Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

HUKUM MEMBIARKAN BULU KETIAK TIDAK DICABUT DAN BULU KEMALUAN TIDAK DICUKUR HINGGA LEWAT 40 HARI

HUKUM MEMBIARKAN BULU KETIAK TIDAK DICABUT DAN BULU KEMALUAN TIDAK DICUKUR LEWAT 40 HARI

Di Tulis Oleh Abu Haitsam Fakhry

KAJIAN NIDA AL-ISLAM


DAFTAR ISI :

  • PENDAHULUAN
  • HADITS : MENCABUT BULU KETIAK DAN MENCUKUR BULU KEMALUAN ADALAH BAGIAN DARI FITRAH
  • HIKMAH MENCABUT BULU KETIAK DAN MENCUKUR BULU KEMALUAN :
  • HADITS : PERINTAH MENCABUT BULU KETIAK DAN MENCUKUR RAMBUT KEMALUAN SEBELUM LEWAT 40 HARI :
  • PERBEDAAN PENDAPAT HUKUM TIDAK MENCABUT BULU KETIAK DAN TIDAK MENCUKUR BULU KEMALUAN LEWAT 40 HARI :
  • PENDAPAT PERTAMA : HARAM MEBIARKANNYA HINGGA LEWAT 40 HARI.
  • PENDAPAT KEDUA : MAKRUH MEMBIARKANNYA HINGGA LEWAT 40 HARI :
  • HUKUM SHOLAT SESEORANG YANG TIDAK MENCUKUR BULU KEMALUAN-NYA

====

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

*****

PENDAHULUAN

------

MAKNA “NATFUL IBTHI (MENCABUT BULU KETIAK)”.

فَإِنَّ طَرِيقَةَ نَتْفِ الإِبْطِ هِيَ أَخْذُ الشَّعْرِ بِالأَصَابِعِ، وَجَذْبُهُ حَتَّى يَزُولَ، وَهِيَ طَرِيقَةٌ مَعْرُوفَةٌ وَسَهْلَةٌ، جَاءَ فِي مَرْعَاةِ الْمَفَاتِيحِ شَرْحِ مِشْكَاةِ الْمَصَابِيحِ لِلْمُبَارَكْفُورِيِّ: (وَنَتْفُ الإِبْطِ) بِالسُّكُونِ وَبِكَسْرِ أَي: أَخْذُ شَعْرِهِ بِالأَصَابِعِ؛ لأَنَّهُ يُضْعِفُ الشَّعْرَ. اِنْتَهَى.

"Adapun cara mencabut bulu ketiak adalah dengan mengambil rambut dengan jari-jari, dan menariknya hingga terlepas. Ini adalah cara yang dikenal dan yang mudah.

Dalam kitab 'Mar'aatul Mafatih Syarh Misykatul Masabih' karya Al-Mubarakfuri disebutkan: '(Mencabut bulu ketiak) dengan dibaca sukun dan kasrah, yaitu : mengambil rambutnya dengan jari-jari; karena hal ini bisa melemahkan rambut.' Selesai."

[Lihat : 'Mar'aatul Mafatih Syarh Misykatul Masabih' 2/80 no. 381 dan Hasyiah as-Sindy 1/126 no. 293].

-------

MAKNA RAMBUT ‘AANAH (BULU KEMALUAN):

Syeikh Masyhur Hasan as-Salman berkata :

الْعَانَةُ: هِيَ الشَّعْرُ الَّذِي يَنْبُتُ حَوْلَي الْفَرْجِ، وَحَلَقَةُ الدُّبُرِ تَدْخُلُ فِي الْعَانَةِ، وَكَذَلِكَ الإِبْطُ لَهُ حُكْمُهَا، وَبَيَّنَ هَذَا مفصّلًا الإِمَامُ النَّوَوِيُّ -رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى- فِي شَرْحِهِ عَلَى صَحِيحِ مُسْلِمٍ، وَالْغَائِطُ أَكْثَرَ مَا يَعْلَقُ بِالشَّعْرِ الَّذِي يَكُونُ حَوْلَ الدُّبُرِ، فَشَعْرُ الْعَانَةِ يَشْمَلُ الشَّعْرَ الَّذِي يَكُونُ حَوْلَ الْقُبُلِ وَحَوْلَ الدَّبْرِ، فَهَذَا هُوَ شَعْرُ الْعَانَةِ.

"Al-'Anah: adalah rambut yang tumbuh di sekitar kemaluan, dan bulu dubur termasuk ke dalam 'anah, begitu juga ketiak memiliki hukum yang sama dengannya.

Ini dijelaskan secara rinci oleh Imam Nawawi -semoga Allah merahmatinya- dalam penjelasannya tentang Sahih Muslim. Dan tinja adalah hal yang paling sering menempel pada rambut yang berada di sekitar dubur, sehingga rambut 'anah mencakup rambut di sekitar vagina dan di sekitar dubur, itulah yang disebut sebagai rambut 'anah."

