
Segi persamaanya adalah:
Pertama : kedua harta itu didapatkan dari
kalangan orang kafir. Kedua : penerima bagian seperlima adalah sama.
Adapun segi perbedaannya adalah:
Pertama : harta fai diberikan dengan suka
rela, sementara ghanimah dengan paksaan.
Kedua : penggunaan empat perlima bagian
dari harta fai berbeda penggunaannya dengan empat perlima bagian dari ghanimah
[Baca : Al-Mawardi, op.cit. hlm. 161.] .
Muhammad Saddam mengemukakan Negara mempuyai
otoritas penuh dalam mengatur harta fai, maka kita dapat menyebutnya sebagai
pendapatan penuh Negara, karena keuntungan dari pendapatan fai dibagi rata
untuk kepentingan bersama dari seluruh populasi, maka Al-Ghazaly
mendefenisikannya sebagai amwal al-mashalih yaitu pendapatn untuk kesejahteraan
rakyat [Baca : Muhammad Saddam, Ekonomi Islam Sistem Ekonomi Menurut Islam,
ter. Hary Kurniawan, (Jakarta: Taramedia, 2002), hlm. 51.] .
1] Sumber-Sumber Fai
Harta fai bersumber dari beberapa jalan,
yaitu:
a. Tanah dan harta yang tidak bergerak
lainnya seperti rumah.
b. Harta yang bisa dipindahkan.
c. Kharaj
d. Jizyah
e. Ushur ahl adz-dzimmah
f. Harta yang diperoleh oleh kaum muslimin
dari musuh untuk berdamai.
g. Harta orang murtad jika terbunuh atau mati
h. Harta kafir dzimmy jika mati dan tidak
punya ahli waris.
i. Tanah-tanah ghanimah artinya tanah-tanah
pertanian bagi yang berpendapat bahwa tanah tersebut tidak dibagi.
[Baca : Wizarah Al-Auqaf wa As-Syu’un
Al-Islamiyah, Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah, (Kuwait: Dar Ash-Shofwah, 1995), Cet. I,
Juz. 32/229-230].
3] Cara Pembagian Fai
Dalam pembagian harta fai para fuqaha’
berbeda pendapat.
Ulama Hanafiyah dan Malikiyah serta
Asy-Syafi’i dalam qaul al-qadim dan juga Ahmad dalam salah satu riwayat
berpendapat bahwa harta fai itu tidak dikhumus, bahkan semuanya diserahkan
kepada Rasulullah ﷺ dan orang yang telah disebut dalam firman
Allah QS. Al-Hasyr: 7-10. Karena dalam ayat tersebut Allah SWT tidak
menyebutkan jumlah seperti seperlima.
Ibnu Al-Mundzir berkata, “Kami tidak
menghafal (pendapat) dari seorang pun sebelum Asy-Syafi’i tentang adanya khumus
pada harta fai sebagaimana pada ghanimah” [Ibid. hlm. 230.].
Imam Abu Hanifah juga berpendapat bahwa tidak
khumus dalam fai [Al-Mawardi, op.cit. hlm. 161] .
Asy-Syafi’i dalam qaul al-jadid , Muhammad
Asy-Syaibany dan salah satu riwayat Ahmad menerangkan bahwa dalam fai ada
khumus [Baca : Wizarah, op.cit, 32/ 231] .
Al-Mawardi juga berpendapat bahwa ada khumus
pada harta fai, karena nash Al-Quran tentang khumus dari harta fai akan
mencegah terjadinya pertentangan. Kemudian beliau merincikan pembagian tersebut
sebagai berikut [Baca : Al-Mawardi, op.cit. hlm. 162-165].
A. Seperlima dibagikan kepada:
– Rasulullah ﷺ ketika masih hidup, untuk dipergunakan bagi
kebutuhan beliau, keluarga dan kaum muslimin. Namun setelah beliau wafat, para
ulama berbeda pendapat. Ada yang berpendapat bahwa bagian tersebut jatuh ke
ahli waris beliau. Abu Tsaur berpendapat bahwa bagian tersebut jadi milik
Kepala Negara. Abu Hanifah berpendapat, bagian ini menjadi hilang. Asy-Syafi’i
berpendapat, bagian ini dipergunakan untuk kepentingan kaum muslimin.
