Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

HUKUM BAYAR UTANG DENGAN MATA UANG YANG BERBEDA

HUKUM BAYAR UTANG DENGAN MATA UANG BERBEDA

Di Tulis oleh Abu Haitsam Fakhri

KAJIAN NIDA AL-ISLAM

=====

=====

بسم الله الرحمن الرحيم

ILLAT RIBA EMAS DAN PERAK ADALAH MATA UANG

Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Nabi  bersabda:

«‌الذَّهَبُ ‌بِالذَّهَبِ، ‌وَالْفِضَّةُ ‌بِالْفِضَّةِ، ‌وَالْبُرُّ ‌بِالْبُرِّ، ‌وَالشَّعِيرُ ‌بِالشَّعِيرِ، وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ، وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ، مِثْلًا بِمِثْلٍ، يَدًا بِيَدٍ، فَمَنْ زَادَ، أَوِ اسْتَزَادَ، فَقَدْ أَرْبَى، الْآخِذُ وَالْمُعْطِي فِيهِ سَوَاءٌ»

“Emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum)  dijual dengan sya’ir, korma dijual dengan korma, dan garam dijual dengan garam, (takaran/timbangannya) sama dengan sama dan (dibayar dengan) kontan. Barang siapa yang menambah atau meminta tambahan maka ia telah berbuat riba. Penerima dan pemberi sama di dalamnya ” [HR. Muslim no. 82-(1584)]

Dari Abu Sa'id al-Khudri ra: Bahwa Rasulullah  bersabda:

لاَ تَبِيعُوا الذَّهَبَ بِالذَّهَبِ إِلاَّ مِثْلاً بِمِثْلٍ، وَلاَ تُشِفُّوا بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ، وَلاَ تَبِيعُوا الْوَرِقَ بِالْوَرِقِ إِلاَّ مِثْلاً بِمِثْلٍ، وَلاَ تُشِفُّوا بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ، وَلاَ تَبِيعُوا مِنْهَا غَائِبًا بِنَاجِزٍ.

Janganlah kalian berjual beli emas dengan emas kecuali sama jumlahnya, dan janganlah kalian lebihkan yang satu atas yang lainnya. Janganlah kalian berjual beli perak dengan perak kecuali sama jumlahnya, dan jangan kalian lebihkan yang satu atas yang lainnya, dan janganlah kalian berjual beli yang diakhirkan (tidak hadir, ditangguhkan) dengan yang disegerakan (hadir). [HR. Bukhori no. 2177 dan Muslim no. 1584].

Para ulama ahli fiqih berbeda pendapat tentang illat [penyebab] riba dalam jenis-jenis ini.

Yang lebih kuat adalah bahwa illat riba pada emas dan perak adalah mata uang [الثَّمَنِيَّة]. Yakni : alat pembayaran dan standar harga, yang mana nilai tukar atau kurs antar sesama mata uang, senantiasa berubah-berubah].

Salah satu dalil yang menunjukkan bahwa illat Emas dan pereka adalah mata uang adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Muslim (1588) dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah  bersabda:

الدِّينَارُ بِالدِّينَارِ لَا فَضْلَ بَيْنَهُمَا، وَالدِّرْهَمُ بِالدِّرْهَمِ لَا فَضْلَ بَيْنَهُمَا

"Dinar dengan dinar tidak boleh ada lebih antara satu dengan yang lainnya, demikian juga dirham dengan dirham tidak boleh ada labih antara satu dengan yang lainnya."

*****

CARA BAYAR UTANG DENGAN MATA UANG BERBEDA AGAR TIDAK TERJADI RIBA

Seseorang yang berhutang pada orang lain berupa mata uang tertentu, maka dia harus membayarnya dengan mata uang yang sama, namun jika diantara mereka berdua terjadi kesepakatan saat pembayaran utangnya – bukan sebelumnya – untuk membayarnya dengan mata uang lain maka itu diperbolehkan ; dengan syarat sbb :

Pertama : nilai kedua mata uang nya harus sepadan dan wajib mengikuti kurs pada hari pembayaran hutang, bukan sebelumnya .

Kedua : serah terima. Yakni sebelum mereka berdua berpisah dari tempat, maka permasalahannya wajib sudah terselesaikan terlebih dahulu, serah terima, dan tidak ada yang tersisakan. 

*****

ANJURAN MEMBERIKAN JASA HUTANG PADA PEMBERI HUTANG :

Dari Abu Rafi' radhiyallahu ‘anhu :

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَسْلَفَ مِنْ رَجُلٍ بَكْرًا فَأَتَتْهُ إِبِلٌ مِنْ إِبِلِ الصَّدَقَةِ فَقَالَ أَعْطُوهُ فَقَالُوا لَا نَجِدُ لَهُ إِلَّا رَبَاعِيًا خِيَارًا قَالَ أَعْطُوهُ فَإِنَّ خِيَارَ النَّاسِ أَحْسَنُهُمْ قَضَاءً

 bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam meminjam seekor unta muda dari seseorang, kemudian beliau mendapatkan unta dari unta sedekah (zakat), maka beliau pun berkata: "Berikanlah kepadanya! [bayar hutang]."

Para sahabat pun bertanya, "Kami tidak mendapatkan kecuali unta pilihan, bagus dan telah berumur tujuh tahun."

Baliau pun bersabda: "Berikanlah padanya karena sebaik-baik manusia adalah yang terbaik dalam membayar hutang”. [HR. Muslim no. 1600 , Tirmidzi no. 1318 dan Ahmad no. 25928].

*****

BOLEH MENERIMA IMBALAN JASA HUTANG DENGAN SYARAT SBB :

Pertama : tidak ada perjanjian saat transaksi hutang piutang.

Kedua : tidak ada permintaan dari si pemberi hutang.

Ketiga : bukan karena sudah menjadi budaya dan tradisi . Karena ada kaidah fiqhiyyah yang menyatakan :

الْمَعْرُوفُ عُرْفًا كَالْمُشْرُوطِ شَرْطًا.

Sesuatu yang sudah dianggap sebagai kebiasaan umum, maka hukumnya sama  seperti sesuatu yang disyaratkan sebagai syarat.

*****

KUMPULAN FATWA BAYAR UTANG DENGAN MATA UANG BERBEDA

=====

ISLAM.WEB. FATWA NO. 114348

حُكْمُ سَدَادِ الدَّيْنِ بِعُمْلَةٍ أُخْرَى

HUKUM MEMBAYAR UTANG DENGAN MATA UANG LAIN

-----

PERTANYAAN :

شَخْصٌ أَقْرَضَ صَدِيقًا لَهُ تَاجِرًا مَبْلَغًا مِنَ الْمَالِ وَقَدْرُهُ 20000 أَلْفَ دُولَارٍ أَمْرِيكِيٍّ دُونَ أَنْ يَكُونَ الْقَرْضُ مَقْصُودًا بِهِ رِبْحٌ وَالْمَعْلُومُ أَنَّ قِيمَةَ الدُّولَارِ مُقَابِلَ الْعُمْلَةِ الْمَحَلِّيَّةِ تَتَغَيَّرُ بَيْنَ ارْتِفَاعٍ وَانْخِفَاضٍ صَاحِبِ الْمَالِ مُخَافَةً أَنْ يَفْقِدَ الْمَبْلَغَ قِيمَتَهُ الْحَقِيقِيَّةَ إذَا انْخَفَضَتْ قِيمَةُ الدُّولَارِ حَوْلَ الْمَبْلَغِ إِلَى الْعُمْلَةِ الْمَحَلِّيَّةِ.