******

HADITS : MENCABUT BULU KETIAK DAN MENCUKUR BULU KEMALUAN ADALAH BAGIAN DARI FITRAH

Dari Aisyah (radhiyallahu 'anha) bahwa Rasulullah  bersabda :

عَشْرٌ مِنَ الفِطْرَةِ: قَصُّ الشَّارِبِ، وإعْفاءُ اللِّحْيَةِ، والسِّواكُ، واسْتِنْشاقُ الماءِ، وقَصُّ الأظْفارِ، وغَسْلُ البَراجِمِ، ونَتْفُ الإبِطِ، وحَلْقُ العانَةِ، وانْتِقاصُ الماءِ. قالَ زَكَرِيّا: قالَ مُصْعَبٌ: ونَسِيتُ العاشِرَةَ إلَّا أنْ تَكُونَ المَضْمَضَةَ. زادَ قُتَيْبَةُ، قالَ وكِيعٌ: انْتِقاصُ الماءِ: يَعْنِي الاسْتِنْجاءَ.

"Ada sepuluh perbuatan fitrah: memotong kumis, membiarkan jenggot tumbuh, bersiwak, beristinsyaq (menghirup air ke dalam hidung), memotong kuku, mencuci persendian jari (Baraajim : yaitu, persendian jari telapak tangan bagian atas)), mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan (pubis) dan beristinja (cebok) dengan air.

Mus'ab berkata: "Saya lupa yang kesepuluh, kemungkinan berkumur-kumur."

[HR. Muslim no. 261 ]

Dari Abu Hurairah -radhiyallahu ’anhu- dari Nabi , beliau bersabda:

الْفِطْرَةُ خَمْسٌ أَوْ خَمْسٌ مِنْ الْفِطْرَةِ الْخِتَانُ وَالِاسْتِحْدَادُ وَتَقْلِيمُ الْأَظْفَارِ وَنَتْفُ الْإِبِطِ وَقَصُّ الشَّارِبِ

"Fithrah itu ada lima, atau ada lima fithrah yaitu: khitan, mencukur bulu kemaluan, memotong kuku, mencabut bulu ketiak, dan mencukur kumis." [HR. Bukhori no. 5891 Dan Muslim no. 257]

*****

HIKMAH MENCABUT BULU KETIAK DAN MENCUKUR BULU KEMALUAN:

HIKMAH KE 1 :

Di antara hikmahnya adalah untuk menjaga kebersihan dan keindahan.

Ibnu al-Jauzi rahimahullah berkata:

اِعْلَمْ أَنَّهُ مَتَى زَادَ الزَّمَانُ عَلَى هَذَا الْمِقْدَارِ كَثُرَتِ الْأَوْسَاخُ، وَرُبَّمَا حَصَلَ تَحْتَ الظُّفْرِ مَا يَمْنَعُ وُصُولَ الْمَاءِ إِلَيْهِ. ثُمَّ إِنَّهَا تَعْدِمُ الزِّينَةَ الَّتِي خُصَّتْ بِالْأَظْفَارِ وَالشَّارِبِ.

"Ketahuilah bahwa apabila waktu (untuk mencukur rambut dan memotong kuku) melebihi batas ini, maka kotoran akan semakin banyak, dan mungkin ada kotoran di bawah kuku yang mencegah sampainya air ke sana. Selain itu, hal ini juga akan menghilangkan keindahan yang khusus untuk kuku dan kumis." Selesai dari "Kasyf al-Musykil" (3/313).

Penetapan empat puluh hari adalah untuk durasi maksimal, jadi bukan berarti yang disunnahkan adalah membiarkan hal-hal ini selama empat puluh malam kemudian menghilangkannya, melainkan lebih baik untuk merawatnya sebelum empat puluh hari kapan pun panjangnya nampak terlihat.

HIKMAH KE 2 :

Hikmah dari perintah Bulu ketiak di cabut sementara bulu kemaluan dicukur :

وَصَانَا النَّبِيُّ ﷺ عَلَى : نَتْفِ شَعْرِ الإبْطَيْنِ وَلَيْسَ قَصًّا وَقَصُّ شَعْرِ الْعَانَةِ وَلَيْسَ نَتْفًا

عَنْدَ الإبْطِ البَكْتِيرِيَا لَا هُوَائِيَّةٌ Anaerobic

وَعَنْدَ الْعَانَةِ البَكْتِيرِيَا هُوَائِيَّةٌ Aerobic.