– Keluarga dan kerabat Nabi SAW. Abu Hanifah
mengatakan bahwa bagian ini telah ditiadakan, sedangkan menurut Asy-Syafi’i
bagian ini tetap ada dan diberikan kepada Bani Hasyim dan Bani Muthallib.
– Anak-anak yatim
– Orang miskin
– Ibn as-sabil
B. Untuk bagian empat perlima diserahkan
kepada Rasulullah ﷺ ketika beliau masih hidup, namun ketika
beliau telah wafat maka ulama berbeda pendapat yaitu:
– Diberikan khusus untuk tentara.
– Dipergunakan untuk keperluan dan kepentingan
kaum muslimin.
Abdul Qadim Zallum juga mengemukakan bahwa
harta fai tersebut disimpan di Baitul Mal dan dibelanjakan untuk mewujudkan
kemaslahatan kaum muslimin serta memelihara urusan-urusan mereka. Ini dilakukan
menurut pertimbangan Khalifah dan diyakini bahwa didalamnya sungguh-sungguh
terdapat kemaslahatan kaum muslimin [Baca : Zallum, op.cit, hlm. 33-34] .
Imam Bukhari meriwayatkan dalam bab Khumus :
bahwasanya Utsman, Abdurrahman bin ‘Auf,
Zubair dan Sa’ad bin Abi Waqash meminta izin kepada Umar untuk memasuki rumah
kediaman Umar, dan Umar mengizinkannya. Kemudian mereka duduk dengan tenang.
Lalu datang Ali dan Abbas yang juga meminta izin masuk, dan Umar mengizinkan
mereka berdua. Ali dan Abbas pun masuk, memberi salam lalu duduk.
Abbas berkata: ‘Wahai Amirul Mukminin
berikanlah keputusan antara aku dan orang ini (‘Ali ra)!. Kedua orang ini
tengah berselisih dalam hal fai’ yang diberikan Allah kepada Rasulullah ﷺ dari harta bani Nadlir– .’
Mendengar hal itu, Utsman dan sahabatnya
berkata: ‘Wahai Amirul Mukminin, buatlah keputusan diantara mereka berdua agar
satu sama lain bisa merasa puas.’
Berkatalah Umar: ‘Kusampaikan kepada kalian
dan bersumpahlah kalian dengan nama Allah yang dengan izin-Nya berdiri langit
dan bumi. Apakah kalian mengetahui bahwa Rasulullah saw. telah berkata, “Segala
sesuatu yang kami tinggalkan tidak diwariskan tetapi menjadi shadaqah’, dan
yang Rasulullah ﷺ maksudkan itu adalah beliau sendiri’ .
Berkatalah mereka semua, “Memang benar beliau
ﷺ telah bersabda seperti itu.’
Maka Umar berpaling kepada Ali dan Abbas
seraya berkata, “ Bersumpahlah kalian berdua dengan nama Allah, tahukah kalian
berdua bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda seperti itu?’
Mereka berdua menjawab, “Memang benar beliau
telah bersabda seperti itu.”
Berkatalah Umar, “‘Maka akan kukabarkan
kepada kalian tentang hal ini, yaitu bahwa Allah Swt telah mengkhususkan fai
ini kepada RasulNya dan tidak diberikan kepada seorang pun selain beliau”.’
Kemudian Umar membacakan ayat:
“Dan apa saja harta rampasan (fai) yang
diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) mereka” – sampai firman
Allah – “Sesungguhnya Allah Maha Kuasa terhadap segala sesuatu”.
Hal ini menunjukan bahwa fai ini benar-benar
menjadi milik Rasulullah saw. Dan demi Allah, harta tersebut dihindarkan dari
kalian, tidak diwariskan kepada kalian. Akan tetapi beliau telah memberikan
sebagian dari harta tersebut kepada kalian dan membagikannya di antara kalian,
sedangkan sisanya oleh Rasulullah ﷺ dibelanjakan sebagian untuk keperluan
keluarganya selama setahun dan sisanya dijadikan oleh beliau tetap menjadi
harta milik Allah. Rasulullah telah melakukan hal tersebut selama hidupnya.
Bersumpahlah dengan nama Allah, apakah kalian mengetahui hal itu?’