السؤال: هَلْ يَجُوزُ لَهُ هَذَا؟ وَإِذَا كَانَ نَعَمْ هَلْ يَجُوزُ لَهُ فِي حَالَةِ ارْتِفَاعِ الدُّولَارِ تَحْوِيلُهُ إِلَى الدُّولَارِ؟

Seseorang meminjamkan seorang temannya yang merupakan seorang pedagang sejumlah uang, yaitu sebesar 20.000 Dolar Amerika tanpa tujuan untuk memperoleh keuntungan dari pinjaman tersebut. Dan yang sudah maklum bahwa nilai dolar terhadap mata uang lokal berfluktuasi, kadang naik dan kadang turun, pemilik uang khawatir jumlah uang tersebut akan kehilangan nilai sebenarnya jika nilai dolar turun terhadap mata uang lokal.

Pertanyaannya : Apakah hal ini diperbolehkan? Dan jika ya, apakah boleh bagi dia untuk mengubahnya kembali ke dolar jika nilai dolar naik?

----

JAWABAN :

الْحَمْدُ لِلَّهِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ، أَمَّا بَعْدُ:

فَالْوَاجِبُ فِي الْقَرْضِ هُوَ سَدَادُ الدَّيْنِ بِالْعُمْلَةِ الَّتِي تُمَّ الِاقْتِرَاضُ بِهَا، وَيَجُوزُ عِنْدَ السَّدَادِ أَنْ يَتَفَقَّ الطَّرَفَانِ عَلَى سَدَادِ الدَّيْنِ بِمَا يُسَاوِي قِيمَتَهُ بِعُمْلَةٍ أُخْرَى بِشَرْطٍ أَنْ يَكُونَ ذَلِكَ بِسَعْرِ الصَّرْفِ يَوْمَ السَّدَادِ وَأَنْ لَا يَفْتَرِقَا وَبَيْنَهُمَا شَيْءٌ، وَهَذَا مِنْ بَابِ الصَّرْفِ الَّذِي يُشْتَرَطُ فِيهِ التَّقَابُضُ، وَذَلِكَ لِمَا رَوَاهُ أَحْمَدُ وَأَصْحَابُ السُّنَنِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: كُنْتُ أَبِيعُ الْإِبِلَ بِالْبَقِيعِ فَأَبِيعُ بِالدِّنَانِيِرِ وَآخُذُ بِالدِّرَاهِمِ، وَأَبِيعُ بِالدِّرَاهِمِ وَآخُذُ بِالدِّنَانِيِرِ فَوَقَعَ فِي نَفْسِي مِنْ ذَلِكَ، فَأَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ فِي بَيْتِ حَفْصَةَ فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ رَوَيْدَكَ أَسْأَلُكَ إِنِّي أَبِيعُ الْإِبِلَ بِالْبَقِيعِ فَأَبِيعُ بِالدِّنَانِيِرِ وَآخُذُ الدِّرَاهِمِ، وَأَبِيعُ بِالدِّرَاهِمِ وَأُخُذُ الدِّنَانِيِرِ، فَقَالَ: لَا بَأْسَ أَنْ تَأْخُذَهُمَا بِسَعْرِ يَوْمِهِمَا مَا لَمْ تَفْتَرِقَا وَبَيْنَكُمَا شَيْءٌ.

ولَكِنَّ يَسْتَحَبُّ لِلْمُقْتَرِضِ أَنْ يُحْسِنَ الْقَضَاءَ مُكَافَأَةً مِنْهُ لِجَمِيلِ صَنْعِ الْمُقْرِضِ وَاقْتِدَاءً بِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَفِي صَحِيحِ مُسْلِمٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنَّ خَيَارَ النَّاسِ أَحْسَنُهُمْ قَضَاءً.

وَعَلَى هَذَا فَالْوَاجِبُ عَلَى صَدِيقِكَ أَنْ يُرَدَّ لَكَ الدَّيْنَ بِالْعُمْلَةِ التِي اقْتَرَضَ بِهَا أَوْ بِمَا يُسَاوِي قِيمَتَهُ بِالْعُمْلَةِ الْمَحَلِّيَّةِ يَوْمَ السَّدَادِ، فَإِنْ طَابَتْ نَفْسُهُ بِالزِّيَادَةِ عَنْ ذَلِكَ فَلَا حَرَجَ فِي ذَلِكَ لِأَنَّهُ مِنْ حَسَنِ الْقَضَاءِ.

وَاللَّهُ أَعْلَمُ.

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah beserta keluarga dan sahabatnya.

Adapun mengenai pinjaman dalam bentuk mata uang tertentu, maka kewajiban dalam pinjaman tersebut adalah melunasi utang sesuai dengan mata uang yang dipinjam. Namun saat pelunasan diperbolehkan dengan mata uang lain yang setara nilainya jika kedua belah pihak setuju, asalkan mengikuti nilai tukar pada hari pelunasan, dan mereka berdua tidak berpisah kecuali setelah diantara keduanya tidak ada masalah .

Hal ini termasuk dalam prinsip dasar tukar menukar yang mensyaratkan serah terima, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan para perawi sunnah dari Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhuma, bahwa dia mengatakan:

"Aku dulu menjual unta di pasar Baqi' dengan harga dinar namun aku menerima pembayaran dalam dirham. Dan aku juga menjual dengan harga uang dirham namun aku menerima pembayaran dalam dinar. Lalu terjadi pada jiwak ku rasa tidak nyaman dengan hal tersebut, maka aku mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di rumah Hafsah, lalu aku berkata:

'Wahai Rasulullah, aku meminta pendapatmu, aku menjual unta di pasar Baqi' dengan dinar dan menerima pembayaran dalam dirham, dan aku juga menjual dengan dirham dan menerima pembayaran dalam dinar.'

Beliau bersabda: 'Tidak masalah asalkan kamu menerimanya dengan harga pada hari itu, selama diantara kalian berdua tidak ada penundaan pembayarannya dan telah ada kesepakatan di antara kalian berdua .'"

Namun, disunnahkan bagi peminjam untuk memperbagus pembayaran dengan memberikan imbalan kepada pemberi pinjaman sebagai tindakan kebaikan, dan untuk meneladani Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Dalam Shahih Muslim disebutkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sebaik-baik manusia adalah yang paling baik dalam melunasi hutang."

Dengan demikian, kewajiban bagi teman Anda adalah untuk mengembalikan utang dengan mata uang yang dipinjam atau dengan mata uang lokal yang nilainya setara pada hari pembayaran hutang. Jika dia ingin memberikan tambahan sebagai penghargaan, maka itu tidak masalah karena merupakan bagian dari kebaikan dalam pelunasan bayar utang.

Wallahu a’lam.

******

FATWA ISLAMQA : NO. 99642

سَدَادُ القَرْضِ بِعُمْلَةٍ أُخْرَى.. الصُّورُ الجَائِزَةُ وَالمُمْنُوعَةُ

MELUNASI HUTANG DENGAN MATA UANG LAIN, ANTARA YANG DIBOLEHKAN DAN YANG DILARANG

السؤال : اقترضت مبلغا من صديق لي بالدولار ، ورددت له المبلغ بالريال السعودي على دفعات بنفس قيمة المبلغ في ذلك الوقت فما حكم ذلك ؟ .