مَاهُوَ الْفَرْقُ ؟

الأُولَى بَعْدَ النَّتْفِ دَخَلَ الْهَوَاءُ بِدَاخِلِ بَصَائِلِ الشَّعْرِ فَمَاتَتِ البَكْتِيرِيَا اللَّاهُوَائِيَّةُ الَّتِي تَعِيشُ بِدُونِ أَكْسِجِينٍ

وَهُنَا مَنَعْنَا تَكَاثُرَهَا وَمَنَعْنَا الرَّائِحَةَ السَّيِّئَةَ

الثَّانِيَةُ قَصُّ الشَّعْرِ أَيُّ بَعْدَ تَقْصِيرِهِ لَمْ يَدْخُلِ الْهَوَاءُ فَمَاتَتِ البَكْتِيرِيَا الهُوَائِيَّةُ الَّتِي تَعِيشُ بِوُجُودِ الأَكْسِجِينِ فَمَنَعْنَا تَكَاثُرَهَا وَمَنَعْنَا الرَّائِحَةَ السَّيِّئَةَ.

اهْتِمَامُ الدِّينِ الإِسْلَامِيِّ بِنَظَافَةٍ وَصِحَّةٍ #الْمُسْلِمِينَ اهْتِمَامٌ رَبَّانِيٌّ..

Artinya :

Nabi  memerintahkan kita untuk mencabut bulu ketiak, bukan mencukurnya. Dan mencukur bulu kemaluan, bukan mencabutnya.

Di area ketiak, bakteri bersifat anaerobik (tidak memerlukan oksigen untuk hidup), sementara di area kemaluan, bakteri bersifat aerobik (memerlukan oksigen untuk hidup).

Apa perbedaannya?

Yang Pertama [di Ketiak] : setelah dicabut, udara masuk ke folikel rambut dan membunuh bakteri anaerobik yang hidup tanpa oksigen. Ini mencegah perkembangan bakteri dan mencegah bau yang tidak sedap.

Yang Kedua [di Sekitar kemaluan], setelah dicukur, udara tidak masuk sehingga membunuh bakteri aerobik yang hidup dengan adanya oksigen. Ini juga mencegah perkembangan bakteri dan mencegah bau yang tidak sedap.

Inilah Perhatian Islam terhadap kebersihan dan kesehatan umat Muslim adalah perhatian yang berasal dari Allah”. [Selesai].

*****

HADITS : PERINTAH MENCABUT BULU KETIAK DAN MENCUKUR RAMBUT KEMALUAN SEBELUM LEWAT 40 HARI :

Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu. Beliau mengatakan:

«‌وُقِّتَ ‌لَنَا ‌فِي ‌قَصِّ ‌الشَّارِبِ، ‌وَتَقْلِيمِ ‌الْأَظْفَارِ، وَنَتْفِ الْإِبِطِ، وَحَلْقِ الْعَانَةِ، أَنْ لَا نَتْرُكَ أَكْثَرَ مِنْ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً»

“Rasulullah  memberikan batasan waktu kepada kami untuk memotong kumis, memotong kuku, mencabuti bulu ketiak, dan mencukur bulu kemaluan, agar tidak dibiarkan lebih dari empat puluh hari.” (HR. Muslim no. 258).

Lafadz riwayat Abu Daud :

وَقَّت لنا رَسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم حَلْقَ العانةِ، وتَقليمَ الأظفارِ، وقَصَّ الشَّارِبِ، ونَتْفَ الابْطِ- أربعينَ يومًا مَرَّةً

Rasulullah  menetapkan untuk kami mencukur bulu kemaluan, memotong kuku, mencukur kumis, dan mencabut bulu ketiak, sekali dalam empat puluh hari.

[HR. Abu Daud no. 4200. Yang ini sanadnya tidak shahih].

SYARAH HADITS :

Imam Nawawi rahimahullah berkata:

"مَعْنَاهُ: أَنْ لَا نَتْرُكَ تَرْكًا يَتَجَاوَزُ الْأَرْبَعِينَ.

وَقَوْلُهُ: (وُقِّتَ لَنَا) هُوَ مِنَ الْأَحَادِيثِ الْمَرْفُوعَةِ، مِثْلَ قَوْلِهِ: "أُمِرْنَا بِكَذَا"، وَقَدْ جَاءَ فِي غَيْرِ صَحِيحِ مُسْلِمٍ: (وَقَّتَ لَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ)، وَاللهُ أَعْلَمُ."

"Artinya: kita tidak boleh membiarkan (mencukur rambut dan memotong kuku) hingga melebihi empat puluh hari.

Dan ucapannya: (Ditetapkan waktunya bagi kami) itu termasuk dari hadis-hadis marfu', seperti ucapannya: 'Kami diperintahkan untuk melakukan ini,' dan telah disebutkan dalam kitab selain Shahih Muslim: (Rasulullah  telah menetapkan waktu bagi kami), wallahu a’lam." Selesai dari "Syarh Shahih Muslim" (3/150).