Mereka semua menjawab, ‘Ya.’ Selanjutnya Umar
berkata:
‘Kemudian Allah mewafatkan Nab-Nya saw, dan
saat itu Abu Bakar berkata, ‘Aku adalah pengganti Rasulullah saw.’
Maka Abubakar menahan harta tersebut dan
kemudian melakukan tindakan seperti yang telah dilakukan oleh Rasulullah saw.
Dan Allah mengetahui bahwa dia (Abu Bakar) dalam mengelola harta tersebut
sungguh berada dalam sifat yang benar, baik, mengikuti petunjuk serta mengikuti
yang hak.
Kemudian Allah mewafatkan Abubakar dan akulah
yang menjadi pengganti Abubakar. Akupun menahan harta tersebut selama dua tahun
dari masa pemerintahanku. Aku memperlakukan harta tersebut sesuai dengan apa
yang telah dilakukan Rasulullah ﷺ dan Abubakar. Selain itu Allah mengetahui
bahwa aku dalam mengelola harta tersebut berada dalam kebenaran, kebaikan,
mengikuti petunjuk dan kebenaran.” (HR. Imam Bukhari).
Atas dasar itu, harta fai’ yang diperoleh
kaum Muslim merupakan milik Allah, seperti halnya kharaj dan jizyah . Harta
semacam ini disimpan di Baitul Maal dan dibelanjakan untuk mewujudkan
kemaslahatan kaum Muslim serta memelihara urusan-urusan mereka, berdasarkan
keputusan atau ijtihad seorang Khalifah .
=====
HARTA RAMPASAN KHUMUS ( ﺍﻟﺨُﻤُﺲُ )
1] Pengertian Khumus
Khumus secara bahasa bermakna satu bagian
dari yang lima atau seperlima. Defenisi istilah adalah sama dengan definisi
bahasa.
2] Harta-Harta yang dikhumus
A. GHANIMAH :
Fuqaha’ berbeda pendapat dalam hal membagikan
seperlima ghanimah kepada lima pendapat :
1) Syafi’iyah dan Hanabilah, dibagikan kepada
lima kelompok yaitu
Pertama, Allah dan Rasul-Nya, Kedua, Bani
Hasyim dan Bani Muthallib, Ketiga, Anak Yatim, Keempat, Orang miskin dan
Kelima, Ibn As-Sabil.
2) Hanafiyah, dibagikan kepada tiga kelompok
saja, yaitu, Pertama, Anak Yatim, Kedua, Fakir miskin, Ketiga, Ibn As-Sabil.
3) Malikiyah, tidak dibagikan tetapi Imam
meletakkannya di Baitul Mal atau digunakan untuk kemaslahatan kaum muslimin dan
bisa juga diberikan kepada keluarga Nabi ﷺ dan yang lainnya. Jadi, khumus diserahkan
kepada ijtihad Imam, sebagaimana yang telah diamalkan oleh Khalifah
Ar-Rasyidin.
4) Dibagikan kepada enam kelompok, dengan
memisahkan bagian Allah dan Rasul-Nya. Bagian untuk Allah diberikan kepada
hamba-hamba-Nya yang membutuhkan.
5) Abu ‘Aliyah berpendapat bahwa setelah
ghaniah dibagi lima, dan yang seperlima diambil oleh Imam. Dari yang seperlima
itu Imam mengambil untuk biaya pemeliharaan Ka’bah, kemudian setelah itu
sisanya baru dibagikan kepada lima kelompok. Maka yang dijadikan untuk Ka’bah
tersebut adalah bagian Allah SWT.
B. FAI'
C. SALAB
Untuk fai dan salab telah dijelaskan bahwa
para ulama berbeda pendapat dalam hal tersebut.
KESIMPULAN :
Rasulullah ﷺ telah berhasil menciptakan stabilitas ekonomi Negara Islam pada masanya. Sehingga Negara Islam memiliki izzah yang tinggi dihadapan seluruh Negara-negara lain. Namun keberhasilan Rasulullah ﷺ adalah dibawah bimbingan Allah SWT. Di antara sumber pendapatan Negara pada waktu itu adalah ghanimah dan fai.