الجواب : الحمد لله. الأصل أن يسدد القرض بنفس العملة التي أخذها المقترض ، إلا أن يصطلح الطرفان وقت السداد على أخذه بعملة أخرى ، فلا حرج في ذلك ، بشرط أن يتم ذلك بسعر يوم السداد ، لا بالسعر الذي كان يوم القرض . وهكذا في كل دفعة ، يجوز أن يتفق الطرفان عند وقت سدادها على الدفع بعملة أخرى ، بسعر اليوم .

وينبغي أن تعلم أن الصور المحرمة في هذه المعاملة ثلاث :

الصورة الأولى : أن يتفق الطرفان عند عقد القرض على السداد بعملة أخرى ، فهذا محرم ؛ لأن حقيقة المعاملة حينئذ : بيع عملة حاضرة بعملة أخرى مؤجلة ، وهذا من ربا النسيئة ؛ لأن من شرط بيع العملات المختلفة ، بعضها ببعض أن يكون ذلك يدا بيد ، كما دل عليه قول النبي صلى الله عليه وسلم : ( الذهب بالذهب والفضة بالفضة مثلاً بمثل سواء بسواء يداً بيد ... ، فإذا اختلفت هذه الأصناف فبيعوا كيف شئتم إذا كان يداً بيد ) رواه مسلم ( 1578 ) من حديث عبادة بن الصامت رضي الله عنه . والعملات الحالية تقوم مقام الذهب والفضة ، ولها ما لهما من الأحكام .

الصورة الثانية : ألا يتفقا على ذلك عند ابتداء العقد ، لكن يتفقان وقت السداد على عملة أخرى ، ويقدّران ذلك بسعر يوم القرض . وهذا محرم أيضا ، وهو في معنى الصورة السابقة ، واستدل الفقهاء على التحريم بالحديث المشهور الذي رواه أحمد (6239) وأبو داود (3354) والنسائي (4582) والترمذي (1242) وابن ماجه (2262) عَنْ ابْنِ عُمَرَ رضي الله عنه قَالَ : كُنْتُ أَبِيعُ الْإِبِلَ بِالدَّنَانِيرِ [أي مؤجلا] وَآخُذُ الدَّرَاهِمَ ، وَأَبِيعُ بِالدَّرَاهِمِ وَآخُذُ الدَّنَانِيرَ ، فسألت رسول الله صلى الله عليه وسلم عن ذلك فقال ( لَا بَأْسَ أَنْ تَأْخُذَهَا بِسِعْرِ يَوْمِهَا مَا لَمْ تَفْتَرِقَا وَبَيْنَكُمَا شَيْءٌ ) والحديث صححه بعض العلماء كالنووي ، وأحمد شاكر ، وصححه آخرون من قول ابن عمر ، لا من قول النبي صلى الله عليه وسلم منهم الحافظ ابن حجر والألباني. وانظر : "إرواء الغليل" (5/173).

وهناك علة أخرى للتحريم ، وهي أنك إذا أخذت أكثر من سعر يوم السداد ، فقد ربحت فيما لم يدخل في ضمانك ، وقد نهى النبي صلى الله عليه وسلم عن ربح ما لم يضمن . رواه أصحاب السنن بإسناد صحيح .

الصورة الثالثة : أن يصطلحا وقت السداد على السداد بعملة أخرى ، لكن يفترقا وبينهما شيء ، ومثاله أن يكون القرض ألف دولار ، فيصطلحا عند حلول الأجل على السداد بالجنيهات ، على 5000 مثلا ، فيأخذ منه 4000 ويبقى في ذمة المقترض 1000 ، فلا يجوز ذلك ؛ لأنه يشترط في بيع العملات بعضها ببعض أن يكون ذلك يداً بيد ، كما تقدم .

قال الخطابي رحمه الله في شرح حديث ابن عمر السابق : " وَاشْتُرِطَ أَنْ لَا يَتَفَرَّقَا وَبَيْنهمَا شَيْء لِأَنَّ اِقْتِضَاء الدَّرَاهِم مِنْ الدَّنَانِير صَرْف ( بيع عملة بأخرى ) وَعَقْد الصَّرْف لَا يَصِحّ إِلَّا بِالتَّقَابُضِ " انتهى نقلا عن "عون المعبود".
لكن إن كان القرض يسدد على دفعات ، فلا حرج أن يتفقا عند سداد كل دفعة على أخذها بسعر يوم السداد ، فهذا لا محذور فيه ، لسلامته من التأخير في عملية الصرف .

وإليك بعض ما قاله أهل العلم في هذه المسألة :

سئل علماء اللجنة الدائمة للافتاء : " تسلفت دراهم من إنسان (عملة فرنسية) على أن أرجعها له في فرنسا ولكن لما جاء إلى الجزائر طلب مني أن أعطيه دراهم جزائرية بالزيادة. ما الحكم في ذلك ؟

فأجابوا : يجوز أن تسددها له في الجزائر بمثلها عملة فرنسية أو بقدر صرفها يوم السداد من العملة الجزائرية، مع القبض قبل التفرق " انتهى "فتاوى اللجنة الدائمة" (14/143) .

وسئلوا أيضا (14/144) : " ما حكم الاقتراض بعملة ثم سداد الدين بعد عدة شهور بعملة أخرى، وقد يكون هناك اختلاف في سعر العملة خلال مدة الدين؟

فأجابوا : إذا اقترض شخص عملة دون أن يشرط عليه فائدة، أو رَدَّ عملة أخرى بقيمتها وقت السداد دون أن يشرط عليه ما فيه جر نفع للمقرض جاز ذلك؛ لما فيه من التعاون بين المسلمين وقضاء حوائجهم. أما إن اشترط عليه فائدة لهذا القرض، أو رد بديله بعملة (ما) أو تقديم أي نفع للمقرض - حرم ذلك؛ لكونه من الربا المحرم بالكتاب والسنة وإجماع أهل العلم" انتهى .

وسئل الشيخ ابن عثيمين رحمه الله : طلب مني أحد أقاربي المقيمين بالقاهرة قرضاً وقدره 2500جنيه مصري وقد أرسلت له مبلغ 2000دولار باعهم وحصل على مبلغ 2490جنيها مصريا، ويرغب حاليا في سداد الدين، علما بأننا لم نتفق على موعد وكيفية السداد، والسؤال : هل أحصل منه على مبلغ 2490 جنيهاً مصرياً وهو يساوي حاليا1800دولار أمريكي ( أقل من المبلغ الذي دفعته له بالدولار) أم أحصل على مبلغ 2000 دولار علماً بأنه سوف يترتب على ذلك أن يقوم هو بشراء (الدولارات) بحوالي 2800جنيه مصري (أي أكثر من المبلغ الذي حصل عليه فعلاً بأكثر من 300جنيه مصري) ؟
فأجاب : " الواجب أن يرد عليك ما أقرضته دولارات لأن هذا هو القرض الذي حصل منك له. ولكن مع ذلك إذا اصطلحتما أن يسلم إليك جنيهات مصرية فلا حرج، قال ابن عمر رضي الله عنهما كنا نبيع الإبل بالبقيع أو بالنقيع بالدراهم فنأخذ عنها الدنانير، ونبيع بالدنانير فنأخذ عنها الدراهم، فقال النبي صلى الله عليه وسلم : ( لا بأس أن تأخذها بسعر يومها ما لم تتفرقا وبينكما شيء ) فهذا بيع نقد من غير جنسه فهو أشبه ما يكون ببيع الذهب بالفضة ، فإذا اتفقت أنت وإياه على أن يعطيك عوضاً عن هذه الدولارات من الجنيهات المصرية بشرط ألا تأخذ منه جنيهات أكثر مما يساوي وقت اتفاقية التبديل ، فإن هذا لا بأس به ، فمثلاً إذا كانت 2000دولار تساوي الآن 2800جنيه لا يجوز أن تأخذ منه ثلاثة آلاف جنيه ولكن يجوز أن تأخذ 2800جنيه، ويجوز أن تأخذ منه 2000دولار فقط يعنى أنك تأخذ بسعر اليوم أو بأنزل ، أي لا تأخذ أكثر لأنك إذا أخذت أكثر فقد ربحت فيما لم يدخل في ضمانك، وقد نهى النبي عليه الصلاة والسلام عن ربح ما لم يضمن، وأما إذا أخذت بأقل فإن هذا يكون أخذاً ببعض حقك، وإبراء عن الباقي، وهذا لا بأس به " انتهى نقلا عن "فتاوى إسلامية" (2/414).والله أعلم