Asy-Syawkani dalam Neil al-Awthar 1/135 berkata :

قَوْلُهُ: "أَنْ لَا نَتْرُكَ" قَالَ النَّوَوِيُّ: مَعْنَاهُ تَرْكًا نُتَجَاوَزُ بِهِ أَرْبَعِينَ لَا أَنَّهُ وَقْتٌ لَهُمْ التَّرْكُ أَرْبَعِينَ، قَالَ: وَالْمُخْتَارُ أَنَّهُ يُضْبَطُ بِالْحَاجَةِ وَالطُّولِ فَإِذَا طَالَ حُلِّقَ. انْتَهَى. قُلْتُ : بَلْ الْمُخْتَارُ أَنَّهُ يُضْبَطُ بِالْأَرْبَعِينَ الَّتِي ضُبِطَ بِهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ فَلَا يَجُوزُ تَجَاوُزُهَا، وَلَا يُعَدُّ مُخَالِفًا لِلسُّنَّةِ مَنْ تَرَكَ الْقَصَّ وَنَحْوَهُ بَعْدَ الطُّولِ إِلَى انْتِهَاءِ تِلْكَ الْغَايَةِ.

"Kata-katanya: 'Bahwa kita tidak meninggalkan,' Imam Nawawi berkata: Artinya, meninggalkan sehingga melebihi empat puluh hari, bukan bahwa mereka memiliki waktu untuk meninggalkannya selama empat puluh. Dia berkata: Pilihan yang terbaik adalah mengikuti kebutuhan dan panjangnya, jika panjangnya mencapai titik di mana rambut menjadi panjang, maka itu sudah cukup.

Saya katakan: Sebaliknya, pilihan yang terbaik adalah mengikuti empat puluh hari yang diatur oleh Rasulullah , maka tidak boleh melewatinya. Dan meninggalkan sunnah seperti mencukur rambut, dan sejenisnya setelah melewati batas tersebut, tidak dianggap sebagai pelanggaran terhadap sunnah hingga mencapai tujuan tersebut."

Ibnu Hubairah rahimahullah berkata:

هَذَا الْحَدِيثُ هُوَ الْغَايَةُ فِي تَأْخِيرِ ذَلِكَ، وَالْأُولَى أَخْذُ ذَلِكَ فِيمَا قَبْلَ هَذِهِ الْغَايَةِ.

"Hadis ini adalah batas akhir untuk menunda hal tersebut, dan yang lebih utama adalah melakukannya sebelum mencapai batas akhir ini." Selesai dari "Al-Ifshah" (5/396).

Imam Nawawi rahimahullah berkata:

"وَأَمَّا وَقْتُ حَلْقِهِ – أَي شَعْرِ الْقُبُلِ - فَالْمُخْتَارُ أَنَّهُ يُضْبَطُ بِالْحَاجَةِ وَطُولِهِ، فَإِذَا طَالَ حُلِقَ، وَكَذَلِكَ الضَّبْطُ فِي قَصِّ الشَّارِبِ، وَنَتْفِ الإِبْطِ، وَتَقْلِيمِ الأَظْفَارِ، وَأَمَّا حَدِيثُ أَنَسٍ الْمَذْكُورُ فِي الْكِتَابِ: (وُقِّتَ لَنَا فِي قَصِّ الشَّارِبِ، وَتَقْلِيمِ الأَظْفَارِ، وَنَتْفِ الإِبْطِ، وَحَلْقِ الْعَانَةِ، أَنْ لَا نَتْرُكَ أَكْثَرَ مِنْ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً)، فَمَعْنَاهُ: لَا يُتْرَكُ تَرْكًا يَتَجَاوَزُ بِهِ أَرْبَعِينَ، لَا أَنَّهُمْ وُقِّتَ لَهُمُ التَّرْكُ أَرْبَعِينَ، وَاللهُ أَعْلَمُ."

"Adapun waktu mencukurnya – yaitu rambut kemaluan – yang dipilih adalah menyesuaikannya dengan kebutuhan dan panjangnya, jika sudah panjang maka dicukur. Begitu juga penyesuaian dalam memotong kumis, mencabut bulu ketiak, dan memotong kuku.

Adapun hadis Anas yang disebutkan dalam kitab:

(Ditetapkan bagi kami dalam memotong kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketiak, dan mencukur bulu kemaluan, agar tidak dibiarkan lebih dari empat puluh malam)

Maka artinya adalah : tidak boleh dibiarkan lebih dari empat puluh hari, bukan berarti mereka ditetapkan untuk membiarkan selama empat puluh hari. Wallahu a’lam." [Selesai dari "Syarh Shahih Muslim" (3/148-149)].

Dan Ucapannya: (empat puluh malam). Bukan berarti mencukur dilakukan pada malam hari dan perhitungannya hanya berdasarkan malam saja. Namun yang dimaksud dengan (malam), yaitu: satu hari penuh.