******
DALIL-DALIL LAIN YANG MENGUATKAN BAHWA RASULULLAH
ﷺ KAYA
====
PERTAMA : KEMANDIRIAN EKONMI NABI ﷺ :
Saat Nabi ﷺ hendak hijrah dari Mekkah ke Madinah. Beliau
menolak bantuan fasilitas dari Abu Bakar ash-Shiddiiq radhiyallahu ‘anhu .
Dalam hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha
disebutkan : ketika Rasulullah ﷺ telah tiba waktunya untuk berangkat Hijrah ke
Madinah , maka beliau mendatangi rumah Abu Bakar ash-Shiddiiq. Aisyah berkata :
قالَ: فإنِّي
قدْ أُذِنَ لي في الخُرُوجِ، قالَ: فَالصُّحْبَةُ بأَبِي أنْتَ وأُمِّي يا رَسولَ
اللَّهِ؟ قالَ: نَعَمْ. قالَ: فَخُذْ -بأَبِي أنْتَ يا رَسولَ اللَّهِ- إحْدَى
رَاحِلَتَيَّ هَاتَيْنِ، قالَ النَّبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم: بالثَّمَنِ.
Baliau ﷺ berkata : "Sesungguhnya
telah diizinkan bagiku untuk keluar berhijrah ." Abu Bakar berkata,
"Apakah boleh aku menemanimu, wahai Rasulullah, ku tebus engkau dengan
ayahku dan ibuku?"
Rasulullah menjawab, "Ya."
Abu Bakar berkata : "Maka, ambillah -ku
tebus engkau dengan ayahku, wahai Rasulullah- salah satu dari dua kendaraanku
ini."
Rasulullah ﷺ menjawab : "Dengan harga yang
wajar." [HR. Bukhori no. 5807].
SYARAH HADITS :
فأخبره
النَّبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم أنَّه قَدْ أُذِنَ له في الخُروجِ مِن مَكَّةَ
إلى المَدينةِ، وعلى الفَورِ طَلَب أبو بكرٍ رَضِيَ اللهُ عنه صُحْبَتَه في طريقِ
الهِجرةِ، فوافقه النَّبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم على صُحبتِه، فأراد أبو بكرٍ
رَضِيَ اللهُ عنه أن يعطيَ النَّبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم إحدى راحلَتَيه، وهي
النَّاقةُ التي يسافَرُ عليها. فقالَ النَّبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم: آخُذُها
بالثَّمَنِ، أي: يشتريها بقيمتها.
Lalu, Rasulullah ﷺ memberitahu Abu Bakar radhiyallahu
'anhu bahwa dia telah diizinkan untuk berangkat hijrah dari Makkah menuju
Madinah. Dengan segera, Abu Bakar radhiyallahu 'anhu meminta untuk menemani
beliau dalam perjalanan hijrah. Maka Rasulullah ﷺ menyetujui permintaannya
untuk menemani beliau. Abu Bakar radhiyallahu 'anhu kemudian berniat untuk
memberikan salah satu kendaraannya kepada Rasulullah ﷺ, yaitu unta yang biasa
digunakan dalam perjalanan. Namun Rasulullah ﷺ berkata : "Aku akan
membelinya darimu dengan harga yang wajar," artinya, beliau akan membeli
unta tersebut dengan nilai yang standar”.
Dan juga Rosulullah menolak tawaran dari Suraqah bin Malik yang berupa bantuan
finansial dan kebutuhan lainnya untuk bekal perjalanan hijrah ke Madinah .
Suraqah berkata :
إنَّ قَوْمَكَ قدْ
جَعَلُوا فِيكَ الدِّيَةَ، وأَخْبَرْتُهُمْ أخْبارَ ما يُرِيدُ النَّاسُ بهِمْ،
وعَرَضْتُ عليهمُ الزَّادَ والمَتاعَ، فَلَمْ يَرْزَآنِي ولَمْ يَسْأَلانِي، إلَّا
أنْ قالَ: أخْفِ عَنَّا. فَسَأَلْتُهُ أنْ يَكْتُبَ لي كِتابَ أمْنٍ، فأمَرَ
عامِرَ بنَ فُهَيْرَةَ، فَكَتَبَ في رُقْعَةٍ مِن أدِيمٍ، ثُمَّ مَضَى رَسولُ
اللَّهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ.