TERJEMAH :

Melunasi Hutang Dengan Mata Uang Lain, Antara Yang Dibolehkan Dan Yang Dilarang

PERTANYAAN :

Saya meminjam  sejumlah uang dari seorang teman memakai uang dolar dan saya kembalikan kepadanya dengan memakai uang reyal Saudi dengan beberapa kali pembayaran sesuai dengan nilai sejumlah uang pada waktu itu. Apa hukum hal itu?

JAWABAN :

Alhamdulillah.

Asalnya melunasi hutang dengan mata uang yang sama yang dia ambil ketika berhutang. Kecuali kalau kedua fihak telah bersepakat waktu pelunasan hutang memakai mata uang lain. maka hal itu tidak mengapa. Dengan syarat, hal itu terjadi dengan harga mata uang pada hari pelunasan bukan harga pada hari dia berhutang. Dan begitu juga pada setiap pembayaran. Dibolehkan juga kedua bela fihak bersepakat bahwa saat pelunasan pembayaran dilakukan dengan mata uang lain dengan harga hari ini. Layak diketahui juga beberapa  beberapa bentuk transaksi yang diharamkan pada muamalah semcam ini, yaitu ada tiga macam:

Gambaran pertama:

Kedua belah fihak bersepakat saat transaksi hutang bahwa pelunasan memakai mata uang lain. Hal ini diharamkan, karena hakekat muamalah seperti itu adalah menjual mata uang yang ada sekarang dengan mata uang lain dengan pembayaran yang  diakhirkan. Hal ini termasuk riba nasi’ah. Karena di antara persyaratan penjualan mata uang yang berbeda, satu dengan lainnya harus tunai (serah terima langsung dari tangan ke tangan). Sebagaimana yang ditunjukkan hal itu sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam:

«‌الذَّهَبُ ‌بِالذَّهَبِ، ‌وَالْفِضَّةُ ‌بِالْفِضَّةِ، ‌وَالْبُرُّ ‌بِالْبُرِّ، ‌وَالشَّعِيرُ ‌بِالشَّعِيرِ، وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ، وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ، مِثْلًا بِمِثْلٍ، يَدًا بِيَدٍ، فَمَنْ زَادَ، أَوِ اسْتَزَادَ، فَقَدْ أَرْبَى، الْآخِذُ وَالْمُعْطِي فِيهِ سَوَاءٌ»

“Emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum)  dijual dengan sya’ir, korma dijual dengan korma, dan garam dijual dengan garam, (takaran/timbangannya) sama dengan sama dan (dibayar dengan) kontan. Barang siapa yang menambah atau meminta tambahan maka ia telah berbuat riba. Penerima dan pemberi sama di dalamnya ” [HR. Muslim no. 82-(1584)]

Mata uang sekarang itu menempati posisi emas dan perak, maka mempunyai hukum yang sama.

Gambaran kedua:

Kedua pihak tidak bersepakat di awal akad, akan tetapi keduanya bersepakat ketika waktu pelunasan dengan memakai mata uang lain, lalu keduanya memperkirakan harganya pada waktu dia meminjam. Hal ini diharamkan juga. Karena hal itu mirip dengan gambaran pertama. Para ulama fikih berdalil akan pengharaman ini dengan hadits yang terkenal yang diriwayatkan oleh Ahmad, (6239) dan Abu Daud, (3354) dan Nasa’I (4582), Tirmizi, (1242) serta Ibnu Majah, (2262) dari Ibnu Umar radhiallahu’anhuma berkata:

كُنْتُ أَبِيعُ الْإِبِلَ بِالدَّنَانِيرِ [أَيْ مُؤَجَّلًا] وَآخُذُ الدَّرَاهِمَ، وَأَبِيعُ بِالدَّرَاهِمِ وَآخُذُ الدَّنَانِيرَ، فَسُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذَلِكَ فَقَالَ: لَا بَأْسَ أَنْ تَأْخُذَهَا بِسِعْرِ يَوْمِهَا مَا لَمْ تَفْتَرِقَا وَبَيْنَكُمَا شَيْءٌ.

“Dahulu saya menjual onta dengan (harga) dinar (dengan cara hutang) dan saya menerima pembayarannya dalam bentuk dirham. Saya pun menjual dengan dirham dan mengambil dinar. Saya bertanya kepada Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam tentang hal itu, maka beliau bersabda, ‘Tidak mengapa anda mengambilnya dengan harga pada hari itu selagi pebayarannya selesai dan tuntas sebelum berpisah .”

(Hadits ini dishahihkan oleh sebagian ulama seperti Nawawi, Ahmad Syakir dan sebagian lainnya menshahihkan dari perkataan Ibnu Umar. Bukan dari perkataan Nabi sallallahu alaihih wa sallam di antara mereka adalah Ibnu Hajar dan Al-Albani. Silahkan lihat kitab Irwaul Ghalil, 5/173).

Ada sebab lain pengharamannya, yaitu kalau anda mengambil lebih banyak dari harga pada hari pelunasan, maka anda telah beruntung yang tidak masuk dalam tanggungan anda. sementara Nabi sallallahu alaihi wa sallam telah melarang keuntungan yang tidak ada tanggungannya. (HR. Ashabus Sunan dengan sanad yang shahih)

Gambaran ketiga:

Keduanya sepakat di waktu pelunasan menggunakan mata uang lain. Akan tetapi keduanya berpisah dalam keadaan masih meninggalkan sesuatu. Contoh, pinjamannya 1000 Dolar, keduanya sepakat di waktu pelunasan, melunasinya dengan mata uang ponds, 5000 ponds misalnya. Kreditur terima 4000 sedangkan sisa 1000 tetap menjadi tanggungan debitur. Hal itu tidak dibolehkan. Karena dalam penjualan salah satu mata uang dengan mata uang lainnya disyaratkan serah terima langsung, sebagaimana sudah dijelaskan.

Al-Khattabi rahimahullah mengatakan ketika menjelaskan hadits Ibnu Umar tadi, “Disyaratkan di antara keduanya agar berpisah sebelum sempurna serah terima, karena hutang dirham dibayar dinar itu termasuk menjual satu mata uang dengan dengan mata uang lain. sementara akad jual beli dengan mata uang lain tidak sah kecuali harus dilakukan langsung serah terima langsung.” (Dikutip dari kitab Aunul Ma’bud)

Akan tetapi kalau hutangnya dilunasi secara bertahap, maka tidak mengapa keduanya bersepakat ketika pelunasan setiap pembayaran dengan mengambil harga waktu melunasinya. Hal ini tidak ada larangan di dalamnya. Karena tidak ada penundaan  dalam transaksi jual beli mata  uang lain.