Ibnu al-Jauzi rahimahullah berkata dalam tafsirnya tentang firman Allah Ta'ala:

﴿وَإِذْ وَاعَدْنَا مُوسَىٰ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً ثُمَّ اتَّخَذْتُمُ الْعِجْلَ مِن بَعْدِهِ وَأَنتُمْ ظَالِمُونَ﴾

Dan (ingatlah), ketika Kami berjanji kepada Musa (memberikan Taurat, sesudah) empat puluh malam, lalu kamu menjadikan anak lembu (sembahan) sepeninggalnya dan kamu adalah orang-orang yang zalim. [QS. Baqarah: 51]

Beliau rahimahullah berkata:

"وَإِنَّمَا ذُكِرَتِ اللَّيَالِي دُونَ الْأَيَّامِ، لِأَنَّ عَادَةَ الْعَرَبِ التَّأْرِيخُ بِاللَّيَالِي، لِأَنَّ أَوَّلَ الشَّهْرِ لَيْلَةٌ، وَاعْتِمَادُ الْعَرَبِ عَلَى الْأَهِلَّةِ، فَصَارَتِ الْأَيَّامُ تَبَعًا لِلَّيَالِي."

"Dan adapun kenapa disebutkannya ‘malam-malam hari’ bukan disebutkan ‘siang hari’? Maka itu karena kebiasaan orang Arab mencatat waktu berdasarkan malam, karena awal bulan adalah malam, dan orang Arab bergantung pada hilal (bulan sabit di waktu malam hari), sehingga hari-hari menjadi mengikuti malam-malam." Selesai dari "Zad al-Masir" (1/80).

Namun demikian terdapat pula riwayat lain dari hadis Anas radhiyallahu 'anhu dengan lafaz hari seperti yang diriwayatkan oleh an-Nasa'i dalam Sunan-nya no. (14), ia berkata:

أَخْبَرَنَا قُتَيْبَةُ قَالَ: حَدَّثَنَا جَعْفَرٌ هُوَ ابْنُ سُلَيْمَانَ، عَنْ أَبِي عِمْرَانَ الْجَوْنِيِّ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: "وَقَّتَ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي قَصِّ الشَّارِبِ، وَتَقْلِيمِ الْأَظْفَارِ، وَحَلْقِ الْعَانَةِ، وَنَتْفِ الْإِبْطِ، أَنْ لَا نَتْرُكَ أَكْثَرَ مِنْ أَرْبَعِينَ يَوْمًا"، وَقَالَ مَرَّةً أُخْرَى: "أَرْبَعِينَ لَيْلَةً".

Qutaibah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ja'far bin Sulaiman mengabarkan kepada kami dari Abu 'Imran al-Juni, dari Anas bin Malik, ia berkata:

"Rasulullah  menetapkan bagi kami dalam memotong kumis, memotong kuku, mencukur bulu kemaluan, dan mencabut bulu ketiak, agar tidak dibiarkan lebih dari empat puluh hari,". Dan beliau juga berkata dalam kesempatan lain: "empat puluh malam."

Maka perhitungan dilakukan dengan cara yang dikenal oleh orang-orang, seperti di zaman kita, di mana setelah dua puluh empat jam berlalu sejak mencukur, dihitung satu malam telah berlalu dan begitu seterusnya hingga mencapai empat puluh hari.

******

PERBEDAAN PENDAPAT HUKUM TIDAK MENCABUT BULU KETIAK DAN TIDAK MENCUKUR BULU KEMALUAN LEWAT 40 HARI :

======

PENDAPAT PERTAMA : HARAM MEBIARKANNYA HINGGA LEWAT 40 HARI.

Madzhab Hanafi serta sebagian para ulama lain berpendapat bahwa haram hukumnya seseorang tidak mencabut bulu ketiak dan tidak mencukur bulu kemalaun melampaui empat puluh hari, termasuk haram pula dengan tidak menghilangkan hal-hal yang disebutkan dalam hadits al-Fitrah, yaitu : potong kuku .

Dan ini adalah pendapat yang dipilih oleh SYEIKH BIN BAAZ, SYEIKH MASYHUR dan PARA ULAMA AL-LAJNAH AD-DAA’IMAH - SAUDIA ARABIA :

Disebutkan dalam "Hasyiyah Ibn Abidin" dalam fiqh Hanafi (3/66):

قَالَ فِي "الْقُنْيَةِ": الأَفْضَلُ أَنْ يُقَلِّمَ أَظْفَارَهُ وَيَقُصَّ شَارِبَهُ وَيَحْلِقَ عَانَتَهُ وَيُنَظِّفَ بَدَنَهُ بِالِاغْتِسَالِ فِي كُلِّ أُسْبُوعٍ، وَإِلَّا فَفِي كُلِّ خَمْسَةَ عَشَرَ يَوْمًا، وَلا عُذْرَ فِي تَرْكِهِ وَرَاءَ الأَرْبَعِينَ، وَيَسْتَحِقُّ الْوَعِيدَ. فَالأَوَّلُ: أَفْضَلُ، وَالثَّانِي: الأَوْسَطُ، وَالأَرْبَعُونَ: الأَبْعَدُ " انتهى.