“Sesungguhnya kaummu telah menetapkan diyat [sayembara
100 ekor unta] bagi yang berhasil menangkap dirimu”.
Dan aku pun siap memberi tahu mereka apa yang
orang-orang [Rasulullah ﷺ dan Abu Bakar] inginkan terhadap mereka. Serta
aku menawarkan kepada mereka bekal dan barang-barang yang diperlukan, namun
mereka berdua sama sekali tidak mengaharapkan pemberian apa pun dariku dan
tidak juga meminta kepadaku, kecuali beliau berkata : "Tolong jaga
kerahasiaan kami."
Kemudian aku meminta mereka untuk menuliskan
surat jaminan keamanan bagi diriku. Maka Amir bin Fuhairah diperintahkan untuk
menulisnya pada selembar kertas dari kulit domba, kemudian Rasulullah ﷺ pun melanjutkan perjalanan hijrahnya. [HR. Bukhori no. 3906].
KEDUA : NABI ﷺ ADALAH DERMAWAN YANG TIDAK PERNAH MENOLAK PERMINTAAN
Dari Abu Sa'id Al Khudriy radliallahu 'anhu ,
dia berkata :
" إِنَّ نَاسًا مِنْ الْأَنْصَارِ
سَأَلُوا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَعْطَاهُمْ ثُمَّ
سَأَلُوهُ فَأَعْطَاهُمْ ثُمَّ سَأَلُوهُ فَأَعْطَاهُمْ حَتَّى نَفِدَ مَا
عِنْدَهُ فَقَالَ مَا يَكُونُ عِنْدِي مِنْ خَيْرٍ فَلَنْ أَدَّخِرَهُ عَنْكُمْ
وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللَّهُ وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللَّهُ وَمَنْ
يَتَصَبَّرْ يُصَبِّرْهُ اللَّهُ وَمَا أُعْطِيَ أَحَدٌ عَطَاءً خَيْرًا
وَأَوْسَعَ مِنْ الصَّبْرِ ".
bahwa ada beberapa orang dari kalangan Anshar
meminta (pemberian shodaqah) kepada Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam, maka
Beliau memberi. Kemudian mereka meminta kembali, lalu Beliau memberi. Kemudian
mereka meminta kembali lalu Beliau memberi lagi hingga habis apa yang ada pada
Beliau.
Kemudian Beliau bersabda: "Apa-apa yang
ada padaku dari kebaikan (harta) sekali-kali tidaklah aku akan meyembunyikannya
dari kalian semua. Namun barangsiapa yang menahan (menjaga diri dari
meminta-minta), maka Allah akan menjaganya dan barangsiapa yang meminta
kecukupan maka Allah akan mencukupkannya dan barangsiapa yang mensabar-sabarkan
dirinya maka Allah akan memberinya kesabaran. Dan tidak ada suatu pemberian
yang diberikan kepada seseorang yang lebih baik dan lebih luas daripada
(diberikan) kesabaran". [HR. Bukhari no. 1469]
Dari Hakim bin Hizam radhiyallahu ‘anhu , dia berkata:
سَأَلْتُ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَعْطَانِي ثُمَّ سَأَلْتُهُ
فَأَعْطَانِي ثُمَّ سَأَلْتُهُ فَأَعْطَانِي ثُمَّ قَالَ يَا حَكِيمُ إِنَّ هَذَا
الْمَالَ خَضِرَةٌ حُلْوَةٌ فَمَنْ أَخَذَهُ بِسَخَاوَةِ نَفْسٍ بُورِكَ لَهُ
فِيهِ وَمَنْ أَخَذَهُ بِإِشْرَافِ نَفْسٍ لَمْ يُبَارَكْ لَهُ فِيهِ كَالَّذِي
يَأْكُلُ وَلَا يَشْبَعُ الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنْ الْيَدِ السُّفْلَى قَالَ
حَكِيمٌ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ لَا أَرْزَأُ
أَحَدًا بَعْدَكَ شَيْئًا حَتَّى أُفَارِقَ الدُّنْيَا فَكَانَ أَبُو بَكْرٍ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَدْعُو حَكِيمًا إِلَى الْعَطَاءِ فَيَأْبَى أَنْ
يَقْبَلَهُ مِنْهُ ثُمَّ إِنَّ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ دَعَاهُ لِيُعْطِيَهُ
فَأَبَى أَنْ يَقْبَلَ مِنْهُ شَيْئًا فَقَالَ عُمَرُ إِنِّي أُشْهِدُكُمْ يَا
مَعْشَرَ الْمُسْلِمِينَ عَلَى حَكِيمٍ أَنِّي أَعْرِضُ عَلَيْهِ حَقَّهُ مِنْ
هَذَا الْفَيْءِ فَيَأْبَى أَنْ يَأْخُذَهُ فَلَمْ يَرْزَأْ حَكِيمٌ أَحَدًا مِنْ
النَّاسِ بَعْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى
تُوُفِّيَ
“Aku
meminta kepada Rasulullah SAW, maka beliau pun memberiku, kemudian aku
memintanya lagi, maka beliau pun memberiku lagi, kemudian aku pun memintanya
lagi, maka beliau pun memberiku lagi.