Berikut ini sebagian apa yang diucapkan para ulama dalam masalah ini:

Para ulama yang tergabung dalam Al-Lajnah Ad-Daimah ditanya :

“Saya meminjam uang dari seseorang (dengan mata uang Perancis) dan saya akan mengembalikan untuknya di perancis. Akan tetapi ketika datang ke Al-Jazair dia memintaku agar mengembalikannya dengan mata uang Aljazair disertai tambahan, apa hukum hal itu?

Mereka menjawab :

“Dibolehkan melunasinya di Aljazair dengan mata uang Perancis atau dengan senilai harganya pada waktu dalam bentuk mata uang Aljazair jika langsung serah terima sebelum berpisah.”  (Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 14/143).

Mereka juga ditanya, (14/144) :

“Apa hukum meminjang dengan mata uang kemudian melunasi hutangnya setelah beberapa bulan dengan mata uang lainnya. Padahal bisa jadi ada perbedaan harga mata uang selama waktu meminjam?”

Maka mereka menjawab :

“Kalau seseorang meminjam uang dengan mata uang tertentu tanpa mensyaratkan tambahan atau mengembalikan dengan mata uang lain seharga mata uang tersebut saat  melunasinya tanpa mensyaratkan manfaat bagi orang yang meminjamkan, maka hal itu dibolehkan. Karena di dalamnya merupakan sikap saling tolong menolong di antara umat Islam dan membantu menunaikan kebutuhannya. Akan tetapi kalau dia mensyaratkan ada faedah (kelebihan) dari hutang tersebut atau mengembalikannya dengan mata uang lain atau memberikan manfaat tertentu bagi orang yang memberi hutang, maka hal itu diharamkan, karena perkara tersebut termasuk riba yang diharamkan berdasarkan Al-Quran dan Sunah serta Ijmak ulama.”

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah ditanya :

“Salah seorang kerabatku yang tinggal di Kairo meminjam sejumlah 2500 Ponds Mesir dan saya telah mengirimnya sejumlah 2000 Dolar. Ketika ditukarkan dia mendapatkan 2490 Ponds Mesir. Sekarang dia ingin melunasi hutangnya, perlu diketahui bahwa kita tidak bersepakat waktu dan cara melunasinya. Pertanyaannya adalah apakah saya boleh menerima darinya sebesar 2490 Ponds Mesir yang (saat itu) nilainya setara 1800 Dolar Amerika. Artinya, nilainya lebih sedikit dari uang yang telah saya berikan kepadanya dalam bentuk dollar. Ataukah saya mendapatkan sejumlah 2000 Dolar. Perlu diketahui bahwa hal itu berdampak dia akan membelih dollar sekitar 2800 Ponds Mesir. Artinya, uang yang dia kembalikan akan lebih banyak sekitar 300 Ponds Mesir dibanding uang yang dia pinjam).”

Maka beliau menjawab:

“Seharusnya dia melunasi hutangnya dengan dollar sesuai yang dia terima saat menerima utang dari anda. Akan tetapi meskipun seperti itu, kalau anda berdua sepakat agar dia melunasi  kepada anda dalam bentuk Ponds Mesir, maka hal itu tidak mengapa.

Ibnu Umar radhiallahu anhuma mengatakan, “Kami dahulu menjual unta di Baqi dengan (nilai) dirham lalu  kami terima uangnya dalam bentuk dinar. Kita pun menjual dengan nilai dinar dan menerima dalam bentuk dirham, maka Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda, ‘Tidak mengapa anda mengambilnya dengan harga hari itu selagi kalian berdua tidak berpisah dalam keadaan tidak tuntas serah terimanya.’

Ini adalah penjualan mata uang yang bukan sejenisnya, mirip dengan menjual emas dengan perak. Kalau anda dan dia sepakat bahwa sebagai pengganti dolar maka pelunasan dilakukan dalam bentuk Ponds Mesir dengan syarat anda tidak mengambil Ponds lebih banyak dari yang nilainya setara saat waktu kesepakatan penggantian, maka hal ini tidak mengapa.

Contohnya kalau 2000 Dolar itu setara dengan 2800 Ponds sekarang, maka anda tidak boleh mengambil darinya 3000 Ponds, akan tetapi anda dibolehkan mengambil 2800 Ponds, dan anda boleh mengambil darinya 2000 Dolar saja. Maksudnya anda mengambil dengan harga hari ini atau lebih rendah. 

Maksudnya anda jangan mengambil lebih banyak karena kalau anda mengambil lebih banyak, maka anda beruntung yang tidak masuk dalam tanggungan anda. dimana Nabi sallallahu alaihi wa sallam telah melarang  keuntungan dari apa yang tidak ada jaminan.

Adapun kalau anda mengambil lebih sedikit, maka itu berarti anda telah mengambil sebagian hak anda dan melepaskan sisanya. Hal ini tidak mengapa.” (Dikutip dari Fatawa Islamiyah, 2/424)..

Wallahu a’lam

*****

ISLAMQA : FATWA NO. 297454

حُكْمُ سَدَّادِ الدَّيْنِ أَوْ بَعْضِهِ بِعُمُلَةٍ أُخْرَى وَإِذَا كَانَ لِلصَّرْفِ أَكْثَرُ مِنْ سَعْرٍ فَبِمَ يَأْخُذُ؟

HUKUM MEMBAYAR UTANG ATAU SEBAGIANNYA DENGAN MATA UANG LAIN.

Dan jika nilai tukarnya lebih dari kurs saat utang , maka kurs mana yang harus diambilnya?

السؤال : طلبت من شخص شراء أشياء لي أثناء سفره ، والشراء كان بالدرهم ، وعندما عاد إلى مصر طلبت منه أن أرد قيمة المشتريات بالدرهم ، ولكنه يريدها بالجنيه المصري ، وللأسف نسيت وأعطيته جزءا من المبلغ ، وليس المبلغ كله قبل أن نفترق ، الآن حتى أكمل له المبلغ كما أعلم سأرده بقيمة الدرهم أمام الجنيه يوم السداد ، ولكن بأي سعر ، فالبنك عنده سعر للبيع وسعر للشراء ، وكل بنك له سعر مختلف ، فهل في هذا شبهة ربا ؟ كذلك الجزء الذي سددته ، ونسيت أنه يجب أن يسدد المبلغ كله قبل أن نفترق ، فهل علي فيه شيء ؟

الجواب : الحمد الله

أولا : إذا اشترى صاحبك لك شيئا بماله، كان هذا المال قرضا، والواجب سداده بمثله، إلا أنه يجوز عند السداد –لا قبله- إبداله بعملة أخرى، بشرط ألا تتفرقا وبينكما شيء؛ لما روى أحمد (6239) ، وأبو داود (3354) ، والنسائي (4582) ، والترمذي (1242) ، وابن ماجه (2262) عَنْ ابْنِ عُمَرَ رضي الله عنه قَالَ: " كُنْتُ أَبِيعُ الْإِبِلَ بِالدَّنَانِيرِ [أي مؤجلا] وَآخُذُ الدَّرَاهِمَ، وَأَبِيعُ بِالدَّرَاهِمِ وَآخُذُ الدَّنَانِيرَ، فسألت رسول الله صلى الله عليه وسلم عن ذلك فقال :  لَا بَأْسَ أَنْ تَأْخُذَهَا بِسِعْرِ يَوْمِهَا ، مَا لَمْ تَفْتَرِقَا وَبَيْنَكُمَا شَيْءٌ "  والحديث صححه بعض العلماء كالنووي ، وأحمد شاكر ، وصححه آخرون من قول ابن عمر، لا من قول النبي صلى الله عليه وسلم منهم الحافظ ابن حجر والألباني. وانظر: "إرواء الغليل" (5/ 173).