“Disebutkan dalam "Al-Qunyah": yang terbaik adalah memotong kuku, memotong kumis, mencukur rambut kemaluan, dan membersihkan tubuh dengan mandi setiap minggu, jika tidak bisa maka setiap lima belas hari, dan tidak ada udzur (alasan) untuk meninggalkannya lebih dari empat puluh hari, dan layak untuk mendapat ancaman. Maka yang pertama: terbaik, yang kedua: sedang, dan empat puluh hari: yang paling jauh." Selesai.

Dan disebutkan pula dalam "Hasyiyah Ibn Abidin" (9/583):

قَوْلُهُ: (وَكَرِهَ تَرْكُهُ) أَيْ تَحْرِيمًا؛ لِقَوْلِ الْمُجْتَبَى: وَلَا عُذْرَ فِيمَا وَرَاءَ الْأَرْبَعِينَ وَيَسْتَحِقُّ الْوَعِيدَ" انتهى.

"Perkataannya: (dan dimakruhkan meninggalkannya) yaitu secara tahrim (diharamkan); karena menurut al-Mujtaba: Tidak ada alasan untuk meninggalkannya lebih dari empat puluh hari dan pantas mendapat ancaman." Selesai.

FATWA SYEIKH BIN BAAZ :

Syaikh Bin Baaz rahimahullah memilih pendapat wajibnya menghilangkan hal-hal tersebut sebelum melewati empat puluh hari, dan haram membiarkannya, sebagaimana beliau mengatakan:

الأَظْفَارُ يَجِبُ تَعَهُّدُهَا قَبْلَ مُضِي أَرْبَعِينَ لَيْلَةً؛ لِأَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَّتَ لِلنَّاسِ فِي قَلْمِ الأَظْفَارِ، وَحَلْقِ الْعَانَةِ، وَنَتْفِ الإِبْطِ، وَقَصِّ الشَّارِبِ: أَلَا يُتْرَكَ ذَلِكَ أَكْثَرَ مِنْ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً، هَكَذَا ثَبَتَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ...

"Kuku harus dipotong sebelum melewati empat puluh malam; karena Rasulullah  menetapkan waktu bagi manusia dalam memotong kuku, mencukur bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak, dan memotong kumis: tidak boleh dibiarkan lebih dari empat puluh malam, demikianlah yang diriwayatkan dari Rasulullah ..." selesai. [Majmu' Fatawa Syaikh Ibnu Baz" (10 / 50)].

FATWA SYEIKH MASYHUR AS-SALMAN :

Syeikh Masyhur Hasan as-Salman berkata :

"الْوَاجِبُ عَلَى الْمُسْلِمِ أَنْ يَتَخَلَّصَ مِنْهُ فِي كُلِّ أَرْبَعِينَ يَوْمًا"

“Kewajiban bagi seorang Muslim adalah untuk menghilangkannya setiap empat puluh hari”.

FATWA AL-LAJNAH AD-DAIMAH – SAUDI ARABIA :

Dan "Komite Tetap untuk Riset Ilmiah dan Fatwa" ditanya tentang masalah memanjangkan kuku seperti yang lazim di kalangan wanita pada zaman kita, maka mereka menjawab:

لَا يَجُوزُ تَطْوِيلُ الأَظْفَارِ؛ لِأَنَّ هَذَا مُخَالِفٌ لِسُنَنِ الْفِطْرَةِ الَّتِي حَثَّ عَلَيْهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمِنْهَا (قَصُّ الأَظْفَارِ).

الْوَاجِبُ فِي تَقْلِيمِ الأَظْفَارِ وَنَتْفِ الإِبِطِ وَحَلْقِ الْعَانَةِ وَقَصِّ الشَّارِبِ، أَنْ لَا يُتْرَكَ شَيْءٌ مِنْ ذَلِكَ أَكْثَرَ مِنْ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً؛ لِمَا رَوَى مُسْلِمٌ فِي "صَحِيحِهِ" عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: (وُقِّتَ لَنَا فِي قَصِّ الشَّارِبِ، وَتَقْلِيمِ الأَظْفَارِ، وَنَتْفِ الإِبِطِ، وَحَلْقِ الْعَانَةِ، أَنْ لَا نَتْرُكَ أَكْثَرَ مِنْ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً)، فَيَجِبُ عَلَى هَؤُلَاءِ النِّسْوَةِ التَّوْبَةُ إِلَى اللَّهِ، وَتَرْكُ هَذِهِ الْعَادَةِ السَّيِّئَةِ الْمُخَالِفَةِ لِمَا أَمَرَ بِهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَاللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى يَقُولُ: (وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا)، وَيَقُولُ سُبْحَانَهُ: (فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ).

"Tidak boleh memanjangkan kuku; karena ini bertentangan dengan sunah fitrah yang dianjurkan oleh Nabi , di antaranya (memotong kuku).