Kemudian beliau berkata :
“Ya Hakim, sesungguhnya harta ini hijau lagi manis, barangsiapa yang
mengambilnya dengan murah hati (penuh qona’ah ), maka baginya keberkahan di
dalamnya.
Dan barangsiapa yang mengambilnya penuh dengan ketamakan, maka dia
tidak mendapat keberkahan di dalamnya, seperti orang makan yang tidak pernah
kenyang, dan tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah.”
Hakim pun berkata : " Wahai Rasulullah, demi Dzat yang mengutusmu
dengan membawa yang haq, aku tidak akan menerima pemberian seseorang dalam
bentuk apapun setelah dari engkau ini hingga aku meninggalkan dunia".
Maka saat Abu Bakar menjadi kholifah dan memanggil Hakim untuk
mengambil bagian (dari baitul mal), dia menolak untuk menerimanya.
Kemudian pada masa Umar, beliau memanggilnya untuk memberikan
bagiannya, maka dia pun menolaknya.
Maka Umar berkata : " Wahai para kaum
muslimin sungguh aku sudah menawarkan padanya (hakim) haknya dari harta Fei’ ini
(harta dari Negara orang kafir yang ditaklukkan tanpa peperangan), maka dia
menolak untuk menerimanya, dan Hakim tidak akan menerima apapun dari manusia
setelah Rasulullah ﷺ wafat. (HR. Bukhori no. 1379 dan Muslim
no. 1717)
Dari Sahal bin Sa’ad As-Saa’idy radliallahu
'anhu :
أَنَّ
امْرَأَةً جَاءَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِبُرْدَةٍ
مَنْسُوجَةٍ فِيهَا حَاشِيَتُهَا أَتَدْرُونَ مَا الْبُرْدَةُ قَالُوا الشَّمْلَةُ
قَالَ نَعَمْ قَالَتْ نَسَجْتُهَا بِيَدِي فَجِئْتُ لِأَكْسُوَكَهَا فَأَخَذَهَا
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُحْتَاجًا إِلَيْهَا فَخَرَجَ إِلَيْنَا
وَإِنَّهَا إِزَارُهُ فَحَسَّنَهَا فُلَانٌ فَقَالَ اكْسُنِيهَا مَا أَحْسَنَهَا
قَالَ الْقَوْمُ مَا أَحْسَنْتَ لَبِسَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مُحْتَاجًا إِلَيْهَا ثُمَّ سَأَلْتَهُ وَعَلِمْتَ أَنَّهُ لَا يَرُدُّ
قَالَ إِنِّي وَاللَّهِ مَا سَأَلْتُهُ لِأَلْبَسَهُ إِنَّمَا سَأَلْتُهُ
لِتَكُونَ كَفَنِي قَالَ سَهْلٌ فَكَانَتْ كَفَنَهُ
“Bahwa ada seorang wanita mendatangi Nabi ﷺ dengan membawa burdah yang pinggirnya berjahit.
(Sahal) berkata; "Tahukah kamu apa yang
dimaksud dengan burdah?" Mereka menjawab: "Bukankah itu kain
selimut?" Dia berkata: "Ya benar".
Wanita itu berkata: "Aku menjahitnya
dengan tanganku sendiri, dan aku datang untuk memakaikannya kepada anda".