وهذا يعتبر صرفا على ما في الذمة، ولهذا يشترط قبض العملة البديلة في المجلس.

ويجوز أن يتم الصرف على جزء من الدين، ويبقى باقيه كما هو.

فلو كان عليك ألف درهم مثلا، جاز أن تعطي جنيهات تقابل خمسمائة درهم، وتبقى في ذمتك خمسمائة.

ولهذا فقد أخطأتما بالتفرق وفي ذمتك شيء مما تمت عليه المصارفة.

وسبيل التصحيح الآن: أن تجعلا ما دفع من الجنيهات يقابل قدرا معينا من الدراهم- بحسب سعر ذلك اليوم الذي حصل فيه سداد المبلغ المذكور -، وتكون الدراهم الباقية دينا في ذمتك، والأولى أن تسددها بعد ذلك دراهم، ويجوز أن تسدد بعملة أخرى تتفقان عليها عند السداد.

جاء في "قرار مجمع الفقه الإسلامي" رقم: 75 (6/ 8) بشأن قضايا العملة، ما يلي:

ثانياً : يجوز أن يتفق الدائن والمدين يوم السداد - لا قبله - على أداء الدين بعملة مغايرة لعملة الدين إذا كان ذلك بسعر صرفها يوم السداد.

وكذلك يجوز في الدين ، على أقساط ، بعملة معينة : الاتفاق يوم سداد أي قسط،  على أدائه كاملاً ، بعملة مغايرة ، بسعر صرفها في ذلك اليوم.

ويشترط في جميع الأحوال أن لا يبقى في ذمة المدين شيء ، مما تمت عليه المصارفة في الذمة" انتهى من "مجلة المجمع" (ع 3، ج 3 ص 1650).

ثانيا: يجب في سداد العملة بعملة أخرى أن يتم ذلك بسعر يوم السداد، أو بأقل منه، ولا يجوز أن يكون بأكثر، حتى لا يربح الدائن فيما لم يضمن.

وإذا كان للصرف أكثر من سعر لبيع العملة، بحسب اختلاف البنوك ، ومحال الصرافة ، فمن حق صاحب الدين أن يكون الحساب على أعلى سعر موجود بالبنوك ؛ لأن هذا هو السعر الذي سيبيع به الدراهم لو أخذ حقه دراهم .

ولكن يجب ألا تتجاوزا أعلى سعر للصرف في السوق .

وأما سعر شرائها من البنوك- وهو أعلى من سعر بيعها- فهذا غير معتبر؛ لأن التقدير أنه لو أخذ دراهم : كم ستساوي من جنيهات لو أراد تحويلها ؟ وهذا هو سعر البيع.

يقول ابن القيم رحمه الله ، في التنبيه على أن علة منع الزيادة عن سعر اليوم ، ألا يربح الدائن في شيء لم يدخل ضمانه :

فالنبي صلى الله عليه وسلم إنما جوز الاعتياض عن الثمن بسعر يومه ، لئلا يربح فيما لم يضمن، وقد نص أحمد على هذا الأصل في بدل العوض ، وغيره من الديون : أنه إنما يعتاض عنه بسعر يومه ، لئلا يربح فيما لم يضمن" انتهى من "حاشيته على سنن أبي داود" (9/ 259).

وقال في (9/ 297): " وأما نهيه عن ربح ما لم يضمن، فهو كما ثبت عنه في حديث عبد الله بن عمر ، حيث قال له : إني أبيع الإبل بالبقيع بالدراهم ، وآخذ الدنانير ، وأبيع بالدنانير وآخذ الدراهم ؛ فقال : لا بأس إذا أخذتها بسعر يومها ، وتفرقتما وليس بينكما شيء .

فجوز ذلك بشرطين:

أحدهما : أن يأخذ بسعر يوم الصرف لئلا يربح فيها ، وليستقر ضمانه.

والثاني : أن لا يتفرقا إلا عن تقابض ، لأنه شرط في صحة الصرف ، لئلا يدخله ربا النسيئة" انتهى.

وفي جواز الإنقاص من سعر اليوم، وتحريم الزيادة، يقول الشيخ ابن عثيمين رحمه الله:

الواجب أن يرد عليك ما أقرضته دولارات ، لأن هذا هو القرض الذي حصل منك له.

ولكن مع ذلك : إذا اصطلحتما أن يسلم إليك جنيهات مصرية ، فلا حرج، قال ابن عمر رضي الله عنهما كنا نبيع الإبل بالدراهم فنأخذ عنها الدنانير، ونبيع بالدنانير فنأخذ عنها الدراهم، فقال النبي صلى الله عليه وسلم : ( لا بأس أن تأخذها بسعر يومها ما لم تتفرقا وبينكما شيء ).

فهذا بيع نقد من غير جنسه ، فهو أشبه ما يكون ببيع الذهب بالفضة .

فإذا اتفقت أنت وإياه على أن يعطيك عوضاً عن هذه الدولارات من الجنيهات المصرية ، بشرط ألا تأخذ منه جنيهات أكثر مما يساوي وقت اتفاقية التبديل ، فإن هذا لا بأس به .

فمثلاً إذا كانت 2000 دولار تساوي الآن 2800 جنيه ، لا يجوز أن تأخذ منه ثلاثة آلاف جنيه ولكن يجوز أن تأخذ 2800 جنيه، ويجوز أن تأخذ منه 2000 دولار فقط ، يعنى أنك تأخذ بسعر اليوم أو بأنزل .

أي لا تأخذ أكثر ، لأنك إذا أخذت أكثر فقد ربحت فيما لم يدخل في ضمانك، وقد نهى النبي عليه الصلاة والسلام عن ربح ما لم يضمن .

وأما إذا أخذت بأقل فإن هذا يكون أخذاً ببعض حقك، وإبراء عن الباقي، وهذا لا بأس به " انتهى نقلا عن "فتاوى إسلامية" (2/414). . والله أعلم.

TERJEMAH :

Hukumnya membayar utang atau sebagiannya dengan mata uang lain.

Dan jika nilai tukarnya lebih dari kurs saat utang , maka kurs mana yang harus diambilnya?

PERTANYAAN :

Aku meminta pada seseorang untuk membelikan sesuatu untukku ketika dia dalam safar, dan pembelian itu dalam satuan uang dirham, dan ketika dia kembali ke Mesir aku memintanya untuk mengembalikan nilai pembelian itu dalam satuan uang dirham, namun dia menginginkannya dalam satuan poundsterling Mesir [Junaih] . Dan sayangnya Saya lupa dan memberinya sebagian dari jumlah tersebut, bukan seluruh jumlah sebelum kami berpisah, sekarang sampai saya menyelesaikan jumlah tersebut untuknya karena saya tahu bahwa saya akan mengembalikannya sebesar nilai dirham sesuai harga pound [junaih] pada hari pembayaran. , tapi dengan harganya yang mana ?. Bank mempunyai harga jual dan harga beli, dan masing-masing bank mempunyai harga yang berbeda-beda.

Apakah ini terdapat syubhat riba? Begitu pula dengan bagian yang saya bayarkan, dan saya lupa bahwa dia harus membayar seluruhnya sebelum kami berpisah, jadi apakah saya punya kewajiaban untuk melakukan sesuatu?