Kewajiban dalam memotong kuku, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan, dan memotong kumis adalah tidak boleh membiarkan salah satu dari itu lebih dari empat puluh malam; karena diriwayatkan oleh Muslim dalam "Shahih"-nya dari Anas radhiyallahu 'anhu berkata:

(Kami diberi waktu dalam memotong kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketiak, dan mencukur bulu kemaluan, tidak boleh dibiarkan lebih dari empat puluh malam).

Maka para wanita itu wajib bertaubat kepada Allah, dan meninggalkan kebiasaan buruk ini yang bertentangan dengan apa yang diperintahkan oleh Nabi .

Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

(Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka ambillah, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah).

Dan Dia berfirman: (Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih).

[Komite Tetap untuk Riset Ilmiah dan Fatwa

Bakar Abu Zaid, Shalih al-Fawzan, Abdullah bin Ghadyan, Abdul Aziz Al-Syaikh, Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz" selesai dari "Fatawa Komite Tetap - Gelombang Kedua" (4/60)].

=====

PENDAPAT KEDUA : MAKRUH MEMBIARKANNYA HINGGA LEWAT 40 HARI :

Ini adalah madzhab Jumhur Ulama , madzhab Syafi'i, madzhab Hanbali dan lainnya

Imam Nawawi rahimahullah berkata:

تَقْلِيمُ الْأَظْفَارِ، وَإِزَالَةُ شَعْرِ الْعَانَةِ، بِحَلْقٍ، أَوْ نَتْفٍ، أَوْ قَصٍّ، أَوْ نُورَةٍ، أَوْ غَيْرِهَا، وَالْحَلْقُ أَفْضَلُ. وَيُسْتَحَبُّ إِزَالَةُ شَعْرِ الْإِبْطِ بِأَحَدِ هَذِهِ الْأُمُورِ، وَالنَّتْفُ أَفْضَلُ لِمَنْ قَوِيَ عَلَيْهِ. وَيُسْتَحَبُّ قَصُّ الشَّارِبِ، بِحَيْثُ يَبِينُ طَرَفُ الشَّفَةِ بَيَانًا ظَاهِرًا. وَيَبْدَأُ فِي هَذِهِ كُلِّهَا، بِالْيَمِينِ، وَلَا يُؤَخِّرُهَا عَنْ وَقْتِ الْحَاجَةِ، وَيُكْرَهُ كَرَاهَةً شَدِيدَةً، تَأْخِيرُهَا عَنْ أَرْبَعِينَ يَوْمًا، لِلْحَدِيثِ فِي "صَحِيحِ مُسْلِمٍ" بِالنَّهْيِ عَنْ ذَلِكَ."

"Memotong kuku, menghilangkan rambut kemaluan dengan mencukur, mencabut, memotong, atau menggunakan bahan seperti kapur, dan mencukur lebih utama.

Disunnahkan menghilangkan rambut ketiak dengan salah satu cara ini, dan mencabut lebih utama bagi yang mampu.

Disunnahkan memotong kumis sehingga bagian ujung bibir terlihat dengan jelas. Dimulai dengan tangan kanan dalam semua ini, dan tidak menundanya sampai waktu yang diperlukan.

Makruh hukumnya, sangat makruh, menundanya lebih dari empat puluh hari, berdasarkan hadis dalam 'Shahih Muslim' yang melarang hal tersebut." Selesai dari "Raudhah ath-Thalibin" (3/234).

Demikian pula menurut madzhab Hanbali, disebutkan dalam "Mathalib Uli an-Nuha" (1/87):

فَإِنْ تَرَكَهُ فَوْقَ أَرْبَعِينَ يَوْمًا: كُرِهَ، لِحَدِيثِ أَنَسٍ قَالَ: (وَقَّتَ لَنَا فِي قَصِّ الشَّارِبِ وَتَقْلِيمِ الْأَظْفَارِ وَنَتْفِ الْإِبِطِ وَحَلْقِ الْعَانَةِ؛ أَنْ لَا يُتْرَكَ فَوْقَ أَرْبَعِينَ) رَوَاهُ مُسْلِمٌ." انتهى.

"Jika ditinggalkan lebih dari empat puluh hari: hukumnya makruh, berdasarkan hadis Anas yang berkata: (Rasulullah  menetapkan bagi kami dalam memotong kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketiak, dan mencukur bulu kemaluan; agar tidak dibiarkan lebih dari empat puluh hari) diriwayatkan oleh Muslim." Selesai.

Al-Mardawai rahimahullah berkata :

" وَلَا يَتْرُكُهُ فَوْقَ أَرْبَعِينَ يَوْمًا. نَصَّ عَلَيْهِ. فَإِنْ فَعَلَ كُرِهَ. صَرَّحَ بِهِ فِي "الْمُسْتَوْعِبِ"، وَ"النَّظْمِ"، وَغَيْرِهِمَا " انتهى

"Dan tidak boleh meninggalkannya lebih dari empat puluh hari. Ini ditegaskan olehnya [Imam Ahmad]. Jika melakukannya, maka hal itu dimakruhkan. Hal ini ditegaskan dalam kitab 'Al-Mustaw'ab', kiab 'An-Nadzm', dan lainnya." [Selesai dari "Al-Inshaf" (1/255)].