Maka Nabi ﷺ mengambilnya karena Beliau
memerlukannya. Kemudian Beliau menemui kami dengan mengenakan kain tersebut.
Diantara kami ada seseorang yang tertarik
dengan kain tersebut lalu berkata: "Kenakanlah pakaian ini pada ku, alangkah
bagusnya kain ini".
Orang-orang berkata, kepada orang itu: "Baguskah
apa yang anda lakukan ? Nabi ﷺ baru saja memakainya dalam keadaan
membutuhkannya, lalu kamu memintanya padahal kamu tahu bahwa Beliau tidak akan
menolak (permintaan orang).
Orang itu menjawab: "Demi Allah, sungguh
aku tidak memintanya untuk aku pakai. Sesungguhnya aku memintanya untuk aku
jadikan sebagai kain kafanku".
Sahal berkata: "Akhirnya memang kain itu
yang jadi kain kafannya".
KETIGA : KEDERMAWANAN NABI ﷺ TERHADAP PARA MU’ALLAF
Para Muallaf yang pertama kali Rosulullah ﷺ kasih bagian dari harta rampasan perang (الغنائم) adalah Abu Sufyan bin Harb
40 Uqiyah perak ( 4.760 gram ) dan 100
ekor unta .
Lalu Abu Sufyan berkata : Buat Anakku Yaziid
? Beliau ﷺ berkata : “ Kasih lagi dia 40 Uqiyah perak ( 4.760 gram ) dan 100 ekor unta” .
Lalu Abu Sufyan berkata lagi : “ Anakku
Muawiyah ?” Beliau ﷺ berkata: “ Kasih lagi dia 40 Uqiyah perak (
4.760 gram ) dan 100 ekor unta”,
Dan beliau ﷺ memberi Hakim bin Hizam 100 ekor unta, lalu
dia meminta 100 ekor lagi dan beliau pun ﷺ memberinya .
Dan beliau ﷺ memberi Al-Nadhar bin Al-Harith bin Kelda 100
ekor unta,
Dan memberi Al-‘Alaa bin Harithah Al-Tsaqofi
50 ekor unta ,
Dan memberi Al-Abbas bin Mirdas 40 ekor unta
, lalu dia melantun Syair maka beliau ﷺ menggenapinya menjadi100 ekor unta .
Lalu beliau menyuruh Zaid bin Thabit untung
menghitung sisa harta rampasan perang dan menghitung jumlah orang , lalu
membagikannya kepada mereka , pembagiannya seperti berikut ini : untuk setiap
pasukan yang berjalan kaki adalah 4 unta dan 40 domba. Jika dia seorang pasukan
berkuda , dia mendapat 12 ekor unta dan 120 domba .
( Lihat : “زاد المعاد” (3/408) dan “الرحيق المختوم” (426).
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu , dia bercerita
:
مَا سُئِلَ
رَسُولُ اللهِ ﷺ عَلَى الإسْلامِ شَيْئًا إلا أعْطَاهُ. قَالَ: فَجَاءَه رَجُلٌ
(وفي رواية : أَنَّ
رَجُلًا سَأَلَ النَّبِيَّ -ﷺ- غَنَمًا بَيْنَ جَبَلَيْنِ
) فَأعْطَاهُ غَنمًا بَيْنَ جَبَلَيْنِ،
فَرَجَعَ إلَى قَوْمِهِ، فَقَالَ: يَاقَوْمِ، أسْلِمُوا، فَإِنَّ مُحَمَّدًا
يُعْطِى عَطَاءً لا يَخْشَى الْفَقر،وإنْ كَانَ الرَّجُلُ لَيُسْلِمُ مَا يُرِيدُ
إلا الدُّنْيَا، فَمَا يُسْلِمُ حَتَّى يَكُونَ الإسْلامُ أحبَّ إلَيْهِ مِنَ
الدُّنْيَا وَمَا عَلَيْهَا
Artinya : “Tidaklah Rasulullah ﷺ diminta sesuatu oleh seseorang –demi agar dia masuk Islam- kecuali
Rasulullah ﷺ memberikannya .