JAWABAN :

Al-Hamdulillah.

Pertama:

Jika temanmu membelikan sesuatu untukmu dengan uangnya, maka uang itu adalah utang, dan harus dilunasi dengan uang yang sama, namun saat membayar utangnya – bukan sebelumnya – diperbolehkan menukarkannya dengan mata uang lain, dengan syarat terselesaikan semuanya sebelum kalian berdua berpisah dan tidak ada utang yang tersisakan. 

Ini berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad (6239), Abu Dawud (3354), Al-Nasa'i (4582), Al-Tirmidzi (1242), dan Ibnu Majah (2262) dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu, dia berkata :

كُنْتُ أَبِيعُ الْإِبِلَ بِالدَّنَانِيرِ [أيْ مُؤَجَّلا] وَآخُذُ الدَّرَاهِمَ، وَأَبِيعُ بِالدَّرَاهِمِ وَآخُذُ الدَّنَانِيرَ، فَسَألْتُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذَلِكَ فَقَالَ : "لَا بَأْسَ أَنْ تَأْخُذَهَا بِسِعْرِ يَوْمِهَا، مَا لَمْ تَفْتَرِقَا وَبَيْنَكُمَا شَيْءٌ".

“Saya biasa menjual unta dengan harga dinar [yaitu dibayar tempo] namun saya menerima pembayarannya dengan dirham. Dan saya menjual dengan harga dirham akan tetapi saya menerima pembayarannya dengan dinar, lalu saya bertanya kepada Rasulullah  tentang itu, maka beliau  menjawab :  Tidak mengapa kamu mengambilnya namun disesuaikan dengan harga hari itu, selama kalian tidak berpisah dan tidak ada apa-apa lagi di antara kalian.

Hadits tersebut dinilai shahih oleh sebagian para ulama seperti al-Nawawi dan Ahmad Shaker. Namun sebagian dari mereka menshahihkannya dari perkataan Ibnu Umar, bukan dari sabda Nabi , diantaranya adalah Al-Hafidz Ibnu Hajar dan Al-Albani. Lihat : “Irwa’ al-Ghalil” (5/173).

Hal ini dianggap sebagai penukaran antar mata uang yang ada diatas tanggungannya [utangnya], oleh karena itu disyaratkan penerimaan mata uang penggantinya tersebut di majlis transaksi .

Boleh saja penukaran mata uang tersebut pada sebagian utangnya, dan sisanya tetap seperti semula.

Misalnya, jika Anda berhutang seribu dirham, maka dibolehkan memberi mata uang pound yang setara nilainya dengan lima ratus dirham, dan tersisa lima ratus dirham dalam tanggungan [utang] Anda.

Oleh karena itu, Anda berdua melakukan kesalahan dengan melakukan perpisahan, sementara dalam diri Anda masih ada hutang padahal transaksi tukar menukar telah selesai sebelum berpisah.

Cara memperbaikinya sekarang adalah :

Kalian berdua menjadikan apa yang telah dibayarkan dalam pound sesuai dengan sejumlah dirham tertentu – sesuai dengan harga hari itu di mana jumlah tersebut dibayarkan – dan sisa hutang dirham masih menjadi tanggungan Anda. Dan yang lebih baik adalah Anda membayarnya setelah itu dalam dirham, namun diperbolehkan membayarnya dalam mata uang lain yang Anda sepakati saat Pembayaran.

Dalam “Keputusan Majma’ al-Fiqhi al-Islami (Akademi Fikih Islam)” No. 75 (6/8) tentang masalah-masalah mata uang disebutkan sebagai berikut:

“Kedua: Diperbolehkan bagi kreditur dan debitur untuk menyepakati pada hari pembayaran – bukan sebelumnya – untuk membayar utangnya dengan mata uang selain mata uang utang tersebut jika sesuai dengan kurs pada hari pembayaran.

Demikian pula, diperbolehkan dalam hutang, secara mencicil, dalam mata uang tertentu: menyepakati pada hari pembayaran, yakni cicilan , membayarnya secara penuh, dalam mata uang yang berbeda, dengan nilai tukar pada hari itu.

Dalam segala kondisi, disyaratkan bahwa tidak ada lagi sisa dalam tanggungan debitur [yang berhutang] dari apa yang telah selesai dipertukarkan dalam tanggungan “. [Akhir kutipan dari Majallat al-Majma’ ( 3, jilid 3, hal. 1650)].

Kedua:

Apabila pembayaran suatu mata uang dalam mata uang lain, hal itu wajib dilakukan dengan harga pada hari pembayaran, atau kurang dari itu, dan tidak boleh lebih, agar kreditur [pemberi hutang] tidak mendapat keuntungan dari apa yang tidak dijaminnya.

Apabila nilai tukar mempunyai lebih dari satu harga jual suatu mata uang, sesuai dengan perbedaan antara bank dan tempat penukaran uang, maka pemilik utang mempunyai hak menerima pemabayarannya pada harga tertinggi yang terdapat di bank; Karena itulah harga dirham-dirham yang akan dijual jika ia mengambil haknya berupa dirham.

Namun nilai tukarnya tidak boleh melebihi nilai tukar tertinggi di pasar.

Adapun harga beli di bank yang lebih tinggi dari harga jual ; maka itu tidak dianggap [tidak mengapa]. Karena perkiraannya adalah jika dia mengambil dirham: berapakah kesetaraannya dengan nilai pound [Junaih] jika dia ingin menukarkannya? Ini adalah harga jualnya.

Ibnu al-Qayyim rahimahullah berkata dalam peringatannya bahwa sebab larangan melebihi harga hari ini adalah agar kreditur tidak mengambil keuntungan dari sesuatu yang ia tidak wajib menanggung resiko kerugian:

“Nabi Muhammad  hanya membolehkan pertukaran mata uang dengan harga hari ini, agar seseorang tidak mengambil keuntungan dari apa yang ia tidak wajib menanggung resiko kerugian.

Imam Ahmad menyatakan hukum asal penukaran pengganti dan lainnya dari hutang-hutang ini:

Bahwasannya itu hanya boleh dipertukarkan dengan harga hari itu, agar tidak mengambil untung dari apa yang ia tidak wajib menjaminnya . [Akhir kutipan dari Hasyiah Ibnu Qoyyim terhadap Sunan Abi Dawud” (9/259)].

Dia berkata dalam (9/297): “Adapun larangannya mengambil keuntungan dari sesuatu yang ia tidak wajib menanggung resiko , maka itu berdasarkan apa yang telah shahih  dari Abdullah bin Umar, dimana ia berkata kepada beliau  :

“Aku menjual unta di Al- Baqi' dengan harga dirham, namun aku menerima pemebayaran dengan dinar, dan aku menjualnya dengan harga dinar, namun aku menerima pemebayaran dengan dirham.” Maka beliau  bersabda : Tidak ada masalah, jika kamu mengambilnya dengan harga hari itu, dan kamu berpisah dan tidak ada apa-apa di antara kalian.

Hal ini diperbolehkan dalam dua syarat :

Salah satunya: mengambil kurs [nilai tukar] pada hari penukaran agar tidak mengambil keuntungan darinya, dan agar keamanannya stabil.

Yang kedua: Bahwa keduanya tidak boleh berpisah kecuali setelah serah terima, sebab itulah syarat sahnya tukar-menukar, agar tidak terjerumus dalam riba nasi’ah [riba tempo].