******

HUKUM SHOLAT SESEORANG YANG TIDAK MENCUKUR BULU KEMALUAN-NYA

Ada sebuah hadits yang mengatakan :

"مَنْ لَمْ يَحْلِقْ شَعْرَ الْعَانَةِ لِمُدَّةِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا لَا تُقْبَلُ لَهُ صَلَاةٌ.

“Barang siapa yang tidak mencukur bulu kemaluannya selama empat puluh hari, maka salatnya tidak akan diterima”.

DERAJAT HADITS :

Dalam Fataawa asy-Syabakah al-Islamiyah 11/691 no. 120456 di katakan :

وَأَمَّا الْحَدِيثُ الْمَذْكُورُ فِي السُّؤَالِ فَلَمْ نَقِفْ عَلَيْهِ.

"Mengenai hadis yang disebutkan dalam pertanyaan, kami tidak menemukan-nya."

====

FATWA ULAMA :

Syeikh Masyhur Hasan as-Salman berkata :

الْوَاجِبُ عَلَى الْمُسْلِمِ أَنْ يَتَخَلَّصَ مِنْهُ فِي كُلِّ أَرْبَعِينَ يَوْمًا، أَمَّا أَنَّ الصَّلَاةَ تَبْطُلُ فَهَذَا لَمْ يُثْبِتْ، وَلَمْ يُصَحَّ عَنْ النَّبِيِّ ﷺ. فَمَنْ مَضَى عَلَيْهِ أَكْثَرَ مِنْ أَرْبَعِينَ يَوْمًا فَهَذَا آثِمٌ، وَلَكِنْ صَلَاتُهُ صَحِيحَةٌ، وَلَيْسَتْ صَلَاتُهُ بَاطِلَةً."

Kewajiban bagi seorang Muslim adalah untuk menghilangkannya setiap empat puluh hari, namun tidak ada bukti bahwa salat menjadi batal karena hal ini, dan tidak ada hadis sahih dari Nabi Muhammad  tentang hal ini.

Maka barang siapa yang melewatinya lebih dari empat puluh hari, maka itu dosa, namun salatnya tetap sah, dan shalatnya bukan menjadi batal."

Syeikh bin Baaz pernah ditanya :

هَلْ الصَّلَاةُ لَا تَصْحُ إذَا لَمْ يُزِلْ الْمُسْلِمُ أَوْ الْمُسْلِمَةُ شَعْرَ الْإِبْطِ وَالْعَانَةِ؟

"Apakah salat tidak sah jika seorang Muslim atau Muslimah tidak mencukur bulu ketiak dan bulu kemaluan-nya?"

JAWAB :

الصَّلَاةُ صَحِيحَةٌ، لَيْسَ مِنْ شَرْطِهَا زَوَالُ الْإِبْطِ وَالْعَانَةِ، لَكِنَّ سُنَّةً لِلْإِنْسَانِ أَنْ يَتَعَاهَدَ عَانَتَهُ وَإِبْطَهُ، وَأَلَا يَتْرُكَهَا أَكْثَرَ مِنْ أَرْبَعِينَ، يَقُولُ أَنَسٌ: «وَقْتٌ لَنَا فِي قَصِّ الشَّارِبِ، وَقَلَمِ الظَّفَرِ، وَنَتْفِ الْإِبْطِ، وَحَلْقِ الْعَانَةِ، أَلَا نَتْرُكَ ذَلِكَ أَكْثَرَ مِنْ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً» وَفِي لَفْظٍ: «وَقَّتَ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ ذَلِكَ». فَالسُّنَّةُ لِلْمُؤْمِنِ أَنْ يَتَعَاهَدَهَا قَبْلَ كَمَالِ الْأَرْبَعِينَ،

Salat tetap sah, tidak menjadi syarat salat untuk mencukur bulu ketiak dan bulu kemaluan, namun menjadi sunnah bagi seseorang untuk merawat bulu ketiak dan bulu kemaluannya, dan tidak meninggalkannya lebih dari empat puluh hari.

Anas radhiyallahu 'anhu berkata: "Rasulullah  menetapkan waktu bagi kami untuk mencukur kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketiak, dan mencukur bulu kemaluan, bahwa kami tidak meninggalkannya lebih dari empat puluh malam."

Dan dalam riwayat lain: "Rasulullah  menetapkan waktu bagi kami untuk melakukan hal itu."

Oleh karena itu, menjadi sunnah bagi seorang mukmin untuk rutin melakukannya sebelum lewat empat puluh hari."

 

Posting Komentar

0 Komentar