Maka suatu ketika datanglah seseorang meminta
kepada Nabi ﷺ kambing sepenuh lembah diantara dua gunung, maka Nabi pun memberikan
kepadanya kambing sepenuh lembah diantara dua gunung tersebut , lalu orang itupun
kembali kepada kaumnya dan berkata :
“Wahai kaumku, masuklah kalian ke dalam
Islam, sesungguhnya Muhammad telah memberi pemberian tanpa dia takut kemiskinan
sama sekali”.
Sungguh jika ada seseorang masuk Islam
tujuannya hanyalah untuk mendapat harta duniawi, maka tidaklah ia masuk Islam
hingga akhirnya Islam lebih ia cintai daripada dunia dan seisinya” (HR. Muslim
no. 4276).
KEEMPAT : HARAM BAGI RASULULLAH ﷺ DAN KELUARGANYA HARTA SHODAQOH
Dari Abdul Muthalib bin Rabi'ah bin
al-Harith, ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّ الصَّدَقَةَ
لَا تَنْبَغِي لِآلِ مُحَمَّدٍ، إِنَّمَا هِيَ أَوْسَاخُ النَّاسِ.
"Sedekah tidak layak bagi keluarga
Muhammad, sesungguhnya itu hanyalah kotoran manusia."
Dalam riwayat lain:
وَإِنَّهَا لَا
تَحِلُّ لِمُحَمَّدٍ وَلَا آلِ مُحَمَّدٍ.
"Sedekah tidak halal bagi Muhammad dan
keluarga Muhammad." (HR. Muslim no. 1072)
Dari Jubair bin Muth'im radhiyallahu ‘anhu,
ia berkata:
مَشَيْتُ أَنَا
وَعُثْمَانُ بْنُ عَفَّانَ إِلَى النَّبِيِّ ﷺ فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أُعْطِيتَ
بَنِي الْمُطَلِّبِ مِنْ خُمُسِ خَيْبَرَ وَتَرَكْتَنَا، وَنَحْنُ وَهُمْ بِمَنْزِلَةٍ
وَاحِدَةٍ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: إِنَّمَا بَنُو الْمُطَلِّبِ وَبَنُو هَاشِمٍ
شَيْءٌ وَاحِدٌ.
Aku dan Utsman bin Affan pergi menemui Nabi ﷺ, lalu kami berkata : "Wahai Rasulullah, engkau memberikan
bagian kepada Bani Muthalib dari khumus Khaybar dan meninggalkan kami, padahal
kami dan mereka memiliki posisi yang sama."
Rasulullah ﷺ bersabda: "Bani
Muthalib dan Bani Hasyim adalah satu kesatuan." (HR. Bukhari no. 3140)
Dari Abu Rafi' radhiyallahu ‘anhu :
أَنَّ النَّبِيَّ
ﷺ بَعَثَ رَجُلًا عَلَى الصَّدَقَةِ مِنْ بَنِي مَخْزُومٍ، فَقَالَ لِأَبِي رَافِعٍ:
اصْحَبْنِي، فَإِنَّكَ تُصِيبُ مِنْهَا، فَقَالَ: لَا، حَتَّى آتِيَ النَّبِيَّ ﷺ فَأَسْأَلَهُ،
فَأَتَاهُ فَسَأَلَهُ، فَقَالَ: مَوْلَى الْقَوْمِ مِنْ أَنْفُسِهِمْ، وَإِنَّا لَا
تَحِلُّ لَنَا الصَّدَقَةُ.
bahwa Nabi ﷺ mengutus seorang pria untuk
mengumpulkan sedekah dari Bani Makhzum. Pria itu berkata kepada Abu Rafi':
"Ayo bergabung denganku, karena kamu akan mendapatkan bagian
darinya."
Abu Rafi' menjawab, "Tidak, sampai aku
datang kepada Nabi ﷺ dan bertanya
kepadanya." Kemudian ia mendatangi Nabi ﷺ dan bertanya kepadanya.
Rasulullah ﷺ menjawab : "Mereka adalah pemimpin bagi kaumnya, dan
sesungguhnya sedekah tidak halal bagi kita."
(HR. Ahmad, Nasaa’i no. 2611, Ibnu Khuzaimah,
dan Ibnu Hibban) di shahihkan oleh al-Albaani dalam Shahih al-Jaami’ no. 2281.
0 Komentar