Mengenai bolehnya menurunkan dari kurs hari itu dan larangan menaikkannya, Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata :

“Yang wajib adalah mengembalikan kepada Anda dolar-dolar yang Anda pinjamkan kepadanya, karena ini adalah pinjaman yang dia terima dari Anda.

Namun, jika Anda setuju bahwa dia akan membayar dengan pound Mesir kepada Anda, maka tidak ada masalah. Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma berkata:

Kami biasa menjual unta seharga dirham namun kami menerima dinar sebagai pengganntinya. Dan kami biasa menjualnya dengan dinar namun kami menerima dirham sebagai pengganntinya.  Maka Nabi  bersabda: (Tidak ada masalah jika Anda mengambilnya sesuai dengan harga hariannya. Selama itu terjadi sebelum anda berdua saling berpisah dan tidak ada sesuatu apapun yang tersisa diantara anda berdua .)

Ini adalah menjual mata uang yang berbeda jenisnya, dan serupa dengan menjual emas dengan perak.

Jika Anda dan dia sepakat bahwa dia akan memberi Anda pound Mesir sebagai ganti dolar tersebut, dengan syarat Anda tidak mengambil pound darinya lebih dari nilainya pada saat perjanjian pertukaran, maka hal itu tidak mengapa.

Misalnya, jika 2000 dolar sekarang sama dengan 2800 pound, maka tidak boleh mengambil tiga ribu pound darinya, tetapi boleh mengambil 2800 pound, dan diperbolehkan mengambil hanya 2000 dolar darinya, artinya Anda mengambil dengan harga hari ini atau lebih rendah.

Artinya, jangan mengambil lebih banyak, karena jika Anda mengambil lebih banyak, maka Anda telah mengambil keuntungan dari apa yang anda tidak berkwajiban menanggung resiko, dan Nabi Muhammad  melarang mengambil keuntungan kecuali dari sesuatu yang Anda wajib menanggung resiko .

Tetapi jika mengambil lebih sedikit, maka itu berarti mengambil sebagian dari haknya dan membuang sisanya, dan itu tidak ada salahnya.” Akhiri kutipan dari “Fatawa Islamiyyah” (2/414).

Wallaahu a’lam

*****

ISLAMQA FATWA NO.  23388

دَفْعُ الْفَوَائِدِ بِسَبَبِ التَّضَخُّمِ رِبًا.

MEMBAYAR BUNGA KARENA INFLASI ADALAH RIBA

السؤال : أعلم بأن دفع الربا حرام ، ولكن ما حكم دفع الربا الناتج عن التضخم ؟ مثلا : إذا اقترضت مبلغ 50 جنيها وأريد أن أعيدها بعد 5 سنوات ، قيمة ال50 جنيها بعد 5 سنوات ستتغير ولذلك فإنني سأدفع القيمة المساوية للمبلغ الذي اقترضته بعد 5 سنوات . أريد أن آخذ قرضاً للطلاب وعليه فائدة تضخم فهل هذا يجوز ؟.

الجواب : الحمد لله.

أولاً :إذا اقترضت من شخص أو جهة مبلغ 50 جنيها لمدة خمس سنوات ، فلا يجب عليك إلا تسديد هذا المبلغ بنفس العملة ، ولو انخفضت قيمتها ، ما دام التعامل بهذه العملة جارياً .

وقد سبق في السؤال رقم (12541أن دفع زيادة في القرض بسبب نقص قيمة العملة حرام ، ويعتبر من الربا . وهو ما ذهب إليه جمهور الفقهاء .

ثانياً  :من اقترض بعملة ، واتفق على التسديد بغيرها فقد وقع في الربا ، لأن حقيقة عمله هي : بيع عملة حاضرة بعملة أخرى مؤجلة ، وهذا محرم وهو نوع من نوعي الربا ، ويسمى "ربا النسيئة".

لكن للمقترض أن يصطلح مع مقرضه – عند موعد السداد – على أن يسلم له قرضه بعملة أخرى.

ففي المثال السابق ، إذا مضت خمس سنوات ، وجب عليك أن تسدد 50 جنيها ، ولك أن تصطلح مع المقرض – يوم السداد - على أن تسلمه ما يعادلها من العملات الأخرى كالدولار مثلا، ولكن بشرط أن يكون ذلك بسعر الصرف يوم السداد .

ثالثاً :وأما أخذ القرض وعليه فائدة تضخم ، فقد سبق أن الزيادة في القرض مقابل التضخم حرام ، وأنه من الربا ، وعلى هذا ، فلا يجوز لك أخذ هذا القرض . لأن النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَعَنَ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ . رواه مسلم (1598) و"آكل الربا" هو الآخذ ، و "مؤكله" المعطي .والله تعالى أعلم .

TERJEMAH :

Membayar Bunga Karena Inflasi Adalah Riba

PERTANYAAN :

Ketahuilah bahwa membayar riba adalah haram, namun bagaimanakah hukumnya membayar riba karena inflasi ?, contoh; jika saya telah berhutang sebesar 50 junaih, dan saya ingin mengembalikannya setelah 5 tahun. Senilai 50 junaih ini setelah 5 tahun akan berubah, maka saya akan membayar nilai yang sama dengan uang yang telah saya pinjam setelah 5 tahun.

Saya ingin mengambil pinjaman untuk para pelajar, dan ada bunga inflasinya, apakah hal itu diperbolehkan ?

JAWABAN :

Alhamdulillah.

Pertama: Jika anda telah berhutang kepada seseorang atau instansi sebesar 50 junaih untuk masa 5 tahun, maka tidak wajib bagi anda kecuali melunasinya dengan jenis mata uang yang sama, meskipun nilainya turun, selama transaksi dengan mata uang tersebut masih berlaku.

Telah dijelaskan sebelumnya pada jawaban nomor: 12541 bahwa membayar tambahan/bunga pada hutang; karena disebabkan oleh berkurangnya nilai mata uang adalah haram, dan termasuk riba. Inilah yang menjadi pendapat jumhur ahli fikih.

Kedua: Orang yang berhutang dengan mata uang tertentu, dan telah disepakati untuk dilunasi dengan jenis mata uang lain, maka telah terjebak pada riba; karena hakikat transaksinya adalah menjual mata ung saat ini dengan mata uang lain secara hutang, dan ini hukumnya haram dan termasuk salah satu dari dua jenis riba, dinamakan riba nasi’ah.

Namun bagi si peminjam agar berdamai dengan orang yang meminjami –pada saat pelunasan- untuk dilunasi dengan mata uang lain.

Pada contoh di atas, jika 5 tahun sudah berlalu, maka anda wajib melunasinya sebesar 50 junaih, dan anda bisa berdamai dengan orang yang meminjami –saat pelunasan- agar membayarnya dengan nilai yang setara dari mata uang lain, seperti dollar misalnya, namun dengan syarat harga pembayaran menyesuaikan dengan harga pada hari pelunasan.

Ketiga: Adapun berhutang dengan wajib ada bunga karena inflasi, telah dijelaskan sebelumnya bahwa tambahan/bunga karena inflasi adalah haram, dan termasuk riba, dan atas dasar itulah maka anda tidak boleh mengambil hutang tersebut. Karena Nabi –- telah melaknat pemakan riba, yang memberi makan, pencatat dan kedua saksinya, dan beliau bersabda: “mereka semuanya sama”. (HR. Muslim: 1598)

Al aakil  adalah yang memakan, dan al mu’kil adalah yang memberi makan.

Wallahu Ta’ala A’lam

 

 

 


Posting Komentar

0 Komentar